PENGARUH PERAN HUMAS TERHADAP CITRA KOMISI PENYIARAN INDONESIA (STUDI KASUS PADA MAHASISWA PEMINATAN BROADCASTING 2013 DI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA) DWI NURMALA SARI Jurusan Marketing Communication Bina Nusantara University Jl. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta 11480, Indonesia (021) 534-5830, 535-0660
[email protected] Dosen Pembimbing : Mia Angeline S.Kom., M.M.,
ABSTRACT Research objectives, the aim of this research is to examine the relationship and the effects of Public Relations’ Role on corporate image of Indonesia Broadcasting Commission. Methodology used is quantitative correlation, the study was tested using data collected from questionnaire, the analysis is based on correlation test, determination, and regression. Results, the Role of Public Relations and the image of Pacific Place Mall Jakarta has a fairly strong, direct, and significant relationship. The program affects corporate image as much as 49,5%. Conclusion, there is a significant relationship between the role of Public Relations and image of Indonesia Bradcasting Commission, and the Role implementation significantly affects the corporate image of Indonesia Bradcasting Commission. (DNS) Keywords: Effects, Role of PR, Image.
ABSTRAK Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan dan pengaruh peran humas terhadap citra Komisi Penyiaran Indonesia. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif korelasional, pengumpulan datanya diperoleh melalui kuesioner dan studi pustaka, teknik analisis datanya menggunakan analisis korelasi, determinasi, dan regresi sederhana. Hasil yang Dicapai bahwa terjadi hubungan yang kuat antara pengaruh peran humas terhadap citra Komisi Penyiaran Indonesia dan Peran Humas berpengaruh terhadap Citra Komisi Penyiaran Indonesia sebesar 49,5%. Simpulan dari penelitian ini yaitu Peran humas memiliki hubungan terhadap citra Komisi Penyiaran Indonesia dan Peran Humas berpengaruh terhadap Citra Komisi Penyiaran Indonesia. (DNS) Kata kunci: Pengaruh, Peran humas, Citra.
PENDAHULUAN Kegiatan penyiaran di Indonesia melalui televisi dimulai sejak lama lebih kurangnya 51 tahun. Sampai detik ini, terdapat banyak stasiun televisi nasional yang ada di Indonesia seperti, ANTV, Global TV (GTV), Indosiar Visual Mandiri (Indosiar), Metro TV, Televisi Transformasi Indonesia (Trans
TV), Trans7, Televisi Republik Indonesia (TVRI) , RCTI, SCTV, dan lain sebagainya. Program acara atau tayangan televisi dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia maupun di dunia. Seseorang yang memiliki keterbatasan indra sekalipun dapat menikmati tayangan televisi. Televisi bukan lagi sebuah teknologi yang membuat orang takjub karena semua kalangan, baik itu di kalangan atas, menengah, bahkan bawah sudah menggunakan televisi sebagai sumber informasi, pengetahuan, berita, dan hiburan. Menurut data Internal pada tahun 2009, tidak sedikit pengamat televisi yang menganggap program-program yang ditayangkan sudah melampaui batas. Seringkali ditemui program acara kartun yang mengandung unsur kekerasan yang dimana tayangan tersebut ditonton oleh anak-anak yang pada dasarnya belum bisa menyaring apa yang mereka lihat atau dengar. Dengan adanya hal demikian, maka dibutuhkan kontrol dan perhatian yang serius dari pemerintah, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) maupun dari masyarakat. Dalam melakukan kebijakan mengenai sistem penyiaran nasional, tidak sedikit konflik atau masalah yang dihadapi oleh Komisi Penyiaran Indonesia. KPI membutuhkan peran humas untuk tetap menjaga citra KPI, karena suatu organisasi baik organisasi swasta ataupun pemerintah membutuhkan citra yang positif di mata masyarakat. Satu hal yang harus dipahami mengenai tugas utama humas (Wasesa & Macnamara, 2010:96), yaitu membuat publik menjadi paham dan alangkah lebih baiknya lagi jika masyarakat dapat merubah prilakunya karena program pencitraan yang dibangun suatu lembaga. Humas menurut Kusumastuti (2004:11) yaitu bagian atau divisi yang berada di suatu organisasi yang memiliki metoda-metoda, strategi dan formula-formula yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang terlatih secara filosofis, konsep maupun teknis. Seorang humas biasanya memiliki tim yang dimana bekerja sama untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Praktisi humas dituntut pandai dalam berkomunikasi dengan baik, menciptakan hubungan yang positif dengan publiknya. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui hubungan peran humas dengan citra Komisi Penyiaran Indonesia dalam mengatur sistem penyiaran nasional dan Untuk mengetahui besar pengaruh peran humas terhadap citra Komisi Penyiaran Indonesia dalam mengatur sistem penyiaran nasional.
Studi Pustaka Humas (Ruslan, 2011:109) merupakan suatu aktivitas komunikasi dua arah dengan publik (eksternal) atau perusahaan/organisasi (internal), yang bertujuan untuk menumbuhkan saling pengertian, saling percaya, dan saling membantu atau kerja sama. Peran Humas (Kusumastuti, 2004:24) dalam suatu intitusi lembaga pemerintahan dibedakan menjadi 2 (dua) yakni: 1.
Peran Manajerial (communication manager role) Peranan manajerial dikenal dengan peranan di tingkat messo dapat diuraikan menjadi 3 (tiga) peranan, yakni expert preciber communication, problem solving process facilitator, dan communication facilitator.
2.
Peranan Teknis (communication technician role). Peranan teknis pada peran humas yaitu Technician Communication.
Sehingga bila dijelaskan lebih jauh terdapat empat kategori peranan humas menurut Dozier and Broom (Kusumastuti, 2004:25), yakni: 1.
Expert Preciber Communication Seorang praktisi pakar humas dianggap orang yang ahli. Seorang humas yang berpengalaman dan memiliki pengetahuan yang luas serta memiliki kemampuan yang tinggi sehingga dapat membantu mencarikan solusi dalam penyelesaian masalah hubungan dengan publiknya. Manajemen organisasi bersifat pasif untuk menerima dan mempercayai usulan dari pakar humas dalam memecahkan atau mengatasi masalah yang sedang dialami instansi lembaga pemerintahan tersebut.
2.
Problem Solving Process Facilitator
Peranan praktisi humas dalam proses pemecahan masalah ini merupakan bagian dari tim manajemen. Pada peranan ini praktisi humas melibatkan diri atau dilibatkan dalam setiap manajemen (krisis). Hal ini dimaksudkan untuk membantu pimpinan (adviser) hingga mengambil tindakan eksekusi atau keputusan dalam mengatasi krisis atau persoalan yang sedang dihadapi secara rasional dan profesional. Biasanya praktisi humas membuat tim yang melibatkan berbagai departemen dan para ahli untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi perusahaan/instansi lembaga pemerintah. 3.
Communication Facilitator Praktisi humas berperan sebagai komunikator atau mediator antara instansi lembaga pemerintah dengan publik eksternal maupun internal. Praktisi humas berperan untuk membantu pihak manajemen dalam hal untuk mendengar apa yang diinginkan dari publiknya. di pihak lain, praktisi humas dituntut mampu menjelaskan mengenai kebijakan, keinginan, dan harapan suatu instansi lembaga pemerintah terhadap publiknya. sehingga dengan komunikasi timbal balik tersebut, maka dapat terciptanya saling pengertian, mempercayai, toleransi dan mendukung dari kedua belah pihak.
4.
Technician Communication Berbeda dengan ketiga peranan praktisi humas profesional yang terkait erat dengan fungsi dan manajemen organisasi. Dalam hal ini praktisi humas dianggap sebagai pelaksana teknis komunikasi. Praktisi humas menyediakan layanan di bidang teknis, sementara kebijakan dan keputusan teknik komunikasi mana yang akan digunakan bukan merupakan keputusan praktisi humas melainkan keputusan manajemen dan praktisi humas yang melaksanakannya.
Peranan humas merupakan suatu alat di instansi lembaga pemerintah yang berperan untuk memperlancar proses interaksi positif dan menyebarluaskan informasi mengenai kebijakan-kebijakan sebagai bentuk untuk pembangunan nasional. Praktisi humas memiliki kemampuan berhubungan baik dengan publiknya agar dapat membentuk citra baik sehingga membentuk opini publik yang positif. Humas pada hakikatnya adalah aktivitas (Kusumastuti, 2004:20), maka tujuan humas dapat dianalogikan dengan tujuan komunikasi, yaitu adanya penguatan perubahan kognisi, afeksi, perilaku komunikannya. Tujuan ini berdasarkan kepentingan kedua belah pihak yaknik suatu lembaga/organisasi dan publik. Citra perusahaan menurut Jeffkins (Nova, 2011:299), yaitu citra dari suatu lembaga secara keseluruhan. Tidak hanya citra atas pelayanannya saja namun citra perusahaan terbentuk dari banyak hal seperti sejarah atau kinerja perusahaan, stabilitas keuangan, kualitas produk, dan lain-lain. Dengan demikian dapat terbentuknya persepsi yang berkembang dalam benak publik mengenai realitas yang terlihat dari perusahaan/lembaga itu. Satu hal yang harus dipahami mengenai tugas utama humas (Wasesa & Macnamara, 2010:96), yaitu membuat publik menjadi paham dan alangkah lebih baiknya lagi jika masyarakat dapat merubah prilakunya karena program pencitraan yang dibangun suatu lembaga. Enam Sudut dimensi pencitraan yang dikembangkan untuk melihat seberapa jauh kinerja humas dalam membuat pencitraan. Adapun 6 sudut dimensi pencitraan, sebagai berikut (Wasesa & Macnamara, 2010:27) 1.
Organisasi Sudut dimensi pencitraan dalam indikator organisasi melihat seberapa jauh organisasi memiliki kesiapan dalam pencitraan. Pada indikator organisasi akan dibahas bagaimana organisasi humas dibangun. Selain struktur dan pemegang kendali organisasi, dimensi ini juga mengukur koordinasi antar departemen, termasuk dalam fungsi organisasi, Fungsi organisasi ini termasuk dalam penempatan staf dan posisi kerjanya dibandingkan dengan departemen lain. Dalam hal ini, fungsi organisasi mempersiapkan kapasitas keahlian yang diperlukan untuk sebuah lembaga.
2.
Budaya Sudut dimensi pencitraan dalam indikator budaya dalam bidang kehumasan memegang peranan yang cukup strategis dalam sukses tidaknya pencitraan organisasi. Pada dimensi budaya inilah
akan terlihat bagaimana keluwesan humas sebuah organisasi dalam mengelola informasi untuk pencitraan. Aspek yang mampu membentuk budaya pencitraan, yaitu Pola Pikir Pencitraan. Pola pikir akan berpengaruh terhadap pembentukan budaya kerja. Suskses tidaknya program jangka pendek dan program jangka panjang sangat ditentukan oleh dasar pola pikir yang dimiliki oleh humas. 3.
Citra Perseorangan Perseorangan atau individu dijadikan sebagai salah satu sumber pencitraan, hal ini merupakan salah satu kekuatan humas dalam mendukung pengembangan citra sebuah lembaga. Dalam Figur Tokoh Utama, seberapa kuat sebuah organisasi memiliki figur yang mampu membahasakan nilai-nilai organisasi tersebut kepada publik. Tokoh-tokoh yang menempati posisi tertentu, biasanya bisa secara khusus tampil menjadi wakil perusahaan, baik dalam program PR yang berhubungan dengan media, ataupun langsung dalam forum-forum publik.
4.
Fisik Pada sudut dimensi fisik, dimensi fisik akan membantu humas suatu lembaga untuk melihat seberapa sering persentuhan dengan lembaga atau organisasi yang sering terjadi. Hal ini merupakan suatu elemen penting dalam pencitraan karena dengan elemen ini kita jadi bersiap dalam setiap program untuk melibatkan unsur touching. Kita sering menyebutnya seeing is believing, touching is confincing pada saat akan membangun pencitraan. Dengan adanya dimensi ini, humas dapat menyiapkan model experiential apa yang akan dikembangkan hingga mampu menciptakan persentuhan-persentuhan yang membangun kesan positif. Persentuhan langsung publik dengan sarana fisik organisasi merupakan salah satu bentuk pengalaman yang tertancap kuat dalam benak. Semakin menyenangkan persentuhan pengalaman yang terbangun maka akan semakin kuat tertancap dalam benak mengenai citra baik suatu lembaga.
5.
Relationship Dimensi relationship ini akan membantu seberapa jauh humas harus membangun prioritas relationship dengan stakeholders. Dimensi ini akan membantu humas untuk tidak terjebak dalam konsep sempit media relationship. Secara lebih detail relationship map yang harus dibangun oleh PR meliputi beberapa hal sebagai berikut: a.
Media Media membantu humas mengetahui seberapa jauh kepentingan relationship yang harus dikembangkan berkaitan dengan media massa, baik media massa konvensional ataupun media massa siber yang sekarang berkembang dengan kompetensinya sendiri.
b.
Pemerintah, Anggota Dewan, dan Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam konteks hubungan interaktif, ataupun sekedar hubungan administratif, pemerintah dan legislatif merupakan termasuk dua unsure yang harus dipertimbangkan oleh humas dalam menjalankan programnya.
6.
Refleksi Pada sudut dimensi refleksi yaitu seberapa sering pihak ketiga merefleksikan keberadaan organisasi kita adalah kenyataan yang harus diterima sekalipun tidak jarang berkebalikan dari kenyataan.
Dengan adanya dimensi ini, humas akan terbantu untuk melihat kesenjangan pencitraan antara persepsi dan realitas. Dimensi refleksi akan menuntun humas melalui proses shadowing. Shadowing itu seperti proses simulasi program, hanya saja kita menempatkan diri sebagai audiensi target yang akan menjadi subjek dari program tersebut. Tampak jelas bahwa fungsi utama humas yaitu membangun understanding atau sebuah pemahaman terhadap pesan yang disampaikan. Sebuah pemahaman artinya bukan sekedar tahu, akan tetapi juga meliputi kesadaran akan pesan yang kita buat, sikap penerimaan yang positif, dan perilaku yang menunjukkan dukungan terhadap pesan yang disampaikan. Dalam penelitian ini, peneliti hanya memakai 5 dari 6 indikator.
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu metode kuantitatif survei eksplanatif (analitik). Metode survei eksplanatif merupakan jenis survei yang digunakan untuk mengetahui mengapa situasi atau kondisi tertentu terjadi atau apa yang mempengaruhi terjadinya sesuatu. Dengan kata lain, peneliti ingin menjelaskan hubungan antara dua variabel. Dalam metode ini, peneliti dituntut membuat hipotesis sebagai asumsi awal untuk menjelaskan hubungan antar variabel yang diteliti. (Kriyantono, 2012:59) Metode pengumpulan data (Kriyantono, 2012:95) merupakan teknik atau cara-cara yang dapat digunakan peneliti dalam peneliti untuk pengumpulan data. Berdasakan sumbernya metode pengumpulan data dibedakan menjadi dua (Kriyantono, 2012:41) yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber data pertama atau tangan pertama yang diteliti oleh peneliti dilapangan. Dalam analisi isi data primernya adalah isi komunikasi yang diteliti peneliti. Sumber data ini merupakan hasil dari kuesioner yang disebar oleh peneliti untuk mengetahui tanggapan mahasiswa Peminatan Broadcasting Binusian 2013 di Universitas Bina Nusantara mengenai pengaruh peran humas terhadap citra KPI dalam mengatur sistem penyiaran nasional. Data Sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua yang diteliti oleh peneliti dilapangan. Data sekunder dapat membantu peneliti jika data primer tidak lengkap atau terbatas. Data sekunder dalam penelitian ini yaitu berupa data internal yang diperoleh dari Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, buku, jurnal, dan lain-lain. Kuesioner disebarkan kepada 100 mahasiswa peminatan Broadcasting 2013 di universitas. Responden dipilih dengan teknik sampling jenuh, yang dimana dilakukan jika populasi dianggap kecil atau kurang atau sama dengan 100. (Noor, 2012). Skala pengukuran kuesioner pada penelitian ini menggunakan Skala Likert. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap seseorang tentang sesuatu objek sikap. Indikator-indikator dari variabel sikap terhadap suatu objek merupakan titik tolak dalam membuat pernyataan atau pertanyaan tersebut yang harus diisi responden. (Kriyantono, 2012:138). Menurut Cooper dan Schindler (Sugiyono, 2012:8) berbagai skala sikap seperti skala likert ini dikategorikan sebagai skala interval karena memiliki jarak yang sama (sangat baik, baik, kurang baik, dan tidak baik). Uji keabsahan data menggunakan uji validitas, uji reliabilitas, dan uji normalitas. Uji validitas dilakukan untuk mengukur apakah alat ukur atau kuesioner sudah benar-benar mengukur apa yang diukur, yang dimana dalam penelitian ini diuji dengan rumus Product Moment. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur atau kuesioner sudah reliabel atau dapat dipercaya, rumus yang digunakan adalah dengan Cronbach's Alpha. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data tersebut berdistribusi normal, yang dilakukan dengan metode Kolmogorov Smirnov. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan uji korelasi, uji koefisien determinasi, uji regresi sederhana, dan uji t. Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antar kedua variabel dan mengetahui signifikansi hubungannya. Uji koefisien determinasi dilakukan untuk mengukur pengaruh dari variabel independen, yaitu Peran Humas, terhadap variabel dependen, yaitu Citra. Uji regresi dilakukan untuk melakukan prediksi seberapa tinggi nilai variabel dependen bila nilai variabel independen dimanipulasi atau diubah-ubah. Uji t dilakukan untuk menguji hipotesis apakah variabel Peran Humas berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Citra.
HASIL DAN BAHASAN Uji keabsahan dan analisis data pada penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS 16.0. Hasil uji validitas menunjukkan hasil sebagai berikut :
Tabel 1 Uji Validitas Variabel Peran Humas No. Pertanyaan
rhitung
rtabel
Keterangan
1
0,350
0,197
Valid
2
0,348
0,197
Valid
3
0,490
0,197
Valid
4
0,342
0,197
Valid
5
0,631
0,197
Valid
6
0,333
0,197
Valid
7
0,415
0,197
Valid
8
0,332
0,197
Valid
9
0,432
0,197
Valid
Tabel di atas adalah hasil uji validitas pada item kuesioner variabel Peran Humas. Item pertanyaan kuesioner dianggap valid jika nilai r hitung > r tabel. Diketahui nilai r tabel adalah 0,197 (Priyatno, 2012:134). Dengan demikian data kuesioner dapat digunakan. Tabel 2 Uji Validitas Variabel Citra No. Pertanyaan
rhitung
rtabel
Keterangan
10
0,414
0,197
Valid
11
0,561
0,197
Valid
12
0,455
0,197
Valid
13
0,389
0,197
Valid
14
0,367
0,197
Valid
15
0,489
0,197
Valid
16
0,435
0,197
Valid
17
0,530
0,197
Valid
18
0,254
0,197
Valid
19
0,256
0,197
Valid
Tabel di atas adalah hasil uji validitas pada item kuesioner variabel Citra. Item pertanyaan kuesioner dianggap valid jika nilai r hitung > r tabel. Diketahui nilai r tabel adalah 0,197 (Priyatno, 2012:134). Dengan demikian data kuesioner dapat digunakan.
Hasil dari uji relibialitas menyatakan : Tabel 3 Uji Reliabilitas Variabel Peran Humas
Tabel 4 Uji Reliabilitas Variabel Citra
Reliability Statistics
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's N of Items
.729
Alpha 9
N of Items .755
10
Item pertanyaan pada kedua variabel dinyatakan reliabel karena nilai Cronbach's Alpha menunjukkan angka lebih besar dari 0,6. maka dari itu kuesioner dinyatakan reliabel atau dapat dipercaya. Hasil dari uji normalitas menyatakan: Tabel 5 Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Peran Humas N Normal Parameters
a
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Citra 100
100
Mean
26.73
29.31
Std. Deviation
2.719
3.209
Absolute
.120
.119
Positive
.098
.078
Negative
-.120
-.119
1.196
1.191
.115
.117
a. Test distribution is Normal.
Normalitas ditentukan dengan melihat nilai signifikansi. Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka berarti data berdistribusi normal. Kedua variabel menyatakan bahwa data berdistribusi normal.
Setelah seluruh data telah memenuhi syarat, maka dilanjutkan dengan melakukan analisis data dengan hasil sebagai berikut: Tabel 6 Uji Korelasi Correlations TotalH TotalH
Pearson Correlation
TotalC 1
.703**
Sig. (2-tailed)
.000
N TotalC
Pearson Correlation
100
100
.703**
1
Sig. (2-tailed)
.000
N
100
100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
\
Tabel di atas adalah tabel hasil uji korelasi. Diketahui korelasi antara variabel Peran Humas dengan Citra adalah sebesar 0,703, yang dimana menurut pedoman interpretasi koefisien korelasi angka tersebut termasuk dalam hubungan kategori skuat. Karena nilai korelasinya positif, maka berarti hubungannya searah, yang dimana jika nilai Peran HumaS naik, maka nilai citra juga akan naik. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kedua variabel tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H0 : Tidak ada hubungan antara Peran Humas dengan citra. Ha : Ada hubungan antara Peran Humas dengan citra Untuk menguji hipotesisnya ditentukan dengan cara melihat nilai signifikansi dengan kriteria sebagai berikut : a. Jika signifikansi > 0,05 maka H0 diterima. b. Jika signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Diketahui nilai signifikansi adalah 0,000 yang terlihat pada baris Sig. (2-tailed) pada tabel diatas, dimana nilai 0,000 < 0,05 maka berarti Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti dapat dinyatakan bahwa ada hubungan antara Peran Humas dengan Citra. Hasil uji koefisien determinasi menunjukkan hasil: Tabel 7 Uji Koefisien Determinasi Model Summary
Model 1
R .703a
R Square .495
a. Predictors: (Constant), TotalH
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate .489
2.293
Diketahui nilai r2 pada tabel di atas, tepatnya pada kolom R Square adalah 0,495. Karena pengujian ini adalah untuk menyatakan presentase besarnya pengaruh, maka angka 0,495 harus dikalikan dengan 100% hasilnya 49,5%. Maka berarti pengaruh dari Peran Humas terhadap Citra Komisi Penyiaran Indonesia sebesar 49,5%, yang dimana sisanya 50,5 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. Hasil uji regresi menunjukkan hasil sebagai berikut : Tabel 8 Uji Regresi Sederhana Coefficientsa
Model 1
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B (Constant) TotalH
Std. Error 7.122
2.277
.830
.085
Beta
t
.703
Sig.
3.127
.002
9.793
.000
a. Dependent Variable: TotalC Berdasarkan hasil penghitungan di atas dapat dibuat persamaan regresi linear sederhana untuk variabel X, sebagai berikut: Y = 7,122 + 0,830X Persamaan tersebut diketahui nilai konstanta untuk persamaan regresi variabel X adalah sebesar 7,122. Hal ini menyatakan bahwa pada saat X (Peran Humas) =0 maka nilai Y (Citra) = 7,122, dengan kata lain jika tanpa Peran Humas nilai Citra Komisi Penyiaran Indonesia yaitu 7,122. Besarnya nilai koefisien regresi sebesar 0,830 terhadap citra Komisi Penyiaran Indonesia. Nilai Koefisien regresi yang positif menunjukkan adanya hubungan yang searah antara peran humas terhadap citra KPI. Apabila variabel X (Peran Humas) meningkat sebesar 1 poin maka variabel Y (Citra) akan meningkat sebesar 0,830. Rumus uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel Peran Humas berpengaruh terhadap variabel Citra. Pengujian menggunakan tingkat signifikansi 0,05 dan 2 sisi dengan hipotesis sebagai berikut : H0 : Tidak ada pengaruh dari Peran Humas terhadap citra. Ha : Ada pengaruh dari Peran Humas terhadap citra. Kriteria pengujiannya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai berikut: Jika nilai t hitung < t tabel, maka H0 diterima, dan sebaliknya jika t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan Ha diterima. Nilai t tabel dicari dengan cara menggunakan tingkat signifikansi 0,05 / 2 = 0,025 dan df = n - 2, yaitu 100 - 2 = 98, dan diketahui nilai t tabel adalah 1,984 (Priyatno, 2012:133). Hasil uji t adalah 9,793. Nilai ttabel adalah 1,984, maka nilai uji thitung > ttabel yang artinya Ho ditolak atau Ha diterima. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ada pengaruh antara variabel X (Peran Humas) terhadap variabel Y (Citra).
SIMPULAN DAN SARAN Dari keseluruhan analisis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1.
Peran humas memiliki hubungan yang kuat dengan citra Komisi Penyiaran Indonesia dalam mengatur sistem penyiaran nasional.
2.
Peran Humas berpengaruh terhadap Citra Komisi Penyiaran Indonesia dalam mengatur sistem penyiaran nasional sebesar 49,5%. Setelah dilakukannya penelitian ini, saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya
adalah : 1.
Untuk penelitian selanjutnya, dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya di bidang yang sama dengan ruang lingkup yang lebih luas, contohnya dengan cara menambahkan dimensi-dimensi lain yang berkaitan dengan kegiatan humas yang mampu menuingkatkan citra yang positif terhadap Komisi Penyiaran Nasional seperti iklan layanan masyarakat dan pelayanan dari Komisi Penyiaran Indonesia terhadap publik.
2.
Dalam penelitian ini, sebaiknya Mahasiswa lebih dalam mempelajari kegiatan humas agar ketika terjun di dunia kerja humas, mahasiswa sudah mengetahui bagaimana peranan humas pada suatu lembaga/organisasi.
Saran praktis atau saran yang dapat diberikan kepada perusahaan agar penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi adalah : 1.
Sebaiknya penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi untuk lembaga agar dapat meningkatkan Citra komisi Penyiaran Indonesia dalam mengatur sistem penyiaran nasional. Dengan cara ditingkatkan kegiatan humas, dengan demikian citra juga bisa meningkat dan lebih baik dari sekarang.
2.
Hendaknya humas lebih inovatif dalam mewujudkan ide-ide atau strategi untuk dapat meningkatkan citra di mata masyarakat Indonesia.
Saran yang dapat diberikan kepada masyarakat umum adalah sebagai berikut : 1.
Dengan adanya penelitian ini, masyarakat diharapkan lebih memahami tentang Komisi Penyiaran Indonesia agar tidak salah dalam menilai citra KPI.
2.
Diharapkan dengan penelitian ini, masyarakat bisa mempelajari lebih dalam mengenai peran humas terhadap citra.
REFERENSI Buku Harinaldi. (2005). Prinsip-prinsip Statistik Teknik dan Sains. Jakarta: Penerbit Erlangga. Kriyantono, R. (2012). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Kusumastuti, F. (2004). Dasar-Dasar Humas. Bogor: Ghalia Indonesia. Noor, J. (2012). Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Nova, F. (2011). Crisis Public Relations. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Priyatno, D. (2013). Olah Data Statistik dengan Program PSPP Alternatif SPSS . Yogyakarta: MediaKom. Rangkuti, F. (2007). Riset Pemasaran. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Rohim, H. S. (2009). Teori Komunikasi. Jakarta: Rineka Cipta. Ruslan, R. (2011). Etika Kehumasan. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Ruslan, R. (2012). Manajemen Public Relations & Media Komunikasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed methods) . Bandung: Alfabeta. Wasesa, S. A., & Macnamara, J. (2010). Strategi Public Relations. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wiryanto. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Grasindo. Jurnal DiStaso, M. W. (2012). Measuring Public Relations Wikipedia Engagement: How Bright is the Rule? Public Relations Journal , 1-24. Khodarahmi, E. (2009). Strategic Public Relations. Disaster Prevention and Management , 529-534. Liyanty, Y. (2011). Analisis Empiris Pengaruh Public Relations Terhadap Citra Hero Supermarket. Jurnal Komunikasi Universitas tarumanagara, , 87-98. Lubis, E. E. (2012). Peran Humas dalam Citra Membentuk Pemerintah. Jurnal Ilmu Administrasi Negara , 51-60. Mavondo, F., & Bridson, K. (2011). Corporate image in the leisure services sector. journal of service marketing , 190-201. Sun, L. (2010). Analysis of Management Strategies of Corporate Public Relation Crisis. international journal of business and management , 171-174.
RIWAYAT PENULIS Dwi Nurmala Sari lahir di kota Jakarta pada tanggal 4 Nopember 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara Jurusan Marketing Communication peminatan Public Relations pada tahun 2013.