PENGARUH PENAMBAHAN ASAM KARBOKSILAT PADA EKSTRAK KEMENYAN PUTIH (Styrax Benzoin D.) SEBAGAI INHIBITOR PEMBENTUKAN KERAK CaCO3 MENGGUNAKAN METODE UNSEEDED EXPERIMENT (Skripsi)
Oleh Khoirul Anwar
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF THE ADDITION OF CARBOXYLIC ACID ON THE EXTRACT OF WHITE KEMENYAN (Styrax Benzoin D.) AS AN INHIBITOR OF THE SCALE FORMATION USING UNSEEDED EXPERIMENT METHOD
By Khoirul Anwar
In this study, the addition of a white kemenyan extract and combination of white kemenyan, benzoid acid, and citric acid to inhibit the scale formation of calcium carbonate (CaCO3) have been done using unseeded experiment method with various growth concentrations of CaCO3 used 0.050; 0.075; 0.100 and 0.125 M, as well as inhibitor concentration added are 50, 150, 250, and 350 ppm at 90 oC. The weight of the CaCO3 crystal obtained decreased significantly after the addition inhibitor of the kemenyan extract and the combination. The CaCO3 crystals obtained from this experiment were analyzed using scanning electron microscopy (SEM) and particle size analizer (PSA). The SEM data obtained show that the CaCO3 crystals size with the presence of inhibitor is smaller than the CaCO3 crystals size without the addition of inhibitor. The PSA data of CaCO3 crystals also show that particle size distributions of CaCO3 crystals with the addition of inhibitor are smaller than particle size distributions of CaCO3 crystals without inhibitor. The optimum concentration of the inhibitor in inhibiting the formation of CaCO3 scale at the growth solution of 0.050 M is 350 ppm with the effectiveness of 56.21 %.
Keywords: CaCO3, scale, white kemenyan, scaling inhibitor.
ABSTRAK
PENGARUH PENAMBAHAN ASAM KARBOKSILAT PADA EKSTRAK KEMENYAN PUTIH (Styrax Benzoin D.) SEBAGAI INHIBITOR PEMBENTUKAN KERAK CaCO3 MENGGUNAKAN METODE UNSEEDED EXPERIMENT
Oleh Khoirul Anwar
Dalam penelitian ini dilakukan penambahan senyawa ekstrak kemenyan putih dan kombinasi dari ekstrak kemenyan putih, asam benzoat, dan asam sitrat untuk menghambat pembentukan kerak kalsium karbonat (CaCO3). Metode yang digunakan adalah dengan tanpa penambahan bibit kristal (unseeded experiment) dengan variasi konsentrasi larutan pertumbuhan CaCO3 yang digunakan sebesar 0,050; 0,075; 0,100 dan 0,125 M serta variasi konsentrasi inhibitor yang ditambahkan sebesar 50, 150, 250, dan 350 ppm pada temperatur 90 oC. Berat endapan kristal CaCO3 yang didapatkan mengalami penurunan yang signifikan setelah ditambahkan inhibitor ekstrak kemenyan dan inhibitor kombinasi. Kristal CaCO3 yang dihasilkan dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif menggunakan scanning electron microscope (SEM) menunjukkan bahwa permukaan kerak CaCO3 tanpa inhibitor lebih besar dan padat dibandingkan dengan penambahan inhibitor, analisis kuantitatif menggunakan particle size analyzer (PSA) menunjukkan bahwa distribusi ukuran partikel kerak CaCO3 menjadi lebih kecil dengan adanya penambahan inhibitor. Efektivitas tertinggi inhibitor dalam menghambat kerak CaCO3 diperoleh pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0,050 M dengan konsentrasi inhibitor sebesar 350 ppm yaitu sebesar 56,21 %.
Kata kunci : Kerak, CaCO3, kemenyan putih, unseeded experiment.
PENGARUH PENAMBAHAN ASAM KARBOKSILAT PADA EKSTRAK KEMENYAN PUTIH (Styrax Benzoin D.) SEBAGAI INHIBITOR PEMBENTUKAN KERAK CaCO3 MENGGUNAKAN METODE UNSEEDED EXPERIMENT Oleh KHOIRUL ANWAR
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Sains
Pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Kimia
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama lengkap Khoirul Anwar dilahirkan di Desa Bina Karya Sakti, Kec. Putra Rumbia, Kab. Lampung Tengah. Anak terakhir dari 6 bersaudara dari pasangan Bapak Sarimun dan Ibu Maryam (alm), menempuh pendidikan pertama kali pada tahun 2000 di SD N 1 Bina Karya Sakti hingga lulus tahun 2006, kemudian melanjutkan ke SMP N 2 Rumbia lulus pada tahun 2009, dan kembali menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di SMA N 1 Rumbia hingga lulus pada tahun 2012. Sebelum melanjutkan untuk kuliah, penulis berniat untuk mengikuti pendidikan militer di akademi militer Magelang. Tapi karena satu dan lain hal akhirnya mengurungkan niat untuk mengikuti pendidikan militer, kemudian Allah menuntunnya menuju kampus Universitas Lampung untuk melanjutkan jenjang S1 di jurusan Kimia FMIPA masuk melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur ujian tulis pada tahun 2012. Selama masa perkuliahan, penulias pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar dan Praktikum Kimia Anorganik 1. Selain aktif dalam perkuliahan, penulis juga aktif di beberapa organisasi diantaranya pernah menjadi Ketua Anggota Muda Garuda BEM FMIPA Unila 2012/2013, Kepala Biro Dana dan Usaha ROIS
FMIPA Unila 2013/2014, Ketua Hmpunan Mahasiswa Kimia 2014/2015, Gubernur BEM Fmipa Unila 2015/2016, dan Menteri Koordinator Eksternal BEM U KBM Unila 2016.
MOTTO
Jadilah seorang pembelajar, karena dengan belajar kita akan menjadi bisa, kalau kita serba bisa, kita tidak akan pernah kehabisan cara untuk menikmati hidup.
Khoirunnas ‘anfa’uhum linnas Kebermanfaatanmu bagi lingkunganmu, yang menjadikan hidupmu tidak akan pernah mati.
Dengan kerendahan hati dan mengharap Ridho Allah SWT. Kupersembahkan karya ini kepada :
Kedua orang tuaku yang telah membesarkan dan mendidikku selama ini, Kakak – kakakku yang selalu mendukung setiap langkahku, Dengan rasa hormat kepada Prof. Suharso dan Prof. DR Buhani, M. Si. Sahabat dan teman – teman yuang telah memberikan banyak warna dan pelajaran dalam hidupku, Guru guruku tanpa tanda jasa yang senantiasa membimbing dan membagi ilmu kepadaku Dan Almamater tercinta, Universitas Lampung.
SAN WACANA
Assalamualaikum. Wr. Wb Puji dan syukur kehadirat Allah azza wa jalla, Rabb semesta alam. Atas segala karunia dan kenikmatan yang tak terhitung, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Asam Karboksilat Pada Ekstrak Kemenyan Putih (Styrax Benzoin D.) sebagai Inhibitor Pembentukan Kerak CaCO3 Menggunakan Metode Unseeded Experiment” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
Shalawat teriring salam semoga selalu tercurah kepada baginda Rosulullah Muhammad SAW. Sebagai referensi terbaik umat dalam menjalankan kehidupan dunia untuk menyambut kehidupan kekal tiada akhir di akhirat. Semoga kita semua tergolong umatnya yang istiqomah mengikuti tuntunannya.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan berupa dukungan baik material maupun
spiritual dari awal penulis masuk kuliah hingga akhir menyelesaikan studi S1 yang ditandai dengan selesainya skripsi ini, terutama kepada : 1. Kedua orang tuaku tercintaIbu Maryam dan Bapak Sarimun.Begitu besar jasamu, yang tak pernah mampu kubalas dengan usaha sebesar apapun. meski ibu hanya melihat kelulusan ini di alam kubur, semoga Allah mengampuni dosa Ibu dan Bapak dan menemukan kita semua di SyurgaNya 2. Saudara – saudaraku, Umi Salamah, Nuruhim, Sri Rahayu, Siyamti, dan Siti Nuryanah, yang selalu memberikan dukungan dan pelajaran dalam hidup. Semoga Allah selalu membimbing dan merahmati kalian. 3. Prof. Suharso, Ph. D sebagai pembimbing akademik sekaligus pembimbinng I penelitian, yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan, dukungan, dan arahan dalam proses penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir. Semoga Allah membaas kebaikan Bapak dengan sebaik baik balasan. 4. Prof. Dr. Buhani, M. Si. Sebagai pembimbing II yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan, dukungan, dan arahan dalam proses penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir. Semoga Allah membaas kebaikan Ibu dengan sebaik baik balasan. 5. Dr. Agung Abadi Kiswandono sebagai pembahas skripsi, ya ng telah memberikan kritik dan saran dalam proses penyusunan skripsi. Semoga Allah memberikan sebaik baik balasan atas jasa bapak dalam proses perbaikan skripsi ini.
6. Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, MT. Sebagai Ketua Jurusan Kimia FMIPA Unila 7. Prof. Warsito, S. Si., D.E.A., Ph. D., sebagai Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. 8. Seluruh guru dan dosen yang telah mendidik dan memberikan banyak pelajaran hidup yang sangat berharga. Terkhusu Pak Eman Supriatman, yang banyak memberikan suntikan motivasi ketika SMA sampai akhirnya banyak pembelajaran bagi saya ketika duduk di bangku kuliah. 9. Partner kerja laboratorium, Aisyah, Nila, dan Reno. Dan semua personil Inorganic Chemistry. Terimakasih sudah membantu dan semoga Allah balas kebaikan kalian dengan sebaik baik balasan. 10. Sahabat - sahabat organisasi selama kuliah, yang kesemuanya telah terasa menjadi keluarga besar, mulai dari Garuda, HIMAKI, ROIS FMIPA Unila, BIROHMAH Unila, BEM FMIPA Unila, dan BEM U KBM Unila. Terimakasih telah memberikan banyak warna dan pelajaran dalam episode kehidupan saya. Mohon maaf atas segala khilaf, semoga Allah ampuni dosa – dosa kita dan istiqomahkan kita semua dalam kebaikan. 11. Sahabat – sahabat kental Rijal, Gurit, Ubay, Ahmad Nur, Havez, Agus, Rahmat, Adi cupu, Heru, Rio, Tri, Adit, . Thanks so much telah memberikan pelajaran dalam perjalanan hidup. 12. Sahabat dan teman – teman dari kecil sampai sekarang, yang gokil yang aneh yang tak dapat kusebutkan satu per satu, yang banyak memberikan warna dalam perjalanan hidup, terimakasih dan mohon maaf atas segala salahku. Semoga Allah kembali temukan kita di syurga.
13. Keluarga besar Kimia 2012, yang tak pernah lepas membersamai dalam setiap perkuliahan, membantu, dan memberikan semangat. Adi, Adit, Agus(adam), Ajeng, Ana, Arif, Welda, Arya, Atma, Imani, Ningrum, Deby, Derry, Dewi, Dwi, Diani, Edi, Eka, Elsa, Erlita, Fenti, Febita, Feby, Ferdinan, Fifi, Handri, Hiqi, Indah Wahyu, Indry, Intan, Ismi, Jeje, Jenny, Maul, Rijal, Nila, Dhona, Radius, Riandra, Rifki, Rio, Rizki putri, Ruli, Ruwai, Aisah, Sofian, Kamto, Dela, Syatira, Imah, Susi, Taskia, Debo, Tiara, Marital, Ulfa, Wiwin, Yepi, Yunsi, dan UBAY. Semoga kalian semua di mudahkan dalam karir, usaha, bisnis, dan membangun keluarga. Terimakasih atas semuanya. 14. Seluruh teman – teman kimia dari berbagai angkatan, baik senior maupun junior, terimakasih telah membimbing dan juga menjadi bahan pembelajran untuk saya selama kuliah. Semoga kita semua diberikan kemudahan oleh Allah SWT. 15. Seluruh civitas akademika Universitas Lampung
xv
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI…………………………………………………………………. xv DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… xviii DAFTAR TABEL……………………………………………………………. xx
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................................ 1 B. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 5 C. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Pengendapan Senyawa Anorganik pada Peralatan Industri ................. 7 B. Kerak ............................................................................................................... 7 C. Kalsium Karbonat (CaCO3) ............................................................................ 9 D. Faktor Pembentukan Kristal ............................................................................ 11 1.
Kristalisasi............................................................................................... 12
2.
Kelarutan Endapan .................................................................................. 13
3.
Derajat Lewat Jenuh (Supersaturasi) ...................................................... 14
E. Metode Pencegahan Terbentuknya Kerak CaCO3............................................................... 19 1.
Pengendalian pH ..................................................................................... 19
2.
Pelunakan dan Pembebasan Mineral Air ................................................ 20
3.
Penggunaan Inhibitor Kerak ................................................................... 20
F. Kemenyan Putih dan Kandungan di dalamnya ............................................... 23 G. Asam Sitrat ...................................................................................................... 26
xvi
H. Asam Benzoat ................................................................................................. 27 I. Analisis Menggunakan Unseeded Experiment,
J.
1.
Instrumentasi PSA (Sedigraf) ................................................................. 28
2.
Instrumentasi (SEM ) .............................................................................. 30
Analisis Menggunakan Instrumen Inframerah (IR) ....................................... 31
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................ 33 B. Alat dan Bahan ............................................................................................... 33 C. Prosedur Penelitian ........................................................................................ 34 1. Pembuatan Variasi Inhibitor...................................................................... 34 a. Pembuatan Inhibitor Ekstrak Kemenyan Putih (S. Benzoin D) ......... 34 b. Pembuatan Inhibitor Ekstrak Kemenyan Putih (S. Benzoin D), Dikombinasikan dengan Asam Benzoat dan Asam Sitrat.................. 34 2. Pengujian Ekstrak Kemenyan Putih dengan Tambahan Asam Benzoat dan Asam Sitrat sebagai Inhibitor dalam Pengendapan Kristal CaCO3 ...... 35 a. Penentuan Laju Pertumbuhan CaCO3 Tanpa Inhibitor pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda dengan Metode Unseeded Experiment ........................................................... 35 b. Penentuan Laju Pertumbuhan CaCO3 dengan Penambahan Inhibitor pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda dengan Metode Unseeded Experiment ........................................................... 36 3. Analisa Data .............................................................................................. 37 4. Diagram Alir Penelitian ............................................................................ 38
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kemenyan Putih dengan Spektrofotometer Inframerah (IR)...........39 B. Penentuan Laju Pertumbuhan CaCO3 Tanpa Penambahan Inhibitor dengan
Metode Unseeded Experiment.......................................................................41 C. Penentuan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 dengan Penambahan Inhibitor Menggunakan Metode Unseeded Experiment...............................................42 D. Karakterisasi Kerak CaCO3 Menggunakan SEM......................................... 55
xvii
E. Karakterisasi Kerak CaCO3 Menggunakan PSA.........................................58
F.
SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan .....................................................................................................60
B.
Saran ............................................................................................................61
LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Skema Umum Mekanisme Pembentukkan Deposit Kerak Air ....................... 11 2. Tahapan Kristalisasi ........................................................................................ 11 3. Diagram Temperatur-Konsentrasi (Supersaturasi) ......................................... 15 4. Reaksi Hidrolisis Polifosfat............................................................................. 23 5. Struktur Asam Sinamat ................................................................................... 24 6. Kemenyan Putih .............................................................................................. 25 7. Pohon Kemenyan ............................................................................................ 25 8. Struktur Asam Sitrat ........................................................................................ 26 9. Struktur Asam Benzoat ................................................................................... 27 10. Diagram Proses Fraksinasi Massa dalam Sedigraf ......................................... 29 11. Skema Bagan SEM ......................................................................................... 31 12. Diagam Alir Penelitian .................................................................................... 38 13. Spektrum IR Kemenyan Putih ........................................................................ 39 14. Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 Tanpa Inhibitor .......................................... 42 15. Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Inhibitor Ekstrak Kemenyan Putih pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0,050 M .............. 45 16. Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Inhibitor Ekstrak Kemenyan Putih pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0,075 M. ............. 45 17. Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Inhibitor Ekstrak Kemenyan Putih pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0,100 M. ............. 46 18. Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Inhibitor Ekstrak Kemenyan Putih pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0,125 M. ............. 46
xix
19. Perbandingan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 dengan Variasi Perbandingan Berat pada Konsentrasi Larutan 0,050 M dan Konsentrasi Inhibitor 350 ppm .......................................................................................... 50 20. Perbandingan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 dengan Variasi Perbandingan Berat pada Konsentrasi Larutan 0,075 M dan Konsentrasi Inhibitor 350 ppm .......................................................................................... 50 21. Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Inhibitor Kombinasi pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0,050 M. ................................................. 52 22. Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Inhibitor Kombinasi pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0,075 M. ................................................. 52 23. Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Inhibitor Kombinasi pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0,100 M. ................................................. 53 24. Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Inhibitor Kombinasi pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0,125 M. ................................................. 53 25. Morfologi Kerak CaCO3 pada Konsentrasi 0,050 M . .................................... 55 26. Hasil Karakterisasi PSA dengan Konsentrasi 0,050 M .................................. 58
xx
DAFTAR TABEL
Tabel 1..................................................................................................................16 Tabel 2..................................................................................................................40 Tabel 3..................................................................................................................44 Tabel 4..................................................................................................................48 Tabel 5..................................................................................................................51 Tabel 6..................................................................................................................51 Tabel 7..................................................................................................................54
1
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Salah satu permasalahan yang sering ditemui dalam industri kimia adalah pembentukan kerak (scaling) pada peralatan instalasi pipa industri. Pembentukan kerak, umumnya banyak ditemui dalam industri kimia yang melibatkan proses destilasi, industri yang menggunakan ketel, serta industri minyak dan gas yang banyak menggunakan peralatan pipa dalam proses kerjanya (Badr and Yassin, 2007 ; Lestari, 2000). Selain itu pembentukan kerak juga dapat terjadi pada alat – alat kondensor, pendingin, dan penukar panas (Ahmadi and Steinhagen, 2007). Perusahan minyak di Indonesia (Pertamina, Tbk) menghabiskan sekitar 6-7 juta dolar untuk mengganti pipa pada bagian geotermal setiap 10 tahun sekali hanya untuk mengatasi masalah kerak (Suharso dan Buhani, 2011). Sehingga permasalahan kerak ini dianggap sebagai masalah yang serius untuk diatasi agar dapat mengurangi dampak kerugian materi dari berbagai perusahan dan industri yang ada di belahan dunia.
Kerak adalah suatu deposit keras dari senyawa anorganik yang sebagian besar terjadi pada permukaan peralatan penukar panas yang disebabkan oleh partikel mineral dalam air (Bhatia, 2003 ). Penyebab terbentuknya endapan kerak pada
2
pipa-pipa di industri adalah terdapatnya senyawa-senyawa pembentuk kerak dalam air dengan jumlah yang melebihi kelarutannya pada keadaan kesetimbangan sehingga terbentuk kristal. Kristal tersebut akan memperkecil diameter dan menghambat aliran fluida pada sistem pipa. Terganggunya aliran fluida menyebabkan tekanan semakin tinggi sehingga menyebabkan pipa mengalami kerusakan, selain itu terganggunya aliran fluida juga menyebabkan perpindahan panas terhambat dan apabila tidak segera diatasi akan terjadi overheating (Asnawati, 2001). Kerak juga dapat terjadi pada industri perminyakan misal pada lubang sumur, rangkaian pompa dalam sumur, casing, flow line, manifold, separator, tangki, dan peralatan produksi lainnya (Syahri dan Sugiharto, 2008).
Proses pengerakkan terjadi secara alami yang diakibatkan oleh adanya reaksi kimia antara kandungan-kandungan zat yang tidak dikehendaki yang terdapat dalam air. Kandungan yang dimaksudkan meliputi alkalin, kalsium, klorid, sulfat, nitrat, besi, seng, tembaga, phosphat, dan aluminium. Pembentukkan kerak pada dasarnya merupakan fenomena pengkristalan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor tersebut diantaranya kondisi larutan lewat jenuh, laju alir, temperatur, dan kehadiran pengotor zat aditif (Muryanto dkk., 2012). Adapun komponen-komponen kerak yang sering dijumpai pada peralatan industri yaitu kalsium karbonat (CaCO3), kalsium dan seng fosfat, kalsium sulfat (CaSO4), serta silika dan magnesium silikat (Lestari dkk., 2004).
3
Metode untuk mengontrol pembentukan kerak telah banyak dilakukan, seperti pelunakan dan pembebasan mineral, akan tetapi cara ini kurang efektif karena penggunaan air bebas mineral dalam industri membutuhkan biaya yang cukup besar (Halimatuddahliana, 2003). Metode lain yang biasa digunakan yakni dengan mengendalikan pH larutan. Rentang pH yang efektif untuk mencegah pengendapan kerak adalah 6,5 sampai 8,0. Namun menghilangkan kerak menggunakan asam dengan konsentrasi tinggi juga kurang efektif karena dapat meningkatkan laju korosi dan konduktivitas serta penanganannya cukup berbahaya (Lestari, 2008). Metode yang paling efektif untuk menghambat laju pertumbuhan kerak yang sedang dikembangkan adalah dengan menginjeksikan bahan-bahan kimia pencegah kerak (scale inhibitor) ke dalam airformasi (Cowan, 1976). Metode pencegahan pembentukkan kerak dengan inhibitor terus dikembangkan karena lebih efektif, murah, dan aman. Menurut penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bahwa asam tanat (tannin) yang terdapat pada tanaman seperti kulit buah manggis dengan kandungan tannin sebesar 16,8% mampu menghambat laju pertumbuhan kerak Kalsium Karbonat (CaCO3) (Antika, 2015). Selain itu, Hamdona dan Hamza (2009) menggunakan asam turunan orto fosfat dan polifosfat sebagai inhibitor CaSO4 dan memanfaatkan etilendiamintetraasetat sebagai inhibitor pertumbuhan deposit CaSO4. Aditif yang efektif dengan konsentrasi yang sangat kecil dalam satuan ppm mengadsorbsi ke dalam inti untuk memperlambat pertumbuhan kristal dengan cara menggantikan SO42- dan mengikat Ca2+ (Suharso dan Buhani, 2011).
4
Pada umumnya, inhibitor kerak adalah bahan kimia yang menghentikan atau mencegah terbentuknya kerak bila ditambahkan pada konsentrasi yang kecil pada air (Halimatuddahliana, 2003). Pada penelitian sebelumnya (Aisah, 2016) senyawa yang digunakan sebagai inhibitor adalah ekstrak gambir dan kemenyan putih. Ekstrak gambir memiliki kandungan tannin yang tinggi yaitu mencapai 70% dan mengandung senyawa lain seperti katekin, kuersetin, floresin, dan lilin (Bakhtiar, 1991; Suherdi, 1991). Oleh karena itu pada penelitian tersebut ekstrak gambir dikombinasikan dengan ekstrak kemenyan putih yang memiliki kandungan asam benzoat 2-3 % yang mampu menjadi inhibitor sekaligus sebagai pengawet alami tanpa mempengaruhi kerja inhibitor untuk menghambat kerak (Sthal, 1985). Sebagai pembanding, penggunaan konsentrasi larutan pertumbuhan 0,5 M dengan menggunakan konsentrasi inhibitor perbandingan antara gambir ; kemenyan putih ; asam benzoat ; asam sitrat (9;11;9;9) diperoleh efektifitas tertinggi sebesar 64,34 % (Aisah, 2016).
Penelitian ini difokuskan pada penggunaan senyawa ekstrak kemenyan putih dan aditif golongan karboksilat sebagai inhibitor pertumbuhan kerak CaCO3. Selain itu penelitian ini juga berguna untuk mempelajari senyawa – senyawa kimia yang terdapat di alam yang dapat menghambat terjadinya pertumbuhan kerak, yaitu senyawa ekstrak kemenyan putih yang telah digunakan sebagai inhibitor pertumbuhan kerak dengan metode unseeded experiment. Penambahan asam karboksilat pada ekstrak kemenyan putih bertujuan untuk menguji apakah asam karboksilat tersebut memiliki pengaruh besar pada
5
penghambatan inhibitor ekstrak kemenyan putih terhadap pertumbuhan kerak CaCO3. Asam karboksilat yang dimaksud adalah asam benzoat dan asam sitrat. Keefektifan inhibitor ekstrak kemenyan putih dan senyawa aditif karboksilat dengan metode unseeded experiment untuk menghambat pertumbuhan kerak CaCO3 diketahui berdasarkan analisis data berat endapan yang terbentuk dan untuk melihat perubahan morfologi akibat penambahan aditif dilakukan analisis kristal CaCO3 menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM). Kemudian untuk mengetahui rata – rata ukuran partikel sebelum dan sesudah penambahan aditif diukur menggunakan Particel Size Analyzer (PSA).
B. Tujuan Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Mempelajari pengaruh penambahan ekstrak kemenyan putih yang dikombinasikan dengan asam benzoat dan asam sitrat sebagai inhibitor kerak kalsium karbonat (CaCO3) pada variasi konsentrasi yang berbeda. 2. Mengetahui keefektifan ekstrak kemenyan putih yang dikombinasikan dengan asam benzoat dan asam sitrat sebagai inhibitor kerak kalsium karbonat (CaCO3) dengan menggunakan metode unseeded experiment melalui analisis data.
C. Manfaat Penelitian Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kemampuan dari ekstrak kemenyan yang telah
6
dikombinasikan dengan asam benzoat dan asam sitrat dalam menghambat pertumbuhan kerak CaCO3 untuk kemudian dapat dikembangkan menjadi inhibitor kerak yang lebih efektif agar dapat dimanfaatkan untuk mencegah pembentukan kerak pada pipa/peralatan industri, sehingga dapat mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh pembentukan kerak tersebut. Selain itu, juga dapat meningkatkan efisiensi pengeluaran modal pada perusahaan – perusahaan minyak untuk mengganti pipanya setiap sepuluh tahun.
7
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Proses Pengendapan Senyawa Anorganik pada Peralatan Industri
Dalam dunia industri, sering terjadi proses pengendapan senyawa-senyawa anorganik pada instrumen yang digunakan. Hal ini dirasa menjadi permasalahan baru bagi para pengembang industri kimia khususnya industri yang proses kerjanya melibatkan air garam seperti proses desalinasi, ketel, serta industri minyak dan gas yang banyak berkembang di Indonesia maupun dunia. Hal ini disebabkan karena terdapatnya unsur-unsur anorganik pembentuk kerak seperti logam kalsium dalam jumlah yang melebihi kelarutannya pada keadaan kesetimbangan. Sehingga terakumulasinya endapan-endapan dari senyawa anorganik tersebut dapat menimbulkan masalah seperti kerak (Weijnen et al.,1983 ; Maley, 1999).
B. Kerak
Kerak didefinisikan sebagai suatu deposit dari senyawa-senyawa anorganik yang terendapkan dan membentuk timbunan kristal pada permukaan suatu substansi (Kemmer, 1979). Selain itu, kerak juga dapat terbentuk karena campuran air yang digunakan tidak sesuai. Campuran air tersebut tidak sesuai jika air berinteraksi secara kimia dan mineralnya mengendap jika
8
dicampurkan. Contoh tipe air yang tidak sesuai adalah air laut dengan konsentrasi SO42- tinggi dan konsentrasi Ca2+ rendah dan air formasi dengan konsentrasi SO42- sangat rendah tetapi konsentrasi Ca2+ tinggi. Campuran air ini menyebabkan terbentuknya endapan CaSO4 (Badr and Yassin, 2007). Kerak terbentuk karena tercapainya keadaan larutan lewat jenuh, dalam keadaan larutan lewat jenuh beberapa molekul akan bergabung membentuk inti kristal. Inti kristal ini akan terlarut kembali jika ukurannya lebih kecil dari ukuran partikel kritis sementara itu kristal-kristal akan berkembang bila ukurannya lebih besar dari partikel kritis. Apabila ukuran inti kristal menjadi lebih besar dari inti kritis, maka akan mulailah pertumbuhan kristal, dari kristal kecil membentuk kristal dengan ukuran yang lebih besar (penebalan lapisan kerak). Kristal-kristal yang terbentuk mempunyai muatan ion lebih rendah dan cenderung untuk menggumpal sehingga terbentuklah kerak (Lestari, 2008; Hasson and Semiat, 2005).
Menurut Lestari (2008), komponen khas kerak yang sering dijumpai adalah sebagai berikut : i.
Kalsium sulfat (CaSO4),
ii.
Kalsium karbonat (CaCO3: turunan dari kalsium bikarbonat),
iii.
Kalsium dan Seng fosfat,
iv.
Kalsium fosfat, sejumlah besar Kalsium dan Ortofosfat,
v.
Silika dengan konsentrasi tinggi,
vi.
Besi dioksida, senyawa yang disebabkan oleh kurangnya kontrol korosi atau berasal dari besi yang teroksidasi,
9
vii.
Besi fosfat, senyawa yang disebabkan karena pembentukkan lapisan film dari inhibitor fosfat,
viii.
Mangan dioksida, mangan teroksidasi tingkat tinggi,
ix.
Magnesium silika, silika dan magnesium pada konsentrasi tinggi dengan pH tinggi,
x.
Magnesium karbonat, magnesium dengan konsentrasi tinggi dan pH tinggi.
C. Kalsium Karbonat (CaCO3) Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan suatu zat padat putih, tak berbau, tak berasa, terurai pada 825 0C, tak beracun, larut dalam asam dengan melepas CO2, dapat dijumpai di alam sebagai kalsit, napal, aragonit, travertin, marmer, batu gamping, serta kapur, selain itu CaCO3 juga ditemukan bersama mineral dolomit (CaCO3.MgCO3). Benar-benar tidak larut dalam air (hanya beberapa bagian per juta), kristalnya berwujud rombik/rombohedral yang dapat dimanfaatkan sebagai obat penawar asam dalam pasta gigi, cat putih, pembersih, bahan pengisi kertas, semen, kaca, dan plastik. Kalsium karbonat (CaCO3) dibuat dari reaksi CaCl2 + Na2CO3 `dalam air, atau melewatkan CO2 melalui suspensi Ca(OH)2 dalam air yang murni. Senyawa CaCO3 dapat dihasilkan dengan metode Richard dan Honischmidt dengan cara larutan Ca(NO3) diasamkan sedikit dengan HNO3, kemudian dicampurkan dengan Ca(OH)2 cair yang sedikit berlebih untuk mengendapkan sebagian besar Fe(OH)3 dan Mg(OH)2. Impuritas berupa garam-garam Ba, Sr, dan Mg dapat dihilangkan dengan cara rekristalisasi nitratnya berulang kali. Amonium
10
karbonat yang dibutuhkan untuk mengendapkan karbonatnya bisa dimurnikan lewat distilasi dari air (Arsyad, 2001).
Kalsium karbonat (CaCO3) berupa endapan amorf putih terbentuk dari reaksi antara ion kalsium (Ca2+) dalam bentuk CaCl2 dengan ion karbonat (CO32-) dalam bentuk Na2CO3. Ca2+ + CO32-
CaCO3
Karbonat dari kalsium tidak larut dalam air dan hasil kali kelarutannya menurun dengan naiknya ukuran Ca2+ (Cotton and Wilkinson, 1989). Kelarutan CaCO3 yang sedikit dapat terbentuk jika larutan lewat jenuh dalam tempat pengolahannya terjadi kesetimbangan kimia dengan lingkungannya pada tekanan dan temperatur yang sebenarnya. Kesetimbangan CaCO3 dapat diganggu dengan pengurangan gas CO2 dari aliran selama proses produksi berlangsung. Ini akan mengakibatkan pengendapan sehingga terbentuk kerak. Pengendapan CaCO3 dapat dihasilkan dari reaksi sebagai berikut : CO2 + 2 OHCa(OH)2
CO32- + H2O Ca2+ + 2 OH-
Ca2+ + CO32-
CaCO3 (Zhang et al., 2002).
Pembentukkan kerak juga dapat terjadi dengan gugus hidroksil : Ca2+ + HCO3Ca2+ + HCO3- + OH-
CaCO3 + H+ CaCO3 + H2O
Reaksi ini biasanya terjadi pada gugus karboksilat yang memiliki ikatan hidroksil dan ion OH- dalam senyawanya, contohnya adalah senyawa asam sitrat (Chaussamier, 2014)
11
PADATAN TERSUSPENSI
MINERAL DAPAT LARUT
AIR
PELARUT Parameter yang mengontrol :
LEWAT JENUH waktu, suhu, tekanan, pH, faktor lingkungan, ukuran partikel, dan kecepatan pengadukan PENGENDAPAN DAN PEMADATAN
PERTUMBUHAN KRISTAL
KERAK
Gambar 1. Skema umum mekanisme pembentukan deposit kerak.
Penjelasan sederhana pembentukkan kerak (kristalisasi) ditunjukkan pada Gambar 2. Kristal
Kelompok
Penataan
Tumbuh
Gambar 2. Tahapan kristalisasi (Zeiher and Williams, 2003).
D. Faktor Pembentuk Kristal
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor penting, yaitu laju pembentukkan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan
12
kristal. Laju pembentukkan inti dapat dinyatakan dengan jumlah inti yang terbentuk dalam satuan waktu. Jika laju pembentukkan inti tinggi, banyak sekali kristal yang akan terbentuk yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukkan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Semakin tinggi derajat lewat jenuh maka semakin besar kemungkinan untuk membentuk inti baru sehingga akan semakin besar laju pembentukkan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor penting lainnya yang akan mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Semakin tinggi laju pertumbuhan maka kristal yang terbentuk akan besar. Laju pertumbuhan kristal juga tergantung pada derajat lewat jenuh (Svehla, 1990). Berikut ini adalah beberapa faktor pembentukkan kristal 1. Kristalisasi Menurut Brown (1978) kristalisasi adalah suatu proses pembentukkan kristal dari larutannya dan kristal yang dihasilkan dapat dipisahkan secara mekanik. Pertumbuhan kristal dapat terjadi bila konsentrasi suatu zat terlarut dalam larutannya melewati kadar kelarutan lewat jenuhnya pada suhu tertentu. Kondisi kelarutan lewat jenuh dapat diperoleh dengan jalan pendinginan larutan pekat panas, penguapan larutan encer, kombinasi proses penguapan dan pendinginan, dan dengan penambahan zat lain untuk menurunkan kelarutannya. Kristalisasi memiliki dua tahap proses, yaitu tahap pembentukkan inti yang merupakan tahap mulai terbentuknyaa zat padat baru, dan tahap pertumbuhan kristal yang merupakan tahap inti
13
zat padat yang baru terbentuk mengalami pertumbuhan menjadi kristal yang lebih besar. 2. Kelarutan Endapan Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat dari larutan. Endapan mungkin berupa kristal atau koloid, dan dapat dikeluarkan dari larutan dengan cara penyaringan. Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan (S) suatu endapan, menurut definisi adalah sama dengan konsentrasi molar dari larutan jenuhnya. Kelarutan tergantung berbagai kondisi, seperti temperatur, tekanan, konsentrasi, bahan-bahan lain dalam larutan itu dan pada komposisi pelarutnya. Kelarutan tergantung juga pada sifat dan konsentrasi zat-zat lain, terutama ion-ion dalam campuran itu. Ada perbedaan yang besar antara efek dari ion sejenis dan ion asing. Ion sejenis adalah suatu ion yang juga merupakan salah satu bahan endapan. Umumnya dapat dikatakan bahwa suatu endapan berkurang banyak sekali jika salah satu ion sejenis terdapat dalam jumlah berlebihan, meskipun efek ini mungkin diimbangi dengan pembentukkan suatu kompleks yang dapat larut dengan ion sejenis yang berlebihan itu. Dengan adanya ion asing, kelarutan endapan bertambah, tetapi pertambahan ini umumnya sedikit, kecuali jika terjadi reaksi kimia (seperti pembentukkan kompleks atau reaksi asam-basa) antara endapan dan ion asing, pertambahan kelarutannya menjadi lebih besar. Hasil kali kelarutan memungkinkan kita untuk menerangkan dan juga memperkirakan reaksi-reaksi pengendapan. Hasil kali kelarutan dalam keadaan sebenarnya merupakan nilai akhir yang
14
dicapai oleh hasil kali ion ketika kesetimbangan tercapai antara fase padat dari garam yang hanya sedikit larut dalam larutan itu. Jika hasil kali ion berbeda dengan hasil kali kelarutan, maka sistem itu akan berusaha menyesuaikan, sehingga hasil kali ion mencapai nilai hasil kali kelarutan. Jadi, jika hasil kali ion dengan sengaja dibuat lebih besar dari hasil kali kelarutan, penyesuaian oleh sistem mengakibatkan mengendapnya garam larutan. Sebaliknya, jika hasil kali ion dibuat lebih kecil dari hasil kali kelarutan, kesetimbangan dalam sistem dicapai kembali dengan melarutnya sebagian garam padat ke dalam larutan. Hasil kali kelarutan menentukan keadaaan kesetimbangan, tetapi tidak memberikan informasi tentang laju ketika kesetimbangan itu terjadi. Sesungguhnya, kelebihan zat pengendap yang terlalu banyak dapat mengakibatkan sebagian endapan melarut kembali, sebagai akibat bertambahnya efek garam atau akibat pembentukkan ion kompleks. Dalam hal ini hasil kali kelarutan dari kalsium sulfat pada suhu ruang sebesar 2,3 x 10-4 mol/L (Svehla, 1990). 3. Derajat Lewat-Jenuh (Supersaturasi) Larutan lewat jenuh (Gambar 3) adalah larutan yang mengandung zat terlarut lebih besar daripada yang dibutuhkan pada sistem kesetimbangan larutan jenuh. Kondisi kelarutan lewat jenuh dapat diperoleh dengan jalan pendinginan larutan pekat panas, penguapan larutan encer, kombinasi proses penguapan dan pendinginan serta dengan penambahan zat lain untuk menurunkan kelarutannya.
15
Gambar 3. Diagram temperatur – konsentrasi. Garis tebal adalah kelarutan normal untuk zat terlarut dalam pelarut. Garis putus-putus adalah kurva lewat jenuh, posisinya dalam diagram tergantung pada zat-zat pengotor. Pada diagram gambar 3, kondisi kelarutan dibagi dalam tiga bagian yaitu daerah stabil, metastabil, dan daerah labil. Daerah stabil adalah daerah larutan yang tidak mengalami kristalisasi. Daerah yang memungkinkan terjadinya kristalisasi tidak spontan adalah daerah metastabil, sedangkan daerah labil adalah daerah yang memungkinkan terjadinya kristalisasi secara spontan.
Pada diagram temperatur – konsentrasi, jika suatu larutan yang terletak pada titik A dan didinginkan tanpa kehilangan volume pelarut (garis ABC), maka pembentukkan inti secara spontan tidak akan terjadi sampai kondisi C tercapai. Larutan lewat jenuh dapat juga tercapai dengan mengurangi sejumlah volume palarut dari pelarutnya dengan proses penguapan. Hal ini ditunjukkan dengan garis ADE, yaitu jika larutan pada titik A diuapkan pada temperatur konstan (Wafiroh, 1995).
16
Harga supersaturasi (s) dari suatu larutan merupakan fungsi dari hasil kali kelarutan (Ksp) dan konsentrasi ion Ca2+ dan CO32- dalam larutan dijelaskan dalam persamaan berikut ini :
Harga Ksp CaCO3 kalsit pada suhu 25°C adalah 8,710-9 sedangkan konsentrasi (CO32-) dapat dihitung dengan persamaan berikut ini : (CO32-) = 5,610-11 (HCO3-)/10-pH (Knez, 2005)
Pembentukan inti (nuklei) CaCO3 secara spontan dilarutan (homogenuos nucleation) membutuhkan harga supersaturasi s= kritis= 40 dan di permukaan (deposit) s= kritis= 20, dimana presipitasi baru mulai terjadi pada pH 8,5 untuk konsentrasi CaCO3 sebesar 400 ppm (Fathi et al., 2006). Harga supersaturasi (s) dari model larutan CaCO3 merupakan fungsi konsentrasi CaCO3 terlarut dan pH larutan seperti yang diberikan pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai supersaturasi (s) pada beberapa tingkat kesadahan dan pH pada suhu 25°C (Fathi et al., 2006).
Supersaturasi (s) Kesadahan (ppm CaCO3)
pH 5,7
pH 6,0
pH 7,0
pH 7,5
300
0,05
0,18
1,32
6,1
400
0,15
0,32
3,2
10,11
500
0,23
0,47
4,72
14,93
17
Presipitasi CaCO3 menggunakan larutan CaCO3 ini berjalan sangat lambat karena terjadi pada supersaturasi rendah (pH 6-8). Peneliti sebelumnya telah melakukan beberapa cara untuk mempercepat proses presipitasi CaCO3 yaitu dengan menaikkan suhu (Saksono dkk., 2007), menaikkan pH dan degassing gas CO2 dengan N2 (Fathi et al., 2006). Larutan CaCO3 didapat dengan melarutkan CaCO3 bubuk dalam air dan mengalirkan gelembung gas CO2. Larutan CaCO3 yang dihasilkan bersifat asam (pH: 5,5- 6,5) dan akan meningkat mendekati pH iso-elektrik kalsit yaitu sekitar 8,4 seiring dengan meningkatnya kejenuhan larutan CaCO3. Model larutan lain yang digunakan oleh banyak peneliti dalam mengamati presipitasi CaCO3 adalah dengan mencampurkan larutan Na2CO3 dan CaCl2 dengan reaksi sebagai berikut : Na2CO3
2Na+ + CO32-
CaCl2
Ca2+ + 2Cl-
Ca2+ + CO32-
CaCO3 (Higashitani et al., 1993).
Proses pembentukan CaCO3 dengan model larutan ini berjalan cepat karena harga supersaturasi (s) yang jauh lebih tinggi dibanding model larutan CaCO3. Campuran larutan yang dihasilkan bersifat basa (pH: 1011) dan akan menurun mendekati pH iso-elektrik kalsit yaitu sekitar 8,4 seiring dengan meningkatnya jumlah CaCO3 yang terbentuk dan di dalam sistem larutan karbonat terdapat kesetimbangan antara CO2, ion CO32(karbonat) dan HCO3ˉ (bikarbonat)
18
Menurut Lestari (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya kerak antara lain yaitu : 1. Kualitas Air Pembentukkan kerak dipengaruhi oleh konsentrasi komponenkomponen pembentuk kerak (kesadahan kalsium, konsentrasi fosfat), pH, dan konsentrasi bahan penghambat kerak dalam air. 2. Temperatur Air Pada umumnya komponen pembentuk kerak cenderung mengendap atau menempel sebagai kerak pada temperatur tinggi. Hal ini disebabkan karena kelarutannya menurun dengan naiknya temperatur. Laju pengerakan mulai meningkat pada temperatur air 50 oC atau lebih dan kadang-kadang kerak terbentuk pada temperatur air diatas 60 oC. 3. Laju Alir Air Laju pembentukkan kerak akan meningkat dengan turunnya laju alir sistem. Dalam kondisi tanpa pemakaian penghambat kerak, pada sistem dengan laju alir 0,6 m/detik maka laju pembentukkan kerak hanya seperlima dibanding pada laju alir air 0,2 m /detik. Menurut Halimatuddahliana (2003), beberapa reaksi yang menunjukkan terbentuknya endapan (deposit) antara lain: 1. CaCl2 + Na2SO4
CaSO4 + 2 NaCl
Kalsium sulfat terdapat dalam air terkontaminasi 2. BaCl2 + Na2SO4
BaSO4 + 2 NaCl
Barium sulfat terdapat dalam air terkontaminasi 3. CaCO3 + CO2 + H2O
Ca(HCO3)2
19
Kalsium karbonat terdapat dalam air terkontaminasi karena penurunan tekanan, panas dan agitasi (pengadukan). Berikut ini adalah tiga prinsip mekanisme pembentukkan kerak (Badr and Yassin, 2007) : 1. Campuran dua air garam yang tidak sesuai (umumnya air formasi mengandung banyak kation seperti kalsium, barium, dan stronsium, bercampur dengan sulfat yang banyak terdapat dalam air laut, menghasilkan kerak sulfat seperti CaSO4) Ca2+ (atau Sr2+ atau Ba2+) + SO42-
CaSO4 (atau SrSO4
atau BaSO4) 2. Penurunan tekanan dan kenaikan temperatur air garam, yang akan menurunkan kelarutan garam (umumnya mineral yang paling banyak mengendap adalah kerak karbonat seperti CaCO3 + Ca(HCO3)2
CaCO3 + CO2 + H2O
3. Penguapan air garam, menghasilkan peningkatan konsentrasi garam melebihi batas kelarutan dan membentuk endapan garam.
E. Metode pencegahan terbentuknya kerak CaCO3 Beberapa metode yang digunakan untuk mencegah terbentuknya kerak kalsium sulfat pada peralatan-peralatan industri adalah sebagai berikut : 1. Pengendalian pH Pengendalian pH dengan penginjeksian asam (asam sulfat atau asam klorida) telah lama diterapkan untuk mencegah pengerakan oleh garamgaram kalsium, garam logam bivalen dan garam fosfat. Kelarutan bahan
20
pembentukkan kerak biasanya meningkat pada pH yang lebih rendah. Pada pH 6,5 atau kurang, korosi pada baja karbon, tembaga dan paduan tembaga dengan cepat akan berlangsung dan pH efektif untuk mencegah pengendapan kerak hanyalah pada pH 7,0 sampai 7,5. Oleh karena itu, suatu sistem otomatis penginjeksian asam diperlukan untuk mengendalikan pH secara tepat. Lagi pula, asam sulfat dan asam klorida mempunyai tingkat bahaya yang cukup tinggi dalam penanganannya. 2. Pelunakkan dan pembebasan mineral air Untuk mencegah terjadinya kerak pada air yang mengandung kesadahan tinggi (± 250 ppm CaCO3) perlu adanya pelunakan dengan menggunakan kapur dan soda abu (pengolahan kapur dingin). Masalah kerak tidak akan dijumpai jika yang digunakan adalah air bebas mineral karena seluruh garam-garam terlarut dapat dihilangkan. Oleh karena itu, pemakaian air bebas mineral merupakan metode yang tepat untuk menghambat kerak di dalam suatu sistem dengan pembebanan panas tinggi dimana pengolahan konvensional dengan bahan penghambat kerak tidak berhasil. Namun penggunaan air bebas mineral dalam industry - industri besar membutuhkan biaya yang cukup tinggi sehingga dapat menurunkan efisiensi kerja (Lestari dkk., 2004).
3. Penggunaan inhibitor kerak Pada umumnya, inhibitor kerak adalah bahan kimia yang menghentikan atau mencegah terbentuknya kerak bila ditambahkan pada konsentrasi yang kecil pada air (Halimatuddahliana, 2003). Penggunaan bahan kimia
21
ini sangat menarik, karena dengan dosis yang sangat rendah dapat mencukupi untuk mencegah pertumbuhan kerak dalam periode yang sangat lama (Cowan, 1976). Salah satu prinsip kerja dari scale inhibitor yaitu pembentukkan senyawa kompleks (kelat) antara inhibitor kerak dengan unsur-unsur pembentuk kerak. Senyawa kompleks yang terbentuk larut dalam air sehingga menutup kemungkinan pertumbuhan kristal yang besar (Patton, 1981). Biasanya, penggunaan bahan kimia tambahan untuk mencegah pembentukkan kerak didukung dengan penggunaan bola-bola spons untuk membersihkan secara mekanis permukaan bagian dalam pipa. Terdapat beberapa syarat-syarat yang harus dimiliki senyawa kimia sebagai inhibitor kerak yaitu : 1. Inhibitor kerak harus menunjukkan kestabilan termal yang cukup dan efektif untuk mencegah terbentuknya air sadah dari pembentukkan kerak. 2. Inhibitor kerak harus dapat merusak struktur kristal dan padatan tersuspensi lain yang mungkin akan terbentuk. 3. Inhibitor kerak juga harus memiliki tingkat keamanan yang tinggi dalam penggunaannya sehingga tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi lingkungan sekitar (Al-Deffeeri, 2006).
Mekanisme kerja inhibitor kerak terbagi menjadi dua, yaitu : 1. Inhibitor kerak dapat teradsorpsi pada permukaan kristal kerak pada saat mulai terbentuk. Inhibitor merupakan kristal yang besar yang
22
dapat menutupi kristal yang kecil dan menghalangi pertumbuhan selanjutnya. 2. Dalam banyak hal bahan kimia dapat dengan mudah mencegah menempelnya suatu partikel-partikel pada permukaan padatan (Suharso dkk., 2009).
Pada umumnya inhibitor kerak yang digunakan di ladang-ladang minyak atau pada peralatan industri dibagi menjadi dua macam yaitu inhibitor kerak anorganik dan inhibitor kerak organik. Senyawa anorganik fosfat yang umum digunakan sebagai inhibitor adalah kondesat fosfat dan dehidrat fosfat. Pada dasarnya bahan-bahan kimia ini mengandung grup P-O-P dan cenderung untuk melekat pada permukaan kristal. Sedangkan inhibitor kerak organik yang biasa digunakan adalah organofosfonat, organofosfat ester dan polimer-polimer organik. Inhibitor kerak yang pernah digunakan yaitu polimer-polimer yang larut dalam air dan senyawa fosfonat (Asnawati, 2001).
Salah satu inhibitor kerak dari polimer-polimer yang larut dalam air yaitu polifosfat. Polifosfat merupakan inhibitor kerak yang murah namun keefektifannya terbatas. Keunggulan polifosfat sebagai inhibitor kerak CaSO4 antara lain karena kemampuannya untuk menyerap pada permukaan kristal yang mikroskopik, menghambat pertumbuhan kristal pada batas konsentrasi rendah dan strukturnya yang mampu merusak padatan tersuspensi. Hal ini dapat mencegah pertumbuhan kristal lebih
23
lanjut, atau setidaknya memperlambat proses pertumbuhan kerak. Namun, polifosfat memiliki kelemahan utama yaitu mudah terhidrolisis pada temperatur di atas 90°C menghasilkan ortofosfat (Al-Deffeeri, 2006). Reaksi hidrolisis polifosfat (Gambar 4) merupakan fungsi dari temperatur, pH, waktu, dan adanya ion-ion lain.
Gambar 4. Reaksi hidrolisis polifosfat
Ortofosfat yang dihasilkan dapat menyebabkan menurunnya kemampuan untuk menghambat pertumbuhan kerak dan menyebabkan terbentuknya kerak baru dari presipitasi kalsium fosfat (Gill, 1999), sehingga penggunaan polifosfat sebagai inhibitor kerak hanya efektif pada temperatur rendah (Al-Deffeeri, 2006).
F. Kemenyan dan kandungan senyawa di dalamnya Kemenyan (Styrax sp) merupakan salah satu jenis pohon yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat di Sumatera Utara yang melibatkan lebih dari 100 desa dan 18.000 keluarga (Lopez dan Shanley, 2005). Pohon ini menghasilkan resin disebut kemenyan yang digunakan secara luas dalam industri farmasi, bahan pengawet, parfum, kosmetik, aromatherapy, dupa, campuran rokok kretek dan lain-lain (Sagala dkk., 1980). Kemenyan dapat dimanfaatkan langsung dengan cara dilarutkan dalam alkohol dan dijadikan
24
obat luka yang berperan sebagai pencegah infeksi dan sebagai stimulant (Archangel, 2005).
Kemenyan mengandung senyawa-senyawa asam sinamat, asam benzoat, stirol, vanilin, styracin, koniferil benzoat dan resin yang terdiri dari benziresinol dan suma resinotannol. Asam sinamat (C6H5CH= HCOOOH) adalah salah satu asam organik yang mempunyai ikatan rangkap. Asam sinamat dapat berupa asam-asam bebas maupun terikat sebagai ester-ester yang dikandung dalam minyak atsiri, resin balsam, dan di dalam daun pohon kemenyan (Sagala, et al. 1980). Asam sinamat yang berasal dari kemenyan umumnya digunakan sebagai bahan baku dalam industri farmasi, kosmetik dan parfum. Di samping itu juga digunakan sebagai bahan utama pembuatan aneka ester seperti metilester, etil-ester dan benzil-ester dengan jalan esterifikasi menggunakan alkohol dan asam 4 sulfat sebagai katalis. Di laboratorium, asam sinamat digunakan untuk pembuatan bromostiren dan fenil asetaldehida (Sagala dkk., 1980 ; Anonim. 2016).
Gambar 5. Struktur Asam Sinamat
25
Prosentase komposisi senyawa kimia yang terdapat dalam kemenyan terdiri dari asam sinamat bebas sekitar 10%, asam benzoat 2-3%, dan koniferil sinamat, serta koniferil benzoat bersama sinamat sekitar 70-80% (Sthal, 1985). Pohon kemenyan termasuk ke dalam ordo Ebenales, famili Styracaceae dan genus styrax . Terdapat 7 (tujuh) jenis kemenyan yang menghasilkan getah tetapi hanya 4 jenis yang secara umum lebih dikenal dan bernilai ekonomis yaitu: (a) kemenyan durame ( S. benzoine dryand) (b) kemenyan bulu ( S. benzoine var. hiliferum) (c) kemenyan toba ( S. sumatrana J. J. Sm) (d) kemenyan siam ( S. tokinensis ).
Gambar 6. Kemenyan Putih
Gambar 7. Pohon Kemenyan
Komposisi senyawa kimia kemenyan terdiri dari asam sinamat bebas sekitar 10%, sedikit asam benzoat 2-3%, dan koniferil sinamat, koniferil benzoat bersama sinamat sekitar 70-80% (Sthal, 1985).
26
G. Asam Sitrat Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus sitrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, selain digunakan sebagai penambahan rasa asam pada makanan dan minimanan ringan. Asam sitrat terdapat pada berbagai jenis buah dan sayuran, namun ditemukan pada konsentrasi yang tinggi, yang dapat mencapai 8% bobot kering pada jeruk, lemon, dan limau. Asam sitrat mempunyai rumus molekul kimia C6H8O7 dengan nama IUPAC 2-hidroksi-1,2,3-propana tri karboksilat. Keasaman asam sitrat didapatkan dari tiga gugus karboksil COOH yang melepas proton dalam larutan penyangga (buffer) untuk mengendalian pH larutan. Ion sitrat dapat bereaksi dengan banyak ion logam dengan pengkhelat, sehingga digunakan sebagai pengawet dan penghilang kesadahan air. Pada temperatur kamar, asam sitrat berbentuk krital berwarna putih. Kristal ini dapat berbentuk anhydrous (bebas air) atau bentuk monohidrat yang mengandung satu molekul air untuk setiap satu molekul asam sitrat.Secara kimia, asam sitrat bersifat seperti asam karboksilat lainya jika dipanaskan di atas temperatur 175 oC asam sitrat terurai dengan melepas karbondioksida dan air (Harsanti, 2010).
Gambar 8. Struktur Asam Sitrat
27
H. Asam Benzoat Asam benzoat (C6H5COOH) telah banyak digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba dalam makanan. Asam benzoat juga disebut sebagai asam fenilformat atau asam benzenkarboksilat, kelarutan asam benzoat dalam air sangat rendah (0,18; 0,27; dan 2,2 g larut dalam 100 ml air pada 4, 18, dan 75 oC) (Chipley 2005). Asam benzoat termasuk asam lemah (konstanta disosiasi pada 25 oC adalah 6.335 x 10-5 dan pKa 4.19), sangat larut dalam etanol dan sangat sedikit larut dalam benzen dan aseton. Asam benzoat terdapat secara alami dalam buah-buahan dan rempah-rempah seperti cranberies, prunes, buah plum, kayu manis, dan cengkeh yang tua atau masak (Fardiaz dkk., 1988). Asam benzoat juga terdapat secara alami pada produkproduk fermentasi seperti bir, teh, dan anggur (Chipley, 2005).
Gambar 9. Struktur Asam Benzoat
I.
Metode Unseeded Experiment Pada penelitian ini, dilakukan dengan metode Unseeded Experiment, yaitu metode dengan tanpa menggunakan bibit kristal atau lebih kepada usaha preventif pembentukan kristal CaCO3. Hal ini dilakukan untuk melihat laju pertumbuhan kerak CaCO3. Aplikasi metode ini digunakan untuk
28
pemeliharaan alat-alat industri yang masih baru sehingga dibutuhkan pencegahan terhadap pertumbuhan kerak CaCO3. Untuk melihat kerak yang terbentuk, dalam penelitian ini dilakukan anlisis menggunakan Instrument PSA (Particel Size Analyzer) dan SEM (Scanning Electron Microscope). 1. Instrument PSA (Sedigraf) Metode sedigraf digunakan untuk menentukan distribusi ukuran partikel yang secara luas sudah dipakai dalam berbagai aplikasi sejak tahun 1967. Instrumentasi ini sudah melalui pembuktian dalam kecepatan, kemampuan penanganan sampel, dan reduksi data dan presentasi sejak diperkenalkan. Dasar metode analisis, pengukuran partikel dengan mengukur kecepatan dan penentuan fraksinasi massa dengan kerelatifan absorbsi sinar-X pada energi yang rendah. Sedigraf menggunakan sinar-X sebagai tanda horizontal tipis untuk mengukur konsentrasi partikel massa secara langsung dalam medium cairan.Ini dilakukan pada pengukuran pertama intensitas massa, Imax dari garis dasar atau keterangan atau informasi yang ditransmisikan sinar-X yang sudah diproyeksikan melalui medium cairan sebelum pengenalan sampel. Sebagai sirkulasi cairan yang berkelanjutan, sampel berupa padatan dimasukkan ke wadah cairan dan dicampur sampai penyebaran aliran suspensi sampel berupa padatan homogen dan penyebaran cairan dipompa melalui sel. Sampel berupa padatan lebih banyak mengabsorbsi sinar-X daripada cairan, oleh karena itu transmisi sinar-X dikurangi.Sejak pencampuran suspensi yang homogen, intensitas diasumsikan sebagai nilai konstan, Imin untuk transmisi sinar-X dalam
29
skala pengurangan yang penuh. Aliran pencampuran dihentikan dan penyebaran yang homogen dimulai untuk menyelesaikan pentransmisian intensitas sinar-X yang dimonitor pada depth - s. Selama proses sedimentasi, partikel yang besar menempati tempat pertama di bawah zona pengukuran dan pada akhirnya, semua partikel menempati level ini dan yang tertinggal hanya cairan yang bersih. Semakin banyak partikel besar yang menempati di bawah zona pengukuran dan tidak digantikan dengan ukuran partikel yang sama yang menempati dari atas, maka pelemahan sinar-X berkurang. Diagram proses fraksinasi massa dalam sedigraf dapat ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 10. Diagram proses fraksinasi massa dalam sedigraf (Webb, 2002).
30
2. Instrumen SEM SEM adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang dapat mengamati dan menganalisis karakteristik struktur mikro dari bahan padat yang konduktif maupun yang nonkonduktif. Sistem pencahayaan pada SEM menggunakan radiasi elektron yang mempunyai λ = 200 – 0,1 Å, daya pisah (resolusi) yang tinggi sekitar 5 nm sehingga dapat dicapai perbesaran hingga ± 100.000 kalidan menghasilkan gambar atau citra yang tampak seperti tiga dimensi karena mempunyai depth of field yang tinggi,sehingga SEM mampu menghasilkan gambar atau citra yang lebih baik dibandingkan dengan hasil mikroskop optik. Aplikasi mikroskop elektron ini tidak hanya terbatas pada analisis logam dan paduan di bidang metalurgi, melainkan dapat diaplikasikan di berbagai bidang lain, seperti farmasi, pertanian, biologi, kedokteran, dan industri bahan elektronika, komponen mesin serta pesawat terbang. Pada prinsipnya mikroskop elektron dapat mengamati morfologi, struktur mikro, komposisi, dan distribusi unsur. Untuk menentukan komposisi unsur secara kualitatif dan kuantitatif perlu dirangkaikan satu perangkat alat EDS (Energy Dispersive X-ray Spectrometer) atau WDS (Wavelength Dispersive X-ray Spectrometer) (Handayani dkk., 1996). Skema bagan SEM di tunjukkan oleh Gambar 11.
31
Gambar 11. Skema Bagan SEM. (Gabriel, 1985). Perubahan morfologi yang terjadi pada hasil analisis SEM disebabkan oleh berkurangnya konsentrasi logam Ca2+ pada kerak CaCO3 karena adanya ikatan antara logam Ca2+ dengan beberapa gugus aktif yang terkandung dalam inhibitor, sehingga logam Ca2+ pada kerak CaCO3 dengan konsentrasi tertentu ketika ditembakkan oleh sinar radiasi elektron menghasilkan perubahan gambar dan morfologi yang signifikan antara sebelum dan sesudah penambahan inhibitor. Selain itu, melalui interaksi antara gugus aktif yang ada pada inhibitor dengan gugus aktif pada CaCO3, inhibitor juga dimungkinkan dapat mengubah orentasi stereokimia pada pertumbuhan CaCO3 (Suharso, dkk., 2017).
J.
Analisis menggunakan instrumen Inframerah (IR). Analisis menggunakan spektrofotometer inframerah (IR) berfungsi untuk mengetahui gugus fungsi apa saja yang terdapat pada ekstrak kemenyan. Spektroskopi inframerah adalah sebuah metode analisis instrumen pada senyawa kimia yang menggunakan radiasi sinar inframerah. Bila suatu
32
senyawa diradiasi menggunakan sinar inframerah, maka sebagian sinar akan diserap oleh senyawa, sedangkan sebagian yang lain akan diteruskan. Serapan ini diakibatkan karena molekul senyawa organik mempunyai ikatan yang dapat bervibrasi. Vibrasi molekul dapat dialami oleh semua senyawa organik namun ada beberapa yang tidak terdeteksi oleh spektrometri IR.
Komponen IR sama dengan UV tampak, tetapi sumber detektor, dan komponen optiknya sedikit berbeda. Sumber radiasi yang paling umum digunakan adalah Memest atau lampu glower yang dibuat dari oksida-oksida zirconium dan ytornium berupa batang berongga dengan 22 mm dan panjang 30 mm. Monokromator yang digunakan dalam spektrofotometer IR terbuat dari berbagai macam bahan, tetapi umumnya dari prisma NaCl digunakan untuk daerah 4000-600 cm-1 dan prisma KBr untuk cm-1. Untuk detektor dalam daerah IR sel fotokonduktor jarang digunakan, yang banyak digunakan adalah detektor termal. Karena kompleksnya spektrum IR maka mutlak perlu adanya rekorder (Khopkar, 2002).
33
III.
METODELOGI PENELITIAN
A. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan Januari sampai Maret 2017. Identifikasi ekstrak kemenyan putih dengan menggunakan spektrofotometer IR dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas Gadjah Mada sedangkan karakterisasi kristal yang terbentuk menggunakan SEM dilakukan di Laboratorium Pusat Pengembangan Geologi Kelautan, Bandung dan karakterisasi menggunakan PSA dilakukan di Laboratorium Sentral FMIPA Universitas Padjadjaran.
B. Alat dan bahan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini, yaitu alat-alat gelas, waterbath, botol-botol plastik, magnetic stirrer, pH meter, pH Universal, neraca analitik merek Airshwoth AA-160, FTIR merek Shimadzu, SEM merk JEOL JSM6360 LA, dan PSA Beckman Coulter LS 13 320. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu CaCO3 anhidrat dari Chemical Products, Na2CO3 dari Chemical Products, akuades, kertas saring, serta senyawa ekstrak kemenyan putih.
34
C. Prosedur penelitian 1.
Pembuatan Variasi Inhibitor a.
Pembuatan Inhibitor Ekstrak Kemenyan Putih (S. Benzoin D.). Ekstrak kemenyan dibuat dengan cara menumbuk padatan kemenyan dengan mortar sampai halus, kemudian dijemur sampai benar – benar kering. Kemenyan yang telah kering dan halus tersebut selanjutnya dibuat larutan dengan konsentrasi 1000 ppm, yaitu dengan cara melarutkan 1 gram serbuk kemenyan ke dalam aquades sehingga dihasilkan larutan kemenyan 1000 ppm dengan volume 1 liter dalam gelas kimia. Larutan tersebut diaduk menggunakan pengaduk magnet selama 2-3 jam dengan suhu 90°C kemudian larutan disaring menggunakan kertas saring. Larutan yang telah disaring tersebut adalah ekstrak dari kemenyan. Untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat dalam ekstrak kemenyan, dilakukan analisis gugus fungsi menggunakan IR.
b. Pembuatan Inhibitor Ekstrak Kemenyan Putih (S. Benzoin D.), dikombinasikan dengan Asam Benzoat dan Asam Sitrat. Kemenyan putih ditumbuk dengan mortar sampai halus berbentuk serbuk. Selanjutnya dibuat larutan ekstrak kemenyan putih, asam benzoat, dan asam sitrat dengan konsentrasi 1000 ppm menggunakan perbandingan, 2:2:2 ; 2:1:1 ; 2:1:2 ; dan 2:2:1. Untuk pembuatan inhibitor perbandingan 2:2:2 dengan cara menimbang sebanyak 0,33 g serbuk kemenyan putih, 0,33 g asam benzoat dan 0,33 g asam sitrat. Kemudian dilarutkan dengan akuades sehingga dihasilkan
35
larutan dengan volume mencapai 1 liter dalam gelas kimia. Larutan tersebut diaduk menggunakan pengaduk magnet selama 2-3 jam dengan suhu 90°C kemudian larutan disaring menggunakan kertas saring. Larutan yang telah disaring tersebut digunakan sebagai inhibitor kerak CaCO3. 2. Pengujian Ekstrak Kemenyan Putih serta Ekstrak Kemenyan Putih dengan tambahan Asam Benzoat dan Asam Sitrat sebagai Inhibitor dalam Pengendapan Kristal CaCO3 Tahapan untuk menguji ekstrak kemenyan putih serta ekstrak kemenyan putih dengan tambahan asam benzoat dan asam sitrat sebagai inhibitor dalam pengendapan kristal CaCO3 dengan metode unseeded experiment dilakukan dengan rangkaian percobaan sebagai berikut: a. Penentuan laju pertumbuhan CaCO3 tanpa inhibitor pada konsentrasi larutan pertumbuhan yang berbeda dengan metode unseeded experiment. Larutan pertumbuhan dibuat dari larutan 0,050 M CaCl2 dan larutan 0,050 M Na2CO3 masing-masing dalam 200 mL akuades. Kemudian, setiap larutan diaduk hingga menjadi larutan yang homogen, masing-masing larutan CaCl2 anhidrat 0,050M dan larutan Na2CO3 0,050M dicampurkan agar terbentuk kerak CaCO3 dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH meter. Lalu dimasukkan ke dalam 6 botol plastik masing-masing sebanyak 50 mL. Setelah itu diletakkan dalam waterbath pada suhu 90°C selama 15 menit untuk mencapai kesetimbangan. Pengamatan dilakukan selama satu jam, pada waktu 15 menit pertama satu botol diambil, selanjutnya di ambil
36
setiap 5 menit sekali dan pada botol yang terakhir sampai menit ke-40 untuk ditimbang berat kristal yang terbentuk dengan cara menyaring larutan dalam botol tersebut menggunakan kertas saring, lalu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 90°C. Percobaan ini diulang dengan variasi konsentrasi larutan CaCl2 dan Na2CO3 sebesar 0,075, 0,100 dan 0,125 M. Endapan yang terbentuk ditimbang, kemudian dilakukan analisis morfologi menggunakan mikroskop optik, instrumen SEM, dan distribusi ukuran partikel dalam endapannya menggunakan PSA. b. Penentuan laju pertumbuhan CaCO3 dengan penambahan inhibitor pada konsentrasi larutan pertumbuhan yang berbeda dengan metode unseeded experiment. Larutan pertumbuhan dibuat dengan cara melarutkan 0,050 M CaCl2 dan 0,050M Na2CO3 masing-masing dalam larutan ekstrak kemenyan putih 50 ppm hingga mencapai volume 200 mL. Masing-masing larutan dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diaduk menggunakan pengaduk magnet selama 10-15 menit dengan suhu 90°C untuk menghomogenkan larutan. Selanjutnya, kedua larutan tersebut dicampur agar terbentuk kerak CaCO3 dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH meter kemudian dimasukkan ke dalam 6 gelas plastik masing-masing 50 mL, lalu diletakkan dalam waterbath pada suhu 90°C selama 10-15 menit untuk mencapai kesetimbangan. Pengamatan akan dilakukan selama 1 jam. Pada 15 menit pertama, satu botol diambil, selanjutnya botol diambil setiap 5 menit dan botol terakhir diambil saat menit ke-40. Kemudian larutan dalam botol tersebut disaring menggunakan kertas saring, dan dikeringkan
37
menggunakan oven pada suhu 90°C selama 3-4 jam. Selanjutnya, endapan tersebut ditimbang untuk mengetahui berat kristal yang terbentuk. Percobaan ini diulang dengan variasi konsentrasi larutan CaCl2 dan Na2CO3 sebesar 0,075, 0,100 dan 0,125 M serta pada variasi konsentrasi inhibitor 250 dan 350 ppm dengan inhibitor ekstrak kemenyan putih dan inhibitor ekstrak kemenyan putih, asam benzoat, dan asam sitrat perbandingan 2:1:1, 2:2:2, 2:1:2, dan 2:2:1. Endapan yang terbentuk ditimbang, kemudian dilakukan analisis kuantitatif untuk mengetahui konsentrasi inhibitor yang paling efektif sehingga dapat dilakukan analisis morfologinya menggunakan instrumen SEM, dan distribusi ukuran partikel dalam endapannya menggunakan PSA.
3. Analisis Data Data yang diperoleh berupa jumlah endapan terhadap waktu dengan variasi konsentrasi larutan pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor, masingmasing akan diplot sebagai jumlah endapan terhadap waktu menggunakan Microsoft Excell. Nilai slope yang diperoleh dari masing-masing grafik merupakan pertumbuhan kerak CaCO3. Morfologi kerak CaCO3 sebelum dan sesudah penambahan inhibitor dianalisis menggunakan SEM. Perubahan ukuran partikel dari kelimpahan kalsium karbonat pada masing-masing endapan dari setiap percobaan yang dilakukan juga dianalisis dengan PSA.
38
4. Diagram Alir Secara keseluruhan, diagram alir pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 12 : Pembuatan larutan pertumbuhan (Unseeded Experiment)
Dengan Inhibitor
Tanpa inhibitor
Analisis data laju pertumbuhan inti kristal
Karakterisasi kristal yang terbentuk menggunakan SEM dan PSA
Hasil Gambar 12. Diagram Alir Penelitian
60
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut : 1. Senyawa karboksilat berupa asam benzoat dan asam sitrat memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap laju pertumbuhan kerak CaCO3 ketika dikombinasikan dengan ekstrak inhibitor kemenyan putih murni. 2. Efektifitas tertinggi pada inhibitor kemenyan murni diperoleh pada
konsentrasi larutan pertumbuhan 0,05 M dengan 350 ppm dengan persentase 39,51 %. 3. Efektifitas tertinggi pada inhibitor kombinasi kemenyan putih, asam
benzoat, dan asam sitrat perbandingan (2:2:2) diperoleh pada konsentrasi larutan pertumbuhan 0,05 M dengan menggunakan konsentrasi inhibitor 350 ppm dengan persentase sebesar 56,21 %. 4. Analisis menggunakan SEM menunjukkan bahwa morfologi
permukaan kerak CaCO3 sebelum penambahan inhibitor lebih padat
61
dan beraturan berbentuk kubus, sedangkan sesudah penambahan inhibitor terlihat lebih kecil, berbentuk pipih memanjang, dan tidak beraturan. 5. Analisis menggunakan PSA menunjukkan bahwa distribusi
ukuran partikel kerak CaCO3 mengalami penurunan setelah ditambahkan inhibitor, dari 1,227 µm menjadi 0,811 µm pada inhibitor kemenyan murni dan 0,701 µm pada inhibitor kombinasi.
B. Saran Untuk meningkatkan mutu penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberikan saran yaitu perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut terhadap penghambatan kerak CaCO3 dengan menggunakan variasi waktu dan konsentrasi inhibitor, serta menggunakan variasi inhibitor yang lain dengan metode yang sama yaitu unseeded experiment dalam proses pencegahan kerak. Selain itu perlu dipelajari cara penghambatan senyawa organik yang terdapat pada inhibitor terhadap pertumbuhan kerak CaCO3.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, J. and M. Muller-Steinhagen. 2007. Heat Exchanger Fouling and Cleaning in The Dihydrate Process for The Production of Phosphoric Acid. Chemical Engineering Research Design. Pp 245-255. Aisah, Siti. 2016. Efek Penambahan Gambir, Kemenyan Putih, dan Senyawa Aditif Golongan Karboksilat sebagai Inhibitor Kerak CaCO3. Universitas Lampung. Al-Deffeeri, N. S. 2006. Heat Transfer Measurement as a Criterion For Performance Evaluation of Scale Inhibition in MSF Plants in Kuwait.Desalination. (204): 423-436. Anonim. 2016. Cinnamic Acid. http:/www.answer.com/topic./cinnamic-acid-gift. Diakses 29 Desember 2016 Antika, M. 2015. Pemanfaatan Senyawa Ekstrak Kulit Manggis (G.Mangostana L.) Sebagai Inhibitor Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3) Dengan Metode Seeded Experiment. Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA. Universitas Lampung. Lampung. Archangel. 2005. Benzoin http:/www.archangelartifacts.com. Diakses 18 Desember 2016 Arsyad dan M. Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia Jakarta. Asnawati. 2001. Pengaruh Temperatur Terhadap Reaksi Fosfonat dalam Inhibitor Kerakpada Sumur Minyak. Jurnal Ilmu Dasar. (2) : 20-26. Badr, A.,and M. A. A.Yassin. 2007. Barium Sulfate Scale Formation in Oil Reservoir During Water Injection at High-Barium Formation Water. Journal of Applied Sciences.7 (17) : 2393-2403. Bakhtiar, A. 1991. Manfaat Tanaman Gambir. Makalah pada Penataran Petani dan Pedagang Pengumpul Gambir di Kabupaten 50 Kota (Sumatera Barat) 2930 November 1991. Royal Society of Chemistry. Cambridge.
Bhatia, A. 2003. Cooling Water Problems and Solutions. Continuing Education and Development, Inc. 9 Greyridge Farm Court Stony Point, NY 10980. Course no: 005-009. Brown, G. G. 1978. Unit Operation. John Wiley and Sons Inc., Wiley Eastern Limited, Charles E. Tuttle co. New York. Chaussamier, Marie., Ermane Pourmahtasan., Dominique Gelus,. 2014. State of art of natural inhibitors of calcium carbonate scaling. A review article. Paris. France. Chipley, J. R. 2005. Sodium Benzoate and Benzoic Acid. P. M. Davidson, J. N. Sofos, dan A. L. Branen (eds.). Antimicrobials in Food 3rd ed. CRC Press Taylor & Francis Group, Boca Raton. Cotton, F. A., and G. Wilkinson. 1989. Basic Inorganic Chemistry. John Willey and Sons. New York. Cowan, J.C. and D. J. Weintritt. 1976. Water Formed Scale Deposit. Houston. Texas. Gulf Publishing Co. p 484. Fardiaz, S., Suliantari, dan R. Dewanti. 1988. Bahan Pengajaran : Senyawa Antimikroba. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian. Bogor, Bogor. Fathi, A., M. Tlili, C. Gabrielli, M. George, and M. A. Ben. 2006. Effect of A Magnetic Water Treatment on Homogenous and Heterogeneous Precipitation of Calcium Carbonate. Water Research. (40): 1941-1950. Gabriel, B. 1985. SEM : A User’s Manual for Material Science. American Society for Metal Gill, J. S. 1999. A Novel Inhibitor For Scale Control in Water Desalination. Desalination.(124) : 43-50. Halimatuddahliana.2003. Pencegahan Korosi dan Scale Pada Proses Produksi Minyak Bumi. Laporan Penelitian Universitas Sumatera Utara. Medan. Hamdona,S.K dan Hamza S.M. 2009. Influence Of Some Phospates And Polyphosphates On The Prepicitation Of Calcit Sulfate Dehydrate In Sodium Chloride Solution.Journal of Taibah University for Science (2) : 44-51. Handayani, A., Sumaryo dan A. Sitompul. 1996. Teknik Pengamatan Struktur Mikro dengan SEM-EDAX. Makalah Kunjungan dan Demo PTBIN BATAN. Serpong.
Harsanti, D. 2010. Sintesis dan Karakterisai Boron Karbida dari Asam Borat, Asam Sitrat, dan Karboaktif. Jurnal Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca (11) : 29-40. Hasson, D. and R. Semiat. 2005. Scale Control in Saline and Wastewater Desalination. Israel Journal of Chemistry. (46) : 97-104. Higashitani, K., A. Kage, S.Katamura, K. Imai, and S. Hatade. 1993. Effect of Magnetic Field on The Formation CaCO3 Particles. Journal of Colloid Interface Science. (156) : 90-95. Kemmer, F. N. 1979. The Nalco Water Hand Book. Nalco Chemical Co. McGraw Hill Book CO. New York. (20): 1-19. Khopkar, S.M., 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press Knez, S., and C. Pohar. 2005. The Magnetic Field Influence on The Polymorph Composition of CaCO3 Precipited from Carbonized Aqueous Solutions. Journal of Colloid and Interface Science. (281) : 377-388. Lestari, D. E., G. R. Sunaryo, Y. E.Yulianto, S. Alibasyah, dan S. B.Utomo. 2004. Kimia Air Reaktor Riset G.A. Siwabessy. Makalah Penelitian P2TRR dan P2TKN BATAN. Serpong. Lestari, D.E. 2000. Penelusuran Unsur Pembentuk Kerak pada Sistem PendinginSekunder Reaktor G. A. Siwabessy dengan Metoda Analisis Aktivasi Neutron (AAN). Prosiding Hasil Penelitian P2TRR. p6. Lestari, D.E. 2008. Kimia Air, Pelatihan Operator dan Supervisor Reaktor Riset. Pusat Pendidikan dan Pelatihan BATAN. Serpong. Lopez, C. Dan P. Shanley. 2005. Kekayaan Hutan Asia : Makanan, Rempahrempah, Kerajinan Tangan, dan Resin. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta Maley, M. 1999. Inhibition of Calcite Nucleation and Growth Using Phosphonate. Curtin University of Technology Western Australia. Australia. Muryanto, S., A. P. Bayuseno, W. Sediono,W. Mangestiyono, and W. Sutrisno. 2012. Development of a Versatile Laboratory Project for Scale Formation and Control. Education for Chemical Engineers. Novi, A.S. 2016. Pengaruh Penggunaan Kemenyan (Styrax Benzoin Dryand) sebagai Inhibitor Pembentukan Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3). Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA. Universitas Lampung. Patton, C. 1981. Oilfield Water System.2 ed. Cambeel Petroleum Series. Oklahoma. Pp 49-79.
Sagala, M., E. Tarmiji, dan Harja. 1980. Percobaan Pembuatan Asam Sinamat. Departemen Perindustrian. Balai Penelitian. Medan Saksono, N., A. Fauzi, S. Bismo, and W. S. Roekmijati. 2007. Effect of Magnetic Field on Calcium Carbonate Precipitation in Static and Dynamic Fluid System. Regional Symposium on Chemical Engineering. ISBN 978-97916978-0-4. Sthal, E. 1985. Analisa Obat secara Kromatografi Mikroskopi. Alih Bahasa Padmawinata, K., I., Sudiro,dan S., Niksolihin. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Suharso dan Buhani. 2011. Efek Penambahan Aditif Golongan Karboksilat dalam Menghambat Laju Pembentukan Endapan Kalsium Sulfat. Jurnal Natur Indonesia. 13(2) : 100-104. Suharso dan Buhani. 2012. Penanggulangan Kerak. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. ISBN: 978-979-8510-52-6. Suharso, Buhani, dan L. Aprillia. 2014. Influence of Calix[4]arene Derived Compound on Calcium Sulphate Scale Formatio. Asian Journal of Chemistry Vol. 26, No. 18 (2014), 6155-6158 Suharso, Buhani, S. Bahri and T. Endaryanto. 2010. The Use of Gambier Extracts from West Sumatra as a Green Inhibitor of Calcium Sulfate (CaSO4) Scale Formation. Asian Journal Research Chemistry. 1(3) : 183-187. Suharso, Buhani, T. Suhartati, dan L. Aprilia. 2009. Sintesis C- Metil-4,10,16,22 Tetrametoksi Kaliks[4]Arena dan Peranannya Sebagai Inhibitor Pembentukan Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3). Laporan Akhir Program Insentif. Unversitas Lampung. Bandar Lampung. Suharso, dkk,. 2017. Inhibition of calcium carbonate (CaCO3) scale formation by calix [4] resorcinarene compounds. Desalinatins and Water Treatment 68(2017) : 32-39 Suherdi, A., Denian, Syamsu. 1991. Budidaya dan Pasca Panen Gambir serta Permasalahannya. Biro Bina Pengembangan Sarana Perekonomian. Dati I Sumbar. Padang. Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Alih Bahasa Oleh L. Setiono dan A. H Pudjaatmaka. PT. Kalman Media Pustaka. Jakarta. Syahri, M., dan B. Sugiharto. 2008. Scale Treatment pada Pipa Distribusi Crude Oil Secara Kimiawi. Prosiding Seminar Nasional Teknoin. Jurusan Teknik Kimia FakultasTeknologi Industri UPN. Yogyakarta.
Wafiroh, S. 1995. Pemurnian Garam Rakyat Dengan Kristalisasi Bertingkat. Laporan Penelitian. Universitas Airlangga. Surabaya. Webb, P.A. 2002. Interpretation of Particle Size Reported by Different Analytical Technique.Diakses melalui www.micromeristics.com. Pada tanggal 5 Januari 2016 Pukul 14.00 WIB. Weijnen, M. P. C., W. G. J. Marchee, and G. M. V.Rosmalen. 1983. A Quantification of The Effectiveness of An Inhibitor on The Growth Process of A Scalant. Desalination. (47) : 81-92. Zeiher, E.H.K., H. Bosco, and K. D. Williams. 2003. Novel Antiscalant Dosing Control. Elsevier Science B.V. Desalination. (157) : 209-216. Zhang, K.,M. Sun, P. Werner, A. J. Kovera, J. Albu, F. X. Pi-Sunyer, and C.N Boozer. 2002. Sleeping Metabolic Rate in Relation to Body Mass Index and Body Compotition. International Journal of Obesity Relation Metabolic Disorder. (26) : 376-383.