Simposium Nasional XV PERHIPBA, Solo, 9‐10 November 2011
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK AIR HERBA Bidens pilosa L TERHADAP AKTIVITAS FAGOSITOSIS MAKROFAG MENCIT YANG DIINFEKSI Listeria monocytogenes Ika Yanti M Solikhah , Ratih Puspita F2, Samigun2 1
1
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI 2 Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
PENGANTAR Lingkungan di sekitar kita banyak ditemukan agen infektif yang dapat masuk dan menyebabkan penyakit infeksi. Menghadapi agen infektif ini tubuh harus membentuk serangkaian mekanisme pertahanan sebagai suatu respon yang terkoordinasi terhadap pengenalan substansi asing yang disebut sebagai respon imun.1,2 Sistem imun bisa dimanipulasi secara spesifik dengan cara vaksinasi ataupun secara non spesifik melalui imunomodulasi. Mekanisme aksi dari imunomodulator meliputi peningkatan imunitas terhadap infeksi melalui sel‐sel sistem imun yang mencakup limfosit, makrofag, sel dendritik, dan sel NK. Mekanisme lanjutan bisa melibatkan induksi maupun perbaikan fungsi efektor sistem imun dan pengaturan keseimbangan sitokin. Zat‐zat yang dapat berperan sebagai imunomodulator antara lain adalah produk mikroba, senyawa kimia alami maupun sintetis, serta protein turunan dari sistem imun.3‐5 Tumbuhan yang dapat dikembangkan sebagai imunomodulator adalah Bidens pilosa L. atau ketul. Zat aktif yang terkandung dalam B. pilosa L. antara lain adalah golongan senyawa fenilpropanoid glukosida, poliasetilen, poliasetilen glikosida, diterpen, flavonoid, flavon glikosida, auron, auron glikosida, seskuiterpen, asetilaseton, dan feofitin,6‐8 sedangkan senyawa flavonoid utamanya adalah centaurein, luteolin, kuersetin, dan isokuercetin.8 Senyawa flavonoid telah dibuktikan memiliki efek imunomodulasi.9‐12 Penelitian lain melaporkan bahwa kandungan polifenol dan flavonoid memiliki korelasi positif dengan kemampuan imunomodulasi melalui stimulasi proliferasi splenosit.13 Selain itu, dilaporkan juga bahwa flavonoid kuersetin mampu menstimulasi aktivitas makrofag peritoneum dan meningkatkan aktivitas sel NK.14 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh pemberian ekstrak air herba B. pilosa L. terhadap aktivitas fagositosis makrofag peritoneal dan mencit yang diinfeksi L. monocytogenes. 1
Simposium Nasional XV PERHIPBA, Solo, 9‐10 November 2011
METODE PENELITIAN Bahan untuk pembuatan ekstrak air B. pilosa L. adalah bahan simplisia herba B. pilosa L. dan akuades. Tanaman diperoleh dari daerah Karanganyar pada bulan Juni 2010. Metode yang digunakan untuk pembuatan ekstrak yaitu simplisia dicampur dengan penyari akuades dengan perbandingan 1:10 dalam panci infusa, dipanaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90ºC sambil sekali‐ kali diaduk. Kemudian diserkai selagi panas secukupnya hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki. Larutan yang dihasilkan dikumpulkan dan diuapkan di atas water bath, ekstrak disimpan dalam botol steril. Hewan coba yang digunakan adalah mencit Balb/c betina sebanyak 72 ekor yang diseleksi secara random dan dibagi menjadi 6 kelompok, masing‐masing terdiri dari 12 mencit. Kelompok I dan II adalah mencit yang diberi akuades (kontrol negatif). Kelompok III adalah kelompok mencit yang diberi ekstrak air herba B. pilosa L. dosis 125 mg/kgBB/hari. Kelompok IV adalah mencit yang diberi ekstrak air herba B. pilosa L. dosis 250 mg/kgBB/hari. Kelompok V adalah mencit yang diberi ekstrak air herba B. pilosa L. dosis 500 mg/kgBB/hari. Kelompok VI adalah mencit yang diberi ekstrak P. ginseng dosis 26 mg/kgBB/hari sebagai pembanding (kontrol positif). Pemberian ekstrak air herba B. pilosa L., akuades, serta ekstrak P. ginseng dilakukan secara peroral menggunakan kanula intragastrikum tiap hari selama 14 hari. Setelah itu semua mencit kecuali kelompok I diinfeksi dengan L. monocytogenes dengan cara menyuntikkan secara intraperitoneal inokulum dengan dosis 1×104 CFU. Pada hari ke 0, 2, 4, dan 7 setelah inokulasi bakteri, 3 mencit dari masing‐masing kelompok dikorbankan dengan narkose menggunakan kloroform untuk mendapatkan sel makrofag peritoneal. Suspensi sel makrofag yang telah dihitung dikultur pada sumuran mikroplate 24 yang telah diberi cover slips bulat, setiap sumuran 200 μl (5 x 105 sel). Diinkubasikan dalam inkubator CO2 5%, 37°C selama 30 menit, kemudian ditambahkan medium komplet 800 µL/sumuran dan inkubasi dilanjutkan sampai 24 jam. Aktivitas fagositosis makrofag diuji melalui perhitungan partikel lateks menggunakan lateks beads diameter 3 μm. Persentase sel yang memfagositosis partikel lateks dihitung dengan diperiksa dibawah mikroskop cahaya pada pembesaran 400x.15 Uji statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah uji analisis varian (ANOVA) satu jalan dengan program komputer. Jika ada perbedaan bermakna, akan dilanjutkan dengan Tukey test untuk membandingkan rerata data yang diperoleh antar kelompok perlakuan. Taraf signifikansi ditentukan sebesar 95% CI (p < 0,05). HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas fagositosis makrofag peritoneal diukur dari kemampuannya memfagositosis partikel lateks secara in vitro, dengan cara menghitung persentase makrofag yang memfagositosis partikel lateks dan jumlah partikel lateks yang difagositosis tiap 100 sel makrofag. Aktivitas fagositosis makrofag terlihat meningkat pada kelompok yang 2
Simposium Nasional XV PERHIPBA, Solo, 9‐10 November 2011
mendapat ekstrak air B. pilosa L. (EABP) dan ekstrak ginseng dibandingkan dengan kelompok yang hanya mendapat akuades. Persentase fagositosis makrofag yang paling tinggi terlihat pada kelompok VI yang mendapat ekstrak ginseng sebagai kontrol positif (Tabel 1). Dari grafik pada Gambar 1 dan Gambar 2 diketahui bahwa persentase makrofag yang memfagositosis partikel lateks serta jumlah partikel lateks yang difagositosis oleh makrofag pada kelima kelompok mengalami peningkatan seiring dengan hari pengamatan. Persentase makrofag dan jumlah partikel lateks untuk kelompok perlakuan dengan ekstrak tampak lebih besar daripada kelompok akuades tapi lebih rendah dari kelompok ginseng pada hampir seluruh waktu pengamatan. Pada pengamatan pertama, hari ke‐0 pasca infeksi L. monocytogenes, terlihat bahwa persentase makrofag yang memfagositosis partikel lateks tidak memiliki perbedaan bermakna antar semua kelompok kecuali antara kelompok II dengan kelompok VI. Pada hari ke‐2 pasca infeksi, mulai tampak adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok II dengan kelompok V dan VI. Pada hari ke‐4 pasca infeksi juga terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) pada masing‐masing kelompok, kecuali antara kelompok II dengan kelompok III dan IV. Pada hari ke‐7 pasca infeksi, tidak diperoleh data untuk kelompok II dan IV karena 3 ekor mencit mati pada hari ke‐4 dan ke‐5 pasca infeksi dan 3 ekor lainnya mati pada hari ke‐6 dan ke‐7 pasca infeksi. Tabel 1. Rerata persentase makrofag peritoneal mencit yang memfagositosis partikel lateks pada 4 kali pengamatan Kelompok
I II III IV V VI
Rerata persentase makrofag yang memfagositosis partikel lateks pada pengamatan hari ke‐0 hari ke‐2 hari ke‐4 hari ke‐7 9,66 ± 1,97 10,89 ± 0,55 9,75 ± 1,16 12,41± 1,52 12,20 ± 1,14 14,00 ± 1,10 18,21 ± 1,43 10,12 ± 0,18 12,60 ± 0,99 16,66 ± 0,96 13,44 ± 1,49 12,31 ± 1,50 15,10 ± 0,37 19,60 ± 1,60 13,18 ± 1,44 16,16 ± 0,24 28,96 ± 0,94 38,34 ± 2,26 17,87 ± 0,28 18,51 ± 0,20 32,51 ± 1,43 40,26 ± 2,96
3
Simposium Nasional XV PERHIPBA, Solo, 9‐10 November 2011
Tabel 2. Rerata kenaikan persentase makrofag peritoneal mencit yang memfagositosis partikel lateks pada 4 kali pengamatan Kelompok
II III IV V VI
Rerata kenaikan persentase makrofag yang memfagositosis partikel lateks pada pengamatan hari ke‐0 hari ke‐2 hari ke‐4 hari ke‐7 26,26 ± 11,77 28,59 ± 10,10 86,74 ± 14,64 4,76 ± 1,87 15,73 ± 9,06 70,91 ± 9,83 8,27 ± 12,03 27,43 ± 15,53 38,66 ± 3,40 101,02 ± 16,43 36,40 ± 14,95 48,42 ± 2,19* 197,03 ± 9,61* 208,92 ± 18,23 84,95 ± 2,88* 69,94 ± 1,85* 233,44 ± 14,62* 224,41 ± 23,87
* = berbeda bermakna dengan kelompok kontrol negatif (p< 0,05)
% kenaikan fagositosis makrofag
250
200
150
akuades 125 mg/kgbb 250 mg/kgbb 500 mg/kgbb ginseng
100
50
0 0
2
4
7
hari pasca infeksi
Gambar 1. Kenaikan persentase makrofag peritoneal mencit yang memfagositosis partikel lateks setelah diinfeksi L. monocytogenes Setelah infeksi L. monocytogenes, semua kelompok menunjukkan aktivitas fagositosis yang meningkat dan mencapai puncak pada pengamatan terakhir, serta dikuatkan dengan adanya perbedaan yang bermakna (p<0,05) antara kelompok I yang tidak diinfeksi dengan kelima kelompok lainnya yang diinfeksi. Hal ini menunjukkan bahwa L. monocytogenes merupakan imunogen yang mampu membangkitkan respon imun seluler hewan coba dalam bentuk aktivitas fagositosis makrofag.16‐18 Kenaikan persentase makrofag yang memfagositosis partikel lateks mencapai nilai tertinggi pada pengamatan hari ke‐4 (kelompok II, III, IV, dan VI) dan hari ke‐7 (kelompok V). Kelompok VI memiliki nilai rerata tertinggi yaitu 233,44 ± 14,62%, kemudian diikuti oleh kelompok V sebesar 197,03 ± 9,61%, kelompok IV sebesar
4
Simposium Nasional XV PERHIPBA, Solo, 9‐10 November 2011
101,2 ± 16,43%, kelompok II sebesar 86,74 ± 14,64%, dan terakhir kelompok III sebesar 70,91 ± 9,83%. Persentase kenaikan jumlah partikel lateks semakin meningkat dengan meningkatnya hari pasca infeksi. Perbedaan persentase kenaikan jumlah partikel lateks antara kelompok II dengan kelompok V dan VI pada pengamatan ke‐2 menunjukkan kebermaknaan (p<0,05). Pada pengamatan ke‐3, terlihat bahwa persentase kenaikan partikel lateks pada kelompok VI adalah yang paling tinggi yaitu 324,01 ± 31,92%, kemudian diikuti oleh kelompok V sebesar 232,64 ± 11,01%, kelompok IV sebesar 190 ± 63,67%, kelompok II sebesar 129,98 ± 26,23%, dan terakhir kelompok III sebesar 94,67 ± 16,33%. Perbedaan bermakna pada pengamatan hari ke‐4 tersebut nampak antara kelompok II dengan kelompok V dan VI (p<0,05). Tabel 3. Rerata jumlah partikel lateks yang difagositosis oleh 100 makrofag Kelompok Rerata jumlah partikel lateks yang difagositosis oleh 100 makrofag pada pengamatan hari ke‐0 hari ke‐2 hari ke‐4 hari ke‐7 I 12,65 ± 1,62 13,91 ± 0,84 11,94 ± 1,47 15,01 ± 3,53 II 12,13 ± 1,59 21,23 ± 2,79 27,46 ± 3,13 III 12,85 ± 1,77 20,79 ± 2,56 23,24 ± 1,95 16,14 ± 1,36 IV 12,95 ± 1,91 20,08 ± 0,19 34,66 ± 7,60 V 11,72 ± 1,38 26,82 ± 1,54 39,72 ± 1,31 45,10 ± 3,60 VI 19,65 ± 0,30 30,07 ± 2,22 50,63 ± 3,81 66,68 ± 11,90 Tabel 4. Persentase kenaikan jumlah partikel lateks yang difagositosis oleh 100 makrofag Kelompok Persentase kenaikan jumlah partikel lateks yang difagositosis oleh 100 makrofag pada pengamatan hari ke‐0 hari ke‐2 hari ke‐4 hari ke‐7 II ‐4,11 ± 12,57 52,62 ± 20,03 129,98 ± 26,23 III 10,41 ± 6,03 49,46 ± 18,43 94,67 ± 16,33 7,51 ± 9,09 IV 2,37 ± 15,10 44,36 ± 1,38 190,31 ± 63,67 V ‐7,35 ± 10,93 92,79 ± 11,07* 232,64 ± 11,01* 200,45 ± 23,95 VI 55,36 ± 2,39* 116,15 ± 15,96* 324,01 ± 31,92* 344,24 ± 79,31 * = berbeda bermakna dengan kelompok kontrol negatif (p< 0,05)
5
Simposium Nasional XV PERHIPBA, Solo, 9‐10 November 2011
400
% kenaikan jumlah partikel lateks
350 300 250 akuades 125 mg/kgbb 250 mg/kgbb 500 mg/kgbb ginseng
200 150 100 50 0 0
2
4
7
-50 hari pasca infeksi
Gambar 2. Persentase kenaikan jumlah partikel lateks yang difagositosis oleh tiap 100 sel makrofag peritoneal mencit yang diinfeksi L. monocytogenes Peningkatan persentase makrofag yang memfagositosis partikel lateks setelah diinfeksi L. monocytogenes berbanding lurus (korelasi positif) dengan jumlah partikel lateks yang difagositosis mulai hari ke‐2 pasca infeksi (Tabel 5). Tabel 5. Uji korelasi persentase makrofag yang memfagositosis partikel lateks dan jumlah partikel lateks yang difagositosis pada hari ke‐2 pasca infeksi L. monocytogenes secara korelasi bivariat Korelasi Pearson correlation Nilai p Fagositosis dan jumlah partikel lateks 0,911 0,000 Pemberian ekstrak air B. pilosa (EABP) maupun ekstrak ginseng dapat meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag. Aktivitas fagositosis makrofag sebanding dengan persentase makrofag yang memfagositosis partikel lateks maupun jumlah partikel lateks intrasel makrofag. Semakin banyak jumlah partikel lateks intrasel menunjukkan semakin tinggi kemampuan fagositosis makrofag.19 Peningkatan aktivitas fagositosis makrofag terlihat pada seluruh kelompok yang mendapat EABP dan ekstrak ginseng, tetapi yang berbeda bermakna secara statistik adalah kelompok ginseng sebagai kontrol positif dan kelompok yang mendapat EABP dosis 500 mg/kgbb. Perbedaan bermakna pada kelompok EABP dosis 500 mg/kgbb tersebut nampak pada hari ke‐2 dan ke‐4 pasca infeksi. Hal itu menunjukkan bahwa EABP dosis 500 mg/kgBB memiliki efek terbaik sebagai imunostimulan yang meningkatkan
6
Simposium Nasional XV PERHIPBA, Solo, 9‐10 November 2011
aktivitas fagosistosis makrofag pada mencit yang diinfeksi L. monocytogenes dibandingkan dengan dosis pemberian lainnya. Peningkatan respon imun seluler berupa aktivitas fagositosis makrofag oleh EABP ini diduga karena kandungan flavonoid dan β‐karoten. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa flavonoid telah memiliki efek imunomodulasi.9‐12 Selain itu, dilaporkan juga bahwa flavonoid kuersetin mampu menstimulasi aktivitas makrofag peritoneum dan meningkatkan aktivitas sel NK.14 Ekstrak air B. pilosa telah digunakan secara empiris oleh masyarakat untuk menanggulangi berbagai penyakit. Pada penelitian ini, tampak bahwa secara in vitro ekstrak air B. pilosa dapat meningkatkan respon imun selular yang kemungkinan dapat mengeliminasi bakteri intraselular, yaitu L. monocytogenes. Namun tidak menutup kemungkinan ekstrak air B. pilosa berperan dalam meningkatkan respon imun terhadap infeksi mikroba jenis lainnya KESIMPULAN Ekstrak air Bidens pilosa L. dapat meningkatkan aktivitas makrofag mencit yang diinfeksi Listeria monocytogenes. DAFTAR PUSTAKA 1. Abbas AK, Lichtman, AH, and Prober, JS. Cellular and Molecular Immunology. 5th ed. Philadelphia: WB Saunders Co, 2007. 2. Roitt IM, Delves PJ. Essential Imunology. 10th ed. London: Mosby Co, 2001. 3. Masihi KN. Immunomodulators in infectious diseases: panoply of possibilites. Int J Immunopharmaco 2000;22:1083‐1091. 4. Masihi KN. Immunomodulatory agents for prophylaxis and therapy of infections. Int J of Antimicrobial Agents 2000;14:181‐191. 5. Masihi KN. Anti‐infective activity of immunomodulators. In: Nijkamp FP, Parnham MJ, editors. Principles of Immunopharmacology. 22nd ed. Berlin: Birkhauser Verlag, 2005: 377‐78. 6. Chiang YM, Chuang DY, Wang SY, Kuo YH, Tsai PW, and Shyur LF. Metabolite profiling and chemopreventive bioactivity of plant extracts from Bidens pilosa. J Ethnopharmacol 2004;95:409‐419. 7. Connelly P. Horrible weed or miracle herb? A review of Bidens pilosa. J Aust Tradit Med Soc 2009;15(2):77‐79. 8. Bairwa K, Kumar R,Sharma RJ, and Roy RK. An updated review on Bidens pilosa L. Der Pharma Chemica 2010;2(3):325‐337. 9. Nair MP, Mahajan S, Reynolds JL, Aalinkeel R, Nair H, Schwartz SA, and Kandaswami C. The flavonoid quercetin inhibits proinflammatory cytokine (tumor necrosis factor alpha) gene expression in normal peripheral blood mononuclear cells via modulation of the NF‐κβ system. Clin Vaccine Immunol 2006;13(3):319‐328. 7
Simposium Nasional XV PERHIPBA, Solo, 9‐10 November 2011
10. Ramiro‐Puig E, Perez‐Cano FJ, Ramirez‐Santana C, Castellote C, Izquierdo‐ Pulido M, Permanyer J, Franch A, and Castell M. Spleen lymphocyte function modulated by a cocoa‐enriched diet. Clin Exp Immunol 2007;149:535‐542. 11. Skibola CF and Smith MT, Potential health impacts of excessive flavonoid intake. Free Rad Biol Med 2000;29:375‐383. 12. Sternberg Z, Chadha K, Lieberman A, Drake A, Hojnacki D, Weinstock‐ Guttman B, and Munschauer F. Immunomodulatory responses of peripheral blood mononuclear cells from multiple sclerosis patients upon in vitro incubation with the flavonoid luteolin: additive effects of IFN‐β. J Neuroinflammation 2009;6:28. 13. Lin J and Tang C. Determination of total phenolic and flavonoid contents in selected fruits and vegetables, as well as their stimulatory effects on mouse splenocyte proliferation. Food Chem 2007;101:140‐147. 14. Yu CS, Lai KC, Yang JS,Chiang JH, Lu CC,Wu CL, Lin JP, Liao CL,Tang NY, Wood WG, and Chung JG. Quercetin inhibited murine leukemia WEHI‐3 cells in vivo and promoted immune response. Phytother Res 2010;24(2):163‐8. 15. Wijayanti MA, Peranan makrofag dalam imunitas terhadap infeksi malaria: kajian kemampuan fagositosis dan sekresi Reactive Oxygen Intermediates makrofag peritoneum mencit yang diimunisasi dan tidak diimunisasi In Vitro [thesis]. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1996. 16. Cossart P and Toledo‐Arana A. Listeria monocytogenes, a unique model in infection biology: an overview. Microbes and Infection 2008;10:1041‐1050. 17. Pamer EG. Immune responses to Listeria monocytogenes. Nat Rev Immunol 2004;4:812‐823. 18. Zenewicz LA and Shen H. Innate and adaptive immune responses to Listeria monocytogenes : a short review. Microbes and Infection 2007;9:1208‐1215. 19. Wijayanti MA. Kemampuan fagositosis makrofag peritoneum mencit yang diimunisasi selama infeksi Plasmodium berghei. BIK 1999;31(4):213‐ 8. 20. Ziegler HK. Correlating Host Resistance and Susceptibility with Biomarkers from in vitro, ex vivo and Animal Models. Makalah dipresentasikan pada Food Safety Initiative Technical Workshop, August 4th, 1998, Atlanta.
8