PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP MUTU CERNA PROTEIN IKAN MUJAIR (Tilapia mossambica)
TINTIN SUMIATI
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN TINTIN SUMIATI. Pengaruh Pengolahan terhadap Mutu Cerna Protein Ikan Mujair (Tilapia mossambica). Dibimbing Oleh FAISAL ANWAR. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai gizi pada ikan mujair dengan perhatian khusus pada mutu cerna protein dengan beberapa pengolahan yaitu digoreng, dipanggang, dikukus, dan direbus. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: (1) mempelajari proses pengolahan kering (penggorengan dan pemanggangan) dan pengolahan basah (pengukusan dan perebusan), (2) mengetahui kandungan zat gizi (kadar air, abu, lemak dan protein) ikan mujair sebelum dan setelah pengolahan, (3) mengetahui retensi protein ikan pada pengolahan, (4) mengetahui mutu cerna protein ikan sebelum dan sesudah pengolahan. Tahapan penelitian ini diawali dengan pengamatan terhadap BDD pada ikan mujair, pengolahan yang dilakukan secara trial and error, serta analisa. Ikan mujair diperoleh dari penjual ikan yang berada di pasar Darmaga Bogor dalam keadaan masih hidup di dalam kolam. Tidak semua bagian tubuh ikan dapat dimanfaatkan oleh tubuh, oleh karena itu dilakukan pengamatan terhadap bagian yang dapat dimakan pada ikan mujair. Sebelum pengolahan, ikan mujair ada yang diberi penambahan bumbu (larutan cuka dan garam) dan ada juga yang tidak diberi penambahan bumbu. Pengolahan meliputi penggorengan, pemanggangan, pengukusan, dan perebusan. Sampel yang dianalisis adalah ikan segar dan ikan yang berkategori matang setelah dilakukan pengolahan baik itu goreng, panggang, kukus maupun rebus. Analisa yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis kandungan zat gizi (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak), retensi protein, dan mutu cerna protein. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Faktor pertama adalah penambahan bumbu yang terdiri dari dua taraf yaitu dengan penambahan bumbu dan tanpa penambahan bumbu. Faktor yang kedua adalah pemasakan yang terdiri dari 4 taraf yaitu penggorengan, perebusan, pengukusan dan pemanggangan. Dan diulang sebanyak dua kali. Data kandungan zat gizi, retensi protein, dan mutu cerna protein dianalisis menggunakan General Linear Model (GLM) kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perlakuan dan penambahan bumbu mana yang menunjukkan perbedaan. Berdasarkan hasil pengamatan, BDD ikan mujair sebesar 50%. Setelah dilakukan uji coba pada pengolahan ikan mujair, penggorengan pada suhu 1270C – 1770C (2600F – 3500F) dengan waktu 15 menit, pemanggangan dengan waktu 20 menit, perebusan dan pengukusan menggunakan suhu antara 990C – 1000C dengan waktu 15 menit menghasilkan ikan mujair berkategori matang. Hasil analisis, kadar air pada ikan mujair segar tanpa bumbu sebesar 80.12% dan dengan bumbu sebesar 82.25%. Setelah pengolahan, kadar air berkisar antara 18.71% - 76.45% pada pengolahan tanpa bumbu dan pada pengolahan dengan bumbu berkisar antara 35.69% - 78.08%. Hasil uji General Linear Model, pengolahan dan penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar air. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar air ikan segar, rebus, dan kukus berbeda nyata (P<0.05) dengan kadar air ikan goreng dan panggang. Berdasarkan uji lanjut juga didapat bahwa adanya penambahan bumbu tidak mempengaruhi (P>0.05) kadar air ikan mujair. Kadar abu ikan mujair segar tanpa bumbu sebesar 6.33% dan dengan bumbu sebesar 7.34%. Setelah pengolahan, kadar abu berkisar antara 3.39% 5.80% pada pengolahan tanpa bumbu dan pada pengolahan dengan bumbu
berkisar antara 4.22% - 5.61%. Hasil uji General Linear Model, pengolahan dan penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar abu. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar abu ikan segar berbeda nyata (P<0.05) dengan kadar abu ikan goreng, rebus, dan kukus; serta ikan panggang berbeda nyata (P<0.05) dengan kadar abu ikan rebus. Berdasarkan uji lanjut juga didapat bahwa adanya penambahan bumbu tidak mempengaruhi (P>0.05) kadar abu ikan mujair. Kadar protein ikan mujair segar tanpa bumbu sebesar 62.97% dan dengan bumbu sebesar 67.55%. Setelah pengolahan, kadar protein berkisar antara 33.32% - 59.84% pada pengolahan tanpa bumbu dan pada pengolahan dengan bumbu berkisar antara 39.97% - 68.40%. Hasil uji General Linear Model, pengolahan dan penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar protein. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar protein ikan goreng berbeda nyata (P<0.05) dengan kadar protein ikan segar, panggang, rebus, dan kukus. Berdasarkan uji lanjut juga didapat bahwa adanya penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar protein ikan mujair. Kadar lemak ikan mujair segar tanpa bumbu sebesar 11.27% dan dengan bumbu sebesar 6.13%. Setelah pengolahan, kadar lemak berkisar antara 12.36% - 45.79% pada pengolahan tanpa bumbu dan pada pengolahan dengan bumbu berkisar antara 4.81% - 31.64%. Hasil uji General Linear Model, pengolahan dan penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar lemak. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar lemak ikan goreng berbeda nyata (P<0.05) dengan kadar lemak ikan segar, panggang, rebus, dan kukus. Berdasarkan uji lanjut juga didapat bahwa adanya penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar lemak ikan mujair. Retensi protein ikan mujair berkisar antara 53.03% - 95.57% pada pengolahan tanpa bumbu dan pada pengolahan dengan bumbu berkisar antara 59.20% - 101.59%. Hasil uji General Linear Model, pengolahan dan penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap retensi protein. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa retensi protein ikan goreng berbeda nyata (P<0.05) dengan retensi protein ikan panggang, rebus, dan kukus. Berdasarkan uji lanjut juga didapat bahwa adanya penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap retensi protein ikan mujair. Mutu cerna protein ikan mujair segar tanpa bumbu sebesar 99.14% dan dengan bumbu sebesar 98.10%. Setelah pengolahan, mutu cerna protein berkisar antara 98.75% - 99.10% pada pengolahan tanpa bumbu dan pada pengolahan dengan bumbu berkisar antara 96.97% - 99.19%. Hasil uji General Linear Model, pengolahan dan penambahan bumbu tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap mutu cerna protein.
PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP MUTU CERNA PROTEIN IKAN MUJAIR (Tilapia mossambica)
Skripsi
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Studi S1 Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh:
TINTIN SUMIATI A54103046
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
: PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP MUTU CERNA PROTEIN IKAN MUJAIR (Tilapia mossambica)
Nama
: TINTIN SUMIATI
NRP
: A54103046
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS NIP. 130 934 378
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pangandaran pada tanggal 17 Juli 1985 dari pasangan Musa dan Karningsih. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 1990 penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak Dewi Puspa. Dan pada tahun 1991 penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Dasar Negeri 3 Pangandaran. Tahun 1997 melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pangandaran. Tahun 2003 penulis menamatkan pendidikannya dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pangandaran dan pada tahun yang sama penulis diterima di jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah aktif di organisasi kemahasiswaan. Tahun 2003, penulis pernah aktif dalam Paguyuban Mahasiswa Galuh Ciamis. Tahun 2005/2006 sampai 2006/2007, penulis aktif dalam Bina Desa. Selain itu penulis beberapa kali terlibat pada berbagai kepanitiaan baik pada tingkat Jurusan maupun Fakultas.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengolahan Terhadap Mutu Cerna Protein Ikan Mujair (Tilapia mossambica)” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah memberikan masukan, bimbingan dan saran bagi penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Ir. Eddy S. Mudjajanto sebagai pemandu seminar. 3. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MS sebagai dosen penguji yang telah memberi masukan demi kesempurnaan skripsi ini. 4. Keluarga terkasih atas semua doa, kasih sayang, kesabaran, cinta, dan dukungan moril maupun materil sehingga penulis selalu bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Pak Mashudi, Bu Nina dan Bu Riski atas saran-saran dan bantuannya selama ini. 6. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium: Anita, Ratna, Edo, Riska, Rika, Dewi 41, Pak Dian, dan Darmaning atas bantuan dan kebersamaannya. 7. Para Pembahas (Angelica Gabriel, Any Mulyani, Kartika Wandini, dan Yulia Novika). 8. Teman-teman seperjuangan dari SMU sampai sekarang: Ani, Ela, Dwi Purnomo, Kuswan, dan Sutopo, atas dorongan, dukungan, mental dan spirit serta kebersamaannya. 9. Teman-teman satu kosan: Nining, Mei-mei, Mami Icha, Inna, Nono, Cepe, Dewi, Tari, Juli, Ka Wina, Ratih, Ririn, Gia, Mba Novi, Mba Lina, Mba Neni, Lili, Bunga, Micha, Vivin, Rahma, dan Sekar atas dukungan dan keceriaannya. 10. Teman-teman Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMSK) angkatan 40: Ika, Meilia, Nining, Inna Wahyu, Icha, Anna Vipta, Udin, Novera, Ika, Ursula, Tika, Wewew, Farah, Ticha, Tirta, Sanya, dll yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
11. Teman-teman Bina Desa, GMSK 39, GMSK 41, atas semangat dan dukungannya. 12. Mba Wi, Sanya, Teh Mil, Ima serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
Bogor,
Agustus 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.............................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
iv
PENDAHULUAN ............................................................................................
1
Latar Belakang ...................................................................................... Tujuan.................................................................................................... Manfaat Penelitian ................................................................................
1 2 3
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................
4
Ikan........................................................................................................ Ikan Mujair (Tilapia mossambica) .......................................................... Pengolahan ........................................................................................... Penggorengan ................................................................................. Pemanggangan ............................................................................... Pengukusan dan Perebusan ........................................................... Pengaruh Pemanasan terhadap Nilai Gizi Protein ................................ Mutu Cerna Protein ...............................................................................
4 5 6 7 7 8 8 9
METODOLOGI ...............................................................................................
12
Waktu dan Tempat ............................................................................... Bahan dan Alat ..................................................................................... Bahan ............................................................................................. Alat .................................................................................................. Tahapan Penelitian ............................................................................... Pengamatan terhadap BDD pada ikan mujair ................................ Proses Pengolahan Ikan Mujair ...................................................... Penelitian Utama ............................................................................ Rancangan Percobaan ......................................................................... Analisis Data .........................................................................................
12 12 12 12 12 13 13 14 14 15
HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................................
17
Karakteristik Bahan .............................................................................. Pengamatan terhadap BDD pada ikan mujair ....................................... Kandungan Zat Gizi dan Mutu Cerna Protein Ikan Mujair Segar........... Pengolahan Ikan Mujair......................................................................... Penggorengan ................................................................................. Pemanggangan ............................................................................... Pengukusan..................................................................................... Perebusan ....................................................................................... Analisis Kandungan Zat Gizi ................................................................ Kadar air ......................................................................................... Kadar abu ....................................................................................... Kadar protein .................................................................................. Kadar lemak .................................................................................... Retensi protein pada ikan mujair setelah pengolahan .......................... Mutu cerna protein pada ikan mujair ....................................................
17 17 18 21 21 22 22 23 24 24 27 29 32 35 38
KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................................
41
Kesimpulan ........................................................................................... Saran ....................................................................................................
41 42
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
43
LAMPIRAN .....................................................................................................
46
DAFTAR TABEL Halaman 1. Angka Kecukupan Protein ........................................................................
1
2. Kandungan Zat Gizi Ikan Mujair Segar.....................................................
6
3. Mutu Cerna Protein Beberapa Protein Pangan pada Manusia ................
10
4. Presentase Pengurangan Berat Ikan Mujair setelah Pengolahan............
17
5. Kandungan Zat Gizi dan Mutu Cerna Protein Ikan Mujair Segar .............
18
6. Kadar Air pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk) ........
24
7. Kadar Abu pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk) ......
27
8. Kadar Protein pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk) .
30
9. Kadar Lemak pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk)..
33
10. Retensi Protein pada Ikan Mujair Setelah Pengolahan (bk).....................
35
11. Mutu Cerna Protein pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk) .......................................................................................
38
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Proses penghitungan BDD ikan mujair.....................................................
13
2. Diagram alur proses pengolahan ikan mujair ...........................................
16
3. Ikan mujair goreng....................................................................................
21
4. Ikan mujair panggang ...............................................................................
22
5. Ikan mujair kukus......................................................................................
23
6. Ikan mujair rebus ......................................................................................
23
7. Kadar air ikan mujair.................................................................................
26
8. Kadar abu ikan mujair...............................................................................
28
9. Kadar protein ikan mujair..........................................................................
31
10. Kadar lemak ikan mujair ...........................................................................
34
11. Retensi protein pada ikan mujair setelah pengolahan..............................
36
12. Mutu cerna protein ikan mujair .................................................................
39
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Proses pengolahan Ikan Mujair ...............................................................
47
2. Prosedur Analisis Kimia............................................................................
48
3. Kandungan Zat Gizi Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu .....................................................................
51
4. Kandungan Zat Gizi Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan dengan penambahan bumbu....................................................................
52
5. Retensi Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu.................
53
6. Mutu Cerna Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu.................
54
7a. Hasil Uji Ragam Kadar Air Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu ......................................................................................................
55
7b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Air Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan.....................................................................................
55
7c. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Air Ikan Mujair tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu.................................................
55
8a. Hasil Uji Ragam Kadar Abu Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu ......................................................................................................
56
8b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Abu Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan.....................................................................................
56
8c. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Abu Ikan Mujair tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu.................................................
56
9a. Hasil Uji Ragam Kadar Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu ................................................................................
57
9b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan.....................................................................................
57
9c. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Protein Ikan Mujair tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu.................................................
57
10a. Hasil Uji Ragam Kadar Lemak Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu ..............................................................................
58
10b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Lemak Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan...................................................................................
58
10c. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Lemak Ikan Mujair tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu.........................
58
11a. Hasil Uji Ragam Retensi Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu ..............................................................................
59
11b. Hasil Uji Lanjut Duncan Retensi Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan...................................................................................
59
11c. Hasil Uji Lanjut Duncan Retensi Protein Ikan Mujair tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu.........................
59
12a. Hasil Uji Ragam Mutu Cerna Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu ..............................................................................
60
12b. Hasil Uji Lanjut Duncan Mutu Cerna Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan...................................................................................
60
12c. Hasil Uji Lanjut Duncan Mutu Cerna Protein Ikan Mujair tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu.........................
60
PENDAHULUAN Latar Belakang Sejak dahulu, manusia telah menyadari pentingnya makanan untuk kelangsungan hidupnya. Makanan dapat diartikan sebagai pemberi zat gizi bagi tubuh yang dibutuhkan untuk mempertahankan kelangsungan hidup (Almatsier 2001). Salah satu unsur zat gizi yang terdapat dalam makanan adalah protein. Protein merupakan suatu zat gizi yang sangat penting bagi tubuh, tersusun oleh asam-asam amino yang terdiri dari unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), dan nitrogen (N). Di sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar setelah air. Protein dalam tubuh berfungsi sebagai zat pembangun yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh; zat pengatur yang berperan sebagai hormon, enzim dan antibodi; serta bahan bakar karena mengandung karbon yang dapat berfungsi sebagai sumber energi apabila tubuh kekurangan karbohidrat dan lemak (Muchtadi, Astawan, dan Palupi 2006). Protein dapat dibagi menjadi dua berdasarkan sumbernya yaitu protein hewani dan protein nabati. Protein hewani disebut sebagai protein yang lengkap dan bermutu tinggi karena mempunyai kandungan asam-asam amino esensial yang lengkap dan susunannya mendekati apa yang diperlukan oleh tubuh. Selain itu protein hewani juga mutu cernanya tinggi sehingga jumlah yang dapat diserap (tersedia atau dapat digunakan oleh tubuh) juga tinggi (Muchtadi 1989b). Semua jenis ikan merupakan bahan pangan sumber protein hewani yang relatif murah dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya. Sebagai bahan makanan, ikan telah diidentifikasi sebagai pangan yang memiliki keunggulan tertentu. Di samping menyediakan protein hewani yang relatif tinggi jumlahnya, ikan juga memberikan asam-asam lemak tak jenuh, berbagai macam vitamin dan mineral yang sangat diperlukan oleh tubuh (Muchtadi, Astawan, dan Palupi 2007). Berdasarkan tempat hidupnya dikenal jenis ikan air tawar dan ikan laut. Ikan air tawar adalah ikan yang hidup di kolam, danau, sungai, dan sebagainya. Salah satu contohnya adalah ikan mujair (Muchtadi, et al. 2007). Ikan mujair merupakan ikan budidaya sehingga dalam waktu yang singkat ikan ini dapat segera diproduksi. Ikan mujair juga mudah diperoleh dan banyak dipasaran. Ikan merupakan bahan pangan yang sangat mudah rusak, sehingga diperlukan penanganan khusus untuk mempertahankan mutunya. Salah satu
caranya adalah pengolahan panas atau dikenal dengan pemasakan. Menurut Tarwotjo (1998), ada dua jenis masakan ikan yaitu masakan kering dan masakan basah. Masakan kering (dry heat) merupakan hidangan yang dimasak tanpa air, sebagai contoh adalah penggorengan dan pempanggangan. Masakan basah (moist heat) merupakan hidangan yang dimasak menggunakan air, contohnya adalah perebusan dan pengukusan. Protein yang terkandung dalam bahan pangan setelah dikonsumsi akan mengalami pencernaan (pemecahan oleh enzim protease) menjadi asam amino. Kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam amino oleh enzim pencernaan (protease) dikenal dengan istilah mutu cerna. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mutu cerna protein yaitu pengolahan yang menggunakan pemanasan; aseli/native pada kacang-kacangan; faktor antigizi seperti antitripsin, antikimotripsin/hemaglutinin; adanya reaksi antara protein/ asam amino dengan komponen lain (gula pereduksi, polifenol, lemak dan produksi oksidasi) dan bahan kimia aditif (alkali, belerang oksida/ hidrogen peroksida) (Muchtadi 1989a). Sedikitnya informasi yang diterima masyarakat mengenai kandungan zat gizi dan mutu cerna protein pada ikan yang telah diolah dengan berbagai macam teknik pengolahan seperti digoreng, dipanggang, dikukus, dan direbus menjadi latar belakang dilaksanakannya penelitian ini. Ikan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ikan mujair. Tujuan Tujuan Umum Secara umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan gizi pada ikan mujair dengan perhatian khusus pada mutu cerna protein dari beberapa cara pengolahan, yaitu digoreng, dipanggang, dikukus, dan direbus. Tujuan Khusus 1. Mempelajari proses pengolahan kering (penggorengan dan pemanggangan) dan pengolahan basah (pengukusan dan perebusan) pada ikan mujair 2. Menganalisis kandungan gizi (kadar air, abu, lemak, dan protein) ikan mujair sebelum dan setelah pengolahan 3. Menganalisis retensi protein ikan mujair setelah pengolahan 4. Menganalisis mutu cerna protein ikan mujair sebelum dan sesudah pengolahan
Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kandungan protein dan mutu cerna protein pada ikan mujair dengan beberapa pengolahan yakni digoreng, direbus, dikukus, dan dipanggang. Selain itu diharapkan dapat melengkapi Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) yang ada di Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA Ikan Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang banyak mengandung protein. Sebagai protein hewani, ikan sangat diperlukan oleh manusia karena selain mudah dicerna juga mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap dan susunannya lebih mendekati pada susunan protein tubuh manusia. Dengan demikian, ikan mempunyai nilai biologis (NB) yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, daging ikan mempunyai nilai biologis sebesar 90% (Afrianto dan Liviawaty 1989). Badan ikan pada umumnya mempunyai bentuk dan ukuran yang simetris dan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu kepala, badan dan ekor. Tidak semua bagian tubuh ikan layak dikonsumsi manusia. Bagian yang dapat dimakan (BDD) dari ikan adalah 45% - 50% dari berat badan ikan. BDD ikan sangat bervariasi tergantung bentuk, umur, dan apakah ikan ditangkap sebelum atau sesudah bertelur (Muchtadi, et al. 2007). Komposisi daging ikan secara umum adalah 15% - 24% protein, 0.1% 22% lemak, 1% - 3% karbohidrat, 0.8% - 2% senyawa anorganik, dan 66% - 84% air. Komposisi daging ikan ini sangat bervariasi tergantung faktor biologis dan faktor alam. Faktor biologis merupakan faktor yang berasal dari ikan itu sendiri yang meliputi jenis ikan, umur, dan jenis kelamin. Faktor alam merupakan semua faktor luar yang tidak berasal dari ikan meliputi habitat (daerah kehidupan ikan), musim, dan jenis makanan yang tersedia (Muchtadi, et al. 2007). Jenis ikan merupakan faktor yang besar sekali pengaruhnya dalam variabilitas komposisi daging ikan. Masing-masing jenis ikan bahkan masingmasing individu ikan meskipun termasuk dalam satu jenis, komposisi kimianya dapat berbeda. Peranan umur juga tampak nyata pada kandungan lemak daging ikan. Makin tua ikan, kandungan lemaknya cenderung makin banyak. Sedangkan jenis kelamin erat hubungannya dengan kematangan seksualnya (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Protein daging ikan dibedakan menjadi 3 jenis yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril, dan protein stroma. Sarkoplasma mengandung berbagai macam protein larut air yang disebut miogen. Protein miofibrilar merupakan protein yang membentuk miofibril (serabut otot) yang tersusu dari aktin, miosin dan proteinprotein pengatur. Stroma merupakan protein yang membentuk jaringan ikat (Muchtadi, et al. 2007).
Kandungan lemak atau minyak ikan sangat bervariasi yang dipengaruhi oleh jenis ikan, umur, musim, ketersediaan makanan dan kebiasaan makan. Kandungan lemak pada ikan dapat digolongkan menjadi ikan berlemak rendah (kadar lemak kurang dari 2%), ikan berlemak sedang/ medium (kadar lemak 2% 5%), dan ikan berlemak tinggi (kadar lemak 6% - 22%) (Muchtadi, et al. 2007). Ikan Mujair (Tilapia mossambica) Ikan mujair ini merupakan ikan peliharaan. Indonesia mengenal ikan mujair sebagai ikan (makanan) yang paling murah bagi rakyat jelata. Ikan mujair pertama kali ditemukan di sebuah muara kali Serang di pantai selatan oleh seorang kontak tani (penghubung) desa papungan (Blitar) yaitu Pak Mujair. Pada tahun 1947, ikan tersebut ditetapkan nama ilmiahnya yaitu Tilapia mossambica dan nama daerahnya yaitu mujair (Soeseno 1982). Ikan yang berordo Pecomorphi, famili ciclidae dan genus tilapia ini mempunyai ciri-ciri antara lain badan agak panjang dan pipih; sisik kecil-kecil; garis rusuk tidak sempurna terdiri dari 2 baris; jumlah sisik pada garis rusuk bagian atas antara 18 - 21 buah, bagian bawah antara 10 - 15 buah; hidup di air tawar, juga di air payau; mudah berkembang biak dalam semua tipe perairan; telur menetas di dalam mulut 3 - 5 hari; makanannya terdiri dari lumut-lumutan dan tumbuh-tumbuhan; dan badan berwarna kehijauan/ kecoklatan/ kehitaman (Djajadiredja, Hatimah, dan Arifin 1977). Soeseno (1982) menambahkan bahwa pada umur 3 bulan, ukuran ikan ini mencapai 8 - 10 cm, warna pada ikan betina lebih pucat keabu-abuan sedangkan yang jantan menjadi gelap hitam, rahang dan pipi bawahnya putih kuning, sedang sirip dada, punggung dan ekornya mempunyai tepi yang merah merona. Selain itu, pada umur 3 bulan ini ikan mujair betina sudah bisa dikawinkan dan selanjutnya setiap satu setengah bulan sekali ia bisa beranak lagi. Ikan pipih ini mempunyai rendemen berupa fillet sebesar 28%. Daging ikan mujair ini agak padat dan lebih kering daripada ikan mas. Kalau dimasak mudah rusak dan tak banyak duri. Lendir pelindung kulit badan ikan mujair itu tidak begitu tebal, maka tubuhnya juga mudah sekali rusak, sehingga mengurangi daya tahannya. Mujair yang sering terpegang tangan, sebentar saja akan nampak pucat dan ikan yang seperti itu tidak laku dijual (Soeseno 1982). Berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan, ikan mujair segar mempunyai komposisi kimia sebagai berikut:
Tabel 2. Kandungan Zat Gizi Ikan Mujair Segar Kandungan Zat Gizi Kandungan Zat Gizi Energi 89 kal Besi Protein 18.7 g Vitamin A Lemak 1g Vitamin C Karbohidrat 0g Vitamin B Kalsium 96 mg Air Fosfor 29 mg BDD Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (2004)
1.5 mg 6 RE 0 mg 0.03 mg 79.7 g 80 %
Pengolahan Pengolahan bahan makanan merupakan pengubahan bentuk asli bahan tersebut ke dalam bentuk yang mendekati bentuk untuk dapat segera dimakan (Hermana 1975). Salah satu proses pengolahan bahan makanan adalah dengan menggunakan pemanasan. Pemanasan merupakan pemberian energi panas dalam bentuk suhu lebih, dibiarkan merambat ke dalam jaringan bahan pangan sehingga perubahan yang diinginkan terjadi (Mudjajanto 1991). Ikan merupakan bahan pangan yang mudah rusak sehingga diperlukan penanganan khusus untuk mempertahankan mutunya. Salah satu caranya adalah dengan penggunaan panas. Perlakuan dengan pemanasan dijumpai pada proses merebus, mengukus, memblansir (dengan air panas atau uap panas), menggoreng, pasteurisasi, sterilisasi, memanggang dan mengoven. Pengolahan pangan dengan pemanasan biasanya tidak berdiri sendiri tetapi merupakan rangkaian proses seperti pembersihan atau pencucian dan pemberian rempah-rempah (termasuk penambahan gula, garam dan cuka) (Mudjajanto 1991). Pengolahan pangan dengan menggunakan pemanasan dikenal dengan proses pemasakan atau pembuatan makanan mengubah bahan makanan menjadi makanan yang langsung dapat dimakan (Hermana 1975). Ada dua jenis masakan ikan yaitu masakan kering dan masakan basah. Masakan Kering (dry heat) adalah hidangan yang dimasak tanpa air misalnya, digoreng, dipanggang, dibakar, dan di-grill. Masakan ikan dengan metode ini betul-betul dapat dinikmati rasa gurih dan rasa khas ikan. Masakan ikan kering hampir tak berbumbu atau sedikit sekali, seperti ikan bakar. Ikan yang kurang segar, bila dimasak mudah hancur dan rasa tidak gurih lagi. Masakan Basah (moist-heat) bisa direbus atau dikukus. Umumnya masakan basah dimasak dengan macam-macam bumbu sehingga rasa ikan tidak jelas lagi. Ikan yang akan dimasak harus yang betulbetul segar sehingga rasa ikan asli sangat terasa (Tarwotjo 1998).
Penggorengan Penggorengan merupakan salah satu proses pemasakan yang popular karena masakan hasil penggorengan menjadi lebih gurih, berwarna lebih menarik, nilai gizi meningkat dan waktu pemasakan yang lebih cepat (Damayanthi 1994). Pada umumnya sistem menggoreng bahan pangan ada dua macam yaitu sistem gangsa (pan frying) dan menggoreng biasa (deep frying). Ciri khas dari proses gangsa adalah bahan pangan yang digoreng tidak sampai terendam minyak serta suhu pemanasan umumnya lebih rendah dari suhu pemanasan pada sistem deep frying. Pada proses penggorengan dengan sistem deep frying, bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak dan suhu minyak dapat mencapai 2000C - 2050C (Ketaren 1986). Pada saat penggorengan terjadi perubahan kimiawi baik pada bahan makanannya maupun pada minyak gorengnya (Damayanthi 1994). Permukaan lapisan luar akan berwarna coklat keemasan akibat penggorengan. Timbulnya warna pada permukaan bahan disebabkan oleh reaksi browning atau reaksi maillard. Tingkat intensitas warna ini tergantung dari lama dan suhu menggoreng dan juga komposisi kimia pada permukaan luar bahan pangan sedangkan jenis minyak yang digunakan berpengaruh sangat kecil (Ketaren 1986). Selama proses penggorengan, sebagian minyak masuk ke dalam bahan pangan dan mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisi oleh air. Penyerapan minyak oleh ikan pada saat penggorengan adalah sekitar 10% - 12%. Penyerapan minyak ini berfungsi untuk mengempukkan kerak (bagian luar bahan pangan) dan untuk membasahi bahan pangan yang digoreng sehingga menambah rasa lezat dan gurih (Ketaren 1986). Pemanggangan Pemanggangan dapat dilakukan dengan cara dibakar langsung diatas api dengan menggunakan suatu alat juga bisa dilakukan dalam oven. Ada beberapa cara yang perlu diperhatikan dalam memanggang yakni jangan memanggang diatas api yang baru menyala dan berasap; gunakan panggangan listrik, panggangan gas atau briket arang dengan tempat apinya disamping, supaya tidak ada lemak yang menetes pada bara api atau api yang tengah berpijar. Bila lemak menetes diatas bara, akan terbentuklah PAC (Polisiklik Aromatis Carbon), dengan asap selanjutnya akan terbawa pada bahan-bahan yang tengah dipanggang; gunakan alas pemanggangan jika memanggang langsung pada api, sehingga tidak ada tetesan lemak yang jatuh pada bara atau api; jika
memanggang menggunakan arang atau briket, maka letakkan bahan yang hendak dipanggang jika arang sudah membara dengan baik. Biasanya proses pembaraan berlangsung 30 – 60 menit, ia akan menunjukkan bara yang sudah menyala merah dengan beberapa bagian telah menjadi abu putih; hindari makanan yang dibakar/ dipanggang berlebihan, misalnya hingga menimbulkan kegosongan yang berlebihan. Lebih baik buanglah bagian yang sudah sangat gosong tersebut (sangat hitam); jangan memangggang produk-produk daging yang telah mengalami "curing" (pemberian garam pokel/sendawa) (Anonymous 2008b). Pengukusan dan Perebusan Proses perebusan merupakan salah satu cara pemasakan dimana bahan yang akan dimasak menerima panas melalui media air. Sedangkan pengukusan merupakan proses pemasakan dimana panas yang diterima bahan dari uap air. Perebusan dapat menyebabkan kehilangan zat gizi lebih besar pada bahan pangan dibandingkan dengan cara pengukusan. Hal ini dapat terjadi karena selama proses perebusan ikan terendam dalam air sehingga beberapa zat gizi larut air seperti protein ikut terlarut dalam air perebusan. Faktor yang mempengaruhi kehilangan zat gizi selama proses perebusan adalah luas permukaan bahan, konsentrasi zat terlarut dalam air perebusan dan adanya pengadukan air. Sedangkan proses pengukusan dapat memperkecil kehilangan zat gizi (Harris dan Karmas 1989). Pengaruh Pemanasan terhadap Nilai Gizi Protein Pemanasan merupakan salah satu proses pengolahan yang menggunakan suhu tinggi. Pengaruh pemanasan terhadap komponen daging ikan dapat menyebabkan perubahan fisik dan kimia. Pada suhu 100oC, protein akan terkoagulasi dan air dalam daging akan keluar. Keluarnya cairan dari daging ikan disebabkan karena protein kehilangan daya ikat terhadap air sewaktu terjadi gumpalan. Semakin tinggi suhu, protein akan terhidrolisa dan terdenaturasi, terjadi peningkatan kandungan senyawa terekstrak bernitrogen, amonia dan hidrogen sulfida dalam daging (Zaitsev et al 1969, diacu dalam Suwandi 1990). Pemasakan pada 95oC -100oC dapat mereduksi kecernaan protein dan asam amino. Selain itu, protein terlarut, peptida dengan berat molekul rendah, dan asam amino bebas dapat larut dalam air perebus, sehingga perebusan sebaiknya dilakukan di bawah 100oC. Pemanasan yang berlebihan (di atas 90oC
secara berulang-ulang) dapat menyebabkan pembentukan H2S (Hidrogen sulfida) yang merusak aroma dan mereduksi ketersediaan sistein dalam produk. Selain itu, pemanasan juga menyebabkan terjadinya reaksi Maillard antara senyawa amino dengan gula pereduksi yang membentuk melanoidin, suatu polimer
berwarna
coklat
yang
menurunkan
nilai
kenampakan
produk.
Pencoklatan juga terjadi karena reaksi antara protein, peptida, dan asam amino dengan hasil dekomposisi lemak. Reaksi ini dapat menurunkan nilai gizi protein ikan dengan menurunkan nilai cerna dan ketersediaan asam amino, terutama lisin (Anonymous 2008a). Pada dasarnya, langkah awal dari pencernaan protein di dalam tubuh adalah denaturasi protein oleh enzim proteolitik yang terjadi di dalam lambung oleh enzim pepsin dan asam klorida. Denaturasi akibat panas pada protein di dalam bahan pangan mengakibatkan protein tersebut telah menjalani langkah awal pencernaan. Jadi denaturasi merupakan faktor yang menguntungkan dalam sistem pencernaan protein, walau hal ini tidak berlaku secara umum (Damayanthi 1994). Mutu Cerna Protein Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno 1992). Kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim-enzim pencernaan (protease) dikenal dengan istilah mutu cerna protein atau digestibility. Suatu protein yang mudah dicerna menunjukkan bahwa jumlah asam-asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh tinggi. Sebaliknya suatu protein yang sukar dicerna berarti jumlah asam-asam amino yang dapat diserap rendah, karena sebagian besar akan dibuang oleh tubuh bersama feses (Muchtadi 1989a). Protein yang terkandung dalam bahan pangan, setelah dikonsumsi kemudian mengalami pencernaan (pemecahan oleh enzim protease) menjadi unit-unit penyusunnya yaitu asam-asam amino. Asam-asam amino inilah yang selanjutnya diserap usus dan dialirkan ke seluruh tubuh (Layly 2002). Mutu cerna protein dari beberapa protein pangan pada manusia disajikan pada Tabel 3. Muchtadi (1989a) mengemukakan bahwa pengolahan bahan pangan berprotein yang tidak terkontrol dengan baik dapat mengurangi nilai gizi proteinnya.
Yang
paling
banyak
dilakukan
adalah
proses
pengolahan
menggunakan pemanasan contohnya pemasakan. Protein merupakan senyawa reaktif, dimana sisi aktif beberapa asam amino dalam protein dapat bereaksi dengan komponen lain. Kesemuanya ini dapat menyebabkan menurunnya nilai gizi protein akibat menurunnya mutu cerna protein dan ketersediaan asam-asam amino esensial. Tabel 3. Mutu Cerna Protein Beberapa Protein Pangan pada Manusia Sumber protein
Mutu cerna
Sumber protein
(%)
Mutu cerna (%)
Telur
97
Susu, Keju
95
Daging, Ikan
94
Rice (Polished)
88
Kacang tanah
94
Tepung Kedelai
86
Jagung, Sereal
70
Beans
78
Millet
79
Isolat protein kedelai
95
Wheat, Whole
86
Oatmeal
86
Wheat flour, White
96
Gluten gandum
99
Rice cereal
75
Wheat, Cereal
77
Maize
85
Peas
88
Sumber: FAO/WHO/UNU (1985) diacu dalam Fennema (1996) Reaksi antara protein dengan gula pereduksi (reaksi maillard) merupakan sumber utama kerusakan protein selama pengolahan dan penyimpanan. Protein yang telah mengalami reaksi maillard, mutu cerna proteinnya menurun. Pada suatu penelitian biologis menggunakan hewan percobaan (tikus) menunjukkan bahwa produk reaksi maillard awal dan lanjutan benar-benar tidak dapat dimanfaatkan tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa protein yang telah mengalami reaksi maillard, daya cerna proteinnya menurun (Muchtadi 1989a). Menurut Anglemier & Montgomeri (1976), diacu dalam Homisah (1997), pemanasan suhu tinggi dapat menyebabkan terjadinya oksidasi asam amino, perubahan beberapa ikatan diantara asam-asam amino sehingga pelepasan ikatan peptida tersebut pada waktu hidrolisa protein menjadi lambat, atau pembentukan ikatan-ikatan asam amino baru yang tidak dapat dihidrolisa oleh enzim. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mutu cerna protein, misalnya aseli/native dari kacang-kacangan mentah lebih sulit dicerna daripada yang sudah mengalami denaturasi oleh panas, demikian pula terdapatnya faktor anti gizi seperti antitripsin, antikimotripsin/hemaglutinin, dapat merendahkan daya cerna suatu protein. Disamping itu terjadi reaksi antara protein atau asam amino
dengan komponen lain (gula pereduksi, polifenol, lemak, dan produksi oksidasi) dan bahan kimia aditif (alkali, belerang oksida atau hidrogen peroksida) dapat mengakibatkan menurunnya daya cerna protein (Muchtadi 1989a). Penentuan mutu cerna protein dapat dilakukan dengan menggunakan hewan percobaan (in vivo) maupun secara in vitro dengan menggunakan enzimenzim pencernaan. Beberapa macam enzim protease yang telah digunakan adalah pepsin, pankreatin, pepsin, kimotripsin, peptidase, atau campuran dari beberapa macam enzim tersebut (multi enzim) (Muchtadi 1989a).
METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Pangan dan Laboratorium Kimia Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2007 serta dilanjutkan pada bulan Februari sampai Mei 2008. Bahan dan Alat Bahan Bahan baku utama dalam penelitian ini yaitu ikan mujair (Tilapia mossambica). Bahan baku lainnya adalah minyak goreng, garam, asam cuka, dan air. Ikan mujair diperoleh dari Pasar Darmaga Bogor. Minyak goreng yang digunakan yaitu minyak goreng bermerk ”tropical”, garam bermerk ”Refina” dan asam cuka yang diperoleh dari toko yang berada di daerah Babakan Raya Darmaga Bogor. Bahan yang dipakai untuk analisis kimia yakni H2SO4, NaOH 30%, asam borat 3%, dan H2O untuk analisis protein metode Mikro-Kjeldahl; untuk analisis kadar lemak menggunakan heksana; dan untuk analisis mutu cerna protein secara in vitro dengan menggunakan HCl 0.1 N, NaOH 0.5 N, enzim pepsin (P7000, aktivitas enzim = 800 – 2.500 unit per mg) dan pankreatin (P1500, aktivitas enzim sama dengan U.S.P) dan larutan buffer fosfat pH 6. Alat Peralatan yang digunakan dalam pengolahan ikan mujair yakni timbangan, pisau, talenan, piring, penangas air atau kompor, wajan atau penggorengan, sodet, wadah plastik, termometer, dan gelas ukur. Sedangkan alat untuk analisis kimianya menggunakan cawan porselin, labu kjeldahl, oven, desikator, neraca, tanur, kondensor, kertas saring, alat-alat gelas, pipet, pH-meter, magnetic stirrer, seperangkat Soxhlet, inkubator ‘Shaking Water Bath’ dan peralatan analisa kimia lainnya. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian ini meliputi pengamatan terhadap BDD pada ikan mujair, proses pengolahan ikan mujair, dan penelitian utama. Tahapan-tahapan penelitian antara lain sebagai berikut:
1. Pengamatan terhadap BDD pada Ikan Mujair Bagian yang dapat dimakan (BDD) ikan dapat dilakukan dengan cara pembuangan bagian-bagian yang tidak diperlukan seperti sisik, sirip, isi perut, dan insang. Kemudian daging ikan di-fillet setelah itu daging ikan tersebut dicuci dan dilakukan penimbangan terhadap bagian yang dapat dimakan (BDD) pada ikan. Proses penghitungan BDD ini dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini.
Ikan
Dicuci dan ditiriskan
Ditimbang
Dibuang sisik, sirip, isi perut, dan insang
Daging ikan di-fillet
Daging ikan tersebut dicuci dan ditiriskan
Daging ikan ditimbang
Dihitung BDD ikan
Gambar 1. Proses Penghitungan BDD ikan mujair 2. Proses Pengolahan Ikan Mujair Pengolahan
yang
dilakukan
adalah
penggorengan,
perebusan,
pengukusan, dan pemanggangan. Proses pengolahan tersebut secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 2. Pengolahan dimulai dengan pemisahan bagianbagian yang tidak diperlukan seperti sisik, isi perut, dan insang selanjutnya ikan dicuci sampai bersih. Ikan yang sudah dibersihkan mendapat 2 perlakuan yaitu tanpa perendaman dan dengan perendaman dalam bumbu. Ikan yang mendapat perlakuan perendaman bumbu direndam dalam 1 liter air, 1.5 sendok makan garam (± 15 g) dan 3 sendok makan cuka (± 30 ml). Untuk mengetahui pengolahan yang sesuai untuk ikan mujair dengan ukuran panjang 8 - 10 cm dilakukan uji coba (trial and error). Penggorengan dilakukan pada suhu 365 –
3700F (185 – 1880C) dengan waktu 5 menit dan 10 menit, serta 15 menit pada suhu 130 – 1750C. Minyak yang digunakan untuk menggoreng adalah berkisar antara 200-500 ml. Pemanggangan dilakukan langsung di atas api dengan menggunakan alat panggang dan dilakukan dengan waktu 15 menit, 20 menit, dan 25 menit. Pengukusan dilakukan pada suhu 990C sampai 1000C dengan waktu 10 menit, 15 menit, dan 20 menit. Serta perebusan dilakukan pada suhu 990C sampai 1000C dengan waktu 10 menit, 15 menit, dan 20 menit dengan volume air 1L. 3. Penelitian Utama Penelitian utama ini meliputi analisis kandungan zat gizi dan analisis mutu cerna protein secara in vitro. Zat gizi yang dianalisis antara lain kadar air (metode oven biasa), kadar abu (metode pengabuan kering), kadar protein (metode semi mikro Kjeldahl), dan kadar lemak (metode Soxhlet). Sedangkan untuk analisis mutu cerna protein dilakukan secara in vitro dengan menggunakan enzim pepsin dan enzim pankreatin. Rancangan percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Faktor pertama adalah penambahan bumbu yang terdiri dari dua taraf yaitu dengan penambahan bumbu dan tanpa penambahan bumbu. Faktor yang kedua adalah pemasakan yang terdiri dari 4 taraf yaitu penggorengan, perebusan, pengukusan dan pemanggangan. Pengolahan dilakukan ulangan sebanyak dua kali. Model rancangannya adalah sebagai berikut:
Υ
ijk
= μ + Ai + B j + ( AB ) ij + ε ijk
Keterangan :
Υ
ijk
:
variabel respon hasil pengamatan yang terjadi karena pengaruh bersama penambahan bumbu ke-i, jenis pengolahan ke-j, dan ulangan ke-k.
μ
:
pengaruh rata-rata sebenarnya
Ai
:
pengaruh penambahan bumbu ke-i (i= tanpa pemakaian bumbu atau dengan pemakaian bumbu)
Bj
pengaruh jenis pengolahan ke-j (j= penggorengan / perebusan / pengukusan / pemanggangan).
Pengaruh interaksi antara faktor penambahan bumbu ke-i dan faktor
ABij
jenis pengolahan ke-j
ε ijk
:
Galat akibat faktor penambahan bumbu ke-i, jenis pengolahan ke-j, dan ulangan ke-k (k=1 atau 2) Analisis Data
Data kandungan zat gizi (kadar air, abu, lemak, protein), retensi protein dan mutu cerna protein diolah dan dianalisis dengan menggunakan Microsoft Excell secara deskriptif. Kemudian data tersebut dianalisis menggunakan program SAS 6.12 for windows untuk analisis General Linear Model (GLM). Bila terdapat pengaruh analisis ragam maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Uji Duncan ini adalah untuk mengetahui jenis perlakuan mana (penambahan bumbu dan / atau jenis pengolahan) yang menunjukkan perbedaan.
Ikan Mujair
dibuang bagian sisik, isi perut, dan insang kemudian dicuci
direndam dalam larutan garam (± 15g) dan cuka (± 30ml) selama 15 menit
tidak direndam dalam larutan garam dan cuka
ditiriskan selama 15 menit
digoreng
T= 185-188 0C t= 5 & 10 menit
dipanggang
T= 130-175 0C t= 15 menit
t= 15, 20& 25 menit
Ikan mujair panggang
dikukus T= 99-100 0C t= 10, 15 & 20 menit
Ikan mujair kukus
Ikan mujair goreng Gambar 2. Diagram Alur Proses Pengolahan Ikan Mujair
direbus T= 99-100 0C t= 10, 15& 20 menit
Ikan mujair rebus
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Bahan yang digunakan dalam pengolahan ikan mujair adalah ikan mujair, garam, cuka, minyak goreng dan air. Ikan mujair ini diperoleh dari penjual ikan yang berada di pasar Darmaga. Ikan mujair yang digunakan adalah ikan mujair segar yang berukuran sedang, yaitu yang panjangnya berukuran 8 - 10 cm. Pada saat pengambilan, ikan mujair yang dipilih adalah ikan mujair yang masih hidup didalam kolam. Bahan baku lainnya yaitu minyak goreng, garam, dan cuka. Minyak goreng yang digunakan adalah minyak goreng bermerk “Tropical”, garam yang digunakan bermerk “Refina” dan cuka. Minyak goreng, garam, dan cuka ini diperoleh dari toko di sekitar Babakan Raya Darmaga. Pengamatan terhadap BDD pada Ikan Mujair Bagian yang dapat dimakan (BDD) dari ikan bervariasi tergantung bentuk, umur, dan apakah ikan ditangkap sebelum atau sesudah bertelur (Muchtadi et all. 2007). Bagian yang dapat dimakan dari ikan adalah jaringan skeletal atau flank dari tubuhnya. Ikan umumnya mengandung sekitar 40 – 60 % daging (Muchtadi 1989b). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan mujair mempunyai BDD sebesar 50%. Persentase BDD diperoleh setelah dilakukan pemfilletan terhadap daging ikan. Biasanya pada waktu pemfilletan masih ada daging yang tertinggal pada tulang ikannya. Dengan demikian sisa dari persentase BDD ikan adalah tulang, kepala, ekor, sirip, sisik, insang, dan isi perutnya atau jeroan. Berat ikan mujair mengalami penurunan setelah pengolahan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Persentase Pengurangan Berat Ikan Mujair setelah Pengolahan Proses Pengurangan Berat (%) Berat Ikan (g) Waktu
Sebelum
Setelah
Penggorengan
86 – 115
34 – 50
52 – 65
Pemanggangan
81 – 111
35 – 61
46 – 50
Pengukusan
100 – 116
76 – 87
24 – 29
Perebusan
98 – 129
81 – 105
17 – 24
Penurunan berat pada ikan mujair setelah pengolahan baik itu pada penggorengan, pemanggangan, pengukusan serta perebusan diduga oleh berkurang atau hilangnya kadar air dalam ikan akibat pengolahan tersebut.
Semakin besar panas yang diberikan dan semakin lama pemanasan akan mengakibatkan berkurangnya kadar air pada ikan dalam jumlah banyak. Ikan mujair yang diberi perlakuan penggorengan beratnya mengalami penurunan. Berat ikan sebelum digoreng yaitu 86g – 115g dan setelah penggorengan adalah 34g – 50g. Dengan kata lain, penggorengan dapat menurunkan berat ikan segar sebanyak 52% – 65%. Begitu juga dengan pengolahan yang lain (pemanggangan, pengukusan, dan perebusan) dapat menurunkan berat ikan mujair segar. Pemanggangan dapat menurunkan berat ikan mujair segar sebanyak 46% – 50%, pengukusan menurunkan berat ikan segar sebanyak 24% – 29%, dan perebusan menurunkan berat ikan segar sebanyak 17% – 24%. Dari semua pengolahan, pengolahan yang dapat menurunkan berat ikan segar tertinggi yaitu pada penggorengan sedangkan terendah yaitu pada perebusan. Dan pada umumnya, pengolahan kering (penggorengan dan pemanggangan) dapat menurunkan berat ikan segar lebih banyak dibandingkan dengan pengolahan basah (pengukusan dan perebusan). Hal ini dikarenakan pada pengolahan basah, suhu yang digunakan yaitu 90oC 100oC sedangkan pada pengolahan kering suhu yang digunakan yaitu lebih dari 100oC. Kandungan Zat Gizi dan Mutu Cerna Protein Ikan Mujair Segar Kandungan zat gizi pada ikan mujair tergantung pada keadaan ikannya itu sendiri serta perlakuan yang menyertainya. Bila ikan tidak mendapat perlakuan apapun maka kandungan zat gizinya hanya ditentukan oleh keadaan ikan tersebut. Namun bila diberi perlakuan seperti pengolahan maka kandungan zat gizinya selain dipengaruhi oleh keadaan ikan itu sendiri juga dipengaruhi oleh perlakuan yang menyertainya. Hasil analisis kandungan zat gizi dan mutu cerna protein pada ikan mujair segar dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Kandungan Zat Gizi dan Mutu Cerna Protein Ikan Mujair Segar Kandungan Zat Gizi Tanpa Bumbu Dengan Bumbu Kadar Air *)
80.12
82.25
Kadar Abu **)
6.33
7.34
Kadar Protein **)
62.97
67.55
Kadar Lemak **)
11.27
6.13
Mutu cerna protein **)
99.14
98.10
Keterangan: *) : dalam berat basah **) : dalam berat kering
Ikan mujair segar ada yang diberi perlakuan berupa penambahan bumbu juga ada yang tidak diberi perlakuan penambahan bumbu. Pada ikan mujair tanpa penambahan bumbu, kandungan zat gizinya ditentukan oleh keadaan ikan tersebut misalnya umur. Muchtadi, et al. (2007) menyatakan bahwa semakin bertambah umur ikan pada umumnya kandungan lemaknya makin meningkat. Sedangkan pada ikan segar dengan penambahan bumbu, kandungan zat gizinya selain dipengaruhi oleh ikan itu sendiri juga dipengaruhi oleh penambahan bumbu tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, kadar air ikan mujair segar mengalami peningkatan setelah ditambah dengan perendaman bumbu yang berupa larutan garam dan cuka begitu pun dengan kadar abu dan kadar protein. Kadar air pada ikan mujair segar meningkat menjadi 82.25% setelah perendaman bumbu dari 80.12% (tanpa bumbu). Kadar abu menjadi 7.34% setelah penambahan bumbu dari 6.33% (tanpa bumbu) serta kadar protein juga menjadi 67.55% setelah penambahan bumbu dari 62.97% (tanpa bumbu). Sedangkan kadar lemak menurun setelah diberi penambahan bumbu menjadi 6.13% dari 11.27% (tanpa bumbu). Begitu juga dengan mutu cerna protein, berkurang setelah diberi penambahan bumbu menjadi 98.10% dari 99.14% (tanpa bumbu). Air merupakan komponen daging ikan yang terbanyak. Kadar air pada ikan mujair segar dengan penambahan bumbu (82.25%) lebih tinggi dibandingkan dengan ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu (80.12%). Hal ini diduga terjadinya denaturasi protein oleh larutan asam cuka dan garam yang menyebabkan air yang terdapat pada jaringan ikan tersebut terperangkap didalamnya. Kadar air pada ikan mujair segar baik itu tanpa penambahan bumbu maupun dengan penambahan bumbu masih dalam kisaran kadar air ikan segar yaitu 60% - 84% (Afrianto dan Liviawaty 1989). Kadar abu pada suatu bahan pangan menunjukkan terdapatnya kandungan mineral anorganik pada bahan pangan tersebut. Kadar abu pada ikan mujair segar dengan penambahan bumbu (7.34%) lebih tinggi dibandingkan dengan ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu (6.33%). Hal ini diduga terjadinya penyerapan garam oleh ikan mujair yang mengakibatkan kadar abu pada ikan tersebut bertambah karena garam mempunyai kandungan mineral anorganik berupa natrium dan klorida. Ikan mujair segar mempunyai daging berwarna putih. Menurut Muchtadi, et al. (2007), daging ikan segar yang berwarna putih mempunyai kadar protein yang
lebih tinggi dan kadar lemak lebih rendah dibandingkan dengan daging merah yang merupakan kebalikannya dari daging putih. Dengan demikian, kadar protein pada ikan mujair tergolong tinggi. Berdasarkan hasil analisis, kadar protein ikan mujair segar dengan penambahan bumbu (67.55%) lebih tinggi dibandingkan dengan ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu (62.97%). Hal ini diduga penambahan asam dan garam menyebabkan terjadinya denaturasi protein sehingga protein lebih mudah dicerna. Menurut Winarno et al. (1980) menyatakan bahwa penambahan asam, basa atau enzim dapat menyebabkan penguraian atau pemecahan molekul kompleks menjadi molekul lebih sederhana sehingga dapat lebih mudah dicerna dan hasilnya dapat berbentuk diantaranya unsur nitrogen dan asam amino. Ikan mujair ini termasuk ke dalam ikan berlemak rendah. Hal ini dikarenakan daging pada ikan mujair adalah daging putih. Menurut Muchtadi, et al. (2007), daging ikan segar yang berwarna putih mempunyai kadar lemak lebih rendah dibandingkan dengan daging merah. Daging merah mengandung lemak yang lebih tinggi karena terdapat lateral line tempat urat syaraf yang dilindungi lemak. Kadar lemak ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu (11.27%) lebih tinggi dibandingkan dengan ikan mujair segar dengan perlakuan penambahan bumbu (6.13%). Hal ini diduga karena lemak terhidrolisis oleh larutan asam cuka dan garam yang mengakibatkan kadar lemak dalam ikan menurun. Winarno (1997), menyatakan bahwa dengan adanya air lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dapat dipercepat dengan penambahan asam dan basa. Namun kadar lemak pada ikan mujair segar baik itu tanpa penambahan bumbu maupun dengan penambahan bumbu masih dalam kisaran kadar lemak ikan segar yaitu 2 – 25 % (Muchtadi, et al. 2007). Mutu cerna protein pada ikan mujair tanpa penambahan bumbu (99.14%) lebih tinggi dibandingkan dengan ikan mujair dengan penambahan bumbu (98.10%). Hal ini diduga oleh adanya keterikatan antara protein dengan bumbu (larutan asam cuka dan garam) sehingga mutu cerna protein pada ikan mujair menjadi berkurang setelah ditambah bumbu tersebut. Muchtadi (1989a) menyatakan bahwa protein merupakan senyawa yang reaktif, dimana sisi aktif beberapa asam amino dalam protein dapat bereaksi dengan komponen lain seperti asam dan basa. Perlakuan dengan asam dan basa dapat menyebabkan terjadinya rasemisasi asam amino (perubahan bentuk L menjadi bentuk D yang tidak dapat digunakan oleh tubuh) dan juga reaksi antar asam amino misalnya
terbentuknya lisinolalanin dari lisin dan alanin. Kesemuanya ini dapat menyebabkan menurunnya nilai gizi protein akibat menurunnya mutu cerna protein. Pengolahan Ikan Mujair Pengolahan ikan mujair diawali dengan pembuangan bagian-bagian yang tidak diperlukan seperti sisik, isi perut, dan insang. Setelah itu dicuci dengan air hingga bersih dan selanjutnya ikan mujair tersebut terlebih dahulu diolah (digoreng, dipanggang, dikukus, dan direbus) secara trial and error untuk mendapatkan ikan yang berkategori matang. Pengolahan tersebut diuraikan dengan jelas dan terperinci berikut ini. Penggorengan Penggorengan dilakukan dengan cara deep fat frying yaitu proses penggorengan seluruh tubuh ikan mujair terendam dalam minyak goreng. Penggorengan dilakukan dengan tiga kali uji coba yaitu selama 7 menit pada suhu 1770C – 1850C (3500F – 3650F), 9 menit pada suhu 1710C – 1820C (3400F – 3600F), dan 15 menit pada suhu 1270C – 1770C (2600F – 3500F). Volume minyak goreng yang digunakan adalah 200 – 500 ml dan berat ikan mujair yang digunakan adalah 86-115 gram. Penggorengan pertama dan kedua relatif sama dengan metode penggorengan Niles (1976) yang menggunakan suhu 365-370 0F (185-188 0C) selama 5-10 menit sedangkan penggorengan ketiga relatif sama dengan metode penggorengan Susilawati (2002) dan Samsudin (2003) yaitu suhu 130_1750C selama 15 menit.
Gambar 3. Ikan mujair goreng Berdasarkan hasil uji coba, ikan mujair hasil penggorengan metode pertama (selama 7 menit) dikategorikan belum matang karena bagian dalam ikan mujair masih mentah tetapi bagian luar sudah kering. Hasil penggorengan dengan metode kedua (selama 9 menit) dikategorikan terlalu matang karena ikan
mujair yang dihasilkan berwarna coklat tua dan terlihat uap minyak yang berlebihan dari ketel. Hal ini disebabkan karena suhu yang digunakan cukup tinggi dengan waktu yang lama sehingga panas yang dihantarkan kepada ikan mujair berlebihan. Ikan mujair yang digoreng dengan metode ketiga (selama 15 menit) dikategorikan mujair sudah matang dengan ciri-ciri bagian luar berwarna kuning kecoklatan dan daging ikan mujair sudah matang dan empuk. Selanjutnya ikan mujair yang digunakan pada penelitian utama adalah ikan mujair yang berkategori matang atau ikan mujair yang digoreng selama 15 menit pada 1270C – 1770C. Pemanggangan Pemanggangan ikan mujair dilakukan dengan tiga kali uji coba yaitu dengan waktu 15 menit, 20 menit, dan 25 menit. Pemanggangan dilakukan dengan cara diletakkan di atas api dengan menggunakan alat panggang. Berdasarkan hasil uji coba, ikan mujair yang dipanggang selama 15 menit dikategorikan mujair belum matang karena bagian dalam ikan mujair masih mentah. Ikan mujair yang dipanggang selama 20 menit dikategorikan mujair sudah matang karena daging ikan mujair sudah empuk semuanya. Sedangkan ikan mujair yang dipanggang selama 25 menit dikategorikan mujair terlalu matang karena sebagian daging ikan mujair menjadi arang atau gosong. Oleh karena itu, ikan mujair yang dijadikan sebagai bahan pada penelitian utama adalah ikan mujair yang dipanggang 20 menit.
Gambar 4. Ikan mujair panggang Pengukusan Pengukusan ikan mujair dilakukan dengan tiga kali uji coba yaitu 10 menit, 15 menit, dan 20 menit dengan suhu yang digunakan seragam antara 990C – 1000C. Proses pengukusan ini relatif sama dengan metode pengukusan Niles (1976) yaitu bahwa pengukusan dapat dilakukan selama 10-20 menit setelah air mendidih.
Gambar 5. Ikan mujair kukus Berdasarkan hasil uji coba, ikan mujair yang dikukus selama 10 menit tergolong belum matang karena bagian dalam ikan mujair masih mentah. Ikan mujair yang dikukus selama 15 menit tergolong sudah matang karena daging ikan mujair sudah empuk semuanya. Sedangkan ikan mujair yang dikukus dengan waktu 20 menit dikategorikan terlalu matang karena sendi tulang belakang dan ekor mudah dipisahkan serta ada bagian tulang yang lunak. Dengan demikian ikan mujair yang dijadikan sebagai bahan pada penelitian utama adalah ikan mujair yang dikukus dengan waktu 15 menit. Perebusan Proses perebusan ikan mujair dilakukan dengan tiga kali uji coba yaitu 10 menit, 15 menit, dan 20 menit pada suhu yang digunakan relatif sama yaitu antara 990C – 1000C. Proses perebusan ini relatif sama dengan metode perebusan Niles (1976) yaitu perebusan dapat dilakukan selama 6-20 menit.
Gambar 6. Ikan mujair rebus Hasil uji coba pada ikan mujair rebus sama dengan ikan mujair kukus yaitu perebusan dengan waktu 10 menit berkategori belum matang, 15 menit dikategorikan mujair sudah matang, dan 20 menit dikategorikan mujair terlalu matang. Sehingga ikan mujair yang dijadikan mujair sebagai bahan pada penelitian utama adalah ikan mujair yang direbus dengan waktu 15 menit. Berdasarkan hasil uji coba menunjukkan bahwa ikan yang digoreng dengan waktu 15 menit dengan suhu 1270C – 1770C, ikan yang dipanggang dengan
waktu 20 menit, Ikan yang dikukus dengan waktu 15 menit, ikan yang direbus dengan waktu 15 menit dikategorikan sebagai ikan berkategori matang. Setelah didapatkan pengolahan yang menghasilkan ikan berkategori matang maka ikan tersebut dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok dengan perlakuan penambahan bumbu dan kelompok dengan perlakuan tanpa penambahan bumbu. Ikan mujair yang diberi perlakuan penambahan bumbu direndam dalam campuran 1 liter air, 3 sendok makan cuka (± 30 ml), dan 1.5 sendok makan garam (± 15 g) selama 15 menit. Setelah itu ditiriskan selama 15 menit. Selanjutnya
ikan
mujair
diolah dengan
metode
hasil
percobaan
yang
menghasilkan ikan berkategori matang. Analisis Kandungan Zat Gizi Pemasakan merupakan salah satu proses pemanfaatan perlakuan panas yang penting dalam pengolahan ikan. Perlakuan panas yang diupayakan pada ikan adalah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan, seperti mempertahankan mutu ikan, perbaikan terhadap cita rasa dan tekstur, nilai gizi dan mutu cerna (Harikedua 1992). Ikan mujair yang dianalisis adalah ikan mujair yang masuk dalam kategori matang untuk semua pengolahan. Kadar Air Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan. Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati (Winarno 1997). Hasil analisis terhadap kadar air pada ikan mujair dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Kadar Air pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk) Perlakuan Kadar Air (%) Tanpa Bumbu
Dengan Bumbu
Segar
80.12
82.25
Goreng
18.71
35.69
Panggang
60.49
65.53
Kukus
75.91
78.08
Rebus
76.45
78.02
Berdasarkan hasil analisis, kadar air ikan mujair dengan penambahan bumbu lebih tinggi daripada tanpa penambahan bumbu baik sebelum dan sesudah dimasak. Kadar air ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 80.12% dan meningkat menjadi 82.25% setelah penambahan bumbu.
Begitu juga dengan ikan mujair goreng, panggang, kukus dan rebus, kadar airnya meningkat setelah penambahan bumbu berupa larutan garam dan asam cuka. Kadar air pada ikan mujair goreng tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 18.71% dan dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 35.69%. Kadar air pada ikan mujair panggang tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 60.49% dan dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 65.53%. Kadar air pada ikan mujair kukus
tanpa
penambahan
bumbu
yaitu
sebesar
75.91%
dan
dengan
penambahan bumbu yaitu sebesar 78.08%. Serta kadar air pada ikan mujair rebus
tanpa
penambahan
bumbu
yaitu
sebesar
76.45%
dan
dengan
penambahan bumbu yaitu sebesar 78.02%. Hal ini diduga terjadinya denaturasi protein oleh larutan asam cuka dan garam sehingga air yang terdapat dalam ikan terjebak didalamnya. Ikan mujair segar kadar airnya lebih tinggi dibandingkan dengan ikan mujair setelah dilakukan pemasakan. Hal ini dikarenakan pemasakan merupakan suatu proses pengolahan yang dapat menurunkan kandungan air dalam bahan pangan. Menurut Winarno, et al. (1980), Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, dan hal ini merupakan salah satu sebab mengapa di dalam pengolahan pangan air tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan atau pengentalan dan pengeringan. Kadar air pada ikan mujair goreng berkurang banyak sekali (18.71% tanpa penambahan bumbu dan 35.69% dengan penambahan bumbu) dari kadar air ikan mujair segar (80.12% dan 82.25% dengan penambahan bumbu). Hal ini diduga suhu yang digunakan dalam penggorengan sangat tinggi yaitu 127oC – 177oC dengan waktu 15 menit. Menurut Weiss (1970) diacu dalam Damayanthi (1994), suhu penggorengan yang normal berkisar antara 163oC – 169oC tergantung dari jenis makanan yang digoreng. Menurut Ketaren (1986), jika bahan segar digoreng maka kulit bagian luar dapat mengkerut. Kulit atau kerak tersebut dihasilkan akibat proses dehidrasi bagian luar bahan pangan pada waktu menggoreng. Pembentukannya terjadi akibat panas dari lemak panas (diatas 3120F) sehingga terjadi penguapan air pada bagian luar bahan pangan. Selama proses menggoreng berlangsung, sebagian minyak masuk ke bagian kerak dan bagian luar bahan pangan kemudian mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisi oleh air. Kadar air ikan panggang juga berkurang banyak namun tidak sebanyak pada proses penggorengan dan hal ini dapat dilihat pada Gambar 7. Kadar air
pada ikan panggang tanpa penambahan bumbu sebesar 60.49% dan dengan penambahan bumbu sebesar 65.53%. Penurunan kadar air pada ikan mujair panggang diduga oleh pemanasan dan penggunaan waktu yaitu sekitar 20 menit. Pemanggangan termasuk ke dalam proses pemasakan kering dan pemasakan kering biasanya menggunakan suhu sangat tinggi yaitu 110oC –
(%)
240oC (Fellows 2000).
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
80.12 82.25
60.49 65.53
75.91 78.08
76.45 78.02
Kukus
Rebus
35.69 18.71
Segar
Goreng
Panggang Perlakuan
Ikan Mujair Tanpa bumbu
Ikan Mujair Dengan bumbu
Gambar 7. Kadar air ikan mujair Kadar air pada ikan mujair yang mengalami pengukusan dan perebusan juga mengalami penurunan dari ikan mujair segar. Namun penurunan tersebut tidak banyak yaitu sekitar 4% dari ikan mujair segar dibandingkan dengan penurunan kadar air pada ikan mujair goreng dan ikan mujair panggang yaitu sekitar 16% - 60%. Hal ini diduga bahwa pada proses pengukusan dan perebusan menggunakan suhu 90oC – 100oC dengan waktu 15 menit. Berdasarkan hasil uji General Linier Model, pengolahan dan penambahan bumbu secara bersamaan berpengaruh nyata karena p-value 0.0018 (p<0.05) terhadap kadar air ikan mujair. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa adanya penambahan bumbu tidak mempengaruhi kadar air ikan mujair. Penggorengan berbeda nyata dengan pengolahan ikan mujair lainnya (segar, panggang, kukus, dan rebus). Begitu juga pemanggangan, pemanggangan berbeda nyata (p<0.05) dengan pengolahan ikan mujair lainnya (segar, goreng, kukus, dan rebus). Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 7. Pengolahan bahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi dapat menyebabkan terjadinya penguapan air pada bahan pangan tersebut. Winarno (1997) menyatakan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan semakin banyak pula molekul-molekul air yang keluar dari permukaan dan menjadi gas. Air yang
terdapat dalam bahan pangan yang mudah hilang dengan cara penguapan atau pengeringan disebut air bebas (Winarno, et al. 1980). Kadar Abu Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan residu bahan anorganik yang tersisa setelah bahan organik dalam makanan didestruksi. Namun, kadar abu tidak selalu eqivalen dengan bahan mineral, karena adanya beberapa mineral yang hilang selama volatilisasi atau interaksi antara konstituen (Sulaeman dan Mudjajanto 1991). Hasil analisis terhadap kadar abu pada ikan mujair dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini. Tabel 7. Kadar Abu pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk) Perlakuan Kadar Abu (%) Tanpa Bumbu
Dengan Bumbu
Segar
6.33
7.34
Goreng
4.46
4.22
Panggang
5.80
5.61
Kukus
3.67
5.23
Rebus
3.39
4.42
Berdasarkan hasil analisis, kadar abu pada ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu (6.33%) lebih rendah dibandingkan dengan kadar abu pada ikan mujair segar dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 7.34%. Begitu juga pada ikan mujair kukus dan ikan mujair rebus. Kadar abu pada ikan mujair kukus mengalami peningkatan setelah diberi bumbu yaitu sebesar 5.23% dari ikan mujair kukus tanpa penambahan bumbu (3.67%). Dan juga pada ikan mujair rebus, kadar abunya meningkat pada ikan yang diberi penambahan bumbu yaitu sebesar 4.42% dari ikan mujair rebus tanpa penambahan bumbu (3.39%). Kadar
abu
pada
ikan
mujair
goreng
dan
panggang
merupakan
kebalikannya dari ikan mujair segar, kukus dan rebus. Kadar abu pada ikan mujair goreng tanpa penambahan bumbu (4.46%) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar abu ikan mujair goreng dengan penambahan bumbu (4.22%). Begitu juga dengan ikan mujair panggang, kadar abu pada ikan mujair panggang mengalami penurunan setelah diberi bumbu (5.61%) dari ikan mujair panggang tanpa penambahan bumbu (5.80%). Penggunaan bumbu seperti larutan asam cuka dan garam dapat meningkatkan kadar abu pada ikan mujair. Bender (1978) mengemukakan
bahwa penggunaan garam dapat dalam proses pengolahan dapat meningkatkan kandungan mineral dalam makanan. Kandungan zat besi dalam ikan yaitu sekitar 5-248 mg dan zat besi ini dapat bertambah tinggi kandungannya dengan adanya bumbu. Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa kadar abu ikan mujair segar lebih tinggi dibanding dengan ikan mujair setelah pengolahan. Kadar abu pada ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 6.33% dan ikan mujair dengan perlakuan penambahan bumbu yaitu sebesar 7.34%. Setelah ikan mujair diolah yaitu digoreng, dipanggang, dikukus, dan direbus, kadar abunya mengalami penurunan baik itu tanpa penambahan bumbu maupun dengan penambahan bumbu dari kadar abu ikan mujair segar. Hal ini diduga penggunaan pemanasan atau suhu tinggi dapat mengakibatkan kadar abu dalam ikan berkurang. Apalagi pada saat pengolahan ditambah dengan media air seperti pada perebusan. Hal ini dapat menghilangkan kadar abu bahan pangan tersebut. Fennema (1996) menyatakan bahwa tingkat kelarutan dari suatu mineral sangat berbeda pada garam anorganik. Mineral natrium, kalium, klorida,
(%)
dan phosphor merupakan mineral yang sangat larut dalam air.
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
6.33 7.34
4.46 4.22
Segar
Goreng
5.80 5.61 Panggang
3.67 5.23
3.39 4.42
Kukus
Rebus
Perlakuan Ikan Mujair Tanpa bumbu
Ikan Mujair Dengan bumbu
Gambar 8. Kadar abu ikan mujair Kadar abu tertinggi yaitu terdapat pada ikan mujair segar baik tanpa penambahan bumbu maupun dengan penambahan bumbu. Kadar abu terendah untuk ikan mujair tanpa penambahan bumbu yaitu pada ikan mujair rebus. Hal ini dikarenakan adanya mineral yang larut dalam air. Winarno (1997) menyatakan bahwa air dapat melarutkan berbagai bahan salah satu diantaranya mineral. Sedangkan untuk ikan mujair dengan penambahan bumbu, kadar abu terendah terdapat pada ikan mujair goreng.
Hasil uji General Linier Model menunjukkan bahwa pengolahan dan penambahan bumbu secara bersamaan berpengaruh nyata karena p-value 0.0348 (p<0.05) terhadap kadar abu. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 8. Berdasarkan hasil uji lanjut, penambahan bumbu tidak mempengaruhi kadar abu. Kadar abu ikan mujair tanpa pengolahan (segar) berbeda nyata (p<0.05) dengan pengolahan kukus, goreng dan rebus. Dan kadar abu pengolahan panggang berbeda nyata dengan pengolahan rebus. Kadar abu tanpa penambahan bumbu relatif sama dengan kadar abu ikan mujair dengan penambahan bumbu baik itu sebelum pengolahan (segar) maupun setelah pengolahan (goreng, panggang, kukus dan rebus). Dengan demikian penambahan bumbu tidak mempengaruhi kadar abu pada ikan mujair. Dan hal ini diperkuat dengan hasil uji lanjut yang menyatakan bahwa penambahan bumbu tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu ikan mujair. Kadar abu pada ikan mujair walaupun mengalami penurunan setelah pengolahan baik itu digoreng, dipanggang, dikukus, maupun direbus. Kadar abu pada ikan mujair panggang walau mengalami penurunan dari kadar abu ikan mujair segar namun kadarnya lebih tinggi dibandingkan dengan pengolahan lainnya. Sedangkan kadar abu
pada ikan mujair rebus nyata lebih rendah
dibandingkan dengan pengolahan lainnya. Meskipun demikian kadar abu pada ikan mujair baik sebelum pengolahan (segar) maupun setelah pengolahan (goreng, panggang, kukus dan rebus) penurunannya tidak berbeda jauh atau dengan kata lain kadar abu ikan mujair sebelum pengolahan (segar) hampir sama dengan ikan mujair setelah pengolahan (goreng, panggang, kukus dan rebus). Kadar Protein Protein merupakan sumber asam-asam amino yang mengandung unsurunsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Protein dalam bahan makanan yang dikonsumsi manusia akan diserap oleh usus dalam bentuk asam amino (Winarno 1992). Setiap orang membutuhkan protein 1 gram per kg berat badan per hari dan setengah dari jumlah protein tersebut sebaiknya berasal dari protein hewani (Winarno, et al. 1980). Hasil analisis terhadap kadar protein pada ikan mujair dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.
Tabel 8. Kadar Protein pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk) Kadar Protein (%) Perlakuan Tanpa Bumbu
Dengan Bumbu
Segar
62.97
67.55
Goreng
33.32
39.97
Panggang
57.78
63.31
Kukus
59.05
68.40
Rebus
59.84
66.43
Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar protein ikan mujair tanpa penambahan bumbu lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein ikan mujair dengan
penambahan
bumbu.
Kadar
protein
ikan
mujair
segar
tanpa
penambahan bumbu (62.97%) lebih rendah dengan ikan mujair segar dengan penambahan
bumbu
(67.55%).
Begitupun
dengan
ikan
mujair
setelah
pengolahan baik itu digoreng, dipanggang, dikukus, dan direbus, kadar proteinnya meningkat setelah diberi bumbu. Kadar protein ikan mujair goreng tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 33.32% dan dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 39.97%. Kadar protein ikan mujair panggang tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 57.78% dan dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 63.31%. Kadar protein ikan mujair kukus tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 59.05% dan dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 68.40%. Kadar protein ikan mujair rebus tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 59.84% dan dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 66.43%. Hal ini diduga bahwa penambahan bumbu berupa larutan asam dan garam dapat meningkatkan kadar protein pada ikan mujair baik segar maupun setelah pengolahan. Menurut Winarno et al. (1980) menyatakan bahwa penambahan asam, basa atau enzim dapat menyebabkan penguraian atau pemecahan molekul kompleks menjadi molekul lebih sederhana sehingga dapat lebih mudah dicerna dan hasilnya dapat berbentuk diantaranya unsur N dan asam amino. Peningkatan kadar protein pada ikan mujair dengan penambahan bumbu sekitar 5% - 10% dari ikan mujair tanpa penambahan bumbu. Kadar protein ikan mujair baik itu tanpa penambahan bumbu maupun dengan penambahan bumbu menurun setelah mengalami pengolahan kecuali pada ikan kukus dengan penambahan bumbu. Kadar protein pada ikan kukus dengan penambahan bumbu (68.40%) lebih tinggi dibandingkan dengan ikan
mujair segar dengan penambahan bumbu (67.55%). Penurunan kadar protein yang relatif banyak setelah pengolahan yaitu terdapat pada ikan mujair goreng sebesar 33.32% tanpa penambahan bumbu dan 39.97% dengan penambahan
(%)
bumbu. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9 dibawah ini.
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
62.97 67.55
68.40 57.78 63.31 59.05
59.84
66.43
33.32 39.97
Segar
Goreng
Panggang
Kukus
Rebus
Perlakuan Ikan Mujair Tanpa bumbu
Ikan Mujair Dengan bumbu
Gambar 9. Kadar protein ikan mujair Kadar protein tertinggi pada ikan mujair tanpa penambahan bumbu terdapat pada ikan mujair segar. Hal ini dikarenakan ikan mujair belum mendapat perlakuan apapun dan kadar protein tersebut asli dari ikan itu sendiri. Sedangkan ikan dengan penambahan bumbu yaitu terdapat pada ikan mujair kukus. Hal ini diduga bahwa walaupun terjadi kerusakan yang diakibatkan oleh panas namun penurunan protein pada ikan tidak banyak. Pada penggorengan, kadar protein yang didapat adalah kadar protein yang terendah dari semua pengolahan yang ada baik itu tanpa penambahan bumbu maupun dengan penambahan bumbu. Hal ini dikarenakan suhu yang digunakan dalam penggorengan sangat tinggi dan protein akan rusak dengan panas yang sangat tinggi. Protein ikan mudah rusak selama penanganan dan pengolahan seperti degradasi, denaturasi, dan koagulasi. Penyebab utama ketidakstabilan protein ikan adalah miosinnya, namun tidak semua miosin ikan bersifat tidak stabil. Kestabilan protein ini berhubungan dengan suhu tubuh dari mana miosin diperoleh. Miosin dari hewan berdarah hangat relatif stabil, sedangkan dari ikan yang hidup di daerah dingin bersifat sangat tidak stabil (Muchtadi 1989b). Interaksi
antara
protein
dan
lemak
yang
teroksidasi
juga
dapat
menyebabkan penurunan nilai gizi protein, dan hal ini sering kali tidak diperhatikan. Oksidasi lipid yang mengandung asam lemak tidak jenuh berlangsung dalam tiga tahap yaitu pembentukan produk primer, yaitu lipid
hidroperoksida; degradasi hidroperoksida melalui radikal bebas dan membentuk produk-produk
sekunder
yaitu
aldehid,
hidrokarbon,
dan
lain-lain;
dan
polimerisasi produk primer dan sekunder membentuk produk akhir yang stabil. Produk-produk yang terbentuk tersebut dapat bereaksi dengan protein (terutama lisin atau asam amino lain), membentuk protein modifikasi yang tidak dapat diserang oleh enzim proteolitik. Selain itu, asam amino triptofan dan asam-asam amino yang mengandung belerang dapat rusak teroksidasi oleh radikal bebas dan hidroperoksida (Muchtadi 1989a). Hasil uji General Linier Model menunjukkan bahwa pengolahan dan penambahan bumbu secara bersama-sama berpengaruh nyata karena p-value 0.0001 (p<0.05) terhadap kadar protein. Dan berdasarkan hasil uji lanjut menunjukkan
bahwa
penambahan
bumbu
(larutan
asam
dan
garam)
berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar protein ikan mujair. Proses penggaraman diduga menyebabkan sebagian senyawa-senyawa nitrogen atau protein ikut terbawa keluar bersama dengan keluarnya air dari jaringan daging ikan sehingga kandungan protein ikan mengalami penurunan. Penambahan asam juga dapat menyebabkan penguraian atau pemecahan polimer protein menjadi bentuk-bentuk yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna (Sukarni et al. 1989 diacu dalam Bannowati 1994). Hasil uji lanjut juga menunjukkan bahwa kadar protein penggorengan berbeda nyata (p<0.05) dengan tanpa pengolahan (segar), pengukusan, perebusan, dan pemanggangan. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 9. Mudjajanto (1991) menyatakan bahwa penggunaan suhu 180oC – 300oC contohnya penggorengan ikan mujair akan menyebabkan kerusakan yang cukup besar atau bisa menurunkan nilai gizi protein. Kadar Lemak Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Lemak terdapat hampir di semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair (Winarno 1997). Kandungan lemak atau minyak ikan sangat bervariasi, yang dipenuhi oleh jenis ikan, umur, musim, ketersediaan makanan dan kebiasaan makan. Simpanan lemak dalam tubuh ikan terdapat dalam daging atau jaringan otot, hati
atau dalam jeroan terutama usus kecil (Muchtadi, et al. 2007). Hasil analisis terhadap kadar lemak pada ikan mujair dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini. Tabel 9. Kadar Lemak pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk) Perlakuan Kadar Lemak (%) Tanpa Bumbu
Dengan Bumbu
Segar
11.27
6.13
Goreng
45.79
31.64
Panggang
12.89
10.42
Kukus
12.61
4.81
Rebus
12.36
4.88
Secara keseluruhan kadar lemak ikan mujair tanpa penambahan bumbu lebih tinggi dibandingkan dengan kadar lemak ikan mujair dengan penambahan bumbu. Ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu (11.27%) lebih tinggi dibandingkan dengan ikan mujair segar dengan penambahan bumbu. Begitupun dengan ikan mujair setelah pengolahan, kadar lemak ikan tanpa penambahan bumbu lebih tinggi dibandingkan dengan ikan mujair dengan penambahan bumbu. Kadar lemak ikan mujair tanpa penambahan bumbu setelah pengolahan yang meliputi goreng, panggang, kukus dan rebus berturut-turut yaitu 45.79%, 12.89%, 12.61%, dan 12.36%. Dan kadar lemak ikan mujair dengan penambahan bumbu setelah pengolahan berturut-turut 31.64% (goreng), 10.42% (panggang), 4.81% (kukus), dan 4.88% (rebus). Hal ini diduga bahwa penambahan bumbu berupa larutan cuka dan garam dapat menurunkan kadar lemak pada ikan. Menurut Winarno et al. (1980) menyatakan bahwa terdapat kira-kira 20 macam asam lemak yang dapat bergabung dengan gliserol dalam lemak alam dan salah satu contohnya adalah asam asetat atau yang dikenal dengan asam cuka. Kadar lemak pada ikan mujair meningkat setelah pengolahan kecuali pada ikan kukus dan rebus dengan penambahan bumbu. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10. Kadar lemak pada ikan goreng relatif tinggi dibandingkan dengan kadar lemak dengan pengolahan lainnya. Kadar lemak pada ikan mujair goreng tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 45.79% dan ikan mujair goreng dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 31.64%. Hal ini diduga oleh adanya minyak goreng yang terserap oleh ikan mujair tersebut yang mengakibatkan kadar lemak pada ikan mujair bertambah. Menurut Damayanthi (1994), penggorengan
berbeda dengan pengolahan pangan lainnya, selain berfungsi sebagai media penghantar panas minyak juga akan diserap oleh pangan. Ikan mujair kukus dan rebus dengan penambahan bumbu, kadar lemaknya relatif rendah dibandingkan dengan pengolahan lainnya. Kadar lemak ikan mujair kukus dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 4.81% dan ikan mujair rebus dengan penambahan bumbu sebesar 4.88%. Hal ini diduga selain lemak terhidrolisis oleh larutan asam cuka dan garam juga pengolahan yang melibatkan media air sehingga kadar lemaknya berkurang lebih banyak dibandingkan dengan ikan mujair segar dengan penambahan bumbu. Winarno (1997), menyatakan bahwa dengan adanya air lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dapat dipercepat dengan penambahan asam dan
(%)
basa.
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
45.79 31.64 12.89 10.42
11.276.13 Segar
Goreng
Panggang
12.61 4.81 Kukus
12.36
4.88
Rebus
Perlakuan Ikan Mujair Tanpa bumbu
Ikan Mujair Dengan bumbu
Gambar 10. Kadar lemak ikan mujair
Perbedaan kadar lemak pada ikan mujair juga bisa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu musim atau saat penangkapan, kondisi ikan (sebelum atau sesudah bertelur) serta pemberian makan pada ikan. Pada musim tertentu ikan mempunyai daging yang lebih berair, lebih lunak dan mengandung lemak yang lebih kecil dan kondisi ini dikenal dengan out of season. Kondisi ikan yang kurang baik yaitu pada saat bertelur dan beberapa waktu sesudahnya, karena pada masa ini umumnya ikan tidak makan dan hal ini menyebabkan kandungan lemak dalam daging menurun. Penurunan komposisi daging ikan juga terjadi jika ikan diberi makan dengan jumlah yang kurang namun hal ini dapat pulih kembali jika ikan diberi makan dengan normal (Muchtadi, et al. 2007).
Hasil uji General Linier Model menunjukkan bahwa pengolahan dan penambahan bumbu secara bersamaan berpengaruh nyata p-value 0.0025 (p<0.05) terhadap kadar lemak ikan mujair. Berdasarkan hasil uji lanjut dapat dilihat bahwa adanya penambahan bumbu berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar lemak. Hasil uji lanjut juga menunjukkan bahwa ikan mujair goreng berbeda nyata (p<0.05) dengan ikan mujair pengolahan lainnya (segar, panggang, kukus, dan rebus). Dan hal ini dapat dilihat pada Lampiran 10. Hal ini diduga karena pada penggorengan, air yang terdapat pada ikan mujair menguap yang kemudian celah atau pori-pori yang tadinya berisi air diganti dengan minyak goreng. Oleh karena itu kandungan lemak yang terdapat pada ikan mujair goreng ini bertambah banyak karena penyerapan minyak goreng tersebut. Retensi Protein Pada Ikan mujair Mujair Setelah Pengolahan Retensi merupakan suatu ketahanan satu bahan atau komposisi bahan terhadap berbagai jenis perlakuan yang diterapkan pada bahan tersebut. Menurut Harris dan Karmas (1989), penggunaan suhu tinggi dalam waktu singkat dapat menghasilkan retensi zat gizi yang lebih besar. Hasil analisis terhadap retensi protein pada ikan mujair dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini. Tabel 10. Retensi Protein pada Ikan Mujair Setelah Pengolahan (bk) Perlakuan Retensi Protein (%) Tanpa Bumbu
Dengan Bumbu
Goreng
53.03
59.20
Panggang
91.89
93.81
Kukus
94.27
101.59
Rebus
95.57
98.48
Hasil analisis menunjukkan bahwa retensi protein ikan mujair tanpa penambahan bumbu lebih rendah dibandingkan dengan ikan mujair dengan penambahan bumbu baik itu pada ikan goreng, panggang, kukus maupun rebus. Retensi protein ikan mujair goreng tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 53.03% dan ikan mujair goreng dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 59.20%. Retensi protein ikan mujair panggang tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 91.89% dan dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 93.81%. Retensi protein ikan mujair kukus tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 94.27% dan dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 101.59%. Retensi protein ikan mujair
rebus
tanpa
penambahan
bumbu
yaitu
sebesar
95.57%
dan
dengan
penambahan bumbu yaitu sebesar 98.48%. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan protein akan berkurang kerusakannya dengan adanya penambahan bumbu. Retensi protein pada ikan mujair setelah pengolahan terendah pada ikan mujair goreng tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 53.03%. Dan retensi tertinggi terdapat pada ikan mujair kukus dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 101.59%. Hal ini dapat dilihat pada gambar 11. Hal ini diduga oleh penggunaan suhu yang relatif tinggi pada proses penggorengan yang mengakibatkan kerusakan pada protein ikan mujair lebih besar dibandingkan dengan ikan mujair kukus. Pengolahan sangat mempengaruhi kerusakan yang terjadi pada protein. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu yang digunakan pada pengolahan suatu bahan pangan yang berprotein tinggi seperti ikan mujair semakin tinggi kerusakan yang terjadi pada protein dalam bahan pangan tersebut.
(%)
100.00
91.89 93.81
94.27 101.59
95.57 98.48
Panggang
Kukus
Rebus
53.03 59.20 50.00 0.00 Goreng
Perlakuan Ikan Mujair Tanpa bumbu
Ikan Mujair Dengan bumbu
Gambar 11. Retensi protein ikan mujair setelah pengolahan Pengolahan bahan pangan berprotein yang tidak terkontrol dengan baik dapat menurunkan nilai gizi proteinnya. Pengolahan yang sering dilakukan adalah pengolahan dengan menggunakan pemanasan seperti pemasakan. Sedangkan kita ketahui bahwa protein tersebut merupakan senyawa reaktif dimana sisi aktif beberapa asam amino dalam protein dapat bereaksi dengan komponen lain misalnya gula pereduksi, polifenol, lemak dan produk oksidasinya, serta bahan kimia aditif seperti alkali, belerang dioksida, atau hidrogen peroksida. Selain itu perlakuan dengan alkali menyebabkan terjadinya rasemisasi asam amino dan juga reaksi antar asam amino yaitu terbentuknya lisinolalanin dari lisin
dan alanin. Kesemuanya ini dapat menyebabkan menurunnya nilai gizi protein dan menurunnya ketersediaan asam-asam amino esensial (Muchtadi 1989a). Protein dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh-pengaruh panas, reaksi kimia dengan asam atau basa, goncangan dan sebab-sebab lainnya. Sebagai contoh misalnya protein di dalam larutan pada pH tertentu dapat mengalami denaturasi dan mengendap. Perubahan-perubahan tersebut di dalam makanan mudah dikenal dengan terjadinya penggumpalan atau pengerutan. Protein juga dapat mengalami degradasi yaitu pemecahan molekul kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana oleh pengaruh asam, basa atau enzim. Hasil-hasil degradasi protein dapat berbentuk sebagai berikut yaitu proteosa, pepton, polipeptida, peptida, asam amino, NH3 dan unsur N (Winarno et al. 1980). Hasil uji General Linier Model menunjukkan bahwa pengolahan dan penambahan bumbu berpengaruh nyata p-value 0.0006 (p<0.05) terhadap retensi protein ikan mujair. Uji lanjut membuktikan bahwa penambahan bumbu berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap retensi protein. Selain itu hasil uji lanjut juga menunjukkan bahwa ikan mujair goreng berbeda nyata (p<0.05) dengan ikan mujair panggang, ikan mujair kukus, dan ikan mujair rebus. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 11. Dengan demikian, ikan mujair goreng mengalami kerusakan yang cukup besar dibandingkan dengan ikan mujair dengan pengolahan lainnya. Menurut Muchtadi (1989a), pada suhu tinggi reaksi maillard ini tidak hanya merusak asam amino leusin, tetapi juga triptofan dan metionin. Reaksi antara protein dengan gula pereduksi (reaksi maillard) merupakan sumber utama kerusakan protein selama pengolahan dan penyimpanan misalnya pemanasan daging (terutama bila kontak dengan bahan nabati misalnya minyak goreng). Reaksi maillard terjadi dalam dua tahap reaksi yaitu reaksi awal dan reaksi lanjutan. Pada reaksi awal makanan masih berwarna seperti aslinya atau belum terjadi pencoklatan padahal lisin dalam protein makanan tersebut tidak tersedia lagi secara biologis. Reaksi maillard lanjutan berakhir dengan pembentukan pigmen berwarna coklat yang disebut melanoidin (Muchtadi 1989a). Penurunan nilai gizi protein akibat reaksi maillard dapat diuraikan sebagai berikut: lisin dan sistin rusak akibat bereaksi dengan karbonil atau dikarbonil dan aldehid padahal lisin merupakan salah satu asam amino esensial, penurunan ketersediaan semua asam amino termasuk leusin karena terbentuknya ikatan silang antar asam-asam amino melalui produk reaksi maillard, dan penurunan
mutu cerna protein karena tercegahnya penetrasi enzim ke dalam substrat protein atau karena tertutupnya sisi protein yang dapat diserang enzim dalam ikatan silang tersebut (Muchtadi 1989a). Mutu Cerna Protein Pada Ikan Mujair Mutu cerna protein merupakan kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam amino oleh enzim pencernaan (protease). Faktor yang dapat mempengaruhi mutu cerna protein adalah pengolahan panas misalnya reaksi maillard, faktor anti nutrisi, serta reaksi antara protein (asam amino) dengan komponen lain (Muchtadi 1989a). Menurut Damayanthi (1994), selama pengolahan berbagai reaksi antara asam amino dengan komponen-komponen lain mengakibatkan nilai gizi protein menurun. Salah satu penyebab kerusakan langsung pada asam amino akibat pemanasan membentuk asam amino baru yang tidak dapat dicerna. Hasil analisis terhadap mutu cerna protein pada ikan mujair dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini. Tabel 11. Mutu Cerna Protein pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk) Perlakuan Mutu Cerna Protein (%) Tanpa Bumbu
Dengan Bumbu
Segar
99.14
98.10
Goreng
98.75
99.19
Panggang
99.10
97.84
Kukus
99.06
97.56
Rebus
99.05
96.97
Berdasarkan hasil analisis, mutu cerna protein pada ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu (99.14%) lebih tinggi dibandingkan dengan ikan mujair segar dengan penambahan bumbu (98.10%). Begitu juga dengan mutu cerna protein pada ikan mujair setelah pengolahan kecuali pada ikan mujair goreng. Mutu cerna protein pada ikan mujair panggang tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 99.10% dan dengan penambahan bumbu sebesar 97.84%. Mutu cerna protein pada ikan mujair kukus tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 99.06% dan dengan penambahan bumbu sebesar 97.56%. Mutu cerna protein pada ikan mujair rebus tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 99.05% dan dengan penambahan bumbu sebesar 96.97%. sedangkan pada ikan mujair goreng tanpa penambahan bumbu (98.75%) lebih rendah dibandingkan dengan ikan mujair goreng dengan penambahan bumbu (99.19%).
Pengolahan protein dengan alkali berpengaruh terhadap mutu cerna protein karena dalam proses ini dapat terjadi pembentukan lisinolalanin dan rasemisasi asam amino. Pembentukan lisinolalanin akan menurunkan mutu cerna protein karena terdapatnya ikatan silang. Rasemisasi asam amino selain dengan penambahan alkali juga dapat terjadi pada suasana asam dan proses pemanggangan terutama bila terdapat lipid atau gula pereduksi (Muchtadi
(%)
1989a).
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
99.14 98.10 98.75 99.19 99.10 97.84
Segar
Goreng
Panggang
99.06 97.56
Kukus
99.05 96.97
Rebus
Perlakuan Ikan Mujair Tanpa bumbu
Ikan Mujair Dengan bumbu
Gambar 12. Mutu cerna protein ikan mujair Berdasarkan hasil analisis, mutu cerna protein pada ikan mujair baik tanpa penambahan bumbu maupun dengan penambahan bumbu rentangnya tidak berbeda jauh. Mutu cerna protein ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu (99.14%) hampir sama dengan yang ditambahkan bumbu (98.14%). Begitupun dengan ikan mujair setelah pengolahan baik itu ikan goreng, ikan panggang, ikan kukus, dan ikan rebus. Mutu cerna protein pada ikan mujair tanpa penambahan bumbu berturut-turut dari goreng, panggang, kukus, dan rebus adalah 98.75%, 99.10%, 99.06%, dan 99.05%. Sedangkan untuk ikan dengan perlakuan penambahan bumbu, mutu cerna proteinnya berturut-turut 99.19% (goreng), 97.84% (panggang), 97.56% (kukus), dan 96.97% (rebus). Reaksi maillard yang terjadi pada proses pengolahan menggunakan pemanasan dapat mengakibatkan menurunnya mutu cerna protein pada bahan pangan karena tercegahnya penetrasi enzim ke dalam substrat (protein) atau karena tertutupnya sisi protein yang dapat diserang oleh enzim pada ikatan silang yang terbentuk dari asam-asam amino melalui produk reaksi maillard. Suatu penelitian biologis menggunakan hewan percobaan (tikus) menunjukkan bahwa produk reaksi maillard awal (belum terjadi pencoklatan pada makanan)
dan lanjutan (terbentuknya pigmen berwarna coklat) benar-benar tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh (Muchtadi 1989a). Mudjajanto (1991), menyatakan bahwa penggunaan suhu 180oC - 3000C seperti pada penggorengan dan pemanggangan ikan, protein yang ada akan mengalami kerusakan yang cukup besar atau terjadi rasemisasi. Protein yang mengalami rasemisasi akan kehilangan fungsi biologisnya atau mutu cerna proteinnya menurun dan juga mempunyai flavor yang berbeda. Hasil uji General Linier Model menunjukkan bahwa pengolahan dan penambahan bumbu secara bersamaan tidak berpengaruh nyata karena p-value 0.2930 (p>0.05) terhadap mutu cerna protein pada ikan mujair. Dengan kata lain pengolahan seperti penggorengan, pemanggangan, pengukusan, perebusan, serta tanpa pengolahan baik itu tanpa penambahan bumbu maupun dengan penambahan bumbu nilai mutu cerna proteinnya hampir sama. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 12. Menurut Damayanthi (1994), protein akan mengalami perubahan struktur kimia akibat pemanasan atau denaturasi yaitu putusnya ikatan dalam molekul sehingga molekul protein ini akan cenderung mudah diserang oleh enzim pencernaan. Langkah awal pencernaan protein di dalam tubuh adalah denaturasi protein oleh enzim proteolitik yaitu yang terjadi di dalam lambung oleh enzim pepsin dan asam khlorida (HCl). Dengan demikian denaturasi merupakan faktor yang menguntungkan dalam sistem pencernaan protein meskipun hal ini tidak selalu berlaku secara umum.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pengolahan ikan mujair hingga matang dapat dilakukan dengan cara: penggorengan pada suhu 1270C – 1770C (2600F – 3500F) selama 15 menit, pemanggangan selama 20 menit, perebusan dan pengukusan pada suhu antara 990C – 1000C dalam waktu 15 menit. Berdasarkan hasil analisis, kandungan zat gizi ikan mujair segar yaitu: kadar air sebesar 80.12% (tanpa bumbu) dan 82.25% (dengan bumbu), kadar abu sebesar 6.33% (tanpa bumbu) dan 7.34% (dengan bumbu), kadar protein sebesar 62.97% (tanpa bumbu) dan 67.55% (dengan bumbu), serta kadar lemak sebesar 11.27% (tanpa bumbu) dan 6.13% (dengan bumbu). Setelah pengolahan terjadi perubahan pada kandungan zat gizi ikan mujair. Kandungan air terendah pada ikan goreng yaitu 18.71% (tanpa bumbu) dan 35.69% (dengan bumbu), sedangkan tertinggi pada ikan rebus sebesar 76.45% (tanpa bumbu) dan pada ikan kukus sebesar 78.08% (dengan bumbu). Kadar abu terendah pada ikan rebus sebesar 3.39% (tanpa bumbu) dan pada ikan goreng sebesar 4.22% (dengan bumbu) sedangkan tertinggi pada ikan panggang yaitu 5.80% (tanpa bumbu) dan 5.61% (dengan bumbu). Kadar protein terendah pada ikan goreng yaitu sebesar 33.32% (tanpa bumbu) dan 39.97% (dengan bumbu), serta tertinggi pada ikan rebus sebesar 59.84% (tanpa bumbu) dan pada ikan kukus sebesar 68.40% (dengan bumbu). Kadar lemak terendah terdapat pada ikan rebus sebesar 12.36% (tanpa bumbu) dan ikan kukus sebesar 4.81% (dengan bumbu), sedangkan tertinggi pada ikan goreng yaitu 45.79% (tanpa bumbu) dan 31.64% (dengan bumbu). Berdasarkan uji General Linear Model, maka pengolahan dan penambahan bumbu berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Retensi protein tertinggi terdapat pada ikan mujair kukus dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 95.57%. Serta retensi protein terendah terdapat pada ikan goreng tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 53.03% maupun dengan penambahan bumbu (59.20%). Berdasarkan uji General Linear Model, pengolahan dan penambahan bumbu berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap retensi protein. Mutu cerna protein pada ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu sebesar 99.14% dan dengan penambahan bumbu sebesar 98.10%. Mutu cerna protein tertinggi setelah pengolahan terdapat pada ikan mujair goreng dengan
penambahan bumbu yaitu sebesar 99.14%. Dan mutu cerna protein terendah setelah pengolahan terdapat pada ikan mujair rebus dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 96.97%. Hasil uji General Linear Model menunjukkan bahwa pengolahan dan penambahan bumbu tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap nilai mutu cerna protein ikan mujair. Dengan kata lain, pengolahan seperti penggorengan, pemanggangan, pengukusan dan perebusan serta adanya
penambahan
bumbu
(larutan
garam
dan
asam
cuka)
tidak
mempengaruhi nilai mutu cerna protein ikan mujair. Saran Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan ikan mujair dengan cara pengukusan dan diberi penambahan bumbu lebih baik dibandingkan dengan pengolahan lainnya seperti penggorengan, pemanggangan, dan perebusan baik itu tanpa penambahan bumbu maupun dengan penambahan bumbu. Hal ini dikarenakan bahwa selain mutu cerna proteinnya tinggi juga kadar protein pada ikan mujair kukus dengan penambahan bumbu lebih tinggi serta kerusakan pada protein yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan pengolahan lainnya seperti penggorengan, pemanggangan, dan perebusan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh perlakuan penyimpanan terhadap ketahanan ikan mujair setelah pengolahan; penambahan bumbu lain seperti bumbu kuning, bumbu kecap, dan sebagainya yang biasa digunakan oleh masyarakat dalam mengolah ikan baik itu digoreng, dipanggang, dikukus dan direbus serta pengaruhnya terhadap mutu cerna protein. Selain itu, dapat pula dilakukan penelitian mengenai pengaruh dari pemasakan yang berulang terhadap kandungan zat gizi, kerusakan protein dan mutu cerna proteinnya.
DAFTAR PUSTAKA Afrianto, E., dan E. Liviawaty. 1989. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Pengawetan dan Pengolahan Ikan.
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Anonymous. 2008a. Kecap Ikan. Penerbit Wikipedia Indonesia. Jakarta Anonymous. 2008b. Tip dari Organisasi Makanan Masyarakat Eropa. http://members.tripod.com/pagihp/artikel6.htm. [12 juni 2008]. Bannowati, I. 1994. Pengaruh Pengolahan dan Penyimpanan terhadap Kandungan Mikroorganisme dan Daya Cerna Protein Naniura Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). [Skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bender, A.E. London.
1978.
Food Processing and Nutrition.
Academic Press Inc.
Damayanthi, E. 1994. Pengaruh Pengolahan terhadap Zat Gizi Bahan Pangan. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Djajadiredja, R., S. Hatimah, dan Z. Arifin. 1977. Buku Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Darat Bagian I (Jenis-Jenis Ikan Ekonomis Penting). Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian. Jakarta. Fellows, P. 2000. Food Processing Technology Principles and Practice. 2nd Edition. Woodhead Publishing Limited. England. Fennema, O.R. 1996. Food Chemistry 3th edition. Marcel Dekker, Inc. New York. Harikedua, J.W. 1992. Pengaruh Perebusan terhadap Komponen Zat Gizi Daging Ikan Layang (Decapterus russelli) khususnya Asam Lemak Tak Jenuh Omega 3. [Tesis]. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Harris, R.S., & E. Karmas. 1989. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan. Penerbit ITB. Bandung. Hermana. 1975. Bogor.
Mengenal Teknologi Makanan.
Institut Pertanian Bogor.
Homisah. 1997. Mempelajari Pembuatan Bubuk Sari Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.). [Skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Layly, A. R. 2002. Keberadaan Merkuri dan Pengaruh Perendaman Larutan Asam terhadap Kandungan Gizi serta Daya Cerna Protein pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). [Skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Muchtadi, D. 1989a. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Muchtadi, D. 1989b. Protein: Sumber dan Teknologi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Muchtadi, D., M. Astawan, dan N.S. Palupi. Pangan. Universitas Terbuka. Jakarta.
2006.
Metabolisme Zat Gizi
Muchtadi, D., M. Astawan, dan N.S. Palupi. 2007. Pengetahuan Bahan Pangan Hewani. Universitas Terbuka. Jakarta. Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mudjajanto, E.S. 1991. Pengaruh Pengolahan Pangan terhadap Zat Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Niles, K.B. 1976. Food Preparation Recipes. John Wiley & Sons, Inc. New York. Samsudin, R. 2003. Pengaruh Penggorengan Terhadap Kualitas Protein Beberapa Jenis Ikan. [Skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soeseno, S. 1982. Pemeliharaan Ikan Mujair. Cetakan ke 3. CV. Yasaguna. Jakarta. Suwandi, R. 1990. Pengaruh Proses Penggorengan dan Pengukusan terhadap Sifat Fisiko Kimia Protein Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). [Skripsi]. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sulaeman, A. dan E.S. Mudjajanto. 1991. Uji-uji dan Percobaan dalam Kimia Makanan. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Susilawati, P. 2002. Pengaruh Jenis Ikan dan Penggorengan terhadap Komposisi Proksimat serta Minyak yang terserap. [Skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tarwotjo, C.S. 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Penerbit Grasindo. Jakarta.
Winarno, F.G. Jakarta.
1997.
Kimia Pangan dan Gizi.
Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F.G., S. Fardiaz. dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Penerbit Gramedia. Jakarta.
Lampiran 1. Proses Pengolahan Ikan Mujair Ikan Mujair
dibuang bagian sisik, isi perut, dan insang kemudian dicuci
direndam dalam larutan garam (± 15g) dan cuka (± 30ml) selama 15 menit
tidak direndam dalam larutan garam dan cuka
ditiriskan selama 15 menit
digoreng
T= 185-188 0C t= 5 & 10 menit
dipanggang
T= 130-175 0C t= 15 menit
t= 15, 20& 25 menit
Ikan mujair panggang Ikan mujair goreng
dikukus T= 99-100 0C t= 10, 15 & 20 menit
Ikan mujair kukus
direbus T= 99-100 0C t= 10, 15& 20 menit
Ikan mujair rebus
Lampiran 2. Prosedur analisis kimia 1. Penetapan Kadar Air dengan menggunakan metode oven (Sulaeman dan Mudjajanto 1991) Cawan porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 15 menit. Letakkan cawan dalam eksikator selama 30 menit sampai dingin kemudian timbang. Cawan dikeringkan lagi sampai bobot tetap (A gram). Bahan tersebut ditimbang bersama sampel (B gram) dengan berat bahan 1-2 gram. Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 100-1050C selama 3 jam. Letakkan dalam eksikator sampai dingin dan ditimbang. Tahap pengeringan diulangi sampai didapat berat tetap (C gram). Perhitungan : % Kadar air = B – C X 100% B–A % Padatan = (B – A) – (B – C) X 100% B–A 2. Penetapan Kadar Abu (Sulaeman dan Mudjajanto 1991) Cawan porselen dipanaskan dalam oven, kemudian didinginkan dalam eksikator dan timbang berat cawan tersebut. Bahan atau sampel digerus dalam mortar (untuk bahan padat). Timbang 3-5 gram sampel dalam cawan, dan panggang diatas api. Setelah tidak berasap masukkan ke dalam tanur dan panggang sampai didapat abu putih keabu-abuan. Pengabuan dilakukan sekitar 2-3 jam dengan dua tahap yaitu pada suhu 4500C kemudian dinaikkan sampai suhu 5500C. Cawan diambil dengan penjepit, dinginkan dalam eksikator dan timbang sampai diperoleh berat tetap. Perhitungan : (g) % Kadar abu = berat abu berat sampel (g)
X 100%
3. Penetapan Kadar Lemak dengan menggunakan Soxhlet (Sulaeman dan Mudjajanto 1991) Siapkan labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi soxhlet yang akan digunakan. Keringkan labu lemak tersebut dalam oven pada suhu 1050C selama 30 menit, kemudian dinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan timbang (A). Contoh sebanyak 5 gram sampel (S) dalam bentuk tepung dibungkus dalam kertas saring, kemudian kertas saring yang berisi contoh tersebut dimasukkan dalam alat ekstrasi soxhlet. Alat kondensor diletakkan diatasnya dan labu lemak diletakkan dibawahnya. Pelarut heksan dimasukkan
dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan pelarut ditampung kembali. Kemudian labu lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C hingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam eksikator selama 20-30 menit. Selanjutnya labu beserta lemak di dalamnya ditimbang (B). Perhitungan : % Kadar Lemak = B – A X 100% S 4. Penetapan Kadar Protein dengan menggunakan metode Mikro Kjeldahl (Sulaeman, Marliyati, Vanda, dan Mudjajanto 1988) Bahan ditimbang kira-kira 0.5 – 1 sendok selenium mix. Panaskan mulamula dengan api kecil, kemudian dibesarkan sampai terjadi larutan yang berwarna jernih kehijauan dan uap SO2 hilang. Pindahkan ke dalam labu ukur 100 ml dan encerkan sampai tanda tera. Pipet 10 ml, masukkan ke dalam labu destilasi dan tambahkan 10 ml NaOH 10% lebih, kemudian disulingkan. Destilat ditampung dalam 20 ml larutan asam borat 3%. Lakukan destilasi sampai uap destilat tidak bereaksi basa lagi (uji dengan kertas pH). Setelah selesai destilasi, bilasi ujung kondensor dengan air suling. Larutan asam borat dititrasi dengan HCl standar dengan menggunakan metil merah sebagai indikator. Perhitungan : % Total nitrogen
= (ml contoh) X N HCl X fp X 14 X 100% mg bobot contoh
% Protein
= % Total nitrogen X fp
Fp = 1 5. Penetapan Mutu Cerna Protein secara in vitro (Sannders, Connor, Booth, Bickoff, dan Kohler 1973) Sampel (setara dengan 200 mg protein) yang sudah difreeze dry ditimbang. Tambahkan buffer fosfat pH 6 yang telah diatur pHnya menjadi 1.5 sebanyak 25ml. Masukan pepsin sebanyak 0.1 g dan inkubasi dalam Shaking Water Bath selama 2 jam dengan suhu 370C. Setelah inkubasi sampel diatur pHnya kembali menjadi 7 dengan penambahan NaOH, ditambahkan pankreatin 0.2 g dan inkubasi kembali selama 2 jam dengan suhu 370C. Setelah inkubasi sampel diatur pHnya kembali menjadi 7 dengan penambahan NaOH, tambahkan pankreatin 0.2 g dan inkubasi kembali selama 24 jam dengan suhu 370C.
Kemudian sampel disaring dengan Whatman 41. Residu dan kertas saring dianalisis nitrogennya dengan mikro kjeldahl. Perhitungan : [ [Prot residu X BSR] – [Prot kontrol X BSK] ] X1000 100 % Daya cerna protein= X 100 [ X total protein X X berat sampel ] X 1000 100 Total Protein = X A X [100 - X kadar air C ] [ 100 - X kadar air B ] Berat sampel = 200 Total protein X 10 Keterangan : BSR
: berat residu sampel + kertas saring
BSK
: berat kontrol + kertas saring
A
: protein setelah digoreng
B
: setelah digoreng
C
: setelah difreeze dry
X
: rata-rata
Lampiran 3. Kandungan Zat Gizi Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu Jenis Pengolahan
1. Segar
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Protein
Kadar Lemak
(%)
(%)
(%)
(%)
U1
79.86
7.27
66.70
11.37
U2
80.38
5.38
59.23
11.16
80.12
6.33
62.97
11.27
U1
16.71
4.25
34.14
47.23
U2
20.71
4.66
32.51
44.35
18.71
4.46
33.32
45.79
U1
60.41
5.97
59.81
11.87
U2
60.57
5.63
55.75
13.90
60.49
5.80
57.78
12.89
U1
75.48
3.77
57.28
15.40
U2
76.34
3.58
60.81
9.81
75.91
3.67
59.05
12.61
U1
76.69
3.35
57.64
11.66
U2
76.22
3.43
62.03
13.07
76.45
3.39
59.84
12.36
Rata-rata 2. Goreng
Rata-rata 3. Panggang
Rata-rata 4. Kukus
Rata-rata 5. Rebus
Rata-rata Keterangan: U1 : Ulangan 1 U2 : Ulangan 2
Lampiran 4. Kandungan Zat Gizi Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan dengan penambahan bumbu Jenis Pengolahan
1. Segar
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar
Kadar Lemak
(%)
(%)
Protein (%)
(%)
U1
81.20
7.31
64.50
9.16
U2
83.30
7.38
70.60
3.10
82.25
7.34
67.55
6.13
U1
39.36
4.03
38.69
31.09
U2
32.02
4.42
41.24
32.19
35.69
4.22
39.97
31.64
U1
64.48
5.50
61.79
14.47
U2
66.57
5.72
64.82
6.38
65.53
5.61
63.31
10.42
U1
78.19
5.79
70.29
5.31
U2
77.96
4.66
66.50
4.99
78.08
5.23
68.40
4.81
U1
77.64
4.31
65.53
4.50
U2
78.39
4.53
67.33
5.26
78.02
4.42
66.43
4.88
Rata-rata 2. Goreng
Rata-rata 3. Panggang
Rata-rata 4. Kukus
Rata-rata 5. Rebus
Rata-rata Keterangan: U1 : Ulangan 1 U2 : Ulangan 2
Lampiran 5. Retensi Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu Retensi Protein (%)
Jenis Pengolahan 1. Goreng
Tanpa Bumbu U1
51.18
59.99
U2
54.89
58.42
53.03
59.20
U1
89.67
95.81
U2
94.11
91.81
91.89
93.81
U1
85.87
108.98
U2
102.67
94.19
94.27
101.59
U1
86.41
101.61
U2
104.73
95.36
95.57
98.48
Rata-rata 2. Panggang
Rata-rata 3. Rebus
Rata-rata 4. Kukus
Rata-rata
Keterangan: U1 : Ulangan 1 U2 : Ulangan 2
Dengan Bumbu
Lampiran 6. Mutu Cerna Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu Mutu Cerna Protein (%)
Jenis Pengolahan 1. Segar
Tanpa Bumbu U1
99.07
97.61
U2
99.20
98.60
99.14
98.10
U1
98.92
99.18
U2
98.58
99.19
98.75
99.19
U1
99.10
98.78
U2
99.11
96.91
99.10
97.84
U1
99.17
98.32
U2
98.95
96.80
99.06
97.56
U1
99.47
95.87
U2
98.63
98.07
99.05
96.97
Rata-rata 2. Goreng
Rata-rata 3. Panggang
Rata-rata 4. Rebus
Rata-rata 5. Kukus
Rata-rata
Keterangan: U1 : Ulangan 1 U2 : Ulangan 2
Dengan Bumbu
Lampiran 7a. Hasil Uji Ragam Kadar Air Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu Sumber
db
JK
KT
F hitung
Pengolahan
5
4054.2881
810.8576
Galat
4
84.9311
21.2328
Total
9
4139.2192
Tk Sig
38.19
0.0018*
* Berbeda nyata pada taraf 5%
Lampiran 7b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Air Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan Duncan Group**
Rata-rata
N
Pengolahan
A
81.185
2
Segar
A
77.235
2
Rebus
A
76.995
2
Kukus
B
63.010
2
Panggang
C
27.200
2
Goreng
Keterangan ** Pengolahan dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
Lampiran 7c. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Air Ikan Mujair tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu Duncan Group**
Rata-rata
N
Pengolahan
A
67.914
5
Dengan Bumbu
A
62.336
5
Tanpa Bumbu
Keterangan ** Pengolahan dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
Lampiran 8a. Hasil Uji Ragam Kadar Abu Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu Sumber
db
JK
KT
F hitung
Pengolahan
5
12.5855
2.5171
Galat
4
1.2993
0.3248
Total
9
13.8848
Tk Sig
7.75
0.0348*
* Berbeda sangat nyata pada taraf 5% Lampiran 8b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Abu Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan Duncan Group**
Rata-rata
N
Pengolahan
A
6.8350
2
Segar
B
A
5.7050
2
Panggang
B
C
4.4500
2
Kukus
B
C
4.3400
2
Goreng
C
3.9050
2
Rebus
Keterangan ** Pengolahan dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
Lampiran 8c. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Abu Ikan Mujair tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu Duncan Group**
Rata-rata
N
Pengolahan
A
5.3640
5
Dengan Bumbu
A
4.7300
5
Tanpa Bumbu
Keterangan ** Pengolahan dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
Lampiran 9a. Hasil Uji Ragam Kadar Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu Sumber
db
JK
KT
F hitung
Pengolahan
5
1255.4676
251.0935
Galat
4
6.3862
1.5965
Total
9
1261.8538
Tk Sig
157.27
0.0001**
** Berbeda sangat nyata pada taraf 5%
Lampiran 9b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan Duncan Group**
Rata-rata
N
Pengolahan
A
65.260
2
Segar
B
A
63.725
2
Kukus
B
A
63.135
2
Rebus
60.545
2
Panggang
36.645
2
Goreng
B C
Keterangan ** Pengolahan dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
Lampiran 9c. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Protein Ikan Mujair tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu Duncan Group**
Rata-rata
N
Pengolahan
A
61.1320
5
Dengan Bumbu
B
54.5920
5
Tanpa Bumbu
Keterangan ** Pengolahan dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
Lampiran 10a. Hasil Uji Ragam Kadar Lemak Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu Sumber
db
JK
KT
F hitung
Pengolahan
5
1523.5097
304.7019
Galat
4
37.5705
9.3926
Total
9
1561.0802
Tk Sig
32.44
0.0025**
** Berbeda sangat nyata pada taraf 5%
Lampiran 10b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Lemak Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan Duncan Group**
Rata-rata
N
Pengolahan
A
38.715
2
Goreng
B
11.655
2
Panggang
B
8.710
2
Kukus
B
8.700
2
Segar
B
8.620
2
Rebus
Keterangan ** Pengolahan dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
Lampiran 10c. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Lemak Ikan Mujair tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu Duncan Group**
Rata-rata
N
Pengolahan
A
18.984
5
Tanpa Bumbu
B
11.576
5
Dengan Bumbu
Keterangan ** Pengolahan dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
Lampiran 11a. Hasil Uji Ragam Retensi Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu Sumber
db
JK
KT
F hit
Pengolahan
4
2446.7721
612.4430
Galat
3
9.9501
3.3167
Total
7
2459.7222
F tab> F hit
184.65
0.0006*
* Berbeda sangat nyata pada taraf 5% Lampiran 11b. Hasil Uji Lanjut Duncan Retensi Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan Duncan Group**
Rata-rata
N
Pengolahan
A
97.930
2
Kukus
A
97.025
2
Rebus
A
92.850
2
Panggang
B
56.115
2
Goreng
Keterangan ** Pengolahan dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
Lampiran 11c. Hasil Uji Lanjut Duncan Retensi Protein Ikan Mujair tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu Duncan Group**
Rata-rata
N
Pengolahan
A
88.270
4
Dengan Bumbu
B
83.690
4
Tanpa Bumbu
Keterangan ** Pengolahan dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
Lampiran 12a. Hasil Uji Ragam Mutu Cerna Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu Sumber
db
JK
KT
F hit
Pengolahan
5
3.9784
0.7957
Galat
4
1.7602
0.4401
Total
9
5.7386
F tab> F hit
1.81
0.2930
Lampiran 12b. Hasil Uji Lanjut Duncan Mutu Cerna Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan Duncan Group**
Rata-rata
N
Pengolahan
A
98.9700
2
Goreng
A
98.6200
2
Segar
A
98.4700
2
Panggang
A
98.3100
2
Kukus
A
98.0100
2
Rebus
Keterangan ** Pengolahan dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
Lampiran 12c. Hasil Uji Lanjut Duncan Mutu Cerna Protein Ikan Mujair tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu Duncan Group**
Rata-rata
N
Pengolahan
A
99.0200
5
Tanpa Bumbu
A
97.9320
5
Dengan Bumbu
Keterangan ** Pengolahan dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata