ISSN 1979-8911
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1
PENGARUH PEMBERIAN FERMENTASI KOTORAN AYAM TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING (Tubifex tubifex)
Astuti Kusumorini , Tri Cahyanto dan Lutfhi Dewi Utami, , Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri SGD Bandung Jl. A.H. Nasution No.105 Cibiru, Bandung 40614 e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Cacing sutra adalah salah satu jenis pakan hidup yang disenangi karena mempunyai kandungan nutrisi yang baik untuk pertumbuhan larva ikan. Media hidup cacing sutera terdiri dari lumpur dan bahan organik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan media kultur dengan fermentasi kotoran ayam terhadap biomassa dan populasi cacing sutera. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei bertempat di kebun Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Cacing digunakan adalah cacing sutera berukuran 1,4-2,3 cm. Jumlah cacing yang ditebar 10 gram untuk luasan 0,091 m2 dan debit air 0,35 l/menit. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari 5 perlakuan dan 5 kali ulangan. Perlakuan P0 (tanpa pemupukan), P1 (Fermentasi kotoran ayam 75g/ 20 hari), P2 (150g/20 hari), P3 (225g/ 20 hari) dan P4 (300g/ 20 hari). Hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan pupuk fermentasi kotoran ayam memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap populasi dan biomassa cacing Tubifex tubifex. Populasi dan biomassa tertinggi terdapat pada perlakuan P2 4013 ind/m2 dengan biomassa yaitu 17,32 gram yang dicapai pada hari ke-20 Berdasarkan hasil, dapat disimpulkan bahwa fermentasi kotoran ayam dapat meningkatkan populasi dan biomassa dari cacing Tubifex tubifex. kata kunci : biomassa , kotoran ayam, fermentasi , populasi ,
1.
Pendahuluan Perkembangan
usaha
bidang
20,59% pertahun dengan
volume
produksi
menjadi
882,29
ribu
9,60 juta ton pada tahun 2013
perikanan di Indonesia saat ini
(Suhana,
sudah berkembang pesat, tercatat
pembesaran ikan konsumsi sangat
bahwa dalam periode tahun 2000 –
bergantung
2013
pembenihan
perikanan
pertumbuhan
produksi
budidaya
mencapai
2014).
Unit
dari yang
usaha
panti-panti dapat
menghasilkan benih yang sesuai 16
ISSN 1979-8911
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1
dengan kuantitas dan kualitas yang
Produksi cacing sutra saat ini
baik. Guna memenuhi hal tersebut
masih
maka
tangkapan
harus
ketersediaan
ditunjang pakan
dengan
alami
didominasi di
dari
alam,
hasil
sedangkan
yang
permintaan kebutuhan akan cacing
cukup terutama sebagai pakan saat
sutera cukup tinggi. Ketersediaan
larva habis kuning telurnya (yolk
cacing
egg) (Suharyadi, 2014).
tersedia
Pakan alami yang digemari oleh
sutera
di
alam
sepanjang
khususnya
pada
tahun,
musim
karena
memiliki kandungan protein yang
terbawa oleh arus deras akibat
cukup tinggi yaitu mencapai 52,49
curah
% (Meilisza, 2003).
(Hadiroseyani et al.,2007).
sutra mempunyai
peranan
sutera
hujan
di
hujan,
ikan adalah cacing sutra karena
Menurut Sumaryam (2000), cacing
cacing
tidak
yang
alam
tinggi
Pemberian fermentasi kotoran
yang
ayam dalam budidaya cacing sutera
penting karena mampu memacu
bertujuan untuk menambah sumber
pertumbuhan
ikan
makanan
dibandingkan
pakan
lebih
cepat
pada
media
lain
pemeliharaan cacing sutra. Pada
seperti kutu air (Daphnia sp. atau
pemupukkan kotoran ayam juga
Moina sp.), hal ini disebabkan
dilakukan fermentasi kotoran ayam.
cacing sutra mempunyai kelebihan
Hal ini dilakukan karena fermentasi
dalam hal nutrisinya. Sulmartiwi et
dapat memperbaiki kualitas pupuk.
al., (2003) menambahkan bahwa
Fermentasi
cacing Tubifex tubifex memiliki
nilai rasio C/N. Kotoran ayam
kandungan gizi yang cukup baik
difermentasi dengan EM-4 yaitu
yaitu protein (57%), lemak (13,3%),
Effective Microorganisms-4 biasa
serat kasar (2,04%), kadar abu
disingkat EM-4 adalah suatu kultur
(3,6%) dan air (87,7%). Selain itu,
campuran beberapa mikroorganisme
cacing ini juga mengandung pigmen
yang
karotenoid
mampu
inokulan mikroba yang berfungsi
meningkatkan ketajaman warna bagi
sebagai alat pengendali biologis.
ikan hias.
Mikroorganisme tersebut berfungsi
yang
alami
baru
dalam
dapat
dapat
meningkatkan
digunakan
lingkungan
hidup
sebagai
yaitu
17
ISSN 1979-8911
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1
sebagai penekan dan pengendali
pada bulan April sampai bulan Mei
perkembangan hama dan penyakit.
2015.
EM-4
2.2 Alat
mengandung
beberapa
mikroorganisme utama yaitu bakteri
Alat-alat yang digunakan adalah
fotosintetik, bakteri asam laktat,
kotak plastik berukuran 34 x 27 x 12
Ragi (yeast), Actinomycetes dan
cm3, filter pump, selang, pengatur
jamur fermentasi. EM4 adalah salah
debit air, thermometer, timbangan
satu jenis aktivator yang terdiri
digital, DO meter amonia testkit. pH
dari enzim dan mikro organisme
pen, lem PVC isolasi dan tong besar
yang
untuk fermentasi kotoran ayam dan
dapat mempercepat proses
pengomposan, kesehatan
memperbaiki
dan
kualitas
tanah.
limbah sayuran. 2.3 Bahan
Menurut Tahapari (2010), bahwa
Bahan yang digunakan dalam
EM4 mengandung sebagian besar
penelitian ini adalah Tubifex tubifex,
genus lactobacillus, ragi, bakteri
Fermentasi dengan menggunakan
fotosintetik,
EM4,
actinomycetes
jamur pengurai
dan
kotoran ayam dan lumpur
selulose. Dari
kolam. Kotoran ayam diperoleh dari
pemaparan diatas maka dilakukan
peternakan ayam milik warga di
penelitian
pengaruh
sekitar kampus UIN Sunan Gunung
kotoran
Djati Bandung sedangkan Tubifex
mengenai
pemupukkan
fermentasi
ayam terhadap populasi dan biomasa
tubifex
diperoleh
dari
Pusat
cacing Tubifex tubifex.
Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP) Tunas Mina
2.
Lestari Ciparay Bandung.
Metodologi
2.1 Waktu dan Tempat
2.4 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di
Metode
penelitian
Kebun Fakultas Sains dan Teknologi
digunakan
Universitas Islam Negeri Sunan
eksperimental
Gunung
Rancangan Acak Lengkap (RAL)
Djati
Bandung
dan
adalah
yang
4
metode
menggunakan
pengujian kadar rasio C/N dilakukan
dengan
perlakuan
dosis
di Laboratorium Kimia organik
pemupukan dan 4 ulangan, yaitu :
Universitas Padjajaran Jatinangor
18
ISSN 1979-8911
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1
P0
=
Tidak
ditambahkan
fermentasi kotoran ayam
Tunas
P1 = fermentasi kotoran ayam dengan dosis 75 gram/20hari
dengan dosis 150 gram/20hari
dengan dosis 225 gram/20hari
dengan dosis 300 gram/20hari
adalah
utama
populasi
ini
Biomasa
Tubifex tubifex per 5 hari selama 20 hari.
Sedangkan,
ditakutkan
membawa yaitu
bakteri
dengan
cara
menyimpannya didalam bak beton
bersih selama 3 hari. Dalam bak beton harus ada air masuk dan air
yang
penelitian dan
Ciparay
yang bersih dan terus dialiri air yang
P4 = fermentasi kotoran ayam
dalam
Lestari
Bandung sebanyak 2 Liter harus
patogen
P3 = fermentasi kotoran ayam
digunakan
Mina
dikarantina terlebih dahulu karena
P2 = fermentasi kotoran ayam
Parameter
Kelautan dan Perikanan (P2MKP)
keluar. Gambar dapat dilihat pada Lampiran 4. 3. Persiapan media Kotoran
ayam
yang
sudah
parameter
dijemur, difermentasi menggunakan
pendukung dalam penelitian ini
bakteri EM4 yang sudah diaktifasi
adalah suhu yang diukur dengan
dengan
termometer, pH air dengan pH pen,
sendok makan gula pasir + 4 ml
oksigen terlarut dengan DO meter
EM4 + 300 ml air dan diamkan
dan amonia dengan amonia testkit
selama kurang lebih 2 jam. Setelah
dan
itu cairan dicampurkan kedalam 10
fermentasi
dengan
cara
menambahkan
¼
menggunakan EM4.
kg kotoran ayam dan diaduk hingga
2.5 Metode
rata selanjutnya dimasukkan ke tong
1. Persiapan Wadah
atau ember yang tertutup rapat
Wadah yang terbuat dari baki
selama 5 hari.
plastik berukuran 34 x 27 x 12 cm3,
4. Perhitungan Biomassa dan
lalu dibuat tingkatan-tingkatan dan dibuat alur sehingga air mengalir dari atas ke bawah.
Pelatihan
mutlak rumus
diitung Weaterley
(1972)
Cacing sutra yang telah dibeli Pusat
Biomassa menggunakan
2. Persiapan Bibit
dari
Populasi
Mandiri
W = Wt – Wo Keterangan :
19
ISSN 1979-8911
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1
W
: Pertumbuhan mutlak (g)
Wo
:
Biomassa
pada
awal
populasi
pada semua
sangat
berbeda.
perlakuan
Pertumbuhan
penelitian (g)
populasi pada P2 yaitu 4014 ind/m2
Wt : Biomassa pada waktu (t) (g)
mencapai puncak populasi pada hari
Populasi
ke-20, diikuti dengan perlakuan P1
Jumlah ditentukan
cacing
yaitu 2317 ind/m2. Pada perlakuan
menghitung
P3 yaitu 2893 ind/m2 dan hasil
populasi dengan
sampel secara
langsung,
sampel
terendah diperoleh pada perlakuan P4
dan
dikonversikan
perlakuan P1 yaitu dengan dosis 75
dengan jumlah biomassa cacing
gram/20 hari dapat terlihat bahwa
yang
setiap
selama 20 hari pengamatan tidak
masing-masing wadah pemeliharaan
terjadi jumlah penurunan populasi.
(Hadiroseyani et al, 2007).
Hanya saja perubahannya
3.
terlalu besar dibandingkan dengan
kemudian
didapatkan
dari
Hasil dan Diskusi a. Pertumbuhan Cacing
populasi
Tubifex
tubifex
yaitu
ind/m2.
yang diambil sebanyak 0.1 gram
2332
Pada
tidak
perlakuan P2 yaitu dengan dosis 150 gram/20
hari.
Berbeda
dengan
selama 20 hari pengamatan
perlakuan P3 dan P4, dapat dilihat
Hasil pengamataan pengaruh
pada grafik bahwa selama 20 hari
pemberian
dosis
yang
berbeda
pemeliharaan
terjadi
penurunan
populasi pada hari ke-15 sampai hari
20 hari dapat dilihat pada Gambar 1.
ke-20.
Jumlah individu/m2
terhadap jumlah cacing uji selama
Nilai
populasi
tertinggi
5000
terdapat pada perlakuan P2 sebesar
4000
3147 ind/m2 dengan dosis 150 P0 = 0 g
3000
P1= 75 g
2000
P2=150 g
1000 0 0 5 10 15 20
Rendahnya
diduga
pada
perlakuan
P4=300 g
perbadaan perlakuan antara pakan
Gambar
P0
populasi
P3=225 g
karena
yang satu dengan pakan yang lain.
Masa pemeliharaan (hari)
Berdasarkan
gram/20 hari.
1.
terlihat bahwa pola pertumbuhan
Hal ini sesuai dengan penelitian Hadiroseyani,
et
al.,
(2007),
populasi terendah diperoleh pada
20
ISSN 1979-8911
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1
perlakuan
A
yaitu
individu/m2 dengan sekitar
2,8
diduga
124244
Rendahnya populasi pada
cacing
perlakuan P3 dan P4 dengan
berat
mg/ekor.
Hal
karena
ini
rendahnya
kandungan protein
masing-masing
dosis
225
gram/20 hari dan 300 gram/20
pada
pakan
hari. Diduga karena kelebihan
Tubifex tubifex.
Pada
dosis atau energi kelebihan dosis
Gambar 4.1. dijelaskan bahawa
akan menyebabkan terhambatnya
pemberian pupuk yang berbeda
perkembangan
dosis berpengaruh terhadap populasi
Kelebihan dosis akan berdampak
cacing Tubifex tubifex.
pada kualitas air media yang akan
cacing
cacing
sutra.
Pada perlakuan P1 terjadi
menyebabkan kadar amonia pada
peningkatan populasi dari hari ke-0
media akan meningkat dan berada
sampai
dibatas
hari
ke-20.Hal
tersebut
normal.
Menurut
disebabkan karena media mampu
Subandiyono dan Hastuti (2010),
mencukupi kebutuhan
kualitas
cacing.
makanan
nutrisi
pada
pakan
Febrianti
(2004)
bahwa
fermentasi
dan
masuk ke
Kandungan protein dan energi
mengalami
dalam pakan harus seimbang
dekomposisi oleh bakteri sehingga
karena kekurangan atau kelebihan
akan
partikel
energi dapat menurunkan tingkat
dijadikan
pertumbuhan. Menurut Safrudin
menjelaskan kotoran
ayam
media
yang
akan
diubah
menjadi
organik
yang
dapat
bahan
makanan.
Pada
proses
ditentukan oleh tingkat kecernaan komposisi
kimiawinya.
et al., (2005) penurunan jumlah
dekomposisi bahan organik mikroba
cacing
memanfaatkan
kegagalan cacing muda dalam
bahan
organik
sutra
sebagai sumber makanan dalam
mempertahankan
suatu
hidup.
rangkaian
kompleks. melibatkan
Pada
reaksi proses
enzim
yang ini
Hal
ini
diduga
karena
kelangsungan
disebabkan
selain
untuk
pemberian pupuk yang berbeda
mempercepat reaksi atau sebagai
penambahan dosis, jumlah populasi
katalisator.
juga dipengaruhi faktor parameter kualitas air. Tingginya kadar amonia
21
ISSN 1979-8911
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1
menyebabkan
tidak
terjadinya
sangat
nyata
terhadap
penambahan jumlah populasi dan
pertumbuhan
berpengaruh terhadap kelangsungan
Tubifex tubifex. (P<0,05). Grafik
hidup
hasil analisis statistik selama 20 hari
cacing
(2004)
sutera.
Febrianti
mengatakan
bahwa
perbedaan tinggi puncak populasi
pengamatan
berbeda,
terhadap
sehingga
jumlah makanan
yang tersedia pada media juga berbeda. Kisaran kualitas air pada perlakuan P2 yang diukur pada setiap media masih dalam kisaran yang dapat ditolerir oleh cacing
a
digunakan
sebagai
suplay
oksigen serta untuk mengurangi kadar
amoniak
b
perlakuan
di bawah ini : Populasi tertinggi diperoleh pada
Sumber
perlakuan P2 dan P3. Populasi
amoniak di media penelitian berasal
terendah didapatkan pada perlakuan
dari
nitrogen
P4 dan P0. Rendahnya populasi
organik (protein dan urea) dan
pada perlakuan P3 dan P4 dengan
nitrogen anorganik yang terdapat
masing-masing dosis 225 gram/20
dalam pakan uji, tanah dan air, juga
hari
berasal dari dekomposisi bahan
Pertumbuhan populasi cacing sutera
organik (tumbuhan dan biota akuatik
selama 20 hari pengamatan dapat
hasil
(NH3).
b
a
sutra karena, media selalu dialiri air yang
populasi
dapat dilihat pada Gambar 2.
jumlah individu ind/m2
menyebabkan
cacing
cacing Tubifex tubifex
disebabkan dosis pemberian pupuk yang
populasi
pemecahan
yang mati). Hasil pengamatan
analisis statistik populasi
cacing
Tubifex tubifex selama 20 hari pengamatan
dengan
penambahan fermentasi kotoran ayam
memberikan
pengaruh
dan
300
gram/20
hari.
Pupulasi cacing sutra (individu) hari kePerlakuan 0 5 10 15 20 P0 2318 2372 2141 2364 2440 P1 2318 2531 2841 2976 3217 P2 2318 2846 3212 3481 4013 P3 2318 2800 2979 2906 2892 P4 2318 2368 2693 2489 2331 dilihat pada Tabel 1. di bawah ini.
22
c
ISSN 1979-8911
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1
cacing
sutera
mulai terjadi pada hari ke 5 dilihat dari
perubahan
warna
dan
peningkatan populasi pada wadah kultur.
Peningkatan
individu
pada
dikarenakan
hari
telur
yang dihasilkan dewasa mulai muda. waktu
ke-10
atau
menjadi
Menurut
Lobo (2011), selama
telur hingga cacing muda yang kepompongnya
sekitar 10-12 hari, dengan suhu 24oC. mulai
sedangkan dari
siklus
hidup
penetasan hingga
dewasa dan meletakkan kokonnya yang pertama membutuhkan waktu 40-45 hari, sehingga siklus hidup dari telur menetas hingga menjadi dewasa
dan
bertelur
P2=150 g P3=225 g 0 5 10 15 20 Masa pemeliharaan (hari)
kembali
membutuhkan waktu 50-57 hari. b. Perkembangan Biomassa Cacing Tubifex tubifex selama 20 hari
biomassa tertinggi diperoleh pada perlakuan P2 yaitu 17,32 gram. Dilanjutkan dengan P1 yaitu 13,88 gram. Pada perlakuan P3 terjadi peningkatan biomassa dari hari ke-5 dan hari ke-10 selanjutnya terjadi penurunan pada hari ke-15 sampai hari ke-20. Tapi penurunannya tidak terlalu drastis dibandingkan dengan perlakuan P4 selama 20 hari tidak begitu terjadi pertambahan biomassa yang signifikan. Biomassa pada perlakuan penurunan
Pengaruh pemberian dosis yang berbeda terhadap biomassa cacing selama 20 hari pemeliharaan
P4
ini
terus
terjadi
sampai
hari
ke-20.
Pekembangan biomassa selama 20 hari dapat dilihat pada Lampiran 2. Pemberian
pengamatan
dapat dilihat pada Gambar 3.
P4=300 g
Pada Gambar Terlihat bahwa
cacing
dibutuhkan
dari
P1=75 g
bibit
perkembangan embrio, mulai dari
baru keluar
P0=0g
cacing
penebaran
menetas
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
kokon
oleh
setelah
yang
jumlah
Biomassa (gram)
Pertumbuhan
pupuk
yang
berbeda dosis berpengaruh terhadap biomassa cacing sutra. Dapat dilihat pada
gambar
diatas
biomassa
tertinggi diperoleh pada perlakuan P2 yaitu 17,32 gram. Hal
ini 23
ISSN 1979-8911
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1
diduga karena sumber karbohidrat
Menurut Safrudin et al. (2005)
yang ditambahkan kedalam media
penurunan jumlah individu cacing
budidaya
oleh
dikarenakan individu dewasa mulai
bakteri heterorof sebagai sumber
mengalami kematian dan individu
energi
menghasilkan
muda belum mampu bereproduksi
biomassa bakteri berprotein dalam
lebih lanjut. Penurunan biomassa
jumlah
diduga
mampu
diubah
sehingga
besar
dan
dapat
juga
dipengaruhi
oleh
dimanfaatkan oleh cacing Tubifex
kehadiran organisme lain, selama
tubifex.
penelitian ditemukan Chironomous
sebagai
berprotein energi
pakan
tinggi. keseimbangan
dan
pakan
sumber
di
larva
serangga
semacam
dalam
nyamuk. Menurut Geerts (1999)
sangat berperan dalam
Chironomous merupakan kompetitor
menunjang
protein
yaitu
cacing
yang
bahwa
mikroalga dan detritus. Marian dan
cacing sutera juga membutuhkan
Pandian (1985) menjelaskan bahwa
energi
budidaya Tubifex tubifex pada area
sutera,
pertumbuhan
dapat
non
dikatakan
protein,
baik
dari
lemak dan karbohidrat pakan.
juga
terbuka
memakan
menyebabkan
Chironomous,
13,88 gram. Pada perlakuan P3
mempengaruhi
terjadi peningkatan biomassa dari
biomassa
hari ke-5 dan hari ke-10 selanjutnya
Perkembangan
terjadi penurunan pada hari ke-15
sutera selama 20 hari pengamatan
sampai
dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah
hari
ke-20.
Tapi
penurunannya tidak terlalu drastis
ini
adanya
Dilanjutkan dengan P1 yaitu
dan
hal
bakteri,
dapat
pertumbuhan gagal biomassa
panen. cacing
ini.
dibandingkan dengan perlakuan P4 selama 20 hari pengamatan, tidak begitu terjadi pertambahan biomassa yang signifikan. Biomassa pada perlakuan
P4
ini
terus
terjadi
penurunan sampai hari ke-20. Faktor biologis
cacing
sutera
juga
mempengaruhi penurunan biomassa.
24
ISSN 1979-8911
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1
Tubifex tubifex (p<0,05).
Biomassa (gram) Hari ke-0
Hari ke-5
Hari ke-10
Hari ke-15
P0
10
9,9
9,24
10,16
P1
10
10,92
12,22
13,04
P2
10
12,28
14,04
15,02
P3 P4
10 12,08 12,76 12,54 10 10,18 10,02 9,72 Dapat dilihat pada Hasil
analisis statistik yang dilakukan pada
hari
bahwa
ke-20 memperlihatkan penambahan fermentasi
kotoran ayam yang berbeda dosis pada
media
kultur
memberikan
pengaruh
nyata
terhadap
pertumbuhan
biomassa
cacing
Hari ke20 10,5 2 13,8 8 17,3 2 12,4 8 9,05
hasi analisis statistik di atas bisa kita lihat
cacing dapat dilihat pada Gambar 4
diperoleh
perlakuan
P2
pada
Selanjutnya
populasi tertinggi kedua terdapat pada perlakuan P3 dan P2. Populasi
terendah
didapatkan
pada perlakuan P4 dan P0. Pengaruh
lamanya
waktu
terhadap biomassa cacing sutra pada hari ke-15 terjadi peningkatan yang sangat
tinggi.
Hal
ini
dapat
disimpulkan bahwa dalam waktu 15 hari
saja
terjadinya
sudah
cukup
pertumuhan
untuk
biomassa
cacing sutra. Perbedaan jumlah pupuk yang diberikan
selama
pemeliharaan
menyebabkan perbedaan ketinggian pada
di bawah ini.
bahwa biomassa
tertinggi
Tubifex tubifex (p<0.05). pengaruh pemberian dosis terhadap biomassa
Dari
substrat
sehingga
dapat
mempengaruhi jumlah populasi dan biomassa gram/wadah
a
c
b
c
d
biomassa cacing sutra. Menurut Arsana (1992), terdapat pengaruh yang nyata dari perlakuan tinggi
dosis
substrat yang diberikan terhadap statistik
kelimpahan cacing sutra. Hal ini
tubifex
terkait dengan bahan organik dan
fermentasi
bakteri yang lebih banyak pada
kotoran ayam memberikan pengaruh
substrat yang lebih tinggi. Semakin
Hasil populasi
analisis
cacing
Tubifex
dengan penambahan
sangat pertumbuhan
nyata biomassa
terhadap cacing
tinggi substrat semakin besar nilai BOD,
berarti
semakin
besar
25
ISSN 1979-8911
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1
aktivitas bakteri merombak bahan
media
organik (Ajiningsih,1992).
kondisinya di alam, salah satunya
Dekomposisi bahan organik
yang
oksigen,
pH,
sesuai
suhu,
dengan
kandungan
pada media oleh bakteri anaerob
nutrien, nitrogen dan karbon yang
dapat menghasilkan NH3. tingginya
mencukupi agar mendukung bagi
kadar amonia pada penelitian ini
kelangsungan hidup cacing sutra.
disebabkan
pupuk
Untuk mendapat kondisi yang sesuai
dalam jumlah banyak menyebabkan
bagi kelangsungan hidup cacing
bahan
sehingga
sutra maka diperlukan kisaran suhu
untuk
yang optimal. Cacing ini memiliki
mendekomposisikan bahan organik
toleran terhadap pH antara 5,5-7,5
juga tinggi.
dan 6,0-8,0 (Whitley, 1968).
penambahan
organik
aktivitas
tinggi
bakteri
Peningkatan aktivitas bakteri
Nilai parameter kualitas air
dalam menguraikan bahan organik,
adalah parameter pendukung yang
dapat
dapat
menurunkan
kandungan
menunjang
perkembangan
oksigen karena proses dekomposisi
populasi cacing Tubifex tubifex.
membutuhkan oksigen. Kandungan
Nilai parameter kualitas air media
oksigen
dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah
pada
penelitian
terjadi
penurunan pada perlakuan P4 yaitu
ini :
pada dosis 300 gram. Penurunan oksigen
dan
peningkatan
kadar
amonia dapat diatasi dengan adanya penambahan debit air. Debit air yang
masuk
dapat
mensuplai
kembali kandungan oksigen dan mencuci bahan-bahan tiksik pada media. c.
Nilai parameter kualitas air media
pemeliharaan
cacing
sutera Kualitas media hidup bagi cacing sutra memerlukan kondisi
26
ISSN 1979-8911
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1
Para Kisaran minimal Kis Kisa mempengaruhi oksidasi bahan mete maksimal ara ran organik yaitu suhu, setiap r n opti Perlakuan kuali 1 mum kenaikan suhu 10 OC akan 2 3 4 tas meningkatkan proses air Suhu 26 26- 28- 28- 2628dekomposisi dan kosumsi (0C) 28 30 30 30 30 oksigen menjadi dua kali lipat. 28 DO 2, 2,5- 2,5- 1,4- 1,4>2 pH, proses dekomposisi bahan (ppm 5- 3,2 3,0 2,2 3,2 organik akan berlangsung lebih ) 3, 0 cepat pada kondisi pH netral dan Ph 7- 6,5- 7,5- 7- 9 6,5- 6,0alkalis. Pasokan oksigen, proses 7, 7,5 8,5 9 8,0 5 dekomposisi secara aerob NH3 0, 0,25 1,50 2,0- 0,25 <1 memerlukan oksigen secara (ppm 25 -1 -2 4,0 -4,0 ) -1 terus-menerus. Kadar oksigen Dari data di atas diperoleh yang rendah pada perairan akan kisaran suhu 26 ᵓC- 30ᵓC. Oksigen membahayakan organisme akuatik terlarut sebesar 1.4-3.2 ppm, pH karena akan meningkatkan toksisitas sebesar 6.5-9 dan kadar amonia (Effendi, 2003). Perubahan dengan kisaran sebesar 0.25-4.0. kandungan oksigen terlarut selama dari data diatas antara perlakuan 1 masa pemeliharaan dapat dilihat dan perlakuan 2 masih dalam pada Gambar dibawah 5 ini : kisaran batas normal sedangkan 3.5
pada perlakuan 3 nilai pH dan kadar
normal.
Begitu
juga
dengan
perlakuan 4, nilai DO atau oksigen terlarut berada dibawah kisaran batas normal, nilai pH dan kadar amonia berada diatas kisaran batas
diperlukan
2
P1
1.5
P2 P3
1
P4
0.5 5
respirasi untuk
oksigen
10
15
20
masa pemeliharaan (hari)
mengoksidasi
bahan organik oleh mikroorganisme. Beberapa
2.5
0
normal. Proses
3 oksigen terlarut (ppm)
amonia berada diatas kisaran batas
faktor
yang
Berdasarkan Gambar 5 nilai oksigen terlarut pada perlakuan P1
27
ISSN 1979-8911
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1
dan P2 selama masa pemeliharaan
Berdasarkan Gambar
kadar
terjadi peningkatan sampai hari ke-
amonia pada awal pemeliharaan
20. Sedangkan pada perlakuan P3
yaitu 0.25 ppm. Pada perlakuan P1
nilai DO meningkat pada hari ke-10
dan P2 terjadi peningkatan kadar
dan menurun pada hari ke-15 setelah
amonia yaitu pada hari ke-15 dan
itu terjadi lagi kenaikan nilai DO
hari ke-20. Sama dengan perlakuan
pada hari ke-20. Berbeda dengan
P4 tapi pada perlakuan P4 ini kadar
perlakuan P4 nilai DO selama
amonia mencapai 4 ppm lebih tinggi
pemeliharaan
dari perlakuan lain. Berbeda dengan
semakin
menurun
sampai hari ke-20.
perlakuan P3 kadar amonia pada
Oksigen terlarut dibutuhkan
perlakuan
ini
terus
meningkat
oleh semua jasad hidup untuk
sampai hari ke-15 dan menurun
pernapasan,
pada hari ke-20.
proses
metabolisme
atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan
energi
pertumbuhan Disamping
dan itu,
Selain itu faktor eksternal juga
untuk
harus diperhatikan. Kadar amonia
pembiakan.
pada perlakuan P4 berada diatas
juga
batas normal. Kadar amonia harus
dibutuhkan untuk oksidasi bahan-
berada pada kisaran <1 ppm. Selain
bahan organik dan anorganik dalam
itu oksigen terlarut pada perlakuan
proses
2000).
P4 < 2 ppm. Oksigen terlarut dalam
Grafik Perubahan kadar amonia
suatu perairan dapat berpengaruh
selama masa pemeliharaan dapat
terhadap kelangsungan hidup cacing
dilihat pada Gambar 6. di bawah ini.
sutra dalam media uji. Pada masa
aerobik
oksigen
(Salmin,
embrio cacing sutra membutuhkan
Kadar amonia (ppm)
4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
oksigen berkisar antara 2,5-7,0 ppm. P1
Apabila kandungan oksigen rendah
P2
disuatu perairan kurang dari 2 ppm,
P3
maka bisa menghambat aktivitas
P4
makan dan reproduksi cacing sutra. Jika kadar oksigen mencapai lebih
5 10 15 20 masa pemeliharaan (hari)
dari 3 ppm dapat meningkatkan populasi cacing sutra (Marian dan
28
ISSN 1979-8911
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1
Pandian). Menurut Chumaidi dan
populasi cacing. Rasio C/N Organik
Suprapto (1986) kandungan NH3
media dapat dilihat pada Tabel 4.
sebesar 3,6 ppm merupakan dosis letal bagi cacing Tubificidae dan
Tabel
pada awal penelitian untuk diduga
Nitrobacter
belum
aktif
melakukan proses nitrifikasi yakni merombak ammonia menjadi nitrat dan nitrit (Effendi, 2003) sehingga menyebabkan kandungan ammonia
P 1 P 2 P 3 P 4
di air media kultur menjadi tinggi. d. Rasio C/N Organik Media
Organik
Rasio C/N Organik Hr Hr Hr Hr Hr ke- ke- ke- ke- ke0 5 10 15 20
2,7 ppm. Tingginya kandungan NH3
dan
C/N
media
akan terganggu bila lebih besar dari
bakteri aerob yaitu Nitrosomonas
Rasio
9,7 7 9,7 7 9,7 7 9,7 7 Rasio
9,59 10,8 5 11,2 12,9 7 3 11,2 11,1 7 0 9,59 9,16 C/N
pertumbuhan
10,8 5 13,9 5 11,2 7 9,16
pada
10,8 5 18,7 9 12,9 3 9,16 media
cacing
untuk
Pemeliharaan Cacing Sutra
perlakuan P2 nilainya lebih besar
N-organik
C-organik
dibandingkan dengan perlakuan P1,
dibutuhkan untuk
pertumbuhan
P3 dan P4. Pada hari ke-20, nilai
bakteri.
organik yang
rasio C/N perlakuan P1, P3 dan P4
Nilai
dan
N-
rendah dapat menyebabkan jumlah
cenderung
bakteri pada media relatif rendah
pada
karena
peningkatan.
kebutuhan pakan bakteri
menurun
perlakuan
rendah sehingga jumlah makanan
organik
yang dimakan oleh cacing sedikit.
pertumbuhan
Menurut Chumaidi
organik
C-organik
(1986),
penyusun
nilai
utamanya
sedangkan
P2
mengalami
C-organik
dan
dibutuhkan bakteri.
yang
untuk Nilai
rendah
menyebabkan jumlah bakteri pada media
dalam tubuh hewan, karbohidrat
jumlah
dan
dimakan oleh cacing sedikit.
yang
menghasilkan energi untuk proses metabolisme. organik
Kandungan
berpengaruh
bahan terhadap
Ndapat
adalah karbohidrat dan lemak di
lemak dioksidasi
N-
relatif
rendah.
makanan
Rasio
C/N
Sehingga
yang
sangat
dibandingkan dengan
dapat
tinggi
perlakuan
lainnya, hal ini disebabkan karena
29
ISSN 1979-8911
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1
penambahan dilakukan
pupuk
setiap
hari
yang
yaitu sebesar 4013 ind/m2 dengan
akan
biomassa yaitu 17,32 gram/wadah
mengakibatkan proses dekomposisi
yang dicapai
pupuk masih terus berlangsung.
Sedangkan yang terendah diperoleh
Hakim
dkk.,
pada perlakuan P4 dengan dosis
rasio
C/N
(1986) mengatakan yang
pada hari ke-20.
ind/m2
tinggi
pemupukan
proses
biomassa 10,26 g/wadah hal ini
dekomposisi bahan organik belum
disebabkan karena tingginya kadar
selesai atau masih baru mulai.
amonia.
menunjukkan
bahwa
Berdasarkan hasil penelitian
2331
Dosis
fermentasi
yang
paling
dan
kotoran
yang dilakukan oleh Muria et al.
ayam
(2012) bahwa penggunaan media
pemeliharaan cacing sutra yaitu
dengan C/N rasio yang berbeda
pada dosis 150 gram/wadah.
dapat mempengaruhi pertumbuhan cacing
sutera.
Bintaryanto
baik
untuk
5. Saran
dan
Memperbaiki
media
Taufikurohmah (2013) menunjukan
pemeliharaan cacing yaitu dengan
bahwa perlakuan dengan rasio C/N
melakukan
terendah
kotoran ayam dengan interval waktu
(13,16)
mengasilkan
jumlah cacing sutera paling sedikit
setiap
yakni 21,27 ml.
Memperbaiki sistem pengairan air
4.
selama pemeliharaan.
Kesimpulan Berdasarkan
yang
telah
hasil
penelitian
dilaksanakan
dapat
5
pemberian fermentasi
hari
sekali
dan
Daftar Pustaka Ajiningsih,D.W.1992.Peran Tinggi
disimpulkan bahwa:
Substrat
1. Pemupukan fermentasi kotoran
Tibificid Pada Ketinggian Air
ayam
Budidaya 2 cm.skripsi.Fakultas
berpengaruh
populasi
dan biomassa cacing
Tubifex tubifex. dosis
terhadap
Pada
pemupukan
Pemupukan
perlakuan 0,16 g/cm2.
fermentasi kotoran
Perikanan
Terhadap
dan
Kelauatan.Institut
Kualitas
Ilmu Pertanian
Bogor. Arsana,N.G.1992.Peranan
Tinggi
ayam dapat memberikan populasi
Substrat 2 cm,4 cm dan 6 cm
cacing
Terhadap Kelimpahan Tubificid
Tubifex
tubifex tertinggi
30
ISSN 1979-8911
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1
pada ketinggian air budidaya 2
Budidaya
cm.Skripsi.Fakultas
(Tubifex sp.). J. Universitas
dan
Ilmu
Perikanan
Kelauatan.Institut
Pertanian Bogor.
Cacing
(Tubifex
sp.)
Kombinasi Ayam
pada
Pupuk
dan
Sutera
Negeri Surabaya. 2 (1) : 7 hlm. Bock, S., A.U. Sedlmeier dan H.K.
Adlan, M. A. 2014. Pertumbuhan Biomassa
Cacing
Sutera
Absorbed
Media
Carboxylic
Short-Chain Acids
by
the
Kotoran
Freshwater Oligochaete Tubifex
Tahu.
tubifex. J. Elsevier. 1 hlm
Ampas
[Skripsi].
Hoffmann. 1988. Metabolism of
Fakultas
Peternakan.Universitas
(Abstrak).
Gadjah
Chilmawati, D. dan T. Yuniarti.
Mada. Yogyakarta. (Abstrak). 1
2014. Pemanfaatan Fermentasi
hlm.
Limbah Organik Ampas Tahu,
Afrianto, E. dan Liviawati, E. 2005. Pakan Ikan. Kanisius. 146 hlm. Alim,N.M.,
H.S,
Wurlina.
2012.
Pemberian terhadap
Warsito
untuk
dan
Pengaruh
Susu Performan
Protein
terhadap
belinka
B.
Taufikurohmah.
(Tubifex
Cacing
sp.).
Hibah
Pembinaan.
Brinkhurst.R.O
And
D.G.Cook.Aquatic
yang
Tampilan
Blkr).
J.
Universitas Bung Hatta. 12 hlm. Bintaryanto,
Sutera
Kultur
Universitas Diponegoro.
Reproduksi Induk Ikan Belingka (Puntius
Kualitas
Produksi
Ayam
Basri, Y. 2011. Pemberian Pakan
Berbeda
Peningkatan
Ayam
Penelitian
Airlangga. 8 hlm.
Kadar
dan
dan Kotoran
Afkir
Pedaging Jantan. J. Universitas
dengan
Bekatul,
W.
dan
T.
2013.
Pemanfaatan Campuran Limbah Padat (Sludge) Pabrik Kertas dan Kompos sebagai Media
Earthworms.1974.Pollution Ecology
of
Freshwater
Invertebrates.Academic Press.New york: 143-155 Chumaidi. 1987. Pengaruh Debit Air Terhadap Biomass Cacing Rambut
(Tubifisid).
Karya
Ilmiah. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Chumadi
dan
Pengaruh
Suprapto. Berbagai
1986. Takaran
31
ISSN 1979-8911
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1
Pupuk Kotoran Ayam Terhadap
Departemen
Pertanian.
Perkembangan Populasi Tubifex
Pedoman
sp. Balai Penelitian Perikan Air
Jakarta. 87 Hal.
Tawar. Depok, Bogor. 8 hal. Chumadi
dan
Budidaya.
Efiyanti, W. 2003. Pemanfaatan
1986.
Ulang Limbah Organik Usaha
Takaran
Cacing Sutera. Skripsi Fakultas
Pupuk Kotoran Ayam Terhadap
Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Perkembangan Populasi Tubifex
Intitut Pertanian Bogor.
sp. Balai Penelitian Perikanan
Fadillah,R.2004.Pertumbuhan
Pengaruh
Suprapto.
Teknis
1992.
Berbagai
Air Tawar. Depok, Bogor. Casmuji.
2002.
Biomassa
Penggunaan
Cacing
(Limodrillus)
sutra
yang
dipupuk
Supernatan Kotoran Ayam dan
dengan
Tepung
ayam.Skripsi.Fakultas Perikanan
Terigu
Budidaya
dalam
Daphnia
sp.
[Skripsi]. Fakultas Perikanan. Institut pertanian Bogor, Bogor, 52 hlm. Drago
dan
kotoran
Ilmu
Kelautan.Institut
Pertanian Bogor. Febrianti,
D.
2004.
Pemupukan
D,
I
Ezcurra,
dan
Kotoran
Harian Ayam
Marchese. 2004. Benthos of a
Pertumbuhan
Large
Biomassa
Neotropical
River:
Assemblages
Fakultas
Lower
Terhadap
Cacing
(Limnodrillus).
the
Skripsi.
Perikanan
Kelautan.
Archiv für Hydrobiologie, 160
Bogor. Bogor. 34 hal.
Institut
Fiastri.1987.Pengaruh
Davis, J. R.1982. New Recordof
dengan
dan Sutera
Paraguay and Its Floodplains.
(3), p. 28 (abstract).
Dengan
Populasi
Spatial Patterns and Species in
Pengaruh
dan
Pertanian
Debit
Modifikasi
Air
Sistem
Aquatic Oligochaeta from Texas
Pembilasan
with
Pertumbuhan Tubifex sp. Karya
Observation
Ecological
on
Their
Characterristic.
Hydrobiologia. 96:15-21 Djarijah A S. 1996. Pakan Ikan Alami. Yogyakarta: Kanisius
ilmiah.Fakultas
Terhadap
Perikanan
Institut Pertanian Bogor. Findy, S. 2011. Pengaruh Tingkat Pemberian
Kotoran
Sapi
32
ISSN 1979-8911
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1
terhadap
Pertumbuhan
Biomassa
Cacing
[Skripsi].
sutera.
Departemen
Budidaya
Perairan
Fakultas
Hadiah, S. 2003. Kualitas Kompos dari Kotoran Domba dan Sisa Pakan
dengan Menggunakan
Tiga Macam Aktivator. Skripsi.
Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Fakultas
Institut Pertanian Bogor, Bogor,
Kelautan.
42 hlm.
Bogor. Bogor.
Goodnight, C.J. 1959. Oligochaeta.
Perikanan Institut
dan
Pertanian
Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M.
In W. T. Edmonson. Freshwater
Lubis,
Biology. John Wiley and Sons,
Saul, M.A. Diha, G.B. Hong
Inc . Hal :522-537
dan H.H. Bailey. 1986. Dasar
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 2.
Direktorat
Pengembangan
Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar
dan
Departemen
Dasar
S.G Nugroho,
Ilmu Tanah. Penerbit
Universitas Lampung. Lampung. 488 hal. Higa T, Parr JF. 1995. Beneficial
Menengah.
and Effective Microorganisms
Pendidikan
for a Sustainable Agriculture
Nasional.
and
Hermawan, 2001. Kandungan Dan
Environtment.
Microbiologist
Komposisi Dasar Tanah. Ilmu
Research
Tanah.
Department
Fakultas
Pertanian.
Institusi Pertanian Bogor. Bogor Hadiroseyam,A
M.R.
Soil
Agricultural
Service, of
US. Agriculture
Beltsville. Maryland.
dan
D,
Isyaturradiyah. 1992. Pertumbuhan
Dana.1994.Penyediaan
Cacing
Populasi dan Biomassa Tubiex
Sutra Bebas Penyakit Sebagai
sp pada Wadah Yang Dialiri Air
Makanan
Sehat,
Limbah dari Budidaya Tubiex sp
Melalui sistem Budidaya yang
dengan panjang 3, 6 dan 9 meter.
diperbaiki. Laporan Penelitian
Skripsi
Ikan
yang
Hardjowigeno, S. 1985. Ilmu Tanah. Jurusan Pertanian,
Fakultas
Perikanan.
Institut Pertanian Bogor.
Tanah,
Fakultas
Kosiorek, D. 1974. Development
Intitu
Pertanian
Cycle of Tubifex tubifex Muller
Bogor. Bogor. 200 hal.
in Experimental Culture. Pol.
33
ISSN 1979-8911
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1
Arch. Hidrobiol. 21 (3/4) : 411-
terhadap Pertumbuhan Tubifex.
422
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Khairuman dan Khairul Amri. 2008. Membuat Pakan Buatan. PT. Gramedia
Pustaka
Utama
:
Jakarta.
Kelautan.
Universitas
Airlangga, 2 hlm (Abstrak). Palmer, M.F. 1968. Aspect of The Respiratory
Phisiology
of
Lukito A dan Surip P. 2007.
Tubifex tubifex in Relation its
Panduan Lengkap Lobster Air
Ecology. J. Zooi., 154: 463 -473.
Tawar.
Jakarta:
Penebar
Swadaya.
Pennak, R. W. 1978. Freswhere Invertebrates Of The United
Marian, M. P. Dan T. J. Pandian.
States. A Wilwy Intescience
1984. Culture and Harvesting
Publication. John Willey and
Tehnique for Tubifex tubifex.
Sons, New York.
Aquaculture. 42 : 303 – 315 Meilisza,
N.
2003.
Palungkun 1999. Sukses Beternak
Efisiensi
Cacing
Pemberian Pakan pada Benih
rubellus.
Ikan
Jakarta.
Patin
pangasius)
(Pangasius
dalam
Tanah
Lumbricus
Penebar Swadaya.
Sistem
Priyambodo, K. dan Wahyu ningsih,
Karamba
di saluran Cibalok,
K. 2001. Budidaya Pakan Alami
Bogor,
Skripsi.
Untuk
Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor. Monakov,
Ikan.
Pustaka
Setia.
Yogyakarta Priyambodo dan Wahyuningsih, Tri.
A.V.1972.Review
of
2003. Budidaya Pakan Alami
Studies on Feedling of Aquatic
Untuk Ikan. Jakarta : Penebar
Invertebrates Conducted at The
Swadaya
Institut of biology of Inland Waters.Academy
of
Sciences.Cananda.29:368-383 Muria, E S, E. D. Masithah dan S Mubarak.
2012.
Pengaruh
Penggunaan
Media
dengan
Rasio
yang
Berbeda
C:N
Rostini,
Iis.
2007.
Kultur
Fitoplankton (Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii) Pada Skala Laboratorium.
Universitas
Padjadjaran Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Jatinangor.
34
ISSN 1979-8911
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1
Rejeki,D. U.S. 1988. Pengaruh Debit
Air
Dengan
Sistem
Pembilasan Terhadap Populasi
Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. Surabaya. 27 hal. Purnomo P. D. 2012. Pengaruh
Tubifisid.
Skripsi
Fakultas
Penambahan Karbohidrat pada
Perikanan.
Institut
Pertanian
Media Pemeliharaan terhadap
Bogor.
Produksi Budidaya Intensif Nila
Rogaar, H. 1980. The Morfology Of
(Oreochromis niloticus). Journal
Burrow Struktures Made By
of Aquaculture Management and
Tubifisid.
Technology,1 (1):161-179 hlm.
Hidrobyologia
71:107-124. Syarip,
M.
Frekuensi
Pursetyo K T, W. H. Satyantini 1988.
Pengaruh
Pemberian
Tambahan
Pupuk
Terhadap
dan A. S. Mubarak. 2011. Pengaruh
Pemupukan
Ulang
Kotoran Ayam Kering terhadap
Pertumbahan Tubifex sp. Skripsi
Populasi
Fakultas
Tubifex. Jurnal Ilmiah Perikanan
Perikanan.
Institut
Pertanian Bogor. Sumaryam.
Cacing
Tubifex
dan Kelautan, 3 (2): 6 hlm.
2000.
Kemampuan
Reproduksi Cacing
Rangka N. A. dan Gunarto. 2012.
Tubifex
Pengaruh Penumbuhan Bioflok
spp. (Cacing Rambut) Melalui
tada Budidaya Udang Vaname
Pemberian
Pakan
Pola Intensif di Tambak. Jurnal
Sapi
Ilmiah Perikanan dan Kelautan.
Tambahan dan
PMSG, Isi
Rumen
Kotoran Ayam.
Program
Pasca
Tesis. Sarjana.
4 (2). 9 hlm. Shafrudin
D,
W
Efiyanti
dan
Universitas Airlangga. Surabaya.
Widanarni. 2005. Pemanfaatan
90 hal.
Ulang Limbah Organik dari
Sulmartiwi, L.. Triastuti J. dan Masithah
E.
D.
2003.
Modifikasi
Media
dan
Arus
Air Dalam Kultur Tubifex sp. Sebagai Mutu
Upaya Warna
Peningkatan Ikan
Hias.
Substrak Tubifex sp. di Alam. Jurnal Akuakulture Indonesia, 4(2): 97-102. Subandiyono
dan
S.
Hastuti.
2010. Nutrisi Ikan. Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu
Pendidikan. Universitas
35
ISSN 1979-8911
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1
Diponegoro,
Semarang,
233
hlm.
Statistic
Approach.
Suprayudi. M.A, G. Edriani dan J.
of
Ekasari.
2012.
Evaluasi
Kualitas
Produk
Fermentasi
Berbagai
Bahan
Baku Hasil
Samping Agroindustri Pengaruhnya
Lokal:
A
Biometrical
Second
Edition.
McGraw-Hill International Book Company. Tokyo. 633 hal. Wardhana, W.A. 1994. Dampak Pencemaran
Lingkungan.
Penerbit Andi. Yogyakarta.
terhadap
Wilber, C. G. 1971. The Biologycal
Kinerja
Aspects of Water Pollution.
Pertumbuhan Juvenil Ikan Mas.
Charles C Thomas Publisher.
Jurnal Akuakultur Indonesia, 11
USA.
Kecernaan
Serta
(1): 1-10.
Wilmoth, J. H. 1967. Biology of
Syam F. S, G. M. Novia dan S. N.
Kusumastuti.
2011.
Efektivitas Pemupukan dengan Kotoran Ayam dalam
Invertebrate. Prenticehall, Inc. Englewood Cliffs. New Yersey. 465 hal. Yuherman. 1987. Pengaruh Dosis
Upaya Peningkatan Pertumbuhan
Penambahan Pupuk Pada Hari
Populasi dan Biomassa Cacing
Kesepuluh
Sutera Limnodrilus sp. Fakultas
terhadap
Perikanan.
Populasi Tubifex sp. Skripsi
Institut
Pertanian
Bogor, Bogor, 8 hlm. Soetomo
M.,
1996.
Teknik
Sinar Baru Algesindo, Bandung M.
Frekuensi
1988. Pemberian
Tambahan
Pertumbuhan
Fakultas Perikanan.
Budidaya Ikan Lele Dumbo.
Syarip,
Setelah Inokulasi
Pengaruh Pupuk Terhadap
Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Wilber, C. G. 1971. The Biologycal Aspects
of
Water
Pollution.
Charles C Thomas Publisher. USA. Yurisman dan Sukendi.
Pertumbahan Tubifex sp. Skripsi
Biologi
Fakultas
Alami. UNRI Press : Pekanbaru.
Perikanan.
Institut
dan
Kulltur
2004. Pakan
Pertanian Bogor. Steel, R. G. D. Dan J. H. Torrie. 1980. Principles and Procedures
36