PENGARUH PENGGUNAAN REAKTOR TERHADAP TEGANGAN LEBIH TRANSIENT PADA OPERASI PELEPASAN BEBAN DI GARDU INDUK 500 KV UNGARAN-PEDAN Yuniarto Program Diploma III Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Abstract Yuniarto, in paper studies about rejection load at 500 Kv substation explain that The use of high transmission line result in the transient over voltage in transmission-line will also increasingly higher, mainly for lightning surge and switching surge. Switching surge is a dominant factor to show up much transient over voltage in the transmission-line in the level of 230 kV or higher, if it is compared with lightning surge. Switching surge is caused by singly rejection load process. Using interconnection, the rejection load in Ungaran on 500 kV substation will increase the voltage on the extra high voltage line 500 kV in the Ungaran side. The research studies the problem of transient over voltage that occur as result of rejection load in extra high voltage line 500 kV Ungaran-Pedan. The simulation was conducted by varying the condition with reactor and which is not. The result simulation shows that transient over voltage occurred in the transmission without reactor is higher than it with reactor. Key word : rejection, load, reactor I. PENDAHULUAN Kebutuhan akan tenaga listrik yang makin lama makin bertambah, mengakibatkan level tegangan saluran transmisi yang digunakan juga semakin tinggi. Hal ini dikarenakan, menstransmisikan daya listrik yang besar akan lebih memadai baik dari segi teknik maupun ekonomis, jika memakai tegangan yang tinggi. Dewasa ini peningkatan peningkatan level tegangan saluran transmisi telah mencapai tegangan ekstra tinggi yaitu 500 kV. Pemilihan level tegangan transmisi 500 kV didasarkan pada pertimbangan bahwa transmisi 500 kV memiliki kemampuan menyalurkan daya listrik kira-kira 11 kali kapasitas transmisi 150 kV, untuk jenis penghantar yang sama dan jaringan yang digunakan lebih sedikit serta mempunyai kemampuan menyalurkan daya listrik yang lebih jauh.. Pemakaian tegangan saluran transmisi yang tinggi, mengakibatkan tegangan lebih transien yang dialami oleh saluran transmisi tersebut akan semakin tinggi juga, terutama pada saat terjadi surja hubung atau surja petir. Tegangan lebih tersebut bisa merusak peralatan isolasi jika magnitude tegangannya melebihi BIL (Basic Insulation Level) peralatan isolasi yang dipakai. Tegangan lebih transien adalah tegangan yang mempuyai amplitudo sangat besar dan berlangsung sangat singkat. Surja hubung adalah gejala tegangan lebih transien yang disebabkan oleh operasi pensaklaran sedangkan surja petir adalah gejala tegangan lebih transien yang disebabkan oleh sambaran petir.
Operasi pensaklaran baik saat penutupan maupun pembukaan kontak suatu pemutus tenaga akan menimbulkan gejala transien kelistrikan dalam hal ini osilasi-osilasi tegangan akan muncul dalam komponen-komponen listrik yang terdapat dalam rangkaian yang terhubung dengan pemutus tenaga. Pada sistem transmisi tenaga listrik peristiwa surja hubung, khususnya pelepasan beban seringkali menyebabkan kenaikan tegangan pada sistem tersebut. Kenaikan tegangan yang terjadi harus diperhatikan jangan sampai menyebabkan kerusakan peralatan pada sistem. Tegangan lebih transient yang terjadi harus berada pada batas tegangan yang masih diperbolehkan yaitu tidak boleh lebih dari 105% dari tegangan nominal dan tidak boleh kurang dari 95% dari tegangan tegangan nominal sesuai dengan peraturan dari PLN. Pada penelitian yang dilakukan penulis ini, membahas mengenai pengaruh penggunaan reaktor terhadap tegangan lebih transient pada operasi pelepasan beban dengan memakai program simulasi EMTP (Electromagnetic Transients Program). Untuk obyek penelitian ini diambil data dari gardu induk 500 kV Ungaran-Pedan. II. DASAR TEORI 2.1. Analisis Transien : Gelombang Berjalan Gejala tegangan lebih transien pada saluran transmisi dapat diselesaikan dengan membuat rangkaian ekivalen satu fase, sehingga tiga fase saluran transmisi diasumsikan sebagai satu fasa tunggal. Studi tentang surja hubung pada saluran transmisi adalah sangat kompleks, sehingga pada
penelitian ini hanya mempelajari kasus suatu saluran yang tanpa rugi-rugi. Suatu saluran tanpa rugi-rugi adalah representasi yang baik dari saluran-saluran frekuensi tinggi di mana ωL dan ωC menjadi sangat besar dibandingkan dengan R dan G. Pendekatan yang dipilih untuk persoalan ini sama seperti yang telah digunakan untuk menurunkan hubungan-hubungan tegangan dan arus dalam keadaan steady state untuk yang saluran panjang dengan konstanta-konstanta yang tersebar merata. Tegangan V dan I adalah fungsi-fungsi x dan t bersama-sama, sehingga kita perlu menggunakan turunan sebagian. Persamaan jatuh tegangan seri di sepanjang elemen saluran adalah
∂V ∂i ⎞ ⎛ Δx = ⎜ Ri + L ⎟Δx ∂x ∂t ⎠ ⎝
(1)
demikian pula halnya :
∂V ∂V ⎞ ⎛ Δx = ⎜ Gv + C ⎟Δx ∂x ∂t ⎠ ⎝
(2)
Persamaan dan tersebut di atas dapat dibagi dengan Δx, dan karena hanya membahas suatu saluran tanpa rugi-rugi, maka R dan G akan sama dengan nol sehingga didapatkan :
dan
∂V ∂i =L ∂x ∂t
(3)
∂V ∂i =C ∂x ∂t
(4)
Sekarang variabel i dapat dihilangkan dengan menghitung turunan sebagian kedua suku dalam persamaan (3) terhadap x dan turunan sebagian kedua suku dalam persamaan (4) terhadap 2 t. Prosedur ini menghasilkan ∂ i / ∂x∂t pada kedua persama-an yang dihasilkan, dan dengan mengeliminir turunan sebagian kedua dari variabel i dari kedua persamaan tersebut, didapatkan :
1 ∂2V ∂2V . = 2 LC ∂x 2 ∂t
(5)
Persamaan (5) ini adalah yang dinamakan persamaan gelombang berjalan suatu saluran tanpa rugi-rugi. Penyelesaian persamaan ini adalah fungsi dari (x-vt), dan tegangannya dinyatakan dengan : V = f1(x-vt) + f2(x+vt) (6) Yang merupakan suatu penyelesaian untuk terjadinya komponen-komponen ke depan dan ke belakang sebuah gelombang berjalan secara bersamaan pada sebuah saluran tanpa rugi-rugi. Variabel v yang menyatakan kecepatan gelombang berjalan dapat dinyatakan dengan :
v=
1 LC
(7)
dengan : v = kecepatan rambat gelombang (m/s) L = induktansi saluran (H/m) C = kapasitansi saluran (F/m) Jika gelombang yang berjalan ke depan, yang disebut juga dengan gelombang datang, dinyatakan dengan : V+ = f1(x-vt) (8) Maka gelombang arus akan ditimbulkan oleh muatan-muatan yang bergerak dapat dinyatakan dengan : i+ =
1 LC
f 1( x − vt )
(9)
dari persamaan (8) dan persamaan (9) didapatkan bahwa :
V+ L = + i C
(10)
Perbandingan antara V dan i dinamakan impedansi karakteristik atau impedansi surja (ZC) dari saluran tanpa rugi-rugi. Pada saat suatu tegangan v(t) diterapkan pada salah satu ujung saluran transmisi tanpa rugirugi, maka unit kapasitasi C pertama dimuati pada tegangan v(t). Kapasitansi ini kemudian meluah kedalam unit kapasitansi berikutnya melalui induktansi L. proses bermuatan-peluahan (chargedischarge) ini berlanjut hingga ujung saluran dan energi gelombang dialihkan dari bentuk elektronik (dalam kapasitansi) ke bentuk magnetik (dalam induktansi). Jadi, gelombang teganan bergerak maju secara gradual ke ujung saluran dengan menimbulkan gelombang arus ekivalen juga. Propagasi gelombang tegangan dan arus ini disebut gelombang berjalan (travelling wave) dan gelombang ini kelihatan seolah-olah tegangan dan arus berjalan sepanjang saluran dengan kecepatan yang diberikan oleh persamaan (7). Saat gelombang yang berjalan pada suatu saluran transmisi mencapai titik transisi, seperti suatu rangkaian terbuka, rangkaian hubungan singkat, suatu sambungan dengan saluran lain atau kabel, belitan mesin, dan lain-lain, maka pada titik itu terjadi perubahan parameter saluran. Akibatnya sebagaian dari gelombang berjalan bergerak melewati bagian lain dari rangkaian. Pada titik transisi, tegangan atau arus dapat berharga nol sampai dua kali harga semula tergantung pada karakteristik teminalnya. Gelombang berjalan asal (impinging wave) disebut gelombang datang (incident wave) dan dua macam gelombang lain yang muncul pada titik transmisi disebut dengan gelombang pantul (reflected wave) dan gelombang maju (transmitted wave). 2.2. Analisis Transien : Gelombang Pantul. Di sub bab ini akan dibahas tentang apa yang akan terjadi jika suatu tegangan dihubungkan
pada ujung pengirim suatu saluran transmisi yang ditutup dengan suatu impedansi ZR . Pada saat saklar ditutup dan suatu tegangan terhubung pda suatu saluran, maka suatu gelombang tegangan V+ mulai berjalan sepanjang saluran dikikuti oleh suatu gelombang arus i+. Perbandingan antara VR dan iR di ujung saluran pada setiap saat harus sama dengan resistansi penutup ZR. Oleh karena itu kedatangan V+ dan i+ di ujung penerima di mana nilai-nilainya adalah VR+ dan iR+ harus menimbulkan gelombanggelombang yang berjalan ke belakang atau gelombang-gelombang pantulan V- dan i- yang nilai-nilainya di ujung adalah VR- dan iRsedemikian sehingga,
VR V R+ + V −R = + iR i R + i −R
(11)
dengan VR- dan iR- adalah gelombang-gelombang V- dan i- yang diukur pada ujung penerima. Jika dibuat ZC = persamaan (10) :
i R+ =
VR+ Zc
L/C
didapat dari (12)
dan
iR− = −
VR− Zc
(13)
Kemudian dengan memasukkan nilai iR+ dan iRke dalam persamaan (11) dihasilkan persamaan :
VR− =
ZR − Zc + .V ZR + Zc R
(14)
Koefisien pantulan ρR untuk tegangan pada ujung penerima saluran didefnisikan sebagai VR/VR+, jadi :
ρR = dengan : ρR
Z R − Zc Z R + Zc
(15)
= koefisien pantulan pada ujung penerima ZR = impedansi ujung penerima ZC = impedansi karakteristik (impedansi surja) Pada saluran yang ditutup dengan impedansi karakteristik ZC, terlihat bahwa koefisien pantulan untuk sama dengan nol, sehingga tidak ada gelombang pantulan, dan saluran berlaku seakanakan panjangnya tidak terhingga. Pada saat ujung saluran yang merupakan suatu rangkaian terbuka ZR adalah tak terhingga akan didapatkan harga ρR sama dengan 1 (satu). Dengan demikan tegangan yang terjadi pada ujung penerima menjadi 2 kalinya tegangan pada sumber tegangan atau pada ujung pengirim. Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa besar tegangan lebih transien sangat tergantung pada impedansi karakteristik (ZC =
L / C ), dimana impedansi karakteristik tersebut sangat berpengaruh terhadap koefisien pantulan ρR. Harus diperhatikan di sini bahwa gelombang-gelombang yang berjalan kembali ke arah ujung pengirim akan menyebabkan pantulan-pantulan baru yang ditentukan oleh koefisien pantulan pada ujung pengirim ρS dan imedansi ujung pengirim ZR.
ρS =
ZS − Zc ZS + Zc
(16)
dengan : ρS = koefisien pantulan pada ujung pengirim ZR = impedansi ujung pengirim ZC = impedansi karakteristik III. PEMBAHASAN Perhitungan matematis dari rumus-rumus tersebut di atas akan sulit dan rumit sekali, sehingga untuk mempermudah dalam menganalisa dipakai EMTP sebagai alat bantu, dengan cara membuat simulasi rangkaian berdasarkan data-data yang diperoleh di lapangan. Data-data untuk simulasi diambil dari saluran transmisi 500 kV antara Ungaran-Pedan dengan asumsi sebagai berikut : saluran tersebut ideal, beban terpasang sebesar 400 MVA, pelepasan beban dilakukan pada sisi UngaranPedan, dan pemutus tenaga membuka secara serentak Berdasarkan data-data yang diperoleh maka didapatkan bentuk simulasi rangkaian sebagai berikut, U
Gambar 1. Model Rangkaian untuk Simulasi Simulasi dijalankan dengan beban yang terpasang sebesar 400 MVA kemudian beban dikurangi secara bertahap dari beban sebesar 100 MVA sampai 400 MVA dengan kenaikan beban tiap tahap sebesar 25 MVA, dan mencatat besar tegangan transien yang terjadi pada tiap tahap. Pengukuran tegangan hanya dilakukan pada ujung pengirim. Simulasi dilakukan pada dua keadaan yaitu keadaan tanpa reaktor dan keadaan memakai reaktor. Dari hasil simulasi didapat data sebagaimana tercantum pada tabel sebagai berikut: Tabel 1. Besar Tegangan Lebih Transien pada Saat Pelepasan Beban di Gardu Induk 500 KV UngaranPedan dengan Beban Terpasang 400 MVA pada Keadaan Tanpa Reaktor
Beban
Tegangan
Tegangan
Prosentase
yg dilepas
awal
lebih transien
kenaikan
100
398,73
400,35
100,41%
125
398,73
402,03
100,83%
150
398,73
402,96
101,06%
175
398,73
404,27
101,39%
200
398,73
405,76
101,76%
225
398,73
407,05
102,09%
250
398,73
411,67
103,25%
275
398,73
415,34
104,17%
300
398,73
420,74
105,52%
325
398,73
424,67
106,51%
350
398,73
428,96
107,58%
375
398,73
447,84
112,32%
400
398,73
475,78
119,32%
Tabel 2. Besar Tegangan Lebih Transien pada Saat Pelepasan Beban di Gardu Induk 500 KV Ungaran-Pedan dengan Beban Terpasang 400 MVA pada Keadaan Memakai Reaktor Beban
Tegangan
Tegangan
Prosentase
yg dilepas awal
lebih transien
kenaikan
100
398,73
400,04
100,33%
125
398,73
400,98
100,56%
150
398,73
402,01
100,82%
175
398,73
403,34
101,14%
200
398,73
403,96
101,29%
225
398,73
403,02
101,06%
250
398,73
405,67
101,71%
275
398,73
408,67
102,43%
300
398,73
409,54
102,64%
325
398,73
415,67
104,08%
350
398,73
418,47
104,72%
375
398,73
430,79
107,44%
400
398,73
442,89
109,97%
Dari tabel-1 terlihat bahwa besar beban yang boleh dilepas pada Gardu Induk 500 kV Ungaran-Pedan adalah lebih kecil dari 300 MVA, sesuai peraturan dari PLN yaitu tegangan transien yang terjadi tidak boleh lebih dari 105% dari tegangan nominal. Pelepasan beban lebih dari 300 MVA akan menghasilkan prosentase tegangan lebih transien yang lebih besar dari 105%. Operasi pelepasan ini dilakukan tanpa memakai reaktor. Tapi hal ini berbeda dengan tabel-2 dimana besar beban yang boleh dilepas pada Gardu Induk 500 kV Ungaran-Pedan adalah lebih kecil dari 350
MVA. Pada operasi pelepasan ini dilakukan dengan memakai reaktor. Dari tabel-2 juga juga terlihat bahwa secara keseluruhan prosentase kenaikan tegangan lebih pada operasi pelepasan beban tanpa memakai reaktor lebih besar dibandingkan dengan operasi pelepasan beban dengan memakai reaktor. IV. KASIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Pemakaian reaktor pada operasi pelepasan beban dapat memperkecil besar tegangan lebih transient yang terjadi. 4.2. Saran Pada saat pelepasan beban yang dilakukan oleh PLN sebaiknya dilakukan dengan memakai reaktor walaupun dengan begitu akan menambah biaya operasional pengadaan reaktor. DAFTAR PUSTAKA 1. Arismunandar, A., 1984, Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik, Jilid III, Gardu Induk, Pradnya Paramita, Jakarta. 2. Arismunandar, A., 1994, Teknik Tegangan Tinggi, Pradnya Paramita, Jakarta. 3. Dommel, dan Herman, W., 1996. Electromagnetic Transients Program, Vancouver, Canada. 4. EMTP Development Coordination group, 1998, The Electromagnetic Transients Program, Version 3,0 Rule Book 1, Volume 1, EPRI Report. 5. EMTP Development Coordination group, 1998, The Electromagnetic Transients Program, Version 3,0 Rule Book 2, Volume 1, EPRI Report. 6. EMTP Development Coordination group, 1998, The Electromagnetic Transients Program, Version 3,0 Rule Book 3, Volume 1, EPRI Report. 7. Galvan, A., and Cooroy, V., 1997, Analysis of Lightning-Induced Voltages in a Network of Conductors using the ATP-EMTP Program, Conference Publication no. 445, IEEE. 8. Kundur, P., Morison, G.R., and Wang, L., 2000, Techniques for On-Line transient Stability Assessment and Control, Power Engineering Society Winter Meeting no.06, IEEE. 9. Lorenzo, T., 2000, Trend Insulation Coordination Toward, International Symposium on Modern Insulator Technologies. 10. Marti, L., 1998, Calculation of Voltage profile Along Transmission Lines, IEEE on Transaction on Power Delivery. 11. Naidu, MS., V., Kamaraju, 1995, High Voltage Engineering, Tata MCGraw-Hill Publishing Company Limited.
12. Shwedhi, M.H., and Bakhashwain, J.M., 1997, On the Analysis of Lightning Surges to Cable Terminated Transformer Using EMTP, IEEE Industry Application Society Annual Meeting. 13. T.S. Hutauruk, 1989, Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja, Erlangga, Jakarta 14. Stevenson, W.D., Jr., 1996, Power System Analysis, International Edition Singapore.