PERBANDINGAN TINGKAT REDUKSI LUMPUR LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN CACING AKUATIK Tubifex sp. DAN Lumbriculus sp. COMPARISON OF WASTEWATER SLUDGE REDUCTION USING AQUATIC WORM Tubifex sp. AND Lumbriculus sp. Rifda Rahman1), Atiek Moesriati2), dan Alfan Purnomo3) Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jalan Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonoesia Email:
[email protected]
Abstrak: Lumpur hasil pengolahan air limbah memiliki kandungan bakteri pathogen, sehingga diperlukan penanganan lebih lanjut yang menelan biaya hingga 60% dari total biaya operasional IPAL. Dibutuhkan alternatif pengolahan agar volume lumpur yang harus diolah dapat diminimalisasi. Di identifikasi golongan Oligochaeta memiliki kemampuan dalam mereduksi lumpur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat reduksi lumpur yang dapat dilakukan oleh cacing akuatik golongan Oligochaeta, Tubifex sp. dan Lumbriculus sp. menggunakan parameter TSS dan COD. Penelitian dilakukan skala laboratorium dengan reaktor cacing sistem batch. Lumpur yang digunakan berasal dari unit bangunan slugde drying bed outlet pipa lumpur bak pengendap II (secondary sludge). Lumpur yang diamati dimasukkan dalam reaktor dan ditambahkan cacing akuatik sesuai penggunaan variasi. Rasio perbandingan antara worm:sludge dan jenis cacing digunakan sebagai variasi dalam penelitian ini. Berdasarkan penelitian yang telah didapatkan hasil bahwa reaktor cacing memiliki kemampuan mereduksi TSS hampir dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan reaktor tanpa cacing. Reduksi tertinggi berada pada rasio perbandingan w/s 0,4. Reduksi tersebut dikarena cacing memanfaatkan kandungan organik pada lumpur sebagai sumber nutrisi. Disisi lain terjadi peningkatan kandungan organik pada reaktor cacing Hal tersebut dikarenakan pemisahan antara fases dan lumpur tidak terjadi secara sempurna. Kata kunci: Cacing akuatik, COD, Reduksi lumpur, TSS. Abstract: In general, sludge from wastewater treatment still contains pathogens, so that require further treatment which spent cost up to 60% of total operating WWTP costs. Treatment alternatives are needed in order to minimize the volume of sludge which processed. Some studies said that class of Oligochaeta natural predators have ability to reduce sludge. This research aims to determine the level of sludge reduction that can be performed by an aquatic worm Oligochaeta class with Tubifex sp. and Lumbriculus sp. using TSS and COD parameters. The research was conducted in a laboratory-scale batch reactor worms system. Sludge used is sludge in slugde drying bed unit derived from the settling basin outlet pipe mud II (sedondary sludge). The sludge that observed, inserted in the reactor and addedappropriate variations of aquatic worms. The ratio of the worms: sludge (w/s) and worms are used as a variation in this research. The research result showed that the worm has the ability to reduce the TSS is almost twice higher than the reactor without worms. The highest reduction capabilities are in the ratio w/s 0,4. The reduction occur because the worms exploit the organic content which contained in the sludge as a source of nutrients for themselves. However, an increase in the organic content in the reactor worms and this condition occur because the separation between feces and the sludge happened with imperfect. Keywords: Aquatic worm, COD, Sludge reduction, TSS.
PENDAHULUAN Proses pengolahan limbah secara umum menghasilkan lumpur yang mengandung bahan organik maupun anorganik (Setiawan, 2005). Menurut Basim et al., (2012) lumpur yang mengandung berbagai kontaminan tersebut jika tidak ditangani dengan baik atau dibuang secara langsung akan menyebabkan gangguan pada lingkungan. Pengolahan lumpur dengan cara fisik dan kimia membutuhkan biaya mencapai 50-60% dari total keseluruhan biaya
xxyy
operasional instalasi pengolahan air limbah (Basim et al., 2012). Disebutkan Wei et al., (2003) pada Elissen et al., (2006) dalam melakukan pengolahan lumpur lebih banyak penelitian yang menyarankan untuk menggunakan pendekatan biologi, karena dapat memanfaatkan predator alamiah sebagai reduktor lumpur. Ditambah lagi dengan keuntungan yang didapatkan dengan penggunaan pendekatan biologis yakni rendahnya kebutuhan konsumsi energi namun tetap mampu mengurangi polutan. Hal tersebut membuat metode ini mulai diminati (Basim et al., 2012). Cacing akuatik golongan Oligochaeta, Lumbriculidae, Aeolosomatidae, Tubificidae, dan Naididae diidentifikasi memiliki kemampuan dalam mereduksi lumpur (Elissen et al.,2006 dan Buys et al., 2008). Pada peneletian yang telah dilakukan Elissen et al.,(2006) proses reduksi lumpur dengan menggunakan cacing akuatik Lumbriculus variegates menunjukkan bahwa laju reduksi Total Suspended Solid (TSS) lumpur hampir tiga kali lebih tinggi dibandingkan pengolahan tanpa menggunakan cacing akuatik. Menurut Hendrickx et al., (2010a) Penambahan cacing akuatik dalam lumpur juga dapat mereduksi Chemical Oxygen Demand (COD) dalam lumpur sebesar 42% yang digunakan sebagai pembentukan biomassa. Berdasarkan hal tersebut reduksi lumpur dengan menggunakan cacing akuatik memiliki potensi tinggi untuk digunakan dalam pengolahan lumpur skala besar (Elissen et al., 2006 dan Basim et al., 2012) Tubifex sp.atau cacing sutera dan Lumbriculus sp. merupakan salah satu cacing akuatik yang mudah ditemui pada perairan dangkal dengan tingkat resisten terhadap polutan dan senyawa organik cukup tinggi (Zhang et al., 2012). Dalam taksonomi cacing akuatik Tubifex sp.merupakan golongan dari kelas Oligochaeta dengan Family Tubificidae (Yulianingsih et al., 2012) sehingga diidentifikasi bahwa cacing tersebut memiliki kemampuan dalam mereduksi lumpur. Berdasarkan penjabaran yang telah dipaparkan, dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap tingkat reduksi lumpur yang dapat dilakukan oleh cacing akuatik Tubifex sp. dan Lumbriculus sp.
METODE Konsep reaktor secara skematik tersaji pada Gambar. 1 terdiri dari kompartemen lumpur berisi lumpur limbah dan cacing serta kompartemen air. pada kompatemen lumpur digunakan material pembawa berbahan nilon berfungsi sebagai media cacing menggantungkan ekornya. Aerasi diberikan pada kompartemen air untuk memberikan pasokkan oksigen yang diperlukan cacing. Hal tersebut membuat cacing akan memposisikan ekornya menggantung pada bahan pembawa. Akibatnya, cacing menjaga kepala mereka di kompartemen lumpur dan menonjol ekor mereka ke dalam kompartemen air. Bahan pembawa, oleh karena itu, bertindak baik sebagai bahan pendukung untuk cacing dan lapisan pemisahan antara lumpur limbah dan kotoran cacing.
Gambar 1. Reaktor cacing Dalam lumpur mengandung sebagian besar partikel tersuspensi, sehingga Total Suspended Solid (TSS) digunaknan sebagai parameter untuk mewakili berkurangnya konsentrasi padatan dalam lumpur. Terdapat 60% kandungan organik dalam lumpur hasil dari pengolahan limbah domestik sehingga Chemical Oxygen Demand (COD) digunakan untuk mengetahui kandungan bahan organik pada lumpur. Metode dan prosedur analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini mengacu pada APHA, (2005). Langkah-langkah kerja yang dilakukan pada tahap pelaksanaan dalam penelitian ini, adalah dimulai dengan melakukan pencucian terhadap cacing pada air yang mengalir selama 24 jam. Perlakuan tersebut bertujuan untuk menghilangkan parasit yang menempel pada cacing. Pengambilan sampel lumpur yang digunakan sebagai objek
xxyy
penelitian kemudian dilakukan pemberian nama pada masing masing reaktor sesuai rencana. Memasukkan air sebanyak ±3,9 L pada kompartemen air. Menimbang cacing akuatik sesuai dengan rencana dan memasukkannya pada kompartemen lumpur. Disisi lain dipersiapkan pula reaktor tanpa diberikan penambahan cacing sebagai kontrol. Dilakukan analisis TSS dan COD pada sampel dari kompartemen lumpur dan air. Dilakukan pula analisis DO, pH, dan suhu guna menjaga kondisi reaktor sesuai dengan kriteria habitatnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Total Suspended Solid (TSS) Didapatkan hasil bahwa terjadi penurunan kandungan TSS hampir dua kali lipat dalam lumpur baik pada variasi cacing Tubifex sp. dan Lumbriculus sp. Cacing Tubifex sp. memiliki potensi reduksi yang lebih besar jika dibandingkan dengan Lumbriculus sp pada rasio w/s 0,4. Tubifex sp. memiliki potensi dapat mereduksi TSS lumpur dari 85977,48 mg/L menjadi 21739,13 mg/L dan cacing Lumbriculus sp. dapat mereduksi TSS lumpur dari 73327,96 mg/L menjadi 38499,51 mg/L. Hal tersebut dikarenakan dalam berat perbandingan w/s yang sama terdapat lebih banyak jumlah predator pada Tubifex sp. Gambar 2. akan menyajikan penurunan kandungan TSS yang terjadi pada lumpur.
100000.00
0,4
80000.00
0,6
70000.00
Konsentrasi (mg/L)
80000.00 0,8
70000.00
Kontrol
60000.00 50000.00 40000.00
Konsentrasi (mg/L)
0,4
90000.00
0,6
60000.00 50000.00
0,8
40000.00
Kontrol
30000.00
30000.00 20000.00
20000.00
10000.00
10000.00 0.00
0.00 0
1
2
3
4
5
6
7
0
1
2
Waktu (Hari)
3 4 Waktu (Hari)
5
6
7
(a) (b) Gambar 2. (a) Kosentrasi TSS lumpur var Tubifex sp. (b) Kosentrasi TSS lumpur var Lumbriculus sp. Produk lain yang dihasilkan selama proses reduksi lumpur adalah fases yang dikeluarkan oleh cacing akibat proses metabolisme (Elissen., 2007). Berdasarkan hal tersebut terdapat pula hasil metabolisme cacing yang terlepas dalam kompartemen air. Dalam hal ini terdapat peran kain pembawa juga bertujuan untuk dapat memisahkan lumpur dengan hasil metabolisme cacing (Elissen et al., 2006). Dikarenakan ekor cacing berada pada kompartemen air, sehingga analisis ini mengetahui besar pelepasan TSS rata-rata per hari akibat hasil dari metabolisme cacing. Data analisis kandungan TSS dalam air untuk variasi cacing Tubifex sp. tersaji pada Gambar 3.
250.0
500.0
0,4
450.0
0,8
350.0
Kontrol
300.0 250.0 200.0 150.0
0,6
200.0 Konsentrasi (mg/L)
Konsentrasi (mg/L)
0,4
0,6
400.0
100.0
0,8 150.0
Kontrol
100.0
50.0
50.0 0.0
0.0 0
1
2
3
4
5
6
7
0
Waktu (Hari)
1
2
3 4 Waktu (Hari)
5
6
7
(a) (b) Gambar 3. (a) Kosentrasi TSS air var Tubifex sp. (b) Kosentrasi TSS air var Lumbriculus sp.
xxyy
Rata-rata pelepasan TSS dalam air adalah 0,00275 mg TSS/mg Tubifex sp. per hari dan 0,00197 mg TSS/mg Lumbriculus sp. per hari pada rasio w/s 0,8. Secara garis besar reduksi lumpur yang dilakukan oleh cacing merubah senyawa kompleks dalam lumpur menjadi senyawa yang lebih sederhana. Senyawa tersebut kemudian dapat dimanfaatkan oleh cacing sebagai sumber makanan serta nutrisi dalam melakukan pembentukan biomassa baru dan sebagian dirubah menjadi fases (Hendrickx et al., 2010). Menurut Buys (2005) dalam Elissen et al., (2007), menemukan sebanyak 20-40% dari keseluruhan total lumpur yang dicerna oleh cacing diubah menjadi biomassa cacing. Gambar 4. menjelaskan ditemukannya beberapa telur cacing yang terbungkus kokon pada saat pengambilan sampel lumpur sebelum dianalisis.
Gambar 4. Telur cacing yang terbungkus kokon
Chemical Oxygen Demand (COD) Analisis kandungan COD digunakan sebagai cerminan dari kualitas lumpur hasil reduksi cacing, karena nilai COD dapat menunjukkan kandungan zat organik yang terdapat di dalam lumpur. Nilai COD juga digunakan untuk mengetahui berapa besar kandungan substrat dalam lumpur yang dapat dimanfaatkan oleh cacing. Substrat bagi cacing memiliki fungsi penting yakni sebagai sumber energi, bahan pembentuk sel dan produk metabolisme. Selain itu nilai COD juga bermanfaat untuk mengetahui berapa besar pelepasan hasil dari metabolisme cacing dalam bentuk feses selama proses reduksi. Gambar 5 dan 6 menyajikan kecenderungan kenaikan nilai COD yang terjadi dalam lumpur dan air. Hal tersebut dapat dikarenakan hasil sisa metabolisme cacing lebih banyak tertahan pada kompartemen lumpur. 25,000.00
14000.0
0,8 15,000.00
0,4
12000.0
0,6
Konsentrasi (mg/L)
Konsentrasi (mg/L)
0,4 20,000.00
Kontrol
10,000.00
0,6 10000.0 0,8 8000.0
Kontrol
6000.0 4000.0
5,000.00 2000.0 -
0.0 0
1
2
3
4
5
6
7
0
Waktu (Hari)
1
2
3
4
5
6
7
Waktu (Hari)
(a) (b) Gambar 5. (a) Kosentrasi COD lumpur var Tubifex sp. (b) Kosentrasi COD lumpur var Lumbriculus sp.
xxyy
400.00
160.0
0,8
300.00
0,4
250.00
Kontrol
200.00 150.00 100.00
0,8
140.0
0,6
Konsentrasi (mg/L)
Konsentrasi (mg/L)
350.00
0,6 0,4
120.0
Kontrol
100.0 80.0 60.0 40.0 20.0
50.00
0.0
0.00
0
1
2
3
4
5
6
0
7
1
2
3
4
5
6
7
Waktu (Hari)
Waktu (Hari)
(b) (a) Gambar 6. (a) Kosentrasi COD air var Tubifex sp. (b) Kosentrasi COD air var Lumbriculus sp. Dari data diatas diketahui bahwa terjadi penambahan kandungan nilai COD dalam lumpur hingga 17% pada cacing Tubifex sp. dan 53% pada cacing Lumbriculus sp. Tingkat pelepasan kandungan nilai COD dalam air 0,00168 mg COD/mg Tubifex sp. dan 0,00185 mg COD/mg Lumbriculus sp. setiap harinya. Penambahan kandungan tertinggi pada rasio w/s 0,8.
KESIMPULAN Reaktor dengan penambahan cacing memiliki potensi dalam mereduksi konsentrasi TSS hampir dua kali lipat dibandingkan dengan reaktor kontrol dan reduksi TSS tertinggi berada pada rasio w/s 0,4. Hal tersebut berbanding terbalik dengan peningkatan kandungan organik akibat akivitas reduksi yang dilakukan oleh cacing. Semakin tinggi rasio w/s yang digunakan maka semakin tinggi pula penambahan zat organik yang diberikan oleh cacing. Saran Perlu dilakukan pengkajian lebih dalam terhadap penggunaan reaktor dengan sistem batch mengenai penggunaan material pembawa dengan perilaku yang dimiliki cacing. Perlu dilakukan pengkajian terhadap perkembangan cacing selama proses reduksi dengan tujuan untuk dapat memantau bagaimana laju perkembang biakan cacing yang memanfaatkan zat organik dalam lumpur. Perlu dilakukan pengkajian terkait penerapan pada skala lapangan. Ucapan Terimakasih Ibu Ir. Atiek Moesriati, M.Kes, dan Bapak Alfan Purnomo, ST., MT. selaku dosen pembimbing tugas akhir, Ir. Eddy Setiadi Soedjono, Dipl.SE.,M.Sc.,Ph.D., Ir. Didik Bambang S, MT., dan Prof. Dr. Ir. Nieke Kaningroem, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran. Serta Pimpinan dan karyawan salah satu instalasi pengolahan limbah konvensional di Surabaya. Daftar Pustaka Basim. Y., Farzadkia. M., Jaafarzadeh. N. Hendrickx. T. Sludge reduction by Tubifex sp.in Ahvas wastewater treatment plant. Iranian Journal of Environmental Health Sciences & Engineering. 2012. Vol. 9. No 4. Buys. B., Klapwijk. A., Elissen. H., Rulkens. W.H. Development of a test method to assess the sludge reduction potential of akuatik organisms in activated sludge. Bioresource Technology. 2008. Vol. 99. pp. 8360-8366. Elissen. H.J.H., Hendrickx. T.L.G., Temmink. H., Buisman. C.J.N. A new reactor concept for sludge reduction using akuatik worms. Water Research. 2006. Vol. 40. pp. 3713-3718. Ellisen. H.J.H. Sludge reduction by aquatic worms in wastewater treatment with emphasis on the potential application of Lumbriculus variegatus [thesis]. Doctor of Philosophi.Wageningen University Netherlands. 2007. Degaard. H. Sludge minimization technologies –an over view. Water Sci. 2004. Vol 49. No 10. Hendrickx. T.L.G., Temmink. H., Elissen. H.J.H., Buisman. C.J.N. Mass balances and processing of worm faeces. Journal of Hazardous Materials. 2010. Vol. 177. pp 633-638.
xxyy
Setiawan. Edy. Tugas Akhir : Studi kinerja instalasi pengolahan air limbah di PT. SIER. Jurusan teknik lingkungan FTSP-ITS. Surabaya. 2005. Yulianingsih. T., Yuliani. A., Luluk. H. Budidaya cacing sutra (Tubifex sp) menggunakan media dari kotoran ayam. Pendidikan biologi fakultas sains dan teknologi. UIN Sunan kalijaga. Yogyakarta. 2012. Zhang. X. Tian. Y., Wang. Q., Chen. L., Wang. X. Heavy metal distribution and specificarion during sludge reduction using aquatic worms. Bioresource Technology.2012. Vol. 126. pp. 41-47.
xxyy