PENGARUH PENAMBAHAN FUMED SILICA DAN PENGENCERAN TERHADAP KADAR PROTEIN LATEKS
MOHAMMAD MAKKI FEBRIANTO F34102037
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
PENGARUH PENAMBAHAN FUMED SILICA DAN PENGENCERAN TERHADAP KADAR PROTEIN LATEKS
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
MOHAMMAD MAKKI FEBRIANTO F34102037
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGARUH PENAMBAHAN FUMED SILICA DAN PENGENCERAN TERHADAP KADAR PROTEIN LATEKS
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
MOHAMMAD MAKKI FEBRIANTO F34102037
Dilahirkan pada tanggal 8 Februari 1984 di Malang, Jawa Timur Tanggal lulus: 12 Maret 2007
Menyetujui, Bogor, 12 Maret 2007
Dr. Ir. Illah Sailah, MS. Pembimbing I
Ir. Dadang Suparto, MS. Pembimbing II
Mohammad Makki Febrianto. F34102037. Pengaruh Penambahan Fumed silica dan Pengenceran Terhadap Kadar Protein Lateks. Di bawah bimbingan Illah Sailah dan Dadang Suparto. 2007
RINGKASAN Mulai akhir tahun 1980-an muncul kasus alergi akibat penggunaan barang jadi lateks. Permasalahan ini mendapatkan perhatian yang cukup serius dari dunia industri lateks. Lateks karet alam mengandung sekitar 2 persen protein yang sebagian diantaranya merupakan alergen berbahaya bagi individu tertentu. Hingga saat ini sudah banyak teknologi yang dihasilkan untuk mengatasi permasalahan alergi barang jadi lateks tersebut melalui penurunan protein lateks. Fumed silica diduga dapat digunakan untuk menurunkan kadar protein lateks. Menurut Anand dan Morris (1997) penggunaan fumed silica hingga 1,5 persen (b/b) dapat mengurangi protein dan meningkatkan ketahanan sobek vulkanisat lateksnya. Amdur (1999) juga menyebutkan bahwa pada penggunaan fumed silica hingga 5 persen (b/b) dapat menurunkan protein film lateks. Dilaporkan pula oleh Thiangchanya et al. (2002) bahwa penambahan fumed silica hingga 3 bsk (bagian per seratus karet) bersama dengan 0,17 bsk ZnO pada lateks yang divulkanisasi secara radiasi dapat mengurangi protein larut air vulkanisat lateksnya hingga kurang dari 30 g/g. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fumed silica yang ditambahkan terhadap penurunan kadar protein lateks yang telah dipravulkanisasi. Selanjutnya ditentukan formula terbaik untuk lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan berdasarkan pengaruh konsentrasi fumed silica yang ditambahkan dan pengaruh pengenceran yang dilakukan. Lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan tersebut juga diharapkan mempunyai karakteristik yang lebih baik daripada lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan oleh RRIM (Rubber Research Institute of Malaysia). Fumed silica ditambahkan dalam lateks pravulkanisasi pada ragam konsentrasi 0, 1 dan 3 persen (b/b), selanjutnya dilakukan pengenceran pada masing-masing konsentrasi fumed silica hingga 30, 20 persen total padatan dan tanpa pengenceran (50 persen). Kadar protein dalam lateks yang ditentukan dengan pengujian kadar nitrogen menunjukkan adanya penurunan dan berada pada kisaran nilai 0,17-0,45 persen. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar nitrogen dipengaruhi secara nyata oleh pengenceran pada tingkat kepercayaan 95 persen, sedangkan fumed silica tidak memberikan pengaruh terhadap kadar nitrogen lateks pravulkanisasi yang dihasilkan. Uji Tukey yang dilakukan memperlihatkan bahwa perlakuan tanpa pengenceran (50 persen TP) berbeda nyata jika dibandingkan dengan taraf pengenceran 30 dan 20 persen, namun taraf pengenceran 30 dan 20 persen tidak berbeda nyata. Lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan mempunyai kualitas yang cukup baik dibandingkan dengan lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan RRIM pada karakteristik kadar nitrogen dan waktu kemantapan mekanik, sedangkan kadar jumlah padatan dan kadar koagulumnya masih belum menyamai. Kombinasi perlakuan yang menghasilkan lateks berprotein rendah terbaik diperoleh dengan menambahkan fumed silica sebanyak 3 persen (b/b) dan pengenceran 30 persen yang menunjukkan kadar nitrogen terukur sebesar 0,17 persen.
ii
Mohammad Makki Febrianto. F34102037. The Effect of Fumed silica Addition and Dilution To Proteins Content of Latex. Supervised by Illah Sailah and Dadang Suparto. 2007
SUMMARY Since the end of 1980 s allergic reactions associated with the use of latex goods has been publicized. This problem recognized widespread and seriously by natural rubber (NR) latex industry. Fresh NR latex contains about 2 percent proteins which may cause allergic reactions for many people. Now, several methods have been suggested to reduce NR latex proteins in fresh latex or latex-based products. The proteins content of latex reduced by fumed silica has been observed. Anand and Morris (1997) reported that adding fumed silica 1.5 percent (w) can reduce proteins and improve tear strength of latex film. From Amdur (1999) known that adding fumed silica 1-5 percent (w) reduced proteins in dipped latex. Also, Thiangchanya et al. (2002) that reported the film properties improvement and water-soluble protein content reduction of Radiation Vulcanized Natural Rubber Latex (RVNRL) by adding fumed silica at 1-3 percent (w) with and without ZnO. The effect of fumed silica addition to pre-vulcanized latex for reducing proteins content has been investigated. Then the best low protein pre-vulcanized latex formula that produced by the concentration of fumed silica and dilution combinations determined. This low protein pre-vulcanized latex compared with Rubber Research Institute of Malaysia (RRIM) production and expected to be have competitive quality. Fumed silica added to pre-vulcanized latex at various concentration, 0, 1 and 3 percent (w), then for each fumed silica concentration was diluted until 30 and 20 percent of total solids and no diluted (50 percent of TS). Then, continued with re-centrifuging. The proteins content assessment of pre-vulcanized latex determined by nitrogen content assay. The result shows decreased of proteins content and ranged from 0.17 to 0.45 percent. Analysis of variants at 95 percents confidence result that the nitrogen content was significantly effected by diluting. The Tukey method shows that the average nitrogen contents in no diluted (50 percent TS) and 30 percent TS diluted was significantly different, also for no diluted and 20 percent TS diluted, but it was not significantly different in 30 and 20 percent TS diluted. Low protein pre-vulcanized latex that produced in this research have better quality compared with low protein pre-vulcanized latex that produced by RRIM on nitrogen content and mechanical stability time, but still lower at total solids content and coagulum content. The best formulation for low protein prevulcanized latex can be shown by combination of 3 percent (w) fumed silica addition and 30 percent total solids dilution that yielded 0.17 percent nitrogen content.
iii
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul
Pengaruh Penambahan Fumed silica dan Pengenceran Terhadap
Kadar Protein Lateks” adalah hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, 12 Maret 2007
Mohammad Makki Febrianto F34102037
iv
RIWAYAT HIDUP
Mohammad Makki Febrianto dilahirkan di Malang pada tanggal 8 Februari 1984 sebagai anak pertama dari bapak Mohammad Syafii dan ibu Ki Ajarwati. Tahun 2002 lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Jember dan melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis diterima pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama kuliah penulis pernah menjadi staf Departemen Kesekretariatan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian pada tahun 20032004, staf Departemen Public Relation Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri pada tahun 2004-2005 dan di tahun yang sama dipercaya menjadi Pimpinan Redaksi Majalah MIND, serta menjadi asisten praktikum mata kuliah Penerapan Komputer dan Laboratorium Bioproses pada tahun 2005. Selain itu penulis juga mendapatkan beasiswa dari PT. Djarum Corporate dan menjadi anggota Beswan Djarum yang merupakan wadah bagi para penerima beasiswa pada tahun 20042006. Kegiatan praktek lapangan penulis dilaksanakan di Pabrik Gondorukem dan Terpentin Garahan, Jember untuk mempelajari teknologi proses produksi gondorukem. Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Penambahan Fumed silica dan Pengenceran Terhadap Kadar Protein Lateks” untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian melalui penelitian di Balai Penelitian Teknologi Karet, Bogor di bawah bimbingan Dr. Ir. Illah Sailah, MS. dan Ir. Dadang Suparto, MS.
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul Pengaruh Penambahan Fumed silica dan Pengenceran Terhadap Kadar Protein Lateks ini disusun melalui penelitian yang telah dilakukan di Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini antara lain, Dr. Ir. Illah Sailah, MS. sebagai dosen pembimbing akademik yang telah senantiasa membimbing serta memberikan saran dan semangat kepada penulis selama ini, Ir. Dadang Suparto, MS. sebagai pembimbing penelitian atas arahan, bimbingan dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi ini, serta Drs. Chilwan Pandji, Apt. MSc. selaku dosen penguji yang telah bersedia untuk memberikan koreksi, kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan untuk para peneliti di Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor, atas diskusi dan masukan untuk penulis, Bapak, Ibu dan adik-adikku, atas dukungan semangat dan kasih sayang, serta semua rekan di BPTK Bogor, sahabat-sahabat penelitian dan saudara-saudara TIN 39 atas semua semangat, bantuan dan kebersamaan selama ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisannya skripsi ini banyak terdapat kekurangan. Meskipun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkannya.
Bogor,
Maret 2007
penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR.....................................................................................vi DAFTAR ISI ................................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR.......................................................................................ix DAFTAR TABEL........................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xi I.
PENDAHULUAN..................................................................................... 1 A. Latar Belakang .................................................................................... 1 B. Tujuan ................................................................................................. 2 C. Ruang Lingkup.................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3 A. Lateks Hevea brasiliensis.................................................................... 3 B. Kestabilan Lateks ................................................................................ 5 C. Lateks Pekat ....................................................................................... 6 D. Lateks Alam Berprotein Rendah.......................................................... 7 E. Fumed silica ........................................................................................ 8 F. Pengkomponan dan Pravulkanisasi Lateks ......................................... 9 III. BAHAN DAN METODE.......................................................................... 13 A. Bahan dan Alat................................................................................... 13 1. Bahan baku utama......................................................................... 13 2. Bahan baku penunjang .................................................................. 13 3. Peralatan ....................................................................................... 13 B. Metode Penelitian............................................................................... 14 1. Persiapan bahan kompon .............................................................. 14 2. Pengkomponan.............................................................................. 15 3. Pravulkanisasi................................................................................ 16 4. Perlakuan penelitian: Penambahan fumed silica dan pengenceran ................................................................................. 17 5. Pengukuran karakteristik kimia lateks pekat pravulkanisasi ........... 18 C. Rancangan Percobaan....................................................................... 18
vii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 20 A. Karakteristik Bahan Baku ................................................................... 20 B. Pengujian Pravulkanisasi Lateks ........................................................ 22 C. Karakteristik Lateks Pravulkanisasi Berprotein rendah yang Dihasilkan .......................................................................................... 24 1. Kadar nitrogen ............................................................................... 24 2. Kadar jumlah padatan (KJP) .......................................................... 28 3. Kadar alkalinitas............................................................................. 31 4. Bilangan KOH ................................................................................ 33 5. Waktu kemantapan mekanik (WKM) .............................................. 35 6. Kadar koagulum............................................................................. 36 7. Viskositas lateks ............................................................................ 39 D. Penentuan Lateks Berprotein rendah Terbaik .................................... 41 E. Resume Pembahasan........................................................................ 42 V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 45 A. Kesimpulan ........................................................................................ 45 B. Saran ................................................................................................. 45 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 47 LAMPIRAN .................................................................................................. 50
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Partikel karet................................................................................ 4 Gambar 2. Struktur molekul 1,4 cis-poliisopren............................................. 4 Gambar 3. Tahapan pembentukan fumed silica............................................. 8 Gambar 4. Partikel fumed silica ..................................................................... 9 Gambar 5. Pembentukan ikatan silang molekul karet dengan sulfur setelah vulkanisasi.................................................................................. 10 Gambar 6. Proses pembuatan dispersi fumed silica ..................................... 14 Gambar 7. Proses pembuatan dispersi bahan kompon ................................ 15 Gambar 8. Diagram alir penelitian ................................................................ 19 Gambar 9. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasi fumed silica dan pengenceran terhadap kadar nitrogen ................................. 24 Gambar 10. Rekaan ikatan hidrogen antara gugus silanol (Si-OH) fumed silica dan gugus amino (>N-H) protein ........................... 27 Gambar 11. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasi fumed silica dan pengenceran terhadap kadar jumlah padatan .................... 28 Gambar 12. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasi fumed silica dan pengenceran terhadap kadar alkalinitas............................. 31 Gambar 13. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasi fumed silica dan pengenceran terhadap bilangan KOH................................ 33 Gambar 14. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasi fumed silica dan pengenceran terhadap kadar koagulum............................. 37 Gambar 15. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasi fumed silica dan pengenceran terhadap viskositas....................................... 39
ix
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Komposisi lateks alam segar ........................................................... 3 Tabel 2. Derajat katan silang berdasarkan uji kloroform ............................... 12 Tabel 3. Komposisi bahan kimia untuk pengkomponan lateks ...................... 14 Tabel 4. Formulasi pengkomponan lateks pekat (KKK = 57,14 persen)........ 15 Tabel 5. Karakteristik bahan baku dan syarat kualitas lateks pekat .............. 20 Tabel 6. Hasil uji kloroform ........................................................................... 23 Tabel 7. Hasil pengukuran waktu kemantapan mekanik lateks ..................... 36 Tabel 8. Perbandingan lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan dengan yang dihasilkan oleh RRIM (Rubber Research Institute of Malaysia)....................................................... 41
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Karakteristik fumed silica Cab-O-Sil tipe M-5 produksi Cabot Corporation ............................................................................... 50 Lampiran 2. Prosedur pengujian sampel lateks ............................................ 51 Lampiran 3. Rekapitulasi hasil penelitian ...................................................... 58 Lampiran 4. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan fumed silica dan pengenceran terhadap nilai kadar nitrogen ..... 59 Lampiran 5. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan fumed silica dan pengenceran terhadap nilai kadar jumlah padatan..................................................................................... 60 Lampiran 6. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan fumed silica dan pengenceran terhadap nilai kadar alkalinitas .. 61 Lampiran 7. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan fumed silica dan pengenceran terhadap nilai bilangan KOH...... 62 Lampiran 8. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan fumed silica dan pengenceran terhadap nilai kadar koagulum... 63 Lampiran 9. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan fumed silica dan pengenceran terhadap nilai kadar viskositas... 64 Lampiran 10. Karakteristik lateks pravulkanisasi berprotein rendah hasil percobaan dan karakteristik lateks pravulkanisasi berprotein rendah produksi RRIM ............................................................ 65
xi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sejak akhir tahun 1980-an kasus alergi akibat penggunaan barang jadi lateks menjadi permasalahan yang mendapatkan perhatian cukup serius dari dunia industri lateks. Berbagai penelitian dilakukan untuk menemukan penyebab reaksi alergi tersebut dan teknologi yang dapat digunakan untuk mengurangi protein, terutama protein alergen, yang terdapat dalam lateks maupun barang jadi lateks. Protein yang terkandung dalam lateks menjadi penyebab utama permasalahan alergi terhadap barang jadi lateks ini. Blackley (1966) menyebutkan bahwa sebagai produk dari tanaman karet (Hevea brasiliensis), lateks mengandung senyawa karet maupun senyawa bukan karet. Senyawa bukan karet utama dalam lateks alam adalah protein yang berjumlah sekitar 2 persen. Kadar protein lateks sebenarnya telah mengalami banyak penurunan selama proses sentrifugasi pada pembuatan lateks pekat maupun produksi barang jadi lateks, namun residu protein yang tersisa ternyata masih berpotensi untuk menyebabkan reaksi alergi pada penggunanya. Penurunan kadar protein lateks sangat perlu dilakukan, selain untuk alasan keamanan dan kesehatan penggunanya, nantinya lateks dengan kadar protein rendah akan meningkatkan daya saingnya di pasar. Berbagai cara telah ditemukan untuk mengurangi protein yang terdapat dalam lateks maupun barang jadi lateks, baik itu secara makanis, kimiawi, enzimatis atau iradiasi. Baru-baru ini penggunaan fumed silica sebagai bahan alternatif untuk permasalahan alergi lateks telah dicoba untuk dikembangkan. Anand dan Morris (1997) menyebutkan bahwa penggunaan fumed silica hingga 1,5 persen (b/b) dapat menurunkan protein dan meningkatkan ketahanan sobek vulkanisat lateksnya. Hal yang serupa juga dilaporkan oleh Amdur (1999) pada penggunaan fumed silica hingga 5 persen (b/b) dapat menurunkan protein film lateks. Penambahan fumed silica hingga 3 bsk (bagian per seratus karet) bersama dengan 0,17 bsk ZnO pada lateks yang divulkanisasi secara radiasi dilaporkan Thiangchanya et al. (2003) dapat mengurangi protein larut air vulkanisat lateks hingga kurang dari 30
g/g.
Jumlah ini lebih kecil daripada penggunaan fumed silica tanpa ZnO.
1
B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fumed silica yang ditambahkan terhadap penurunan kadar protein dalam lateks. Tujuan selanjutnya adalah mencari formula terbaik untuk lateks pravulkanisasi berprotein rendah berdasarkan pengaruh konsentrasi fumed silica yang ditambahkan
dan
pengaruh
pengenceran
yang
dilakukan.
Lateks
pravulkanisasi berprotein rendah yang terbaik juga diharapkan mampu bersaing dengan lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan oleh RRIM.
C. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian yang dilaksanakan meliputi pencampuran antara lateks pekat yang telah dipravulkanisasi dengan ragam konsentrasi fumed silica dan ragam pengenceran yang dilanjutkan dengan sentrifugasi ulang untuk mendapatkan lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang lebih pekat. Lateks pravukanisasi berprotein rendah yang dihasilkan selanjutnya diuji parameter mutunya, antara lain kadar nitrogen, kadar jumlah padatan, kadar alkalinitas, waktu kemantapan mekanik, bilangan KOH, kadar koagulum dan viskositas Brookfield.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lateks Hevea brasiliensis Lateks sebagai getah hasil penyadapan tanaman Hevea brasiliensis menurut Dzikowicz (2003) merupakan suatu sistem koloid yang sangat kompleks,
terdiri dari hidrokarbon karet,
karbohidrat,
protein,
lipida,
karotenoid, garam-garam mineral, enzim serta berbagai bahan lain. Dijelaskan pula oleh Blackley (1966) bahwa substansi polimer karet dan fraksi bukan karet tersebut stabil di dalam suatu medium cair (serum). Dilihat secara fisik menurut Freundlich (1935), lateks Hevea brasiliensis berwarna putih susu hingga kuning pucat tergantung dari klon (varietas) tanamannya. Klon tanaman Hevea brasiliensis juga menentukan kadar karet dalam lateks yang dihasilkan. Webster dan Baulkwill (1989) menyebutkan bahwa komposisi lateks alam segar mengandung 35,62 persen bahan karet mentah dan 59,62 persen serum. Secara lengkap komposisi lateks alam segar ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Disebutkan pula oleh Dawson dan Porritt (1935) bahwa lateks mempunyai rapat jenis sekitar 0,95-0,97 kg/m3, sedangkan rapat jenis serum 1,016-1,025 kg/m3 dan rapat jenis karet 0,901-0,914 kg/m3. Lateks segar memiliki kisaran nilai pH 6,5 -7,0. Tabel 1. Komposisi lateks alam segar Komponen
Persentase (%)
Karet
35,62
Ekstrak aseton (lemak, lilin, resin)
1,65
Protein
2,03
Karbohidrat
0,34
Abu
0,70
Air
59,62
Sumber : Webster dan Baulkwill (1989)
Partikel-partikel karet dalam lateks diselubungi oleh protein dan lipid. Disebutkan oleh Blackley (1966) partikel karet berbentuk bulat dan ada juga yang berbentuk seperti buah pear dengan diameter antara 0,5-3,0 µm dan panjangnya mencapai 6,0 µm, seperti terlihat pada Gambar 1 berikut.
karet protein fosfolipid
0,5-3,0 µm
Gambar 1. Partikel karet (Blacley, 1966)
Archer (1969) mengatakan bahwa lateks jika disentrifugasi dengan kecepatan sekitar 18.000 putaran per menit akan terpisah menjadi empat fraksi utama. Pada lateks kebun dengan kadar karet kering 37 persen dan kadar jumlah padatan 40,5 persen mempunyai susunan (berurutan dari atas ke bawah) sebagai berikut, 1. Fraksi karet (37 persen) yang mengandung karet, protein, fosfolipid, sterol dan esternya, serta lemak dan resin, 2. Fraksi Frey Wyssling (5 persen) yang terdiri dari karotenoid dan lipid, 3. Fraksi serum (48 persen) yang terdiri dari air, inositol, karbohidrat, protein, asam amino bebas, asam askorbat, asam organik lain, basa nitrogen, asam nukleat dan mononukleutida, 4. Fraksi dasar (15 persen) yang terdiri dari protein, fosfolipid dan sterol. Karet Hevea brasiliensis yang diperoleh dalam bentuk sistem koloid lateks merupakan suatu bentuk polimer yang terdapat di alam. Barron (1947) menjelaskan bahwa karet alam merupakan makromolekul yang tersusun atas monomer-monomer isoprena yang berikatan secara kepala ke ekor. Rantai poliisoprena tersebut membentuk konfigurasi cis serta tersusun sekitar 5.000 unit isoprena dengan berat molekul rata-rata 350.000.
n
Gambar 2. Struktur molekul 1,4 cis-poliisopren (Barron, 1947)
4
B. Kestabilan Lateks Karet alam diperoleh dalam bentuk getah karet (lateks) melalui proses penyadapan Hevea brasiliensis. Southron (1969) mengatakan bahwa penyadapan pohon karet dilakukan dengan membuat pelukaan miring dari kiri atas ke kanan bawah dengan sudut 30° dengan kedalaman tertentu tanpa mencapai kambium. Sayatan yang terbentuk tersebut akan tegak lurus dengan pembuluh lateks yang berdiameter 30 µm dan bersifat permeabel. Sebagai salah satu bentuk sistem dispersi koloid alami partikel karet dalam serum, lateks mempunyai kestabilan yang cukup baik. Kestabilan lateks ini dapat terganggu secara alamiah dan berakibat partikel karet saling melekat
kemudian
menggumpal.
Menurut
Honggokusumo
(1978),
kemantapan koloid lateks ini ditentukan oleh tiga faktor, yaitu gerak Brown, muatan listrik dan lapisan hidrasi. Protein yang melapisi partikel karet menjadi salah satu faktor yang menyebabkan lateks menjadi stabil. Sifat amfoter protein menyababkan protein pada partikel karet bermuatan listrik negatif di dalam lateks. Gaya tolak-menolak antarpartikel karet yang bermuatan sejenis ini menyebabkan lateks menjadi stabil. Freundlich (1935) menyebutkan pH isoelektrik protein lateks kebun sekitar 4,5-4,8. Menurut Poedjiadi (1994) pH isoelektrik merupakan pH yang memberikan kondisi kedua gugus asam-asam amino pada protein membentuk ion yang bermuatan positif sekaligus juga bermuatan negatif atau dikatakan ion yang terbentuk tidak mempunyai muatan. Suparto (2002) menyatakan molekul-molekul air dalam lateks saling berikatan membentuk lapisan yang menyelimuti partikel karet. Mantel air tersebut juga membuat sistem koloid lateks menjadi stabil. Mantel air lateks dapat rusak oleh adanya ion-ion logam yang terdapat dalam lateks. Lateks dapat dipertahankan kestabilannya dengan menambahkan bahan pengawet. Bahan pengawet yang umum digunakan adalah amonia yang berfungsi sebagai bakterisida, peningkat pH dan pengikat logam. Bakterisida berfungsi menurunkan total mikroorganisme sehingga penurunan pH akibat peningkatan jumlah asam organik dapat tertekan. Goutara et al. (1985)
menyebutkan
bahwa
konsentrasi
amonia yang baik
sebagai
bakterisida dan pemantap lateks kebun adalah 0,35 persen.
5
C. Lateks Pekat Pada umumnya lateks alami Hevea brasiliensis diperdagangkan dalam bentuk lateks pekat. Lateks pekat merupakan hasil pemekatan dari lateks kebun dengan menggunakan metode tertentu sehingga dihasilkan lateks dengan kadar karet kering sekitar 60 persen. Stern (1955) menyebutkan lateks pekat dapat dibuat melalui metode pemusingan (centifuging) atau pendadihan (creaming). Pembuatan lateks pekat juga dapat dilakukan dengan metode penguapan (evaporation), penyaringan (filtration), dialisis
bertekanan
(pressure
dialysis)
dan
elektrodekantasi
(electro-
decantation), tetapi metode-metode ini hampir tidak digunakan lagi dalam industri pembuatan lateks pekat. Mutu lateks pekat yang dihasilkan ditentukan berdasarkan spesifikasi dari ASTM atau SNI. Dalam dokumen Standar Nasional Indonesia (1992), lateks pekat diklasifikasikan menjadi empat jenis berdasarkan sistem pengawetan dan cara pemekatannya, yaitu: -
Lateks pekat pusingan amonia tinggi (High Ammonia Centrifuged)
-
Lateks pekat pusingan amonia rendah (Low Ammonia Centrifuged)
-
Lateks dadih amonia tinggi (High Ammonia Creamed)
-
Lateks dadih amonia rendah (Low Ammonia Creamed) Salah satu metode pemekatan lateks kebun yang paling umum
digunakan adalah pemusingan (sentrifugasi). Menurut Blacley (1966) pada pembuatan lateks pekat dengan metode ini, lateks kebun dilewatkan pada mesin pemusing (sentrifuse) dan diputar dengan laju putar sekitar 7.000 putaran per menit. Pemekatan lateks ini berlangsung sesuai hukum Stokes yang secara matematis dirumuskan sebagai berikut.
V=
2gr2 (d1-d2) 9
dimana, V
: kecepatan gerak partikel ke atas
r
: diameter partikel karet
g
: percepatan gravitasi
d1
: rapat jenis serum
d2
: rapat jenis partikel karet : viskositas serum
6
Lateks kebun yang dimasukkan ke dalam mesin pemusing akan mengalami gaya akibat putaran, yaitu gaya sentripetal dan gaya sentrifugal yang mengarah keluar. Gaya sentrifugal yang dialami lateks tersebut jauh lebih besar dibandingkan percepatan gravitasi bumi, sehingga akan terjadi pemisahan partikel karet dengan serum. Bagian serum yang mempunyai berat jenis lebih besar akan keluar sebagai lateks skim, sedangkan partikel karet akan keluar sebagai lateks pekat. Menurut Handoko (2002) lateks skim pada umumnya masih mengandung kadar karet kering antara 3-8 persen.
D. Lateks Alam Berprotein Rendah Aplikasi lateks sebagai bahan jadi lateks seperti sarung tangan, selang infus, kondom, balon, dan sebagainya menghadapi masalah yang cukup serius dan memerlukan penanganan. Hal ini berkaitan dengan adanya protein alergen dalam lateks yang menyebabkan para pengguna barang jadi lateks tersebut mengalami alergi. Menurut Hong et al. (1997) lateks pekat yang diturunkan kadar proteinnya hingga memiliki kadar nitrogen sekitar 0,05 persen atau tujuh kali lebih rendah dari lateks pekat asalnya dikatakan sebagai lateks alam berprotein rendah, sedangkan Alfa (2001) menyebutkan bahwa lateks berprotein rendah memiliki kadar nitrogen maksimal 0,08 persen. Klinpituksa et al. (1999) menambahkan, lateks DPNR (Deproteinized Natural Rubber) jika dibandingkan dengan lateks pekat memiliki distribusi partikel yang sama, kadar abu, plastisitas dan kemampuan menyerap air yang rendah. Perbedaan lateks berprotein rendah dengan lateks pekat adalah pada karekteristik fisik barang jadi yang dihasilkan, yaitu kekuatan tarik yang lebih rendah. Beberapa teknik untuk menurunkan kadar protein lateks sudah cukup banyak dilaporkan, walaupun tidak semuanya efektif. Said et al. (2004) menyebutkan lateks berprotein rendah dapat dihasilkan antara lain melalui sentrifugasi berulang, filtrasi membran, serta penambahan enzim protease dan surfaktan pada lateks kebun atau lateks pekat. Disebutkan pula bahwa klorinasi atau penambahan tanin juga dapat menurunkan protein. Namun, klorinasi kurang disukai karena dapat menurunkan tegangan putus, sedang penambahan tanin (bahan kimia pengikat protein) dapat menyebabkan lateks berwarna gelap. Alternatif lainnya adalah dengan teknik radiasi.
7
Saat ini teknik penurunan protein yang paling umum digunakan adalah dengan menambahkan enzim proteolitik, seperti papain, bromelin maupun alkalase. Enzim proteolitik akan menghidrolisis protein yang terdapat pada partikel lateks sehingga menjadi molekul-molekul asam amino. Pada teknik ini dilakukan penambahan surfaktan untuk mempertahankan kestabilan lateks yang terganggu oleh hilangnya protein. E. Fumed silica Penggunaan fumed silica sebagai bahan yang ditambahkan dalam lateks untuk mengurangi proteinnya merupakan hal baru yang dilaporkan. Anand
dan
Morris
(1997)
menyatakan
bahwa
fumed
silica
dapat
meningkatkan karakteristik fisik film lateks, serta dapat menjadi alternatif untuk masalah alergi lateks. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Amdur (1999) yang menggunakan fumed silica hingga 5 persen untuk menurunkan protein film lateks. Fumed silica merupakan bentuk yang sangat murni dari senyawa silikon dioksida yang diperoleh dengan mereaksikan silikon tetraklorida ke dalam pijar api hidrogen-oksigen sehingga terbentuk partikel-partikel kecil silikon dioksida (Wen, 2000). Partikel-partikel kecil primer yang terbentuk dari molekul-molekul silikon dioksida yang bergabung pada kondisi pemijaran tersebut berukuran sekitar 10 nm. Pada kondisi pemijaran tersebut partikelpartikel tersebut saling berikatan membentuk unit yang lebih besar, disebut sebagai agregat, berukuran 100-500 nm. Pada proses pendinginan agregatagregat tersebut selanjutnya membentuk aglomerat yang mempunyai ukuran lebih besar sekitar 10-50
m (Wacker HDK, 2002). Proses pembentukan
fumed silica ini dapat diilustrasikan sebagai berikut.
aglomerat agregat partikel primer pemijaran
Gambar 3. Tahapan pembentukan fumed silica (Cabot Corporation, 2000)
8
Partikel fumed silica mempunyai permukaan kimia yang unik dan membentuk dua gugus kimia, yaitu gugus siloksan (Si-O-Si) dan gugus hidroksil (-OH), serta ikatan hidrogen gugus hidroksil. Sekitar 40 persen pada permukaan fumed silica terdapat gugus hidroksil. Hal ini menyebabkan permukaan fumed silica bersifat hidrofilik (Cabot Corporation, 2005). Berikut ini gambar permukaan partikel fumed silica. Gugus Hidroksil Ikatan Hidrogen
Gugus Siloksan
Permukaan fumed silica
Gambar 4. Partikel fumed silica (Cabot Corporation, 2005) Dalam sistem cairan fumed silica cenderung membentuk ikatan hidrogen antaragregat maupun dengan medium pendispersinya. Jaringan antaragregat
tersebut
dapat
meningkatkan
viskositas
sistem
(Cabot
Corporation, 2005). Menurut Raghavan (2000) dalam sistem fumed silicapendispersi terdapat dua kemungkinan ikatan hidrogen yang terbentuk, yaitu ikatan hidrogen antarsilanol partikel fumed silica dan dengan molekul pendispersi. Pada cairan dengan kemampuan membentuk ikatan hidrogen yang tinggi akan terbentuk lapisan pendispersi pada partikel fumed silica sehingga menghasilkan sistem yang sol, sedangkan pada cairan dengan kemampuan membentuk ikatan hidrogen yang lemah partikel fumed silica akan berinteraksi sesamanya sehingga terbentuk sistem yang gel. F. Pengkomponan dan Pravulkanisasi Lateks Hal yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan lateks dengan sifat fisik yang baik adalah proses pengkomponan. Pengkomponan merupakan istilah yang digunakan untuk proses pencampuran lateks dengan bahanbahan kimia lain yang dapat membantu memperbaiki sifat-sifat fisik vulkanisat lateks. Handoko (2002) menjelaskan kompon merupakan campuran lateks (baik lateks karet alam maupun lateks sintetis) dengan bahan-bahan kimia yang komposisinya tertentu. Pengkomponan dilakukan dengan proses dan
9
formula tertentu untuk memperoleh hasil akhir suatu vulkanisat dengan sifatsifat tertentu. Bahan kimia kompon secara umum terdiri dari bahan pemvulkanisasi, pencepat, penggiat, pengisi, antioksidan, pewarna, aktif permukaan dan sebagainya. Menurut Handoko (2002) formula pengkomponan lateks disusun berdasarkan perbandingan bobot kering bahan kimia terhadap seratus bobot karet kering (bsk) dalam lateks. Alfa (2001) menjelaskan bahan pemvulkanisasi merupakan bahan kimia yang dapat bereaksi dengan gugus aktif molekul karet pada proses vulkanisasi yang membentuk ikatan silang antarmolekul karet sehingga terbentuk jaringan tiga dimensi. Hal ini dapat dijelaskan seperti Gambar 5 berikut.
poliisopren
sulfur
ikatan silang poliisopren Gambar 5. Pembentukan ikatan silang molekul karet dengan sulfur setelah vulkanisasi (http://en.wikipedia.org/wiki/Vulcanization) Belerang
adalah
bahan
pemvulkanisasi
yang
paling
banyak
digunakan pada berbagai jenis karet. Jenis belerang yang umum digunakan adalah dari golongan sulfur terlarut. Pada penggunaan dosis tinggi dan selama penyimpanan belerang dapat bermigrasi ke permukaan vulkanisat (peristiwa blooming). Fenomena ini akan mengurangi daya rekat antarlapisan kompon. Kendala tersebut dapat diatasi dengan menggunakan belerang golongan sulfur tak terlarut. Bahan
pencepat
digunakan
untuk
meningkatkan
laju
reaksi
vulkanisasi kompon. Bahan ini ditambahkan ke kompon dalam jumlah sedikit dan dapat berupa satu atau kombinasi dari dua atau lebih jenis bahan pencepat (Alfa, 2001).
10
Bahan lain yang perlu ditambahkan ke dalam proses pengkomponan adalah bahan penggiat. Menurut Abednego (1975) bahan penggiat digunakan untuk menambah cepat atau menggiatkan kerja bahan pencepat. Pada umumnya bahan pencepat organik tidak akan berfungsi secara efisien tanpa bahan penggiat, tetapi penggunaannya yang berlebihan dapat menyebabkan penebalan dan koagulasi pada film lateks. Stern (1955) menambahkan, dosis bahan penggiat yang ditambahkan sebaiknya dipertahankan pada 0,5 bsk (bagian per seratus karet kering) dan bahan penggiat yang banyak digunakan adalah seng oksida (ZnO). Bahan penggiat ini akan bekerja lebih efektif jika dalam kompon terdapat asam-asam lemak. Asam lemak ini akan membentuk sabun dengan ZnO sehingga dapat larut dalam karet. Asam lemak yang sering digunakan adalah asam stearat. Asam ini secara alami sudah terdapat dalam lateks kebun,
namun
jumlahnya
masih
belum
mencukupi
sehingga
perlu
ditambahkan dari luar (Abednego, 1975). Antioksidan ditambahkan ke dalam kompon untuk mempertahankan atau meningkatkan ketahanan vulkanisat terhadap oksidasi (Handoko, 2002). Menurut Alfa (2001) antioksidan umumnya digunakan dalam jumlah sedikit, yaitu antara 1-2 bsk. Bahan pemantap berfungsi untuk melindungi lateks terhadap kejutan dari penambahan bahan kimia kompon dan untuk memantapkan kompon. Bahan pemantap yang biasa digunakan antara lain alkali, sabun alkali, detergen sintetik dan pelindung koloid. Alkali yang dapat digunakan seperti amonia, dimetil amin, monometil amin, morpholin, sodium hidroksida, potasium hidroksida, mono-trietanol amin dan di-trietanol amin (Hum, 1975). Hum (1975) juga menjelaskan bahwa sebagai alkali, KOH lebih disukai daripada NaOH karena ketidakmantapan lateks lebih dipengaruhi oleh ion Na+. Sabun alkali diperoleh dari reaksi antara alkali tersebut dengan asam oleat, stearat, laurat, palmitat dan sebagainya. Sebagai pemantap lateks pada suhu kamar, amonium atau potasium laurat terbukti paling efektif diantara garam amonium atau potasium dari deret asam lemak lainnya, tetapi pada suhu yang lebih tinggi efektifitas amonium dan potasium laurat akan menurun sehingga dosisnya perlu ditingkatkan. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam mengontrol reaksi karena terbentuknya busa.
11
Setelah dilakukan pengkomponan, kompon lateks terlebih dahulu dipravulkanisasi sebelum akhirnya dibentuk menjadi barang jadi lateks. Blackley (1966) mendefinisikan pravulkanisasi sebagai proses pembentukan ikatan silang dalam partikel karet pada lateks yang telah mengalami pengkomponan, tanpa mengubah sistem dispersi koloid lateks tersebut. McGlothin
(1998)
menambahkan
bahwa
pravulkanisasi
lateks
dapat
meningkatkan kekuatan film lateks setelah proses leaching, serta mengurangi total waktu proses vulkanisasi setelah proses pencelupan dan pengeringan. Pravulkanisasi dapat dilakukan pada berbagai tingkat suhu yang berpengaruh terhadap kinerja bahan pencepat. Menurut Gorton (1979) suhu pravulkanisasi yang ideal berada pada kisaran suhu 40-60°C. Suhu di bawah kisaran membuat pembentukan ikatan silang berjalan sangat lambat tetapi pemakaian
bahan pencepat yang efektif
pada suhu
rendah dapat
meningkatkan laju pembentukan ikatan silang. Pada suhu di atas kisaran tidak baik digunakan karena kemantapan dispersi koloid lateks dapat terganggu meskipun laju pembentukan ikatan silang sangat cepat. Penggunaan suhu dan waktu pemanasan yang berbeda saat pravulkanisasi akan menghasilkan jumlah ikatan silang yang berbeda. Pengujian secara visual sederhana untuk menentukan banyaknya ikatan silang yang terbentuk atau tingkat vulkanisasi yang terjadi dapat dilakukan dengan
mengunakan
uji
kloroform.
Pengujian
dilakukan
dengan
memperhatikan penampakan fisik koagulan yang terbentuk akibat koagulasi kompon oleh kloroform. Tingkat vulkanisasi yang terjadi dibedakan melalui notasi angka dari 1 hingga 4. Angka yang semakin besar menunjukkan ikatan silang yang terbentuk semakin banyak (Said et al., 2004). Tabel 2 menunjukkan klasifikasi tingkat vulkanisasi berdasarkan uji kloroform. Tabel 2. Derajat ikatan silang berdasarkan uji kloroform Angka uji kloroform
Penampakan
Tingkat vulkanisasi
1
Gumpalan utuh
Belum tervulkanisasi
2
Gumpalan besar
Rendah
3
Gumpalan sedang
Sedang
4
Gumpalan kecil
Tinggi
Sumber: Said et al. (2004)
12
III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat 1. Bahan baku utama Penelitian ini menggunakan lateks pekat sebagai bahan baku utamanya.
Lateks
pekat
yang
digunakan
tersebut
diperoleh
dari
perkebunan karet Cikumpay, PTP Nusantara VIII Purwakarta, Jawa Barat. Bahan baku lateks pekat yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui karakteristiknya. Karakteristik yang dianalisis meliputi kadar karet kering, kadar jumlah padatan, kadar alkalinitas, waktu kemantapan mekanik, bilangan asam lemak eteris, bilangan KOH, kadar koagulum, kadar nitrogen dan viskositas Brookfield.
2. Bahan baku penunjang Fumed silica merupakan bahan baku penunjang yang digunakan dalam penelitian ini dan diharapkan berperan sebagai agen penurun protein dalam lateks. Fumed silica yang digunakan merupakan fumed silica komersial, Cab-O-Sil® Tipe M-5, dalam bentuk padatan yang diperoleh dari distributor PT. Cabot Indonesia. Karakteristik fumed silica Cab-O-Sil® M-5 diperlihatkan pada Lampiran 1. Bahan baku penunjang lain yang digunakan merupakan bahanbahan kimia kompon teknis, seperti sulfur, bahan pencepat X, bahan antioksidan, bahan penggiat, bahan pencepat Y, serta bahan pendispersi Tamol yang semuanya tersedia dalam bentuk padatan. Bahan kimia lain yang digunakan, yaitu bahan pemantap dalam bentuk cairan dan potasium hidroksida (KOH) padat yang dibuat larutan dengan konsentrasi 10 persen (b/v).
3. Peralatan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu alat-alat proses dan alat-alat analisis. Peralatan yang digunakan dalam proses antara lain mesin vulkanisasi, sentrifuse, gilingan peluru (ball mill), neraca, pengaduk, penyaring dan wadah plastik. Analisis yang dilakukan menggunakan alat antara lain oven, labu Kjeldahl, tabung Markham, viskosimeter, neraca analitik, penangas air, pH-meter dan buret.
13
B. Metode Penelitian 1. Persiapan bahan kimia kompon Pada penggunaannya bahan-bahan kimia kompon dan fumed silica selanjutnya dibuat dalam bentuk dispersi. Dispersi fumed silica dibuat dengan menggunakan pelarut aquades dan bahan pendispersi Tamol sebanyak 2 persen (bobot per jumlah padatan). Dispersi fumed silica dibuat pada
konsentrasi
10
persen
(b/b)
melalui
pencampuran
dengan
penggilingan menggunakan gilingan peluru (ball milling) selama 48 jam, seperti ditunjukkan pada Gambar 6 berikut.
Gambar 6. Proses pembuatan dispersi fumed silica
Bahan-bahan kimia kompon yang terdiri dari sulfur, bahan pencepat X, bahan penggiat, bahan antioksidan dan bahan pencepat Y bersama-sama didispersikan dalam aquades pada konsentrasi 50 persen (b/b) dengan bahan pendispersi Tamol sebanyak 2 persen (bobot per jumlah padatan). Komposisi bahan-bahan kompon yang didispersikan tersebut disajikan pada Tabel 3. Proses pembuatan dispersi ini dilakukan dengan menggunakan gilingan peluru selama 96 jam seperti ditunjukkan pada Gambar 7 berikut. Tabel 3. Komposisi bahan kimia untuk pengkomponan lateks Bahan Kompon Bagian per seratus karet (bsk*) Sulfur
1,2
Bahan pencepat X
1,0
Bahan antioksidan
0,5
Bahan penggiat
0,5
Bahan pencepat Y
0,5
*bsk = jumlah bahan yang ditambahkan (dalam gram) per seratus gram karet
14
Gambar 7. Proses pembuatan dispersi bahan kompon
2. Pengkomponan Pengkomponan merupakan proses pencampuran bahan-bahan kimia kompon (dalam bentuk dispersi) ke dalam lateks. Formulasi pengkomponan lateks dihitung berdasarkan bagian per seratus karet (bsk). Pada Tabel 4 diperlihatkan contoh perhitungan pengkomponan untuk 1 liter lateks pekat dengan kadar karet kering (KKK) sebesar 57,14 persen. Tabel 4. Formulasi pengkomponan lateks pekat (KKK = 57,14%) Berat Berat Konsentrasi Jumlah Bahan Kering Basah (%) (bsk) (gram) (ml) Lateks pekat
57,14
100
571,4
1000
Larutan KOH
10
0,5
2,86
28,6
Pemantap
100
0,5
2,86
2,86
Sulfur
50
1,2
6,86
13,72
Pencepat X
50
1,0
5,71
11,42
Antioksidan
50
0,5
2,86
5,72
Penggiat
50
0,5
2,86
5,72
Pencepat Y
50
0,5
2,86
5,72
598,27
1073,76
Total
42,30
15
Berdasarkan perhitungan tersebut untuk 1 liter lateks pekat dengan kadar karet kering 57,14 persen dibutuhkan larutan KOH 10 persen sebanyak 28,6 ml; bahan pemantap sebanyak 2,86 ml; dispersi kompon 50 persen sebanyak 42,30 ml dan aquades sebanyak 122,78 ml. Aquades ditambahkan sebagai bahan pengencer kompon sehingga didapatkan kadar jumlah padatan kompon lateks sebesar 50 persen. Penambahan bahan kimia dilakukan bertahap mulai dari larutan KOH 10 persen, bahan pemantap, dispersi kompon 50 persen dan aquades secara berurutan. Pencampuran tersebut dilakukan pada suhu kamar dengan pengadukan menggunakan agitator selama 6 jam. Homogenisasi bahan-bahan kimia kompon dalam lateks pekat tersebut dilakukan melalui pemeraman kompon lateks selama 24 jam setelah pengkomponan pada suhu kamar selesai dilakukan.
3. Pravulkanisasi Pravulkanisasi dilakukan melalui pemanasan kompon lateks yang telah diperam. Pemanasan menggunakan mesin pravulkanisasi yang dilakukan
pada
menggunakan
suhu agitator
60°C
selama 6
dilakukan
jam.
Pengadukan
dengan
selama
pemanasan
untuk
mendistribusikan kalor sehingga merata pada seluruh bagian kompon lateks. Pemerataan kalor dan bahan kimia kompon dalam lateks tersebut akan mengefektifkan reaksi pravulkanisasi yang terjadi. Selama proses pravulkanisasi berlangsung dilakukan pengamatan kualitatif terhadap ikatan silang yang terbentuk melalui uji kloroform yang dilakukan setiap satu jam sekali. Uji kloroform dilakukan dengan menambahkan kloroform pada lateks pravulkanisasi yang diuji dengan perbandingan 1:1, dimana tiga tetes lateks direaksikan dengan tiga tetes kloroform. Selanjutnya dilakukan
pemeraman kembali terhadap lateks
pravulkanisasi selama 18 jam. Pemeraman ini dilakukan untuk memberi kesempatan bagi gas atau udara yang terbentuk dan terperangkap selama pravulkanisasi keluar dari lateks. Pemeraman dilakukan pada suhu 20°C untuk menghindari reaksi pravulkanisasi yang berlanjut.
16
4. Perlakuan penelitian: Penambahan fumed silica dan pengenceran Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan fumed silica terhadap penurunan kadar protein lateks serta mendapatkan formula kombinasi perlakuan konsentrasi fumed silica dan pengenceran yang menghasilkan penurunan kadar protein lateks paling baik. Lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dibuat tersebut dihasilkan dengan memberikan ragam konsentrasi fumed silica yang ditambahkan dalam lateks, yaitu tanpa penambahan (0 persen), 1 persen dan 3 persen (b/b), sedangkan untuk penganceran yang dilakukan beragam, yaitu hingga konsentrasi 20 persen, 30 persen dan tanpa pengenceran (50 persen) pada basis total padatan. Penambahan dispersi fumed silica dilakukan setelah pemeraman lateks pravulkanisasi selama 18 jam pada suhu 20°C. Dispersi fumed silica yang ditambahkan dihitung berdasarkan jumlah fumed silica yang ditambahkan dalam lateks pada ragam 0, 1 dan 3 persen (b/b). Setelah ditambahkan dispersi fumed silica 10 persen dilakukan pemeraman pada suhu 20°C selama 72 jam. Pemeraman tersebut dilakukan untuk memberikan kesempatan bekerjanya fumed silica dalam lateks pravulkanisasi. Selanjutnya pada masing-masing perlakuan penambahan fumed silica tersebut dilakukan pengenceran hingga 20 persen, 30 persen dan tanpa pengenceran (50 persen) terhadap total padatan (TP). Lateks yang telah diencerkan tersebut kemudian diperam pada suhu 20°C selama 18 jam untuk menjadikannya homogen. Sentrifugasi ulang kemudian dilakukan terhadap lateks yang diberi taraf perlakuan pengenceran 20 dan 30 persen setelah proses pemeraman untuk mendapatkan lateks pravulkanisasi dengan kadar karet kering yang lebih tinggi (pekat). Proses ini juga berperan untuk membuang protein yang masih terkandung dalam lateks tersebut. Analisis
terhadap
lateks
pravulkanisasi
setelah
dipekatkan
dilakukan untuk mengetahui kualitas lateks yang dihasilkan, terutama pada kadar protein yang terkandung di dalamnya. Secara lengkap diagram alir penelitian yang dilakukan diperlihatkan pada Gambar 8.
17
5. Pengukuran karakteristik kimia lateks pekat pravulkanisasi Parameter utama yang diukur pada penelitian ini adalah kadar nitrogen yang dianggap mewakili kadar protein yang terkandung dalam lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan. Penentuan kadar nitrogen tersebut dilakukan berdasarkan SNI-06-1903-2000, dengan metode seperti pada Lampiran 2. Parameter lain yang diukur merupakan parameter kualitas lateks yang dihasilkan, seperti kadar jumlah padatan, kadar alkalinitas, bilangan KOH, waktu kemantapan mekanik, kadar koagulum dan viskositas Brookfield. Semua parameter tersebut ditentukan dengan menggunakan metode uji ASTM D-1076-97, kecuali viskositas Brookfield yang dilakukan dengan metode BPTK Bogor.
C. Rancangan Percobaan Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor. Faktor perlakuan konsentrasi fumed silica diragamkan pada 3 taraf yaitu 0, 1 dan 3 persen, sedangkan faktor perlakuan pengenceran juga diragamkan dalam 3 taraf yaitu 20 persen, 30 persen dan tanpa pengenceran (50 persen). Pengamatan dilakukan dalam 2 kali ulangan. Model matematika rancangan percobaan tersebut ditunjukkan seperti berikut.
Yijk =
+ Ai + Bj + AB ij +
ijk
Keterangan: Yijk = nilai pengamatan = nilai rata-rata umum yang sebenarnya Ai
= pengaruh taraf ke-i faktor konsentrasi fumed silica
Bj
= pengaruh taraf ke-j faktor pengenceran
ABij = pengaruh interaksi antara taraf ke-i faktor konsentrasi fumed silica dan taraf ke-j faktor pengenceran ijk
= kesalahan unit percobaan ke-k karena taraf ke-i dari faktor perlakuan A dan taraf ke-j dari faktor perlakuan B
18
Lateks Pekat
KOH, bahan pemantap, dispersi kompon, akuades
Analisis KKK, KJP, Visc. Brookfield, WKM, K. Amonia, K. Koagulum, Bil. KOH, Bil. ALE, K. Nitrogen
Pengkomponan T:ruang, t:6 jam
Pemeraman T:ruang, t:24 jam
Pravulkanisasi T:60°C, t:6 jam
Uji kloroform jam ke-1 sampai ke-6
Pemeraman T:20°C, t:18 jam
Dispersi fumed silica 10%
Penambahan fumed silica 0%, 1%, 3%(b/b)
Pemeraman T:20°C, t:72 jam
Air
Pengenceran non-, 20%, 30%(TP)
Pemeraman T:20°C, t:18 jam
Sentrifugasi
Lateks Pravulkanisasi Pekat
Analisis KJP, Visc. Brookfield, WKM, K. Amonia, K. Koagulum, Bil. KOH, K. Nitrogen
Gambar 8. Diagram alir penelitian
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Bahan Baku Bahan baku lateks pekat yang diperoleh dari Perkebunan Cikumpay PTP Nusantara VIII Purwakarta selanjutnya dikarakterisasi. Karakterisasi yang dilakukan meliputi pengujian kadar karet kering (KKK), kadar jumlah padatan (KJP), kadar alkalinitas, waktu kemantapan mekanik (WKM), bilangan KOH, bilangan asam lemak eteris (ALE), kadar koagulum, kadar nitrogen dan viskositas Brookfield. Prosedur pengujian KKK, KJP, kadar alkalinitas, WKM, bilangan KOH, bilangan ALE dan kadar koagulum dilakukan berdasarkan ASTM D-1076-97, sedangkan kadar nitrogen dilakukan berdasarkan SNI 061903-2000 dan viskositas Brookfield dilakukan berdasarkan prosedur BPTK Bogor. Hasil karakterisasi bahan baku lateks pekat yang dilakukan ditunjukkan pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Karakteristik bahan baku dan syarat kualitas lateks pekat Bahan baku lateks
Syarat kualitas
pekat
lateks pekat*
Kadar Karet Kering, %, min
57,14
60,0
Kadar Jumlah Padatan, %, min
59,48
61,5
Selisih KJP dan KKK, %, maks
2,34
2.0
Kadar Alkalinitas, %, min
0,89
0,60
WKM, detik, min
1320
650
1,03
0,2
0,31
0,8
Kadar Koagulum,
0,02
0,5
Kadar Nitrogen, %
0,45
-
Viskositas Lateks, cP
53,4
-
Jenis pengujian
Bil. ALE, gr KOH dalam 100 gr jumlah padatan, maks Bil. KOH, gr KOH dalam 100 gr jumlah padatan, maks
*Menurut SNI 06-3139-1992 untuk lateks pekat pusingan amonia tinggi
20
Pada Tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa kualitas bahan baku lateks pekat yang digunakan dalam penelitian ini belum memenuhi syarat kualitas lateks pekat untuk jenis lateks pekat pusingan amonia tinggi berdasarkan SNI 06-3139-1992. Nilai KKK dan KJP bahan baku lateks pekat yang digunakan tidak memenuhi standar kualitas, begitu pula dengan nilai bilangan ALE. Nilai KKK dan KJP lateks pekat tergantung pada efisiensi proses pemusingan maupun nilai KKK dan KJP dari lateks kebunnya. Menurut Freundlich (1935) kadar karet lateks ditentukan oleh klon dan kondisi geografis tanaman karet yang disadap. Selisih nilai KKK dan KJP menunjukkan jumlah bahan bukan karet yang terdapat dalam lateks pekat. Semakin tinggi nilainya, maka semakin banyak bahan pengotor yang terdapat di dalamnya sehingga kualitas lateks pekat juga semakin tidak bagus. Bahan baku lateks pekat yang digunakan memiliki selisih KKK dan KJP yang lebih besar dari standar kualitas lateks pekat yang ada. Kadar karet kering menunjukkan jumlah karet yang terdapat dalam lateks, dimana nilai ini selanjutnya digunakan dalam perhitungan bahanbahan kimia kompon yang dicampurkan pada saat proses pengkomponan dilaksanakan. Kadar jumlah padatan dihitung untuk mengetahui total padatan yang terdapat dalam lateks dan digunakan sebagai basis perhitungan pengenceran. Bilangan
ALE
memperlihatkan
aktivitas
mikroorganisme yang
terdapat dalam lateks. Parameter ini menunjukkan jumlah asam lemak eteris yang muncul akibat aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi lipid partikel karet. Asam lemak eteris yang muncul akan meningkatkan keasaman lateks sehingga dapat menimbulkan koagulasi karet dan mengganggu kestabilan lateks. Selama penyimpanan bilangan ALE lateks pekat dapat meningkat. Sistem pengawetan yang baik dapat mencegah peningkatan bilangan ALE. Pada bahan baku lateks pekat tersebut digunakan sistem pengawetan dengan penambahan amonia. Amonia merupakan salah satu bahan yang dapat berfungsi sebagai bakterisida dan peningkat pH pada lateks sehingga diharapkan mampu menurunkan aktivitas degradasi lipid oleh mikroorganisme lateks dan menjaga kestabilan lateks.
21
Menurut Suparto dan Handoko (2006) peningkatan bilangan ALE dapat meningkatkan bilangan KOH namun tidak sebaliknya. Bilangan KOH menunjukkan
banyaknya
potasium
hidroksida
yang
digunakan
untuk
menetralkan asam dalam lateks, termasuk asam lemak eteris seperti asam format, asam asetat dan asam propanoat. Bahan baku lateks pekat yang digunakan telah memenuhi standar persyaratan bilangan KOH yang ditetapkan. Kadar alkalinitas bahan baku lateks pekat dalam penelitian ini memiliki nilai yang lebih tinggi dari standar kualitas yang ada. Kadar alkalinitas lateks dihitung sebagai kadar amonia (NH3) dalam lateks. Hal ini menunjukkan bahwa bahan baku lateks pekat yang digunakan termasuk pada jenis lateks pekat pusingan dengan menggunakan sistem pengawetan amonia tinggi. Menurut
Suparto
dan
Handoko
(2006)
penggunaan
amonia
dalam
pengawetan lateks selain untuk alkalis (peningkat pH) juga dapat berfungsi sebagai bakterisida. Amonia juga dapat meningkatkan terbentuknya asam bukan ALE seperti asam stearat, asam oleat, asam amino, dan polipeptida yang justru dapat mempertahankan kestabilan lateks. Menurut Blackley (1966) waktu kemantapan mekanik (WKM) merupakan pengukuran lama ketahanan lateks terhadap pengaruh perlakuan mekanik. Nilai WKM bahan baku lateks pekat yang digunakan dalam penelitian ini lebih tinggi daripada standar kualitas yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa lateks pekat tersebut telah memiliki kemantapan yang baik. B. Pengujian Pravulkanisasi Lateks Pengkomponan dilakukan setelah bahan baku lateks pekat tersebut dikarakterisasi. Formulasi kompon lateks yang dilakukan merupakan contoh formulasi untuk barang jadi lateks celup, yaitu kondom. Menurut Handoko (2002) penambahan bahan-bahan kimia kompon dihitung berdasarkan kadar karet kering hasil karakterisasi bahan baku lateks pekat yang telah dilakukan. Lateks yang telah mengalami proses pengkomponan tersebut kemudian dipravulkanisasi. Proses pravulkanisasi berlangsung selama 6 jam dan selama proses tersebut dilakukan pengujian kualitatif terhadap ikatan silang yang terbentuk dengan uji kloroform. Pengujian kloroform dilakukan setiap satu jam sekali dengan hasil seperti pada Tabel 6.
22
Tabel 6. Hasil uji kloroform Jam ke-n
Penampakan
Tingkat
1
Gumpalan utuh
1
2
Gumpalan utuh
1
3
Diameter gumpalan besar
2
4
Diameter gumpalan besar
2
5
Diameter gumpalan sedang
3
6
Diameter gumpalan sedang
3
Hasil pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada jam ke-1 dan ke-2 ikatan silang yang terjadi baru mencapai tingkat 1, dimana kondisi lateks yang diujikan masih berbentuk gumpalan yang utuh. Pada jam ke-3 dan ke-4 telah mulai terlihat perubahan kondisi lateks setelah diberi kloroform menjadi gumpalan dengan ukuran partikel yang masih besar. Hal ini dapat dikatakan
bahwa
pada
jam ke-3
dan ke-4
telah
mencapai
pravulkanisasi tingkat 2. Pada tingkat pravulkanisasi 1 dan 2 ini kompon lateks telah mulai membentuk ikatan silang, namun ikatan silang yang terjadi masih sedikit. Pengamatan pada jam ke-5 dan ke-6 memperlihatkan bahwa kompon lateks yang dipravulkanisasi tersebut telah mencapai tingkat 3. Hal ini terlihat dari partikel-partikel lateks yang tergumpal memiliki ukuran yang lebih kecil (sedang). Pada tingkat ini ikatan silang yang terbentuk telah banyak. Secara keseluruhan proses pravulkanisasi dapat dikatakan berjalan dengan baik, dimana secara kualitatif terlihat terjadi peningkatan ikatan silang pada kompon lateks yang dipravulkanisasi tersebut. Pada awal pravulkanisasi ikatan ganda pada rantai poliisopren yang terkonversi menjadi ikatan silang masih sedikit jumlahnya. Klorofom dapat menarik selimut air serta merusak lapisan protein pelindung partikel karet. Hal ini menyebabkan molekul-molekul poliisopren dari partikel-partikel karet dalam lateks tersebut saling bergabung tergumpal membentuk gumpalan yang utuh. Selanjutnya pravulkanisasi meningkatkan jumlah ikatan silang yang terbentuk antarmolekul isoprena dalam partikel karet. Pada saat kloroform ditambahkan pada lateks yang terpravulkanisasi tersebut terjadi juga penarikan selimut air dan rusaknya pelindung protein partikel karet. Walaupun molekul-molekul isoprena tersebut saling bergabung, namun karena molekul-
23
molekul isoprena tersebut telah mempunyai ikatan silang yang cukup banyak sehingga masih dapat mempertahankan bentuknya sebagai partikel-partikel diskret. Hal ini yang menyebabkan gumpalan yang terbentuk terlihat semakin kecil.
C. Karakteristik Lateks Pravulkanisasi Berprotein rendah yang Dihasilkan 1. Kadar nitrogen Pengukuran kadar nitrogen dalam lateks dapat digunakan untuk mengetahui kadar protein dalam lateks. Pengukuran kadar nitrogen merupakan cara yang cukup mudah untuk menentukan kadar protein dalam lateks. Kadar protein tersebut ditentukan berdasarkan konversi nilai kadar nitrogen, dimana kadar protein setara dengan 6,25 kali kadar nitrogen. Poedjiadi (1994) menyebutkan bahwa komposisi rata-rata nitrogen yang terdapat dalam protein sebesar 16 persen sehingga melalui pengukuran kuantitatif nitrogen dengan metode Kjeldahl ditentukan bobot protein
Kadar nitrogen (%)
sebagai 6,25 kali bobot nitrogen penyusunnya. 0.50 0.45 0.40 0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 0
1
3
Konsentrasi fumed silica (%) Tanpa pengenceran (50% TP)
Pengenceran 30% TP
Pengenceran 20% TP
Gambar 9. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasi fumed silica dan pengenceran terhadap kadar nitrogen Hasil pengukuran terhadap kadar nitrogen lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9. Berdasarkan histogram
tersebut dapat
dikatakan bahwa
perlakuan
pengenceran lebih berpengaruh dalam menurunkan kadar nitrogen lateks jika dibandingkan dengan penambahan fumed silica.
24
Pada lateks tanpa penambahan fumed silica terlihat adanya penurunan kadar nitrogen akibat perlakuan pengenceran. Lateks yang tidak diberi perlakuan pengenceran (total padatan = 50 persen) mempunyai kadar nitrogen yang cukup tinggi sebesar 0,45 persen, namun nilai ini menurun pada lateks yang diencerkan hingga total padatan (TP) 30 persen menjadi sebesar 0,23 persen, serta menjadi sebesar 0,20 persen pada pengenceran hingga TP 20 persen. Lateks yang diberi perlakuan penambahan fumed silica dengan konsentrasi 1 persen (b/b), serta diencerkan hingga TP 30 persen terlihat mengalami penurunan kadar nitrogen menjadi 0,18 persen. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan lateks tanpa perlakuan pengenceran, yaitu sebesar 0,44 persen. Pada lateks yang diencerkan hingga TP 20 persen juga memperlihatkan kadar nitrogen yang lebih rendah daripada lateks tanpa pengenceran, yaitu sebesar 0,19 persen, namun nilai ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan lateks dengan pengenceran 30 persen. Fenomena ini juga terjadi pada perlakuan penambahan fumed silica 3 persen (b/b). Kadar nitrogen yang turun terjadi pada lateks dengan pengenceran 30 persen TP jika dibandingkan dengan lateks tanpa pengenceran, yaitu masing-masing 0,17 dan 0,40 persen, namun kembali meningkat pada lateks dengan pengenceran 20 persen TP menjadi sebesar 0,20 persen. Pada taraf pengenceran yang sama, dengan penambahan fumed silica juga dapat dikatakan menurunkan kadar nitrogen, namun penurunan tersebut terlihat tidak terlalu tajam. Pada taraf pengenceran 20 persen TP bahkan terjadi peningkatan kembali kadar nitrogen setelah tampak turun pada penambahan fumed silica 1 persen (b/b). Berdasarkan hasil analisis ragam (Analysis of Variance) terhadap kadar nitrogen menunjukkan bahwa faktor pengenceran mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap penurunan kadar nitrogen lateks pada tingkat kepercayaan 95 persen, sedangkan faktor penambahan fumed silica dan interaksi antara penambahan fumed silica dan pengenceran tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan kadar nitrogen. Hasil analisis ragam yang dilakukan dapat dilihat pada Lampiran 4.
25
Uji lanjut Tukey pada
= 5 persen menunjukkan bahwa taraf
pengenceran 50 persen TP berbeda secara nyata terhadap pengenceran 30 maupun 20 persen TP dalam menurunkan kadar nitrogen lateks, sedangkan pada taraf pengenceran 30 dan 20 persen TP tidak berbeda nyata. Penambahan konsentrasi fumed silica untuk masing-masing taraf memperlihatkan perbedaan yang tidak nyata dalam menurunkan kadar nitrogen. Nilai rata-rata kadar nitrogen yang paling rendah berdasarkan uji lanjut Tukey adalah sebesar 0,170 persen. Nilai tersebut diperoleh melalui kombinasi perlakuan penambahan fumed silica pada konsentrasi 3 persen (b/b) dan pengenceran 30 persen TP. Pada kombinasi perlakuan tanpa penambahan fumed silica dan tanpa pengenceran menghasilkan nilai ratarata kadar nitrogen yang paling tinggi, yaitu sebesar 0,445 persen. Berdasarkan
hasil
penelitian
tersebut
menunjukkan
bahwa
penambahan fumed silica belum dapat menurunkan kadar protein lateks pravulkanisasi secara nyata. Hal ini dijelaskan bahwa partikel fumed silica yang ditambahkan diduga justru akan mengikat protein lateks bukannya mengusir protein seperti yang dihipotesiskan. Fumed silica merupakan zat padat yang mempunyai ukuran partikel yang lebih kecil daripada partikel karet. Pada saat pembentukan film lateks partikel fumed silica ini akan mengisi ruang di permukaan antarpartikel karet yang juga merupakan ruang yang sama dimana protein dan bahan bukan karet lainnya berada. Fumed silica juga diduga dapat membentuk ikatan yang kompleks dengan protein melalui mekanisme ikatan hidrogen antara gugus silanol (Si-OH) fumed silica dan gugus amino (>N-H) pada protein seperti terlihat pada Gambar 10. Ikatan ini memungkinkan untuk mempertahankan protein pada film lateks sehingga jumlah protein yang dapat bermigrasi keluar dari barang jadi lateks ke jaringan tubuh manusia tidak sampai menimbulkan alergi. Menurut Jodingrer (1996) diduga bahwa ada pembentukan ikatan kimia yang kompleks antara fumed silica, protein dan ZnO pada fenomena pengurangan protein terekstrak dalam film lateks. Hal ini juga mendapat dukungan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Thiangchanya et al. (2003)
yang memperlihatkan adanya pengaruh dari penambahan ZnO
pada lateks tervulkanisasi radiasi (Radiation Vulcanized Natural Rubber
26
Latex) dengan berbagai konsentrasi fumed silica, terhadap jumlah protein larut air yang terdeteksi di dalam film lateks yang dihasilkan. Menurut Anand dan Morris (1997) penambahan fumed silica sebanyak 1,5 persen (b/b) dapat mengurangi residu protein dalam lateks, serta penambahan 3 persen (b/b) fumed silica dapat meningkatkan sifat ketahanan sobek film lateks. Amdur (1999) menambahkan bahwa penggunaan
fumed
silica
sebagai
bahan
campuran
lateks
dapat
mengurangi protein dengan cukup rendah pada film lateks yang dihasilkan. Pengaruh penambahan fumed silica juga diungkapkan oleh Thiangchanya, et al. (2003) bahwa penambahan fumed silica hingga 3 bsk bersama penggunaan 0,17 bsk ZnO dapat menurunkan protein larut air pada film lateks lebih banyak jika dibandingkan tanpa ZnO. Peningkatan
konsentrasi
fumed
silica
yang
ditambahkan
menyebabkan semakin banyak dan kompleks partikel fumed silica yang akan berikatan dengan protein karet. Terisinya ruang antarpartikel karet oleh fumed silica ini menyebabkan kadar nitrogen dalam lateks berkurang, namun tidak secara tajam. Walaupun pada lateks pravulkanisasi masih dideteksi adanya kadar protein yang cukup tinggi, namun protein tersebut diduga tidak akan bermigrasi ke jaringan kulit manusia pada saat telah menjadi barang jadi lateksnya.
HOOC
R
H
CH
N
C
CH
NH2
O
H O
O
O Si
Si
Si
Si
Si
Gambar 10. Rekaan ikatan hidrogen antara gugus silanol (Si-OH) fumed silica dan gugus amino (>N-H) protein
Pengenceran merupakan salah satu cara untuk mengurangi kadar protein dalam lateks. Melalui pengenceran akan menyebabkan terjadinya hidrolisis protein karet dan pelarutan protein terhidrolisis dalam air (serum). Sentrifugasi ulang yang dilakukan setelah pengenceran akan menyebabkan
27
terbuangnya protein hasil hidrolisis yang terlarut dalam air atau serum. Hal ini yang menyebabkan penurunan kadar protein dalam lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dibuat. Ng, Yip dan Mok (1994) mengatakan bahwa pengenceran merupakan salah satu cara yang efektif untuk menurunkan kandungan protein dalam lateks. Menurut Rahmawati (2005) faktor pengenceran berpengaruh secara nyata terhadap penurunan kadar nitrogen lateks. Semakin banyak pengenceran yang dilakukan terhadap lateks maka kadar nitrogennya semakin rendah. Pada pengenceran hingga kadar karet kering lateks mencapai 10 persen terjadi pengurangan kadar nitrogen sebanyak 89,47 persen. 2. Kadar jumlah padatan (KJP) Kadar jumlah padatan (KJP) menunjukkan total padatan yang terdapat dalam lateks, baik bahan karet maupun bahan bukan karet. Kadar jumlah
padatan
juga
dipengaruhi
oleh jumlah
bahan-bahan
yang
ditambahkan ke dalam lateks. Lateks pekat dengan mutu yang bagus mempunyai kadar jumlah padatan yang tidak terlalu jauh dengan kadar karet keringnya karena semakin tinggi selisih tersebut menunjukkan bahwa lateks mengandung banyak bahan bukan karet, termasuk bahan pengotor. Padatan bukan karet yang terlalu banyak juga menurunkan kualitas barang jadi lateks yang dihasilkan.
Kadar jumlah padatan (%)
70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 0
1
3
Kosentrasi fumed silica (%) Tanpa pengenceran (50% TP)
Pengenceran 30% TP
Pengenceran 20% TP
Gambar 11. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasi fumed silica dan pengenceran terhadap kadar jumlah padatan
28
Berdasarkan hasil perhitungan KJP terlihat bahwa pada perlakuan pengenceran 20 persen TP KJP-nya menurun dan kembali naik dengan semakin tingginya konsentrasi fumed silica, berturut-turut yaitu 56,66; 56,06 dan 58,34 persen. Pada pengenceran 30 persen TP pola KJP-nya terlihat meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi fumed silica yang ditambahkan, secara berurutan yaitu 58,34; 61,15 dan 64,33 persen. Hal
yang
berbeda
terlihat
pada
perlakuan
lateks
tanpa
pengenceran (50 persen TP). Pola KJP menunjukkan penurunan dengan meningkatnya konsentrasi penambahan fumed silica, yaitu 51,41; 47,69 dan 42,32 persen. Perubahan KJP pada lateks tersebut dapat dilihat pada Gambar 12. Dari hasil analisis ragam terhadap kadar jumlah padatan diketahui bahwa faktor perlakuan pengenceran serta interaksi antara konsentrasi fumed silica dan pengenceran memberikan pengaruh yang nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Faktor konsentrasi fumed silica yang ditambahkan ternyata tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar jumlah padatan. Hasil analisis ragam secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil uji lanjut Tukey pada
= 5 persen memperlihatkan bahwa
taraf pengenceran 50 (tanpa pengenceran), 30 dan 20 persen TP masingmasing berbeda nyata terhadap nilai KJP. Penambahan konsentrasi fumed silica untuk masing-masing taraf memperlihatkan perbedaan yang tidak nyata terhadap nilai KJP. Nilai rata-rata kadar jumlah padatan yang paling tinggi berdasarkan uji lanjut Tukey adalah sebesar 64,33 persen. Nilai tersebut diperoleh melalui kombinasi perlakuan penambahan fumed silica pada konsentrasi 3 persen serta pengenceran 30 persen TP. Pada kombinasi perlakuan penambahan fumed silica 3 persen, serta tanpa pengenceran menghasilkan kadar jumlah padatan yang paling rendah, yaitu sebesar 43,18 persen. Terdapat banyak hal yang dapat mempengaruhi jumlah padatan dalam lateks sehingga memungkinkan terjadinya pola tren yang berbeda seperti pada data di atas. Pada kasus ini kadar jumlah padatan dalam lateks
dipengaruhi
oleh
adanya
penambahan
fumed
silica
dan
pengenceran.
29
Penambahan fumed silica akan meningkatkan jumlah padatan dalam lateks, namun karena fumed silica yang ditambahkan berupa dispersi yang encer (10 persen), maka secara tidak langsung lateks mengalami pengenceran. Hal ini terlihat pada perlakuan tanpa pengenceran, dimana nilai KJP menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi fumed silica yang ditambahkan. Hal yang berbeda terjadi pada perlakuan pengenceran 30 persen TP. Sebelum perlakuan pengenceran dan sentrifugasi dilakukan, kondisi awal KJP masing-masing konsentrasi fumed silica diduga mempunyai pola yang sama dengan perlakuan tanpa pengenceran, namun setelah pengenceran dilakukan dan lateks disentrifugasi ulang, maka nilai KJP menunjukkan pola meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi fumed silica yang ditambahkan. Hal
ini
dikarenakan
pada
saat
sentrifugasi
ulang
terjadi
pembuangan air atau serum serta sebagian fumed silica. Apabila persentase fumed silica yang terbuang diasumsikan sama, maka jumlah padatan fumed silica yang tertinggal dalam lateks akan semakin banyak seiring dengan peningkatan konsentrasi fumed silica yang ditambahkan. Hal ini yang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah padatan dalam lateks seiring dengan peningkatan konsentrasi fumed silica yang ditambahkan. Peristiwa yang sama juga seharusnya terjadi pada lateks dengan perlakuan pengenceran 20 persen TP, namun data menunjukkan adanya penurunan KJP pada perlakuan penambahan fumed silica 1 persen. Hal ini terjadi diduga karena pengenceran yang tinggi (20 persen) menyebabkan mobilitas penyebaran partikel fumed silica cukup tinggi dan adanya pengikatan bahan-bahan padat dalam lateks oleh fumed silica. Hal ini menyebabkan pada saat dilakukan sentrifugasi ulang fumed silica yang terbuang dan bahan-bahan yang terikat dengan fumed silica yang terbuang cukup banyak. Pada penambahan fumed silica 3 persen jumlah fumed silica yang tertinggal masih banyak sehingga menghasilkan nilai KJP yang masih lebih besar dari perlakuan tanpa penambahan fumed silica.
30
3. Kadar alkalinitas Kadar alkalinitas lateks dihitung sebagai jumlah amonia yang terkandung di dalamnya. Parameter kualitas lateks ini memperlihatkan sistem pengawetan lateks. Menurut Handoko (2002) kadar amonia yang terlalu rendah akan menyebabkan peningkatan bilangan asam lemak eteris lateks sehingga dapat mengganggu kestabilan lateks. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kadar alkalinitas lateks seperti yang terlihat pada Gambar 12, dapat diketahui bahwa dengan semakin tingginya konsentrasi penambahan fumed silica, maka kadar alkalinitas yang terukur akan semakin kecil. Pengenceran juga memberikan pengaruh bahwa dengan semakin tingginya pengenceran yang dilakukan, maka kadar alkalinitas akan semakin kecil. Perlakuan pengenceran ini juga memperlihatkan
pengaruh
yang
lebih
besar
daripada
perlakuan
penambahan fumed silica.
Kadar alkalinitas (%)
0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 0
1
3
Konsentrasi fumed silica (%) Tanpa pengenceran (50% TP)
Pengenceran 30% TP
Pengenceran 20% TP
Gambar 12. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasi fumed silica dan pengenceran terhadap kadar alkalinitas
Lateks tanpa penambahan fumed silica mengalami penurunan kadar alkalinitas pada pengenceran yang semakin tinggi. Pada taraf perlakuan tanpa pengenceran kadar alkalinitasnya sebesar 0,61 persen dan turun menjadi 0,17 persen pada pengenceran 30 persen TP, hingga mencapai nilai 0,12 persen pada taraf pengenceran 20 persen TP. Pada penambahan fumed silica 1 persen (b/b) serta tanpa pengenceran lateks memiliki kadar alkalinitas sebesar 0,57 persen. Nilai ini
31
kemudian menurun pada pengenceran 30 persen TP dan pengenceran 20 persen TP, yaitu berturut-turut menjadi 0,14 dan 0,11 persen. Hal yang serupa juga terjadi pada penambahan fumed silica sebesar 3 persen (b/b), dimana pada lateks tanpa pengenceran kadar alkalinitasnya sebesar 0,51 persen. Selanjutnya nilai ini menurun hingga 0,10 persen pada perlakuan pengenceran 30 persen TP, serta menjadi sebesar 0,09 persen pada taraf pengenceran 20 persen TP. Apabila dilihat pada taraf pengenceran yang sama penambahan fumed silica juga bisa dikatakan dapat menurunkan kadar alkalinitas, namun penurunannya tidak terlalu tajam. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi fumed silica
yang
ditambahkan
dan
faktor
pengenceran
yang
dilakukan
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar alkalinitas lateks pada tingkat kepercayaan 95 persen, sedangkan interaksi kedua faktor tersebut tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap kadar alkalinitas. Secara lengkap hasil analisis ragam ini dapat dilihat pada Lampiran 6. Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey pada
= 5 persen dapat
diketahui bahwa konsentrasi penambahan fumed silica 0 dan 1 persen (b/b) tidak berbeda secara nyata terhadap kadar alkalinitas, serta keduanya berbeda nyata dengan penambahan fumed silica 3 persen (b/b). Ketiga taraf dari faktor pengenceran, tanpa pengenceran (50), 30 dan 20 persen TP, masing-masing berbeda secara nyata terhadap kadar alkalinitas. Nilai rata-rata kadar alkalinitas yang paling tinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan tanpa penambahan fumed silica serta tanpa pengenceran,
yaitu
sebesar
0,610
persen.
Kombinasi
perlakuan
penambahan fumed silica 3 persen (b/b) serta pengenceran hingga 20 persen TP memberikan nilai rata-rata kadar alkalinitas yang paling rendah, yaitu sebesar 0,085 persen. Pengenceran mempengaruhi kadar alkalinitas dalam lateks karena dengan penambahan air maka terjadi penambahan volume lateks dengan kondisi jumlah amonia yang tetap. Hal ini menyebabkan kadar alkalinitas yang terhitung akan menjadi semakin kecil dengan semakin tingginya pengenceran. Peristiwa ini juga terjadi pada penambahan fumed silica terhadap kadar alkalinitas lateks. Fumed silica dalam bentuk dispersi konsentrasi
32
rendah (10 persen) yang ditambahkan memungkinkan untuk terjadinya pengenceran secara tidak langsung. Semakin banyak fumed silica dalam bentuk dispersi yang ditambahkan, maka pengenceran yang terjadi juga semakin tinggi sehingga kadar alkalinitas juga menurun. Hal lain yang dapat menurunkan kadar alkalinitas adalah meningkatnya
asam
bebas
yang
terbentuk
dalam
lateks
selama
penyimpanan berlangsung. Asam bebas yang muncul akan diubah oleh amonia menjadi garam amonia. Kadar alkalinitas ini dapat dengan mudah ditingkatkan melalui penambahan amonia ke dalam lateks.
4. Bilangan KOH Menurut Blacley (1966) bilangan KOH dapat digunakan untuk mengetahui jumlah asam bebas yang terdapat di dalam lateks. Pengujian ini hanya dapat dilakukan untuk lateks dengan sistem pengawetan menggunakan amonia atau amonia dengan formaldehida. Bilangan KOH dihitung sebagai jumlah gram potasium hidroksida dalam sejumlah lateks yang mengandung 100 gram padatan. Semakin tinggi nilai bilangan KOH ini
Bilangan KOH (gr KOH dalam 100 gr jumlah padatan)
menunjukkan kualitas lateks yang semakin rendah.
0.900 0.800 0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 0
1
3
Konsentrasi fumed silica(%) Tanpa pengenceran (50% TP)
Pengenceran 30% TP
Pengenceran 20% TP
Gambar 13. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasi fumed silica dan pengenceran terhadap bilangan KOH Hasil penentuan bilangan KOH memperlihatkan bahwa pada lateks yang tidak diberi penambahan fumed silica mengalami penurunan bilangan KOH
seiring dengan peningkatan pengenceran.
Pada
taraf
tanpa
33
pengenceran (50 persen) mempunyai bilangan KOH sebesar 0,537. Nilai ini kemudian menurun pada pengenceran 30 persen menjadi 0,248, serta pada pengenceran 20 persen bilangan KOH-nya mencapai 0,238. Hal serupa juga terjadi pada penambahan fumed silica sebesar 1 persen (b/b), dimana pengenceran yang semakin tinggi menyebabkan penurunan bilangan KOH. Lateks tanpa pengenceran (50 persen TP) memiliki bilangan KOH sebesar 0,653. Pada pengenceran 30 persen TP terjadi penurunan bilangan KOH menjadi 0,246, serta kembali menurun hingga sebesar 0,201 pada pengenceran 20 persen TP. Pada penambahan fumed silica 3 persen (b/b) terjadi sedikit perbedaan, dimana pada pengenceran 20 persen terjadi peningkatan bilangan KOH, yaitu menjadi 0,258. Penurunan bilangan KOH sebelumnya terjadi, yaitu dari 0,770 pada perlakuan tanpa pengenceran dan penambahan fumed silica menjadi 0,220 pada perlakuan pengenceran 30 persen TP. Gambaran perubahan nilai bilangan KOH dapat dilihat pada Gambar 13. Dari hasil analisis ragam diketahui bahwa konsentrasi fumed silica yang ditambahkan, pengenceran dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan bilangan KOH pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hasil analisis ragam ini dapat dilihat pada Lampiran 7. Uji lanjut Tukey pada
= 5 persen menunjukkan bahwa
penambahan fumed silica pada taraf konsentrasi 0 dan 3 persen (b/b) berbeda secara nyata terhadap perubahan bilangan KOH, namun taraf konsentrasi fumed silica 1 persen (b/b) tidak berbeda nyata baik itu terhadap konsentrasi 0 maupun 3 persen (b/b) dalam mempengaruhi bilangan KOH. Pada faktor pengenceran, taraf tanpa pengenceran (50 persen TP) berbeda secara nyata terhadap pengenceran 30 maupun 20 persen TP terhadap perubahan bilangan KOH, sedangkan pengenceran 30 dan 20 persen TP tidak berbeda nyata. Nilai rata-rata bilangan KOH yang paling rendah sebesar 0,201. Nilai tersebut diperoleh melalui kombinasi perlakuan penambahan fumed silica pada konsentrasi 1 persen (b/b) dan pengenceran 20 persen TP. Pada kombinasi perlakuan penambahan fumed silica 3 persen (b/b), serta
34
tanpa pengenceran menghasilkan nilai rata-rata bilangan KOH yang paling tinggi, yaitu sebesar 0,770. Amonia yang digunakan dalam sistem pengawetan lateks akan berperan dalam menetralisir asam bebas yang terdapat dalam lateks. Amonia dengan asam bebas akan berubah menjadi garam amonium. Bilangan KOH akan mengukur jumlah garam amonium yang terdapat dalam lateks. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar alkalinitas yang dapat mengindikasikan meningkatnya garam amonium yang terbentuk dalam lateks. Dapat dikatakan bahwa kadar alkalinitas yang menurun menunjukkan asam yang terdapat dalam lateks meningkat, dimana asam yang muncul akan bereaksi dengan amonia membentuk garam amonium. Semakin banyak garam amonium yang terbentuk maka semakin tinggi bilangan KOH yang terukur. Selama penyimpanan memungkinkan terbentuknya asam-asam bebas oleh aktivitas mikroorganisme. Kadar amonia yang rendah dapat menyebabkan
berkurangnya
pengendalian
terhadap
aktivitas
mikroorganisme ini. Bilangan KOH yang tinggi mengindikasikan kualitas lateks yang semakin buruk. 5. Waktu kemantapan mekanik (WKM) Ketahanan lateks terhadap pengaruh gangguan mekanik diukur melalui pengujian waktu kemantapan mekanik (WKM). Blackley (1966) menyebutkan bahwa gangguan mekanik menyebabkan partikel lateks saling berbenturan sehingga cenderung untuk membentuk flokulat. Flokulatflokulat yang terbentuk akan menyebabkan kestabilan lateks terganggu. Waktu kemantapan mekanik lateks diukur dalam satuan detik. Pengukuran
dihentikan
apabila
setelah
30
menit
lateks
masih
memperlihatkan kondisi yang baik dan dikatakan lateks tersebut memiliki kualitas yang baik. Hasil pengukuran waktu kemantapan mekanik lateks menunjukkan bahwa rata-rata lateks mempunyai ketahanan yang baik terhadap gangguan mekanik, dimana secara umum nilai WKM dari lateks pravulkanisasi yang dihasilkan lebih dari 1.800 detik. Hasil pengukuran yang berbeda terlihat pada kombinasi perlakuan lateks tanpa penambahan fumed silica dengan pengenceran hingga total
35
padatan 20 persen TP, yaitu sebesar 1.515 detik, namun nilai ini masih jauh lebih tinggi daripada spesifikasi produk lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan oleh RRIM (Rubber Research Institute of Malaysia). Hal ini menunjukkan bahwa lateks yang dihasilkan mempunyai kualitas yang cukup baik. Secara lengkap hasil pengukuran WKM dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil pengukuran waktu kemantapan mekanik lateks Konsentrasi Fumed silica Pengenceran 0% 1%
3%
50%
>1.800
>1.800
>1.800
20%
1.515
>1.800
>1.800
30%
>1.800
>1.800
>1.800
Kemantapan mekanik lateks dipengaruhi oleh bahan penstabil yang ditambahkan di dalamnya. Secara alami asam lemak rantai panjang yang terbentuk dalam lateks tersabunkan oleh adanya basa alkali yang ditambahkan
dalam
lateks.
Sabun
asam
lemak
tersebut
dapat
meningkatkan kestabilan lateks. Bahan penstabil lain juga dapat ditambahkan ke dalam lateks untuk meningkatkan kemantapan lateks. Pada penelitian ini digunakan bahan pemantap komersial untuk membantu meningkatkan kemantapan lateks. Bahan pemantap yang digunakan tersebut mengandung sabun potasium dari asam karboksilat sintetis. Penambahan fumed silica pada lateks dapat meningkatkan viskositas lateks. Hal ini menyebabkan peningkatan kestabilan partikel lateks dalam mediumnya. Viskositas yang baik akan menyebabkan partikel karet cenderung stabil pada posisinya sehingga kemungkinan untuk tumbukan dan membentuk partikel yang lebih besar pada saat menerima gangguan mekanik akan berkurang.
6. Kadar koagulum Menurut Blacley (1966) koagulum merupakan gumpalan kecil polimer yang terbentuk secara cepat dan terpisah dari lateks, serta tersuspensi dalam serum. Kadar koagulum mengukur jumlah koagulum yang terdapat dalam lateks.
36
0.0400 Kadar koagulum (%)
0.0350 0.0300 0.0250 0.0200 0.0150 0.0100 0.0050 0.0000 0
1
3
Konsentrasi fumed silica (%) Tanpa pengenceran (50% TP)
Pengenceran 30% TP
Pengenceran 20% TP
Gambar 14. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasi fumed silica dan pengenceran terhadap kadar koagulum Hasil pengukuran kadar koagulum yang terlihat pada Gambar 14 menunjukkan bahwa pada perlakuan pengenceran 20 persen TP lateks memiliki kadar koagulum yang lebih rendah jika dibandingkan dengan taraf perlakuan pengenceran yang lain. Pada lateks yang tidak diberi penambahan fumed silica terlihat adanya pola penurunan kadar koagulum, dimana pada lateks yang tidak diencerkan kadar koagulumnya sebesar 0,34 permil. Nilai ini kemudian menurun setelah dilakukan pengenceran hingga 30 persen TP, yaitu menjadi 0,275 permil. Pada leteks dengan pengenceran hingga 20 persen TP kadar koagulumnya mencapai 0,054 permil. Lateks dengan penambahan konsentrasi fumed silica 1 persen (b/b) serta tanpa perlakuan pengenceran mempunyai kadar koagulum sebesar 0,125 permil. Kadar koagulum yang lebih tinggi diperlihatkan pada lateks dengan penambahan fumed silica yang sama serta diencerkan hingga 30 persen TP, yaitu sebesar 0,170 permil, namun nilai kadar koagulum ini kembali rendah pada perlakuan pengenceran 20 persen TP hingga mencapai 0,057 permil. Pada perlakuan penambahan fumed silica 3 persen (b/b) terlihat bahwa dengan perlakuan tanpa pengenceran mempunyai kadar koagulum sebesar 0,14 permil. Kombinasi dengan perlakuan pengenceran 30 persen TP menghasilkan kadar koagulum yang lebih tinggi, yaitu sebesar 0,38 permil, serta menurun pada perlakuan pengenceran 20 persen TP, menjadi 0,073 permil.
37
Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa faktor perlakuan pengenceran lateks berpengaruh nyata
terhadap perubahan kadar
koagulum lateks pada tingkat kepercayaan 95 persen, sedangkan faktor konsentrasi penambahan fumed silica dan interaksi kedua faktor tersebut tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil analisis ini dapat dilihat pada Lampiran 8. Taraf pengenceran 20 persen TP menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan pengenceran 30 persen TP, namun tidak cukup berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pengenceran berdasarkan hasil uji lanjut Tukey pada
= 5 persen yang dilakukan. Pengenceran hingga total
padatan (TP) 30 persen dan perlakuan tanpa pengenceran (TP 50 persen) memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata. Kombinasi perlakuan tanpa penambahan fumed silica serta pengenceran hingga 20 persen TP memberikan nilai rata-rata kadar koagulum yang paling rendah, yaitu sebesar 0,0535 permil. Pada perlakuan konsentrasi penambahan fumed silica 3 persen (b/b) dan pengenceran hingga 30 persen TP memberikan nilai rata-rata kadar koagulum yang tertinggi, yaitu sebesar 0,38 permil. Kadar koagulum digunakan untuk menunjukkan kualitas lateks tersebut. Semakin kecil nilai kadar koagulum, maka dapat dikatakan bahwa kualitas lateks tersebut semakin baik. Koagulum terdapat secara alami dalam lateks dan jumlahnya dapat meningkat. Koagulum dalam lateks dapat mempengaruhi kastabilan lateks karena dapat memicu proses koagulasi partikel karet dalam lateks. Penambahan fumed silica 1 persen (b/b) pada lateks dapat menurunkan kadar koagulumnya. Hal ini diduga karena partikel koagulum teradsorbsi pada partikel fumed silica, namun penambahan fumed silica yang berlebihan justru akan meningkatkan koagulumnya. Hal ini diduga karena partikel fumed silica yang berlebih akan terpisah dari koloid lateks dan justru akan memicu pembentukan koagulum pada lateks.
38
7. Viskositas lateks Banyak metode yang digunakan untuk menentukan viskositas lateks, salah satunya dengan viskositas Brookfield seperti yang dilakukan pada penelitian ini. Viskositas Brookfield ini merupakan salah satu metode pengukuran viskositas lateks yang paling umum digunakan. 6000.0
Viskositas (cP)
5000.0 4000.0 3000.0 2000.0 1000.0 0.0 0
1
3
Konsentrasi fumed silica (%) Tanpa pengenceran (50% TP)
Pengenceran 30% TP
Pengenceran 20% TP
Gambar 15. Histogram hubungan antara pengaruh konsentrasi fumed silica dan pengenceran terhadap viskositas Hasil pengukuran viskositas pada Gambar 15 menunjukkan bahwa lateks yang dihasilkan mempunyai nilai rata-rata viskositas yang cukup besar dan beragam. Secara umum pada perlakuan pengenceran 30 persen TP memiliki nilai viskositas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan taraf pengenceran yang lainnya, sedangkan pada perlakuan tanpa pengenceran nilai viskositasnya paling rendah. Pada lateks yang tidak diberi penambahan fumed silica nilai viskositas pada perlakuan dengan pengenceran 30 persen TP sebesar 4.403 cP. Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa pengenceran, yaitu sebesar 203 cP. Nilai tersebut juga masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan pengenceran 20 persen TP yang mempunyai nilai viskositas sebesar 2.066 cP. Lateks dengan penambahan fumed silica 1 persen (b/b) juga memperlihatkan pola yang sama, dimana pada pengenceran 30 persen TP mempunyai viskositas yang paling tinggi, yaitu 4.595 cP. Pada perlakuan pengenceran 20 persen TP dan perlakuan tanpa pengenceran mempunyai
39
nilai viskositas yang lebih rendah, yaitu secara berurutan sebesar 875 cP dan 264,3 cP. Pada penambahan fumed silica 3 persen (b/b) viskositas tertinggi juga terlihat pada taraf pengenceran 30 persen TP, yaitu sebesar 5.465 cP, sedangkan pada taraf pengenceran 20 persen TP viskositasnya turun menjadi 920 cP. Pada perlakuan tanpa pengenceran lateks yang dihasilkan mempunyai viskositas sebesar 347 cP. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa pada tingkat kepercayaan 95 persen faktor pengenceran mempunyai pengaruh nyata terhadap viskositas, sedangkan faktor konsentrasi fumed silica serta interaksi kedua faktor tersebut tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap viskositas. Hasil analisis ini secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil uji lanjut Tukey pada
= 5 persen menunjukkan bahwa taraf
pengenceran 30 persen TP mempunyai nilai rata-rata viskositas yang berbeda nyata dengan taraf pengenceran 20 persen TP maupun taraf tanpa pengenceran (50 persen TP), namun taraf pengenceran 20 persen dan taraf tanpa pengenceran memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata. Nilai rata-rata viskositas paling rendah yang diperoleh adalah sebesar 203 cP. Nilai tersebut didapatkan melalui kombinasi perlakuan tanpa penambahan fumed silica serta tanpa pengenceran. Pada kombinasi perlakuan penambahan fumed silica 3 persen (b/b) serta perlakuan pengenceran 30 persen menghasilkan nilai rata-rata viskositas yang paling tinggi, yaitu sebesar 5.465 cP. Penambahan fumed silica dalam cairan akan menyebabkan partikel fumed silica selain membentuk ikatan hidrogen antaragregat juga akan membentuk ikatan hidrogen dengan medium pendispersinya. Jaringan ikatan antaragregat tersebut dapat meningkatkan viskositas sistem cairan (Cabot Corporation, 2005). Banyaknya fumed silica yang ditambahkan pada lateks akan meningkatkan
viskositas
lateks
tersebut,
namun
pada
perlakuan
pengenceran 20 persen TP fumed silica yang ditambahkan diduga berikatan hidrogen dengan medium pendisperinya, dalam hal ini air, sehingga sistem campuran yang terbentuk adalah sol. Raghavan (2000) menyebutkan bahwa pada cairan dengan kemampuan membentuk ikatan
40
hidrogen yang tinggi akan menyebabkan partikel fumed silica cenderung berikatan dengan cairan pendispersi tersebut sehingga menghasilkan sistem yang sol.
D. Penentuan Lateks Pravulkanisasi Berprotein rendah Terbaik Lateks pravulkanisasi berprotein rendah terbaik yang dihasilkan ditentukan berdasarkan parameter utama berupa kadar nitrogen lateks yang menunjukkan kadar protein yang terdapat dalam lateks. Parameter kualitas lateks seperti kadar jumlah padatan (KJP), kadar alkalinitas, bilangan KOH, waktu kemantapan mekanik (WKM), kadar koagulum dan viskositas lateks juga digunakan sebagai pertimbangan dalam penentuan ini. Karakteristik lateks pravulkanisasi berprotein rendah terbaik yang dihasilkan tersebut selanjutnya dibandingkan dengan karakteristik lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan oleh RRIM (Rubber Research
Institute
of
Malaysia).
Rekapitulasi
karakteristik
lateks
pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan dalam penelitian ini dan karakteristik lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan oleh RRIM diberikan pada Lampiran 10. Secara singkat perbandingan lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan dan lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan RRIM dapat dilihat pada Tabel 8 berikut. Tabel 8. Perbandingan lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan dengan yang dihasilkan oleh RRIM (Rubber Research Institute of Malaysia) Lateks Lateks pravulkanisasi pravulkanisasi Karakteristik berprotein rendah berprotein rendah yang dihasilkan yang dihasilkan RRIM Kadar nitrogen, %
0,17
0,20
Kadar jumlah padatan, %
64,33
65,40
Kadar alkalinitas, %
0,10
0,71
>1.800
840
0,38
0,07
Waktu kemantapan mekanik, detik Kadar koagulum,
41
Berdasarkan perbandingan
karakteristik lateks tersebut dapat
diketahui bahwa parameter waktu kemantapan mekanik lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang
dihasilkan sudah dapat mengungguli lateks
pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan oleh RRIM. Kadar jumlah padatan dan kadar koagulum lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan ternyata masih belum dapat menyamai lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan oleh RRIM. Hal
ini
juga
terlihat
pada
kadar
alkalinitas,
dimana
lateks
pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan mempunyai nilai alkalinitas yang lebih rendah daripada lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan RRIM, namun kadar alkalinitas tersebut relatif mudah diatur nilainya melalui penambahan amonia ke dalam lateks yang dimaksud. Kadar alkalinitas merupakan kontrol terhadap sistem pengawetan lateks. Dilihat dari kadar nitrogennya, sebagian lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan dapat dikatakan telah dapat mengungguli lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan oleh RRIM. Berdasarkan perbandingan tersebut kombinasi perlakuan penambahan fumed silica sebanyak 3 persen (b/b) dalam lateks dan pengenceran hingga total padatan
30
persen
dapat
dipilih
sebagai
kombinasi
terbaik
untuk
menghasilkan lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang diinginkan. Pada kombinasi tersebut mempunyai kadar nitrogen yang paling rendah, kadar jumlah padatan paling tinggi dan bilangan KOH yang cukup rendah. Lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan ini ditujukan untuk aplikasi pada kondom lateks sesuai dengan formulasi pengkomponan yang dilakukan.
E. Resume Pembahasan Protein secara alami terdapat pada lateks karet alam. Pada perubahan bentuknya menjadi barang jadi lateks seperti sarung tangan, kondom atau balon, protein tersebut menimbulkan reaksi alergi dari penggunanya. Hal ini mendorong upaya untuk mengurangi kandungan protein pada lateks karet alam sehingga diharapkan pada bentuk barang jadi lateks jumlah proteinnya tidak berada pada tingkat yang membahayakan. Penurunan protein pada lateks karet alam selain mengatasi permasalahan alergi juga dapat meningkatkan sifat fisik dinamis karetnya dan meningkatkan daya saingnya di pasar. Berbagai cara telah ditemukan untuk menurunkan
42
kandungan protein pada lateks karet alam. Dewasa ini fumed silica dilaporkan dapat menurunkan protein pada lateks dan meningkatkan sifat fisik vulkanisat lateksnya. Penggunaan fumed silica sebagai bahan yang diharapkan mampu menurunkan kadar protein lateks pada penelitian ini, memperlihatkan tren penurunan yang belum signifikan. Hal ini disebabkan adanya dugaan bahwa fumed silica yang ditambahkan pada lateks karet alam justru akan mengikat protein lateks sehingga pada saat dalam bentuk barang jadinya (vulkanisat lateks) jumlah protein yang dapat bermigrasi keluar ke jaringan tubuh manusia menjadi berkurang dan diharapkan berada pada tingkat yang tidak menimbulkan alergi. Mekanisme pengikatan yang terjadi antara fumed silica dan protein ini adalah ikatan hidrogen. Perlakuan penambahan fumed silica dan pengenceran yang dilakukan pada penelitian ini menghasilkan lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dapat dibandingkan dengan lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan oleh RRIM. Sekitar 55 persen lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan pada penelitian ini mempunyai kadar nitrogen yang sama atau lebih rendah daripada lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan oleh RRIM. Sementara itu di sisi yang lain lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan pada penelitian ini masih memerlukan perbaikan dari segi kualitasnya. Lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan memiliki kadar jumlah padatan dan kadar alkalinitas yang lebih rendah serta kadar koagulum yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan lateks
pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan oleh RRIM. Waktu kemantapan mekanik lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan sudah cukup lebih baik dibandingkan dengan lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan oleh RRIM. Kualitas suatu produk juga ditentukan oleh kualitas bahan baku yang digunakan untuk menghasilkannya. Pada penelitian ini bahan baku lateks pekat yang digunakan belum mempunyai kualitas yang baik menurut syarat baku kualitas lateks pekat menurut SNI 06-3139-1992 untuk lateks pekat pusingan amonia tinggi. Hal ini ternyata cukup mempengaruhi lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan.
43
Kadar jumlah padatan bahan baku lateks pekat yang digunakan masih rendah sehingga mempengaruhi kadar jumlah padatan lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan, yang memiliki nilai lebih rendah daripada lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkanoleh RRIM. Bilangan asam lemak eteris yang cukup tinggi pada bahan baku lateks pekat dapat memicu terbentuknya koagulum. Hal ini terlihat bahwa pada lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan memiliki kadar koagulum yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan pada lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan oleh RRIM. Kadar alkalinitas pada lateks relatif mudah untuk ditingkatkan melalui penambahan amonia.
44
V. KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan Secara umum faktor pengenceran berpengaruh secara nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap nilai kadar nitrogen, kadar jumlah padatan, kadar alkalinitas, bilangan KOH, kadar koagulum dan viskositas lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan. Kadar jumlah padatan juga dipengaruhi secara nyata pada tingkat kepercayaan yang sama oleh konsentrasi fumed silica yang ditambahkan, sedangkan kadar alkalinitas nilainya juga dipengaruhi secara nyata oleh interaksi antara faktor konsentrasi penambahan fumed silica dan faktor pengenceran. Pada bilangan KOH, konsentrasi penambahan fumed silica serta interaksi faktor konsentrasi penambahan fumed silica dan faktor pengenceran juga memberikan pengaruh nyata. Penggunaan fumed silica hingga konsentrasi 3 persen (b/b) ternyata belum memberikan pengaruh yang nyata dalam menurunkan kadar protein lateks. Kombinasi perlakuan yang terbaik dalam usaha penurunan kadar protein dalam lateks pravulkanisasi adalah melalui penambahan fumed silica sebanyak 3 persen (b/b) dalam lateks pravulkanisasi dan pengenceran hingga total padatan 30 persen. Kombinasi ini menghasilkan kadar nitrogen yang paling rendah, yaitu sebesar 0,17 persen. Karakteristik lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan secara umum hampir menyamai karakteristik lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan oleh RRIM. Karakteristik lateks pravulkanisasi berprotein rendah terbaik yang dihasilkan pada penelitian ini mempunyai kadar nitrogen dan waktu kemantapan mekanik yang lebih baik daripada karakteristik lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dihasilkan oleh RRIM.
B. Saran Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan fumed silica dalam usaha pembuatan lateks pravulkanisasi berprotein rendah. Teknik pembuatan dispersi fumed silica perlu dikaji untuk menghasilkan dispersi fumed silica yang baik dan diduga berpengaruh terhadap kinerja fumed silica pada lateks. Pembuatan dispersi fumed silica ini menyangkut penggunaan
45
bahan pendispersi yang lebih baik dan formulasinya maupun peningkatan konsentrasi dispersi fumed silica yang dihasilkan. Dalam pemilihan bahan pendispersi perlu diperhatikan karakteristiknya dalam hal jenis gugus aktif permukaannya, nilai HLB maupun ukuran partikelnya. Hal lain yang perlu dilihat adalah modifikasi proses pembuatan lateks pravulkanisasi berprotein rendah yang dilakukan serta penggunaan fumed silica dengan ukuran partikel yang lebih kecil.
46
DAFTAR PUSTAKA Abednego, J.G. 1975. Dasar-dasar Teknologi Karet. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor Alfa, A.A. 2001. Bahan Kimia Untuk Kompon. di dalam Kursus Teknologi Barang Jadi Karet Padat. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor . 2001. Pengembangan Proses Pembuatan Karet Alam Berprotein Sangat Rendah. Laporan Akhir Penelitian. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor Amdur, S. 1999. Removing Natural Latex Proteins From Dipped Rubber Goods With Fumed Silica Additives. Paper Presentation. Polymerim Corporation. Indianapolis, Indiana Anand, J. dan M.D. Morris. 1997. Reinforcement of Latex With Fumed Silicas. Rubber and Plastics News, March 10 Archer, B.L., B.G. Audley, G.P. Mc Sweeney and T.G. Hong. 1969. Studies of Composition of Latex Serum and Bottom Fraction Particles. J.Rubb.Res.Inst.Malaya, 21(4), 560-569. di dalam Soeseno, S.R. 1980. Studi Mengenai Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Penggumpalan Lateks Skim dengan Serum Lateks serta Peningkat Mutu Karet Skim. Universitas Padjadjaran Barron, H. 1947. Modern Rubber Chemistry. Hutchinson s Scientific and Technical Publication. London Blackley, D.C. 1966. High Polymer Latices Their Science and Technology, Fundamental Principles, Vol. I. McLaren and Sons Ltd. London . 1966. High Polymer Latices Their Science and Technology, Testing and Applications, Vol. II. McLaren and Sons Ltd. London Cabot Corporation. 2000. Cab-O-Sil® Untreated Fumed Silica, Properties and Functions. Material Information Sheet. Cabot Corporation. . 2005. Fumed Silica and Fumed Alumina in Coatings Applications. Product Guidance. Cabot Corporation. Dawson, T.R. dan B.D. Porritt. 1935. Rubber Physical and Chemical Properties. The Research Association of British Rubber Manufactures. England Dzikowicz, B. 2003. Latexes. di dalam Delvecchio, R.J. Ed. 2003. Fundamentals of Rubber Technology. R.T. Vanderbilt Company, Inc. Norwalk Freundlich, H. 1935. The Chemistry of Rubber. Methuen Co. LTD, London. Gorton, A. D. T. 1979. The Production and Properties of Prevulcanized Natural Rubber Latex. NR Technology, Vol.10(1), 9-19
47
Goutara, B, Djatmiko dan W. Tjiptadi. 1985. Dasar Pengolahan Karet I. Agroindustri Press. Bogor Handoko, B. 2002. Pengolahan Lateks Pekat. di dalam Kursus Teknologi Barang Jadi dari Lateks. Balai Penelitian Teknologi Karet, Bogor . 2002. Proses Pembuatan Barang Jadi Lateks. di dalam Kursus Teknologi Barang Jadi dari Lateks. Balai Penelitian Teknologi Karet, Bogor Hong, T.N., N. Ichikawa, F.W. Kong, S. Nakade, Y. Miyamoto dan A. Kawasaki. 1997. Highly Deproteinized Natural Latex Examination Glove Production. International Rubber Conference 1997, 331-334. Honggokusumo, S. 1978. Pengetahuan Lateks. di dalam Kursus Pengolahan Barang Jadi Karet. Balai Penelitian Perkebunan Bogor. Bogor. Hum, L.E. 1975. Project Study on Latex Dipping and Glove Manufacture. Rubber Research Institute of Malaysia, 5-13. Kuala Lumpur. Jodingrer, A. 1996. Cab-O-Sperse for Proteins Reduction and Reinforcement of Latex Articles. di dalam Thiangchanya, A., C. Siri-upathum, N. Na-ranong and M. Sonsuk. 2003. Improvement of RVNRL Film Properties by Adding Fumed Silica and Hydroxy Apetite. J.Sci.Technol., 25(1), 53-61 Klinpituksa, P., P. Wongboontarig dan Y. Che-rong. 1999. http://www.clib.psu.ac.th/academic/kapairo2.htm McGlothin, M.W. 1998. Accelerator Free Curing of Dip Molded Latex Film. Medical Technologies Inc. San Diego. Ng, K.P, E. Yip dan K.L. Mok. 1994. Production of Natural Rubber Latex Gloves with Low Extractable Protein Content: Some Practical Recomendations. J.nat.Rubb.Res., 9(2), 87-95 Raghavan, S.R., H.J. Walls and S.A. Khan. 2000. Rheology of Silica Dispersions in Organic Liquids: New Evidence for Solvation Forces Dictated by Hidrogen Bonding. Langmuir 2000, 16, 7920-7930 Rahmawati, Y. 2005. Penurunan Kadar Protein Lateks Secara Enzimatis Dalam Pembuatan Lateks DPNR (Deproteinized Natural Rubber). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor Said, M.MD., K.P. Ng, H. Hasma, K.L. Mok, M. Asrul, P.F. Lai dan S. Saadiah. 2004. Low Protein Natural Rubber Latices. J.Rubb.Res.,7(1), 30-55 Southron, W. A. 1969. Physiology of Hevea (Latex flow). J.Rubb.Res.Inst. Malaya., 21 (4), 496-504. Kuala Lumpur Standar Nasional Indonesia. 1992. Lateks Pekat Karet Alam Pusingan dan Dadih Tipe Pengawet Amonia. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta Stern, H.J. 1955. Practical Latex Work. The Blackfriars Press, Ltd. Leicester
48
Suparto, D. 2002. Pengolahan Lateks Kebun. di dalam Kursus Teknologi Barang Jadi dari Lateks. Balai Penelitian Teknologi Karet, Bogor Suparto, D dan B. Handoko. 2006. Peluang Industri Lateks Pekat, Faktor Penentuan Mutu dan Diversifikasi. Balai Penelitian Teknologi Karet, Bogor Thiangchanya, A., C. Siri-upathum, N. Na-ranong and M. Sonsuk. 2003. Improvement of RVNRL Film Properties by Adding Fumed Silica and Hydroxy Apetite. J.Sci.Technol., 25(1), 53-61 Webster, C. C dan W. J. Baulkwill. 1989. Rubber. John Wiley and Sons, Inc. New York Wen, J. 2000. Fumed Silica Controls Rheology of Adhesives and Sealants. Cabot Corporation Wikipedia. 2006. canization
Vulcanization.
di
dalam
http://en.wikipedia.org/wiki/Vul-
Wacker HDK. 2002. Production of Wacker HDK. Information Sheet. Wacker HDK
49
Lampiran 1. Karakteristik fumed silica komersial Cab-O-Sil Tipe M-5 produksi Cabot Corporation Spesifikasi Cab-O-Sil M-5 Luas permukaan
200 m2/g
pH (4% larutan)
3,7-4,3
Residu pada 325 mesh (44 mikron) Densitas kamba Kehilangan pada pemanasan
maks. 0,02% 3,0 lb/ft2 maks 1,5%
Specific gravity
50 g/l
Berat per gallon
8 oz.
Indeks refraktif
1,46
Bentuk pada sinar-x Kadar (%SiO2) Adsorpsi minyak Rata-rata ukuran partikel
amorf >99.8% 350 g/100 g minyak 0,2-0,3 mikron
Sumber: Cabot Corporation (2006)
50
Lampiran 2. Prosedur pengujian sampel lateks
1. Penentuan Kadar Karet Kering (ASTM D-1076-97) Penetapan kadar karet kering lateks diawali dengan penimbangan sampel lateks sebanyak 10 gram di dalam cawan alumunium. Bobot sampel tersebut dicatat sebagai nilai W 1. Sampel lateks selanjutnya ditambahkan aseton dan diaduk hingga menggumpal yang ditandai dengan terbentuknya serum yang jernih. Gumpalan tersebut kemudian digiling hingga membentuk lembaran tipis krep dengan ketebalan sekitar 0,6-1 mm. Lembaran krep tersebut dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 70°C selama 1 jam. Lembaran krep yang sudah kering tersebut kemudian didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan selanjutnya ditimbang bobotnya yang dicatat sebagai nilai W2. Kadar karet kering (KKK) dihitung sebagai, W2 KKK =
x 100%
W1
2. Penentuan Kadar Jumlah Padatan (ASTM D-1076-97) Penetapan kadar jumlah padatan dilakukan dengan mempersiapkan sejumlah
sampel
lateks
dalam
botol
timbang
dan
dicatat
bobot
keseluruhannya. Sebanyak 2-3 gram sampel leteks tersebut kemudian dituangkan di dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobotnya (W3). Bobot botol timbang dan sampel lateks yang tersisa ditimbang kembali dan dicatat. Sampel lateks analisis dihitung sebagai selisih bobot botol timbang dan sampel lateks awal dan akhir serta dicatat sebagai nilai W1. Sampel lateks di dalam cawan selanjutnya ditambahkan aquades dan digoyangkan untuk meratakan sampel lateks pada permukaan cawan. Cawan dan sampel lateks tersebut kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 100°C selama 2 jam. Selanjutnya cawan dan sampel yang telah kering didinginkan di dalam desikator selama 30 menit. Cawan dan sampel kering tersebut ditimbang dan dicatat bobotnya sebagai nilai W2. Kadar jumlah padatan (KJP) sampel lateks dihitung sebagai berikut.
51
Lampiran 2. (lanjutan) W2 KJP =
W3 W1
x 100%
3. Penentuan Kadar Nitrogen (SNI 06-1903-2000) Sampel lateks kering ditimbang sebanyak ± 0,1 gram dengan ketelitian 0,1 mg dan dicatat sebagai nilai A. Selanjutnya sampel tersebut dimasukkan di dalam labu mikroKjeldahl dan ditambahkan ± 0.65 gram katalis selenium serta 2,5 ml larutan H2SO4 pekat. Sampel kemudian didestruksi hingga bewarna hijau atau bening. Kemudian sampel didinginkan dan diencerkan dengan 10 ml aquades. Larutan dipindahkan ke dalam alat destilasi dan dibilas dua atau tiga kali dengan 3 ml air suling, selanjutnya ditambahkan 5 ml NaOH 67 persen. Uap air dialirkan melewati alat destilasi dan destilat ditampung ke dalam erlenmeyer yang berisi 10 ml asam borat 2 persen dan dua sampai tiga tetes indikator. Destilat dititrasi menggunakan larutan H2SO4 0,01 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna destilat dari hijau menjadi ungu muda dan volume titrasi dicatat sebagai Vs. Blanko dibuat dengan cara yang sama menggunakan semua pereaksi tanpa sampel karet dan volume titrasinya dicatat sebagai Vb. Kadar nitrogen dihitung sebagai berikut. Kadar nitrogen =
(Vs-Vb) x 0,01 x 14
x 100%
A (mgr)
4. Penentuan Bilangan KOH (ASTM D-1076-97) Sejumlah lateks setara 50 gr padatan ditimbang di dalam gelas piala 400
ml
dan dicatat
sebagai
W.
Sampel
lateks
ditentukan pH-nya
menggunakan pHmeter dan suhu pengukuran dicatat (23 ± 1°C untuk penentuan pH). Formaldehida 5 persen ditambahkan ke dalam sampel lateks hingga kadar amonia sampel lateks mencapai 0,5 persen terhadap fasa air dan volume penambahan tersebut dicatat sebagai Vf. Selanjutnya air suling ditambahkan hingga KJP lateks 30 persen dan volume penambahan dicatat sebagai Va.
52
Lampiran 2. (lanjutan)
Sampel lateks kemudian diukur pH-nya dengan pHmeter dan perlahan-lahan ditambahkan 5 ml larutan KOH sambil diaduk, setelah 10 detik pH diukur kembali. Pengukuran diulang pada setiap penambahan 1 ml larutan KOH dan penambahan diakhiri pada saat perubahan pH mencapai nilai maksimum, serta dicatat volumenya sebagai V. Rumus yang digunakan dalam penentuan bilangan KOH, yaitu Penimbangan lateks W = 100 x 50/KJP Volume formaldehida yang dibutuhkan {(0,5 x KJP) + (100 x %NH3) 50} x W Vf = 189 Volume aquades yang dibutuhkan 100 x 50 - (W + Vf) Va = 30 Bilangan KOH Bilangan KOH =
561 x V x N W x KJP
5. Penentuan Kadar Koagulum (ASTM D-1076-97) Sebelum digunakan penyaring dibersihkan terlebih dahulu dengan cara dibakar pada nyala bunsen. Kemudian penyaring dicuci kembali dengan aquades hingga benar-benar bersih dan dikeringkan di dalam lemari pengering. Penyaring selanjutnya didinginkan di dalam desikator dan ditimbang pada neraca dengan ketelitian 0,1 mg, serta dicatat sebagai Wp. Sebanyak ± 200 gr sampel lateks (W) dimasukkan ke dalam gelas piala 600 ml dan ditambahkan 200 ml larutan kalium oleat 5 persen, serta diaduk hingga homogen. Campuran tersebut disaring dengan penyaring yang telah disiapkan dan cuci bagian yang tidak tersaring dengan kalium oleat hingga bersih dari lateks. Koagulan yang tersaring kemudian dicuci dengan aquades
53
Lampiran 2. (lanjutan)
hingga air cucian tidak merubah warna kertas lakmus. Penyaring berisi koagulum dikeringkan di dalam oven pengering pada suhu 70°C. Penyaring dan koagulum yang telah kering didinginkan di dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. Pengeringan diulangi selama 15 menit dan ditimbang kembali hingga bobot tetap (perubahan bobot tidak lebih dari 1 mg), serta dicatat sebagai Wk. Perbedaan bobot penyaring berisi koagulum kering dan bobot penyaring awal merupakan bobot dari koagulum. Wp - Wk Kadar jumlah koagulum =
x 100%
W
6. Penentuan Bilangan Asam Lemak Eteris (ALE) (ASTM D-1076-97) Sampel ditimbang sebanyak 50 ± 0,2 gr lateks dalam gelas piala 250 ml. Kemudian ditambahkan 50 ml larutan amonium sulfat 35% dan diaduk. Campuran tersebut dipanaskan pada penangas air dengan suhu 70°C selama 3-5 menit hingga terbentuk gumpalan sempurna. Saring serum ke dalam erlenmeyer 50 ml kemudian diambil sebnyak 25 ml ke dalam erlenmeyer 50 ml yang telah berisi 5 ml asam sulfat (2 + 5) dan diaduk. Pipet 10 ml campuran tersebut dimasukkan ke dalam tabung penyuling Markham dan ditambahkan 1 tetes silikon antibusa. Tabung Markham ditutup dan dialirkan uap air 100°C dari pembangkit uap ke dalam penyuling Markham. Sulingan ditampung ke dalam erlenmeyer berskala hingga didapatkan 100 ml sulingan, kemudian dialirkan udara bebas CO2 selama 3 menit. Indikator brom timol biru ditambahkan sebanyak 1 tetes ke dalam sulingan tersebut dan dititar dengan larutan Ba(OH)2 hingga berubah warna menjadi biru muda dan tidak berubah selama 10-20 detik. Volume penitar dicatat sebagai Vs. Blanko dibuat dengan aquades 20 ml dan semua pereaksi yang digunakan, serta volume titrasi dicatat sebagai Vb. Bilangan ALE ditentukan menggunakan persamaan berikut.
54
Lampiran 2. Prosedur pengujian sampel lateks (lanjutan)
100 - KKK S=
50 - 25 W=
1,02 x 2 561 x (Vs
Bilangan ALE =
(50 + S) x 3
Vb) x N
KJP x W
dimana, N = normalitas barium hidroksida
7. Penentuan Waktu Kemantapan Mekanik (WKM) (ASTM D-1076-97) Sebanyak 100 ml lateks yang telah dihomogenkan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Kadar jumlah padatan sampel kemudian diturunkan menjadi 55 ± 0,2 persen dengan penambahan amonia 1,6% (untuk lateks amonia tinggi) atau amonia 0,6% (untuk lateks amonia rendah). Sampel lateks dipanaskan hingga suhunya mencapai 36-37°C kemudian disaring dengan penyaring 180 ke dalam kontainer hingga diperoleh 80 gr filtrat. Kontainer berisi sampel diletakkan pada alat Klaxon dan diaduk pada laju 14 000 ± 200 rpm, bersamaan dengan dihidupkannya stopwatch. Sambil tetap diaduk, setiap 15 detik sampel diambil dengan menyentuhkan kaca pengaduk ke dalam lateks kemudian diteteskan ke dalam pinggan petri yang telah berisi air. Keadaan lateks diamati pembentukan flokulatnya, apabila telah terbentuk flokulat berupa bintik putih yang tidak terpecahkan oleh goyangan, maka pengujian
dihentikan
bersama-sama
dengan
mematikan
stopwatch.
Penentuan ini dikerjakan duplo dengan perbedaan hasil kurang dari 5%. Waktu yang tercatat kemudian di rata-rata dan ditentukan sebagai WKM. Volume penambahan amonia (V) (100 x KJP) V=
55
- 100
55
Lampiran 2. (lanjutan)
8. Viskositas Brookfield (BPTK Bogor) Viskositas lateks ditetapkan dengan alat viskosimeter Brookfield model LVF. Sebanyak 200 ml contoh dituang dalam gelas piala 250 ml, kemudian diletakkan pada alat viskosimeter. Spindle yang sesuai dipasang pada viskosimeter kemudian alat viskosimeter dijalankan dengan kecepatan putaran tertentu. Kekentalan dapat dibaca setelah alat dikunci dan dihentikan. Penetapan viskositas dilakukan melalui persamaan berikut. =axf dimana, = viskositas Brookfield sampel lateks a
= hasil pembacaan pada alat
f
= faktor pengali berdasarkan nomor spindle dan kecepatan putar
Faktor pengali (f) untuk setiap spindle dan rpm yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut.
Nomor
Faktor pengali pada uji viskositas Kecepatan Putaran (rpm)
Spindle
6
12
30
60
1
10
5
2
1
2
50
25
10
5
3
200
100
40
20
4
100
500
200
100
56
Lampiran 2. (lanjutan) 9. Kadar Alkalinitas Sebanyak ± 5 g lateks dimasukkan ke dalam erlenmeyer asah 50 ml kemudian dilakukan penimbangan. Lateks dituangkan ke dalam erlenmeyer 250 ml berisi 100 ml aquades. Erlenmeyer asah berisi lateks ditimbang kembali untuk mengetahui bobot sampel yang diukur dan dicatat sebagai W. Indikator metil merah 0,10% (dalam alkohol) ditambahkan sebanyak 6 tetes. Selanjutnya sampel dalam erlenmeyer tersebut dititrasi dengan larutan HCL 0,1N hingga berubah warna dari kuning muda menjadi merah muda seulas. Volume titrasi dicatat sebagai V. Kadar alkalinitas dihitung dengan persamaan berikut.
Kadar NH3 (%) =
17 x V x N
x 100%
W (mg) dimana, N = normalitas larutan HCl
57
Lampiran 3. Rekapitulasi hasil penelitian
Fumed silica, % (b/b)
0
Penganceran, % TP Ulangan
50
1
30
20
1
2
1
2
0,47
0,42
0,29
0,17
Kadar jumlah padatan, %
51,36
51,45
58,65
Kadar alkalinitas, %
0,61
0,61
0,565
Kadar koagulum,
30
20
2
1
2
1
2
0,18
0,21
0,50
0,38
0,18
0,17
58,02
57,89
55,25
47,23
48,14
61,11
0,17
0,17
0,12
0,11
0,57
0,57
0,508
0,236
0,26
0,246
0,23
0,67
0,1
0,58
0,26
0,29
0,057
0,05
Viskositas, cP
221
185
7.670
1.136
1.152
Waktu Kemantapan mekanik, detik
1.800
1.800
1.800
1.800
1.530
Kadar nitrogen, %
Bilangan KOH, gr KOH per 100 jumlah padatan
1
50
3
1
50 2
1
0,20
0,17
0,40
61,18
60,06
53,25
0,13
0,15
0,11
0,635
0,268
0,224
0,06
0,19
0,16
2.980
306,5
222
1.500
1.800
1.800
30 2
20
1
2
1
2
0,4
0,16
0,18
0,16
0,23
44,25
42,11
65,08
63,57
56,00
56,12
0,11
0,53
0,49
0,12
0,08
0,1
0,07
0,128
0,273
0,804
0,735
0,222
0,217
0,243
0,273
0,18
0,074
0,04
0,1
0,18
0,43
0,33
0,066
0,08
3.000
6.190
790
960
421,5
272,5
3.100
7.830
1.010
1.690
1.800
1.800
1.800
1.800
1.800
1.800
1.800
1.800
1.800
1.800
58
Lampiran 4. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan fumed silica dan pengenceran terhadap nilai kadar nitrogen
Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar nitrogen df
SS
MS
F
P
Konsentrasi
2
0,003811
0,001906
0,89
0,444
Pengenceran
2
0,224044
0,112022
52,37
0,000
Konsentrasi*Pengenceran
4
0,003189
0,000797
0,37
0,823
Galat
9
0,019250
0,002139
Total
17
0,250294
59
Lampiran 5. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan fumed silica dan pengenceran terhadap nilai kadar jumlah padatan
Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar jumlah padatan df
SS
MS
F
P
Konsentrasi
2
2,645
1,322
0,39
0,690
Pengenceran
2
592,399
296,200
86,75
0,000
Konsentrasi*Pengenceran
4
101,551
25,388
7,44
0,006
Galat
9
30,729
3,414
Total
17
727,324
60
Lampiran 6. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan fumed silica dan pengenceran terhadap nilai kadar alkalinitas
Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar alkalinitas df
SS
MS
F
P
Konsentrasi
2
0,01361
0,00681
26,63
0,000
Pengenceran
2
0,78951
0,39476 1544,70
0,000
Konsentrasi*Pengenceran
4
0,00249
0,00062
0,123
Galat
9
0,00230
0,00026
Total
17
0,80791
2,43
61
Lampiran 7. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan fumed silica dan pengenceran terhadap nilai bilangan KOH
Hasil analisis ragam (ANOVA) bilangan KOH df
SS
MS
F
P
Konsentrasi
2
0,017368
0,008684
4,60
0,042
Pengenceran
2
0,698435
0,349218
185,14
0,000
Konsentrasi*Pengenceran
4
0,041342
0,010335
5,48
0,016
Galat
9
0,016977
0,001886
Total
17
0,774122
62
Lampiran 8. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan fumed silica dan pengenceran terhadap nilai kadar koagulum
Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar koagulum df
SS
MS
F
P
Konsentrasi
2
0,0003643 0,0001822
1,23
0,337
Pengenceran
2
0,0014169 0,0007084
4,79
0,038
Konsentrasi*Pengenceran
4
0,0006573 0,0001643
1,11
0,409
Galat
9
0,0013320 0,0001480
Total
17
0,0037705
63
Lampiran 9. Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan fumed silica dan pengenceran terhadap nilai viskositas
Hasil analisis ragam (ANOVA) viskositas df
SS
MS
F
P
Konsentrasi
2
701766
350883
0,08
0,924
Pengenceran
2
67076834
33538417
7,63
0,012
Konsentrasi*Pengenceran
4
2038038
509509
0,12
0,974
Galat
9
39552839
4394760
Total
17
109369476
64
Lampiran 10. Karakteristik lateks pravulkanisasi rendah protein hasil percobaan dan karakteristik lateks pravulkanisasi rendah protein produksi RRIM Karakteristik
Lateks Pravulkanisasi Berprotein Rendah
Kadar Nitrogen, %
Kadar Jumlah Padatan, %
Kadar Alkalinitas, %
Bil.KOH, WKM,
gr KOH
detik
dlm 100 gr JP
Kadar
Viskositas
Koagulum,
Lateks,
%
cP
05
0,45
51,41
0,61
>1.800
0,537
0,340
203
15
0,44
47,69
0,57
>1.800
0,653
0,125
264,3
35
0,40
42,32
0,51
>1.800
0,770
0,140
347
03
0,23
58,34
0,17
>1.800
0,248
0,275
4.403
13
0,18
61,15
0,14
>1.800
0,246
0,170
4.595
33
0,17
64,33
0,10
>1.800
0,220
0,380
5.465
02
0,20
56,66
0,12
1.515
0,238
0,054
2.066
12
0,19
56,06
0,11
>1.800
0,201
0,057
875
32
0,20
58,34
0,09
>1.800
0,258
0,073
920
RRIM
0,20
65,40
0,71
840
-
0,070
-
Keterangan: 05
= penambahan fumed silica 0% dan tanpa pengenceran
15
= penambahan fumed silica 1% dan tanpa pengenceran
35
= penambahan fumed silica 3% dan tanpa pengenceran
03
= penambahan fumed silica 0% dan pengenceran 30%
13
= penambahan fumed silica 1% dan pengenceran 30%
33
= penambahan fumed silica 3% dan pengenceran 30%
02
= penambahan fumed silica 0% dan pengenceran 20%
12
= penambahan fumed silica 1% dan pengenceran 20%
32
= penambahan fumed silica 3% dan pengenceran 20%
RRIM = Rubber Research Institute of Malaysia
65