1
Pengaruh Temperatur dan Waktu Sinter Paduan Zr-8Mo-4Nb untuk Aplikasi Biomaterial Melalui Metode Metalurgi Serbuk Afif Basuki Setyo Raharjo, Badrul Munir Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Depok, 16436, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Zirkonium sebagai biomaterial logam mulai banyak diteliti dalam beberapa tahun ini. Sifat mekanis, biokompatibilitas, dan magnetic suscetibility yang baik menjadi pertimbangan digunakan zirkonium untuk aplikasi biomaterial. Namun demikian paduan zirkonium masih memiliki beberapa kekurangan sehingga dilakukan penelitian untuk mendapatkan sifat yang optimal dari paduan zirkonium. Pengaruh temperatur dan waktu sebagai parameter sinter untuk paduan Zr-8Mo-4Nb untuk aplikasi biomaterial menggunakan metalurgi serbuk telah diamati dalam penelitian ini. Densitas dan Porositas paduan telah diukur menggunakan Prinsip Archimedes. Mikrostuktur paduan diuji menggunakan X-Ray diffractometer (XRD), Secondary Electron Microscope (SEM), dan Mikroskop Optik (OM), kekerasan paduan juga diukur menggunakan Rockwell C, dan bioaktifitas menggunakan larutan SBF dilanjutkan dengan FTIR. Hasil penelitian menunjukan dengan peningkatan temperatur dan waktu tahan sinter, akan meningkatkan densitas, kekerasan serta menurunkan porositas paduan Zr-8Mo-4Nb. Selain itu paduan Zr-8Mo-4Nb juga memiliki sifat bioaktivitas yang baik dengan membentuk lapisan hidroksiapatit pada permukaan sampel.
Kata kunci: Biomaterial, metalurgi serbuk, temperatur dan waktu sinter, densitas, porositas, kekerasan.
Effect of Sintering Temperature and Holding Time of Zr-8Mo-4Nb Alloys for Biomaterial Applications Using Powder Metallurgy Abstract Zirconium as biomaterial has been widely researched in recent years. Mechanical properties, biocompatibility, and magnetic suscetibility well into consideration use zirconium for biomaterial applications. However, zirconium alloy still have some disadvantages, and the purpoes of this research to get the optimal properties of zirconium alloy. Effect of sintering temperature and holding time of Zr-4Nb-8Mo alloy for biomaterials application using powder metallurgy has been observed in this study. Density and porosity are measured using Archimedes principles. The microstructure was evaluated with X-Ray diffractometer (XRD), Secondary Electrone Microscope (SEM) and Optical Microscope (OM), hardness was measured with Rockwell C hardness. Bioactivity was tested with SBF solution continued with FTIR. The results showed that increasing sintering temperature and holding time will increase the density, hardness and reducce the porosity of Zr-4Nb-8Mo alloys. Furthermore Zr-8Mo-4Nb showed a good bioactivity indicated by hydroxyapatite formation on the surface.
Keywords: Biomaterials, Powder Metallurgy, sintering temperature, holding time, density, porosity, and hardness.
Pengaruh temperatur..., Afif Basuki Setyo R, FT, 2014
2 1.
Pendahuluan Kebutuhan hidup manusia yang beragam dan selalu berubah secara terus menerus
menjadi faktor pendorong berkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan tak terkecuali dalam bidang teknologi material dan kedokteran. Teknologi material dan kedokteran adalah dua bidang ilmu yang saling terkait. Penggunaan teknologi material dalam bidang kedokteran telah dimulai lebih dari dua ribu tahun yang lalu yang diawali oleh bangsa Romawi, China, dan Aztec yang telah menggunakan emas untuk perawatan gigi[1]. Hingga saat ini telah banyak aplikasi material yang diterapkan dalam bidang kedokteran dari peralatan medis, drug delivery system hingga implant material sintetis yang digunakan untuk mengganti fungsi organ tubuh. Tingginya kebutuhan akan material yang digunakan untuk mengganti kerusakan atau kegagalan fungsi organ tubuh menjadi dorongan berkembangnya ilmu dan teknologi biomaterial. Tulang dan sendi menjadi salah satu organ yang sering mengalami kerusakan dan kegagalan baik dikarenakan penyakit, ataupun kecelakaan. Hingga saat ini ada beberapa jenis material yang biasa digunakan untuk aplikasi biomaterial. Paduan titanium, kobalt, dan stainless steel merupakan jenis logam yang sering digunakan untuk aplikasi biomaterial[2]. Ketiga jenis material ini digunakan untuk aplikasi biomaterial karena memiliki sifat biokompatibitas yang baik. Namun demikian, ketiga jenis logam ini masih terdapat beberapa kekurangan seperti sifat magnetic susceptibility yang masih cukup tinggi. Untuk mengatasi masalah tersebut zirkonium dapat dijadikan salah satu solusi untuk aplikasi biomaterial, hal ini dikarenakan zirkonium memiliki magnetic susceptibility yang rendah dan biokompatilitas yang baik. Disamping itu zirkonium memiliki modulus young yang lebih rendah dari konvensional titanium walaupun sebenarnya kedua logam masih jauh dari modulus young tulang (12-32 GPa)[3]. Peningkatan sifat mekanis dari biomaterial berbasis zirkonium dapat ditingkatkan dengan menggunakan beberapa paduan diantaranya molibdenum dan niobium. Selain itu, penggunaan metode metalurgi serbuk untuk proses fabrikasi dikarenakan dapat memberikan keuntungan yaitu, dapat dilakukan untuk fabrikasi dengan bentuk yang kompleks, dan dapat dilakukan kontrol sifat fisik, mekanis, dan biokompatibilas paduan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan parameter yang sesuai, dalam penelitian ini digunakan beberapa variasi tempeatur dan waktu tahan sinter sebagai parameter sinter dan membahas bagaimana pengaruh terhadap sifat fisik, mekanis, dan biokompatibilitas paduan Zr-Mo-Nb.
Pengaruh temperatur..., Afif Basuki Setyo R, FT, 2014
3 2.
Dasar Teori
2.1. Biomaterial Biomaterial adalah material sintesis yang digunakan untuk mengganti bagian sistem atau fungsi tubuh yang secara langsung berinteraksi dengan jaringan tubuh[2]. Berdasarkan pengertian tersebut biomaterial akan berinteraksi secara langsung dengan organ tubuh ketika diimplant. Biomaterial dapat dikatakan ideal jika biomaterial tersebut memiliki sifat mekanik yang baik, proses manufaktur yang tidak terlalu sulit, dan biokompatibilitas yang baik [4]. Biokompatibilitas adalah keadaan atau situasi dimana tidak terjadi interaksi yang berbahaya antara biomaterial dengan sistem biologis dan sebaliknya[5]. biokompatibilitas meliputi sifat tidak karsinogenik, tidak menyebabkan peradangan, tidak beracun, tidak menyebabkan cacat kelahiran, tidak imunogenik, tidak alergik, kompatibel dengan darah, dan tidak pirogenik. Hingga saat ini ada tiga material yang sering digunakan untuk aplikasi biomaterial yaitu polimer, keramik, dan logam. Namun logam menjadi material yang paling banyak digunakan yaitu sekitar 70-80% implant terbuat dari material logam[6]. Hal ini dikarenakan biomaterial logam mempunyai kinerja yang baik berdasarkan biokompatibilitas dan sifat mekanis yang lebih baik[4]. 2.2. Biomaterial Logam Logam merupakan material terbanyak yang digunakan untuk aplikasi biomaterial hal ini dikarenakan logam memiliki kemampuan elektrikal yang bagus dan thermal konduktivitas serta sifat mekanisnya[2]. Hingga saat ini telah banyak jenis logam dan paduan yang digunakan untuk aplikasi biomaterial. Paduan titanium, kobalt dan stainless steel menjadi jenis logam yang paling banyak digunakan untuk aplikasi biomaterial. Stainless steel jenis SS316L dan paduan Co-Cr adalah dua jenis biomaterial berbasis logam yang banyak digunakan. SS316L merupakan material yang paling banyak digunakan untuk implant baik sebagai cardiovascular hingga orthinology[7]. Sedangkan Co-Cr banyak diaplikasikan pada kedokteran gigi, implant vascular stent dengan mekanisme peniupan pada balon ke pembuluh darah dan juga untuk aplikasi plat tulang[4]. Namun sayangnya kedua material ini mengandung nikel yang cukup besar. Penelitian oleh Richard-Mfg-Company (1980) menunjukan bahwa laju kehilangan nikel dari CoNiCrMo dan SS 3I6L pada larutan ringer 37oC sekitar 3x10-10 g/cm2/hari[2]. Hal ini akan sangat berbahaya karena nikel kemungkinan bersifat racun.
Pengaruh temperatur..., Afif Basuki Setyo R, FT, 2014
4 Titanium dan paduan merupakan logam lain yang banyak digunakan untuk aplikasi biomaterial. Logam ini memiliki sifat biokompatibilitas dan sifat mekanis yang lebih baik dari stainless steel dan paduan Co-Cr. Namun logam ini juga memiliki kekurangan yaitu nilai modulus young dan magnetic susceptibilty yang terlalu tinggi. Selain ketiga jenis logam tersebut, hingga kini telah banyak logam lain yang dikembangkan untuk aplikasi biomaterial diantaranya besi, magnesium, talantun dan zirkonium. 2.3. Biomaterial Zirkonium Penggunaan
zirkonium
sebagai
biomaterial
memiliki
beberapa
kelebihan
dibandingkan logam lain. Paduan Zirkonium-based amorphous memilki sifat magnetic susceptibility yang lebih rendah. Magnetic susceptibility paduan Zirkonium (fasa-α) memiliki magnetic susceptibility yang lebih rendah, yaitu 1,3 x 10-6 cm3g-1[8] dibandingakan titanium 3,2 x 10-6 cm3g-1. Selain itu zirkonium juga memiliki modulus young yang lebih kecil yaitu (75GPa) jauh lebih kecil dari konvensional titanium (100 GPa)[9] walaupun sebenarnya kedua logam masih jauh dari modulus young tulang (12-32 GPa)[3]. Untuk meningkatkan sifat mekanis dari biomaterial berbasis zirkonium dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa paduan diantaranya molibdenum dan niobium. Pengaruh penambahan paduan Mo dan Nb pada biomaterial Zr-Nb dan Zr-Mo telah banyak dibahas oleh beberapa penelitian sebelumnya. Molibdenum dan niobium merupakan paduan yang efektif meningkatkan kekuatan dan kekerasan dari zirkonium. Mekanisme penguatan yang diberikan oleh molibdenum dan niobium terhadap paduan zirkonium adalah membentuk fasa intermetalik (Mo,Nb)2Zr di dalam matriks α-Zr.
Gambar 1. diagram fasa terner Nb-Mo-Zr pada temperature 1100oC[10].
Pengaruh temperatur..., Afif Basuki Setyo R, FT, 2014
5 Terbentuknya fasa intermetalik (Mo,Nb)2Zr sesuai dengan penelitian Changqing Xia, dkk[10] dimana penambahan Mo dan Nb pada paduan Mo-Zr-Nb di temperature 1100oC akan menghasilkan dua daerah fasa tunggal α(bcc) dan (Mo,Nb)2Zr. Dan satu daerah dua fasa α(bcc)+(Mo,Nb)2Zr. (Mo,Nb)2Zr adalah fasa intermediet berdasarkan intermetalic compund Mo2Zr. Berdasarkan diagram fasa tersebut komposisi Mo minimal yang dibutuhkan agar terbentuknya daerah dua fasa α(bcc)+(Mo,Nb)2Zr adalah 8% (%berat) dengan maksimal kelarutan Nb adalah 30,40%. Sementara itu untuk menentukan komposisi Nb yang sesuai berdasarkan pada penelitian Kondo R, dkk[11] dimana penambahan Nb kurang dari 6% akan banyak terbentuk fasa α, hal ini sangat diinginkan karena fasa α memiliki sifat magnetic susectibility yang rendah.
Gambar 2 Pengaruh komposisi Nb terhadap : (A) sifat mekanik, magnetic susceptibility, dan phase constitutions; (B) terhadap 0,2 % proof strength dan kekerasan Vickers paduan Zr-Nb as-cast[11]
Pemilihan komposisi 4% Niobium dinilai paling efektif karena pada komposisi tersebut paduan memiliki sifat mekanis yang baik dan magnetic susceptibility yang rendah. Hal ini dapat dilihat pada gambar di atas. 2.3. Metalurgi Serbuk Penggunaan zirkonium sebagai material dasar pembuatan biomaterial tidak akan luput dari kekurangan. Yaitu titik lebur zirkonium, dan paduanya yang tinggi membuat paduan tersebut susah untuk diproses menggunakan pengecoran. Namun masalah itu dapat diatasi dengan menggunakan metode metalurgi serbuk. Secara umum, proses metalurgi serbuk dibagi menjadi tiga tahapan penting, yaitu prekompaksi, kompaksi, dan sintering[12]. Proses prekompaksi meliputi pencampuran (mixing) dan pengadukan. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan serbuk yang homogen. Ada beberapa variabel yang berpengaruh dalam proses pencampuran dan pengadukan yaitu jenis material, ukuran partikel, jenis pengaduk, ukuran pangaduk, kecepatan pengadukan dan waktu pengadukan. Setelah
Pengaruh temperatur..., Afif Basuki Setyo R, FT, 2014
6 tahap ini selesai, kemudian dilanjutkan dengan tahap kompaksi. Tahapan ini dilakukan dengan memberikan tekanan pada serbuk yang telah diisi kedalam cetakan, sehingga akan menghasilkan bakalan dengan bentuk sesuai dengan cetakan. Tahapan yang terakhir yaitu proes sinter, sinter adalah proses dimana partikel berikatan pada temperatur di bawah temperatur lebur melalui transport atom. Berbeda dengan proses peleburan, proses metalurgi serbuk tidak mengakibatkan bakalan berubah fasa menjadi liquid. Proses sinter terjadi karena adanya energi atau kelebihan energi tertentu pada permukaan serbuk. Pada saat diberikan temperatur tinggi maka akan menjadi gaya penggerak untuk proses difusi kisi dan pergerakan atom. Pergerakan atom tersebut mengakibatkan pengurangan energi bebas dipermukaan serbuk yang akan menguntungkan ke daerah leher sehingga mengakibatkan berkurangnya luas permukaan Dalam proses sinter ada beberapa parameter yang akan mempengaruhi proses dan sifat produk metalurgi serbuk yaitu temperatur, waktu, dan atmosfer sinter. Secara umum pengaruh temperatur dan waktu tahan sinter dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 3.
3.
Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan dengan pembuatan sampel bakalan Zr-8Mo-4Nb (%berat) dengan
ukuran diameter 20 mm dan berat 11 gram. Pembuatan sampel dilakukan menggunakan metode metalurgi serbuk dengan bahan baku serbuk zirkonium molibdenum dan niobium. Rangkaian penelitian yang dilakukan meliputi beberapa tahap, yaitu : proses persiapan sampel, pencampuran, kompaksi, sintering, pemotongan sampel, dan karakterisasi material. Persiapan sampel meliputi pengeringan serbuk zirkonium dari larutan organik. Hal ini dikarenakan pada proses penyimpanan serbuk zirkonium harus dicampur dengan larutan organik karena sifat zirkonium yang sangat reaktif dan mudah mengalami oksidasi. Persiapan
Pengaruh temperatur..., Afif Basuki Setyo R, FT, 2014
7 dilanjutkan denfan penimbangan serbuk dengan komposisi Zr:Mo:Nb adalah 88:8:4 (%berat) dengan massa total 11 gram. Proses dilanjutkan dengan pencampuran dengan tujuan untuk mendapatkan paduan serbuk yang homogen selama 60 menit. Serbuk yang telah tercampur secara homogen kemudian dilakukan kompaksi menggunakan alat kompaksi Hydraulicpress Krisbow dengan parameter tekanan kompaksi 8000 psi selama 15 menit. Bakalan yang telah jadi kemudian diukur menggunakan jangka sorong dan ditimbang untuk mendapatkan volume dan massa bakalan hasil kompaksi. Sampel hasil kompaksi kemudian memasuki tahap sinter. Proses sinter dilakukan menggunakan alat Tube Nabertherm Furnace dengan atmosfer sinter gas argon yang dilanjutkan dengan pendinginan di dalam dapur selama 12 jam. Pada proses ini diberikan variasi temperatur sinter 1100oC, dan 1200oC serta waktu tahan sinter 2 jam dan 4 jam untuk mengetahui pengaruh terhadap sifat fisik, mekanis dan biokompatibilitas paduan. Sampel yang telah selesai melalui proses sinter kemudian dilakukan pengampelasan untuk menghilangkan oksida yang ada dipermukaan sampel dan dilanjutkan pemotongan menggunaka alat low speed diamond cutting. Untuk memuhkan penanganan sampel dan mencegah sampel tertukar, dilakukan penamaan sampel sebagai berikut :
Tabel 1. Nama sampel dan variabel parameter sinter
No
Nama
1 2 3 4
A112 A114 A122 A124
Parameter sinter Temperatur Waktu tahan o ( C) (Jam) 1100 2 1100 4 1200 2 1200 4
Sampel kemudian melalui tahap terakhir yaitu karakterisasi sampel. Pada peneitian ini karakterisasi sampel meliputi densitas, porositas, fasa dan mikrostruktur, kekerasan dan sifat bioaktivitas paduan. Densitas sampel didapatkan berupa densitas teoritis, densitas hasil kompaksi, dan densitas paduan hasil sinter. Densitas teoritis didapatkan dengan menggunakan persamaan fraksi volume, densitas hasil kompaksi didapatkan dengan menghitung volume dan massa sampel sedangkan densitas sampel hasil sinter didapatkan dengan menggunakan standard ATSM B-311[12]. Data densitas dari hasil percobaan ini kemudian digunakan untuk menentukan persen porositas paduan. Karakterisasi sampel dilajutkan dengan pengujian XRD yang dilakukan menggunakan mesin Phillips X-Ray difractometer untuk mengetahui fasa yang ada dalam paduan. Hasil
Pengaruh temperatur..., Afif Basuki Setyo R, FT, 2014
8 pengujian ini berupa grafik dengan sumbu y sebagai intensitas dan sumbu x sebagai sudut difraksi 2θ yang kemudian diolah menggunakan perangkat lunak X’Pert Highscore Plus. Karakterisasi fasa dan mikrostruktur juga dilakukan dengan menggunakan Secondary Electrom Microscope dengan metode EDAX. Pengujian dilanjutkan dengan pengujian mikrostruktur menggunakan mikroskop optik dengan perbesaraan 50X tanpa pengetsaan, serta 100X, dan 500X dengan pengetsaan yang dilakukan pada satu bagian sampel yang telah dilakukan pemotongan. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui persebaran fasa dan mikrostruktur paduan. Sementara itu setengah lainya dilakukan pengujian kekerasan menggunakan alat uji Rockwell C. Terakhir pengujian dilakukan adalah perendaman sampel ke dalam larutan Simulated Body Fluid (SBF) secara in vitro selama 3 minggu, yang kemudian dilanjutkan dengan karakterisasi menggunakan alat uji FTIR untuk mengetahui terbentuknya lapisan hidroksiapatit.
4.
Hasil Penelitian
4.1
Pengaruh Temperatur dan Waktu Sinter terhadap Densitas Paduan Zr-8Mo-4Nb Berikut tabel dan grafik hasil uji densitas paduan Zr-8Mo-4Nb Tabel 2. Densitas, parameter densifikasi dan porositas paduan Zr-8Mo-4Nb
No
Sampel
1 2 3 4
A-112 A-114 A-122 A-124
Densitas (g/cm3)
6,6
1
2jam
Parameter densifikasi (Φ)
6,7
Densitas (g/cm3) Teoritis Kompaksi Sinter 6,772 4,939 6,257 6,772 4,849 6,589 6,772 5,125 6,459 6,772 4,985 6,630
4jam
6,5 6,4 6,3 6,2 6,1 6
0,8
Porositas Parameter (%) densifikasi (Φ) 0,719 7,605 0,905 2,698 0,810 4,614 0,920 2,100 2jam 4jam
0,6 0,4 0,2 0
1100
1200 Temperatur (oC)
1100
1200 Temperatur (oC)
Gambar 4. Pengaruh temperatur sinter terhadap densitas (kiri) dan parameter densifikasi (kanan) paduan Zr8Mo-4Nb pada waktu tahan 2 jam dan 4 jam.
Pengaruh temperatur..., Afif Basuki Setyo R, FT, 2014
9 4.2
Pengaruh Temperatur dan Waktu Sinter terhadap Porositas paduan Zr-8Mo-4Nb Berikut adalah grafik pengaruh temperatur dan waktu sinter terhadap porositas paduan
Zr-8Mo-4Nb serta foto mikro dengan perbesaran 50X tanpa pengetsaan. 8
2 jam
Porositas (%)
7
4 jam
6 5 4 3 2 1 0 1100
1200 Temperature (⁰C)
Gambar 5. Pengaruh temperatur sinter terhadap porositas paduan Zr-8Mo-4Nb pada waktu tahan 2 jam dan 4 jam. Normal
Dark Field
A112
Porositas Porositas
A122
A114
Porositas
Porositas
Pengaruh temperatur..., Afif Basuki Setyo R, FT, 2014
A124
10
Porositas Porositas
Gambar 6. Foto pengamatan struktur mikro tanpa pengetsaan dengan perbesaran 50X paduan Zr-8Mo-4Nb dengan variasi temperatur 1000oC dan waktu sinte 2 jam.
4.3
Kandungan Fasa Paduan Zr-8Mo-4Nb Berikut adalah hasil pengujian XRD dan EDAX untuk menentukan fasa yang
terkandung dalam paduan Zr-8Mo-4Nb :
Gambar 7. Perbandingan pola difraksi hasil pengujian XRD pada sampel A112, A114, A122, A124 Tabel 3. Data komposisi kimia hasil uji EDAX pada Gambar 7.
Titik Zr(wt%) Mo(wt%) Nb(wt%) 04.82 95.18 00.00 1 64.96 16.52 18.52 2 75.64 05.31 19.05 3
Gambar 8. Pengamatan hasil pengujian Secondary Electron Microscope (SEM) dengan metode Back-Scattered Electron (BSE) dan EDAX pada 3 titik sampel A-124
Pengaruh temperatur..., Afif Basuki Setyo R, FT, 2014
11
Gambar 9. pengamatan persebaran fasa menggunakan SEM metode BSE pada komposis dan parameter sinter: o (A) Zr-5Mo-5Nb temperatur sinter 1200 C dan waktu tahan 2 jam; (B) Zr-6Mo-3Nb dengan temperatur sinter o 1100 C dan waktu tahan sinter 4 jam. Tabel 4. Data komposisi kimia hasil uji EDAX pada Gambar 8
Komposisi Zr-5Mo-5Nb Zr-6Mo-3Nb 4.4
Zr (wt%) 85,01 84,23
Mo (wt%) 00,00 00,00
Nb (wt%) 14,99 15,77
Pengaruh Temperatur dan Waktu Sinter terhadap Struktur Mikro Paduan Zr8Mo-4Nb Berikut adalah foto mikro paduan Zr-8Mo-4Nb dengan perbesaran 100X dan 500X
dengan pengetsaan : A112
A114
A122
A124
Gambar 10. Foto pengamatan struktur mikro dengan pengetsaan menggunakan perbesaran 100X paduan Zr-8Mo-4Nb dengan variasi temperatur dan waktu sinter.
Pengaruh temperatur..., Afif Basuki Setyo R, FT, 2014
12
A112
A114
A122
A124
Gambar 11. Foto pengamatan struktur mikro dengan pengetsaan menggunakan perbesaran 500X paduan Zr-8Mo-4Nb dengan variasi temperatur dan waktu sinter.
4.5 Pengaruh Temperatur dan Waktu Sinter terhadap Kekerasan Paduan Zr-8Mo-4Nb Berikut adalah grafik hasil uji keras paduan Zr-8Mo-4Nb : 48,0 2jam
Kekerasan (HRC)
46,0
4jam
44,0 42,0 40,0 38,0 36,0 1100
1200 Temperature (⁰C)
Gambar 12. Pengaruh temperatur sinter terhadap kekerasan paduan Zr-8Mo-4Nb pada waktu tahan 2 jam dan 4 jam.
4.6
Sifat Bioaktivitas Paduan Hasil pengujian sifat bioaktivitas paduan dapat dilihat pada gambar dan tabel berikut.
Pengaruh temperatur..., Afif Basuki Setyo R, FT, 2014
13
Gambar 13. Grafik hasil pengujian FTIR sampel : (A) A112 ; (B) A124. Tabel 5. Hasil pengujian FTIR
Sampel A112
Gugus
Wavenumbers (cm-1)
OH-
3887,74
2-
CO3
PO43-
1029,93 ; 1103,52
-
3037,69
2-
11636,30
3-
1047,59
OH A124
1633,36
CO3 PO4
5.
Pembahasan
5.1
Pengaruh Temperatur dan Waktu Sinter terhadap Densitas Paduan Zr-8Mo-4Nb Ada tiga jenis densitas yang didapatkan dalam pengujian ini, yaitu densitas teoritis,
densitas hasil kompaksi dan densitas sampel hasil sinter. Berdasarkan Tabel 2 keempat sampel memiliki densitas teoritis yng sama yaitu 6,772, hal ini dikarenakan pada perhitungan densitas teoritis hanya dipengaruhi oleh paduan dan komposisinya, sedangkan pada keempat sampel memiliki paduan dan komposisi yang sama. Densitas yang kedua adalah densitas bakalan hasil kompaksi (green density) secara umum
Pengaruh temperatur..., Afif Basuki Setyo R, FT, 2014
14 ketida sampel seharusnya memiliki densitas yang sama karena tidak ada variasi dalam proses kompaksi. Perbedaan hasil lebih dikarenakan penggunakan alat kompaksi yang manual sehingga terjadi penyimpangan tekanan selama proses kompaksi. Sedangkan untuk densitas hasil sinter dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 4. Dari hasil pengujian densitas Tabel 2 dan Gambar 4 dapat disimpulkan bahwa kenaikan temperatur dan waktu tahan sinter akan mengakibatkan peningkatan densitas dan parameter densifikasi paduan ini. Parameter densifikasi adalah kemampuan suatu paduan untuk dapat dilakukan pemadatan atau lebih padat. Peningkatan temperatur sinter pada dasarnya akan meningkatkan difusifi atom pertumbuhan butir yang mengakibatkan rongga kosong dalam paduan akan semakin berkurang sehingga densitas dan parameter densifikasi akan meningkat. Hasil ini sesuai dengan penelitian Suryana dkk[13] yang menunjukan bahwa dengan waktu tahan sinter selama 2 jam dan tekanan kompaksi yang sama peningkatan temperatur sinter dari 1000oC, 1100oC hingga 1200oC akan meningkatkan nilai densitas paduan. Dengan waktu tahan sinter yang semakin lama butir akan tumbuh menjadi semakin besar dan poros semakin berkurang. Pertumbuhan butir ini yang kemudian akan mengakibatkan peningkatan nilai densitas dan densifikasi sampel. 5.2
Pengaruh Temperatur dan Waktu Sinter terhadap Porositas paduan Zr-8Mo-4Nb Hasil pengujian densitas kemudian digunakan untuk menentukan porositas paduan.
Selain itu, pengamatan porositas juga dilakukan menggunakan mikroskop optik dengan perbesaran 50X tanpa pengetsaan. Hasil perhitungan persen porositas sesuai dengan Tabel 2 dan Gambar 5 bahwa dengan peningkatan temperatur dan waktu sinter akan menurunkan persesn porositas paduan. Peningkatan densitas paduan akan diikuti dengan penurunan persen porositas. Sama halnya dengan densitas, fenomena penurunan porositas disebabkan oleh difusi atom dan pertumbuhan butir yang dipengaruhi oleh temperatur dan waktu tahan sinter. Peningkatan temperatur akan meningkatkan laju difusi pada proses sinter[14]. Proses difusi melibatkan pergerakan atom untuk mengisi kekosongan. Temperatur dalam proses ini berperan sebagai gaya penggerak yang mempengaruhi energi aktifasi proses difusi. Sehingga dengan peningkatan temperatur akan mengakibatkan peninggkatan gaya pergerakan yang mempermudah terjadi proses difusi sehingga porositas semakin berkurang. Selain itu, peningkata waktu tahan sinter juga akan berpengaruh terhadap porositas paduan, dengan waktu tahan sinter yang lebih lama berarti akan memberikan waktu yang lebih lama untuk difusi atom dan pertumbuhan butir.
Pengaruh temperatur..., Afif Basuki Setyo R, FT, 2014
15 Pengamatan porositas paduan juga dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik dengan perbesaran 50X tanpa pengetsaan. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 5. Pengamatan juga dilakukan dengan metode dark field untuk memperjelas ukuran dan bentuk porositas. Warna hitam pada metode gambar normal menunjukan porositas sampel. Sedangakan pada metode dark field porositas ditunjukan dengan daerah berwarna putih. Secara visual, dapat dilihat dengan peningkatan temperatur dan waktu tahan sinter akan menurunkan jumlah porositas paduan, ukuran porositas yang semakin kecil, dan persebaran yang semakin sedikit serta akan membentuk porositas yang lebih bulat. Pengurangan jumlah porositas ini telah sesuai dengan pengujian porositas yang dilakukan dengan menggunakan perhitungan. 5.3
Kandungan Fasa Paduan Zr-8Mo-4Nb Pengamatan kandungan fasa paduan Zr-8Mo-4Nb dilakukan dengan menggunakan alat
uji XRD. Pengujian dilakukan pada keempat sampel dengan variasi temperatur dan waktu sinter. Hasil dari pengujian ini berupa pola difraksi dengan intensitas tertentu pada sudut difraksi 2θ. Hasil pengujian XRD kemudian diolah menggunakan perangkat lunak X’Pert HighScore Plus untuk mengetahui fasa yang terbentuk. Hasil dari pengamatan kandungan fasa paduan Zr-8Mo-4Nb dapat dilihat pada Gambar 7 Hasil XRD menunjukan terdapat beberapa fasa yang terbentuk di paduan dengan semua variasi temperatur dan waktu sinter yaitu α-Zr sebagai fasa dominan, β-Zr, dan (Mo,Nb)2Zr. Namun untuk sampel A112 dengan variasi temperatur sinter 1100oC dengan waktu tahan 2 jam terdapat fasa lain yaitu ZrO2 dikarenakan adanaya bagian hitam di permukaan sampel yang merupakan sisa ZrO2 yang terbentuk ketika proses sinter. Proses pengamplasan yang kurang bersih saat preparasi sampel mengkibatkan sebagian ZrO2 yang terbentuk belum hilang seluruhnya. Pengamatan fasa lebih lanjut juga dilakukan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) dengan metode back-scattered electron (BSE) dan EDAX. Pengujian ini juga dilakukan untuk mengetahui persebaran fasa dari paduan Zr-8Mo-4Nb. Pengamatan dilakukan pada salah satu sampel yaitu A124 dengan variasi temperatur sinter 1200oC dan waktu tahan 4 jam. Gambar 8 menunjukan hasil pengamatan menggunakan SEM dengan metode BSE perbesaran 2000X. Pengamatan EDAX dilakukan pada tiga titik, pada titik 1 yaitu daerah pulau berwarna putih menunjukan komposisi molibdenum 95,18 (wt%) dan zirkonium 4,82 (wt%). Yang merupakan daerah dengan fasa Mo+Mo2Zr. Tingginya komposisi Mo yang tidak larut mengindikasikan pencampuran yang kurang homogen. Pada
Pengaruh temperatur..., Afif Basuki Setyo R, FT, 2014
16 titik 2 yaitu pada daerah berwarna biru berupa pulau kecil disekitar batas butir. Hasil EDAX pada titik 2 menunjukan komposisi zirkonium sebesar 64,96 (wt%), molibdenum 16,52 (%wt) dan niobium sebesar 18,52 (%wt) yang terdiri atas fasa α-Zr+(Mo,Nb)2Zr. Terbentuknya fasa intermediet (Mo,Nb)2Zr dikarenakan adanya interdifusi atom Mo dan Nb kedalam Zr pada temperatur sinter 1100oC dan 1200oC. Dan pengujian terakhir dilakukan pada titic 3 yaitu pada daerah matriks berwarna putih. Hasil pengujian ini menunjukan komposisi yang terdapat dalam daerah tersebut yaitu 75,64 (wt%) zirkonium, 05,31 (wt%) molibdenum dan 19,05 (wt%) niobium yang membentuk fasa α-Zr. Namun untuk pengujian EDAX pada daerah pulau besar berwarna hijau gelap tidak dilakukan. Untuk mengetahui komposisi pada daerah tersebut digunakan hasil pengujian paduan Zr-6Mo-3Nb dengan temperatur sinter 1100oC dan waktu tahan sinter 4 jam serta paduan Zr-5Mo-5Nb dengan temperatur sinter 1200oC dan waktu tahan sinter 2 jam. Hasil pengujian EDAX pada daerah pada kedua komposisi paduan tersebut menunjukan hasil yang hampir sama dengan zirkonium rata-rata 84,62 (wt%), niobium 15,38 (wt%), dan molibdenum 00,00 (wt%). Komposisi molibdenum 00,00% menunjukan bahwa tidak terjadi difusi molibdenum pada daerah tersebut. Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada daerah tersebut tersusun atas dua fasa yaitu α-Zr+β-Zr. 5.4
Pengaruh Temperatur dan Waktu Sinter terhadap Struktur Mikro Paduan Zr8Mo-4Nb Hasil pengematan struktur mikro paduan Zr-8Mo-4Nb dengan perbesaran 100X dan
500X menggunakan mikroskop optik dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11. Berdasarkan Gambar 10 dan Gambar 11 dapat dilihat bahwa pada keempat sampel memiliki daerah dengan warna yang kurang lebih sama, sehingga dapat disimpulkan fasa yang terkandung di dalam ketiga sampel tersebut kurang lebih sama dengan sampel A124. Pada sampel A112 dengan temperatur sinter 1100oC dan waktu tahan 2 jam menunjukan terbentuknya fasa β-Zr dan Mo+Mo2Zr yang cukup banyak dan tersebar keseluruh bagian sampel. Sedangkan pada peningkatan temperatur dan waktu tahan sinter pada sampel A114, A122, dan A124 fasa β-Zr telah hilang dan fasa Mo+Mo2Zr terlihat lebih sedikit. Selain itu pada kedua variasi temperatur sinter dengan peningkatan waktu tahan sinter juga akan memberikan fenomena berkurangnya ukuran daerah pulau (hijau gelap) yang tersusun atas fasa α-Zr+β-Zr. Hilangnya fasa β-Zr dan berkurangnya fasa α-Zr+β-Zr dikarenakan dengan peningkatan temperatur sinter akan memberikan energi yang lebih besar untuk molibdenum berdifusi dan waktu tahan yang lebih lama akan memberikan waktu yang
Pengaruh temperatur..., Afif Basuki Setyo R, FT, 2014
17 lebih lama pula untuk molibdemun berdifusi kedalam β-Zr. Difusi molibdenum kedalam fasa β-Zr akan mementuk fasa baru yaitu α-Zr dan (Mo,Nb)2Zr. Hal ini ditunjukan dengan semakin besarya daerah matriks α-Zr berwarna putih dan munculnya (Mo,Nb)2Zr yaitu daerah berwarna biru disekitar batas butir. Dengan demikian perbedaan temperatur dan waktu sinter akan memperngaruhi perubahan struktur mikro padua Zr-8Mo-4Nb dengan meningkatan homogenisasi dari paduan yang membentuk fasa α-Zr dan (Mo,Nb)2Zr. 5.5
Pengaruh Temperatur dan Waktu Sinter terhadap Kekerasan Paduan Zr-8Mo4Nb Hasil pengujian kekerasan paduan Zr-8Mo-4Nb dapat dilihat pada Gambar 12. Dari
percobaan ini dapat dilihat bahwa peningkatan temperatur dan waktu sinter akan memberikan perubahan kekerasan dengan tren yang berbeda. Pada temperatur sinter 1100oC kenaikan waktu tahan sinter akan menurunkan kekerasan paduan yaitu (A112) 43,9 HRC menjadi (A114) 38,2 HRC. Sedangkan pada temperatur sinter 1200oC kenaikan waktu tahan sinter akan meningkatkan kekerasan dari (A122) 40,3 HRC menjadi (A124) 44,2 HRC. Hal serupa juga terjadi pada peningkatan temperatur sinter pada waktu tahan sinter yang sama. Peningkatan temperatur sinter pada waktu tahan 2 jam akan mengakibatkan penurunan kekerasan paduan, sedangkan pada waktu tahan 4 jam peninkatan temperatur sinter akan mengakibatkan peningkatan kekerasan paduan. Perbedaan nilai kekerasan paduan ini dikarenakan perbedaan nilai densitas, porositas, dan fasa yang terkandung dalam sampel. Pada umumnya semakin meningkatnya porositas paduan akan mengakibatkan penurunan kekerasan paduan. Sehingga mengacu dari hasil percobaan densitas dan porositas sampel, kenaikan temperatur sinter dan waktu tahan sinter akan meningkatkan kekerasan sampel. Namun pada percobaan ini menunjukan hasil yang berbeda. Perbedaan hasil percobaan dengan literatur lebih dikarenakan fasa yang terkandung dalam keempat paduan tersebut. Kekerasan yang tinggi pada paduan sampel A112 dikarenakan berdasarkan hasil XRD masih terdapat banyak oksida (ZrO2) yang ada pada permukaan sampel. 5.6
Sifat Bioaktivitas Paduan Pengujian ini dilakukan pada dua sampel dengan parameter paling rendah dan paling
tinggi yaitu A112 dan A124. Hasil pengujian menggunakan FTIR menunjukan adanya gugus yang sama yang terbentuk pada kedua sampel tersebut yaitu OH-, CO32-, dan PO43-. Terbentuknya gugus OH- dan PO43- menunjukan terbentuknya lapisan hidroksiapatit
Pengaruh temperatur..., Afif Basuki Setyo R, FT, 2014
18 (Ca10(PO4)6(OH)2) pada permukaan sampel, dimana kedua senyawa tersebut merupakan penyusun dari senyawa hidroksiapatit. Sementara itu terbentuknya gugus karbonat CO32berfungsi untuk mensubtitusi kekurangan ion kalsium yang terjadi pada hidroksiapatit biologis[15]. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa paduan Zr-8Mo-4Nb dapat digunakan untuk aplikasi biomaterial dan memiliki sifat bioaktivitas yang baik dengan membentuk lapisan hidroksiapatit.
6.
Kesimpulan
1.
Peningkatan temperatur sinter 1100oC hingga 1200oC dan waktu sinter 2 jam hingga 4 jam akan mengakibatkan peningkatan densitas dan menurunkan persen porositas paduan Zr-8Mo-4Nb.
2.
Peningkatan temperatur dan waktu sinter akan meningkatkan homegenisasi paduan akibat meningkatnya difusivitas paduan. Paduan dengan parameter sinter 1100oC dengan waktu tahan 2 jam menunjukan homogenisasi paling rendah dengan terdapatnya fasa β-Zr dan Mo + Mo2Zr yang tersebar keseluruh bagian paduan. Sedangkan dengan peningkatan waktu tahan sinter akan menghilangkan β-Zr dan Mo + Mo2Zr dan membentuk fasa α-Zr dan (Mo,Nb)2Zr.
3.
Peningkatan temperatur sinter dan waktu tahan sinter akan meningkatkan kekerasan paduan Zr-8Mo-4Nb. Peningkatan kekerasan dipengaruhi oleh densitas, porositas, dan fasa yang terbentuk pada paduan Zr-8Mo-4Nb.
4.
Pengujian SBF dan FTIR menunjukan terbentuknya lapisan Hidroksiapatit pada permukaan sampel dengan ditandai terbentuknya gugus OH-, CO32-, PO43-. Sehingga paduan Zr-8Mo-4Nb mempunyai sifat bioaktivitas yang baik.
5.
Dari hasil pengujian paduan Zr-8Mo-4Nb, parameter temperatur sinter 1200oC dan waktu tahan sinter 2 jam merupakan parameter yang sesuai untuk dilakukan proses fabrikasi. Hal ini dikarenakan hasil pada proses sinter ini memiliki densitas yang tinggi, porositas yang sedikit, struktur fasa yang lebih homogen, kekerasan yang tidak terlalu tinggi, bioaktivitas yang baik dan biaya yang lebih rendah untuk proses fabrikasi.
7.
Saran
1.
Untuk mengetahui sifat magnetic susceptibility paduan Zr-8Mo-4Nb perlu dilakukan pengujian VSM.
Pengaruh temperatur..., Afif Basuki Setyo R, FT, 2014
19 2.
Pengujian SBF dan FTIR perlu dilakukan pada semua sampel untuk memastikan terbentuknya lapisan Hidroksiapatit pada setiap parameter sinter.
8.
Referensi
1.
Cahyanto, Arief. Biomaterial. Makalah. Departement Ilmu dan Teknologi Material Kedokteran Gigi. Universitas Padjajaran. Bandung, 2009.
2.
Wong, Joyce Y and Bronzino, Joseph D. Biomaterials. Boca Raton, USA : CRC Press, 2007.
3.
Oh, Ik-Hyun, dkk. “Microstructures and Mechanical Properties of Porous Titanium Compacts Prepared by Powder Sintering”. Material Transactions 43:3 (2002): 443-446.
4.
Hakim, Fuad. Biomaterial Mampu Luruh Alami Fe-Mn-C Diproduksi Melalui Metalurgi Serbuk Ferromangan, Besi, dan Karbon dengan Perilaku Canai Dingin dan Re-Sinter. Skripsi, Program Sarjana Teknik UI, Depok, 2012.
5.
Bidhendi, H.R.A, and Pouranvari, M, Corrosion Study of Metallic Biomaterials in Simulated Body Fluid. Metalurgija-MJoM 17:1 (2011) : 13-22.
6.
Niinomi, Mitsuo., Nakai, Masai and Hieda, Junko. “Development of new metallic alloys for biomedical applications.” Acta Biomaterilia 8 (2012): 3888-3903.
7.
Hermawan, H, D. Ramdan, and J.R.P. Djuansjah, Biomedical Engineering - From Theory to Applications, in Metals for Biomedical Applications, Ed. R. Fazel-Rezai. In Tech, 2011.
8.
Nomura, N, dkk. “Effect of phase constitution of Zr-Nb alloys on their magnetic susceptibilities”. Material Transaction, 50:10 (2009): 2466-72.
9.
Niinomi, Mitsuo., Hanawa, Takao. and Takayuki Narushima. “Japanese Research and Development on Metallic Biomedical, Dental, and Healthcare Materials” JOM, 57:4 (2005) 18-24.
10.
Xia, Changqing., Gao, Xiaowei. and Li, Youngyong. “The 1100oC Isothermal Section of Nb-Mo-Zr ternary system”. Journal of Alloy and Compounds 419 (2006): 81-83.
11.
Kondo, Ryoto, dkk. “Microstructure and mechanical properties of as-cast Zr–Nb alloys”. Acta Biomaterialia 7 (2011): 4278–4284.
12.
Irawan, Vincent. Studi Pengaruh Komposisi Niobium Terhadap Paduan ZirconiumNiobium dengan Proses Metalurgi Serbuk Untuk Aplikasi Biomaterial. Skripsi, Program Sarjana Teknik UI, Depok, 2014.
Pengaruh temperatur..., Afif Basuki Setyo R, FT, 2014
20 13.
Suryana, R. dkk. “Proses Teknologi Pembuatan Paduan Logam Zirkonium (Zircaloy) dengan Metode Metalurgi Serbuk”. Prensentasi Ilmiah Daur Bahan Bakar Nuklir. OEBN-BATAN. Jakarta 18-19 Maret 1996
14.
Kokubo, dkk. “Solutions able to reproduce in vivo surface structure changes in bioactive glass-ceramic”. A-W. J. Biomed. Mater. 24 (1990) : 721-734
15.
Berzina, Liga. Natalija Borodajenko. Research of Calcium Phosphates Using Fourier Transform Infrared Spectroscopy. Infrared Spectrometry. Institute of General Chemical Engineering (2012) : 124:148.
Pengaruh temperatur..., Afif Basuki Setyo R, FT, 2014