PENGARUH PENGGUNAAN LIMBAH DAN GULAMA TANAMAN PANGAN MELALUI PRODUKSI BIOSUPLEMEN BERPROBIOTIK BERBASIS LIMBAH ISI RUMEN TERHADAP TERNAK ITIK BALI Gusti Ayu Mayani Kristina Dewi 1, I Wayan Wijana 2, Ni wayan Siti 3 I Made Mudita 4 1,2,3,4,5
Faculty of Animal Science, Udayana University, Jln. P. B. Sudirman, Denpasar, Bali
Telp.0361 235231, Email:
[email protected] ABSTRACT The objective of this research was to determine, the effects of biosuplement from the rument content and waste product agricultural for performance Bali Duck. A number of 75 unsexed doc of Bali Duck were used in this experiment. A completely randomized design were used with 5 treatments and 3 replications of each has 5 birds. The treatments were a ration with non biosuplemen (A) ; ration with biosuplement 20% (B); ration with biosuplemen 40% (C); ration with biosuplemen 60% (D) and ration with biosuplemen 80% . The variable studied were : final body weight, body weight gain, feed consumption, feed conversion, carcass and non carcass. Data obtained was analyszed with analysis of covariance and followed by Duncan’s multiple range test (Steel and Torrie, 1989), when significant differences (P<0.05) amongs treatments were found. Results of this experiment showed ration with treatment A, B, C (3100, 3000, 2900 Kcal/kg and 18, 20, 22 % protein level) significantly (P<0.05) increased the grrowth performans than ration with treatment 2800 Kcal/kg level energy and 16% protein (D) and biosuplemen 80% (E). It was concluded that : the effect used of 40 % biosupplement on the ration 2-8 weeks of bali duck gave increased significantly for growth performance (body weight, body weight gaint , carcass and decreased fcr, than ration with treatment non biosuplemen A, biosuplemen B, D, and E. Key words : bali ducks, biosuplement , performance, feed conversion,carcass.
PENDAHULUAN Upaya optimalisasi usaha peternakan itik bali dalam rangka membantu suplai pemenuhi kebutuhan daging nasional yang terus mengalami peningkatan seiring peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kesadaran pentingnya protein hewani bagi pertumbuhan dan kesehatan tubuh. Standar nasional telah mensyaratkan, konsumsi protein asal ternak perkapita/hari adalah 4,5 g, namun konsumsi protein asal ternak masyarakat Indonesia baru mencapai 4,19 g/kapita/hari (Dirjenak, 2007). Ternak itik di Bali selama ini dikembangkan dalam skala peternakan rakyat terintegrasi lahan pertanian melalui pemanfaatan limbah dan gulma tanaman pangan sebagai sumber pakan utama sangat mutlak diperlukan. Pemanfaatan limbah dan gulma tanaman pangan seperti batang pisang, bungkil kelapa tradisional, enceng gondok, daun apu maupun limbah/gulma tanaman pangan lainnya menjadi pakan itik disatu sisi akan dapat mengurangi input biaya produksi. Namun disisi lain bahan pakan asal limbah termasuk gulma mempunyai berbagai keterbatasan seperti kualitas nutrien yang tidak seimbang serta ketersediaan nutrient available, mineral-vitamin dan daya cerna yang rendah. Disamping itu pemanfaatan limbah dan gulma juga berpotensi menurunkan produktivitas ternak mengingat limbah dan gulma tanaman pangan mudah mengalami pembusukan sehingga akan meningkatkan kontaminasi mikroba patogen yang dapat mengganggu kesehatan ternak. Salah satu langkah yang dapat ditempuh dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui aplikasi teknologi suplementasi. Produksi biosuplemen berprobiotik dari limbah isi rumen sapi bali cukup potensial dikembangkan dalam mengatasi permasalahan pengembangan usaha peternakan itik rakyat berbasis limbah dan gulma tanaman pangan.
536
Pemanfaatan limbah rumen sebagai produk bioinokulan dan suplemen terbukti mampu meningkatkan kualitas dan kecernaan in-vitro ransum berbasis limbah nonkonvensional (Mudita et al., 2009-2010; Dewi et al, 2012; Rahayu et al., 2012). Hasil penelitian Mudita et al. (2009-2010) menunjukkan pemanfaatan 5-20% limbah cairan rumen menjadi produk bioisuplemenplus mampu menghasilkan biosuplemen dengan kandungan nutrien dan populasi mikroba tinggi. Pemanfaatan biosuplemen tersebut juga mampu menurunkan kadar serat kasar, meningkatkan kadar protein dan kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik ransum asal limbah. Rahayu et al. (2012) mengungkapkan isi rumen kerbau, sapi dan/atau domba dapat dijadikan starter fermentasi kering melalui penambahan 30% dedak padi melalui proses inkubasi dan pengeringan terkendali dengan populasi total mikroba yang cukup tinggi. Sanjaya (1995) menunjukkan penggunaan isi rumen sapi sampai 12% dalam ransum mampu meningkatkan pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan serta menekan konversi pakan ayam pedaging (Sanjaya,1995). Namun Nitis (1987) menunjukkan penggunaan isi rumen dan tepung limbah ikan dengan perbandingan 37% : 63% sebagai sumber protein konsentrat dengan level 15-35% dalam ransum mengakibatkan produksi telur ayam menurun. Potensi pemanfaatan limbah isi rumen sapi bali sebagai biosuplemen berprobiotik sangat tinggi mengingat limbah isi rumen sapi bali kaya nutrient available, enzim dan mikroba pendegradasi serat serta probiotik (Mudita et al., 2009-2012; Partama et al., 2012; Suardana et al., 2007). Namun informasi mengenai level limbah isi rumen dalam produksi produk biosuplemen berprobiotik bagi ternak unggas (itik) belum diperoleh. Padahal proporsi limbah isi rumen yang tepat dan didukung komposisi media induser khususnya sumber nutrien ready available yang tinggi bagi aktivitas mikroba fibrolitik maupun probiotik sangat menentukan kualitas produk yang dihasilkan. Mengingat hal itu dipandang perlu untuk mencari formulasi terbaik sehingga menghasilkan produk biosuplemen probiotik yang mampu mengoptimalkan usaha peternakan itik rakyat berbasis limbah dan gulma tanaman pangan. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji pengaruh biosuplemen yang berasal dari limbah isi rumen dan gulma tanaman pangan terhadap performan itik bali umur 2-8 minggu.
METODE PENELITIAN Penelitian lapangan yang akan dilaksanakan di Kandang Peternak itik bali Desa Peguyangan Kaja, Denpasar. Kegiatan penelitian dilaksanakan 10 minggu, 2 minggu persiapan dan pengambilan data 6 minggu dan analisis data 2 minggu. Pada penelitian ini limbah isi rumen sapi bali akan dimanfaatkan dalam 4 level yaitu 20%, 40%, 60% dan 80% dan akan diinokulasikan dalam medium biosuplemen untuk produksi biosuplemen berprobiotik. Bahan medium biosuplemen yang akan dipakai dalam produksi biosuplemen berprobiotik terdiri dari molases 15%, dedak jagung 45%, dedak padi 25%, bungkil kelapa5%, gaplek4%, jerami padi5%, garam dapur0,5, kapur 0,4dan multivitamin-mineral (pignox) 0,1%. Biosuplemen berprobiotik yang diproduksi pada penelitian ini adalah 4 jenis produk yang dibuat menggunakan 4 level limbah isi rumen sapi bali yang berbeda yaitu 20% (SP 20), 40% (SP40), 60% (SP60) dan 80% (SP80) yang diinokulasikan dalam medium biosuplemen (Tabel 1). Penelitian dilaksanakan dengan Rancangan Acak Lengkap 5 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan didasarkan pada jenis biosuplemen yang diberikan dalam ransum dan dibandingkan dengan pemberian ransum tanpa suplementasi. Tiap unit perlakuan mempergunakan 5 ekor itik Bali jantan mulai umur 2 minggu, sehingga secara keseluruhan mempergunakan 75 ekor itik bali jantan.
537
Perlakuan yang diberikan adalah: RSP0
= Ransum tanpa suplementasi produk biosuplemen berprobiotik;
RSP20 = Ransum tersuplementasi SP20; RSP40 = Ransum tersuplementasi SP40; RSP60 = Ransum tersuplementasi SP60; RSP80 = Ransum tersuplementasi SP80. Tabel 1.
Komposisi Bahan Penyusun Produk Biosuplemen Berprobiotik yang Diproduksi Bahan Penyusun Komposisi (% DM) SP20
SP40
SP60
SP80
Isi Rumen Sapi Bali
20
40
60
Molases
12
9
6
80 3
Dedak Padi
20
15
10
5
Dedak Jagung
36
27
18
9
Bungkil Kelapa
4
3
2
1
3,2
2,4
1,6
0,8
4
3
2
1
Gapleks Jerami Padi Garam Dapur
0,4
0,3
0,2
0,1
Kapur
0,32
0,24
0,16
0,08
Pignox
0,08
0,06
0,04
0,02
100
100
100
100
Total
Variabel yang akan diamati dalam kegiatan penelitian tahap ketiga ini adalah : Penampilan Ternak, meliputi; pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan FCR/Feed Conversion Ratio, Produksi Karkas dan Komposisi Fisik Karkas. Data yang diperoleh dari semua tahapan penelitian Tahun Pertama akan dianalisis dengan sidik ragam, apabila terdapat perbedaan nyata (P≤0,05), analisis akan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncans (Sastrasupadi, 2000).
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Tersuplementasi Biosuplemen Berprobiotik Kandungan bahan kering (% DW basis) dari ransum tersuplementasi biosuplemen RSP20 ; RSP40; RSP60; dan RSP80 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan ransum tanpa tersuplementasi biosuplemen ( RSP0) (Tabel 2) .Sedangkan Bahan Kering (% as feed basis) yang tertinggi diperoleh ransum dengan tanpa tersuplementasi biosuplemen (RSP0) sebesar 71,58% berbeda nyata dengan RSP20; RSP40; RSP60 dan RSP80 (Tabel 2). Bahan kering dari RSP20; RSP40; RSP60 dan RSP80 sebesar 1,59%; 3,53%; 3,87%; 6,31% lebih rendah berbeda nyata (P,0<05) dari RSP0. Perlakuan RSP40 berbedanyata dengan RSP60 dan RSP80 , sedangkan antara RSP40 dan RSP60 tidak berbeda nyata (P>0,05). Kandungan serat kasar (% DM basis) dari ransum perlakuan RSP0 berbeda nyata (P<0,05) dibanding dengan RSP20; RSP40; RSP60; RSP80, sedangkan antara ransum RSP20; RSP40; RSP60; RSP80 tidak berbeda nyata antar perlakuan (P>0,05) dapat dilihat pada Tabel 2.
538
Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Tersuplementasi Biosuplemen Berprobiotik Nutrien Ransum
PERLAKUAN RSP0
Bahan Kering (% DW basis) Bahan Kering (% as feed basis) Bahan Organik (% DM basis) Serat Kasar (% DM basis) Protein Kasar (% DM basis) Energi Bruto (kkal/g)
95.99a 71,58a 75,24a 17,03b 14,08bc 3,52a
RSP20 95,34a 70,44b 73,89a 17,45a 14,30ab 3,56a
RSP40 95,58a 69,05c 72,25b 17,53a 14,57a 3,69a
RSP60 95,99a 68,81c 71,68b 17,58a 13,82c 3,62a
RSP80 95,59a 67,06d 70,15c 17,80a 13,17d 3,53a
SEM 0,2998 0,1391 0,2507 0,1459 0,0447 0,447
Keterangan: 1.RSP0: Ransum tanpa biosuplemen RSP20: Ransum dengan 20% biosuplemen berprobiotik RSP40: Ransum dengan 40% biosuplemen berprobiotik RSP60: Ransum dengan 60% biosuplemen berprobiotik RSP80: Ransum dengan 80% biosuplemen berprobiotik 2. Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) 3. SEM = Standard Error of The Treatment Means
Kandungan protein kasar (% DM basis) ransum RSP0 berbeda nyata (P<0,05) RSP40 ; RSP60 dan RSP 80. Perlakuan RSP0; RSP20 ; RSP60 dan RSP 80 masing-masing 3,36%; 1,85%; 5,15% dan 9,69% lebih rendah secara statistik berbedanyata (P<0,05). Kandungan Energi Bruto (kkal/g) dari ransum perlakuan RSP0; RSP20; RSP40; RSP60; RSP80 tidak berbeda nyata antar perlakuan (P>0,05) dapat dilihat pada Tabel 2. RSP40 mengandung energi bruto tertinggi sebesar 3,69 kkal/g dan terendah pada RSP0 sebesar 3,52 kkal/g. Kandungan bahan kering (% DW Basis) dan energi bruto (kkal/g) pada ransum antara perlakuan RSP0 ; RSP20; RSP40; RSP60; RSP80 tidak berbeda nyata ( P>0,05) (Tabel 2). Bahan kering (% as feed basis), bahan organik (% DM basis) serat kasar (% DM basis), protein kasar (% DM basis) berbeda nyata antar perlakuan (Tabel 2). Hal ini kemungkinan disebabkan pada kombinasi penggunaan 40% limbah isi rumen dengan 60% medium suplemen akan menghasilkan kondisi optimum pada saat proses fermentasi biosuplemen sehingga biosuplemen yang dihasilkan mempunyai nilai pH biosuplemen yang tidak terlalu asam (6,04) dan populasi mikroba khususnya bakteri selulolitik yang nyata paling tinggi (P<0,05) yaitu 2,87 x 108 sel/unit, serta dengan populasi total fungi dan fungi selulolitik yang tertinggi (7,67 x 107 sel/unit dan 2,18 x 107 sel/unit) walaupun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Adanya populasi mikroba yang tinggi tersebut diyakini sebagai penyebab utama dihasilkannnya biosuplemen dengan kandungan protein kasar tertinggi pada level penggunaan limbah isi rumen 40% (SP40). Hal ini disebabkan karena sel tubuh mikroba baik bakteri maupun fungi lebih dari ± 60% dibangun oleh protein baik berupa protein murni, senyawa N maupun asam amino. Leng (1987) mengungkapkan komposisi sel mikroba rumen terdiri dari 32-42% protein murni, 10% senyawa N, 8% asam amino, 11-15% lipida, 17% polisakarida dan 13% abu/mineral.
Pengaruh Pemberian Ransum Mengandung Biosuplemen Berprobiotik Terhadap Penampilan Itik Bali Rataan ransum yang dikonsumsi oleh itik yang mendapat perlakuan yang mengandung RSP0 adalah: 61,46 g/ekor/hari, sedangkan itik bali yang mendapat perlakuan RSP20,
RSP40, RSP60 dan RSP80 mengkonsumsi
ransum berturut-turut: 61,15; 57,41 dan 52,83 g/ekor/hari (Tabel 3.). Walaupun terlihat adanya perbedaan konsumsi pakan, tetapi secara statistik perbedaan tersebut tidak berbeda nyata (P>0,05). Berat badan awal itik bali umur 2 minggu pada untuk semua perlakuan antara 152,00 – 152,87 g/ekor, sedangkan berat badan ayam setelah berumur 8 minggu menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada
539
setiap perlakuan. Berat badan akhir itik bali pada umur 8 minggu pada Tabel 3. Itik yang mendapat perlakuan RSP40 lebih tinggi sebesar 6,28%; 3,45%; dan 11,72%
nyata (P<0,05) dari perlakuan RSP0; RSP20 dan
RSP80. Rataan pertambahan berat badan itik selama 6 minggu penelitian pada Tabel 3 berkisar dari 411,11 sampai 494,42 gram /ekor . Itik yang mendapat perlakuan ransum RSP40 memiliki pertambahan bobot badan tertinggi sebesar 494,42 gram /ekor, perlakuan RSP0 sebesar 9,82%, perlakuan RSP20 sebesar 6,21% dan RSP60 sebesar 4,90% lebih rendah tidak nyata (P > 0,05) dari perlakuan RSP40 dapat dilihat pada Tabel 3 Pengaruh perlakuan ransum dengan 40 % suplementasi probiotik (RSP40) memiliki efisiensi penggunaan ransum lebih rendah dari itik yang mendapat ransum RSP0; RSP20; RSP60; dan RSP80 secara tidak nyata (P <0,05).
Tabel 3.
Pengaruh Pemberian Penampilan Itik Bali
Ransum
Mengandung
Biosuplemen
Berprobiotik
Terhadap
PERLAKUAN VARIABEL
SEM RSPO
RSP20
RSP40
RSP60
RSP80
Berat badan awal (g/ekor) Berat badan akhir (g/ekor/6 minggu) Pertambahan berat badan (g/ekor/6 minggu) Konsumsi ransum (g/ekor/6 minggu)
152,27a
152.13a
152.87a
152.07a
152.00a
43.0861
597,81c
615,83bc
637,86a
631,61ab
563,11c
10,0987
445,87ab
463,70a
494,42a
470,17a
411,11b
10,296
2581,43a
2638,62a
2675,67a
2633,19a
2481a
PBBH (g/ekor/hari)
10,17ab
10,ab
11,46a
10,51ab
9,19b
0,2633
FCR
6,05a
5,72a
5,68a
5,85a
5,85
0,2302
75.9271
Keterangan: 1.RSP0: Ransum tanpa biosuplemen RSP20: Ransum dengan 20% biosuplemen berprobiotik RSP40: Ransum dengan 40% biosuplemen berprobiotik RSP60: Ransum dengan 60% biosuplemen berprobiotik RSP80: Ransum dengan 80% biosuplemen berprobiotik 2.Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) 3. SEM = Standard Error of The Treatment Means
Penurunan berat badan akhir itik yang mendapat perlakuan RSP80 ( ransum suplemen ) paling rendah disebabkan oleh meningkatnya kandungan serat kasar ransum sehingga ternak itik mengkonsumsi ransum, kurang dapat dicerna dan mengakibatkan nutrien yang diserap rendah , sehingga pertambahan berat badan itik rendah. Hal ini sebaliknya dengan hasil penelitian Purwati (2005) menunjukkan pemberian ransum mengandung 15% kulit ari kacang kedele terfermentasi 0,2% probiotik mampu meningkatkan pertambahan bobot badan ayam broiler dan dengan nilai Feed Conversion Ratio/FCR yang lebih rendah. Pemberian silase ransum hasil fermentasi inokulan (termasuk cairan rumen) juga akan dapat meningkatkan sekresi mucin yang merupakan zat yang sangat penting bagi mikro flora usus dan sumber makanan bagi mikroba yang menguntungkan dalam saluran pencernaan unggas (Savage, 1991 disitasi Bidura, 2006). Selanjutnya Mulyono et al (2009) pada itik pemberian inokulan pakan dapat meningkatkan kecernaan zat makanan mampu bekerja sebagai mikroba probiotik dalam saluran pencernaan akan berdampak peningkatan efisiensi penggunaan ransum. Tingginya berat badan itik disebabkan kandungan bakteri selulolitik yang dikandungnya. Menurut Partama et al. (2012)
540
mengungkapkan bakteri selulolitik akan menghasilkan enzim endo glukanase /CMCase, ekso glukanase dan glukosidase yang berperan dalam degradasi selulosa menjadi senyawa sederhana. Semakin tinggi populasi mikroba selulolitik akan meningkatkan enzim selulolitik yang dihasilkan sehingga tingkat degradasi selulosa akan semakin meningkat.
Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi karkas dan Komposisi Fisik Karkas pada Itik Umur 8 Minggu. Rataan berat potong itik bali yang mendapat perlakuan RSP0, RSP20, RSP40, RSP60 dan RSP80 berturut – turut sebesar : 555,33;
555,67;
555,00; 555,30 dan 555,00 gram /ekor secara statistik tidak berbeda nyata
(P>0.05).
Tabel 4. Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi karkas dan Komposisi Fisik Karkas pada Itik Umur 8 Minggu PERLAKUAN SEM
VARIABEL Berat potong (g)
RSPO 555,33a
RSP20 555,67a
RSP40 555,00a
RSP60 555,3a
RSP80 555,00a
3,7327
Berat karkas (g)
320.21bc
348.62a
356.31a
328.53b
307.8c
3,5665
Persentase karkas
57,63b
62,69a
64,05a
59,00b
55.39b
0,8029
Daging (g)
146.18c
159.53b
168,67a
135,45d
132.06d
1,8520
Tulang (g)
111.56b
119,36ab
123.87a
118.05ab
109.43b
1,7311
Kulit dan Lemak subkutan (g) Berat Organ Non Karkas (g)
62,47c
69,73bc
83,13a
75.20ab
66,32bc
2,1391
235.12ab
207.05bc
198.69c
226.77abc
247.2a
102,36
Sifat fisik karkas
Keterangan: 1.RSP0: Ransum tanpa biosuplemen RSP20: Ransum dengan 20% biosuplemen berprobiotik RSP40: Ransum dengan 40% biosuplemen berprobiotik RSP60: Ransum dengan 60% biosuplemen berprobiotik RSP80: Ransum dengan 80% biosuplemen berprobiotik 2.Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) 3. SEM = Standard Error of The Treatment Means
Rataan berat karkas itik bali umur delapan minggu yang diberi ransum RSP0 adalah 320,207 g/ekor (Tabel 4). Berat karkas itik yang mendapat perlakuan RSP20 sebesar 8,41% dan perlakuan RSP40 sebesar 10,13% nyata (P < 0,05) dari perlakuan RSP0. Sedangkan itik yang mendapat perlakuan RSP60 sebesar 2,53% lebih besar dari perlakuan RSP0 dan perlakuan RSP80 lebih kecil 3,87% dari RSP0 tidak nyata (P> 0,05) . Persentase karkas itik yang mendapat perlakuan RSP0 adalah 57,63% (Tabel 4). Pada perlakuan RSP20 persentase karkasnya adalah 2,12 % lebih kecil tidak nyata (P 0>05) dari pada RSP40, sedangkan persentase karkas 7,88% dan 6,11% lebih kecil dari RSP40 adalah tidak nyata (P >0,05). Sifat fisik bagian tulang dari karkas itik yang memperoleh perlakuan RSP0 sebesar 111,56 g tidak berbeda nyata (P>0,05) dari RSP20, RSP60 dan RSP80 . Perlakuan RSP40 lebih tinggi secara nyata (P<0,05) dari perlakuan RSP0 dan RSP80.
541
Sifat fisik daging itik yang mendapat perlakuan RSP0, RSP20 dan RSp40 berturut-turut 146,18, 159,53 , 168,67 gram berbeda nyata (P<0,05) dan perlakuan RSP60 dan RSP80 sebesar 135,45 dan 132,06 secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Sifat fisik karkas itik bali berupa kulit RSP0 sebesar 62,47 g , 69,73 g perlakuan RSP20 , RSP60 sebesar 75,03 g dan RSP80 sebesar 66,32 g tidak berbeda nyata (P>0,05). Sedangkan perlakuan RSP40 sebesar 83,12 dan RSP60 sebesar 75,03 g secara tidak nyata (P>0,05). Pada perlakuan RSP40 berbeda nyata dengan RSP0, RSP20, RSP80 (P<0,05). Berat organ non karkas dari itik bali umur 6 minggu tertinggi diperoleh dari itik yang mendapat perlakuan RSP80 sebesar 247,2 gram / ekor dan terendah diperoleh perlakuan RSP20 sebesar 207,05 gram/ekor (Tabel 4.7). Itik bali yang mendapat perlakuan RSP20 ; RSP40 memiliki berat organ non karkas berbeda nyata (P<0,05) dari RSP80. Sedangkan itik yang mendapat ransum RSP0; RSP60 berat organ non karkasnya tidak berbeda nyata (P>0,05) dari RSP80. Itik dengan perlakuan RSP); RSP20 dan RSP60 tidak berbeda nyata (P>0,05). Rataan berat karkas dan persentase karkas yang tertinggi pada RSP40 disebabkan karena rentensi protein yang lebih tinggi berbeda nyata (P<0,05) dari perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya pakan yang tercerna dalam tubuh ayam mengakibatkan nutrien banyak diserap dan dibentuk tercermin dalam berat karkas dan persentase karkas yang tinggi. Sesuai dengan Mahfuds (2006) meningkatnya proses fermentasi pada ransum dapat meningkatkan kandungan asam glutamat. Proses pada saluran pencernaan ayam mikroba fermenter bekerja sebagai probiotik akan memecah protein dan karbohidrat menjadi asam amino, N, dan karbon terlarut yang diperlukan ternak untuk mensintesis protein. Meningkatnya kecernaan protein mempermudah metabolisme protein, sehingga secara langsung juga meningkatkan sintesis protein daging. Sesuai dengan Bidura et al (2008) bahwa penggunaan ransum terfermentasi sampai level 100%
dapat meningkatkan berat
karkas, dan persentase karkas serta menurunkan persentase lemak abdomen itik. Sifat fisik karkas dari tulang itik yang memperoleh perlakuan RSP0 sebesar 111,56 g tidak berbeda nyata (P>0,05) dari RSP20, RSP60 dan RSP80 . Perlakuan RSP40 lebih tinggi secara nyata dari perlakuan RSP0 dan RSP80. Sifat fisik daging itik yang mendapat perlakuan RSP0, RSP20 dan RSp40 berturut-turut 146,18, 159,53 , 168,67 gram berbeda nyata (P<0,05). Sifat fisik karkas itik bali berupa kulit perlakuan RSP40 berbeda nyata dengan RSP0, RSP20, RSP80 (P<0,05). Berat organ non karkas dari itik bali umur 6 minggu tertinggi diperoleh dari itik yang mendapat perlakuan RSP80 sebesar 247,2 gram / ekor dan terendah diperoleh perlakuan RSP20 sebesar 207,05 gram/ekor (Tabel 4.7). Itik bali yang mendapat perlakuan RSP20 ; RSP40 memiliki berat organ non karkas berbeda nyata (P<0,05) dari RSP80. Hasil penelitian Kataren (1999) dan Purwati (2005) juga menunjukkan pemberian produk fermentasi mampu menurunkan akumulasi lemak dalam tubuh unggas. Penurunan kadar lemak tubuh ini diakibatkan oleh proses fermentasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan lemak ransum sampai 52,3% (Hamid et al., 1999), sehingga lemak yang dapat dimanfaatkan oleh ternak akan berkurang. Disamping itu penurunan lemak tubuh (karkas) juga terjadi karena adanya senyawa senyawa asam organik (produk fermentasi) yang dapat menghambat sintesis lipida dalam hati. Tanaka et al. (1992) menunjukkan penggunaan bahan pakan hasil fermentasi dapat menekan aktivitas enzim 3 hidroxy 3 methylglutaryl Co-A reduktase yang berperanan dalam
542
sintesis kolesterol atau lipida dalam hati. Santoso (2000) juga melaporkan pemberian produk fermentasi pada broiler secara nyata dapat menurunkan kandungan trigleserida dan kolesterol di dalam hati. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan : pengaruh penggunaan ransum tersuplementasi biosuplemen 40% cairan rumen (C) pada ternak Itik bali umur 2 - 8 minggu , meningkatkan performans berat badan , pertambahan berat badan , karkas, dan menurunkan , FCR, organ non karkas dari perlakuan tanpa biosuplemen (A) , 20 % biosuplemen (B) , 60% biosuplemen (D), dan 80% biosuplemen (E)
Saran Dari kesimpulan yang dihasilkan dapat disarankan : Ternak itik bali berumur 2 - 8 minggu hendaknya diberikan ransum yang mengandung biosuplemen berprobiotik 40% cairan rumen (RSP40).
Perlu dilakukan
penelitian pemberian ransum dengan biosuplemen 40% cairan rumen untuk menghitung produktivitas itik bali masa produksi telur.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat- Dikti yang mendanai penelitian Hibah Bersaing Tahap I, Rektor Universitas Udayana serta Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Udayana atas dana yang diberikan melalui Pendanaan Penelitian Hibah Unggulan Udayana . Kepada Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana atas segala fasilitas penelitian yang disediakan. Terimakasih kepada mahasiswa yang membantu baik S1 dalam penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA Bidura, I.G.N.G. (2006). Bioteknologi Pakan Ternak. Bahan Ajar. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar Bidura, I G. N. G. (2007). Limbah. Pakan Ternak alternatif dan Aplikasi Teknologi. Buku Ajar. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar Dewi, G.A.M. K, I G. Mahardika, I K.Sumadi, I M. Suasta, and I Made Wirapartha. The effects of different energy-protein ration for carcass of kampung chickens. Proceedings 4th International Conference on Biosciences and Biotechnology. p:366-370. Direktorat Jenderal Peternakan. (2007). Statistik Peternakan 2007. Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Republik Indonesia Jakarta. Mudita, I M., I G.L.O.Cakra, AA.P.P.Wibawa, dan N.W. Siti. (2009). Penggunaan Cairan Rumen Sebagai Bahan Bioinokulan Plus Alternatif serta Pemanfaatannya dalam Optimalisasi Pengembangan Peternakan Berbasis Limbah yang Berwawasan Lingkungan. Laporan Penelitian Hibah Unggulan Udayana, Universitas Udayana, Denpasar. Mudita, I M., dan M. Wirapartha. (2007). Pemanfaatan Berbagai Kultur Mikroorganisme Untuk Meningkatkan Nilai Organoleptik dan Komposisi Kimia Silase Rumput Alang-Alang (Imperata Cylindrica). Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana, Denpasar Mudita, I M., T.I. Putri, T.G.B. Yadnya, dan B. R. T. Putri. (2010a). Penurunan Emisi Polutan Sapi Bali Penggemukan Melalui Pemberian Ransum Berbasis Limbah Inkonvensional Terfermentasi Cairan Rumen. Prosiding Seminar Nasional, Fakultas Peternakan UNSOED ISBN: 978-979-25-9571-0
543
Mudita, I M., I W. Wirawan Dan AA. P.P. Wibawa. (2010b). Suplementasi Bio-Multi Nutrien Yang Diproduksi Dari Cairan Rumen Untuk Meningkatkan Kualitas Silase Ransum Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah. Laporan Penelitian Dosen Muda Unud, Denpasar Mudita, I M., I W. Wirawan, A. A. P. P. Wibawa, I G. N. Kayana. (2012). Penggunaan Cairan Rumen dan Rayap dalam Produksi Bioinokulan Alternatif serta Pemanfaatannya dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Kompetitif dan Sustainable. Laporan Penelitian Hibah Unggulan Perguruan Tinggi. Universitas Udayana, Denpasar Mulyono, R. Murwani, dan F. Wahyono. (2009). Kajian penggunaan probiotik Sacckaromyces cerevisiae sebagai alternatif aditif antibiotik terhadap kegunaan protein dan energi pada ayam broiler. Jurnal of The Indonesian Tropical Animal Agriculture . 32(2) :145-151. Nitis, I . M. (2006). Peternakan Berwawasan Lingkungan . Cetakan Pertama. Arti Foundation, Denpasar, Bali. Partama, I. B. G., I M. Mudita, N. W. Siti, I W. Suberata, A. A. A. S. Trisnadewi. 2012. Isolasi, Identifikasi dan Uji Aktivitas bakteri serta Fungi Lignoselulolitik Limbah Isi Rumen dan Rayap Sebagai Sumber Inokulan dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Berbasis Limbah. Laporan Penelitian Invensi. Universitas Udayana, Denpasar Rahayu, E., C. I. Sutrisno, dan B. Sulistiyanto. (2012). Pemanfaatan Limbah Isi Rumen Sebagai starter Kering. Prosiding Seminar Nasional peternakan Berkelanjutan 4. Hal. 50-55. Fakultas Peternakan Universitas Pasdjajaran, Bandung Sanjaya, L., (1995). Pengaruh penggunaan isi rumen sapi terhadap PBB, konsumsi dan konversi pada ayam pedaging strain loghman. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang. Tanaka, K., B.S. Youn, U. Santoso, S. Otan, and M. Sakaida. (1992). Effect of fermented feed products from Chub Mackerel extract on growth and carcass composition, hepatic lipogenesis ando n various lipid praction in the liver and thigh muscle of broiler. Anim. Sci. Technol 63: 32-37 Sastrosupadi, A.. (2000). Rancangan Percobaan Praktis Bidang pertanian. Edisi Revisi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta Santoso, U. (2000). Pengaruh pemberian ekstrak daun keji beling (Strobilanthes crispus BL.) terhadap performans dan akumulasi lemak lemak pada broiler. Jurnal Peternakan dan Lingkungan 6(2): 10-14
544