Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 2, 2014, artikel 2
Pengaruh Salinitas terhadap Fekunditas Fungsional, Daya Tetas Telur dan Benih Ikan Nila Salin (Oreochromis niloticus Linn) The Effect Of Salinity On Functional Fecundity, Hatchability And The Seed Of Saline Tilapia (Oreochromis Niloticus Linn) Jalaluddin
[email protected] Program Pascasarjana Universitas Terbuka Graduate Studies Program Indonesia Open University Abstrak Penelitian tentang pengaruh salinitas terhadap fekunditas fungsional, daya tetas telur dan benih ikan nila salin Oreochromis niloticus Linn telah dilakukan selama tiga bulan, dimulai dari Desember 2013 hingga Februari 2014. Penelitian ini bersifat laboratories, dilakukan di Laboratorium Balai Budidaya Ujung Batee, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan Banda Aceh. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan, masing-masing perlakuan dilakukan lima kali ulangan. Induk nila yang digunakan terdiri dari jenis ikan nila Gesit sebagai induk jantan sedangkan induk betina merupakan jenis ikan nila Sultana dengan perbandingan 1:2. Data dianalisis menggunakan multivariate Anova. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi salinitas yang diberikan dapat menurunkan daya pijah, fekunditas fungsional, fekunditas fungsional relatif dan daya tetas telur ikan nila. Selain itu, pemijahan dan penetasan telur ikan nila yang terbaik berada pada salinitas 7 ppt dan 14 ppt, sedangkan salinitas terbaik bagi kelangsungan hidup benih ikan nila yang ditebar di tambak adalah 21 ppt. Keberhasilan demplot dalam pengembangan budidaya ikan nila salin di masyarakat sangat tergantung pada proses seleksi petani tambak, ketersediaan pakan alami di tambak, motivasi petani dan proses penanganan benih dari awal hingga pembesaran. Faktorfaktor ini berpengaruh dalam meningkatkan keberhasilan budidaya ikan nila salin. Kata Kunci: daya tetas telur dan benih ikan, fekunditas fungsional, fekunditas fungsional relatif, kelangsungan hidup, tingkat pemijahan.
Abstract The research of effect of salinity on functional fecundity, eggs and seeds hatchability of Saline Tilapia (Oreochromis niloticus Linn) has been conducted for three months, starting from December 2013 through to February 2014. It is a laboratory research, performed at Balai Budidaya Ujung Bate Laboratory, Directorate General of Aquaculture, Ministry of Marine and Fishery Banda Aceh. The method used in this research is a complete random design (RAL) with four treatments each treatment is done in five repetitions. The Tilapia parents being used are consisting of Genetically Super male Indonesian Tilapia/GESIT as the ISSN : 2356-3907
17
Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 2, 2014, artikel 2
male parent, while female parent taken from Sultana Tilapia with the ratio of 1:2. The data is analyzed by means of multivariate Anova. The research result indicates that higher salinity would lower the rate of spawning, functional fecundity, relative functional fecundity and eggs hatchability of tilapia eggs. Besides, the spawning and hatchery of tilapia eggs can best be done at 7 ppt and 14 ppt salinity, while the best salinity for tilapia seeds viability spread in the fishpond is 21 ppt. The successful demonstration plot (demplot) in the development of saline tilapia farming by the community is strongly depends on the selection process of fish farmer, availability of natural feeds in the pond, fish farmer motivation and the process of seeds handling from the beginning up to the enlargement. These factors are influential in increasing the success of saline tilapia farming. Keywords: functional fecundity, hatchability of fish eggs and seeds, relative functional fecundity, survival, spawning rate.
PENDAHULUAN Produksi ikan nila dunia terus meningkat selama hampir satu dekade ini. Produksi ikan nila (Oreochromis niloticus) pada tahun 2001 mencapai 1 juta ton dan meningkat menjadi 2,5 kali lipat pada tahun 2001 (2,5 juta ton) pada tahun 2009 (FAO, 2011). Sedangkan produksi ikan nila nasional bahkan meningkat jauh lebih tajam yakni mencapai lebih dari 6 kali lipat. Tahun 2001, produksi ikan nila hanya 34 ribu ton sedangkan pada akhir tahun 2010 produksinya menjadi 214 ribu ton (Directorate General of Aquaculture, 2011). Bibit Nila didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Peneliti perikanan Air Tawar (Balitkanwar) dari Taiwan pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, ikan ini kemudian disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia. Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh pemerintah melalui Direktur Jenderal Perikanan. Pada tahun 1980-1990, Nila Merah diintroduksi masuk dari Taiwan dan Filipina oleh Perusahaan Aquafarm. Pada tahun 1994, Balitkanwar kembali mengintroduksi Nila GIFT (Genetic Improvement for Farmed Tilapia) strain G3 dari Filipina dan Nila Citralada dari Thailand. Secara genetic Nila GIFT telah terbukti memiliki keunggulan pertumbuhan dan produktivitas yang lebih tinggi dibandinggkan dengan jenis ikan Nila lain. Tahun 2000, salah satu perusahaan swasta nasional CP Prima mengintroduksi nila Merah NIFI dan nila GIFT dan Filipina tahun 2001. Pada tahun 2002, BBAT Jambi memasukan nila JICA dari Jepang dan nila merah Citralada dari Thailand (FAO, 2011). Produksi ikan nila di atas sebagian besar berasal dari budidaya air tawar. Sedangkan produksinya di air asin bersaing dengan ikan satu genus yang lebih lambat pertumbuhannya yakni ikan mujair (Oreochromis mosambicus). Hal ini dikarenakan daya tahan mujair yang ISSN : 2356-3907
18
Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 2, 2014, artikel 2
lebih tinggi di air asin (Kamal & Mair, 2005). Kemampuan ikan nila untuk tumbuh di air asin menjadi alasan untuk pengembangannya di tambak. Peningkatan produksi ikan nila air asin memerlukan Ikan nila yang dipelihara di air asin memerlukan pengadaptasian dulu selama beberapa hari. Air asin diberikan secara bertahap. Proses ini harus memperhatikan kondisi ontogenik atau fisiologis dari benih tersebut. Ikan yang berumur lebih tua lebih mampu beradaptasi dengan air laut (Watanabe et al., 1990). Ini berarti ada risiko, biaya dan waktu tambahan untuk budidaya ikan nila air asin. Permasalahan utama dalam pengembangan ikan nila air asin adalah tersedianya benih ikan nila yang dapat dipelihara di air asin. Selama ini benih ikan nila air asin adalah hasil adaptasi bertahap dari air tawar. Tanpa hal ini benih nila akan mati. Hambatan lain adalah adanya daya tahan yang rendah pada benih ikan nila air asin hasil adaptasi tersebut apabila dibandingkan dengan ikan nila yang dibudidayakan di air tawar (Watanabe et al., 1990). Dengan demikian diperlukan investigasi lebih detail apakah pemijahan dan pemeliharaannya di level air asin yang berbeda tanpa perlakuan adaptasi dapat menunjukkan produktivitas ikan nila hitam yang lebih baik. Pengujian salinitas terhadap reproduksi ikan nila merah pernah dilakukan oleh Watanabe dengan hasil yang menunjukkan penurunan produktivitas (Watanabe & Kuo, 1985). Telah diketahui bahwa ikan nila memijah di tambak air payau. Induk jantan membuat sarang berbentuk cekungan-cekungan di tanah tambak. Induk betina juga mengerami telur. Lalu, diketahui pula bahwa benih ikan nila sering mengumpul di mulut induk betina ikan nila air asin. Namun demikian, belum diketahui dengan jelas berapa tinggi tingkat reproduksi induk betina yang melakukan pemijahan pada kondisi payau tersebut (spawning rate), jumlah telur yang dikeluarkan induk betina (functional fecundity), fekunditas fungsional relatif, daya tetas telur (hatching rate) dan kelangsungan benih setelah ditransfer ke tambak air payau (survival rate). Pengujian secara terkontrol dapat menunjukkan pengaruh salinitas terhadap variabel-variabel ini, karena pengaruh lingkungan, predasi, penyakit dan kompetisi mengaburkan pengaruh salinitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh salinitas terhadap tingkat pemijahan, fekunditas fungsional, daya tetas telur induk ikan nila dan mengetahui salinitas terbaik ikan nila untuk pemijahan dan penetasan telur. Selain itu penelitian ini juga ditujukan untuk mengetahui pengaruh salinitas yang berbeda terhadap kelangsungan hidup ketika benih ikan nila ditebar di tambak.
ISSN : 2356-3907
19
Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 2, 2014, artikel 2
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lokasi pembenihan ikan nila Balai Budidaya Air Payau (BPBAP) Ujung Batee, Jalan Krueng Raya Km 16,5 Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar. Penelitian dilakukan selama tiga bulan mulai pada bulan Desember 2013 sampai dengan bulan Februari 2014. Alat dan bahan penelitian Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. dan Tabel 2. di bawah ini. Tabel 3.1 Peralatan penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama alat Bak beton Refraktometer Timbangan digital DO meter pH meter Serok Aerator /peralatan aerasi Hand counter Kamera
Jumlah unit 14 buah 1 buah 1 buah 1 unit 1 unit 2 buah 1 unit 2 unit 1 unit
Keterangan Ukuran 2 m x 1,2 m x 9 m Untuk mengukur salinitas Untuk menimbang ikan dan pakan Untuk melihat oksigen terlarut Untuk mengukur ke asaman/basa air Untuk menangkap ikan Sudah tersedia di bak bak Untuk menghitung telur/larva Untuk mendukumentasikan kegiatan
Tabel 3.2 Bahan penelitian No 1 2 3 4 5 6 7
Nama bahan Nila betina matang gonad Nila jantan matang gonad Air laut dan tawar Pakan pellet Aquades Tisue Ember
Jumlah unit 80 ekor 40 ekor Kontinyu 70 kg 1 liter 1 gulung 6 buah
Keterangan Ukuran 300 – 400 gram Ukuran 400 – 500 gram Setiap saat air ada CP 28% Untuk kalibrasi alat Untuk membersihkan alat Untuk tempat perhitungan telur/larva Vol.20 liter
Populasi dan Sampel Hewan uji yang di gunakan adalan ikan nila yang sudah diseleksi jantan dan betina dan sudah di pelihara di bak yang sudah di persiapkan dengan salinitas yang sudah ditentukan sesuai degan perlakuan. Ikan induk jantan merupakan jenis ikan nila GESIT sedangkan indukan betina merupakan jenis ikan nila SULTANA. Induk ikan nila yang digunakan
ISSN : 2356-3907
20
Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 2, 2014, artikel 2
sejumlah 80 ekor betina dan 40 ekor jantan dengan perbandingan jantan dan betina 1:2. Di dalam satu petak diberikan 2 induk jantan dan 4 induk betina. Induk ikan nila yang di gunakan adalah ukuran 300-400 gram untuk ikan betina sementara untuk jantan berukuran 400-500 gram. Induk jantan dan betina
sebelum di
pijahkan dipelihara secara terpisah di dalam bak fiber glass yang sebelumnya dilakukan penyesuaian salinitas. Prosedur Penelitian Setelah induk ikan nila di pisahkan sesuai dengan salinitas perlakuan yaitu: 0 ppt, 7 ppt, 14 ppt, dan 21 ppt, induk ikan nila di beri pakan pellet yang berkadar protein 28%, pakan diberikan sebanyak 3% dari bobot ikan. Pakan yang diberikan merupakan pakan pabrik keluaran PT. Centrak Proteinaprima Tbk. Medan (Lampiran 5). Frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari yaitu pada pukul 08.00 (pagi), 13.00 (siang), dan 17.00 (sore). pemeliharaan induk ikan nila dilakukan selama 6 minggu. Pada saat penelitian ada 5 tahapan yang harus dikerjakan yaitu: 1. Seleksi induk jantan dan betina dan ukuran induk 2. Pematangan gonad dan pemberian pakan 3. Pengamatan tingkat kematangan gonad induk 4. Pengamatan induk memijah 5. Pengambilan telur di mulut betina Proses kelima, dilakukan penurunan air media setinggi 10 cm untuk memudahkan dalam penangkapan induk dan pengamatan induk yang sedang mengerami telur dan larva di dalam mulut induk betina. Ciri induk yang sedang mengerami telur atau larva mulut induk membesar dan tertutup. Induk betina yang sedang mengerami di ambil dengan mengunakan serok yang lembut. Telur atau larva yang di ambil dari mulut induk betina dengan mengocok mulut betina di dalam serok dalam air di waskom, lalu dilakukan perhitungan. Setelah telur atau larva di hitung telur atau larva di masukan kedalam corong penetasan telur selama 4 – 5 hari. Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah menghitung induk yang memijah dan jumlah telur atau larva yang di hasilkan. Pengamatan juga dilakukan terhadap parameter kualitas air yang meliputi oksigen terlarut (DO), pH, salinitas dan suhu. Pengamatan ini dilakukan pada pukul 08.00 dan 16.00.
ISSN : 2356-3907
21
Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 2, 2014, artikel 2
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara langsung terhadap gejala-gejala subjek yang diselidiki dalam situasi buatan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan di masing-masing perlakuan dilakukan lima kali ulangan. Penggunaan rancangan ini didasarkan atas unit percobaan yang dibuat homogen untuk hewan uji, jenis makanan, tempat dan lokasi yang sama dengan sumber variasi hanya dari perlakuan. Perlakuan yang diberikan didasarkan pada pengalaman masyarakat petani tambak yang melakukan kegiatan budidaya ikan nila binaan BPBAP Ujung Batee, di sepanjang pantai Timur Aceh. Berdasarkan keterangan masyarakat tersebut, jika salintas yang digunakan di atas range atau kisaran 10 ppt dari pemeliharaan awal hingga penebaran di tambak maka tingkat kematian tinggi melebihi 50%. Oleh sebab itu, perlakuan dalam penelitian ini menggunakan selisih salinitas di bawah 10 ppt, yaitu 7 ppt. Adapun perlakuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Perlakuan A: Induk ikan nila dipelihara pada salinitas 0 ppt (sebagai kontrol). Perlakuan B: Induk ikan nila dipelihara pada salinitas 7. Perlakuan C: Induk ikan nila dipelihara pada salinitas 14 ppt. Perlakuan D: Induk ikan nila dipelihara pada salinitas 21 ppt. Penelitian ini menggunakan wadah bak berukuran 2,3 m x 9 m sebanyak empat unit. Satu perlakuan diberikan pada satu bak. Induk ikan nila yang matang gonad di ambil dari hasil pemeliharan di pembenihan ikan nila BPBAP Ujung Batee. Wadah yang di gunakan dalam penelitian ini adalah bak beton volume 20 m3 sejumlah 4 buah dengan disekat menjadi 5 petak. Dua ekor induk jantan dan 4 ekor induk betina ditempatkan dalam satu petak. Metode Analisis Data Metode analisis data menggunakan Multivariate ANOVAdengan memberikan penjelasan tentang pola hubungan (model) antara dua variabel atau lebih, yaitu: a.
Variabel Respon disebut juga variabel dependen yaitu variabel yang keberadaannya dipengaruhi oleh variabel lainnya dan dinotasikan dengan variabel Y.
b.
Variabel Prediktor disebut juga dengan variabel independen yaitu variabel yang bebas (tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya) dan dinotasikan dengan X.
ISSN : 2356-3907
22
Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 2, 2014, artikel 2
Tujuan utama adalah untuk membuat perkiraan nilai suatu variabel (variabel dependen) jika nilai variabel yang lain yang berhubungan dengannya (variabel lainnya) sudah ditentukan. Dalam hal ini variabel dependen adalah perlakuan salinitas yang berbeda, sedangkan variabel independent yaitu fekunditas fungsional, spawning rate, hatching rate dan kelangsunga hidup benih ikan nila (SR). Dalam penelitian ini akan menjelaskan pengaruh antara salinitas terhadap tingkat pemijahan (spawning rate), fekunditas relatif, fekunditas fungsional relatif, daya tetas telur (hatching rate) dan kelangsungan hidup ikan nila (survival rate) yang dirumuskan dalam fungsi: Y = F (X1, X2, X3, X4 ,X5) Dimana: Y
= Salinitas/Perlakuan
X1
= Tingkat Pemijahan/Spawning Rate
X2
=
X3
= Fekunditas Fungsional Relatif
X4
= Daya Tetas Telur/Hatching Rate (HR)
X5
= Tingkat Kelangsungan Hidup/Survival Rate (SR)
Fekunditas Relatif
Dalam analisis ini pendekatan yang dilakukan adalah analisis fungsi produksi, dimana fungsi produksi menggambarkan hubungan antara input dan output. Bentuk fungsi produksi yang digunakan adalah: Y = A X1β1 X2β2 X3β3 X4β4 X5β5 Selanjutnya fungsi tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk ekonometrikanya sebagai berikut: Ln Y = β0 + β1 Ln X1 + β2Ln X2 + β3Ln X3 + β4 Ln X4 + β5 Ln X5 + µ Dimana : Y
= Salinitas/Perlakuan
X1
= Tingkat Pemijahan/Spawning Rate
X2
=
X3
= Fekunditas Fungsional Relatif
X4
= Daya Tetas Telur/Hatching Rate (HR)
ISSN : 2356-3907
Fekunditas Relatif
23
Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 2, 2014, artikel 2
X5
= Tingkat Kelangsungan Hidup/Survival Rate (SR)
β0
= intercept
β1
= koefisien, i = 1, 2, 3, dan seterusnya
µ
= error term (kesalahan pengganggu)
Data yang dianalisis adalah pengaruh salinitas terhadap tingkat pemijahan, jumlah telur yang dikeluarkan, fekunditas fungsional, daya tetas telur (spawning rate dan hatcing rate) dan kelangsungan hidup benih ikan nila (SR). Kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey dan LSD (Hanafiah, 1993). Parameter utama dalam penelitian ini adalah (SR) tingkat kelangsungan hidup yang dihitung berdasarkan rumus Efendie (1979), sebagai berikut:
Dimana: INPP = Jumlah benih ikan nila salin yang hidup pada akhir penelitian INPA = Jumlah benih ikan nila salin yang hidup pada awal penelitian Selain itu, juga dilakukan pengukuran pengaruh salinitas terhadap tingkat pemijahan, jumlah telur yang dikeluarkan, fekunditas fungsional, fekunditas fungsional relatif dan daya tetas telur. Model untuk menguji pengaruh salinitas terhadap variable tersebut adalah: Yij = µ + τi + εij Yij = Variabel yang diamati pada perlakuan ke-i (i=1,2,3) dan ulangan ke-j (j=1,2,3) µ
= Rata-rata umum
τi
= Efek perlakuan ke-i
εij = Galat pada perlakuan ke-i ulangan ke-j Sedangkan penentuan fekunditas dilakukan dengan mengambil ovari ikan betina yang matang gonad. Fekunditas total dihitung dengan menggunakan metode sub-contoh bobot gonad atau disebut metode gravimetrik. Cara mendapatkan telur yaitu mengambil telur ikan betina dengan mengangkat seluruh gonadnya dari dalam perut ikan dan ditimbang. Kemudian gonad tersebut diambil sebagian untuk ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik, selanjutnya butiran telur dihitung. Fekunditas ikan ditentukan dengan menggunakan metode gravimetrik dengan rumus (Effendie, 1979) :
ISSN : 2356-3907
24
Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 2, 2014, artikel 2
Dimana: F = fekunditas (butir), G = bobot tubuh (g) Q = bobot gonad contoh (g) dan N = jumlah telur pada gonad contoh (butir). Selanjutnya fekunditas dihubungkan dengan panjang tubuh ikan dan bobot tubuh. Hatching Rate (HR) adalah daya tetas telur atau jumlah telur yang menetas. Untuk mendapatkan HR sebelumnya dilakukan sampling larva untuk mendapatkn jumlah larva, Menurut Effendie (1979), HR dapat dihitung menggunakan rumus berikut ini :
Sedangkan parameter penunjang dalam penelitian ini adalah pengukuran kualitas air meliputi: suhu, salinitas, okigen terlarut (DO), karbondioksida, pH, dan amoniak.
TEMUAN DAN PEMBAHASAN Tingkat Pemijahan (Spawning Rate) Hasil pengamatan menunjukkan bahwa salinitas berpengaruh nyata terhadap daya pijah ikan nila (p<0,05). Seluruh induk betina memijah dari perlakuan 0-14 ppt (p>0,05). Sedangkan pada salinitas 21 ppt kemampuan memijah induk betina mulai menunjukkan keragaman yakni diantara 40% sampai dengan 100% dengan rata-rata sekitar 58%. Dengan demikian titik kritis pengaruh negatif salinitas terhadap daya pijah berada pada rentang 14 s/d 21 ppt (Gambar 1). Berdasarkan penelitian ini, didapatkan nilai terendah daya pijah ikan nila pada salinitas 21 ppt. Menurut Stickney (1986) bahwa pengujian salinitas terhadap tilapia telah berlangsung lama dan bahkan masih berlangsung sampai sekarang. Hal ini selain didorong oleh kemampuan ikan nila untuk tumbuh lebih baik di air asin (Vera Cruz et al., 2006) akan tetapi juga daya reproduksinya yang dapat dikurangi pada salinitas tinggi, sehingga meningkatkan produktivitas budidaya (Watanabe & Kuo, 1985). Dalam kondisi praktis, pembudidaya lebih memilih memelihara benih yang langsung dapat ditebar di tambak tanpa harus khawatir terhadap ancaman kematian karena salinitas. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa benih tidak dapat dihasilkan oleh ikan nila yang dipelihara pada salinitas 30 ppt. Hasil pengamatan di lapangan telah ditemukan bahwa ikan nila mampu memijah pada salinitas air laut namun dalam jumlah yang sangat sedikit. Salinitas di bawah 25 ppt menunjukkan produktivitas benih yang signifikan.
ISSN : 2356-3907
25
Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 2, 2014, artikel 2
120 100
100
100
Daya Pijah (%)
100 80 58
60 40 20 0
7
14
21
Gambar 1. Pengaruh salinitas terhadap daya pijah ikan nila Fekunditas fungsional Salinitas juga berpengaruh nyata terhadap jumlah telur yang dikeluarkan oleh induk. Kenaikan salinitas sampai dengan 7 ppt belum menunjukkan efek yang signifikan terhadap fekunditas fungsional induk betina ikan nila (p>0,05), Lampiran 4). Efek salinitas cukup jelas terlihat pada perlakuan 14 ppt. Dengan demikian titik kritis pengaruh salinitas terhadap jumlah telur yang diproduksi induk berada pada rentang 7-14 ppt (Gambar 2). Penyelidikan ini yang bertujuan untuk menginvestigasi fenomena itu lebih lanjut, telah menunjukkan bahwa salinitas berpengaruh sangat nyata terhadap produktivitas induk ikan nila. Fekunditas ikan nila menurun pada perlakuan 14 ppt lebih awal apabila dibandingkan daya pijahnya. Terlihat berdasarkan pengaruh salinitas terhadap fekunditas fungsional induk ikan nila terendah terdapat pada salinitas 21 ppt. hasil kajian Watanabe, (1990) juga menyatakan penurunan produktivitas dengan meningkatnya kadar garam sama dengan beberapa penelitian lain dengan strain yang berbeda seperti Red Florida.
ISSN : 2356-3907
26
Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 2, 2014, artikel 2
1600 1400
1,388 1,264
1200
1,055
1000 Fekunditas fungsional 800 (butir) 600
526
400 200 0 0
7
14
21
Salinitas (ppt)
Gambar 2. Pengaruh salinitas terhadap fekunditas fungsional induk betina ikan nila. Fekunditas pada suatu spesies ikan dapat berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Fekunditas mempunyai keterpautan dengan umur, panjang, dan bobot individu. Ali (2005) menyatakan bahwa jumlah fekunditas pada spesies yang sama dapat dipengaruhi oleh ukuran tubuh, umur, lingkungan, dan ukuran diameter telur. Fekunditas ikan cenderung meningkat dengan bertambahnya ukuran badan, yang dipengaruhi oleh jumlah makanan dan faktor-faktor lingkungan lainnya seperti suhu dan musim. Fekunditas fungsional relatif Semakin berat seekor induk, semakin banyak telur yang dikeluarkan. Dengan demikian variable fekunditas fungsional bersifat relatif. Variabel fekunditas fungsional relatif akan menunjukkan lebih jelas relatifitas jumlah telur yang dihasilkan induk dengan mempertimbangkan beratnya. Namun demikian pengaruh salinitas terhadap fekunditas fungsional relatif memiliki pola yang hampir sama dengan fekunditas fungsional. Perubahan salinitas dari 0 ppt sampai dengan 7 ppt belum menunjukkan pengaruh yang signifikan (p>0,05). Perlakuan 14 ppt mulai menunjukkan efek yang nyata (p<0,05) (Gambar 3).
ISSN : 2356-3907
27
Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 2, 2014, artikel 2
4.5 4
3.91
3.69
3.5
2.92
3 Fekunditas 2.5 fungsional relatif (butir/gr) 2 1.5
1.40
1 0.5 0 0
7
14
21
Salinitas
Gambar 3. Pengaruh salinitas terhadap fekunditas fungsional relatif induk betina ikan nila Terlihat seperti pengaruh salinitas terhadap fekunditas fungsional, berdasarkan pengaruh salinitas terhadap fekunditas fungsional relatif induk ikan nila juga nilai terendah terdapat pada salinitas 21 ppt. Fekunditas fungsional relatif lebih jelas lagi menunjukkan level produktivitas ikan nila. Variabel berat induk dimasukkan pada hal ini. Ini mengakomodir faktor berat induk yang seringkali menunjukkan bahwa penurunan kemampuan induk menghasilkan telur per satuan berat. Dalam hal ini faktor berat, karena homogen, tidak menunjukkan perannya dalam mendeviasikan fekunditas fungsional. Daya tetas telur (Hatching rate) Pengaruh salinitas belum signifikan kecuali pada 21 ppt untuk daya pijah dan 14 ppt untuk fekunditas fungsional dan fekunditas fungsional relatif. Pengaruh salinitas terhadap daya tetas bahkan lebih dini, yakni sudah terlihat nyata pada salinitas 7 ppt (p<0,05). Akan tetapi kondisi 7-14 ppt tidak menunjukkan perbedaan daya tetas yang signifikan (p>0,05) (Gambar 4.). Daya tetas telur ikan nila menurun lebih dini pada salinitas diatas 7 ppt walaupun dengan perbedaan yang lebih rendah. Seperti yang dilaporkan Watanabe & Kuo (1985), kemampuan telur untuk menetas sebenarnya sama pada semua salinitas namun kematian muncul setelah beberapa saat paska menetas.
ISSN : 2356-3907
28
Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 2, 2014, artikel 2
120 100
96.08
92.72
92.38
80 Daya tetas telur 60 (%)
46.54
40 20 0 0
7
14
21
Salinitas (ppt)
Gambar 4. Pengaruh salinitas terhadap daya tetas telur ikan nila Kelangsungan Hidup (Survival Rate) Pengaruh nyata perlakuan salinitas terhadap induk ternyata berefek signifikan ketika benih dibudidayakan di dalam tambak. Kelangsungan hidup benih meningkat pada induk dan telur yang dipelihara pada salinitas 7 ppt s/d 21 ppt (p<0,05) (Gambar 5). Daya hidup benih hasil dari pemijahan dan penetasan di air payau menunjukkan hasil yang secara sangat signifikan lebih baik. Ini menunjukkan sesuai seperti yang dikemukakan oleh Likongwe, et.al. (1996) bahwa adaptasi telah dimulai sejak dini dan hasil dari proses perubahan tersebut bertahan lama. 120 99.87
100
84.65 76.53
80 Kelangsungan 60 hidup (%)
41.59
40 20 0 0
7
14
21
Salinitas (ppt)
ISSN : 2356-3907
29
Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 2, 2014, artikel 2
Gambar 5. Pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih ikan nila yang ditebar di tambak
Kondisi salinitas di perairan umum tidak selalu sesuai dengan kebutuhan ikan. Namun, ikan memiliki kemampuan untuk beradaptasi dalam keadaan yang tidak menguntungkan tersebut dengan memasukkan atau mengeluarkan ion dan memasukkan dan mengeluarkan air sehingga tekanan dalam sel tidak terganggu oleh kondisi luar tersebut. Sel butuh energi untuk mewujudkan keseimbangan ini. Semakin besar ketidaksesuain akan meningkatkan kebutuhan energi tersebut. Salinitas memiliki pengaruh besar terhadap metabolisme tubuh ikan, karena menentukan keseimbangan ion tubuh. Dalam hal ini NaCl, senyawa terbesar dari salinitas ini menentukan aliran zat dari dan ke dalam sel. Kondisi garam yang terlalu tinggi pada media di luar sel akan mengakibatkan sel mengalami dehidrasi karena keluarnya air keluar sel. Sedangkan kondisi rendahnya ion di air media akan berakibat sebaliknya. Anggaran energy untuk osmoregulasi ini menduduki peringkat pertama dari sisi urgensi. Ketika ikan tidak mampu menyediakan energy untuk proses ini karena ketidaktersediaan peralatan biologis dalam tubuhnya akibat pengaruh genetic maka dapat terjadi kematian seperti yang dilaporkan oleh Luan, et.al. (2008). Dengan memperhitungkan daya pijah, fekunditas, daya tetas dan kelangsungan hidup benih setelah ditebar di tambak maka dapat disimpulkan bahwa pemijahan pada salinitas 7-14 ppt sangat layak dilakukan untuk menghasilkan benih nila air asin. Senada dengan hasil penelitian ini, seperti yang dilaporkan Suci (2012) untuk jenis ikan nila Larasati (Oreochromis
niloticus)
bahwa
perlakuan
salinitas
berpengaruh
nyata
terhadap
kelulushidupan dan berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan serta media salinitas 0– 20 ‰ baik bagi kelulushidupan dan pertumbuhan benih ikan nila Larasati (Oreochromis niloticus).
KESIMPULAN Berdasarkan penelitian ini, Semakin tinggi salinitas yang diberikan dapat menurunkan daya pijah, fekunditas fungsional, fekunditas fungsional relatif dan daya tetas telur ikan nila. Pemijahan dan penetasan telur ikan nila yang terbaik berada pada salinitas 7 ppt dan 14 ppt.
ISSN : 2356-3907
30
Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 2, 2014, artikel 2
sedangkan salinitas terbaik bagi kelangsungan hidup benih ikan nila yang ditebar di tambak adalah pada salinitas 21 ppt.
DAFTAR PUSTAKA Adi S., dan R. Eko Prihartono. (2005). Pembesaran Nila merah Bangkok. Jakarta. Penebar Swadaya. Directorate General of Aquaculture. (2011). Indonesian aquaculture statistics 2010 (Annual Report Statistics No. 12). Jakarta, Indonesia: Ministry of Fisheries and Marine Affairs, Indonesia. Effendie, M.I. (1979). Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor: 112 hal. FAO. (2011). Fishery and aquaculture statistics: aquaculture production 2009 (FAO yearbook). Rome: Food and Agriculture Organization. Hanafiah, K. A. (1993). Rancangan percobaan teori dan aplikasi. Jakarta, Indonesia: Grafindo. Kamal, A. H. M. M., & Mair, G. C. (2005). Salinity tolerance in superior genotypes of tilapia, Oreochromis niloticus, Oreochromis mossambicus and their hybrids. Aquaculture, 247(1–4), 189–201. Likongwe, J. S., Stecko, T. D., Stauffer Jr., J. R., & Carline, R. F. (1996). Combined effects of water temperature and salinity on growth and feed utilization of juvenile Nile tilapia Oreochromis niloticus (Linneaus). Aquaculture, 146(1–2), 37–46. Luan, T. D., Olesen, I., Ødeg\aard, J., Kolstad, K., & Dan, N. C. (2008). Genotype by environment interaction for harvest body weight and survival of Nile tilapia (Oreochromis niloticus) in brackish and fresh water ponds. In International Symposium On Tilapia In Aquaculture (Vol. 8, pp. 231–240). Stickney, R. R. (1986). Tilapia Tolerance of Saline Waters: A Review. The Progressive FishCulturist, 48(3), 161–167. Suci, A.F. (2012). Analisis Kelulushidupan dan Pertumbuhan Benih Ikan Larasati (Oreochromis niloticus) F5 D30-D70 pada Berbagai Salinitas. Journal of Aquaculture Management and Technology. Vol. 1 No 1 Tahun 2012 Hal. 18-34. Vera Cruz, E. M., Brown, C. L., Luckenbach, J. A., Picha, M. E., Bolivar, R. B., & Borski, R. J. (2006). Insulin-like growth factor-I cDNA cloning, gene expression and potential use as a growth rate indicator in Nile tilapia, Oreochromis niloticus. Aquaculture, 251(2–4), 585–595. Watanabe, W. O., Ellingson, L. J., Olla, B. L., Ernst, D. H., & Wicklund, R. I. (1990). Salinity tolerance and seawater survival vary ontogenetically in Florida red tilapia. Aquaculture, 87(3–4), 311–321.
ISSN : 2356-3907
31
Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 2, 2014, artikel 2
Watanabe, W. O., & Kuo, C.-M. (1985). Observations on the reproductive performance of Nile tilapia (Oreochromis niloticus) in laboratory aquaria at various salinities. Aquaculture, 49(3–4), 315–323.
ISSN : 2356-3907
32