Pengaruh Pengadukan Bertahap terhadap Pertumbuhan Bakteri Halofolik Dengan Nutrisi Artemia salina pada Pembuatan Garam (Nilawati)
PENGARUH PENGADUKAN BERTAHAP TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI HALOFILIK DENGAN NUTRISI Artemia salina PADA PEMBUATAN GARAM (The Effect of Gradually Stirring On Halophilic Bacteria Growth with Artemia salina Nutrition for Salt Production) Nilawati, Muryati dan Marihati Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Jl. Ki Mangun Sarkono No. 6, Semarang, 50136 e-mail: nilawati
[email protected] id Naskah diterima 23 Desember 2013, revisi akhir 6 Maret 2014 dan disetujui untuk diterbitkan 3 April 2014
ABSTRAK. Bakteri halofilik merupakan mikroorganisme yang habitatnya berada pada kadar garam tinggi. Kehadiran bakteri halofilik dalam kristalisasi garam dapat meningkatkan kemurnian NaCl. Bakteri ini agar dapat berkembang biak harus ada nutrisi yang mengandung sumber karbon dan nitrogen, Artemia salina mengandung unsur tersebut dimana kandungan protein 52% dan karbohidrat 15,49%. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan bakteri halofilik dengan menggunakan nutrisi Artemia salina untuk proses pembuatan garam. Penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu jenis, waktu dan lama pengadukan. Pengadukan meliputi aerasi dan stirer. Waktu pengadukan yaitu ½, 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 jam. Lama pengadukan terdiri dari hari ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-5, ke-6 dan ke-7. Hasil perlakuan yang terbaik untuk analisa transmitan dan mikrobiologi adalah perlakuan dengan aerasi 6 jam pada hari ketujuh yang nilainya masing-masing 33% transmitan dan 2,25 x 103 colony forming unit per mililiter untuk jumlah mikroba. Kata kunci: aerasi, Artemia salina, bakteri halofilik, stirer ABSTRACT. Halophilic bacteria are microorganisms whose habitat is at high salt content. Halophilic bacteria in the presence of salt crystallization can increase the purity of NaCl. Nutrients that contain carbon and oxygen must be available for the survival of bacteria, where Artemia salina contains 52% protein and 15.49% carbohydrate. The purpose of this study was to determine the development of the growth of halophilic bacteria using nutrient Artemia salina for salt production. Three variables were used in this reserach: the first variables includes aeration and stirrer, the second variable was stirring time (½, 1, 2, 3, 4, 5 and 6 hours) and the third variable was mixing period, there were consisted of 1st, 2nd, 3rd, 4th, 5th, 6th and 7th day. The best treatment for transmitance and microbial analysis were 6 hours and seven days of aeration, each point was 33% transmitance and 2,25 x 103 colony forming unit per mililiter for microbilogy analysis. Keywords: aeration, Artemia salina, halophilic bacteria, stirer
1. PENDAHULUAN Garam merupakan salah satu produk inferior yang hanya diproduksi oleh negara-negara tropis seperti Indonesia. Garam bahan baku diproduksi oleh petani garam dan PT. Garam. Beberapa tahun terakhir ini, Indonesia harus mengimpor garam, namun pada tahun 2012 surplus
garam. Pada tahun 2012 produksi garam nasional mencapai 2,02 juta ton sementara kebutuhan untuk garam konsumsi 1,5 juta ton. Dalam memproduksi garam, kemurnian NaCl sangat diperlukan, seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Marihati, dkk., (2012a). Peningkatan
29
BIOPROPAL INDUSTRI Vol. 5 No.1, Juni 2014 : 29-35
kemurnian garam dilakukan dengan menggunakan bakteri halofilik pada meja kristalisasi dengan hasil kemurnian NaCl mencapai hingga 97-98,55%. Untuk menumbuhkembangkan bakteri ini dibutuhkan nutrisi. Media atau nutrisi yang biasa digunakan untuk bakteri halofilik adalah Luria Berthani (LB), karena media ini harganya mahal (lebih kurang 2,8 juta rupiah per kilogram) maka dicari alternatif pengganti LB yaitu Artemia salina (lebih kurang 200 ribu rupiah per kilogram) dimana kandungan protein 52% dan karbohidrat 15,49%. Ini merupakan sumber nitrogen dan karbon bagi bakteri halofilik. Bakteri halofilik merupakan jenis mikroorganisme yang habitatnya berada pada kadar garam tinggi. Bakteri halofilik dapat diklasifikasikan berdasarkan kadar garam yang dibutuhkan diantaranya jenis halofil rendah yang tumbuh optimal pada 2-5% NaCl, jenis halofil sedang yang tumbuh optimal pada 5-20 NaCl dan untuk jenis halofil yang ekstrim (kadar garam tinggi) tumbuh optimal pada kadar garam sekitar 20-30% NaCl (Dassarma, 2001). Menurut Falb, dkk. (2008), jenis bakteri halofilik Archea berupa Halobacterium salinarum, Haloarcula marismortui, Haloquadratum walsbyi dan haloalkaliphile Natronomonas pharaonis mempunyai kebutuhan nutrisi yang berbeda dan tingkat mendegradasi senyawa-senyawa organik yang berbeda seperti gliserol, pentosa dan folat. Kualitas garam NaCl selain dipengaruhi oleh kebersihannya juga dipengaruhi oleh terikutnya senyawasenyawa lain yang tidak dikehendaki, terutama CaSO4, MgSO4 dan MgCl2 dalam kristal garam. Dua mekanisme yang dianggap sebagai penyebab utama adanya ketidakmurnian kristal NaCl, yaitu kopresipitasi (pengendapan kristal pada saat yang bersamaan) dengan timbulnya kristal-kristal garam NaCl dan penempelan lindi induk pada kristal garam. Rendahnya mutu garam NaCl disebabkan karena ikut terkristalnya garam-garam Fe, Ca (pada kekentalan 24oBe) dan garam Mg, K (pada kekentalan 26,25-29,5oBe), peristiwa ini
30
dikenal sebagai kopresipitasi (Marihati, dkk., 2012a). Bakteri halofilik agar tetap hidup membutuhkan nutrien-nutrien seperti karbon (C), oksigen (O) dan nitrogen (N) yang merupakan elemen utama penyusun sel bakteri tersebut. Media Luria Berthani terdiri dari Tripton, Yeast extract dan NaCl. Media Yeast extract dan Tripton ini mengandung karbon (C), nitrogen (N), asam amino dan vitamin yang dibutuhkan bakteri halofilik untuk tumbuh dan berkembang biak. Dalam penelitian ini, untuk menumbuhkembangkan bakteri halofilik digunakan Artemia salina. Hasil analisa laboratorium Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (2012), Artemia salina mengandung protein 52,76%, lemak 4,87%, karbohidrat 15,40%, serat 4,86% dan abu 11,26%. Artemia salina atau udang renik air asin adalah sejenis plankton yang merupakan makanan bermutu tinggi bagi berbagai jenis ikan, udang dan kepiting (Mudjiman, 1988). Artemia salina juga sebagai biota akuatik yang khas karena bersifat eury-polihalin (tahan dan menyukai kadar garam tinggi). Warna tubuh Artemia Salina tergantung dari konsentrasi garam dimana warnanya hijau ke merah bila konsentrasi garam rendah, berwarna hijau dan merah bila konsentrasi tinggi (Dumitrascu, M., 2011). Kehadiran Artemia salina pada bak peminihan dalam proses pembuatan garam dapat berpengaruh positif yaitu pertama dapat memangsa plankton penyebab kekeruhan sehingga dapat meningkatkan kecerahan air dan mempercepat evaporasi, kedua adalah bangkai Artemia salina yang mati (detritus organik) dapat menjadi pakan alami bakteri halopilik di meja penggaraman sehingga dapat meningkatkan kemurnian NaCl dan mutu garam (Marihati, dkk, 2013). Penelitian tentang penumbuhbiakan bakteri halofilik dengan proses aerasi kontinyu selama 7 hari telah dilakukan oleh Marihati, dkk, (2012b), namun perbedaan dengan penelitian ini adalah aerasi yang dilakukan tidak kontinyu dan setiap harinya hanya dilakukan beberapa jam saja selama 7 hari.
Pengaruh Pengadukan Bertahap terhadap Pertumbuhan Bakteri Halofolik Dengan Nutrisi Artemia salina pada Pembuatan Garam (Nilawati)
Selain sistem aerasi, pada penelitian ini juga dilakukan tanpa aerasi yaitu dengan stirer. Aerasi merupakan proses peningkatan kandungan oksigen pada suatu lingkungan air dengan tujuan untuk menjadikan organisme hidup dan berkembang biak, sedangkan stirer merupakan proses pengadukan tanpa memasukkan selang udara ke dalam larutan. Penggunaan aerasi bertahap pada penelitian ini diharapkan dapat menghemat energi listrik, karena aerasi tidak dilakukan secara terus menerus. Perbedaan penelitian Marihati, dkk. (2012b) dengan penelitian yang dilakukan ini adalah pada proses aerasi penuh dan aerasi secara bertahap, persamaannya adalah jumlah hari aerasi yaitu 7 hari dan nutrisi yang digunakan adalah Artemia salina. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis pengadukan, waktu dan lama pengadukan bertahap terhadap pertumbuhan bakteri halofilik dengan menggunakan Artemia salina sebagai nutrisi. Dengan menggunakan proses aerasi dan stirer bertahap maka diharapkan dapat menghemat energi listrik. Juga dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan starter halofilik yang selanjutnya starter ini dapat digunakan dalam pembuatan garam dengan NaCl tinggi. Pada ladang garam, starter halofilik digunakan sebagai pengkaya yang disebarkan pada kolam pengkayaan sebelum masuk ke meja kristalisasi.
adalah ½, 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 jam. Lama pengadukan terdiri dari hari ke-1, ke-2, ke3, ke-4, ke-5, ke-6 dan ke-7. Masingmasing perlakuan menggunakan satu jenis formulasi dari hasil penelitian Marihati, dkk. (2012b) yaitu tiap 500 ml larutan terdiri dari 450 ml air garam tua 20oBe, 50 ml Luria Berthani, gula halus 1,5 gram, urea 0,5 gram, Artemia salina 2,25 gram. Setiap perlakuan dilakukan sebanyak 2 kali ulangan. Semua perlakuan kemudian diaerasi dan distirer pada hari ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-5, ke-6 dan ke-7 dan setiap harinya diaerasi dan distirer selama ½, 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 jam. Larutan starter bakteri halofilik dilakukan uji transmitan dan uji mikrobiologi. Uji transmitan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 590 nm. Analisa mikrobiologi terhadap jumlah bakteri halofilik dengan metode Total Plate Count (SNI 2897:2008) dengan memakai media Plate Count Agar ditambah 10% NaCl 99% kemudian diinkubasi selama 2 hari, selanjutnya dibaca dengan Coloni counter.
2. METODE PENELITIAN
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bittern, tripton, yeast extract, NaCl, Artemia salina yang diambil dari Pamekasan Madura, urea dan gula halus, air garam tua 20oBe diambil dari PT. Garam Sampang Madura. Alatalat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu inkubator, shaker, autoclave, laminar air flow, erlenmeyer, beaker glass, cawan petri, tabung reaksi, gelas ukur, pipet ukur, stirer, aerator dan botol aerasi. Penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu jenis pengadukan, waktu dan lama pengadukan. Jenis pengaduk terdiri dari aerasi dan stirer. Waktu pengadukan
Uji Transmitan Nilai transmitan adalah besarnya sinar radiasi yang melewati zat dan ditangkap detektor, Transmitan merupakan kebalikan dari absorban sedangkan nilai absorban adalah besarnya sinar radiasi yang terserap oleh zat yang diukur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai transmitan akibat dari pengaruh perlakuan aerasi dan stirer dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Secara keseluruhan, nilai transmitan dari perlakuan aerasi lebih rendah dari perlakuan stirer, nilai rata-rata aerasi adalah 49,40 sedangkan dengan stirer rata-
Metode Analisis Hasil Data hasil analisa laboratorium ditabulasi dan diolah dengan metode SPSS (Santosa, 2000 dan Pratisto, A., 2002). Perlakuan yang terpilih adalah perlakuan yang mempunyai nilai transmitan yang terkecil dan jumlah bakteri halofilik (Total Plate Count) yang tertinggi nilainya.
31
BIOPROPAL INDUSTRI Vol. 5 No.1, Juni 2014 : 29-35
ratanya 60,41. Hal ini menunjukkan bahwa larutan perlakuan dengan aerasi lebih keruh atau kental dibandingkan stirer. Kekeruhan tersebut disebabkan adanya
pertumbuhan mikroba yang mengalami proses mekanisme pemecahan bahanbahan organik seperti karbohidrat dan protein.
Tabel 1. Pengaruh aerasi terhadap uji transmitan (%) Waktu
Ulangan
1 1 67 ½ jam 2 62 1 65 1 jam 2 64 1 65 2 jam 2 64 1 64 3 jam 2 63 1 63 4 jam 2 64 1 63 5 jam 2 57 1 56 6 jam 2 55 Rata-rata transmitan aerasi: 49,40%
2 60 60 57 67 63 61 61 63 63 65 61 54 58 50
3 56 60 56 63 56 59 57 59 53 59 53 50 42 47
Hari ke4 50 52 50 52 46 50 43 52 41 52 42 43 37 41
5 46 52 46 47 47 47 45 43 40 45 40 41 37 38
6 45 46 45 45 46 40 41 41 39 40 37 36 33 34
7 39 37 39 46 38 36 39 40 37 42 35 30 32 33
Hari ke4 80 74 70 71 61 68 59 55 50 50 53 52 46 46
5 78 69 69 60 60 61 58 53 49 47 54 50 42 43
6 75 58 65 57 60 50 49 51 45 45 39 40 37 40
7 62 51 49 42 40 42 31 38 39 37 36 37 36 32
Tabel 2. Pengaruh stirer terhadap uji transmitan (%) Waktu
Ulangan
1 1 77 ½ jam 2 81 1 79 1 jam 2 79 1 76 2 jam 2 77 1 75 3 jam 2 77 1 72 4 jam 2 73 1 73 5 jam 2 74 1 74 6 jam 2 69 Rata-rata transmitan stirer : 60,41%
2 86 78 76 74 75 73 73 70 72 71 71 68 70 63
Untuk perlakuan stirer, kemungkinan oksigen yang masuk lebih sedikit sehingga pertumbuhan bakteripun tidak maksimal. Bakteri halofilik merupakan bakteri yang dapat hidup di air garam dengan konsentrasi rendah, sedang dan tinggi dan untuk kelangsungan hidupnya memerlukan karbon, nitrogen dan oksigen. Menurut Syariffauzi (2009) 32
3 80 77 74 71 61 69 71 63 61 66 61 64 56 59
dan Todar (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah penyediaan nutrien yang sesuai untuk kultivasi bakteri, faktor fisika dan faktor kimia. Hal ini didukung dari hasil analisa statistik bahwa jenis pengaduk berupa aerasi dan stirer memberikan perbedaan yang nyata dimana F hitung 506,412 sig<0,05. Proses pengadukan
Pengaruh Pengadukan Bertahap terhadap Pertumbuhan Bakteri Halofolik Dengan Nutrisi Artemia salina pada Pembuatan Garam (Nilawati)
dengan aerasi dan stirer dapat dilihat pada Gambar 1.
Untuk Lama Pengadukan, hasil analisa transmitan menunjukkan terjadi penurunan yang berarti, larutan bertambah keruh dan bertambah kekentalannya. Nilai rata-rata untuk lama pengadukan adalah 54,00. Hasil F hitung diperoleh 288,313 sig<0,005. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hari ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-5, ke6 dan ke-7 memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai transmitan. Untuk variabel waktu, nilai rata-rata transmitan adalah 54.9, untuk uji statistik antar waktu memberikan perbedaan yang nyata dimana F hitungnya 72,763 sig<0,05, tingkat kepercayaan 95% (tersaji pada Tabel 3). Jika dilanjutkan dengan uji Post Hoc Test maka lama pengadukan akan memberikan perbedaan yang nyata setiap harinya dengan nilai tingkat signifikansi 5% atau tingkat kepercayaannya 95%. Begitu juga dengan variabel waktu memberikan perbedaan yang nyata setiap waktu dengan nilai tingkat signifikansi 5%. Menurut Oren, A. (2010), terjadinya kekeruhan larutan karena bakteri halofilik jenis Dumaallela menghasilkan senyawa-senyawa organik berupa gliserol, glisin betain, ektoin, laktat, asetat dan dihidroksiaseton. Selain itu bakteri halofilik mengandung enzim protease yang berfungsi untuk menghidrolisis protein menjadi asam-asam amino (Rejeki dan Wuryuni, 2009).
(a)
(b) Gambar 1. Perlakuan pengadukan: (a) aerasi dan (b) stirer
Tabel 3. Anova hasil uji transmitan terhadap larutan stater bakteri halofilik Source Corrected Model Intercept Waktu Jenis Lama Pengadukan Waktu * jenis Waktu * hari Jenis* hari Waktu* Jenis* Lama Pengadukan Error Total Corrected Total
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
34155,658
97
352,120
30,020
0,000
590811,842 5120,908 5940,005
1 6 1
590811,842 853,485 5940,005
50369,344 72,763 506,412
0,000 0,000 0,000
20290,765 1110,602 782,235
6 6 36
3381,794 185,100 21,729
288,313 15,781 1,852
0,000 0,000 0,000
506,459
6
84,410
7,196
0,000
404,684
36
11,241
0,958
0,544
1149,500 626117,000 35305,158
98 196 195
11,730
33
BIOPROPAL INDUSTRI Vol. 5 No.1, Juni 2014 : 29-35
Uji Mikobiologi Hasil uji mikrobiologi terhadap jumlah bakteri halofilik dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3 dimana semakin lama diaerasi dan distirer maka jumlah bakterinya semakin banyak. 2500
Hari ke 1 Hari ke 3 Harike 7
hasil uji (cfu/ml)
2000 1500 1000 500 0
½ jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam 6 jam
Gambar 2. Pengaruh pengadukan terhadap pertumbuhan halofilik 2000
Hari ke 1 Hari ke 3 Harike 7
1500
hasil uji (cfu/ml)
aerasi bakteri
1000 500 0 ½ jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam 6 jam
Gambar 3. Pengaruh pengadukan terhadap pertumbuhan halofilik
stirer bakteri
Pengujian mikrobiologi hanya dilakukan pada awal, pertengahan dan akhir proses pembuatan stater bakteri halofilik yaitu hari ke-1, ke-3 dan ke-7. Pada hari ke-1 belum ada pertumbuhan bakteri halofilik. Untuk variabel jenis pengadukan berupa aerasi dan stirer maka perlakuan aerasi lebih baik dari stirer dimana jumlah bakteri yang tumbuh lebih banyak. Untuk aerasi rata-rata bakteri yang tumbuh 6,39 x 102 koloni/ml. Sedangkan perlakuan stirer sebanyak 5,46 x102 koloni/ml. Apabila dilanjutkan analisa statistik maka perlakuan aerasi dan stirer berbeda nyata dengan F hitung 30,727 sig<0,05. Sesuai dengan uji transmitan bahwa perlakuan jenis pengadukan juga berbeda nyata. Untuk perlakuan waktu, semakin lama waktu aerasi dan stirer maka jumlah bakteri semakin meningkat, hal ini didukung dari hasil uji statistik bahwa variabel waktu berpengaruh nyata terhadap jumlah mikroba (bakteri halofilik) dengan F hitung 409,601 sig <0,05 (Tabel 4). Lama Pengadukan (hari ke-1, ke-3 dan ke7) memberikan perbedaan yang nyata juga dengan F hitung 1928,909 sig <0,05. Antara variabel saling berinteraksi dimana variabel waktu dan variabel jenis pengadukan, kemudian variabel jenis pengadukan berinteraksi dengan variabel hari serta variabel jenis pengadukan berinteraksi dengan variabel hari. Hasil analisa statistik uji mikrobiologi tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4. Anova hasil uji mikrobiologi terhadap larutan stater bakteri halofilik Source Corrected Model Intercept Waktu Jenis Lama Pengadukan Waktu * jenis Waktu * hari Jenis* hari Waktu* Jenis* Lama Pengadukan Error Total Corrected Total
34
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
22447142,9 19682857,1 9642142,857 120714,286 7577857,143 129285,714 4847142,857 71428,571
27 1 6 1 1 6 6 1
831375,661 19682857,14 1607023,810 120714,286 7577857,143 21547,619 807857,143 71428,571
211,623 5010,182 409,061 30,727 1928,909 5,485 205,636 18,182
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,000
58571,429
6
9761,905
2,485
0,000
110000,00 42240000,0 22557142,9
28 56 55
3928,571
0,000 0,000 0,047
Pengaruh Pengadukan Bertahap terhadap Pertumbuhan Bakteri Halofolik Dengan Nutrisi Artemia salina pada Pembuatan Garam (Nilawati)
4. KESIMPULAN Perlakuan terbaik pada pembuatan stater halofilik dengan menggunakan nutrisi Artemia salina yaitu untuk parameter transmitan yang nilainya paling kecil adalah perlakuan dengan aerasi selama 6 jam pada hari ketujuh. Begitu pula untuk parameter mikroba dimana bakteri tumbuh paling banyak pada perlakuan dengan aerasi selama 6 jam pada hari ketujuh. Untuk penelitian selanjutnya disarankan perlakuan aerasi selama 6 jam pada hari ketujuh dapat dijadikan sebagai stater bakteri halofilik dalam pembuatan garam guna meningkatkan kemurniaan NaCL.
DAFTAR PUSTAKA Dumitrascu, M. (2011). Artemia salina SC Biosafety SRL-D. Balneo-Research Journal, 2(4), 119-122. DasSarma, S. & Arora, P. (2001). Halophiles: Encylopedia of life sciences. USA: Nature Publishing Group. Falb, M., Muller, K., Ko¨nigsmaier, L., Oberwinkler, T., Horn, P., Gronau, S., Gonzales, O., Pfeiffer, F., BornbergBauer, E., & Oesterhelt, D. (2008). Metabolism of Halophilic Archaea. Extremophiles. 12(2), 177-196. Marihati, Nani, H., Muryati, Nilawati, Danny W., Syarifudin, M. & Edy, N. (2013). Artemia Salina sebagai Bahan Utama Media Halofilik dalam Pembuatan Garam NaCl Kemurnian Tinggi untuk Industri Garam Beryodium. Jurnal Media Gizi Mikro Indonesia, 4(2), 8593. Marihati. (2012). Pengaruh Bakteri Halofilik Terhadap Kemurnian NaCl Garam Rakyat Guna Penerapan Green Industy di Industri Berbasis Garam Rakyat. Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri, 2(1), 59-66. Marihati, Nani, H., Asyari, Suwito, Muryati, Nilawati, Danny, W., Syarifudin, M., Edy, N., Winarno, Fajar, A.H., Nelviyanti & Rahayu. (2012). Pilot
Project Peningkatan Mutu dan Produktivitas Garam Rakyat dengan Peladangan Garam Sistem Salt House Berbasis Biomanajemen Bakteri Halofilik dan Artemia salina. Laporan Akhir Pengembangan dan Aplikasi Hasil Litbang Teknologi Industri, Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri, Badan Pengkajian dan Kebijakan Iklim dan Mutu Industri, Semarang. Mudjiman & Ahmad. (1988). Udang Renik Air Asin. Jakarta: Bhratara Karya Aksara Oren, A. (2010). Thoughts on the “Missing Link” Between Saltworks Biology and Solar Salt Quality. Global NEST Journal, 2(4), 417-425. Pratisto, A. 2002. Statistik Menjadi Mudah dengan SPSS 17. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo. Rejeki, D. S., Asy'ari, M., & Wuryanti. (2009, Desember 22). eprints: Diponegoro University Institutional Repository . Dipetik Oktober 12, 2012, dari Diponegoro University Institutional Repository Web site: http://eprints.undip.ac.id/2905/ Santosa, (2000). Statistik Parametrik (ed. 1). Jakarta: PT. Elex Media Computindo. Badan Standardisasi Nasional. (2008). SNI 2897:2008 Metode Uji Cemaran Mikroba. Jakarta: BSN Syariffauzi. (2009). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri. Diambil kembali Juli 23, 2011, dari http://syariffauzi. wordpress.com/tag/faktor-faktor-yangmempengaruhi-pertumbuhan-bakteri/. Todar, K. (2012). Table of Content: Structure and Function of Prokaryotes. Diambil kembali dari Todar's Online Textbook of Bacteriology Web site: http://textbookofbacteriology.net/structu re.html Unicef. (2006). Report Feasibility Study on Iodozation Using Hand Spray. Jakarta: Ministry of Industri. Seameo-Tropmed RCCN-University of Indonesia.
35