M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a | 118
Pengaruh Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung Dengan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Oleh : Arfa’i1
ABSTRAK Pemilihan Kepala Daerah Secara langsung mempunyai keterkaitan langsung dengan penyelenggaran pemerintahan daerah. Hal tersebut didasari bahwa calon Kepala daerah dalam pemilihan langsung mempunyai dua beban akan mempengaruhi penyelenggaraan pemerintahan daerah yaitupertama, beban biaya pada saat pencalonan dalam pilkada dan kedua, beban pada saat memimpin pemerintahan daerah setelah terpilih.Hal tersebut terkait dengan pendekatan dengan DPRD dalam pengesahan APBD dan kebijakan lainnya. Kata Kunci :
Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, Penyelenggaraan Pemerintahan daerah.
A. Pendahuluan Negara Republik Indeonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1)
UUD 1945, yang
menyatakan bahwa “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”. Sebagai Negara kesatuan, maka dalam Negara Republik Indonesia terdapat pembagian wilayah pemerintahan, yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal tersebut, diatur dalam bab VI tentang pemerintah daerah yaitu Pasal 18, ayat (1)
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Selanjutnya ditegaskan dalam ayat (2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Ayat (3) Pemerintahan daerah 1
Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi.
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a | 119
provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Ayat (4) Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis. Ayat (5)
Pemerintah daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Ayat (6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Ayat (7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang. Dari Pasal tersebut dapatlah dirinci bahwa dalam ketatanegaraan Republik Indonesia terdapat pemerintah pusat dan pemerintah daerah yaitu pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Dalam pemerintah daerah terdapat
lembaga-lembaga
yang
berwenang
mengatur
dan
mengurus
pemerintahannya sendiri yaitu Kepala Daerah sebagai lembaga eksekutif dan DPRD sebagai lembaga legislatif daerah. Selanjutnya dalam penyelanggaraan pemerintahan daerah digunakan prinsip otonomi yaitu ada kebebasan bagi daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sendiri. Sebagai tindak lanjut dari Pasal 18 UUD 1945 tersebut, maka lahirlah Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 yang tidak berlaku lagi. Dalam undang-undang nomor
32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah ditegaskan
bahwa daerah memiliki pemerintahan sendiri, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang menegaskan “Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 “. Selanjutnya, yang dimaksud dengan pemerintah daerah diatur dalam ayat (3) “Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dan ayat ( 4 ). Dewan Perwakilan Rakyat
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a | 120
Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Kemudian dalam pengisian jabatan pemerintahan di daerah, diatur dalam UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang menggariskan bahwa pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 56 ayat (1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Ayat (2) Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Selanjutnya mengenai teknis dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam Pasal 57 ayat (1) Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh KPUD yang bertanggungjawab kepada DPRD. Ayat (2) Dalam melaksanakan tugasnya, KPUD menyampaikan laporan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kepada DPRD. Ayat (3) Dalam mengawasi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, dibentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang keanggotaannya terdiri atas unsur kepolisian, kejaksaan, perguruan tinggi, pers, dan tokoh masyarakat. Ayat (4) Anggota panitia pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah 5 (lima) orang untuk provinsi, 5 (lima) orang untuk kabupaten/kota dan 3 (tiga) orang untuk kecamatan. Ayat (5) Panitia pengawas kecamatan diusulkan oleh panitia pengawas kabupaten/kota untuk ditetapkan oleh DPRD. Ayat (6) Dalam hal tidak didapatkan unsur sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(3),
panitia
pengawas
kabupaten/kota/kecamatan dapat diisi oleh unsur yang lainnya. Ayat (7) Panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dibentuk oleh dan bertanggungjawab kepada DPRD dan berkewajiban menyampaikan laporannya. Sebagai peraturan pelaksana dari Pasal 56 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, maka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2005 tentang tata cara pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dalam Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 ditegaskan bahwa kepala daerah
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a | 121
dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. Adapun ayat (2) dan ayat (3) menegaskan tentang kepala daerah provinsi dan kabupaten yaitu Gubernur dengan wakil gubernur, Bupati/Wali kota dan Wakil Bupati/Wali kota. Pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung tersebut adalah bertujuan untuk mewujudkan pelaksanaan demokrasi dalam pemilihan kepala daerah. Dalam hal ini memberikan peluang yang besar kepada rakyat dalam memenuhi hak politiknya baik sebagai pihak yang memilih maupun sebagai pihak yang dipilih. Kesemuanya itu adalah sebagai upaya nyata dalam memberikan kedaulatan secara penuh kepada rakyat untuk memilih pemimpinnya. Hal tersebut searah dengan pendapat Amirudin dan A.Zaini Bisri “ Pilkada adalah upaya demokrasi untuk mencari pemimpin daerah yang berkualitas dengan cara-cara yang damai, jujur, dan adil. Salah satu prinsip demokrasi yang terpenting adalah pengakuan perbedaan dan penyelesaian perbedaan secara damai ”.(2) Dari pendapat tersebut jelaslah bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung lebih menekankan pada upaya mencari pemimpin yang berkualitas dengan proses yang demokrasi. Kemudian dalam pemilihan kepala daerah secara langsung juga memberikan peluang bagi pelaksanaan proses demokrasi lokal. Hal ini ditandai dengan lahirnya pranata politik ditingkat lokal yang memungkinkan keterlibatan secara menyeluruh dari segenap elemen masyarakat dalam proses pemilihan kepala daerah. Hal tersebut ditegaskan oleh
Schumpeter dalam
Amirudin dan A. Zaini Bisri: proses demokratisasi lokal terjadi manakala di daerah lahir pranata politik, yang memungkinkan terciptanya tiga situsi yaitu (1). Political equality, (2). Lokal accuntability, dan (3). Lokal response.(3) Secara realita dalam masyarakat, sejak dilaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung, pada 1 juni 2005, memunculkan beberapa permasalahan. Permasalahan tersebut yaitu pertama, dilihat dari prilaku kepala daerah setelah terpilih adalah akan terciptanya kepala daerah yang mengegokan kekuasaan. Hal ini disebabkan kerena kepala daerah merasa telah diberikan kekuasaan secara 2
Amirudin dan Ahmad Zaini Bisri, Pilkada Langsung Problem dan Prospek, Sketsa Singkat Perjalanan Pilkada 2005, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006.hal 12. 3 Ibid.
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a | 122
penuh oleh rakyat, sehingga memunculkan fenomena kepala daerah dalam melakukan perombakan atau tukar pasang perangkat daerah/ pejabat daerah yang disesuaikan dengan kepentingan politik seorang kepala daerah bersama dengan elit politik di daerah. Kedua, memunculkan pola rekrutmen calon kepala daerah dalam nuansa partai politik yaitu kepala daerah hanya dicalonkan melalui partai politik, sebagimana diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 yang telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi dan Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang tata cara pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah. Hal ini searah dengan pendapat Amirudin dan A. Zaini Bisri :
Akibat pilkada langsung munculnya otorinisme dan kapitalisme dalam pilkada. Otorianisme muncul sebagai konsekunsi pemilihan secara langsung yang memberikan legitimasi penuh dan kuat kepada kepala daerah terpilih. Sedangkan fenomena kapitalisme terjadi akibat kombinasi faktor legal dan pendekatan prakmatik yang ditempuh para kandidat kepala daerah.(4) Selanjutnya ditinjau dari penyelenggaraan pemilihan kepala daerah, terciptanya pemborosan waktu dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Hal tersebut dikarenakan adanya pemilihan kepala daerah yang tidak serentak, misalnya pemilihan kepala daerah di provinsi Jambi : pemilihan gubernur tidak serentak dengan pemilihan bupati maupun walikota yang ada dalam provinsi Jambi. Hal tersebut memboroskan waktu dalam penyelenggaraan pembangunan dan kesejahteraan serta pelayanan kepada masyarakat. Sementara itu ditinjau dari segi penggunaan dana, terciptanya pemborosan dalam penggunaan dana baik oleh penyelenggara pemilihan kepala daerah maupun oleh seorang calon kepala daerah.
B. Perumusan Masalah Adapun sebagai permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah:
4
Ibid.,hal 26.
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a | 123
1. Apa saja dampak positif Pemilihan Kepala Daerah secara langsung dan hubungannya dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah? 2. Apa saja dampak negatif dari pemilihan kepala daerah secara langsung dan hubungannya dengan peneyelenggaraan pemerintahan daerah?
C. Pembahasan Suasana dalam penyelenggaraan pemerintahan sangat dipengaruhi oleh sistem politik dan suasana perpolitikan dalam sebuah negara. Secara inflementatif antara dua hal tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Dalam penyelenggaraan pemerintahan di Negara Republik Indonesia, setelah memasuki orde reformasi memberikan suatu ruang gerak yang sangat luas sekali dalam bidang politik. Hal ini disadari dengan adanya perekembangan masyarakat bangsa dan
negara
yang
menuntut
adanya
perbaikan
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan. Dalam pemerintahan orde baru penyelenggaraan perpolitikan lebih bernuansa komando yaitu menurut apa yang dikatakan oleh presiden. Hal ini memberikan dampak pada pelaksanaan HAM dibidang politik yang dimiliki oleh seorang warga Negara. Dalam hal ini, tidak menekankan pada pelaksanaan perpolitikan yang memberikan kedaulatan secara penuh pada rakyat. Hal tersebut disadari bahwa mengingkari
nuansa demokrasi seharusnya rakyat yang
memegang peranan dalam penyelenggaraan Negara. Selanjutnya, dalam perkembangan bangsa dan Negara saat ini telah memberikan peranan
yang cukup
besar kepada rakyat,
yaitu
dengan
dikembalikannya kedaulatan kepada rakyat. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Sebagai inflementasi dari Pasal tersebut diatur lebih lanjut dalam Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan bahwa presiden dan wakil presiden dipilih dalam salah satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Secara nyata Pasal tersebut telah dilaksanakan oleh bangsa Indonesia pada tahun 2004 yaitu dengan lahirnya Undang-undang Nomor 23 tahun 2003 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden.
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a | 124
Dengan adanya pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung tersebut, telah memberikan suatu nuansa demokrasi dalam penyelenggaraan Negara Republik Indonesia. Perwujudan demokrasi dalam penyelenggaran Negara diperluas lagi dengan diadakannya pemilihan kepala daerah secara langsung. Hal tersebut telah diatur dalam UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah sebagai pengganti UU no 22 tahun 1999 yang masih menjalankan demokrasi perwakilan. Sebagai tindak lanjut dari UU tersebut maka diterbitkan lagi peraturan pemerintah nomo 6 tahun 2005 tentang pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung. Pemilihan kepala daerah secara langsung tersebut telah memberikan suatu hak politik yang tegas bagi masyarakat yang ada di daerah. Dalam hal ini semua elemen masyarakat dapat menjalankan hak politiknya sebagaimana mestinya, mulai dari para politisi, birokrasi sampai kepada masyarakat biasa. Sebagai contoh Provinsi Jambi telah melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung, antara lain ; Pemilihan Gubernur Provinsi Jambi, kemudian juga telah diadakan pemilihan bupati di beberapa kabupaten, antara lain ; Muara Jambi, Batanghari, Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur, Muara Bungo serta Kabupaten Tebo.
Dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung
tersebut mengandung banyak tujuan antara lain, pertama memberikan hak politik secara luas kepala masyarakat baik untuk mencalonkan diri menjadi kepala daerah maupun untuk memilih calon kepala daerah. Kedua, menciptakan pemimpin daerah yang berkomitmen untuk membangun daerahnya. Ketiga, menciptakan pemimpim daerah yang tahu kondisi yang sebenarnya dalam masyarakat daerah yang
bersangkutan.
Keempat
menciptakan
kesejahteraan
rakyat
secara
menyeluruh dan merata. Hal tersebut sesuai dengan tujuan dari Negara Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke empat yang menegaskan bahwa tujuan dari Negara Republik Indonesia adalah melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan kesejahteraan umum.
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a | 125
Dalam perjalanan demokrasi yang ditegaskan dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan isu politik yang masih dibicarakan oleh masyarakat Jambi.
1. Dampak positif Pemilihan Kepala Daerah secara langsung dan hubungannya dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam pemilihan Kepala daerah secara langsung, secara inflementatif menimbulkan beberapa dampak yang positif dan negatif. Dampak yang positif adalah dilihat dari sisi demokrasi, pemilihan kepala daerah secara langsung sudah menunjukkan nuansa demokrasi yang sebenarnya. Dalam wujud nyatanya dilibatkan
rakyat secara langsung dalam memilih dan
menentukan seorang Kepala Daerah. Hal tersebut searah dengan hakekat dari demokrasi yang menekankan pada pemerintahan yang berasal dari rakyat (goverment of the people), oleh rakyat ( by the people ) dan untuk rakyat (for people ). Sebagai pengaruh hal tersebut akan memberikan angin segar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini berkaitan dengan kedudukan dan legitimasi seorang kepala daerah yang terpilih dalam pemilihan kepala daerah. Kepala daerah yang terpilih akan memiliki legitimasi yang tinggi dari masyarakat dan mempunyai kepedulian terhadap persoalan masyarakat. Hal ini disebabkan, seorang kepala daerah untuk memenangkan pertarungan pemilihan haruslah menguasai dan menyenangkan hati rakyat, berbeda dengan pemilihan tidak langsung yang hanya tergantung pada anggota DPRD bukan pada rakyat. Kemudian, seorang kepala daerah terpilih juga mampunyai kedudukan yang sejajar dengan anggota DPRD yaitu sama-sama dipilih langsung oleh rakyat, sehingga terciptnya check and balances antara kepala daerah dengan DPRD.
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a | 126
2. Dampak negatif Pemilihan Kepala Daerah secara langsung dan hubungannya dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pemilihan Kepala Daerah secara langsung memberikan dampak negatif yang cukup besar dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Dampak negatif tersebut adalah tidak efektif dan efesien dalam anggaran belanja dan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Tidak efektif dan efisien maksudnya adalah korelasi antara APBD yang dimiliki oleh daerah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan lainnya dengan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Dalam hal ini, selayaknya dana APBD yang tersedia digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat tetapi justru digunakan untuk pemilihan kepala daerah, artinya ada pengurangan dana bagi kesejahteraan rakyat. Secara inflementatif tidak efektif dan efisien dalam anggaran belanja dan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah tarsebut, dapat dibagi menjadi; Dari sisi anggaran dana yang digunakan, Pertama, dana untuk Komisi Pemilihan Umum Daerah
( KPUD). Kedua, Dana untuk Panitia Pengawas
Pemilihan Umum (PANWASLU). Kedua dana tersebut diambil dari APBD yang ada di daerah yang bersangkutan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 134 PP No 6 tahun 2005 tentang pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah dan wakil kepala daerah, ayat (1). Pendanaan kegiatan pemilihan dibebankan pada APBD. Adapun kegiatan pemilihan tersebut meliputi ; mulai dari persiapan, tahap pelaksanaan sampai pada saat pelantikan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Ketiga, dana yang digunakan oleh para calon peserta pemilihan kepala daerah. Dalam hal ini seorang calon kepala daerah akan mengeluarkan dana yang cukup besar guna mengikuti proses pemilihan kepala daerah, mulai dari pendaftaran ke partai politik sampai pada saat kompanye. Sebagai dampak hal tersebut akan memberikan pengaruh pada prilaku seorang kepala daerah ketika sudah terpilih menjadi seorang kepala daerah.
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a | 127
Tabel perbandingan penyebaran dana dalam pemilihan perwakilan dan pemilihan secara langsung. Tabel 1. Penyebaran Dana Dalam Pemilihan Sistem Perwakilan Sumber Penyelenggara Dana Calon KDH Dana APBN Panitia dalam pemilihan Hanya mengeluarkan dana APBD Kepala Daerah yang terdiri Untuk Tim sukses dalam partai dari anggota DPRD dan atau lintas partai Elemen lainnya. Tabel II Penyebaran Dana pemilihan kepala daerah secara langsung (Pemilihan Gubernur) Sumber dana APBN APBD
Penyelenggara 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
KPU Provinsi KPU Kabupaten/Kota PPK PPS KPPS BAWASLU Provinsi Panwaslu Kabupaten/kota Panwas Kecamatan Dan lain-lain
Dana Calon KDH 1. Dana Parpol 2. Dana tim sukses sampai pada tingkat desa. 3. Dana kompanye 4. Dan lain-lain
Tabel III Penyebaran Dana pemilihan kepala daerah secara langsung (Pemilihan Bupati/Walikota) Sumber dana APBD
Penyelenggara 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
KPU Kabupaten/Kota PPK PPS KPPS Panwaslu Kabupaten/kota Panwaslu Kecamatan Dan lain-lain
ISSN : 0854 – 789 X
Dana Calon KDH 1. Dana Parpol 2. Dana tim sukses sampai pada tingkat desa 3. Dana kompanye 4. Dan lain-lain
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a | 128
Dari
sisi
penyelenggaraan
Pemilihan
Kepala
daerah
adanya
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang tidak serentak dalam satu provinsi. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya pemilihan kepala daerah sebanyak kabupaten yang terdapat dalam provinsi yang bersangkutan. Dalam provinsi yang memiliki 10 kabupaten misalnya, maka akan diadakan pemilihan kepala daerah sebanyak 11 kali dengan princian 1 pemilihan untuk memilih Gubernur dan wakil gubernur dan 1 kali untuk memilih wali kota dan wakil walikota serta 9 kali pemilihan untuk memilih bupati dan wakil bupati, sementara itu dalam pelaksanaannya, penyelenggaraan pemilihan tersebut tidak dilakukan secara serentak. Selanjutnya, jika di tinjau dari pemilihan umum secara nasional, maka pemilu yang harus diikuti oleh rakyat adalah minimal sebanyak 4 (empat) kali dengan catatan tidak ada pemilihan presiden dan kepala daerah dengan dua atau tiga tahap. Rinciannya sebagai berikut 1 ( dua ) kali pemilihan presiden dan wakil presiden ( jika hanya melalui satu tahap pemilihan ). 1 ( satu ) kali pemilihan anggota DPR/DPD dan DPRD, 1 (satu ) kali pemilihan Gubernur dan wakil gubernur ( jika hanya satu tahap pemilihan ), 1 (satu) pemilihan bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota ( jika hanya melalui satu tahap pemilihan ). Pemilihan umum yang cukup banyak tersebut, jika ditinjau dari sisi penyelenggaraan
pemerintahan
tidaklah
efektif
dan
efisien
karena
menghabiskan banyak waktu dalam penyelenggaraan pemerintahan, waktu yang tersedia selayaknya digunakan untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat justru digunakan untuk mengurus pemilihan umum, terutama dalam pemilihan kepala daerah. Disisi lain, jika ditinjau dari aspek sosiologis, maka pemilihan umum yang terlalu banyak dan tidak serentak memberikan efek jenuh kepada masyarakat dan memberikan peluang golput semakin besar. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, pertama masyarakat dibebankan ikut dalam pemilihan umum kepala daerah secara berulang-ulang sebagai akibat pemilihan umum kepala daerah yang tidak serentak. Kedua, masyarakat terbebani dengan tidak adanya perubahan secara signifikan setelah terpilihnya
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a | 129
kepala daerah yang bersangkutan. Ketiga, masyarakat terbebani dengan meninggalkan pekerjaannya sebagai akibat harus mengikuti pemilihan kepala daerah. Pemikiran Pemilihan Kepala daerah dimasa depan. Berdasarkan dampak negatif yang ditimbulkan dari pemeilihan kepala daerah secara langsung tersebut diatas, maka harus dipikirkan sistem yang tepat dalam pemilihan kepala daerah dimasa yang akan datang. Dimasa depan pemilihan kepala daerah haruslahlah berlandaskan kepada asas efektif dan efesien, berdaya guna dan kemasyarakatan. Efektif dan efesien adalah dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah tidak memakan waktu yang banyak dan tidak mengeluarkan biaya yang besar baik bagi penyelenggara pemilihan kepala daerah mapun peserta yang ikut dalam pemilihan kepala daerah. Berdaya guna adalah dalam output pemilihan kepala daerah menghasilkan kepala daerah yang berkomitmen membanguan kesejahteraan rakyat dengan tidak mengeluarkan banyak biaya. Sedangkan kemasyarakatan adalah dalam penlenggaraan pemilihan kepala daerah tidak dibebankan kepada rakyat secara keseluruhan baik dari segi waktu maupun keterlibatan masyarakat Secara yuridis harus diarahkan sebuah peraturan perundang-undangan yang menciptakan sistem yang ideal untuk pemilihan kepala daerah dimasa depan adalah dengan menerapkan sistem Distrik yaitu pemilihan kepala daerah dilakukan oleh perwakilan dari distrik/kecamatan yang ada dalam wilayah yang bersangkutan. Dalam hal ini distrik yang diambil perKecamatan, yang diwakili oleh, pertama ; golongan profesi. Kedua ; tokoh masyarakat. Ketiga ; tokoh adat. Keempat ; pemuka agama. Kelima ; utusan pemuda. Teknisnya adalah masing-masing perwakilan tersebut dipilih dari anggotanya sendiri, sebagai contoh : wakil dari golongan profesi dipilih dari angggota yang tergabung dalam golongan profesi tersebut yang diambil dari desa-desa yang ada dalam kecamatan tersebut. Atau contoh lain : wakil dari tokoh adat/ tokoh masyarakat dipilih dari tokoh-tokoh masyarakat dan tokohtokoh adat yang ada di desa-desa dalam kecamatan yang bersangkutan dan yang melakukan pemilihan tersebut adalah dari tokoh adat/tokoh masyarakat
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a | 130
itu sendiri secara independent tanpa ada campur tangan dari pemerintah kecamatan. Posisi pemerintah kecamatan adalah sebagai fasilisator sedangkan penyelenggara diserahkan kepada lembaga independent. Secara keseluruhan penyelenggaraan dan perangkat yang dibutuhkan dalam pelaksanaan sistem pemilihan kepala daerah dengan sistem distrik dibagi dalam dua bagian tahapan. Pemilihan bagian pertama adalah tahap pemilihan wakil dari distrik/kecamatan. Perangkat yang dibutuhkan adalah pertama, lembaga independent yang bertugas menyelenggarakan pemilihan wakil dari distrik. Kedua, kecamatan sebagai fasilisator penyelenggaran pemilihan wakil dari distrik. Ketiga, utusan-utusan elemen masyarakat dari setiap desa
(yang
telah ditetapkan oleh masyarakat desa) yaitu golongan profesi, tokoh masyarakat, tokoh adat, pemuka agama, utusan pemuda. Taksiran jumlahnya dalam satu elemen masyarakat akan terpilih 2 (dua) orang yang akan mewakili distrik dalam pemilihan kepala daerah. Teknis penjumlahannya, jika distrik/kecamatan memiliki 20 desa, maka peserta yang akan mengikuti pemilihan bagian pertama adalah golongan profesi 20 orang, tokoh adat 20 orang, tokoh masyarakat 20 orang, pemuka agama 20 orang dan utusan pemuda 20 orang, jadi jumlah keseluruhan adalah 120 orang. Dalam teknisnya adalah masing-masing elemen masyarakat tersebut dengan di dampingi oleh lembaga independent dan fasilisator pihak kecamatan memilih dua orang untuk menjadi wakil distrik/kecamatan. Dengan demikian, maka penjumlahannya adalah (golongan profesi dari 20 orang dipilih 2 orang), (tokoh masyarakat dari 20 orang dipilih 2 orang), (tokoh adat dari 20 orang dipilih 2 orang), (tokoh masyarakat dari 20 orang dipilih 2 orang), (pembuka agama dari 20 orang dipilih 2 orang) dan (utusan pemuda dai 20 orang dipilih 2 orang). Jika dijumlahkan, maka wakil dari distrik/kecamatan yang memiliki 20 desa adalah 12 orang. Secara keseluruhan, jika satu kabupaten memiliki 7 kecamatan/distrik, maka peserta yang berhak mengikuti pemilihaan kepala daerah ( tahap kedua ) adalah ( 7x12 = 84 orang ).
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a | 131
Pemilihan bagian kedua adalah tahap pemilihan kepala daerah. Untuk daerah kabupaten/kota, maka pemilihan akan dilakukan oleh wakil dari distrik/kecamatan yang pesertanya telah dipilih pada tahap pemilihan pertama. Pada tahap pemilihan ini, sebagai pihak penyelenggara diserahkan kepada lembaga pemilihan umum yang ada yaitu KPU
(Komisi Pemilihan
Umum) Kabupaten/kota dan PANWASLU ( Panitia pengawas pemilihan Umum kepala daerah) kabupaten/kota. Jumlah peserta yang mempunyai hak dalam pemilihan kepala daerah adalah tergantung dari jumlah desa yang dimiliki dalam setiap kecamatan dan distrik/kecamatan yang dimiliki oleh kabupaten/kota yang bersangkutan. Misalnya untuk kabupaten yang memilki 7 distrik/kecamatan, dalam satu kecamatan memiliki 20 desa, maka jumlah peserta yang mempunyai hak memilih kepala daerah adalah : penjumlahan wakil distrik (dari 6 elemen masyarakat utusan dari 20 desa masing-masing elemen dipih 2 orang, maka jumlahnya adalah 6x2 = 12 orang). Jika satu kabupaten/kota memiliki 7 distrik/kecamatan, maka (7x12 = 84 orang). Jadi jumlah peserta yang mempunyai hak ikut serta dalam pemilihan kepala daerah adalah 84 orang. Sementara itu untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur, diwakili dari utusan-utusan yang telah terpilih pada tahap pertama dalam pemilihan bupati/walikota. Dalam hal ini disesuaikan dengan jumlah desa yang ada dalam satu kecamatan dan jumlah kecamatan yang ada dalam satu kebupaten/kota serta jumlah kabupaten yang dimilki oleh provinsi yang bersangkutan. Misalnya kita ambil contoh yang telah diuraikan diatas. Dalam satu provinsi memiliki 10 kabupaten. Dalam satu kabupaten memiliki 7 distrik/kecamatan, dalam satu kecamatan memiliki 20 desa.maka, utusan yang memiliki hak memilih bupati dan wakil bupati di kabupaten yang bersangkutan adalah 84 orang. Dengan demikian, jika dalam satu provinsi setiap kabupatennya memiliki utusan 84 orang, maka (10 kabupaten x 84 utusan per-kabupaten, maka = 840 orang). Jadi dalam provinsi yang bersangkutan peserta yang mempunyai hak untuk memilih gubernur dan wakil gubernur adalah 840 orang. Adapun teknis pelaksanaannya adalah
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a | 132
diserahkan kepada lembaga pemilihan umum yang tersedia ditingkat provinsi yaitu KPU provinsi dan BAWASLU Provinsi.
Tabel IV Penyebaran dana Dalam pemilihan Kepala daerah sistem distrik/kecamatan Pemilihan Gubernur Sumber Penyelenggara Dana APBN 1. KPU Provinsi APBD 2. Bawaslu Provinsi 3. Honor Perwakilan distrik/kecamatan 4. Lembaga Independen pada saat pemilihan perwakilan distrik/kecamatan
Calon KDH 1. Parpol 2. Tim Sukses hanya pada tingkat provinsi dan kabupaten.
Tabel V Penyebaran dana Dalam pemilihan Kepala daerah sistem distrik/kecamatan Pemilihan Bupati/Walikota Sumber Penyelenggara Calon KDH Dana APBD 1. KPU Kabupaten/Kota 1. Parpol 2. Panwas Kabupaten/Kota 2. Tim Sukses hanya 3. Honor Perwakilan pada tingkat distrik/kecamatan kabupaten/kota 4. Lembaga Independen pada saat pemilihan perwakilan distrik/kecamatan
D. Penutup 1. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan yang telah diuraikan diatas adalah : Secara umum bahwa Pemilihan Kepala Daerah merupakan wujud nyata dalam pelaksanaan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal tersebut sesuai dengan konsep otonomi daerah yang dituangkan dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yaitu asas
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a | 133
desentaralisasi. Asas ini menggarisbawahi bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, daerah dan masyarakat diberikan kebebasan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri termasuk dalam pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sementara itu dalam pemilihan kepala daerah secara langsung jika dibandingkan pemilihan kepala daerah yang tidak langsung terdapat kelebihan dan kelemahannya. Hal tersebut diuraikan sebagai berikut : 1. Pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala daerah secara tidak langsung menurut Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, dalam pelaksanaannya terdapat kelebihan dan kekurangan. Kelebihan sistem pemilihan Kepala daerah dan Wakil kepala Daerah secara tidak langsung ; pertama, lebih berkaitan kepada efektifitas dan efesiensi dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kapala daerah yaitu sedikit menggunakan dana/anggaran dan waktu yang digunakan juga tidak lama.
Kedua,
secara
sosial
mencegah
terjadinya
konflik
antar
pendudukung Calon Kepala Daerah baik secara elit maupun secara horizontal dan aktifitas masyarakat tidak terganggu oleh kegiatan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Adapun kelebihan yang dimiliki oleh pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara tidak langsung lebih berkaiatn kepada demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu terpilihnya Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat, artinya rakyat tidak memiliki kedaulatan yang penuh dalam menetukan pimpinan daerah mereka. Terjadinya many politic sebagai akibat pemilihan hanya dilakukan oleh anggota DPRD. 2. Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004. Dalam pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004 juga terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dan kelemahan yang dimiliki oleh pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah secara langsung adalah kebalikan
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a | 134
dari kelebihan dan kelemahan yang dimiliki oleh pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara tidak langsung. Adapun kelebihan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung adalah pertama, rakyat memiliki kedaulatan yang penuh dalam menentukan pemimpin daerah mereka. Kedua, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang terpilih memiliki legitimasi yang kuat dari rakyat dan mempunyai kedudukan yang sama dengan DPRD yaitu sama-sama dipilih langsung oleh rakyat sehingga adanya check and balances antara keduanya. Ketiga, terjadinya pengurangan dalam many politic. Adapun kelemahan yang dimiliki oleh pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala daerah secara langsung adalah berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah tersebut.
Pertama,
terjadinya
pemborosan
dalam
penggunaan
anggaran/dana dan waktu. Kedua, secara sosial menimbulkan kejenuhan mapa masyarakat sebagai akibat pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala daerah yang tidak serentak dan berulang-ulang serta menggangu aktifitas kseharian masyarakat. Ketiga, terjadinya konflik antar pendukung calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah. Dari sekian kelemahan tersebut, juga terdapat kelemahan yang menyangkut penyelenggaraan pemerintahan daerah yaitu : Kepala Derah dan wakil kepala daerah dalam kepemimpinannya lebih cenderung membuat suatu lingkaran kekuatan politik untuk mencalonkan kembali di priode berikutnya sehingga mengebiri hak rakyat. Kemudian dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, terdapat pemborosan anggaran dan waktu dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat karena sebagaian angaran dan waktu diambil untuk penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014
M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a | 135
Daftar Pustaka
1.
Buku Amirudin dan Ahmad Zaini Bisri, Pilkada Langsung Problem dan Prospek, Sketsa Singkat Perjalanan Pilkada 2005, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006. Joko J Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005.
2.
Peraturan Perundang-undangan ---------------UUD 1945 dan Amandemennya, Pabelan, Surakarta, 2000. ---------------UUD 1945 yang sudah diamandemen dengan Penjelasannya, Apollo, Surabaya, 2002.
. ---------------Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah. UU Nomor 32 Tahun 2004. Citra Umbara, Bandung, 2004. ----------------Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang tata cara pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
ISSN : 0854 – 789 X
Volume 25, Nomor 1, Maret 2014