Pengaruh Penambahan Foaming Agent MgCO3 pada Paduan Biomaterial Zr-Mo melalui Proses Metalurgi Serbuk Syubaikah, Badrul Munir Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Depok, 16436, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Biomaterial berporos telah diusulkan untuk aplikasi implan yang bertujuan untuk meningkatkan osseointegrasi dan mencapai sifat mekanik mendekati tulang manusia. Paduan zirkonium sedang dikembangkan untuk aplikasi biomaterial karena sifat biokompatibilitasnya yang baik dan magnetic susceptibility yang rendah. Logam berporos dari paduan berbasis Zr dikembangkan sebagai material implan ortopedi alternatif melalui penambahan magnesium karbonat sebagai agen pembentuk busa untuk membentuk struktur berpori. Pada penelitian ini, magnesium karbonat ditambahkan sebanyak 3%, 4% dan 5% dari jumlah total persen berat paduan Zr-6Mo dengan metode metalurgi serbuk. Proses sinter dilakukan dalam atmosfir inert gas argon pada temperatur 600oC selama 1 jam dilanjutkan pada 1100oC selama 2 jam. Karakterisasi dilakukan pada sampel hasil sinter menggunakan pengujian densitas dan porositas, struktur mikro, XRD dan kekerasan. Hasil penelitian pada tiga buah sampel paduan Zr-6Mo (Zr-6Mo-3%MgCO3, Zr-6Mo-4%MgCO3, dan Zr-6Mo-3%MgCO3) menunjukkan nilai densitas dan kekerasan yang semakin menurun seiring dengan porositas yang meningkat karena adanya penambahan kandungan foaming agent MgCO3. Effects of MgCO3 Foaming Agent Addition on Zr-Mo Biomaterial Alloys using Powder Metallurgy Method Abstract Porous biomaterials have been proposed for implant applications to improve the osseointegration and to achieve the mechanical properties closer to natural bone. Zirconium alloys are being developed due to their low magnetic susceptibility and good biocompatibility properties. Porous Zr-based alloys are being developed as an alternative orthopedic implant material by adding magnesium carbonate as foaming agent to create porous structure using powder metallurgy method. In this study, magnesium carbonate was added 3%, 4% and 5% from the total weight percent of Zr-6Mo powder. Sintering process was done in argon inert gas at temperature of 850oC for 1 hours and continued at 1100oC for 2 hours. Several characterizations were performed on samples such as density and porosity, XRD, microstructure, and hardness tests. The results of the study on three samples (Zr-6Mo3% MgCO3, Zr-6Mo-4% MgCO3, and Zr-6Mo-3% MgCO3) shows both density and hardness values decreased with the increasing porosity due to the addition of MgCO3 foaming agent. Keywords: metal foam, biomaterial, porosity, powder metallurgy, magnesium carbonate
Pengaruh penambahan..., Syubaikah, FT UI, 2014
1.
Pendahuluan Berkembangnya teknologi material dalam berbagai bidang salah satunya dalam bidang
biomedikal, berdampak besar pada penggunaan material dalam dunia medis untuk perbaikan dan penggantian bagian tubuh manusia yang sakit atau terluka dan telah berkembang dengan sangat cepat sehingga permintaan terhadap biomaterial dan perangkatnya ikut mengalami kenaikan. Perangkat biomaterial yang diproduksi untuk sejumlah besar aplikasi ortopedi biasanya disebut sebagai implan. Pada penelitian ini akan difokuskan pada biomaterial sebagai fungsi untuk penggantian jaringan atau organ tubuh yang mengalami kerusakan. Biokompatibilitas material adalah faktor utama yang harus dipertimbangkan sebelum penggunaan dalam aplikasi implan, yakni tidak terdapat lapisan reaksi yang berlawanan. Selain itu, harus memiliki densitas yang rendah untuk tulang, kekuatan mekanik yang tinggi dan tahan fatik, modulus elastisitas yang rendah dan ketahanan aus yang baik[1]. Beberapa logam digunakan sebagai biomaterial karena memiliki sifat mekanis dan biokompatibilitas yang baik. Logam dan paduannya paling sering digunakan sebagai biomaterial karena fungsi struktural dan sifat inertnya[2]. Sekitar 70-80% implan tersebut dari biomaterial logam.. Logam atau paduan logam yang umum digunakan sebagai biomaterial adalah stainless steel, paduan kobalt-kromium (Co-Cr) serta titanium dan paduannya[2]. Ketiga jenis paduan tersebut dapat termagnetisasi dalam medan magnet intensif dari peralatan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Implan logam dalam tubuh harus memiliki magnetic susceptibility rendah. Zirkonium (Zr) merupakan salah satu logam yang memiliki magnetic susceptibility rendah agar artifak pada gambar yang dihasilkan tidak mengganggu diagnosis[3]. Logam ini memiliki biokompatibilitas sangat baik dengan sifat ketahan korosi tinggi[3] dan sitotoksisitas rendah[4] sehingga aman digunakan sebagai biomaterial. Beberapa studi telah dilakukan mengenai biomaterial logam berstruktur busa (metal foam) untuk aplikasi implan tulang. Logam berstruktur busa (metal foam) merupakan jenis material baru yang strukturnya dimodifikasi sehingga membentuk poros pada material dan bentuknya menyerupai busa. Ciri khas dari metal foam adalah struktur yang berporos (porositas hingga 75-95% dari % volume total) sehingga termasuk dalam material yang berdensitas rendah dan ringan[5].Teknik fabrikasi paling sederhana untuk pembuatan metallic foam berdasarkan densifikasi parsial selama proses sinter serbuk logam adalah metalurgi serbuk, teknik ini digunakan dalam pembuatan logam implan berporos. Metalurgi serbuk merupakan teknologi pembuatan material melalui proses pencampuran, kompaksi dan sinter
Pengaruh penambahan..., Syubaikah, FT UI, 2014
serbuk logam. Proses sinter pada dasarnya merupakan proses perlakuan panas pada temperatur tinggi yang menyebabkan partikel serbuk saling mengikat satu sama lain dengan perubahan yang sangat kecil pada bentuk partikel[3]. Dalam penelitian ini akan dilakukan fabrikasi pembuatan biomaterial untuk logam implan berporos (metal foam) dengan bahan baku serbuk zirkonium murni (Zr), serbuk molibdenum murni (Mo) dan serbuk magnesium karbonat (MgCO3) sebagai agen pembentuk busa untuk memperoleh porositas biomaterial yang tinggi.
2.
Tinjauan Teoritis
2.1
Biomaterial Pada Konferensi Pengembangan Konsensus yang diadakan oleh National Institutes of
Health pada tahun 1982, biomaterial didefinisikan sebagai suatu bahan (selain obat) atau kombinasi bahan, sintetis atau alami dari asalnya, yang dapat digunakan untuk periode waktu tertentu, sebagai keseluruhan atau bagian dari sistem yang mengobati, menambah, atau menggantikan jaringan, organ, ataupun fungsi tertentu dari tubuh[6]. Suatu biomaterial harus memiliki biokompatibilitas yang baik dan tidak bersifat karsinogenik dalam tubuh. Biomaterial logam terus digunakan secara luas untuk pembuatan implan bedah dan perangkatnya. Pada dasarnya, logam yang digunakan sebagai implan bersifat non-magnetik dan memiliki densitas tinggi, harus mampu kompatibel dengan teknik Magnetic Resonance Imaging (MRI) serta dapat terlihat dibawah pencitraan sinar X. Logam harus memiliki sifat magnetic susceptibility rendah untuk dapat kompatibel dengan teknik MRI
dan tidak
menyebabkan artifak pada gambar yang dapat mengganggu diagnosis[2]. 2.2
Logam Implan Berporos Material selular (cell foam) merupakan material yang memiliki banyak struktur sel dan
poros di dalamnya. Logam berporos atau logam selular mengacu pada logam yang memiliki volume porositas yang besar, sedangkan metallic foam merupakan logam berporos yang diproduksi dengan proses dimana struktur busa akan terbentuk. Logam berporos dan metallic foam memiliki kombinasi sifat-sifat yang tidak didapatkan dengan keramik, logam dan polimer padat ataupun polimer dan keramik berstruktur busa. Metallic foam memiliki kekuatan mekanik, kekakuan dan kapasitas menyerap energi yang lebih tinggi daripada polymer foam, memiliki konduktivitas listrik dan termal, dan lebih mampu untuk mempertahankan sifat mekanisnya pada temperatur tinggi dibandingkan dengan
Pengaruh penambahan..., Syubaikah, FT UI, 2014
polimer. Berbanding terbalik dengan keramik, metallic foam memiliki kemampuan untuk deformasi plastis dan menyerap energi. Jika ada porositas terbuka, logam ini bersifat permeable dan memiliki luas permukaan yang sangat tinggi. Logam berporos awalnya digunakan untuk aplikasi rekayasa pada awal abad 20[7]. Logam selular berdasarkan struktur porinya terbagi menjadi dua yaitu logam busa dengan sel tertutup (closed-cell foam) dan logam busa dengan sel terbuka (open-cell foam) [7]. Material busa dengan sel tertutup adalah logam busa yang tiap selnya tertutup oleh dinding atau membran tipis logam sehingga dapat dikatakan poros berada di dalam material, material busa jenis ini digunakan pada aplikasi struktural karena memilki kekuatan yang tinggi. Sedangkan logam busa dengan sel terbuka adalah logam busa yang porosnya berada baik diluar maupun di dalam material, sel individualnya saling terhubung sehingga memperbolehkan jaringan untuk menerobos masuk ke dalam busa dan menetap di posisi tersebut. Struktur jenis ini memiliki kekuatan yang lebih rendah dibandingkan logam busa dengan sel tertutup [11].
Gambar 2.1 Mikrostruktur dari logam busa sel tertutup (kiri) dan sel terbuka (kanan)
2.3
Logam Zirkonium dan Molibdenum Zirkonium (Zr) merupakan unsur golongan IVB pada tabel periodik dalam satu
golongan bersama titanium dan hafnium serta bernomor atom 40. Zr memiliki berat atom 91,22 g/mol dan densitas sebesar 6,51 g/cm3 serta memiliki titik lebur tinggi, yakni pada 1855oC[9].
Logam ini memiliki dua jenis struktur kristal, yaitu fasa-α dan fasa-β. Pada
temperatur ruang, zirkonium murni berada dalam fasa-α yang memiliki struktur kristal hexagonal close packed (hcp), sedangkan fasa-β dengan struktur kristal body centred cubic (bcc) merupakan fasa pada temperatur tinggi. Transformasi alotropis dari fasa-α menjadi fasaβ terjadi pada temperatur sekitar 870oC (1600oF)[10]. Sifat biokompatibilitas Zr sangat baik dengan ketahanan korosinya yang tinggi[8], sitotoksisitas rendah[6], dan mempunyai tingkat magnetic susceptibility yang rendah, yakni sebesar 1,3 × 10-6 cm3g-1[8].
Pengaruh penambahan..., Syubaikah, FT UI, 2014
Molibdenum memiliki nomor atom 42 dengan struktur kristal body-centered cubic serta titik lebur sangat tinggi, yakni 2623oC[10] dan densitas sebesar 10,22 g/cm3. Logam ini memiliki konduktivitas termal, konduktivitas listrik, ketahanan korosi, koefisien ekspansi termal yang baikserta kekerasan tinggi[12]. Mo berperan sebagai unsur penstabil fasa-β dalam paduan berbasis zirkonium
[12]
. Zr dan Mo memiliki struktur kristal yang sama pada
temperatur tinggi sehingga memungkinkan keduanya terlarut sempurna.Unsur Mo menunjukkan sitotoksisitas yang rendah[3] dan magnetic susceptibility yang rendah. 2.4
Fabrikasi Logam Berstruktur Busa Beberapa metode pembuatan logam berstruktur busa banyak dikembangkan. Metode ini
diklasifikasikan menjadi empat jalur fabrikasi yang berbeda[7], diantaranya liquid metal, metal vapour, metal ions, dan jalur fabrikasi dengan metalurgi serbuk[5]. Jalur fabrikasi dengan metalurgi serbuk merupakan metode yang paling banyak digunakan dan relatif mudah pada proses fabrikasi logam berstruktur busa. Proses metalurgi serbuk memanfaatkan difusi antar partikel serbuk saat dilakukan perlakuan panas.
Gambar 2.2 Beberapa metode pembuatan logam berstruktur busa (cellular metals)
Metode metalurgi serbuk merupakan jalur fabrikasi logam berstruktur busa yang digunakan pada penelitian ini. Metode ini menggunakan penambahan filler berupa agen pembentuk busa (foaming agent) yang akan dipadukan dengan serbuk sampel yang kemudian dikompaksi dan di sinter. Pada penelitian ini dipilih filler/foaming agent dari senyawa garam karbonat dengan alasan mudah didapat dan proses penghilangan filler yang cenderung lebih mudah dibandingkan dengan jenis filler yang lain. Foaming agent merupakan suatu substansi kimia atau senyawa penghasil gas yang stabil pada temperatur kamar namun dapat melepaskan gas pada temperatur dekomposisinya.
Pengaruh penambahan..., Syubaikah, FT UI, 2014
Proses pembuatan logam berstruktur busa pada penelitian ini menggunakan foaming agent yang akan dihilangkan dengan proses perlakuan panas atau proses dekomposisi. Temperatur dekomposisi foaming agent sangat penting dimana pada emperatur ini substansi kimia dari foaming agent tersebut akan terurai atau terdekomposisi. Di temperatur ini, foaming agent akan berdekomposisi menjadi oksida dan gas sehingga membentuk poros-poros pada material dan akan terus berlangsung seiring dengan peningkatan temperatur dan lamanya waktu pemanasan[13]. Foaming agent memegang peranan penting dalam menentukan sifat material berstruktur busa karena bariasi temperatur dekomposisinya dan jumlah gas yang berevolusi. Pemilihan foaming agent didasari oleh temperatur dimana dekomposisi mulai terjadi. Pada proses metalurgi serbuk, temperatur dekompsisi harus lebih tinggi daripada temperatur sinter material serbuk utama. Paswan dkk[13] dalam penelitiannnya menganalisis foaming agent yang potensial, yakni senyawa karbonat seperti MgCO3, CaCO3, Li2CO3, SrCO3, dan BaCO3. Analisis thermogravimetric (TGA) dilakukan untuk mengetahui sifat dekomposisi mereka. Gambar 2.3 menunjukkan grafik hasil analisis TGA dari berbagai senyawa karbonat dan data yang diperoleh ada pada tabel 1. Temperatur dekomposisi dari karbonat mulai dari yang rendah adalah MgCO3, CaCO3, Li2CO3, SrCO3, dan BaCO3.
Gambar 2.3 Grafik hasil analisis TGA terhadap berbagai foaming agent jenis karbonat
Tabel 1. Data hasil analisis TGA terhadap berbagai foaming agent jenis karbonat
Pengaruh penambahan..., Syubaikah, FT UI, 2014
Pada penelitian ini digunakan MgCO3 sebagai agen pembentuk busa karena murah dan memberikan hasil porositas yang relatif tinggi. Foaming agent MgCO3 berupa bubuk berwarna putih yang tidak berbau dengan densitas sebesar 2,8 g/cm3 dan memiliki ukuran partikel rata-rata 11 d/!m. 2.5
Metalurgi Serbuk Langkah-langkah fabrikasi logam dengan metalurgi serbuk terdiri dari pencampuran
(mixing), kompaksi, dan sintering. -
Proses Mixing Mixing adalah proses pencampuran beberapa jenis serbuk dengan ukuran partikel yang berbeda yang bertujuan untuk mendispersikan partikel-partikel serbuk secara merata dan homogen. Efisiensi mixing ditentukan oleh volume serbuk dalam mixer dan kecepatan rotasi mixer. Volume serbuk antara 20-40% dari kapasitas mixer memberikan hasil yang optimal.
-
Proses Kompaksi Kompaksi merupakan proses pemberian gaya luar berupa tekanan untuk mendeformasi serbuk menjadi benda yang mempunyai bentuk dan ukuran tertentu dengan densitas yang lebih tinggi. Hal-hal yang harus diperhatikan pada proses kompaksi adalah ukuran partikel, friksi antar partikel dengan cetakan dan gaya penekan. Hasil dari kompaksi serbuk disebut bakalan (green compact).
-
Proses Sinter dan Sinter Dekomposisi Proses sinter (sintering) adalah perlakuan panas untuk mengikat partikel-partikel serbuk menjadi koheren sehingga menghasilkan struktur padat melalui transport massa (mass transport) yang biasa terjadi dalam skala atomik[15]. Proses sinter dekomposisi dilakukan untuk penghilangan foaming agent yang terdapat pada sampel sehingga terbentuk poros yang diinginkan. Proses ini dilakukan dengan cara menaikkan temperatur sinter dari temperatur sinter awal ke temperatur dekomposisi atau melebihi temperatur dekomposisi dari foaming agent yang digunakan. Pada temperatur dekomposisinya, foaming agent akan terurai atau terdekomposisi dari fasa padat menjadi fasa gas dan perubahan fasa tersebut akan meninggalkan poros pada sampel.
3.
Metodologi Penelitian
Pengaruh penambahan..., Syubaikah, FT UI, 2014
Bahan dasar pembuatan sampel adalah serbuk Zr, serbuk Mo dan serbuk agen pembentuk busa MgCO3. Massa total serbuk yang digunakan untuk membuat satu sampel adalah 11 gram dengan komposisi 10,34 g serbuk Zr dan 0,66 serbuk Mo dengan penambahan foaming agent MgCO3 masing-masing sebanyak 3%, 4% dan 5%. Sampel yang dibuat akan berbentuk pelet dengan diameter 20 mm. Pencampuran serbuk dilakukan dengan menggunakan mesin rotary mixer selama 60 menit dengan kecepatan konstan. Hasil pencampuran kemudian dikompaksi menggunakan mesin tekan hidrolik Krisbow dengan tekanan mesin 6000 psi dan ditahan selama 15 menit. Bakalan berupa pelet disinter dalam Tube Nabertherm Furnace yang dialiri gas argon dengan pendinginan di dalam furnace. Proses sinter pada penelitian ini akan dilakukan dengan metode sinter bertahap pada temperatur 600oC selama 2 jam dan 1100oC selama 1 jam. Pemilihan temperatur 600oC untuk temperatur tahan sinter awal disesuaikan dengan temperatur leleh dari MgCO3 yang meleleh pada temperatur 540o C. Sinter tahap awal ini dilakukan dengan tujuan untuk pemadatan sampel awal sebelum dilakukan proses dekomposisi magnesium karbonat pada temperatur 1100oC selama 1 jam sehingga diharapkan karbonat yang terdekomposisi akan meninggalkan bentuk poros pada sampel. Pengujian dan karakterisasi yang dilakukan pada sampel hasil sinter meliputi pengujian densitas dan porositas, pengujian X-Ray Diffraction (XRD), pengujian struktur mikro dan kekerasan. Pengujian densitas pada sampel hasil sinter dilakukan sesuai dengan ASTM B31193, yakni menimbang massa sampel di udara (Mu) dan massa sampel yang dibenamkan di dalam air (Ma), kemudian densitas sampel dihitung dengan menggunakan persamaan: ρsampel =
Mu ×ρ Ma air
Untuk densitas teoritis dihitung menggunakan hukum pencampuran dengan persamaan: ρteoritis = (ρZr x %berat Zr ) + (ρMo x %berat Mo ) + (ρ!"#$ x %berat !"#$! ) !
Persen porositas pada sampel hasil percobaan dihitung menggunakan persamaan berikut. %Porositas =
ρteoritis − ρpercobaan ρteoritis
× 100%
Pengujian XRD dilakukan menggunakan alat uji XRD untuk mengetahui fasa fasa dan senyawa dominan yang terbentuk. Pola difraksi diperoleh berupa grafik dengan sudut difraksi 2θ pada sumbu-x dan intensitas pada sumbu-y. Pada grafik tersebut terdapat puncak-puncak (peak) intensitas.
Pengaruh penambahan..., Syubaikah, FT UI, 2014
Pengamatan struktur mikro menggunakan mikroskop optik dan Scanning Electron Microscopy (SEM). Pengamatan struktur mikro dengan mikroskop optik dilakukan dua jenis, yaitu tanpa pengetsaan untuk mengamati porositas dan dengan pengetsaan yang bertujuan untuk mengamati fasa-fasa yang terbentuk. Reagen etsa yang digunakan 5% HF dan beberapa tetes HNO3. Pengamatan dengan SEM menggunakan mode Secondary Electron (SE) untuk melihat morfologi permukaan dan
porositas, Backscattered Electron (BSE) mengetahui
perbedaan fasa yang terbentuk dan Energy-dispersive X-ray Spectroscopy (EDAX) untuk mengetahui persentase dan persebaran unsur Zr dan Mo pada sampel. Pengujian kekerasan dilakukan dengan metode Rockwell B dengan menekan penetrator baja atau
intan
berbentuk setengah bola terhadap benda uji dan mengukur kedalaman
lekukan yang dihasilkan. Proses penjejakan pada sampel dilakukan sebanyak 3 kali.
4.
Hasil Penelitian
4.1
Hasil Pengujian Densitas dan Porositas Berdasarkan perhitungan densitas dibuat grafik pengaruh penambahan foaming agent
sebanyak 3% (M3), 4% (M4) dan 5% (M5) terhadap densitas seperti pada Gambar 4.1. Dari hasil pengujian densitas dapat dihitung persen porositas sampel dan pengaruh penambahan
Densitas (g/cm3)
foaming agent terhadap porositas dapat dilihat pada Gambar 4.2.
7.000 6.800 6.600
6.817
6.845
6.506
6.497
6.873
6.305
6.400 6.200
Densitas Percobaan Densitas Teori;s
6.000 M3
M4
M5
Sampel
Gambar 4.1 Densitas teoritis dan densitas sampel setelah sinter
Pengaruh penambahan..., Syubaikah, FT UI, 2014
Porositas (%)
10 8 6 4 2 0
8,271 4,569
5,091
M3
M4
M5
Sampel
Gambar 4.2 Perbedaan porositas pada sampel dengan penambahan foaming agent 3%, 4%, dan 5%
4.2
Hasil Pengujian XRD
Gambar 4.3 Perbandingan grafik hasil pengujian XRD pada sampel M3, M4 dan M5
4.3
Hasil Pengamatan Struktur Mikro Pengamatan tanpa etsa menghasilkan foto mikro seperti ditunjukkan oleh Gambar 4.4
Pengaruh penambahan..., Syubaikah, FT UI, 2014
a
b
c
d
Gambar 4.4 Foto pengamatan struktur mikro tanpa pengetsaan dengan perbesaran 50X pada sampel (a) Zr6Mo tanpa penambahan foaming agent, (b) M3, (c) M4, dan (d) M5
Hasil foto mikro sampel dengan menggunakan etsa ditunjukkan oleh Gambar 4.5, 4.6 dan 4.7.
Gambar 4.5 Struktur mikro dari sampel M3 dengan perbesaran 100X (kiri) dan perbesaran 500X (kanan)
Pengaruh penambahan..., Syubaikah, FT UI, 2014
Gambar 4.6 Struktur mikro dari sampel M4 dengan perbesaran 100X (kiri) dan perbesaran 500X (kanan)
Gambar 4.7 Struktur mikro dari sampel M5 dengan perbesaran 100X (kiri) dan perbesaran 500X (kanan)
Selain itu, pengamatan struktur mikro juga dilakukan menggunakan pengujian SEM – EDAX pada sampel M5.
a
b
Gambar 4.8 Hasil pengamatan SEM dari sampel M5 dengan menggunakan metode (a) secondary electron dan (b) backscattered electron
Pengaruh penambahan..., Syubaikah, FT UI, 2014
4.4
Hasil Pengujian Kekerasan
Nilai Kekerasan (HRB)
Berikut ini grafik hasil pengujian kekerasan pada ketiga sampel. 114 112 110 108 106 104 102
112.5 110.4 105.6
M3
M4
M5
Sampel
Gambar 4.9 Pengaruh kandungan MgCO3 (wt%) terhadap sifat kekerasan makro (HRB)
5.
Pembahasan
5.1
Pengaruh Penambahan Foaming Agent MgCO3 terhadap Densitas dan Porositas Pada Gambar 4.1, berdasarkan perhitungan menggunakan hukum pencampuran (rule of
mixture) diperoleh densitas teoritis yang semakin meningkat. Kenaikan nilai densitas ketiga sampel tersebut dipengaruhi oleh penambahan persentase foaming agent MgCO3. Setelah dilakukan proses sinter, ketiga sampel mengalami penurunan densitas. Sampel M3 memiliki densitas percobaan sebesar 6,506 g/cm3, sampel M4 memiliki densitas percobaan sebesar 6,497 g/cm3 dan sampel M5 memiliki densitas percobaan 6,305 g/cm3. Hasil uji densitas berdasarkan prinsip Archimedes pada Gambar 4.1 menunjukkan densitas hasil sinter mengalami penurunan dari densitas teoritis. MgCO3 sebagai foaming agent berpengaruh pada penurunan densitas sampel hasil proses sinter. Hal ini dapat disebabkan oleh foaming agent MgCO3 yang terdekomposisi menjadi gas CO2 sehingga menyebabkan porositas terbentuk. Nilai densitas percobaan pada sampel M3, M4, dan M5 berkurang seiring dengan penambahan foaming agent MgCO3 pada sampel. Semakin banyak foaming agent yang diberikan, maka akan semakin banyak pula MgCO3 yang akan terdekomposisi menjadi gas CO2. Penambahan MgCO3 ini juga mempengaruhi banyaknya porositas yang terbentuk sehingga massa dari sampel menurun dan nilai densitas berkurang. Besar persentase porositas pada setiap sampel dipengaruhi oleh penambahan foaming agent MgCO3. Dari hasil perhitungan porositas diperoleh peningkatan persentase porositas seiring dengan penambahan foaming agent pada sampel M3, M4, dan M5 yakni masing-
Pengaruh penambahan..., Syubaikah, FT UI, 2014
masing sebesar 4,569%, 5,091% dan 8,271%. Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya, sampel dengan komposisi yang sama yakni paduan Zr-6Mo tanpa penambahan foaming agent hanya diperoleh porositas sebesar 1,81%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan porositas pada ketiga sampel bila dibandingkan dengan Zr-6Mo tanpa penambahan foaming agent, sehingga penambahan foaming agent sebagai agen pembentuk struktur busa (poros) pada penelitian ini meningkatkan porositas pada sampel. Gambar 4.2 menunjukkan peningkatan porositas pada ketiga sampel seiring penambahan MgCO3. Terjadi peningkatan persen porositas cukup besar dari sampel M4 menuju sampel M5 yakni sebesar 3,18%. Ukuran partikel MgCO3 yang kecil dan sangat halus memiliki rasio luas permukaan per unit berat atau per unit volume yang lebih besar, dengan ukuran yang kecil maka semakin besar persen berat MgCO3 yang diberikan ke dalam paduan Zr-Mo sehingga akan meningkatkan volume dari serbuk campuran. Semakin tinggi luas permukaan maka akan lebih banyak aktivitas yang terjadi selama proses sinter. Setelah proses kompaksi dan proses sinter selesai, terbentuknya porositas disebabkan oleh foaming agent yang terdekomposisi dan menghasilkan gas CO2 pada temperatur dekomposisinya sebagaimana pada reaksi dekomposisi magnesium karbonat, yakni MgCO3 à MgO + CO2 dimana pada reaksi tersebut terjadi mekanisme penguapan CO2 keluar menuju atmosfer sinter[13]. Proses sinter partikel halus MgO yang dihasilkan dari dekomposisi MgCO3 dikatalisasi oleh uap air di atmosfer. 5.2
Hasil Pengujian XRD Berdasarkan puncak-puncak pola difraksi yang diperoleh pada Gambar 4.3, fasa-fasa
yang terkandung pada sampel M3, M4, dan M5 adalah α-zirkonium dan fasa intermetalik molibdenum-zirkonium (Mo2Zr). Fasa α-Zr sebagai fasa dominan dapat mendukung aplikasi logam Zr-6Mo dengan penambahan foaming agent sebagai biomaterial. Suatu logam harus memiliki magnetic susceptibitity yang rendah untuk digunakan sebagai biomaterial agar tidak termagnetisasi dalam medan magnet intensif saat dilakukan diagnosis dengan peralatan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Magnetic susceptibility yang tinggi pada suatu logam implan menyebabkan logam tersebut mampu termagnetisasi dan akan terdapat artifak pada gambar hasil MRI di sekitar implan. Berdasarkan penelitian Suyalatu, fasa α-Zr memiliki nilai magnetic susceptibility sebesar 1,3 x 10-6 cm3/g, lebih rendah dibandingkan titanium yang sering digunakan sebagai implan, yaitu 3,2 x 10-6 cm3g-1[28,32]. Selain itu, nilai magnetic susceptibility pada paduan zirkonium-molibdenum lebih rendah dibandingkan dengan logam implan lainnya seperti Co-Cr-Mo, Cp Ti, Ti-6Al-4V, dan Ti-6Al-7Nb. Dengan demikian, dari
Pengaruh penambahan..., Syubaikah, FT UI, 2014
hasil pengujian terhadap kandungan fasa paduan Zr-6Mo, sifat magnetic susceptibility dari logam ini sesuai untuk aplikasi biomaterial. 5.3
Pengaruh Penambahan Foaming Agent MgCO3 terhadap Struktur Mikro
5.3.1 Pengamatan Struktur Mikro Porositas Pengamatan struktur mikro tanpa pengetsaan dilakukan dengan perbesaran 50X dan hasil foto mikro dari ketiga buah sampel ditunjukkan pada Gambar 4.4. Pengamatan dilakukan pada penampang hasil permukaan potong sampel sehingga porositas pada bagian dalam sampel dapat terlihat. Berdasarkan pada pembahasan sebelumnya, persen porositas pada sampel M3 hingga M5 meningkat seiring dengan meningkatnya persen porositas. Gambar 4.4 a merupakan sampel Zr-6Mo tanpa penambahan foaming agent hasil penelitian sebelumnya[14], sedangkan Gambar 4.4 b-d menunjukkan peningkatan porositas berupa banyaknya pori yang terlihat pada sampel M3, M4 dan M5. Hal ini mengindikasikan bahwa porositas yang terbentuk pada sampel akan lebih besar dan menyebar seiring dengan penambahan persen foaming agent MgCO3 pada sampel. Dibandingkan dengan sampel Zr-6Mo tanpa penambahan foaming agent pada Gambar 4.4, sampel M3, M4 dan M5 berukuran lebih besar dan banyak. Adanya penambahan foaming agent MgCO3 dapat meninggalkan poros akibat terdekomposisinya MgCO3 yang menghasilkan gas CO2 pada temperatur dekomposisinya. Dilihat dari jenis porositas yang terbentuk pada ketiga sampel, porositas ini merupakan porositas tertutup (closed-cell). 5.3.2 Pengamatan Struktur Mikro dan Persebaran Fasa Dari hasil struktur mikro pada Gambar 4.5, 4.6 dan 4.7, fasa-fasa yang terbentuk pada ketiga sampel cenderung sama, yakni fasa α-zirkonium yang berwarna abu-abu gelap (panah merah), fasa molibdenum yang berwarna putih terang (panah putih) dan fasa intermetalik Mo2Zr yang berwarna
kekuningan (panah kuning). Kadar unsur molibdenum dapat
berpengaruh pada pembentukan fasa molibdenum, hal ini terkait dengan tingkat mobilitas dan difusivitas molibdenum di dalam zirkonium, memungkinkan terbentuknya fasa molibdenum yang merupakan fasa yang tersusun atas atom-atom molibdenum yang tidak terdifusi dari serbuk molibdenum ke dalam fasa β-zirkonium saat proses sinter. Pengamatan struktur mikro juga dilakukan menggunakan pengujian SEM – EDAX pada sampel M5 yang ditunjukkan oleh Gambar 4.8. Hasil pengamatan SEM dengan metode secondary electron menunjukkan topografi dan morfologi dari sampel. Permukaan yang tinggi akan menghasilkan gambar yang lebih cerah dibandingkan permukaan yang rendah atau datar. Porositas pada pengamatan SEM dengan metode SE ini diidentifikasi berdasarkan
Pengaruh penambahan..., Syubaikah, FT UI, 2014
tingkat kegelapannya yang umumnya berwarna hitam pada gambar berskala abu sebagai akibat dari sedikitnya elektron sekunder yang terlepas. Metode backscattered electron menunjukkan kontras warna gelap dan terang. Bila pada suatu titik terdapat persebaran unsur paduan dengan nomor atom lebih tinggi daripada nomor atom unsur matriks, maka pada titik tersebut akan muncul gambar yang lebih terang. Kontras terang pada gambar mengindikasikan komposisi Mo yang lebih tinggi sebab nomor atom Mo (NA= 42) yang lebih tinggi daripada Zr (NA= 40), sedangkan komposisi Zr yang lebih tinggi diindikasikan dengan kontras yang lebih gelap. Gambar 4.9 menunjukkan hasil SEM metode backscattered electron dengan perbesaran 1000X pada sampel M5. Kontras terang merupakan daerah yang kaya akan unsur Mo seperti pada nomor 1, sedangkan nomor 2 dan 3 mengindikasikan kontras yang lebih gelap mengandung lebih banyak unsur Zr di dalamnya.
Gambar 4.9 Hasil pengamatan SEM dengan metode BSE pada perbesaran 1000X terhadap sampel M5
5.4
Pengaruh Penambahan Foaming Agent MgCO3 terhadap Kekerasan Untuk pengujian kekerasan, penjejakan dilakukan sebanyak 3 kali pada sampel M3,
M4, dan M5. Jarak penjejakan diatur untuk mencegah terpengaruhnya hasil penjejakan karena efek tegangan sisa dari penjejakkan sebelumnya. Hasil pengujian didapatkan kekerasan yang menurun dengan adanya penambahan persen MgCO3. Nilai kekerasan tertinggi dihasilkan sampel M3 = kemudian terjadi penurunan kekerasan pada sampel M4 dan kekerasan terendah dihasilkan sampel M5. Faktor yang dapat mempengaruhi nilai kekerasan salah satunya adalah porositas yang dapat berdampak dalam menurunkan sifat mekanis material. Sampel M3 dengan porositas 4,569% memiliki nilai kekerasan sebesar 112,5 HRB, sampel M4 dengan porositas 5,091% memiliki nilai kekerasan sebesar 110,4 HRB, dan sampel M5 dengan porositas sebanyak 8,271% memiliki nilai kekerasan sebesar 105,6 HRB. Pada sampel M3
Pengaruh penambahan..., Syubaikah, FT UI, 2014
dan M4 terjadi peningkatan porositas sekitar 2,34% sehingga terjadi sedikit penurunan kekerasan, namun antara sampel M4 dan M5 terjadi peningkatan porositas yang cukup besar yakni 3,18% sehingga sampel M5 mengalami penurunan kekerasan yang cukup besar. Bila dilihat dari struktur mikro pada Gambar 4.4, porositas yang terbentuk semakin banyak dan besar berikut penambahan foaming agent yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh ruang pori
Nilai Kekerasan (HRB)
yang semakin banyak sehingga kekerasan menurun. 114
116 114 112 110 108 106 104 102 100
112.5
110.4 105.6
Zr-‐6Mo (tanpa FA)
M3
M4
M5
Logam Biomaterial
Gambar 4.10 Grafik perbandingan kekerasan sampel percobaan Zr-6Mo tanpa penambahan foaming agent dengan sampel M3, M4, dan M5
Berdasarkan grafik perbandingan diatas, bila dibandingkan dengan sampel Zr-6Mo tanpa foaming agent dari percobaan sebelumnya, penambahan foaming agent menyebabkan penurunan kekerasan pada sampel M3, M4, dan M5. Meskipun nilai kekerasan sampel Zr6Mo dengan dan tanpa foaming agent tidak terpaut jauh, namun ketiga sampel mengalami penurunan kekerasan yang bertahap.
6.
Kesimpulan
Berdasarkan data dan analisa yang telah dilakukan pada penelitian ini maka diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu: 1.
Penambahan kandungan foaming agent MgCO3 masing-masing sebesar 3%, 4% dan 5% pada tiga buah sampel paduan Zr-6Mo (M3, M4, dan M5) mempengaruhi nilai densitas dan porositasnya. Porositas yang terbentuk akan semakin banyak seiring dengan penambahan persen foaming agent MgCO3 sehingga nilai densitas pun menjadi semakin rendah.
Pengaruh penambahan..., Syubaikah, FT UI, 2014
2.
Porositas yang terbentuk pada sampel akan berukuran lebih besar dan menyebar secara merata seiring dengan penambahan persen foaming agent MgCO3 pada sampel.
3.
Struktur mikro pada sampel M3, M4, dan M5 menunjukkan adanya fasa α-zirkonium, fasa molibdenum dan fasa intermetalik Mo2Zr yang dibuktikan kebenarannya oleh pengujian XRD pada ketiga sampel.
4.
Nilai kekerasan pada sampel M3, M4, dan M5 mengalami penurunan secara bertahap yakni masing-masing sebesar 112,5 HRB, 110,4 HRB dan 105,6 HRB, dimana hal ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti porositas dan nilai densitas. Semakin banyak porositas yang terbentuk dan nilai densitas percobaan yang menurun, maka nilai kekerasan yang diperoleh pun akan semakin rendah.
5.
Untuk aplikasi biomaterial, paduan Zr-6Mo menunjukkan magnetic susceptibitily yang rendah dengan hadirnya fasa α-Zr pada ketiga sampel.
Saran Dilakukan thermogravimetric analysis-differential thermal analysis (TG-DTA) untuk mengetahui laju reduksi massa dari magnesium karbonat.
Referensi [1]
Oldani, C., & Dominguez, A. (2012). Titanium as a Biomaterial for Implants, Recent Advances in Arthroplasty, Dr. Samo Fokter (Ed.), ISBN: 978-953-307-990-5, InTech.
[2]
Hermawan, H., Ramdan, D., & J.R.P. Djuansjah. (2011). Metals for Biomedical Applications, Biomedical Engineering - From Theory to Applications, Prof. Reza Fazel (Ed.), ISBN: 978-953-307-637-9, InTech.
[3]
Suyalatu, N. Nomura, K. Oya, Y. Tanaka, R. Kondo, & H. Doi. (2010). Microstructure and Magnetic Susceptibility of As-Cast Zr-Mo Alloys. Acta Biomaterialia 6:9, 1033-38.
[4]
A, Yamamoto, Homma R., & Sumita M. (1998). Cytotoxicity Evaluation of 43 Metal Salts Using Murine Fibroblasts and Osteoblastic Cells. Journal of Biomedical Material Research 39:2, 331-40.
[5]
Banhart, John. (2000). Manufacture, characterisation and application of cellular metals and metal foams. Fraunhofer-Institute for Manufacturing and Advanced Materials. Bremen, Germany.
Pengaruh penambahan..., Syubaikah, FT UI, 2014
[6]
Dee, David A. Puleo, & Rena Bizios. (2002). An Introduction to Tissue-Biomaterial Interactions. New York: John Wiley and Sons Ltd.
[7]
Lefevbre, L., Banhart, J. Dan Dunand, D. Porous Metals and Metallic Foams: Current Status and Recent Development. 2008.
[8]
Andrew Kennedy. Porous Metals and Metal Foams Made from Powders. Manufacturing Division, University of Nottingham, Nottingham, UK. 2000.
[9]
Manhique, AJ, Optimisation of alkali-fusion process for zircon sands : a kinetic study of the process , MSc dissertation 2003, University of Pretoria, Pretoria.
[10] Nielsen, R. and Chang, T.W. Ullman’s Encyclopaedia of Industrial Chemistry. Elvers and Hawkins, 5th edition, Vol. A28, 1996, pp 543-567. [11] Larasati, A. (2014). Material Biologis Mampu Luruh Alami Fe-Mn-C Berstruktur Busa Diproduksi Melalui Metalurgi Serbuk Ferromangan, Besi, Karbon, Dan Kalium Karbonat Dengan Proses Sinter Dekomposisi. Skripsi, Program Sarjana Fakultas Teknik UI, Depok. [12] Nomura N, Tanaka Y, Suyalatu, Kondo R, Doi H, Tsutsumi Y, et al. Effect of phase constitution of Zr-Nb alloys on their magnetic susceptibilities. Mater Trans 2009;50:2466-72. [13] Dayanand Paswan, Dhananjay Mistry, K.L. Sahoo, V.C. Srivastava. Development of Iron-based Closed Cell Foams by Powder Forging and Rolling. 2013. [14] Kurniawan, Y. (2014). Pengaruh Kandungan Molibdenum Terhadap Biomaterial Berbasis Paduan Zirkonium Diproduksi Melalui Metalurgi Serbuk. Skripsi, Program Sarjana Fakultas Teknik UI, Depok. [15] A.K. Sinha. Powder Metallurgy. New Delhi: DhanpatRai& Sons. 1976. 46-53.
Pengaruh penambahan..., Syubaikah, FT UI, 2014