Pathology of Oral and Maxillofacial Journal Vol. 1 No. 1
Research Report
Efek Ekstrak Daun Kare (Murraya koenigii) Terhadap Pertumbuhan Candida Albicans dan Aktivitas Fagositosis Makrofag (The effects of curry leaves (Murraya koenigii) extract on the growth of Candida Albicans and phagocytosis activation of macrophage) Tengku Natasha Eleena Tengku Ahmad Noor, Retno Pudji Rahayu, Bambang Sumaryono BagianPatologi Anatomi Oral dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya - Indonesia
Korespondensi (correspondence): Tengku Natasha Eleena Tengku Ahmad Noor, Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Airlangga BHMN, Surabaya, Indonesia. Email :
[email protected]
ABSTRACT Background: Candida Albicans (C. albicans) is the commonest being of Candida species colonizes the mucosal surfaces of all humans and have the risk of endogenous infection. Candidiasis of the oral mucosa is a disease, as an infection frequently seen in AIDS patients and in other conditions. Nowadays, herbal therapy is often used as an antifungal agent to inhibit the growth of fungus. Thus, this study is using curry leaves (Murraya koenigii) extract because it is known that curry leaves contain some active agents which are potential as an antifungal such as carbazole alkaloid, caumarin, flavanoid, tannin and polyphenol. Besides, curry leaves can induce the phagocytosis activation of macrophage which can help to reduce the growth of C. albicans. Purpose: The aim of the study is to find out the MIC and MFC of the curry leaves extract towards the growth of C. albicans and phagocytosis activation of macrophage. Method: Method used in this study for the effects of curry leaves extract towards C. albicans is dilution with the concentration of 12.5%, 9,375%, 8,75%, 6,25%, 5%, and 3,125%. Phagocytosis activation of macrophage with the method of phagocytosis index is used by counting the total of macrophage in the isolated peritoneal and number of C. albicans colonies before and after contacted with macrophage using the MIC and MFC of curryleaves. Result: The concentration of 3,125%, 5% and 6,25% showed the presence of C. albicans growth while there is no growth of C. albicans in the concentration of 8,75%, 9,375%, and 12,5%. Thus, 6,25% of curry leaves extract has the minimum ability to inhibit the growth of the C. albicans and 8,75% has the minimum fungicidal property. These two concentrations of curry leaves extract are observed for the phagocytosis activation of macrophage and 8,75% showed highest ability in inducing phagocytosis activation of macrophage compared to 6,25%. Conclusion: The MIC and MFC of the curry leaves towards the growth of C. albicans is approximately at 6,25% and 8,75%. The highest ability in inducing phagocytosis activation of macrophage towards C. albicans growth is 8,75% curry leaves extract. Keywords: curry leaves (Murraya koenigii) extract, Candida albicans, minimum inhibitory concentration, minimum fungicidal concentration, phagocytosis activation of macrophage.
1
Pathology of Oral and Maxillofacial Journal Vol. 1 No. 1 PENDAHULUAN
BAHAN DAN METODE
C. albicans bertanggungjawab pada kebanyakan infeksi Candida seperti oral candidiasis yang terdapat di dalam rongga mulut.1 Pada perawatan infeksi oleh C. albicans di rongga mulut digunakan obat-obatan anti jamur seperti nistatin, ketokonazol, amfoterin, namun pada saat ini obat-obatan tersebut mulai resisten terhadap infeksi C. albicans.2 Berdasarkan hal tersebut maka perlu suatu terobosan baru untuk terapi infeksi C. albicans dengan penggunaan bahan alam. Bahan alam dilaporkan relatif aman sebagai obat alternatif sehingga, penggunaan daun kare dapat sebagai solusi dalam penanganan infeksi C. albicans. Daun kare atau bahasa latinnya, Murraya koenigii adalah tanaman yang kaya sumber karbazol alkaloid, bioaktif kumarin, alkaloid dan alkaloid akridin karbazol dari keluarga Rutaceae.3 Kelebihan daun kare termasuk sebagai anti-diabetik4-7 antioksidan5,8, anti mikroba5,9,10 dan anti inflamasi.11 Hasil dari penelitian Abishek et al. 10 dilaporkan bahwa, komposisi kimia daun kare yaitu 9,12 octadecadienoic acid dapat menghambat pertumbuhan C. albicans dan mikroorganisme lainnya seperti E. coli, Salmonella Typhimurium, Staphylococcus Aureus dan Proteus Vulgaris dengan MIC daun kare yaitu 0,05 µg/ml. Dari berbagai kandungan pada daun kare yang belum diteliti adalah fungsinya selain sebagai anti jamur khususnya pada infeksi C. albicans serta fungsinya dalam mengaktivasi fagositosis makrofag. Ekstrak metanol daun kare dievaluasi pada respon imun oral dan cell mediated immune response untuk ovalbumin, serta ujifagositosis dengan metode uji bersihan karbon. Sifat fagositosis makrofag meningkat oleh karena peningkatan produksi nitrit.12 Dengan demikian maka, penelitian terhadap daun kare dapat menjadi solusi alternatif dalam terapi berbahan dasar herbal terhadap penyakit infeksi jamur, sehingga dapat meminimalkan efek samping obat anti jamur serta lebih ekonomis dan aman.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental dengan pendekatan the post-test only control group design yang menggunakan binatang coba sebagai objek penelitian. 1. Sterilisasi Alat dan Bahan yang digunakan Semua alat yang akan digunakan dalam penelitian ini sebelumnya akan disteril terlebih dahulu dalam autoklaf dengan suhu 121ºC selama 15 menit. 2. Persiapan kultur C. albicans Stok kultur C.albicans isolat Surabaya diambil dari Laboratorium Biologi Oral FKG Universitas Airlangga (diambil dari pasien HIV yang telah dikarekterisasi) dan dilakukan kultur ulang pada media padat Sabouraud Dextrose Broth (Difco) lalu di inkubasi pada suhu 37ºC selama 18 - 20 jam dalam inkubator. 3. Persiapan Ekstrak Daun Kare Pembuatan ekstrak daun kare dibuat dari daun kare yang telah dikeringkan. Daun kare yang telah dikeringkan seterusnya dimaserasi dengan etanol 99% [rasio 1:3 (W/V)] dalam bejana tertutup selama 3x24 jam, setelah itu disaring dengan corong Buchner. Hasil saringan didapatkan ekstrak cair yang diuapkan sampai bebas dari pelarut etanol dengan menggunakan Rotary Vacuum Evaporator pada suhu 40ºC dan kemudian disterilkan dengan UV selama 30 menit.13 Ektrak daun kare dibuat dengan konsentrasi 12,5%, 9,375%, 8,75%, 6,25%, 5%, dan 3,125% untuk mendapatkan konsentrasi MIC dan MFC daun kare terhadap pertumbuhan C. albicans. 4. Uji Kepekaan Jamur Terhadap Ekstrak Daun Kare dengan Teknik Dilusi Uji aktivitas antifungi ekstrak daun kare ini dilakukan dengan metode dilusi cair. Uji diawali dengan memasukkan suspensi jamur 1.5x108 CFU/ml C. albicans sebanyak 0,5 ml ke dalam tiap-tiap tabung uji yang berisi 0,5 ml larutan uji dalam berbagai 2
Pathology of Oral and Maxillofacial Journal Vol. 1 No. 1 konsentrasi. Campuran suspensi jamur dan larutan uji tersebut diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Kekeruhan larutan hasil inkubasi diamati. Selanjutnya, cairan kultur hasil inkubasi digoreskan pada media agar SDA menggunakan ose lalu diinnkubasi pada suhu 37ºC selama 18-24 jam. Pertumbuhan koloni jamur pada media agar Sabouraud Dextrose Agar diamati dan dibandingkan dengan kontrol untuk menentukan MIC dan MFC ekstrak daun kare terhadap pertumbuhan C. albicans.14 5. Persiapan Tikus (Rattus norvegicus) dengan Pemberian Ekstrak Daun Kare Tikus diberikan ekstrak daun kare setiap hari selama 2 minggu dengan dosis tunggal yang mempunyai konsentrasi MFC dan MIC ekstrak daun kare serta konsentrasi lebih rendah pada C. albicans secara sonde sebanyak 0.2 ml. 3 ekor tikus dijadikan sebagai subjek diberikan 3 konsentrasi daun kare yang berbeda dengan 1 ekor tikus setiap konsentrasi dan 1 ekor dijadikan sebagai subjek kontrol tanpa diberikan ekstrak daun kare. 6. Persiapan Makrofag dari Cairan Peritoneal Tikus Tikus diinjeksi Thioglycolate 7 hari sebelum diambil cairan peritoneal ke dalam rongga peritoneum menggunakan spuit 25G agar didapatkan makrofag aktif. Setelah 7 hari, tikus diletakkan dalam posisi terlentang, kulit abdomen dibuka sehingga tampak peritoneum kemudian dibersihkan dengan etanol 70%, dan diinjeksi dengan 10cc larutan DMEM dingin ke dalam rongga peritoneum menggunakan spuit 19G. Peritoneum dipijat pelan untuk mendapatkan makrofag yang cukup banyak.Setelah 30 menit, cairan disedot kembali sampai habis dan dimasukkan dalam tabung falkon yang steril. Cairan peritoneal yang terdapat di dalam tabung falkon dilakukan sentrifus dengan kecepatan1000 rpm pada suhu 4oC.Seterusnya, supernatan yang terbentuk dibuang dan resuspen pelet sel dengan mengetuk bagian bawah botol pelan-pelan
sehingga mendapatkan konsentrasi yang cukup. 7. Uji Aktivitas Fagositosis Makrofag terhadap C. albicans dan Perhitungan Makrofag Perhitungan sel makrofag dilakukan dengan pengambilan 20µl sampel cairan peritoneal ke dalam microtube dan dilakukan sentrifus selama 6 menit dengan kecepatan 600 rpm. Seterusnya sel makrofag dilakukan pewarnaan dengan Diff Quick dan dihitung menggunakan hemositometer. Uji aktivitas fagositosis makrofag diteruskan dengan makrofag yang telah dipanen, dicuci dengan cara sentrifugasi 250G pada suhu 4ºC selama 2 menit, kemudian dihitung jumlah selnya. Kultur makrofag disiapkan dengan kepadatan sel 2,5.107 sel/ml dandiambil 0,1 ml ke microplate kultur. Cairan media DMEM dan FBS5% ditambahkan sebanyak 0,9 ml kedalam setiap microplate dan dirotasi dengan kelajuan 8 rpm selama 20-30 menit dengan suhu 37ºC. Setelah itu, diinkubasi dalam inkubator CO2 selama 30 menit untuk proses adaptasi. Makrofag yang sudah diinkubasi 30 menit kemudian dimasukkan kedalam kultur C. albicans sudah disiapkan dengan kepadatan sel akhir 2,5x107 sel dan sudah ditambahkan dengan 50 µl normal serum inaktivasi, selanjutnya diinkubasi dengan internal waktu selama 1 jam. Kultur makrofag diamati dibawah mikroskop inverted untuk melihat aktivitas fagositosis makrofag terhadap C. albicans. Setelah dilakukan pengamatan dan kultur dengan cara panen sel dan dicuci dengan PBS dan FBS5%, hasil kontak makrofag dan C. albicans disentrifugasi sebanyak 3 kali 250G/1000rpm pada suhu 4˚C serta dibuang supernatant. 0,1 ml kultur diambil untuk pembuatan hapusan pada objek glass, dan fiksasi dengan methanol serta dilanjutkan dengan pengecatan Diff Quick (protokol mengikuti supplier). Perhitungan jumlah C. albicans sebelum dan setelah diberikan makrofag dilakukan dengan pengambilan 50µl 3
Pathology of Oral and Maxillofacial Journal Vol. 1 No. 1 kultur dan diinkubasi di inkubator oksigen dengan suhu 37ºC pada media TSA selama 24 jam untuk melihat aktivitas fagositosis makrofag. 8. Pengukuran Penelitian Uji MIC ekstrak bahan penelitian dilakukan dengan menggunakan permukaan medium padat. Mikroba ditumbuhkan pada permukaan medium dan kertas saring yang berbentuk cakram yang telah mengandung ekstrak penelitian. Setelah inkubasi overnight jumlah koloni mikroba yang tumbuh dihitung dan dibandingkan dengan jumlah koloni mikroba pada konsentrasi yang lain. Dengan itu maka, pengukuran MIC secara tidak langsung dari daya hambat antibiotika terhadap mikroba.15 MFC adalah konsentrasi ekstrak yang dapat menghambat hamper 99 - 99,5% jamur. Penapisan dilakukan diantara konsentrasi ekstrak paling tinggi yang dapat menghambat pertumbuhan jamur dan konsentrasi MIC ekstrak sehingga mendapatkan konsentrasi MFC yang optimum dengan perhitungan hambatan jumlah koloni jamur.16 Perhitungan sel makrofag dilakukan dengan pengambilan 20µl sampel dan dihitung menggunakan hemositometer. Aktivitas fagositosis makrofag diuji dengan diamati 200 sel dan dihitung makrofag yang mengandung C. albicans dengan menggunakan rumus indeks fagositosis.17 9. Analisa Data Data hasil penelitian diperoleh dengan cara mengamati MIC dan MFC ekstrak daun kare. Konsentrasi ekstrak yang mulai jernih pada konsentrasi terkecil sebagai MIC dan konsentrasi minimal dalam penghambatan pertumbuhan jamur sebagai MFC. Pengukuran aktivitas fagositosis makrofag dengan indeks fagositosis dilihat dari data yang diperoleh dari hasil hitungan makrofag dengan alat hemositometer dan hitungan C. albicans. Indeks fagositosis dianalisa dengan uji One-Sample KolmogorovSmirnov dan apabila didapatkan sebaran distribusi yang normal, sehingga data di analisa dengan uji One-Way ANOVA untuk melihat
perbedaan pada keempat kelompok dilanjutkan dengan uji Post Hoc Test dan TUKEY HSD untuk melihat perbedaan masing-masing kelompok pada derajat kemaknaan 0,05. HASIL Ekstrak daun kare dapat menghambat pertumbuhan C. albicans pada konsentasi 12,5%, 9,375% dan 8,75% yang dilihat dari tidak didapatkan zona pertumbuhan C. albicans. Disisi lain, pada konsentrasi 6,25% didapatkan zona hambat dengan jumlah C. albicans rata-rata adalah 2,15x104 CPU/ml. Pada konsentrasi 5% dan 3,125% tidak terdapat zona hambat sehingga tidak bisa dihitung karena terlalu banyak jumlah koloni C. albicans. Hasil dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1.
a
b
c
d
e
Gambar 1 Jumlah koloni C. albicans setelah paparan dengan daun kare. (a) Konsentrasi12,5%, (b) 9,375%, (c) 8,75%, (d) 6,25%, (e) 3,125%
4
Pathology of Oral and Maxillofacial Journal Vol. 1 No. 1 Tabel 1 Ekstrak daun kare terhadap hitung total jamur dalam berbagai konsentrasi Konsentrasi
Hitung Total Jamur (CPU/ml)
Rata-rata
(%) 1
2
3
4
12,5
0
0
0
0
0
9,375
0
0
0
0
0
8,75
0
0
0
0
0
6,25
1,8x103
2,06x103
8x104
2,2x103
2,15x104
5
TBUD
TBUD
TBUD
TBUD
TBUD
3,125
TBUD
TBUD
TBUD
TBUD
TBUD
K. negatif
0
K. positif
8,2X102
Keterangan : 0 = steril, tidak ada pertumbuhan jamur; TBUD = tidak bisa dihitung. CFU/ml = colony forming uniter per millilitre
Hasil pengamatan tabel 2 didapatkan daun kare pada konsentrasi 6,25% dan 8,75% dapat meningkatkan jumlah makrofag dengan rata-rata 16867 mm3dan 23750 mm³ dibanding kelompok kontrol. Sedangkan pada
konsentrasi 3,75% terjadi penurunan jumlah makrofag apabila dibanding kelompok kontrol dan jumlah makrofag paling sedikit diantara konsentrasi daun kare yang lain.
Tabel 2 Konsentrasi daun kare terhadap peningkatan jumlah makrofag Hitung Makrofag (mm3)
Konsentrasi (%)
8,75 6,25 3,75 Kontrol negatif Kontrol positif
1 21350 17600 8150 0 15500
Rata-rata
2 16150 14500 3800
3 33750 18500 15950
23750 16867 9300
10150
16850
14167
Tabel 3 menunjukkan jumlah C. albicans setelah pemberian makrofag yang diinduksi ekstrak daun kare dengan konsentrasi 8,75% didapatkan sebanyak 680 CFU/ml. Sedangkan pada konsentrasi 6,25% diperoleh jumlah C. albicans sebanyak 951,67 CFU/ml. Hasil ini menunjukkan terdapat
penurunan jumlah C. albicans dengan makrofag yang diinduksi konsentrasi MIC dan MFC ekstrak daun kare apabila dibandingkan dengan jumlah C. albicans pada kelompok kontrol positif dan hitung awal jumlah C. albicans.
5
Pathology of Oral and Maxillofacial Journal Vol. 1 No. 1 Tabel 3 Jumlah C. albicans setelah diinduksi makrofag yang telah diberikan konsentrasi MIC (6,25%), MFC (8,75%) dan 3,75% daun kare. hitung total awal jamur (CFU/ml) Konsentrasi
8,75
6,25
3,75
Kontrol Positif
3780
760
820
4400
7100
3520
740
1040
5400
5800
4040
620
1280
8200
7100
3480
740
1110
5400
5800
4560
660
840
5400
7100
4150
560
620
7600
5400
Rata-rata
680
951,67
6066,67
6383,33
daun kare (%)
Gambar 3 Hasil uji fagositosis makrofag
Dari data yang diperoleh hasil indeks fagositosis, dilakukan uji One-Way ANOVA setelah dilakukan uji normalitas pada masing masing kelompok dengan menggunakan uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov dan uji homogenitas.Hasil dapat dilihat pada tabel 4 dan 5. Pada tabel 4, keempat kelompok penelitian mempunyai nilai Asymp. Sig. (2-
tailed) lebih besar dari 0,05 (p>0,05) yang berarti data pada kelompok tersebut berdistribusi normal. Seterusnya dilanjutkan uji homogenitas (Tabel 5) dengan signifikansi diatas 0,05 (p=0,051; p>0,05). Analisa data memenuhi syarat untuk dilanjutkan dengan uji one-way ANOVA.
Tabel 4 Nilai Asymp. Sig. (2-Tailed) Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Asymp. Sig. (2 tailed)
Kontrol positif
Konsentrasi MIC daun kare (6,25%)
Konsentrasi MFC daun kare (8,75%)
Konsentrasi daun kare (3,75%)
.590
.989
.761
.492
6
Pathology of Oral and Maxillofacial Journal Vol. 1 No. 1 Tabel 5 Uji Analisis Homogenitas Data Levene Statistic 2.280
df1 4
df2 25
Sig. .051
Tabel 6 Uji One-Way ANOVA masing-masing kelompok penelitian Sum Squares
of
df
Mean Square
F
Sig.
71.940
.000
Between Groups
176849553.333
4
44212388.333
Within Groups
15364233.333
25
614569.333
Total
192213786.667
29
Pada tabel 6, dengan uji One-Way ANOVA didapatkan hasil yang bermakna p=0,000 (p<0,05) yang berarti ada perbedaan yang signifikan antara kelompok ekstrak daun kare dengan konsentrasi 3,75%, 6,25%, 8,75% dan kelompok kontrol positif. Perbedaan yang signifikan ini berarti terdapat perbedaan efektivitas antara kelompok penelitian. Perbedaan yang ada di antara kelompok penelitian tersebut, dilanjutkan dengan menggunakan uji Post Hoc Test. Pada hasil perbandingan dengan Post Hoc Test,
terdapat perbandingan yang signifikan di antara konsentrasi 8,75% dengan 6,25% (0,974) dan 3,75% dengan kelompok positif (0,955) pada peningkatan jumlah hambat. Seterusnya, uji TUKEY HSD (Tabel7) dilakukan untuk melihat korelasi antara konsentrasi daun kare yang diinduksi pada makrofag tikus dengan aktivitas fagositosis makrofag.
Tabel 7 Uji TUKEY HSD masing-masing kelompok penelitian Group
N
Subset for alpha-,05 1
2
Kare 8,75%
6
680.0000
Kare 6,25%
6
951.6667
Pre Count
6
Kare 3,75%
6
6066.6667
k. positif
6
6383.3333
Sig.
3
1
3921.6667
.974
1.000
.955
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
7
Pathology of Oral and Maxillofacial Journal Vol. 1 No. 1 Hasil dari uji TUKEY HSD menunjukkan adanya perbedaan signifikan indeks fagositosis makrofag antara setiap konsentrasi ekstrak daun kare dengan kelompok kontrol positif. Namun begitu, tiada perbedaan signifikan di antara konsentrasi 8,75% dan 6,25% walaupun didapatkan konsentrasi MFC daun kare 8,75% dapat menghambat C. albicans paling tinggi diikuti dengan konsentrasi MIC daun kare yaitu 6,25%. Hal ini berarti semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun kare, semakin besar aktivitas fagositosis makrofag.
PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui MIC dan MFC ekstrak daun kare terhadap pertumbuhan C. albicans serta aktivitas fagositosis makrofag. Daun kare dapat digunakan sebagai bahan alternatif alami yang tepat aman dan efektif untuk menghambat pertumbuhan jamur khususnya C. albicansdan merupakan salah satu bahan alami yang dapat digunakan untuk meningkatkan kebersihan rongga mulut. Efektivitas ekstrak daun kare dalam menghambat jamur telah ditunjukkan dalam penelitian Abishek et al.10 dan Vats et al. 18 yang menyebutkan bahwa bahan aktif yang terkandung pada ekstrak chloroform daun kare dapat membunuh C. albicans pada MIC 2.50 µg/ml. Uji antijamur ekstrak daun kare terhadap pertumbuhan C. albicans dilakukan dengan teknik dilusi dan dilakukan perhitungan jumlah pertumbuhan koloni C. albicans setelah penanaman C. albicans pada media SDA yang sudah di inkubasi bersama ekstrak daun kare. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa ekstrak daun kare dapat menghambat pertumbuhan C. albicans pada konsentrasi minimal 6,25%, karena pada konsentrasi tersebut ekstrak daun kare sudah dapat menghambat pertumbuhan C. albicans. Pada ektrak daun kare konsentrasi 12.5%, 9,375% dan 8,75% dengan 4 sampel
pengulangan tidak didapatkan pertumbuhan C. albicans. Hal ini berarti bahwa pada konsentrasi 8,75%, ekstrak daun kare sudah dapat menghambat C. albicans secara total. Dengan demiki an makahasil dari penilitian ini dapat diketahui bahwa MIC daun kare terhadap pertumbuhan C. albicans adalah 6.25% dan MFC daun kare adalah 8,75%. Konsentrasi ini kemudian diberikan kepada tikus untuk melihat kemampuan fagositosis makrofag. Makrofag adalah pertahanan alami utama terhadap infeksi C. albicans, meskipun antibodi berperan dalam pencegahan infeksi.19 Mekanisme imun yang berperan dalam melawan infeksi C. albicans adalah T-cell mediated immunity. Mekanisme respons imun yang berperan terhadap hambatan C.albicans adalah stimulasi limfosit T dan aktivasi makrofag dimana fungsi makrofag sebagai APC yang melibatkan MHC kelas II.20 Hasil penelitian Shah et al.12 daun kare dengan dosis 500 mg/kg dapat meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag dengan uji bersihan karbon, dimana oksida nitrat NO dikeluarkan dari makrofag melalui peritoneal murine. Pada penelitian terhadap aktivitas fagositosis makrofag menggunakan konsentrasi MIC dan MFC dari daun kare terhadap C. albicans, didapatkan hasil bahwa perbedaan konsentrasi daun kare dapat meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag yang dihitung menggunakan haemocytometre. Secara deskriptif, terdapat peningkatan jumlah hitungan makrofag dengan meningkatnya konsentrasi daun kare yang diberikan apabila jumlah makrofag meningkat rata-rata 16867 mm3 (MIC) dan 23750 mm³ (MFC) dibanding kelompok kontrol. Hasil perhitungan jumlahC. albicans menurun apabila dihitung sebelum dan setelah pemberian makrofag yang diinduksi dengan daun kare dengan konsentrasi 8,75% dan 6,25%. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa jumlah C. albicans pada konsentrasi daun kare 8,75% adalah 680 CPU/ml dan pada konsentrasi 6,25% didapatkan jumlah C. albicans sebanyak 8
Pathology of Oral and Maxillofacial Journal Vol. 1 No. 1 951,57 CPU/ml. Dengan demikian maka, daun kare pada konsentrasi MFC dan MIC dapat meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag terhadap jumlah C. albicans dengan pemeriksaan indeks fagositosis. Hasil uji normalitas pada setiap kelompok dengan menggunakan uji OneSample Kolmogorov-Smirnov didapatkan semua kelompok berdistribusi normal dan mempunyai perbedaan signifikan yaitu 0,051 (p > 0,05) dari hasil uji analisa homogenitas data. Selanjutnya dilakukan uji One-Way ANOVA karena data penelitian ini bersifat kuantitatif dan digunakan untuk menguji hipotesis dengan dua variabel atau lebih. Analisa hasil uji One-Way ANOVA p=0,000 (p<0,05) menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan yaitu makrofag yang diinduksi dengan konsentrasi ekstrak daun kare terhadap pertumbuhan C. albicans dalam meneliti aktivitas fagositosis makrofag. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Michael21 yang menyatakan bahwa adanya perbedaan signifikan tersebut berarti terdapat perbedaaan efektivitas antar kelompok perlakuan. Uji analisa data Post-Hoc Test dan TUKEY HSD diteruskan untuk melihat korelasi konsentrasi MIC dan MFC daun kare terhadap C. albicans dan aktivitas fagositosis makrofag. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan signifikan jumlah koloni C. albicans pada konsentrasi 8,75% dan 6,25% terhadap kelompok kontrol. Hal ini berarti daya hambat terhadap pertumbuhan jamur C. albicans semakin besar dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak daun kare yang diinduksikan ke makrofag. Dengan demikian maka konsentrasi daun kare 8,75% adalah konsentrasi paling efektif dalam meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag seterusnya dapat menghambat pertumbuhan C. albicans. Hambatan pertumbuhan C. albicans disebabkan oleh bahan antijamur yang dimiliki oleh ekstrak daun kare yaitu carbazole alkaloid, caumarin, flavonoid, tannin dan polifenol.22 Carbazole alkaloid berfungsi sebagai antimikroba khususnya terhadap
bakteri gram positif, negatif, dan jamur.23 Carbazole alkaloid dan Coumarin merupakan senyawa yang mengganggu sintesis nucleic acid dan menyebabkan pertumbuhan jamur akan terganggu dan tidak dapat tumbuh. 11 Carbazole alkaloid dalam daun kare juga berperan dalam merusak sel membran dan denaturasi protein jamur serta memiliki efek antijamur karena kemampuannya untuk merusak ikatan hidrogen dari untaian ganda (double helix) DNA dan menyebabkan terganggunya stabilitas dari struktur rantai DNA jamur sehingga menyebabkan replikasi sel jamur terganggu, hal ini akan mempengaruhi seluruh pertumbuhan dan metabolisme jamur.24 Peningkatan jumlah makrofag dan aktivitas fagositosis makrofag terhadap C. albicans menunjukkan bahwa senyawa aktif daun kare dapat berperan meningkatkan innate immunity. Dalam penelitian Baliga et al.9 dan Shah et al.,12 komponen aktif daun kare seperti Carbazole alkaloids mempunyai sifat sitotoksik, antimikroba, antibakteri dan antijamur yang dapat menstimulasi aktivitas makrofag dan dapat membunuh sel target dengan mengeluarkan senyawa NO yang dapat digunakan untuk melawan invasi patogen. Sitokin yang dihasilkan oleh makrofag dapat meningkatkan apoptosis pada sel jamur sehingga terlihat penghancuran inti sel dan kromatin setelah diberikan pengobatan alkaloid daun kare.25 Pada penelitian ini, kelompok penelitian yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan C. albicans adalah konsentrasi 12,5%. Hal ini karena pada konsentrasi tersebut, daun kare mempunyai kemampuan paling tinggi dalam menghambat pertumbuhan C. albicans. Semakin besar konsentrasi ekstrak daun kare, semakin besar daya hambat terhadap C. albicans. Daun kare pada konsentrasi 8,75% merupakan MFC terhadap pertumbuhan C. albicans kerana konsentrasi ini adalah paling kecil dalam menghambat C. albicans sehingga tiada pertumbuhan sama sekali. Konsentrasi daun kare 6,25% merupakan dosis yang dapat 9
Pathology of Oral and Maxillofacial Journal Vol. 1 No. 1 berfungsi sebagai MIC karena dapat menghambat pertumbuhan C. albicans paling minimal. Kedua konsentrasi tersebut diberikan kepada tikus untuk melihat uji aktivitas fagositosis makrofag. Setelah dilakukan uji Post-Hoc dan TUKEY HSD didapatkan bahwa, konsentrasi daun kare pada 8,75% dan 6,25% dapat meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag dengan penurunan jumlah C. albicans serta konsentrasi ekstrak daun kare 8,75% adalah konsentrasi paling efektif dalam meningkatkan aktivitas fagosistosis makrofag. Berdasarkan hasil tersebut diatas maka, daun kare dapat digunakan sebagai obat alternatif berbahan dasar herbal yang dapat menghambat pertumbuhan C. albicans dan dapat meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag.
5.
6.
7.
8.
PENGHARGAAN Professor Mohd Tajuddin Abdullah, DIMP, PhD, FASc Staf Pengajar Fakultas Sains Biologi Universiti Malaysia Terengganu, Terengganu, Malaysia DAFTAR PUSTAKA 1. Meurman J. H., Siikala E., Richardson M., Rautemaa R.. 2007. Non-Candida albicans Candida yeasts of the oral cavity. Communicating Current Research and Educational Topics and Trends in Applied Microbiology. pp 719-727 2. Rang H. P., Dale M. M., Ritter J. M., Flower R. J. 2007. Rang and Dale’s Pharmacology. 6th edition. Philadelphia. Churchill Livingstone Elsevier. pp 694696 3. Ajay S., Rahul S., Sumit G., Paras M., Mishra A., Gaurav A. 2011. Comprehensive review: Murraya koenigii Linn. Asian Journal of Pharmacy and Life Science. Volume1(4). pp 417-422 4. Yadav S. Vats V, Dhunnoo Y, Grover J K. 2002. Hypoglycemic and antihyperglycemic activity Murraya
9.
10.
11.
12.
13.
koenigii leaves in diabetic rats. Journal Ethnopharmacol vol 82. Pp 111. Vinuthan M K, Girish, Kumar V, Ravindra J P, Narayana K. 2004. Effect of extract of Murraya koenigii leaves on the levels of blood glucose and plasma insulin in alloxan induced diabetic rats. Indian Journal Physiol Pharmacol 48. Pp 348. Achyut N K, Gupta R K, Watal G. 2005. Hypoglycemic effects of Murraya koenigii on normal and alloxandiabetic rabbits. Journal of Ethnopharmacology 97. Pp 247 Arulselvan P, Senthilkumar GP, Sathish Kumar D, Subramanian S. 2006. Antidiabetic effect of Murraya koenigii leaves on streptozotocin induced diabetic rat. Pharmazie 61(10). Pp 7 Arulselvan P., Subramaniam S. P. 2007. Beneficial effects of Murraya koenigii leaves on antioxidant defence system and ultra suctural changes of pancreatic beta-cells in experimental diabetes in rats. Chem Biol Interact. 165(2):155. Pp 64 Baliga M.S., Jagetia G.C., Rao S.K., Babu K. Evaluation of nitric oxide scavenging activity of certain spices in vitro: A preliminary study. Nahrung 2003; Volume 47(4). pp 261-4 Abhishek M., Dua V. K., Prasad G. B. K. S. 2010. Antimicrobial Activity of Leaf Extracts of Murraya Koenigii again Aerobic Bacteria Associated with Bovine Mastitis. Int. J. of Chemical Environmental and Pharmaceutical Research Volume 1. pp 12-16 Muthumani P., Ramseshu K. V., Meera R., Devi P. 2010. Phytochemical Investigation and anti Mikrobial and Enzyme Inhibition Activity of Murraya Koenigii. Journal of Pharmaceutical & Biological Archives. pp 345-349 Shah A. S., Wakade A. S., Juvekar A. R. 2008. Immunomodulatory activity of methanolic extract of Murraya koenigii L. Spreng leaves. Indian Journal of Experimental Biology. Volume 46. pp 505-509 Atai, Z. Atapour M., Maryam S. 2009. Inhibitory effect of Ginger Extract on Candida Albican. An J Applied Sci. Volume 6(6). pp 1067-1068. 10
Pathology of Oral and Maxillofacial Journal Vol. 1 No. 1 14. Pratiwi S. T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, Erlangga, Jakarta. pp 45-47 15. Jawetz E., Melnick J. L., Adellberg E. A. 2007. Medical Microbiology, 24th Ed. Mc Graww Hill Medical Inc. USA. pp 642-645 16. Espinel-Ingroff A., Fothergill J., Peter, M. G. Rinaldi, T. J. Walsh. 2002. Testing Conditions for Determination of Minimum Fungicidal Concentrations of New and Established Antifungal Agents for Aspergillus spp.: NCCLS Collaborative Study. J. Clin. Microbiol. Volume 40(9). pp 3204-3208 17. Colligan J. E, Krusbeek A. M., Marguiles D. H., Shevach M. E., Stober Warren. 2001. Current Protocols in Immunology Volume 2. Medical School City University of New York. New York. pp 2-3 18. Vats M., Singh H., Sardana S. 2011. Phytochemical Screening And Antimicrobial Activity Of Roots Of Murraya Koenigii (Linn.) Spreng. (Rutaceae). Brazilian Journal of Microbiology. Volume 42. Pp 15691573 19. Barawidjaja K. G., Rengganis I. 2010. Imunologi Dasar. Edisi ke-9. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. pp 6264, 445-446 20. Abbas A. K., Lichtman A. H., Pillai S. 2007. Cellular and Molecular Immunology. 6th ed. Philadelphia. WB Saunders Co. pp. 3-17,19-47, 75-149, 153-241, 267-320. 21. Michael J. C. 2007. Statistics: An Introduction using R. Wiley: UK. Pp 155 22. Bonde S. D., Nemade L. S., Patel M. R., Patel A. A. 2011. Murraya koenigii (curry leaf): Ethnobotany, Phytochemistry and Pharmacology – A Review. Int. J. Pharm Phytopharmacol. Res. Volume 1(1). pp 23-27 23. Choudhury S., Sharan, L., Sinha, M. P. 2012. Phytochemical and Antimicrobial Screening of Psidium Guajava L. Leaf Extracts against Clinically Important Gastrointestinal Pathogens. J. Nat. Prod Plant Resour, Volume 2(4). pp 524-529 24. Sumono A., Agustin, W. S. D. 2008. The use of bayleaf
(Eugenia polyantha Wight) in dentistry. Dentistry. Volume 41(3). pp 147‐150 25. Ito C., Itoigawa M., Nakao K., Murata T., Tsuboi M., Kaneda N. 2006. Induction Of Apoptosis By Carbazole Alkaloids Isolated From Murraya Koenigii. Phytomedicine. Volume 13(5). pp 359-65
11