PENGARUH PEMINDANGAN DAN PENGASAPAN TERHADAP MASA SIMPAN IKAN LEMURU (Sardinella longiceps) Restu Tjiptaningdyah Program Studi Budidaya Periaran, Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Dr. Soetomo Surabaya, Jl Semolowaru 84 Surabaya
Abstract : The marine fish is high water content, so fresh fish is easily deteriorated by microorganism during the storage. The storage time can be prolonged to a certain extend by fish processing, like smoking and boiling in salt water are the most popular ways known by the Indonesian fisfermen. The aim of this research is to study the effects of boiling in salt water and smoking on the storage time of processed Sardinella longiceps. The research is Experimental Laboratories methode. A completely randomized design was used in this study with 2 treatment (boilling and smoking) and 8 times replicates. The effect of storage on the processed fish was determined by measuring total volatile bases (TVB), total plate count (TPC) and water activity (Aw). The result showed that both processes, boiling in salt water and smoking, significantly to reach TVB and TPC, and to reduce Aw value on the storage. The storage time of smoked fish was longer than the boiled ones. Keywords: boiled fish, smoked fish, Sardinella longiceps
PENDAHULUAN
daklah berlebihan mengingat kandu-ngan nutrien (protein dan asam lemak ώ-3) yang terdapat dalam tubuh ikan sangat bermanfaat untuk kesehatan manusia. Misalnya seperti apa sudah pernah dilakukan penelitian (Deslypere et al. 1993; Bonaa et al. 1992; dan Andersen et al. 1996) di negara Skandinavia, menunjukkan bahwa masyarakat yang banyak mengkonsumsi ikan konsentrasi Trigliserida plasma, LDL dan VLDL dalam darahnya lebih rendah. Data Puslitbang Perikanan 1992, dalam Suprayitno (1997), menyatakan bahwa ikan lemuru mengandung lemak sebesar 3 persen yang terdiri dari 15 persen asam lemak jenuh dan 85 persen asam lemak tidak jenuh dan proteinnya sebesar 20%. Ternyata selain banyak digemari masyarakat, ikan lemuru ini juga
Data statistik Dinas Perikanan Jawa Timur menyatakan bahwa tingkat konsumsi ikan masyarakat Jawa Timur mencapai 11,35 kg per kapita pertahun. Sementara itu Wahyono (2003) mengatakan bahwa berdasarkan target Widyakarya Pangan dan Gizi IV konsumsi ikan adalah sebesar 24 kg perkapita pertahun. Padahal hasil perikanan di Indonesia menempati urutan kedua penyumbang devisa negara dari ekspor nonmigas sektor pertanian (Dinas Perikanan Daerah Jawa Timur, 2004). Melihat kenyataan tersebut kiranya perlu dilakukan langkah-langkah konkrit untuk menyosialisasikan agar masyarakat Indonesia umumnya untuk lebih memilih ikan pada menu makanannya. Hal ini ti38
termasuk ikan yang sangat murah harganya. Pemindangan dan pengasapan, keduanya merupakan cara pengolahan ikan yang masih banyak dilakukan secara tradisional, akibatnya daya awet dari ikan olahan tersebut juga masih rendah. Oleh karena itu perlu diketahui sampai berapa lama daya awet ikan asap dan ikan pindang yang diolah secara tradisional tersebut masih layak dan bisa dikonsumsi ditinjau dari aspek kimiawi maupun organoleptiknya. Perlunya masyarakat mengetahui makanan yang membahayakan kesehat-
an, diberikan dengan dikeluarkannya peraturan tentang batasan baku mutu ikan awetan oleh Deptan (1985) dan Ditjen Perikanan (1993). Adapun peraturan tentang baku mutu ikan awetan tersebut tersaji pada Tabel 1. Ikan awetan yang bermutu baik, tentunya mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Wibowo (1999), menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mutu ikan awetan adalah pemanasan, penggaraman, TVB (Total Volatile Base), TPC (Total Plate Count) dan Aw (Water activity).
Tabel 1. Persyaratan baku mutu ikan awetan Karakteristik Organoleptik Mikrobiologi TPC per gr max E. Coli MPN/gr max Salmonella Kimiawi Air %b/b max Garam %b/b max Sumber: Keterangan:
Persyaratan mutu Ikan pindang (*) Ikan asap (**) 7 7 1 x 105 0 Negative
5 x 105 <3 Negative
60-70 0,5-5,36
60 4
(*) DEPTAN (1985) (**) Ditjen Perikanan (1993) MPN = most probable number TPC = total plate count b/b = bobot/bobot
TUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui perbedaan masa simpan ikan lemuru (Sardinella longiceps) yang diolah dengan pemindangan dan pengasapan. METODE PENELITIAN Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini diambil dari populasi ikan
lemuru (Sardinella longiceps) yang ditangkap di daerah Brondong, Lamongan Jawa Timur. Dipilih ikan-ikan yang masih segar, tidak cacat dan mempunyai berat yang seragam. Perlakuan yang dicobakan adalah pengolahan dengan cara pemindangan dan pengasapan. Instrumen utama yang dipakai pada penelitian ini meliputi instrumen pemindangan dan instrumen pengasapan. Instrumen pemindangan terdiri dari panci besar dan
Restu Tjiptaningtyas: Pengaruh Pemindangan dan Pengasapan
39
naya atau besek sebagai tempat/wadah ikan. Sedang instrumen pengasapan meliputi drum pengasapan yang mempunyai pengatur suhu dan cerobong asap. (a) Cara Pemindangan pada penelitian ini dilakukan dengan metode pembuatan pindang Cue (Wibowo 1999). Setelah ikan disiangi dan dicuci, lalu direndam dalam larutan garam 3 % selama 15 menit kemudian dibilas dan ditiriskan. Selanjutnya diatur secara horizontal dalam naya/besek, dan dimasukkan dalam panci berisi larutan garam 15 % yang telah mendidih. Lama perebusan 30 menit, lalu naya diangkat, disiram dengan air mendidih lalu ditiriskan, dan ikan siap untuk dilakukan analisis. (b) Cara Pengasapan yang dilakukan pada penelitian ini dengan menggunakan metode pengasapan panas dari Moeljanto (1992). Setelah ikan disiangi dan dicuci, lalu direndam dalam larutan garam 20% selama 15 menit dan dibilas dengan air yang bersih. Pengasapan dilakukan pada drum pengasapan dengan suhu antara 80 - 90oC, dan menggunakan bahan bakar dari batok kelapa. Lama pengasapan 3 jam. Selesai pengasapan ikan diangkat dan didinginkan, selanjutnya dilakukan analisis. Besar sampel setiap kelompok perlakuan ditentukan dengan menggunakan rumus Steel dan Torie (1991), yang dalam penelitian ini jumlah ulangan sebesar 8. Penelitian ini dilakukan dengan
metode eksperimental laboratories. Rancangan penelitian yang dipergunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 2 perlakuan dan 1 kontrol. Hasil pengamatan masa simpan yang terdiri dari TVB, TPC dan Aw selanjutnya dianalisis secara Anova dengan derajat signikansi 5%. Bila F hitung 5% lebih besar daripada F tabel 5%, dikatakan bahwa terdapat pengaruh yang nyata dari perlakuan. Sehingga dapat dilanjutkan dengan uji HSD/BNJ. Sedangkan untuk uji organoleptik selanjutnya dianalisis dengan uji Wilcoxon. Untuk pengamatan-nya dilakukan 2 hari sekali selama 7 hari yaitu pada hari ke 1, 3, 5 dan hari ke 7.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan TVB Ikan Asap dan Pindang Pengamatan TVB pada hari pertama belum terdeteksi, hal ini menunjukkan bahwa sesaat setelah selesai pengolahan masih belum terjadi perombakan protein, sehingga belum ada senyawa basa-basa yang menguap. Tetapi setelah disimpan yaitu pada hari ketiga, kelima dan ketujuh, nilai TVB menunjukkan peningkatan yang signifikan. Nilai rata-rata TVB ikan asap dan pindang mulai hari ketiga disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata nilai TVB ikan asap dan pindang Penyimpanan (hari ke-) 3 5 7
Rata-rata nilai TVB (mg/100 g daging) Ikan asap Ikan pindang a 15,00 16,00 a b 31,00 51,00 c 57,50 c 72,00 d
Keterangan: Rata-rata yang diikuti superkrip berbeda, berbeda Nyata (p < 0,05)
40
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 17, No. 1, Januari 2011
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa melalui uji HSD nilai TVB pada hari ketiga pada ikan asap dan pindang tidak berbeda nyata, dan baru menampakkan perbedaan yang signifikan pada hari kelima dan ketujuh. Bila dibandingkan antara ikan asap dan pindang, maka nilai TVB ikan pindang lebih besar daripada ikan asap. Hal ini terjadi karena jumlah mikroorganisme yang tumbuh pada ikan asap lebih sedikit (ditunjukkan nilai TPC lebih kecil daripada ikan pindang). Keadaan ini disebabkan oleh adanya lapisan tipis yang terbentuk pada ikan asap akibat menempelnya partikelpartikel asap hasil pembakaran batok kelapa (berupa senyawa alkohol, aldehide, dan keton), sehinga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan mencegah pembentukan spora bakteri/jamur. Sementara asam-asam organik yang mudah menguap dalam asap akan menurunkan pH pada permukaan daging ikan, dan hal ini juga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Wibowo 1999). Kandungan TPC Ikan Asap dan Pindang Pengamatan hari pertama jumlah koloni mikroorganisme pada ikan asap berjumlah 2 - 6 x 104, dan selama dalam penyimpanan pada hari ketujuh meningkat sampai 115 - 438 x 104 koloni. Sedangkan pada ikan pindang pada hari pertama berjumlah 2 - 5 x 104 koloni, dan
pada hari ketujuh berjumlah 157 - 944 x 104 koloni. Hasil analisis varian menunjukkan bahwa di antara kelompok pengamatan antara ikan asap dan ikan pindang terdapat perbedaan yang signifikan. Ratarata jumlah koloni mikroorganisme (TPC) ikan asap dan pindang selama dalam penyimpanan disajikan pada tabel 3. Dari Tabel 3 ditunjukkan bahwa nilai TPC ikan asap dan ikan pindang pada pengamatan hari pertama dan ketiga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Namun setelah penyimpanan selama lima dan tujuh hari menunjukkan perbedaan yang signifikan, yaitu TPC ikan asap yang lebih rendah dibanding ikan pindang. Pada ikan asap nilai TPC baru menunjukkan peningkatan yang sangat nyata pada hari ketujuh. Sedang nilai TPC ikan pindang menunjukkan peningkatan yang sangat nyata pada hari kelima dan ketujuh. Berdasarkan persyaratan ikan awetan, kandungan TPC maksimal adalah 1 x 105 pada ikan pindang (Deptan 1985), dan 5 x 105 pada ikan asap (Ditjen Perikanan 1993), maka dapat dikatakan bahwa ikan asap pada penelitian ini masih bermutu sampai penyimpanan dihari ketiga. Sedangkan ikan pindang di hari ketiga dinyatakan sudah tidak bermutu karena nilai TPC-nya lebih besar dari syarat baku mutu.
Tabel 3. Rata-rata jumlah TPC ikan asap dan pindang Penyimpanan (hari ke) 1 3 5 7
Rata-rata nilai TPC (koloni x 104) Ikan asap Ikan pindang 3,13 a 3,25 a 13,63 a 13,88 a 95,25 a 291,88 b b 283,25 494.88 c
Keterangan : Rata-rata yang diikuti superkrip berbeda, berbeda nyata (p < 0,05) Restu Tjiptaningtyas: Pengaruh Pemindangan dan Pengasapan
41
Nilai Aw (aktivitas air) Ikan Asap dan Ikan Pindang Nilai Aw ikan asap dan ikan pindang menunjukkan angka yang lebih rendah daripada nilai Aw ikan yang masih segar (Aw ikan segar = 0,974). Selama dalam penyimpanan sampai 7 hari nilai Aw ikan asap maupun pindang juga menunjukkan angka yang semakin rendah. Hasil ratarata nilai Aw ikan asap dan pindang selama dalam penyimpanan tercantum pada Tabel 4. Dari hasil analisis varian, menunjukkan bahwa nilai Aw pada masingmasing hari pengamatan terdapat perbedaan yang sangat signifikan. Setelah dilanjutkan dengan uji HSD, tampak bahwa nilai Aw pada ikan yang diasap maupun dipindang mengalami penurunan yang signifikan. Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa dihari pengamatan yang
sama nilai Aw ikan asap lebih rendah dibanding ikan pindang. Namun demikian selama dalam penyimpanan, baik ikan asap maupun ikan pindang nilai Aw-nya tidak menunjukkan penurunan yang sangat signifikan. Semakin rendahnya nilai Aw ikan asap dan ikan pindang selama dalam penyimpanan disebabkan oleh ikut menguapnya cairan yang terikat pada jaringan sel tubuh ikan. Tetapi semakin rendahnya nilai Aw ini belum mencapai titik minimal untuk pertumbuhan mikroorganisme yaitu 0,5 (Lupin 1986 dalam Giman 1997). Sehingga pada penelitian ini dengan nilai Aw terendah 0,841 masih memungkinkan mikroorganisme untuk tumbuh. Hal ini dibuktikan dengan semakin tingginya nilai TPC pada penyimpanan ikan asap maupun ikan pindang setelah hari ketujuh.
Tabel 4. Rata-rata nilai Aw ikan asap dan pindang Penyimpanan (hari ke-) 1 3 5 7
Rata-rata nilai Aw Ikan asap Ikan pindang cd 0,872 0,890 e 0,862 bc 0,882 de ab 0,847 0,872 cd 0,841 a 0,861 bc
Keterangan: Rata-rata yang diikuti superkrip berbeda, berbeda nyata (p < 0,05)
Nilai Organoleptik Ikan Asap dan Ikan Pindang Penentuan nilai organoleptik (meliputi kenampakan, aroma, rasa, konsistensi dan ada/tidaknya lendir) terhadap ikan asap dan pindang mempergunakan score sheet diisi oleh 15 panelis. Pengamatan dilakukan 2 hari sekali yaitu pada hari ke 1, 3, 5, dan 7. Data yang diperoleh selanjutnya diuji melalui uji Wilcoxon
42
Rank Sum, hasilnya disajikan pada Tabel 5 berikut ini. Dari Tabel 5 ditunjukkan bahwa pada semua kriteria penilaian (kenampakan, aroma, rasa, konsistensi dan adanya lendir) pada ikan asap mempunyai nilai organoleptik dengan peringkat yang lebih tinggi secara signifikan dibanding dengan ikan pindang.
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 17, No. 1, Januari 2011
Tabel 5. Rata-rata peringkat nilai organoleptik ikan asap dan ikan pindang Rata-rata peringkat Ikan asap Ikan pindang 11,94 5,06 12,50 4,50 12,50 4,50 12,50 4,50 12,50 4,50
Kriteria Penilaian Kenampakan Aroma Rasa Konsistensi Adanya lendir Penentuan peringkat dimulai dari angka yang terkecil
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan pada penelitian tentang pengaruh pengasapan dan pemindangan terhadap masa simpan ikan lemuru (Sardinella longiceps) berdasar pada pengamatan terhadap kandungan TVB, TPC, Aw dan penilaian organoleptik, diperoleh kesimpulan bahwa : Ikan lemuru asap mempunyai masa simpan yang relatif lebih lama dibandingkan dengan ikan lemuru pindang.
DAFTAR PUSTAKA Andersen LF, Christian KS, Drevon A. 1996. Very long chain n-3 fatty acids as biomarkers for intake of fish and n-3 fatty acids concentrates. Am J Clin Nutr. 64:305-311. Bonaa KH. Bjerve KS, Norday A. 1992. Habitual flish consumption. Plasma phospholipid fatty acids, and serum lipid: the tromso study. Am J Clin Nutr. 55: 1126-1134. [Deptan] Departemen Pertanian. 1985. Kumpulan Standart Mutu Hasil Perikanan. Jakarta: Dirjen Perikanan. Deslypere JP, Bovenkamp Pv, Harryvan JL, Katan MB. 1993. Stability of n-3 fatty acids in human fat tissue
aspirates during storage. Am J Clin Nutr. 57:884-888. Dinas Perikanan Daerah Jawa Timur. 2004. Laporan Statistik Perikanan Jawa Timur. Surabaya: Dinas Perikanan. Giman. 1997. Pengaruh Pemindangan dan Pengasapan Terhadap Kandungan Asam Amino dan Masa Simpan Ikan Tongkol (Enthynnus affmis). [Tesis]. Program Pascasarjana Universitas Airlangga. Surabaya. Moeljanto. 1982. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Cetakan pertama. Jakarta: Penebar Swadaya Steel RGD, Torie J. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah: Bambang Sumantri. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Suprayitno E. 1997. Pemanfaatan Sumber Daya Ikan, Kajian Minyak dan Asam Lemak Omeg-3. Seminar Ilmiah. Surabaya. Wahyono U. 2003. Potensi dan Pemanfaatan Pangan Dari Ikan. Prosiding Seminar ACMI dalam Rangka Meningkatkan Citra Makanan Indonesia. Kantor Menpangan. Bulog. Jakarta. Wibowo S. 1999. Industri Pemindangan Ikan. Cetakan kedua. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.
Restu Tjiptaningtyas: Pengaruh Pemindangan dan Pengasapan
43