Jurnal Penelitian Tugas Akhir
PENGARUH PERBANDINGAN BUBUR RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DENGAN BUBUR SAWI (Brassica juncea) DAN KONSENTRASI EKSTRAK DAUN SUJI TERHADAP KARAKTERISTIK MIX VEGETABLE LEATHER PANGGANG Dolfina Nanggiang *), Sumartini **), dan Thomas Gozali **)
ABSTRACT Mix vegetable leather is one of the seaweed in the form of a thin sheet made of pureed seaweed Eucheuma cottonii, green mustard porridge and suji extract. The purpose of this study was to determine the effect of seaweed porridge comparison with mustard slurry and extract concentration suji against chemical and organoleptic characteristics of the mix vegetable leather. While the purpose of this study was to produce a snack of local raw material so as to increase the added value in the development of green cabbage processed and able to support the efforts of diversification of products that can replace imported leather seaweed. The study was conducted in two stages, namely the preliminary research and primary research. The preliminary study included determination filtering seaweed porridge is best for use in primary research. In the main study, the method used in this study is a randomized block design (RAK) with 3 x 3 factorial in three replications. Variable comparison porridge seaweed porridge mustard and extract concentration suji, namely a1b1 (1: 1 and 9%), a1b2 (1: 1 and 12%), a1b3 (1: 1 and 15%), a2b1 (2: 1 and 9%), a2b2 (2: 1 and 12%), a2b3 (2: 1 and 15%), a3b1 (3: 1 and 9%), a3b2 (3: 1 and 12%) and a3b3 (3: 1 and 15%). Based on the results of comparative studies with pureed pulp seaweed extract concentration suji mustard and real impact on color, flavor, aroma, texture, crude fiber and ash content but had no significant effect on water content. Selected samples of the main research is a1b3 by comparison porridge seaweed porridge mustard (1: 1) and concentration of the extract suji 15% of the moisture content 7.09%, ash content 23.21%, crude fiber content 19.05%, dietary fiber 67.96% and activity antioxidants at 31.23 ppm.
Keywords: Mix Vegetable Leather, Seaweed Leather, Eucheuma cottonii, Green Mustard, Suji Extracts
i
*Alumni Teknologi Pangan UNPAS ** Dosen Teknologi Pangan UNPAS
Jurnal Penelitian Tugas Akhir
PENDAHULUAN Dewasa ini masyarakat Indonesia mulai menunjukkan ketertarikan yang tinggi terhadap makanan Jepang, salah satunya adalah produk nori. Hal ini terlihat dari maraknya penjualan produk nori impor di pasar ritel dan menjamurnya restoran Jepang, China dan Korea yang menjadikan nori sebagai bahan pelengkap makanan dan pembungkus sushi (Teddy, 2009). Nori merupakan sediaan berupa lembaran rumput laut merah jenis Porphyra yang dikeringkan. Pada awalnya, nori diproduksi di Negara Jepang, China dan Korea karena melimpahnya bahan baku pembuatan nori, yaitu rumput laut merah jenis Porphyra yang hanya tumbuh di iklim subtropis. Produk nori juga dikenal dengan istilah Seaweed leather, yaitu lembaran tipis rumput laut. Keterbatasan rumput laut Porphyra di negara tropis mendorong adanya beragam inovasi seaweed leather seperti penggunaan rumput laut yang tumbuh di perairan Indonesia seperti Eucheuma cottonii. Adapun sebutan untuk lembaran tipis sayuran adalah vegetable leather. Prinsip pengolahan vegetable leather hampir sama dengan seaweed leather. Dimana vegetable leather adalah jenis makanan ringan yang terbuat dari sayuran yang dihancurkan, dicetak menjadi lembaran tipis dan dikeringkan dalam oven atau dehydrator sedangkan dalam pengembangan lainnya dikenal juga istilah mix vegetable leather, yaitu lembaran tipis sayuran yang dibuat dari pencampuran sayuran, misalnya sayuran laut (rumput laut) dan sayuran darat. Produk akhir mix vegetable leather hampir serupa dengan tipe Ajitsuke nori, yaitu potongan kecil nori berbumbu yang dijadikan sebagai lauk dan makanan ringan. Namun, perbedaannya adalah dalam mix vegetable leather dilakukan pencampuran antara bubur rumput laut dan bubur sawi hijau. Penggunaan bubur rumput laut bertujuan untuk mengentalkan, stabilizer dan membentuk gel yang berperan dalam *Alumni Teknologi Pangan UNPAS ** Dosen Teknologi Pangan UNPAS
pembentukan tekstur mix vegetable leather karena adanya kandungan hidrokoloid dalam rumput laut. Konsistensi lembaran tipis yang terbentuk pada mix vegetable leather juga dipengaruhi oleh adanya kandungan serat. Oleh karena itu, dilakukan penambahan bubur sawi hijau yang memiliki kandungan serat sebesar 1,2 g/100g. Selain itu, penggunaan sawi hijau juga didasari karena melimpahnya produksi sawi hijau di Indonesia tiap tahunnya. Hal ini terlihat dari semakin berkembangnya luas penanaman sawi pada tahun 2005 sebesar 100.000 ha dengan jumlah produksi 1.150 ton sedangkan pada tahun 2006 meningkat menjadi 2.909 ton dengan luas lahan 253.000 ha (Anom 2008). Sawi hijau secara alami mengandung klorofil yang menghasilkan warna hijau yang serupa dengan warna seaweed leather aslinya. Namun, warna hijau yang dihasilkan oleh sawi cenderung tidak stabil dibandingkan dengan warna hijau yang berasal dari rumput laut jenis Porphyra sp. Kualitas terbaik untuk produk seaweed leather ditunjukkan dengan adanya warna hijau kehitaman (Teddy 2009). Oleh karena itu, diperlukan penambahan warna hijau sehingga diperoleh mix vegetable leather sawi dengan kualitas warna yang sebanding dengan produk seaweed leather. Pewarna alami yang dipilih terbuat dari ekstrak daun suji karena menghasilkan warna hijau yang lebih pekat dan tidak menghasilkan aroma dibandingkan sumber lainnya seperti daun pandan wangi. Penggunaan maksimal ekstrak daun suji pada produk pangan seperti kue kering atau makanan basah adalah 25% dari 100 gram adonan (Al Areifi 2008) sedangkan dalam pengolahan seaweed leather pedas digunakan sebanyak 15 ml ekstrak daun suji dalam 100 gram adonan untuk dihasilkan warna hijau yang disukai oleh panelis (Fadhila 2014) sedangkan pada penelitian Hasanah (2007) digunakan ekstrak suji sebanyak 3% dalam 7,5 gram adonan.
Jurnal Penelitian Tugas Akhir
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan baku utama yang digunakan dalam pengolahan mix vegetable leather antara lain 858 g sawi hijau (Brassica juncea) varietas lokal dengan penilaian mutu warna daun hijau segar dan tidak busuk yang diperoleh dari Pasar Geger kalong Tengah, rumput laut jenis Eucheuma cottonii kering (tawar) sebanyak 645,5 g yang diperoleh dari CV. Budi Gemstone Jawa Tengah, daun suji yang telah dibuat ekstrak, air, garam, minyak wijen dan bumbu penyedap. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis yaitu bahan pengujian serat kasar dengan metode Gravimetri (SNI 01-28911992): H2SO4 1.25%, NaOH 3.25%, etanol 96% dan aquadest. Bahan analisis kadar abu (AOAC 1984) : HCl pekat dan aquadest, bahan analisis kadar Air (SNI 01-2891-1992) adalah sampel leather sawi dan bahan analisis antioksidan : metanol, DPPH (2,2diphenyl-1-picrylhydrazyl). Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah blender, timbangan digital, pisau, panci stainless, kompor, sendok, piring kecil, cetakan, kain kasa, saringan, oven listrik, spatula kayu dan tunnel dryer serta seperangkat alat-alat laboratorium untuk analisis. Alat yang digunakan untuk analisis kimia adalah gelas ukur, gelas piala, saringan, stopwatch, pipet tetes, labu takar, batang pengaduk, erlenmeyer, buret, pipet volumetri, penjepit cawan, botol semprot, hotplate, neraca analitik, corong buchner, spatula, dan colorimeter. Metode Penelitian Model rancangan percobaan yang dipakai dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Metode penelitian terdiri atas dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan proporsi terbaik antara bubur rumput laut yang disaring dan tanpa disaring. Perbandingan bubur rumput laut yang disaring dengan tanpa disaring yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah sebagai berikut: 1) Penyaringan 0% 2) Penyaringan 100 % 3) 90 % disaring : 10 % tanpa disaring
*Alumni Teknologi Pangan UNPAS ** Dosen Teknologi Pangan UNPAS
4) 5) 6) 7)
80 % disaring : 20 % tanpa disaring 70 % disaring : 30 % tanpa disaring 60 % disaring : 40 % tanpa disaring 50 % disaring : 50 % tanpa disaring
Pemilihan proporsi bubur rumput laut mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Teddy (2009) mengenai pembuatan nori yang terbuat dari rumput laut jenis Glacilaria sp. Dimana tujuan dilakukannya penyaringan terhadap bubur rumput laut adalah untuk menghasilkan bubur laut yang halus dan tidak menggumpal sehingga menghasilkan lapisan film yang kompak dan mix vegetable leather yang disukai oleh panelis. Hasil penelitian pendahuluan pada mix vegetable leather panggang akan diuji menggunakan uji hedonik (warna, rasa, aroma, dan tekstur). Selanjutnya hasil dari uji hedonik mix vegetable leather panggang yang paling disukai panelis akan digunakan dalam penelitian utama. Penelitian utama merupakan kelanjutan dari penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan bubur rumput laut dengan bubur sawi dan konsentrasi ekstrak daun suji. Penelitian utama terdiri dari rancangan perlakuan, rancangan percobaan, rancangan analisis dan rancangan respon. Terdiri dari 2 faktor yaitu sebagai berikut : Faktor 1. Perbandingan bubur rumput laut : bubur sawi (A) : a1 = 1 : 1 (87.5%) a2 = 2 : 1 (87.5%) a3 = 3 : 1 (87.5%) Faktor 2. Konsentrasi ekstrak daun suji (B) : b1 = 9% v/v b2 = 12% v/v b3 = 15% v/v Adapun respon yang diteliti yaitu respon kimia meliputi analisis kadar air (Metode Gravimetri), serat kasar (Metode Gravimetri), dan antioksidan (Metode DPPH), kadar abu (metode Gravimetri), serat pangan (metode Enzimatis Gravimetri) dan derajat warna hijau (metode Colorimetri). Respon indrawi meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur. Prosedur Penelitian Proses produksi mix vegetable leather panggang terdiri dari dua tahap. Tahap pertama yaitu proses persiapan terhadap bahan baku rumput laut dan sawi menjadi
Jurnal Penelitian Tugas Akhir
bubur sedangkan daun suji menjadi ekstrak. Tahap kedua yaitu tahap proses pembuatan mix vegetable leather. Proses Persiapan Bubur Rumput Laut, Bubur Sawi dan Ekstrak suji Proses ini dilakukan untuk memperoleh bubur rumput laut, bubur sawi dan ekstrak daun suji. Proses persiapannya meliputi : 1. Persiapan Bahan Bahan baku yang digunakan untuk membuat mix vegetable leather disiapkan terlebih dahulu. Rumput laut kering (Eucheuma cottonii), sawi hijau, daun suji, penyedap rasa, minyak wijen dan garam. Pada rumput laut kering, terlebih dahulu dilakukan pencucian dan perendaman selama 24 jam. 2. Trimming dan Penyortiran bahan Proses trimming bertujuan untuk memisahkan bagian-bagian dari sawi yang tidak dipakai seperti batang, bunga dan daun yang menguning. Selanjutnya, pada rumput laut yang sudah direndam semalaman dilakukan pencucian kembali dan perajangan sehingga memudahkan dalam proses penghalusan dengan perbandingan air (1 4). Pada daun suji dilakukan penghalusan dengan air 2:1 kemudian dilakukan ekstraksi menggunakan kain kasa. 3. Blanching sawi dan perebusan bubur rumput laut Proses blansir dilakukan pada daun sawi hijau yang telah disortir dengan tujuan untuk inaktivasi enzim, pengurangan gas antarsel, penurunan jumlah mikroba awal dan mempermudah proses lanjutan. Metode blansir yang dipakai adalah hot water blanching dengan suhu 70o selama 3 menit. Selanjutnya, sawi dihancurkan dengan penambahan air sebanyak 2 : 1. Perebusan dilakukan pada bubur rumput laut selama 5 menit dengan suhu 100 o C. Langkah ini bertujuan untuk pembentukan gel yang berasal dari rumput lautnya. Proses Produksi Mix Vegetable leather Setelah rumput laut dan sawi menjadi bubur diperoleh, selanjutnya dilakukan proses produksi mix vegetable leather. Berikut ini merupakan tahap proses produksi mix vegetable leather: 1. Penimbangan dan Pencampuran Bahanbahan *Alumni Teknologi Pangan UNPAS ** Dosen Teknologi Pangan UNPAS
Penimbangan dilakukan sesuai dengan bahan yang dibutuhkan dengan menggunakan timbangan digital. Bahanbahan yang ditimbang yaitu bubur rumput laut, bubur sawi, ekstrak daun suji, garam, penyedap dan minyak wijen. Perbandingan bubur rumput laut dengan bubur sawi yaitu 1:1, 2:1, 3:1. Konsentrasi ekstrak daun suji yang digunakan yaitu 9%, 12%, 15%. Setelah semua bahan selesai ditimbang, dilakukan pencampuran bahan. Bahan-bahan seperti bubur rumput laut dimasukkan ke dalam baskom plastik lalu dicampur bubur sawi, garam, penyedap, minyak wijen dan ekstrak daun suji secara merata. 2. Pencetakan Adonan mix vegetable leather yang telah homogen selanjutnya akan dicetak menggunakan cetakan yang berukuran 30 x 20cm2 dengan ketebalan 0.3mm. 3. Pengeringan Cetakan-cetakan mix vegetable leather yang telah siap kemudian dikeringkan menggunakan alat tunnel dryer dengan suhu 70oC selama 12 jam. 4. Pemotongan Mix vegetable leather yang dihasilkan kemudian dipotong dengan ukuran 5cm x 3cm sesuai dengan kebutuhan analisis kimia dan indrawi. 5. Pemanggangan dan Penimbangan Proses akhir dari mix vegetable leather panggang adalah pemanggangan dalam oven pada suhu 100oC selama 3 menit kemudian ditimbnag berat dari mix vegetable leather panggangnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan yang dilakukan bertujuan untuk memilih perbandingan bubur rumput laut yang disaring dengan bubur rumput laut tanpa penyaringan. Respon untuk memilih perbandingan yang terpilih dilakukan dengan menggunakan uji hedonik terhadap mix vegetable leather yang meliputi parameter warna, rasa, tekstur, kenampakkan dan aroma. Berdasarkan hasil perhitungan ANAVA (Tabel 15) menunjukkan bahwa perbandingan bubur rumput laut yang disaring dengan bubur rumput laut tanpa
Jurnal Penelitian Tugas Akhir
disaring berpengaruh nyata terhadap warna, rasa, aroma, tekstur dan kenampakkan. Pengaruh perbandingan bubur rumput laut yang disaring dengan bubur rumput laut tanpa disaring terhadap parameter warna dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Data Hasil Uji Organoleptik Warna Mix Vegetable Leather Bubur rumput Nilai RataTaraf laut disaring : Rata Nyata tanpa disaring Warna 5% 0% penyaringan 2.85 a 100% disaring 2.60 a 90% disaring 2.76 a 80% disaring 3.88 b 70% disaring 2.76 a 60% disaring 2.70 a 50% disaring 2.94 a Tabel 10 menunjukkan bahwa warna mix vegetable leather yang dihasilkan dari perlakuan 80% penyaringan lebih disukai panelis dibandingkan dengan warna mix vegetable leather lainnya. Dimana pada perlakuan 80% penyaringan memiliki warna hijau yang gelap dibandingkan penyaringan 100% yang memiliki warna lebih pucat pada konsentrasi ekstrak suji yang sama yaitu 15%. Hal ini disebabkan dari pembentukan gel yang sempurna pada penyaringan 80% yang mengakibatkan ekstrak suji terikat dengan baik pada adonan mix vegetable leather. Pengaruh perbandingan bubur rumput laut yang disaring dengan bubur rumput laut tanpa disaring terhadap parameter rasa dapat dilihat pada tabel 11. Tabel 11. Data Hasil Uji Organoleptik Rasa Mix Vegetable Leather Bubur rumput Nilai Taraf laut disaring : Rata-Rata Nyata tanpa disaring Rasa 5% 0% penyaringan 3.00 a 100% disaring 2.96 a 90% disaring 3.04 a 80% disaring 3.45 b 70% disaring 3.13 a 60% disaring 3.13 a 50% disaring 3.13 a Tabel 11 menunjukkan bahwa rasa mix vegetable leather yang dihasilkan dari 80% penyaringan lebih disukai oleh panelis dibandingkan rasa mix vegetable leather yang dihasilkan dari penyaringan 100%. Hal ini *Alumni Teknologi Pangan UNPAS ** Dosen Teknologi Pangan UNPAS
disebabkan dari proporsi gumpalan bubur rumput laut sebnayak 20% (tidak disaring) 80% bubur rumput laut yang disaring mampu membentuk gel yang kompak sehimgga bahan lainnya seperti garam dan penyedap rasa dapat tercampur dengan merata. Pengaruh perbandingan bubur rumput laut yang disaring dengan bubur rumput laut tanpa disaring terhadap parameter aroma dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 12. Data Hasil Uji Organoleptik Aroma Mix Vegetable Leather Bubur rumput Nilai RataTaraf laut disaring : Rata Nyata tanpa disaring Aroma 5% 0% penyaringan 3.14 a 100% disaring 2.99 a 90% disaring 3.18 ab 80% disaring 3.45 b 70% disaring 3.08 a 60% disaring 3.24 ab 50% disaring 3.04 a Tabel 12 menunjukkan aroma mix vegetable leather yang menggunakan 80% penyaringan lebih disukai dibandingkan aroma mix vegetable leather yang menggunakan penyaringan 100%. Pada penyaringan 80% relatif tercium aroma khas rumput laut, aroma sawi dan minyak wijen secara merata yang disebabkan dari adanya pembentukan gel yang kompak dan sempurna. Dimana aroma merupakan sesuatu zat yang dapat diamati dengan indera pembau yang harus dapat menguap (volatil), sedikit larut dalam air dan sedikit larut dalam lemak (Kartika 1988). Pengaruh perbandingan bubur rumput laut yang disaring dengan bubur rumput laut tanpa disaring terhadap parameter tekstur dapat dilihat pada tabel 13. Tabel 13. Data Hasil Uji Organoleptik Tekstur Mix Vegetable Leather Bubur rumput Nilai RataTaraf laut disaring : Rata Nyata tanpa disaring Tekstur 5% 0% penyaringan 3.09 ab 100% disaring 2.75 a 90% disaring 3.36 b 80% disaring 3.71 c 70% disaring 3.08 ab 60% disaring 3.14 b 50% disaring 3.26 b
Jurnal Penelitian Tugas Akhir
Tabel 13 menunjukkan bahwa tekstur mix vegetable leather dengan penyaringan 80% bubur rumput laut lebih disukai dibandingkan dengan mix vegetable leather dengan penyaringan 100%. Tekstur yang disukai oleh panelis adalah tekstur mix vegetable leather yang renyah. Tekstur yang terbaik umumnya dipengaruhi oleh bahan penstabil yang digunakan dalam pengolahan. Bahan penstabil yang digunakan dalam pengolahan mix vegetable leather adalah rumput laut kering jenis Eucheuma cottonii yang mengandung karaginan sebagai komponen utamanya. Pengaruh perbandingan bubur rumput laut yang disaring dengan bubur rumput laut tanpa disaring terhadap parameter kenampakkan dapat dilihat pada tabel 14. Tabel 14. Data Hasil Uji Organoleptik Kenampakkan Mix Vegetable Leather Bubur rumput Nilai RataTaraf laut disaring : Rata Nyata tanpa disaring Kenampak5% kan 0% penyaringan 2.08 a 100% disaring 3.08 c 90% disaring 2.06 a 80% disaring 3.66 d 70% disaring 3.43 d 60% disaring 1.93 a 50% disaring 2.94 b Tabel 14 menunjukkan bahwa kenampakkan mix vegetable leather dengan penyaringan 80% bubur rumput laut lebih disukai dibandingkan dengan kenampakkan mix vegetable leather dengan penyaringan 60%. Dimana pada penyaringan 60% dihasilkan banyak gumpalan pada lapisan film mix vegetable leather dibandingkan dengan penyaringan 80% yang permukaan lapisan filmnya lebih rata dan halus. Hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan dengan uji hedonik terhadap parameter warna, rasa, tekstur, kenampakkan dan aroma selanjutnya dilakukan dengan penetapan nilai rata-rata tertinggi untuk menentukan perlakuan yang terpilih yang selanjutnya akan digunakan di penelitian utama. Hasil penetapan produk terpilih dapat dilihat pada tabel 15. Tabel 15. Perlakuan Terpilih Pada Penelitian Pendahuluan Mix Vegetable Leather
*Alumni Teknologi Pangan UNPAS ** Dosen Teknologi Pangan UNPAS
Perlakuan 0% disaring 100% disaring 90% disaring 80% disaring 70% disaring 60% disaring 50% disaring
Warna
Rasa
Tekstur
Aroma
Kenam pakkan
2.85
3.00
3.09
3.14
2.08
2.60
2.96
2.75
2.99
3.08
2.76
3.04
3.36
3.18
2.06
3.88
3.45
3.71
3.45
3.66
2.76
3.13
3.08
3.08
3.43
2.70
3.13
3.14
3.24
1.93
2.94
3.13
3.26
3.04
2.94
Berdasarkan hasil nilai rata-rata terhadap parameter warna, rasa, tekstur, kenampakkan dan aroma, mix vegetable leather dengan perbandingan bubur rumput laut yang disaring 80% dengan bubur rumput laut tanpa disaring 20% memperoleh nilai rata-rata tertinggi untuk semua respon sehingga akan digunakan untuk penelitian utama. Hasil Penelitian Utama 1. Respon Kimia Kadar Serat Kasar Serat kasar adalah serat tumbuhan yang tidak larut dalam air, kadar serat kasar dapat dijadikan indeks kadar serat makanan karena umumnya didalam serat kasar terdapat 0.2-0.5 bagian jumlah serat makanan (Winarno 2002). Berdasarkan hasil perhitungan anava menunjukkan bahwa perbandingan bubur rumput laut dengan bubur sawi dan konsentrasi ekstrak daun suji berpengaruh terhadap kadar serat kasar mix vegetable leather. Pengaruh perbandingan bubur rumput laut dengan bubur sawi dan konsentrasi ekstrak daun suji terhadap kadar serat kasar dapat dilihat pada Tabel 20.
Jurnal Penelitian Tugas Akhir
Tabel 20. Pengaruh Interaksi Perbandingan Bubur Rumput Laut Dengan Bubur Sawi Dan Konsentrasi Ekstrak Suji Terhadap Kadar serat Kasar Mix Vegetable Leather Bubur rumput laut : bubur sawi (A) a1 (1 :1)
a2 (2 : 1)
a3(3 : 1)
vegetable leather. Pengaruh Interaksi Perbandingan Bubur Rumput Laut Dengan Bubur Sawi Dan Konsentrasi Ekstrak Suji Terhadap Kadar Abu Mix Vegetable Leather dapat dilihat pada Tabel 21.
Konsentrasi ekstrak suji (B) b1 (9%)
b2 (12%)
b3 (15%)
A
A
A
17.87%
18.06%
19.05%
a
a
b
B
B
B
20.78%
20.62%
21.30%
a
a
b
Bubur rumput laut : bubur sawi (A) a1 (1 :1)
C
C
C
21.95%
22.08%
23.21%
a a b Keterangan : huruf kecil dibaca secara horizontal, huruf kapital dibaca secara vertikal. Setiap huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan Uji Lanjut Duncan pada taraf 5% Berdasarkan Tabel 20 menunjukkan bahwa pada pada peningkatan jumlah bubur rumput laut dibandingkan bubur sawi (A) dan peningkatan konsentrasi ekstrak daun suji (B) menyebabkan kandungan serat kasarnya juga meningkat. Hal ini menunjukkan kandungan bubur rumput laut dan ekstrak daun suji merupakan sumber utama serat kasar pada mix vegetable leather. Dimana pada rumput lautnya umumnya mengandung 4-10% serat kasar (Shurtleff 2002) sedangkan sawi hijau yang digunakan mengandung 4.63% (hasil analisis bahan baku) dan masih adanya kandungan serat kasar pada ekstrak daun suji yang ditambahkan. Kadar Abu Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu erat kaitannya dengan mineral yang dikandung suatu bahan. Cara pengabuan yang digunakan pada mix vegetable leather adalah pengabuan kering. Berdasarkan hasil perhitungan anava (lampiran 12) menunjukkan bahwa perbandingan bubur rumput laut dengan bubur sawi dan konsentrasi ekstrak daun suji berpengaruh terhadap kadar abu mix
*Alumni Teknologi Pangan UNPAS ** Dosen Teknologi Pangan UNPAS
Tabel 21. Pengaruh Interaksi Perbandingan Bubur Rumput Laut Dengan Bubur Sawi Dan Konsentrasi Ekstrak Suji Terhadap Kadar Abu Mix Vegetable Leather
a2 (2 : 1)
a3(3 : 1)
Konsentrasi ekstrak suji (B) b1 (9%)
b2 (12%)
b3 (15%)
A
A
A
22.89%
23.12%
23.21%
a
b
c
B
A
A
23.20%
23.17%
23.16%
a
a
a
C
B
B
23.32%
23.34%
23.54%
a a b Keterangan : huruf kecil dibaca secara horizontal, huruf kapital dibaca secara vertikal. Setiap huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan Uji Lanjut Duncan pada taraf 5% Berdasarkan Tabel 21, menunjukkan bahwa kadar abu produk mix vegetable leather dipengaruhi secara nyata oleh perbandingan bubur rumput laut dengan bubur sawi (A) dan konsentrasi ekstrak suji (B) serta interaksi keduanya. Dimana pada Tabel 21 terlihat bahwa a1b3 memiliki nilai rata-rata kadar abu yang relatif besar, yaitu 23.21% yang berbeda nyata dengan a1b1, a1b2 dan a3b3. Semakin banyak jumlah bubur rumput laut yang digunakan maka semakin tinggi pula kandungan abu pada produk mix vegetable leather. Kandungan abu mix vegetable leather berasal dari rumput laut, dimana di dalam rumput laut E. cottonii terdapat 1.5% kadar abu dan beragam mineral. Selain itu, sawi hijau juga mengandung 1.9mg zat besi pada 100 gram sawi dan tingginya zat klorofil pada sawi hijau dan ekstrak suji juga mempengaruhi kadar abu produk mix vegetable leather. Klorofil adalah pigmen hijau pada sayuran berdaun dan buah yang dominan berbentuk
Jurnal Penelitian Tugas Akhir
kompleks kloroplastin yang memiliki inti pusat yang berikatan dengan logam Mg (deMan 1997). Kadar Air Kadar air adalah jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan. penentuan kadar air dalam bahan pangan penting dilakukan terutama pada produk mix vegetable leather yang dapat mempengaruhi tekstur, kenampakkan dan citarasa produknya. Berdasarkan hasil perhitungan anava (lampiran 13) menunjukkan bahwa perbandingan bubur rumput laut dengan bubur sawi dan konsentrasi ekstrak daun suji berpengaruh terhadap kadar air mix vegetable leather. Pengaruh Interaksi Perbandingan Bubur Rumput Laut Dengan Bubur Sawi Dan Konsentrasi Ekstrak Suji Terhadap Kadar Abu Mix Vegetable Leather dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Pengaruh Interaksi Perbandingan Bubur Rumput Laut Dengan Bubur Sawi Dan Konsentrasi Ekstrak Suji Terhadap Kadar Air Mix Vegetable Leather Bubur rumput laut : bubur sawi (A) a1 (1 :1)
a2 (2 : 1)
Konsentrasi ekstrak suji (B) b1 (9%)
b3 (15%)
A
A
7.08%
7.34%
7.09%
a
b
a
A
B
B
8.02%
8.07%
8.16%
a
b
c
C a3(3 : 1)
b2 (12%)
8.10%
C 8.16%
3. Respon Organoleptik Warna Karakteristik suatu bahan seringkali dinilai dari penampilan fisik terutama warna. Warna merupakan faktor visual yang pertama kali diperhitungkan dan terkadang merupakan faktor yang menentukan kualitas suatu makanan (Winarno, 1997 dalam Adriyani, 2012). Berdasarkan hasil perhitungan anava menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan bubur rumput laut dengan bubur sawi (A) dan konsentrasi ekstrak suji (B) berpengaruh terhadap warna mix vegetable leather yang dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Pengaruh Interaksi Perbandingan Bubur Rumput Laut Dengan Bubur Sawi Dan Konsentrasi Ekstrak Suji Terhadap Warna Mix Vegetable Leather Bubur rumput laut : bubur sawi (A)
Konsentrasi ekstrak suji (B) b1 (9%)
B
8.20%
Berdasarkan tabel 22 diatas disimpulkan bahwa sampel a1b1 dan a1b3 memiliki rata-rata kadar air yang relatif kecil dibandingkan pelakuan lainnya. Hal ini disebabkan pada a1 digunakan bubur rumput laut yang lebih sediki dibandingkan dengan perlakuan a2 dan a3. Persentase kadar air dipengaruhi oleh kadar air dalam bahan-
b2 (12%)
C a1 (1 :1)
C 4.07
b
a
c
2.6 b B
a3(3 : 1)
C
3.42
A a2 (2 : 1)
b3 (15%)
3.77
C
a b c Keterangan : huruf kecil dibaca secara horizontal, huruf kapital dibaca secara vertikal. Setiap huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan Uji Lanjut Duncan pada taraf 5%
*Alumni Teknologi Pangan UNPAS ** Dosen Teknologi Pangan UNPAS
bahan yang digunakan dalam pengolahan mix vegetable leather seperti rumput laut eucheuma cottonii yang mengandung 13.9% kadar air (Herminiati 2008) dan sisanya berasal dari bubur sawi dan ekstrak suji yang banyak mengandung air.
3.45
B
A
3.03
2.48
c
a A
2.83
B 3.47
b a b Keterangan : huruf kecil dibaca secara horizontal, huruf kapital dibaca secara vertikal. Setiap huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan Uji Lanjut Duncan pada taraf 5% Pada Tabel 16 terlihat bahwa warna warna hijau mix vegetable leather a1b3 berbeda nyata dengan warna a1b1, a1b2, a2b3 dan a3b3. Sampel a1b3 menghasilkan
Jurnal Penelitian Tugas Akhir
warna hijau yang lebih gelap dan mendekati warna seaweed leather komersil, yaitu hijau kehitaman. Setelah proses pemanggangan mix vegetable leather memperlihatkan perbedaan warna hijau. Perbedaan warna hijau yang terlihat berasal dari perbedaan jumlah rumput laut dan konsentrasi ekstrak daun suji yang digunakan dalam pengolahan mix vegetable leather. Warna hijau berasal dari adanya kandungan klorofil a dan klorofil b yang terdapat dalam sawi, daun suji dan rumput laut. Rasa Rasa merupakan komponen penting yang timbul pada perasaan seseorang setelah mencicipi suatu makanan. Umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari suatu rasa, tapi merupakan gabungan dari berbagai macam rasa secara terpadu sehingga menimbulkan cita rasa makanan yang utuh (Kartika dkk, 1987 dalam Permatasari, 2013). Menurut Winarno (1997) dalam Permatasari (2013), rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dengan komponen rasa yang lain. Beberapa senyawa kimia menumbuhkan rasa yang berbeda. Rasa manis ditimbulkan oleh senyawa alfalik yang mengandung gugus – OH., seperti alkohol, beberapa asam amino, aldehida, dan disakarida. Berdasarkan hasil perhitungan anava menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan bubur rumput laut dengan bubur sawi (A) dan konsentrasi ekstrak suji (B) berpengaruh terhadap rasa mix vegetable leather yang dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Pengaruh Interaksi Perbandingan Bubur Rumput Laut Dengan Bubur Sawi Dan Konsentrasi Ekstrak Suji Terhadap Rasa Mix Vegetable Leather Bubur Konsentrasi ekstrak suji (B) rumput laut : bubur b1 b2 b3 sawi (A) (9%) (12%) (15%) B B C a1 (1 :1) 3.17 3.35 3.93 a ab b C B B a2 (2 : 1) 3.53 3.40 3.20 b ab a A A A a3(3 : 1) 2.28 2.73 2.88 a b b
*Alumni Teknologi Pangan UNPAS ** Dosen Teknologi Pangan UNPAS
Keterangan : - Huruf kecil dibaca horizontal, huruf besar dibaca vertikal - Setiap huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang berbeda nyata pada ganda pada taraf 5%
Berdasarkan Tabel 17 menunjukkan bahwa pada sampel a1b3 yaitu perbandingan bubur rumput laut dengan bubur sawi (1 : 1) dan konsentrasi ekstrak suji 15% menghasilkan rasa asin yang berbeda nyata dengan sampel a1b1, a1b2, a2b3 dan a3b3. Sampel a1b3 memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu sebesar 3.93 artinya paling disukai oleh panelis. Rasa asin yang dihasilkan berasal dari penambahan garam dan penyedap rasa sebagai bahan penunjang yang dapat menutupi rasa amis dari rumput laut dan rasa pahit dari sawi yang digunakan. Rasa pahit yang dihasilkan dari sawi berasal dari kandungan saponin dalam sawi yang mampu memberikan aftertaste pahit. Pemberian rasa asin juga dilakukan untuk menghasilkan produk yang mendekati rasa asli dari seaweed leather yang beredar di pasaran, yaitu rasa asin. Tekstur Tekstur merupakan sifat tekanan yang dapat diamati dengan mulut (pada waktu digigit dan dikunyah lalu ditekan) dan perabaan dengan jari. Sifat-sifat tekstur yang menyangkut rasa bila diraba yang menentukan kekerasan pada bahan saat digigit, kekentalan, kelunakan dari bahan pangan (kartika dkk, 1987 dalam Permatasari, 2013). Pengujian tekstur makanan merupakan upaya penemuan parameter tekstur yang tepat yang harus menjadi atribut mutu makanan yang bersangkutan, kemudian menentukan istilah populer yang paling sesuai dalam kategori parameter tersebut disertai dengan tambahan keterangan untuk menyatakan tingkatannya (Hardiman, 1991 dalam Permatasari, 2013). Berdasarkan hasil perhitungan anava (lampiran 10) bahwa interaksi antara perbandingan bubur rumput laut dengan bubur sawi (A) dan konsentrasi ekstrak suji (B) berpengaruh terhadap tekstur mix vegetable leather yang dapat dilihat pada Tabel 18.
Jurnal Penelitian Tugas Akhir
Tabel 18. Pengaruh Interaksi Perbandingan Bubur Rumput Laut Dengan Bubur Sawi Dan Konsentrasi Ekstrak Suji Terhadap Tekstur Mix Vegetable Leather Bubur rumput laut : bubur sawi (A)
Konsentrasi ekstrak suji (B) b1 (9%)
b2 (12%)
A a1 (1 :1)
B 3,53
4,00
a
b
c C
A
3,47
3,63
3,25
b
c
a
A a3(3 : 1)
C
3,48 A
a2 (2 : 1)
b3 (15%)
3,4
A 3,22
B 3,33
b ab a Keterangan :- Huruf kecil dibaca horizontal, huruf besar dibaca vertikal - Setiap huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang berbeda nyata pada ganda pada taraf 5% Berdasarkan tabel 18, menunjukkan bahwa sampel a1b3 yaitu dengan perbandingan bubur rumput laut dengan bubur sawi 1 : 1 dan konsentrasi ekstrak suji sebanyak 15% menghasilkan tekstur renyah yang disukai oleh panelis. kerenyahan pada produk mix vegetable leather dipengaruhi oleh formulasi bahan yang sesuai, pencetakan, pengeringan dan pemanggangan yang tepat. Selain kerenyahan, produk mix vegetable leather juga memiliki tekstur yang bersifat elastis yaitu apabila menempel di lidah akan bersifat lengket. Elastisitas adalah kemampuan zat padat untuk kembali ke bentuk awal setelah mendapat gangguan luar yang diterapkan dan kemudian dihilangkan (Hilman 2014). Terkstur lengket di lidah berasal dari penggunaan bahan rumput laut yang mengandung karaginan yang berfungsi sebagai stabilizing, gelling agent¸dan thickening agent serta adanya penambahan minyak wijen yang digunakan untuk melenturkan lapisan film yang terbentuk. Aroma Aroma adalah reaksi dari makanan yang akan mempengaruhi konsumen sebelum konsumen menikmati makanan, konsumen dapat mencium makanan tersebut. Aroma *Alumni Teknologi Pangan UNPAS ** Dosen Teknologi Pangan UNPAS
dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat diamati dengan indera penciuman. Aroma yang ditimbulkan oleh makanan banyak menentukan kelezatan makanan tersebut. Bau yang ditimbulkan pada umumnya disebabkan oleh perubahanperubahan kimia dan bentuk persenyawaan dengan bahan lain, misalnya antara asam amino hasil perubahan protein dengan gulagula pereduksi yang membentuk senyawa rasa dan aroma makanan (Sudarmadji, 1996 dalam Adriyani, 2012). Berdasarkan hasil perhitungan anava menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan bubur rumput laut dengan bubur sawi (A) dan konsentrasi ekstrak suji (B) berpengaruh terhadap aroma mix vegetable leather yang dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Pengaruh Interaksi Perbandingan Bubur Rumput Laut Dengan Bubur Sawi Dan Konsentrasi Ekstrak Suji Terhadap Aroma Mix Vegetable Leather Bubur rumput laut : bubur sawi (A)
Konsentrasi ekstrak suji (B)
b1 b2 b3 (9%) (12%) (15%) B B B a1 (1 :1) 3.18 3.12 3.92 a a b B C AB a2 (2 : 1) 3.33 3.25 3.32 a ab b A A A a3(3 : 1) 2.95 3.02 3.25 a a b Keterangan :- Huruf kecil dibaca horizontal, huruf besar dibaca vertikal - Setiap huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang berbeda nyata pada ganda pada taraf 5% Pada Tabel 19 terlihat bahwa aroma sampel a1b3 memiliki nilai rata-rata tertinggi atau yang berarti paling disukai oleh panelis dibandingkan aroma sampel lainnya. Pada aroma mix vegetable leather, aroma yang dominan adalah aroma khas rumput laut, aroma sawi hijau dan aroma minyak wijen yang digunakan. Penetuan Produk Terpilih
Jurnal Penelitian Tugas Akhir
Tabel 23. Perlakuan Terpilih Pada Penelitian Utama Mix vegetable Leather Perlakuan
Serat kasar
Kadar Abu
Kadar Air
Warna
Rasa
Tekstur
Aroma
a1b1
17.87
22.89
7.08
3.77
3.17
3.48
3.18
a1b2
18.06
23.12
7.34
3.42
3.35
3.53
3.12
a1b3
19.05
23.21
7.09
4.07
3.93
4.00
3.92
a2b1
20.62
23.20
8.02
2.6
3.53
3.47
3.33
a2b2
20.78
23.17
8.07
3.03
3.4
3.63
3.25
a2b3
21.30
23.16
8.16
2.48
3.2
3.25
3.32
a3b1
21.95
23.32
8.10
3.45
2.28
3.4
2.95
a3b2
22.08
23.34
8.16
2.83
2.73
3.22
3.02
a3b3
23.21
23.54
8.20
3.47
2.88
3.33
3.25
Penentuan produk mix vegetable leather terpilih dilakukan dengan menggunakan taraf beda nyata pada uji Lanjut Duncan yang dapat dilihat pada Tabel 23 diatas. Berdasarkan Tabel 23 dapat dilihat bahwa sampel a1b3 terpilih karena memiliki nilai rata-rata tertinggi pada uji indrawi yang berarti produknya disukai oleh panelis dan secara kimiawi pun memiliki kadsar air yang relatif kecil dan kadar serat kasar serta kadar abu yang besar dibandingkan sampel lainnya. Penetapan produk terpilih pada penelitian utama ini digunakan untuk pengujian lanjutan yaitu analisis serat pangan, derajat warna hijau dan kandungan antioksidan pada sampel terpilih mix vegetable leather.
metode ini absorbansi yang diukur adalah absorbansi larutan DPPH sisa yang tidak bereaksi dengan senyawa antioksidan (Josephy, 1997 dalam Permatasari, 2013). Analisis antioksidan dilakukan pada sampel terpilih dari penelitian utama, yaitu sampel yang menggunakan perbandingan bubur rumput laut dengan bubur sawi 1 : 1 dan konsentrasi ekstrak suji sebanyak 15%. Hasil analisis aktivitas antioksidan produk mix vegetable leather dapat dilihat pada Tabel 24.
Respon Produk Tepilih Analisis Aktivitas Antioksidan Besarnya kandungan antioksidan pada bahan dinyatakan dengan IC50. IC50 merupakan konsentrasi antioksidan yang dapat meredam atau menghambat 50% radikal bebas (Damayanti dkk, 2010). Analisis aktivitas antioksidan pada penelitian ini dilakukan dengan metode DPPH (1,1difenil-2-pikrilhidrazil) secara spektrofotometri sinar tampak. Metode ini didasarkan pada perubahan warna radikal DPPH. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh reaksi antara radikal bebas DPPH dengan satu atom hidrogen yang dilepaskan senyawa yang terkandung dalam bahan uji untuk membentuk senyawa 1,1-difenil-2pikrilhidrazin yang berwarna kuning. Pada
Sampel
Pengulangan pembacaan
Nilai IC50 (%)
Rata-rata nilai IC50 (%)
a1b3
1 2
31,32 31,14
31,23
*Alumni Teknologi Pangan UNPAS ** Dosen Teknologi Pangan UNPAS
Tabel 24. Hasil Analisis Aktivitas Antioksidan Buah Manggis Dan Velva Fruit Manggis
Hasil analisis aktivitas antioksidan pada Tabel 24 menunjukkan bahwa pada sampel a1b3 memiliki nilai IC50 adalah sebesar 31,23 %. Molynux (2004), menyatakan bahwa suatu zat mempunyai sifat antioksidan bila nilai IC50 kurang dari 50 ppm maka intensitas kekuatan antioksidannya adalah sangat kuat. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa produk mix vegetable leather memiliki intensitas antioksidan yang sangat kuat. Tingginya antioksidan berasal dari tingginya kandungan antioksidan dalam rumput laut jenis Eucheuma cottonii,
Jurnal Penelitian Tugas Akhir
kandungan sulforafan yang kaya pada sawi hijau, kandungan 12% vitamin C pada rumput laut dan 3% pada sawi hijau, kandungan klorofil a dan klorofil b pada rumput laut, sawi hijau, ekstrak daun suji. Selain itu, adanya vitamin H dan beta karoten yang terkandung dalam minyak wijen yang mampu meningkatkan tingkat kekuatan antioksidan produk mix vegetable leather. Analisis Derajat Warna dengan Colorimeter Penggunaan alat Colorimeter menghasilkan penilaian terhadap intensitas warna mix vegetable leather yang dapat dilihat pada Tabel 26 dan Tabel 27. Tabel 26. Kisaran Warna Dengan Sistem CIE L*a*b Nilai Intensitas Sampel
Sistem CIE L*a*b*
L a b Mix Vegetable 38.08 -2.00 6.64 Leather Seaweed Leather komersil 37.49 2.68 2.40 (Tao Kae Noi) Keterangan: L= tingkat kecerahan (0= hitam, 100= putih), a= nilai kemerahan (0 s/d +100 = merah, 0 s/d -80 hijau), b= nilai kekuningan (0 s/d +70= kuning, 0 s/d -70= biru Tabel 27. Kisaran Warna Dengan Sistem CIE L*c*h Nilai Intensitas Sampel Mix Vegetable Leather Seaweed Leather komersil (Tao Kae Noi)
Sistem CIE L*c*h* L
c
h
38.08
6.94
106.75
37.49
3.61
41.33
Keterangan : L= tingkat terang gelap (+ = ringan/terang, - = gelap), c= nilai *Alumni Teknologi Pangan UNPAS ** Dosen Teknologi Pangan UNPAS
kroma (+ = cerah, - = kusam), h= nilai sudut rona/warna (h* sampel dikurangi h* standar Pada sistem CIE L*a*b terlihat jelas bahwa sampel mix vegetable leather memiliki warna hijau yang lebih cerah dibandingklan warna seaweed leather komersil akibat tidak adanya kandungan phycobilin pada mix vegetable leather yang menggunakan rumput laut jenis Eucheuma cottonii sedangkan pada seaweed leather komersil terdapat phycobilin yang berasal dari pigmen yang terkandung dalam rumput laut jenis Porphyra sp. Pada sistem CIE L*c*h digambarkan ruang koordinat warna dengan menggunakan koordinat silinder bukan persegi panjang seperti halnya sistem CIE L*a*b. Dalam ruang warna L*c*h*, nilai L menunjukkan terang atau gelap (+ = ringan, - = gelap), nilai c menunjukkan kroma (+ = cerah, - = kusam) dan nilai h menunjukkan perbedaan Hue (h* sampel dikurangi h* standar). Berdasarkan sistem CIE L*c*h* diperoleh hasil bahwa sampel mix vegetable leather lebih ringan (L= 38.08), cerah (c= 6.94) dibandingkan dengan standar seaweed leather komersil. Selanjutnya, nilai *Δh yang diperoleh adalah +65.42 yang menunjukkan sampel mix vegetable leather jatuh berlawanan dengan standar seaweed leather komersil di ruang warna L*c*h* atau berarti sampel mix vegetable leather kurang hijau dibandingkan dengan standar.
Analisis Serat Pangan Serat pangan atau dietary fiber merupakan bagian dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan tersusun dari karbohidrat yang memiliki sifat resisten terhadap proses pencernaan dan penyerapan di usus halus manusia serta mengalami fermentasi sebagian atau keseluruhan di usus besar (Anonim 2001). Menurut Herminingsih (2010) serat pangan adalah sisa dari dinding sel tumbuhan yang tidak terhidrolisis atau tercerna oleh enzim pencernaan manusia, antara lain hemiselulosa, selulosa, lignin, oligosakarida, pektin, gum dan lapisan lilin sedangkan meyer (2004) mendefinisikan serat sebagai bagian integral dari bahan pangan yang dikonsumsi sehari-hari dengan
Jurnal Penelitian Tugas Akhir
sumber utama dari tanaman, sayur-sayuran, sereal, buah-buahan dan kacang-kacangan. 2. Tabel 28. Hasil Uji Serat Pangan pada produk Mix vegetable Leather Sampel
Parameter
Hasil
Satuan
Mix Vegetable Leather
Total Dietary Fiber
67.96
g/100g
3.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi serat masyarakat Indonesia masih jauh dari kebutuhan serat yang dianjurkan, yaitu 30 gram/hari, konsumsi rata-rata antara 9.9 – 10.7 gram/hari (Nainggolan dan Cornelis 2005). Pengujian serat pangan atau dietary fiber menggunakan metode enzimatisgravimetri. Metode pengujian serat pangan dimulai dengan tahap pra preparasi cawan dan sampel, preparasi sampel, penetapan kadar abu, penetapan kadar protein dan penetapan kadar lemak (untuk sampel dengan kandungan lemak tinggi). Berdasarkan analisa serat pangan dengan menggunakan metode Enzimatis-Gravimetri (Tabel 28) diperoleh bahwa kandungan total serat pangan dalam mix vegetable leather yang terpilih, yaitu perbandingan bubur rumput laut dengan bubur sawi (1 : 1) dan konsentrasi ekstrak daun suji (15%) sebesar 67.96 g/100g. Kandungan serat pangan yang tinggi dalam produk berasal dari serat pangan sawi hijau sebesar 2 gram/100 gram dan total serat pangan rumput laut jenis Eucheuma cottonii sebesar 25.1 gram/100 gram (Matanjun et al 2009). Kandungan serat pangan biasanya 216 kali lebih besar dari daripada kandungan serat kasar (deMan 1997). Hal ini disebabkan serat pangan mencakup semua karbohidrat dan sejenisnya yang tidak dapat dicerna, seperti selulosa, hemiselulosa, lignin, pentosan, gom dan pektin sedangkan serat kasar hanya terdiri atas bagian selulosa dan lignin dalam makanan (deMan 1997). Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, mix vegetable leather yang paling disukai panelis berdasarkan parameter warna, rasa, tekstur, dan aroma yaitu mix vegetable leather yang menggunakan perbandingan penyaringan *Alumni Teknologi Pangan UNPAS ** Dosen Teknologi Pangan UNPAS
4.
5.
80% bubur rumput laut dan 20% tanpa penyaringan bubur rumput laut. Perbandingan bubur rumput laut dengan bubur sawi berpengaruh terhadap karakteristik mix vegetable leather pada respon warna, rasa, tekstur, aroma, kadar serat kasar, kadar abu, kadar air. Konsentrasi ekstrak daun suji berpengaruh terhadap karakteristik mix vegetable leather pada respon warna, rasa, tekstur, kadar serat kasar, kadar air, kadar abu serta tidak berpengaruh pada respon aroma. Interaksi antara perbandingan bubur rumput laut dengan bubur sawi dan konsentrasi ekstrak daun suji berpengaruh terhadap karakteristik mix vegetable leather pada respon warna, rasa, tekstur, aroma, kadar serat kasar, kadar abu dan kadar air. Mix vegetable Leather pada penelitian ini memiliki aktivitas antioksidan 31.23%, serat pangan total sebesar 67.96% dan derajat warna hijau yang lebih cerah dibandingkan seaweed leather komersil.
Saran 1. Perlu dilakukan penyimpanan Mix Vegetable Leather dalam kemasan jenis aluminium foil berwarna agar mencegah perubahan warna dan menarik minat masyarakat. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai perbedaan Mix Vegetable Leather Panggang dan Tanpa Pemanggangan. DAFTAR PUSTAKA Areifi, Dahlan. (2008). Ekstraksi Pewarna Alami Daun Suji. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Anggadireja, J. T., A. Zatnika, H. Purwoto dan S. Istini. (2008). Rumput Laut. Penebar Swadaya, Jakarta. Anggara, U. (2012). Monosodium Glutamat (MSG). http://luk.ugm.ac.id/msg. Diakses tanggal 20 November 2015. Anom, Edison. (2008). Efek Pemberian Tricho-Kompos Jerami Padi Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Sawi Hijau (Brassica juncea L). SAGU vol. 7 (2): 7-12. Al
Jurnal Penelitian Tugas Akhir
Anonim. 2001. The Definition of Dietary Fiber. Cereal Food World 46:pp. 89148. http://www.aaccnet.org/DietaryFiber/ pdfs/dietfiber.pdf Anwar, A., Edison Anom., Harjadi.(2005). Perbenihan Sayuran di Indonesia: Kondisi Terkini dan Prospek Bisnis Benih Sayuran, Indonesian Vegetable Seeds: Current Condition and Prospects in Business of Vegetable Seeds. Bul. Agron. Vol. 33 (1): 38-47. Apriyanve, Pika. (2014). Teknologi Pengolahan Buah dan Sayur Vegetable Leather Wortel (Daucus carota). Jurnal. Fakultas Teknik Universitas Pasundan, Bandung. Brennan, J.G. (2006). Food Processing Handbook. WILEY-VCH Verlag GmbH& Co. KgaA Weinheim, Germany. Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., dan M. Wooton. 2007. Ilmu Pangan. Penerjemah Purnomo, H., dan Adiono., Edisi Pertama. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Damayanti, Evy., Lilik, K., Mahani, K., dan Henry F. 2010. Aktivitas Antioksidan Bekatul Lebih Tinggi daripada Jus Tomat dan Penurunan Aktivitas Antioksidan Serum setelah Intervensi Minuman Kaya Antioksidan. Jurnal. Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, Bogor. deMan, John M. 1997. Kimia Makanan. Penerjemah Kosasih Padmawinata, Edisi Kedua. Penerbit ITB, Bandung. Dewi, E. N. (2011). QualityEvaluation of Dried Noodle with Seaweeds Puree Substitution. Jurnal of Coastal Development. Diponegoro University, Semarang. Diana. 2013. Pewarna Alami Dari Daun Suji. http://dianastemba.blogspot.co.id. Diakses Tanggal 21 Mei 2016. Dinas Kelautan dan Perikanan. (2007). Rumput Laut. Dinas Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
*Alumni Teknologi Pangan UNPAS ** Dosen Teknologi Pangan UNPAS
Estiasih, Teti dan Ahmadi. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan. Penerbit PT Bumi Aksara, Jakarta. Fadhila, Firda. (2014). Pengaruh Perbandingan Jenis Cabai Terhadap Karakteristik Seaweed Leather Pedas (Eucheuma cottonii). Tugas Akhir. Fakultas Teknik Universitas Pasundan, Bandung. Femina. 2011. Sayuran Hijau Tidak Langu. http://www.femina.co.id. Diakses Tanggal 23 Mei 2016. Gaspersz, V. (1995). Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito, Bandung. Ghani, K. (2012). Minyak Wijen. http://www.ghani-sesame-oil.com. Diakses tanggal 19 November 2015. Giury, M. D. (2006). Nori Cultivation. http://www.seaweed.ie/aquaculture.p h, Diakses tanggal 18 November 2015. Guritno, Adi Djoko. 1992. Petunjuk Laboratorium Uji Sensorik dan Mutu Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta. Haryanto, Eko. (1995). Sawi dan Selada. Penebar Swadaya, Jakarta. Hasanah, Hani. (2007). Nori Imitasi dari Tepung Agar Hasil Ekstraksi Rumput Laut Merah Jenis Gelidium sp. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Herdianto. (2013). Pewarna Alami Pada Makanan. http://herdianto87.blogspot.co.id/201 3/05. Diakses tanggal 17 November 2015. Herminiati, A. (2008). Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Balai Pengembangan Teknologi Tepat Guna, Jakarta. Herminingsih, Anik. 2010. Manfaat Serat dalam Menu makanan. Universitas Mercu Buana, Jakarta. Hiroyuki, N. (1993). Seaweed Sources and Potencial Function. http://www.rawfood.com/products.03 72.html. Diakses tanggal 19 November 2015. Huse, M. A., Wignyanto, dan Dewi, I. A. 2010. Aplikasi Edible Coating dari Karagenan dan Gliserol untuk Mengurangi Penurunan Kerusakan
Jurnal Penelitian Tugas Akhir
Apel Romebeauty. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. FTPUniversitas Brawijaya, Malang. Ihsan, E. N. (2010). Manfaat Rumput Laut. http://muslimmarinescientist.blogspot .co.id/2010/12. Diakses tanggal 11 Maret 2016. Kartika. (1987). Sifat Bahan Pangan. http://lordbroken.wordpress.com. Diakses tanggal 22 November 2015. Kartika, B.P., Hastuti., dan W. Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Penerbit PAU Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Kayama., Araki, S., Ogawa, H dan Oosuha, T. (1985). The Biochemical Ecology of Marine Fishes. http://www.rawfood.com/products/03 73.html. Diakses tanggal 19 November 2015. Kementrian Kesehatan RI. (2015). Kandungan Gizi dan Manfaat Sawi Hijau. http://permathic.blogspot.com. Diakses tanggal 24 November 2015. Korringa, P. (1976). Farming Marine Organism Low in the Food Chain. Penerbit Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam. Kuda, T., Tsunekawa, T. Hishi, Y. Araki. (2004). Antioxidant Properties of Dried “Kayamo-nori” A Brown Alga Scytosiphon Iomentaria (Scytosiphonales, Phaeophyceae). J. Food Chem. 98: 545-550. Maharaindra, Raka. (2014). Pewarna Alami Tumbuhan. http://kumpulantugassekolahrakabint ang.blogspot.co.id. Diakses tanggal 18 November 2015. Matanjun, P., Mohamed, S., Mustapha, N.M., dan Muhammad, K. 2009. Nutrient Content of Tropical Edible Seaweeds, Eucheuma cottonii, Caulerpa lentillifera and Sargassum polycystum. J. Appl. Phycol. 21: 7580. Muchadi, D., Sugiyono., S. Koswara. (1995). Ilmu Pengetahuan Bahan pangan. Penerbit PAU, Bogor. Muchtadi, Dedi. 2001. Sayuran Sebagai Sumber Serat Pangan untuk Mencegah TimbulnyaPenyakit Degeneratif. Jurnal Teknologi dan
*Alumni Teknologi Pangan UNPAS ** Dosen Teknologi Pangan UNPAS
Industri Pangan, Vol. XII, No. 1 tahun 2001. Molyneux, P. 2004. The Use of the Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin J. Sci. Technol. 26, 211-219. Nainggolan, Olwin dan Cornelis Adimunca. 2005. Diet Sehat dengan Serat. Cermin Dunia Kedokteran No. 147, 2005. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Nisizawa, K. (2002). Seaweed Kaiso. Japan Seaweed Association. Tokyo: Usa Marine Biological Institute. Polapelo, (2013). Daun Suji. http://www.konsultankolesterol.com/ daun-suji.html. Diakses tanggal 16 November 2015. Pritanova, A. (2013). Pengaruh Konsentrasi Penstabil Terhadap Karakteristik Nori Bayam (Amanthus hybridus). Tugas Akhir. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Putri, W. D. R., E. Zubaidah dan N. Sholahudin. (2012). Ekstraksi Pewarna Alami Daun Suji, Kajian Pengaruh Blanching dan Jenis Bahan Pengekstrak. Jurnal. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Risanto dan K.D. Yuniasri. (1994). Penelitian Pembuatan Serbuk Pewarna Hijau Alami Daun Pandan (Pandanus latifolius Hassk). Berita Litbang Industri, Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, Surabaya. Roberts, M., B. Quemener. (1999). Measurement of Carrageenans. Food Journal. Food Science and Technology Vol.10. Shurtleff, T.D. (2002). Seaweeds. Natural History Museum. ISBN 0-565-097151. London, Inggris. Soekarto, S.T. (1985). Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Penerbit Bhrathara Karya Aksara, Jakarta. Subandi, A. 2008. Metabolisme. http://metabolisme.blogspot.com. Diakses Tanggal 25 Mei 2016. Sudarmadji, S., B. Handoyo dan Suhandi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan
Jurnal Penelitian Tugas Akhir
Pertanian. Penerbit Liberty dan PAU Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Teddy, Supriadi. (2009). Pembuatan Nori Secara Tradisional dari Rumput Laut Jenis Glacilaria sp. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tensiska. 2008. Serat makanan. Jurusan Teknologi Industri Pangan. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Universitas Padjajaran, Bandung. Tridiyani. (2011). Pembuatan Nori dari Rumput Laut Jenis Porphyra tenera kjell. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Perairan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Urbano, M. G., I. Goni. (2002). Bioavailability of Nutrient In Rats Fed on Edible on Eible Seaweeds, Nori (Porphyra tenera) and Wakame (Undaria pinnatifada) as A Source of Dietary Fibre. J. Food Chem. 76: 281286. Vanindya, Afsarah. (2014). Pengaruh Jenis Daun Cincau dan Konsentrasi Penstabil Terhadap Karakteristik Artifisial Nori bayam. Tugas Akhir. Fakultas Teknik Universitas Pasundan, Bandung.
*Alumni Teknologi Pangan UNPAS ** Dosen Teknologi Pangan UNPAS
Voulda, D. Loupatty. (2012). Nori Nutrient Analysis from Seaweed of Porphyra marcossi in Maluku Ocean. Balai Riset dan Standarisasi Industri Ambon. Winarno, F.G. (1990). Teknologi Pengolahan Rumput Laut. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G. (2002). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wirjatmadi, B. M. Adriani, dan S. Purwanti. (2002). Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Dalam Meningkatkan Nilai Kandungan Serat dan Yodium Terigu Dalam Pembuatan Mie Basah. Jurnal Penelitian Medika Eksata Vol. 3 No. 1 April 2002 : 89-104. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Lembaga Penelitian Universitas Airlangga, Surabaya