PENGARUH FORMULA EKSTRAK 4 TANAMAN TERHADAP AKTIVITAS DAN KAPASITAS FAGOSITOSIS MAKROFAG PERITONEUM AYAM YANG DITANTANG DENGAN BAKTERI Staphylococcus aureus
ANDREW BABTISTA MANIK
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Formula Ekstrak 4 Tanaman terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Makrofag Peritoneum Ayam yang Ditantang dengan Bakteri Staphylococcus aureus adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2012 Andrew Babtista Manik NIM B04070034
ABSTRACT ANDREW BABTISTA MANIK. The Effects of 4 Medicinal Plants Extract Formula on Phagocytic Activity and Capacity of Chicken Peritoneal Macrophage Challenged with Staphylococcus aureus. Under direction of BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO and MAWAR SUBANGKIT. The purpose of this research is to observe the effects of four medicinal plants extract formulas (Temulawak/Curcuma xanthorriza Roxb., Temu Ireng/Curcuma aureginosa Roxb., Meniran/Phyllanthus niruri Linn., and Sambiloto/Andographis paniculata Nees) on chicken’s peritoneal macrophage activity and capacity by counting the number of active macrophage and the number of phagocytised bacteria. Fifteen heads of day old chick were divided into five groups with various treatments. The treatments were; (1) F1: extract combination of Temulawak, Temu Ireng, Meniran, and Sambiloto; (2) F2: extract combination of Temulawak, Temu Ireng, and Meniran; (3) F3: formula Temulawak and Temu Ireng; (4) F4: extract combination of Meniran and Sambiloto; and (5) untreated as control. The chikens were treated for 28 days. Result showed that all combinations of plant extract formula treatment increased the activity and capacity of chicken peritoneal macrophage compared to the control group. For activity, group F3 was the best result (p<0.01), while for capacity the group F4 give the highest response (p<0.01). In general we concluded that combination of Meniran and Sambiloto (group F4) was the best combination on chicken peritoneum macrophage activity and capacity. Keywords: Medicinal plant extract, Curcuma xanthorriza Roxb, Curcuma Aureginosa Roxb, Phyllanthus niruri Linn, Andographis paniculata Nees, chicken’s peritoneal macrophage.
RINGKASAN ANDREW BABTISTA MANIK. Pengaruh Formula Ekstrak 4 Tanaman terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Makrofag Peritoneum Ayam yang Ditantang dengan Bakteri Staphylococcus aureus. Dibimbing oleh BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO dan MAWAR SUBANGKIT. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari formula 4 ekstrak tanaman (Temulawak/Curcuma xanthorriza Roxb., Temu Ireng/Curcuma aureginosa Roxb., Meniran/Phylanthus niruri Linn., dan Sambiloto/Andographis paniculata) terhadap aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag peritoneum ayam broiler terhadap bakteri. Lima belas ayam dibagi dalam lima kelompok yang diberikan perlakuan. Kelompok perlakuan tersebut adalah; (1) F1: kombinasi ekstrak Temulawak, Temu Ireng, Sambiloto, dam Meniran; (2) F2: kombinasi ekstrak Temulawak, Temu Ireng, dan Meniran; (3) F3: kombinasi ekstrak Temulawak dan Temu Ireng;(4) F4: kombinasi ekstrak Sambiloto dan Meniran; (5) tanpa pemberian ekstrak sebagai kontrol. Broiler diberikan formulasi ekstrak selama 28 hari. Pada hari terakhir perlakuan, kelompok broiler yang diberikan formula ekstrak tanaman diinfeksi dengan bakteri Staphylococcus aureus dan setelah 2 jam dinekropsi untuk mengambil cairan peritoneumnya. Hasil uji statistika menunjukkan aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag yang berbeda nyata dengan kelompok kontrol. Kombinasi Meniran dan Sambiloto menunjukkan hasil aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag yang paling baik. Kata kunci: Ekstrak tanaman obat, Temulawak, Temu Ireng, Meniran, Sambiloto, Makrofag peritonium broiler.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian sebagiaan atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PENGARUH FORMULA EKSTRAK 4 TANAMAN TERHADAP AKTIVITAS DAN KAPASITAS FAGOSITOSIS MAKROFAG PERITONEUM AYAM YANG DITANTANG DENGAN BAKTERI Staphylococcus aureus
ANDREW BABTISTA MANIK
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul
Nama Mahasiswa NIM
: Pengaruh Formula Ekstrak 4 Tanaman terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Makrofag Peritoneum Ayam yang Ditantang dengan Bakteri Staphylococcus aureus : Andrew Babtista Manik : B04070034
Disetujui
Prof. Drh. Bambang Pontjo P, MS, Ph.D, APVet. Ketua
Drh. Mawar Subangkit Anggota
Diketahui
Drh. H. Agus Setyono, MS, Ph.D, APVet. Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih sayangNya sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Formula Ekstrak 4 Tanaman terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Makrofag Peritoneum Ayam yang Ditantang dengan Bakteri Staphylococcus aureus” telah diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D. APVet. dan Drh. Mawar Subangkit selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah banyak memberikan ilmunya dan menyediakan waktunya untuk membimbing penulis; Om Jes n fam, Keluarga tercinta, Bapak, Mama, Ravo broth, Indra, Alex, Yeni, Rose, Tumanggor Fam, Bou Bregda dan Priskila atas cinta yang tak terkira dan dukungan selama masa studi; Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi (KRP) FKH – IPB yang telah memfasilitasi penelitian ini; Dr. Drh. Elok Retnani, MSi. selaku dosen pembimbing akademik dan Ibu Drh. Risa Tiuria Priosoeryanto, MS, Ph.D. atas semua nasehat, perhatian, kebersamaan yang diberikan; Olivia Sianturi, Nagabajara Gori, Adit, dan Chandra Can selaku teman sepenelitian; Gianuzzi, Sperma Community, Istana Ceria Fams, Bang Vio, Meichris, Mato, Arif, Leo, Lidya Manik, Elsye Minar, Sheila, Dora, Marjan, 44 emergency band, Saldy Rajes, Inong Devi, dan Domi Miller atas keceriaannya; Keluarga Sopo dan Gamasintan. Kebersamaan ini tak akan terlupakan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, September 2012 Andrew Babtista Manik
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 25 Agustus 1989 sebagai anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Haojahan Manik dan Edita Tumanggor. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 02 Siborongborong Tapanuli Utara pada tahun 1995 dan lulus pada tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Siborongborong Tapanuli Utara dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMA N 1 Siborongborong dan lulus pada tahun 2007. Penulis masuk di IPB melalui jalur USMI dan resmi menjadi mahasiswa IPB pada tahun 2007. Penulis memilih Program Studi Kedokteran Hewan sebagai pilihan pertama di perguruan tinggi IPB. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di UKM sepak bola, organisasi KEMAKI, PNS, anggota Divisi Himpunan Minat dan Profesi Satwa Liar, dan komunitas musik Steril FKH.
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .......................................................................................................... x DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii PENDAHULUAN ...................................................................................................1 Latar Belakang ....................................................................................................1 Tujuan..................................................................................................................2 Manfaat ................................................................................................................2 TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................3 Temulawak ..........................................................................................................3 Temu Ireng ..........................................................................................................4 Sambiloto.............................................................................................................5 Meniran ...............................................................................................................6 Makrofag dan Staphylococcus aureus .................................................................8 METODE PENELITIAN .......................................................................................10 Waktu dan Tempat Penelitian ...........................................................................10 Bahan dan Peralatan ..........................................................................................10 Persiapan Kandang Penelitian ...........................................................................10 Penyediaan Ekstrak ...........................................................................................11 Pemberian Ekstrak .............................................................................................11 Vaksinasi ...........................................................................................................11 Perlakuan penelitian ..........................................................................................11 Pembuatan Sediaan Ulas Cairan Peritoneum ....................................................14 Pengamatan Mikroskopi ....................................................................................14 Pengolahan Data ................................................................................................14 HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................................15 Hasil...................................................................................................................15 Pembahasan .......................................................................................................16 KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................20 Kesimpulan ........................................................................................................20 Saran ..................................................................................................................20 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................21 LAMPIRAN ...........................................................................................................24
xi
DAFTAR TABEL Halaman 1 Kelompok perlakuan penelitian yang diberikan ekstrak tanaman.................... 12 2 Aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag peritoneum ayam yang diberikan 4 ekstrak tanaman ............................................................................................. 15
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Temulawak ........................................................................................................... 3 2 Temu Ireng ........................................................................................................... 5 3 Sambiloto ............................................................................................................. 5 4 Meniran ................................................................................................................ 7 5 Perkembangan beberapa jenis sel yang berperan dalam sistem imun.................. 8 6 Alur perlakuan penelitian pemberian ekstrak 4 tanaman pada broiler ............... 13 7 Makrofag peritoneum broiler dengan pewarnaan Giemsa 10% (perbesaran 1000x). Bar 10 µm .............................................................................................. 15
PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam merupakan sumber produk pangan asal hewan yang memiliki kandungan gizi protein tinggi dan memiliki cita rasa yang enak, hal tersebut menyebabkan produk pangan asal ayam menjadi pilihan utama masyarakat sebagai sumber protein sehari-hari. Hal lain yang mendukung produk pangan asal ayam menjadi pilihan utama adalah produk tersebut diterima oleh hampir semua golongan agama, harga yang relatif terjangkau dan masa panen yang relatif singkat dibandingkan jenis hewan yang lain. Permasalahan dalam peternakan ayam adalah banyaknya jenis penyakit yang dapat mengganggu kesehatan ayam dan berpengaruh pada proses perkembangan dan produksi ayam seperti turunnya berat badan ayam, turunnya produksi telur, dan kematian sehingga apabila permasalahan tersebut tidak dapat diatasi maka tingginya kebutuhan akan ayam sebagai sumber protein hewani tidak dapat terpenuhi. Hal tersebut akan sangat merugikan, seperti pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat dan menyebabkan terjadinya kenaikan harga yang akan memberatkan konsumen. Pada industri peternakan ayam, pemberian vaksin dan obat merupakan cara yang masih dianggap efektif dalam penanganan penyakit ayam, namun demikian saat ini cara tersebut mengalami kendala seiring terjadinya perubahan lingkungan seperti suhu, kepadatan, kelembaban, dan ditambah oleh faktor dari dalam seperti permasalahan nutrisi dan stres yang menyebabkan turunnya sistem kekebalan ayam tersebut. Hal lain yang menyebabkan kurang efektifnya penanganan penyakit pada ayam adalah terjadinya mutasi pada agen penyakit seperti virus dan adanya resistensi bakteri terhadap antibiotik tertentu. Keadaan ini menyebabkan masalah yang baru dan dibutuhkan pengembangan lebih lanjut terhadap penanganan kesehatan ayam secara umum yang baik dan benar. Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman obat dan telah dikembangkan untuk dimanfaatkan menjadi obat oleh masyarakat Indonesia. Saat ini manfaat kandungan dari tumbuhan obat tersebut telah diteliti untuk mengobati penyakit pada hewan dan diharapkan dapat membantu dalam mengatasi masalah kesehatan pada industri peternakan ayam.
2
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek dari formulasi ekstrak tanaman Temulawak, Temu Ireng, Sambiloto, dan Meniran terhadap respon fagositosis makrofag pada ayam broiler yang diinfeksi dengan bakteri. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai potensi imunomodulator dari formula 4 tanaman obat asal Indonesia yaitu Temulawak, Temu Ireng, Meniran, dan Sambiloto pada unggas.
TINJAUAN PUSTAKA
Temulawak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) merupakan Genus terpenting dalam famili Zingiberaceae. Tinggi tanaman dapat mencapai 2 m atau lebih, rimpang tanaman berukuran besar, bercabang-cabang, dan berwarna coklat kemerahan atau kuning tua yang dapat dilihat pada Gambar 1. Daging rimpang berwarna oranye tua atau kecoklatan, beraroma tajam yang menyengat, dan rasanya pahit (Supriadi 2008). Taksonomi Temulawak menurut Supriadi (2008) adalah: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Spesies
: Curcuma xanthorrhiza Roxb.
. Gambar 1 Temulawak Kandungan aktif dalam Temulawak antara lain minyak atsiri, zat warna curcumin, felandrena, tumerol, dan pati (Ravindran et al. 2007). Kandungan minyak atsiri dalam rimpang terdiri dari mirsen, p-toluil methyl kabinol, curcumin, desmetoxy curcumin, bidesmethyl curcumin, felandren, sabinen, sineol, borneol, zingiberen, turmeron, atlanton, artumeron, ksantorizol, dan germakron (Anonim 2002). Aktivitas dari ekstrak etanol rimpang mampu berkontribusi
4
dalam antimikroba. Temulawak telah diuji untuk melawan beberapa strain dari bakteri dan fungi (Chauhan et al. 2003). Ekstrak dari rhizoma tersebut efektif untuk melawan Fusarium oxysporium, Aspergillus niger, A. nidulans dan Alternaria solani dan bakteri seperti Staphylococcus albus, Escherichia coli dan Pseudomonas pyocyanea (Leal et al. 2003). Menurut Kim et al. (2003) sifat antimikroba dari rimpang dapat melawan Botrytis cineria, Erysiphe Graminis, Phytophthora infestan, Puccinia recondite, Pyricularia oryzae dan Rhizoctonia solani. Minyak esensial dari rimpang bersifat aktif dalam melawan bakteri Gram-positif yang bersifat patogen seperti S. aureus, S. epidermidis dan bakteri Gram-negatif seperti E. coli, P. aeroginosa, Salmonella thypi. Analisis senyawa aktif Temulawak menunjukkan bahwa artumerone, turmerone dan curlone merupakan senyawa utama dalam melawan bakteri (Singh et al. 2002). Temu Ireng Temu Ireng (Curcuma aeroginosa Roxb) merupakan tanaman tahunan yang biasanya hidup di bawah naungan tanaman lain. Batang tanaman ini merupakan batang semu yang tingginya bisa mencapai 2 m, warna batang hijau atau cokelat gelap dengan daun berwarna hijau gelap dan bagian tengah berwarna ungu kemerahan. Rimpang Temu Ireng terbentuk dengan sempurna dan memiliki percabangan yang banyak serta cukup keras (Kurniawan 2011). Penampakan luar rimpang berwarna kuning, mengkilap dan ujungnya berwarna merah muda yang dapat dilihat pada Gambar 2. Taksonomi Temu Ireng menurut Kurniawan (2011) adalah: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Spesies
: Curcuma aeruginosa Roxb.
5
Gambar 2 Temu Ireng Kandungan dari Temu Ireng terdiri dari pati, damar, lemak, minyak atsiri dengan kadar 2%, amilum, tanin, dan mineral (Kurniawan 2011). Ekstrak rimpang Temu Ireng mengandung minyak atsiri, tanin, kurkumol, kurkumenol, isokurkumenol, kurzerenon, kurdion, kurkumalakton, germakron, α, ß, γ-elemene, inderazulene, curcumin, demethyoxycurcumin, saponin, bisdemetyoxycurcumin, monoterpene, sesquiterpene, flavonoid dan alkaloid (Widowati 2007). Kandungan flavonoid, senyawa saponin, dan curcumin pada Temu Ireng telah dibuktikan memiliki sifat antibakteri dan imunomodulator (Singh et al. 2002, Agung dan Sriningsih 2006). Sambiloto Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) merupakan tanaman tegak yang dapat mencapai tinggi 0.4-1 m yang dapat tumbuh pada ketinggian kurang dari 700 m di atas permukaan laut (Gambar 3).
Gambar 3 Sambiloto
6
Taksonomi Sambiloto menurut Aji (2009) adalah: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Scrophulariales
Famili
: Acanthaceae
Genus
: Andrographis
Spesies
: Andrographis paniculata Nees.
Komponen aktif yang terkandung dalam tanaman ini bervariasi tergantung dari asalnya, akar Sambiloto mengandung andrographin, andrographolide. Bagian daun mengandung andrographolide dalam jumlah tertinggi yaitu sebesar 2.3%, sedangkan bagian bijinya mengandung androrapholide dalam jumlah paling sedikit (Saxena et al. 2000). Berdasarkan penelitian Rao et al. (2004), Sambiloto juga mengandung flavonoid antara lain 5,7,2',3'-tetramethoxyflavanone dan
5-hydroxy-7,2',3'-trimethoxyflavone.
Berdasarkan
hasil
penelitian,
Andrographis paniculata mengandung berbagai zat aktif laktone yang terdiri dari deoxyandrographolide,
didehydroandrographolide,
andrographolide,
neoandrographolide, 14-deoxy-11-12- dan homoandrographolide. Selain itu, juga terdapat flavonoid alkane, keton, aldehid, mineral, dan damar. Melalui penelitian tersebut Sambiloto diduga terlibat dalam mekanisme pertahanan tubuh (Saxena et al. 2000). Meniran Meniran adalah tumbuhan semusim, tegak dengan tinggi mencapai 1 m. Batang tumbuhan berbentuk bulat, tidak berbulu, licin, hijau keunguan, diameter rata-rata 3 mm. Daunnya majemuk berseling, berwarna hijau dengan anak daun 15-24 helai, berbentuk bulat telur, tepi rata, pangkal membulat, dan ujung tumpul seperti yang terlihat pada Gambar 4. Daun kelopaknya berbentuk bintang, mahkota bunga berwarna putih. Buahnya kotak bulat dan berwarna hijau keunguan. Biji buah Meniran kecil, keras, berbentuk ginjal dan berwarna coklat tua (Wijayakusuma 2005).
7
Taksonomi Meniran menurut Soenanto (2009) adalah: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Phyllanthus
Spesies
: Phyllanthus niruri Linn.
Gambar 4 Meniran Kandungan kimia Meniran antara lain lignan (filantin, hipofilantin, nirantin, linitetratin), flavonoid (quercetin, quecitrin, isoquercitin, astragalin, rutin, kaempferol-4, rhamnophynoside), alkaloid, triterpenoid, asam lemak (asam ricinocleat, asam linoleat, asam linolenat), vitamin C, kalium, damar, tanin (Permadi 2006). Akar dan daun tanaman ini kaya akan senyawa flavonoid, dan bijinya mengandung asam lemak, saponin, kalium, damar dan zat samak (Kurniasari 2006). Senyawa tersebut mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh hingga mampu menangkal serangan virus, bakteri atau mikroba lainnya. Hasil penelitian yang telah dilakukan Agung dan Sriningsih (2006) membuktikan bahwa ekstrak Meniran dapat meningkatkan aktivitas makrofag.
8
Makrofag dan Staphylococcus aureus Respon kekebalan non spesifik pertama kali dilakukan oleh makrofag dan sel-sel fagosit lainnya dalam sistem retikuloendotelial, termasuk monosit dan sel neutrofil polimorfonuklear dalam darah. Fungsi utama sel makrofag adalah memfagositosis senyawa asing atau zat yang berasal dari diri sendiri yang sudah tua atau mati, juga berperan dalam reaksi peradangan. Beberapa jenis sel seperti makrofag dalam kelenjar getah bening juga berfungsi dalam merepresentasikan antigen kepada limfosit sebagai permulaan dari respon kekebalan (Radji 2010). Proses perkembangan sel yang berperan dalam sistem imun dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Perkembangan beberapa jenis sel yang berperan dalam sistem imun (Radji 2010). Makrofag berasal dari sel induk dalam sumsum tulang yang melalui monosit sebagai sel antara, sel tersebut menjadi dewasa dan akhirnya menjadi makrofag jaringan. Makrofag yang teraktivasi akan meningkatkan jumlah granula lisosom, lebih banyak mitokondria dan kapasitas yang lebih besar untuk memfagosit partikel yang tersaji. Penggabungan vakuola fagositik (fagosom) dengan lisosom menghasilkan fagolisosom, tempat dimana mekanisme pembunuhan mikroba dikonsentrasikan. Makrofag yang teraktivasi membunuh mikroba yang difagosit dengan memproduksi molekul pembunuh mikroba dalam fagolisosom (Mitchell et al. 2006).
9
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram-positif berbentuk kokus tunggal, berpasangan, bergerombol seperti buah anggur dan berbentuk rantai dalam biakan cair, nonmotil, dan tidak membentuk spora. S. aureus tumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologi di bawah suasana aerobik atau mikroaerofilik. Tumbuh dengan cepat pada suhu 37 0C dan pembentukan pigmen terbaik adalah pada suhu kamar 27-35
0
C. Patogenitas bakteri ini dapat
menyebabkan hemolisis darah, koagulasi plasma, dan menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler dan toksin dan ciri khas yang membedakan dari spesies yang lain adalah S. aureus bersifat koagulase positif (Brooks et al. 2005).
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai November 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba dilaksanakan di Fasilitas Kandang Hewan Percobaan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan sediaan ulas cairan peritoneum dilaksanakan di Laboratorium Histopatologi Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Peralatan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam pedaging strain Cobb sebanyak 15 ekor, vaksin ND live Lassota™ , CAPRIVAC-IBD Inter® live vaccine, vaksin AI killed Medivac®. Kebutuhan harian ayam seperti air minum, pakan Sinta®, lampu sebagai penghangat, dan sekam sebagai alas kandang, ekstrak Temulawak, Temu Ireng, Meniran, Sambiloto, suspensi bakteri S. aureus nonprotein A (105 cfu/ml). Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pemeliharaan dan perlakuan ayam seperti 4 petak kandang baterai, dan spuit beserta jarum untuk vaksinasi, spuit (tanpa jarum) 1 ml untuk mencekok ekstrak pada ayam, alat nekropsi seperti scalpel, gunting, pinset, alat untuk pembuatan preparat ulas cairan peritoneum seperti spuit, kaca obyek, metanol 100%, dan pewarna Giemsa 10%.
Persiapan Kandang Penelitian Kandang ayam dibuat menurut sistem lantai (litter) dengan panjang 110 cm, lebar 40 cm dan tinggi 45 cm. Seluruh dinding dan lantai ruangan percobaan dikapur dengan kapur tembok berwarna putih, didesinfeksi dengan desinfektan kelompok fenol sintetik dan difumigasi dengan gas formalin 5% v/v sehari sebelum ayam percobaan dimasukkan.
11
Penyediaan Ekstrak Ekstrak tanaman obat yang digunakan adalah ekstraksi tanaman Temulawak, Sambiloto, dan Temu Ireng dengan pelarut etanol dan ekstraksi tanaman Meniran dengan pelarut air. Pembuatan ektraksi dan formula dari kombinasi tanaman obat diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor. Pemberian Ekstrak Penyajian ekstrak herbal untuk tiap kelompok perlakuan dilakukan dengan melarutkan ekstrak yang telah dipersiapkan dalam aquades dengan menggunakan stirrer. Pemberian ekstrak herbal pada setiap kelompok ayam disesuaikan dengan rataan bobot badan ayam. Setiap hari, tiap kelompok ayam dicekok dengan masing-masing formula ekstrak tanaman obat dengan menggunakan spuit (tanpa jarum). Aturan pencekokan adalah 1 kali sehari setiap pukul 16.00 WIB selama 28 hari.
Vaksinasi Semua kelompok ayam percobaan diberikan vaksinasi setelah masa adaptasi selama empat hari telah selesai. Semua kelompok ayam divaksinasi dengan vaksin ayam divaksin ND live Lassota™ secara tetes hidung dan mata, CAPRIVAC IBD live vaccine secara oral, dan divaksin AI killed
Medivac® dengan injeksi
subkutan dengan dosis 0.2 ml. Perlakuan penelitian Penelitian ini menggunakan ayam pedaging atau broiler (strain Cobb) yang berumur 1 hari dengan bobot badan seragam. Sebelum perlakuan dimulai, ayam diistirahatkan dan diadakan masa adaptasi selama 4 hari untuk mengembalikan kondisi ayam dari stres karena pemindahan dan transportasi, dan pada hari ke-3 dilakukan penimbangan bobot badan pada seluruh ayam. Selama masa ini seluruh ayam diberikan vitamin lewat air minum. Tabel 1 berikut menjelaskan kelompok ayam beserta perlakuan yang diberikan.
12
Tabel 1 Kelompok perlakuan penelitian yang diberikan ekstrak tanaman Perlakuan Kontrol
Keterangan 3 ekor ayam divaksin ND live Lassota™, CAPRIVAC IBDInter® live vaccine, AI killed vaccine Medivac®, dan diberi aquades (1 ml).
F1
3 ekor ayam divaksin ND live Lassota™, CAPRIVAC IBD live vaccine, divaksin AI killed Medivac® dan diberi formula Temulawak, Meniran, Sambiloto, dan Temu Ireng (1 ml).
F2
3 ekor ayam divaksin ND live Lassota™, CAPRIVAC IBD live vaccine, divaksin AI killed Medivac® dan diberi formula Temulawak, Meniran dan Temu Ireng (1 ml).
F3
3 ekor ayam divaksin ND live Lassota™, CAPRIVAC IBD live vaccine, divaksin AI killed Medivac® dan diberi formula Temulawak dan Temu Ireng (1 ml).
F4
3 ekor ayam divaksin ND live Lassota™, CAPRIVAC IBD live vaccine, divaksin AI killed Medivac® diberi formula Meniran dan Sambiloto (1 ml).
Sebelum dibagi dalam kelompok perlakuan, bobot ayam tiap kelompok perlakuan ditimbang dan dihitung bobot rata-ratanya untuk menghitung dosis pemberian formula tanaman obat. Seluruh ayam dibagi ke dalam 5 kelompok ayam sesuai dengan perlakuan yang akan dilaksanakan sebagai berikut: 1.
Kelompok kontrol adalah kelompok ayam yang diberikan aquades.
2.
Kelompok F1 adalah kelompok ayam yang akan diberikan formula kombinasi ekstrak Temulawak, Meniran, Sambiloto, dan Temu Ireng.
3.
Kelompok F2 adalah kelompok ayam yang akan diberikan formula kombinasi ekstrak Temulawak, Meniran, dan Temu Ireng.
4.
Kelompok F3 adalah kelompok ayam yang akan diberikan formula kombinasi ekstrak Temulawak dan Temu Ireng.
5.
Kelompok F4 adalah kelompok ayam yang akan diberikan formula kombinasi ekstrak Meniran dan Sambiloto.
13
Skema perlakuan yang dilakukan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Alur perlakuan penelitian pemberian ekstrak 4 tanaman pada broiler Pada hari ke-5 masa perlakuan seluruh kelompok ayam diberikan ekstrak herbal sesuai dengan formulasi yang telah ditentukan kecuali pada kelompok kontrol yang tidak diberikan ektrak herbal. Pada hari ke-4 seluruh kelompok ayam diberikan vaksin ND live dengan metode diteteskan pada mata. Pada hari ke-11 dilanjutkan dengan pemberian vaksin IBD live dengan metode dicampurkan dengan air minum. Pada hari ke-15 adalah pemberian vaksin terakhir pada seluruh kelompok ayam, yaitu pemberian vaksin AI killed dengan metode injeksi subkutan. Pada hari ke-21 dilanjutkan dengan penimbangan pada seluruh ayam. Pada hari ke-32 adalah masa pemberian ekstrak terakhir pada setiap kelompok ayam. Pada hari ke-33, semua ayam dari tiap kelompok diinfeksi dengan bakteri S. aureus nonprotein A secara intraperitoneum dengan dosis 1 cc yang mengandung partikel bakteri 105 cfu/ml dan dibiarkan selama 2 jam. Setelah 2 jam ayam tersebut dibunuh dengan cara disembelih dengan pisau tajam, setelah itu ayam
ditelentangkan
dan
dilanjutkan
dengan
penyayatan
pada
kedua
selangkangan kemudian dikuakkan sampai jaringan subkutis dada dan perut dapat terlihat. Setelah terkuak, dilakukan penyayatan pada otot perut sepanjang tulang rusuk terakhir untuk membuka rongga perut dan bagian peritoneum dikuakkan
14
dan diambil cairan dari ruang peritoneum tersebut dengan menggunakan spuit dengan jarum. Pembuatan Sediaan Ulas Cairan Peritoneum Cairan peritoneum yang telah diambil diteteskan di atas gelas obyek dan diulaskan dengan merata pada permukaannya, kemudian difiksasi dengan metanol 100% selama 5 menit. Preparat tersebut dilanjutkan dengan proses pewarnaan Giemsa 10% selama 25 menit dengan cara meneteskan pewarna Giemsa 10% di atas permukaan gelas obyek kemudian dibilas dengan aquades dan ditiriskan hingga permukaan gelas obyek mengering. Pengamatan Mikroskopi Pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x menggunakan minyak emersi dan software MacBiophotonicImageJ® (Rasban 2006). Objek pengamatan adalah sel makrofag, yaitu sel-sel makrofag yang memiliki aktivitas fagositosis terhadap bakteri S. aureus dan sel-sel makrofag yang tidak memiliki aktivitas fagositosis. Aktivitas fagositosis diperoleh dari persentase perbandingan sel-sel makrofag yang aktif memfagosit bakteri dalam 50 sel makrofag. Kapasitas fagositosis diperoleh dari perbandingan jumlah total bakteri yang difagosit dibagi dengan 50 (jumlah sel makrofag yang diamati).
Pengolahan Data Data yang disajikan berupa data kuantitatif yaitu jumlah sel makrofag aktif dalam 50 makrofag dan jumlah bakteri dalam 50 makrofag yang aktif. Data diolah dengan program SPSS 16. One Way ANOVA digunakan membandingkan setiap formula dan uji lanjut Duncan digunakan untuk membandingkan aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag keempat kelompok perlakuan terhadap kontrol.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang dengan injeksi S. aureus nonprotein A secara intraperitoneum.
Melalui
pengamatan
mikroskopi
dengan
menggunakan
mikroskop cahaya diperoleh gambaran seperti yang disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Makrofag peritoneum broiler dengan pewarnaan Giemsa 10% (perbesaran 1000x). Bar 10 µm Aktivitas rata-rata fagositosis pada kelompok ayam perlakuan yang diberi formulasi ekstrak tanaman Temulawak, Temu Ireng, Meniran, dan Sambiloto disajikan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag peritoneum ayam yang diberikan 4 ekstrak tanaman. Formula Kontrol
Aktivitas fagositosis (%) 15.2 ± 3.12a
Kapasitas fagositosis 3.90 ± 1.59a
Formula 1
59.2 ± 17.97b
5.85 ± 2.03a
Formula 2
81.8 ± 16.07c
5.86 ± 2.16a
Formula 3
82.8 ± 15.73c
5.66 ± 1.54a
Formula 4
70.4 ± 16.27bc
10.33 ± 4.02b
Keterangan: Huruf superskrip adalah hasil dari uji wilayah berganda Duncan, huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0.01).
16
Berdasarkan hasil uji statistika yang dapat dilihat pada lampiran 2, semua kelompok ayam yang diberikan formula ekstrak tanaman dari Temulawak, Temu Ireng, Meniran, Sambiloto secara peroral selama 28 hari, menunjukkan terjadinya peningkatan aktivitas dari fagositosis makrofag yang berbeda secara signifikan dengan kelompok kontrol. Aktivitas fagositosis makrofag paling tinggi ditunjukkan oleh kelompok F3, yaitu kelompok ayam yang diberikan ekstrak Temulawak dan Temu Ireng. Hasil uji statistika yang terlihat pada lampiran 4, kapasitas makrofag pada kelompok F4 (ayam yang diberikan ekstrak tanaman Sambiloto dan Meniran) menunjukkan terjadinya peningkatan kapasitas fagositosis paling besar dan berbeda secara signifikan dengan kelompok kontrol, sedangkan kapasitas fagositosis makrofag pada kelompok F1, F2, dan F3 menunjukkan peningkatan kapasitas fagositosis makrofag yang tidak signifikan dengan kelompok kontrol.
Pembahasan Senyawa aktif dalam tanaman diketahui memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri baik secara langsung maupun tidak langsung. Penghambatan secara langsung terjadi melalui mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri, sedangkan secara tidak langsung dengan peningkatan sistem kekebalan tubuh. Beberapa kajian ilmiah telah dilakukan untuk melihat mekanisme yang terjadi secara in vitro maupun in vivo terhadap penghambatan bakteri. Kajian yang dilakukan oleh Meilisa (2009) menunjukkan bahwa senyawa aktif dalam Temulawak mampu menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella thypi, Klebsiella pneumonia, Escherichia coli, dan Bacillus cereus secara in vitro. Melalui penelitian tersebut juga diketahui bahwa bakteri Gram-negatif lebih sensitif terhadap senyawa aktif dalam Temulawak. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Sufriyanto dan Indradji (2005) diketahui bahwa senyawa fenol mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus karena kemampuannya untuk berpenetrasi pada dinding sel serta merusaknya. Lebih lanjut lagi Siswandono dan Soekardjo (1995) menjelaskan bahwa flavonoid merupakan senyawa golongan fenolik berinteraksi dengan sel bakteri
17
melalui mekanisme adsorbsi yang melibatkan ikatan hidrogen dengan gugus fenol. Pada kadar rendah, kompleks protein yang terdapat pada dinding sel bakteri berikatan dengan fenol yang ikatannya lemah dan segera mengalami peruraian diikuti oleh penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein plasma. Pada kadar tinggi fenol mempengaruhi permeabilitas membran sel sehingga menimbulkan kebocoran dan kehilangan senyawa intraseluler. Selain merusak dinding sel, mekanisme lain yang mungkin terjadi yaitu dengan proses denaturasi protein sel bakteri, menghambat fungsi selaput sel (transpor zat antar sel) dan menghambat sintesis asam nukleat (Purwanti 2007). Senyawa aktif terutama golongan fenol yang diperoleh dari tanaman Temulawak, Meniran, Sambiloto dan Temu Ireng pada penelitian diduga mempengaruhi terjadinya kerusakan dinding sel bakteri yang mempermudah terjadinya fagositosis. Dengan rusaknya dinding sel dari bakteri maka makrofag dapat bekerja lebih optimal. Respon imun tubuh nonspesifik terhadap infeksi dari luar seperti mikroorganisme, dijalankan oleh sel radang seperti makrofag, heterofil, Natural Killer cell, dan Killer cell. Proses fagositosis diawali dengan kemotaksis yang dimulai dari pergerakan heterofil yang dipengaruhi oleh rangsangan kimia dari produk bakteri. Pada dinding bakteri S. aureus terdapat antigen polisakarida, peptidoglikan (polimer polisakarida yang mengandung subunit-subunit yang bergabung membentuk eksoskeleton yang kaku pada dinding sel). Struktur peptidoglikan dinding sel bakteri ini dapat dirusak oleh lisosim. Infeksi yang terjadi akan membentuk interleukin-1 dan proses opsonisasi oleh makrofag akan mengundang reaksi kimia dari sel leukosit polimorfonuklear. Reaksi kimia ini akan mengaktifasi komplemen dan endotoksin. Bakteri S. aureus mengandung komponen protein A yang dapat menyebabkan terhambatnya fagositosis, sehingga pada penelitian ini infeksi pada ayam dilakukan dengan menggunakan suspensi dari biakan bakteri tanpa protein A 105 cfu/ml yang telah diseleksi sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan tujuan proses fagositosis tidak terhambat dan dapat diamati hasilnya. Proses fagositosis dimulai dengan opsonisasi, adanya rangsangan kimia dari bakteri dan akan mengundang heterofil untuk mengikat bakteri tersebut dan adanya komplemen
18
antibodi akan melapisi bakteri tersebut. Proses tersebut akan membuat bakteri tersebut rentan terhadap fagositosis. Ruangan yang telah berisi bakteri ini akan berinvaginasi ke dalam sitoplasma dan akan melepaskan diri dari bagian luar membran sel untuk membentuk fagosom. Penggabungan antara fagosom dengan lisosim yang akan melepaskan enzim proteolitik, akan membentuk fagolisosom yang akan menghancurkan struktur bakteri melalui proses endositosis. Pada saat heterofil mengalami keterbatasan energi dan enzim, heterofil akan membantu meningkatkan pengumpulan makrofag pada daerah yang terinfeksi tersebut untuk melanjutkan proses fagositosis terhadap bakteri yang telah dilemahkan oleh proses sebelumnya (Radji 2010). Pada makrofag unggas terdapat reseptor untuk Fc dan juga C3b yang dapat meningkatkan kemampuannya untuk memakan partikel baik melalui proses opsonisasi ataupun non opsonisasi, sehingga memungkinkan adanya perpaduan kombinasi proses fagositosis yang lebih cepat dan efektif terhadap bakteri. Tingkat efektifitas fagositosis dapat dilihat dari jumlah makrofag yang aktif yang berasal dari suplai monosit dan jumlah bakteri dalam lumen sitoplasma makrofag aktif tersebut (Radji 2010). Pada pengamatan preparat ulas cairan peritoneum ayam yang diberi formula ekstrak tanaman herbal yaitu ekstrak etanol tanaman Temulawak, Temu Ireng, Sambiloto dan ekstrak Meniran dengan pelarut air menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan aktivitas fagositosis makrofag. Hal tersebut membuktikan bahwa kandungan minyak atsiri yaitu yaitu senyawa kurkuminoid, artumerone, turmerone, dan curlone dari ekstrak rimpang Temulawak dan senyawa flavonoid, saponin, dan senyawa kurkuminoid dari Temu Ireng merupakan senyawa utama dalam melawan bakteri Gram-positif yang bersifat patogen seperti S. aureus (Singh et al. 2002, Agung dan Sriningsih 2006). Senyawa metabolit sekunder dari ekstrak Meniran yaitu flavonoid, lignin, isolignan, dan alkaloid yang telah dibuktikan berpengaruh dalam peningkatan sistem imun tubuh (Agung dan Sriningsih 2006), memberikan efek positif terhadap peningkatan aktivitas fagositosis makrofag terhadap bakteri S. aureus. Ekstrak etanol Sambiloto yang mengandung flavonoid dan aglycons dari diterpenoid menunjukkan terjadinya peningkatan aktivitas fagositosis makrofag. Peningkatan aktivitas ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
19
Saxena et al. (2000), bahwa Sambiloto berpengaruh dalam mekanisme pertahanan tubuh. Kapasitas fagositosis makrofag ditunjukkan oleh rata-rata jumlah bakteri yang terdapat dalam lumen makrofag. Hasil analisis statistik yang dapat dilihat pada lampiran 4 menunjukkan kapasitas fagositosis terbesar terdapat pada makrofag aktif kelompok F4, yang diberikan formulasi ekstrak etanol Sambiloto yang dikombinasikan dengan ekstrak Meniran dengan pelarut air. Besarnya kapasitas fagositosis makrofag diduga karena kandungan lignin, isolignan dan alkaloid dari Meniran dan senyawa aglycons dari diterpenoid Sambiloto, yang tidak dikombinasikan dengan ekstrak etanol Temulawak dan Temu Ireng yang mengandung senyawa kurkuminoid. Perbedaan yang tidak signifikan pada kelompok F1, F2, dan F3 terhadap kelompok kontrol pada hasil uji statistik P>0.01 (dapat dilihat pada lampiran 4) mungkin membutuhkan waktu inkubasi yang lebih lama (> 2 jam) untuk mengetahui kapasitas fagositosis peritoneum yang lebih maksimal. Peningkatan fagositosis makrofag diduga terjadi karena adanya pengaruh senyawa ekstrak yang diberikan terhadap tingkat ionisasi dan akumulasi pada lisosom (Aryanti 2001), fusi fagosom makrofag, kompartemen lisosom, sekresi reactive oxygen intermediate (ROI) yang merupakan hasil ledakan respirasi (respiratory burst), produksi reactive nitrogen intermediate (RNI) melalui jalur sitotoksik NOS2-dependent. ROI dan IFN diinduksi oleh TFN dan INF. Ledakan respirasi mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan O2 dan menghasilkan anion superoksida (O2-) dan hidrogen peroksida (H2O2), kedua hasil tersebut memiliki aktivitas mikrobisidal (Tjahajati et al. 2004). Hasil pada penelitian ini diharapkan dapat membantu pencegahan dan penanggulangan kasus penyakit dalam industri peternakan ayam. Faktor penting yang mendukung dalam kesuksesan penanganan penyakit yang harus tetap dijalankan adalah pemberian formula obat yang teratur, kebersihan dan sanitasi lingkungan dan personal, kepadatan populasi ayam yang seimbang dengan luas kandang, dan nutrisi yang cukup akan mencegah stres pada ayam.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada hasil uji statistik pemberian ekstrak etanol tanaman Temulawak, Temu Ireng, Sambiloto dan ekstrak Meniran dengan pelarut air selama 28 hari pada broiler
berpengaruh
terhadap
peningkatan
respon
fagositosis
makrofag
peritoneum broiler. Pemberian formula ekstrak etanol tanaman obat Temulawak yang dikombinasikan dengan Temu Ireng menunjukkan aktivitas fagositosis makrofag peritoneum broiler yang paling tinggi. Pada hasil uji statistik, pemberian formula ekstrak etanol tanaman obat Sambiloto yang dikombinasikan dengan ekstrak Meniran dengan pelarut air menunjukkan kapasitas fagositosis makrofag peritoneum broiler yang paling besar.
Saran Dibutuhkan penelitian dengan uji tantang bakteri patogen lain yang sering ditemukan pada kasus penyakit dalam peternakan ayam.
21
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2002. Budi Daya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang. Martha Tilaar Innovation Center. Depok: Penebar Swadaya. Agung EW, Sriningsih. 2006. Efek protektif ekstrak etanol herba Meniran Meniran (Phyllanthus niruri L.) terhadap aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum tikus. Artocarpus 2:91-96. Aji W. 2009. Uji aktivitas antioksidan tablet effervescent kombinasi ekstrak etanol daun dewa daru (Egenia uniflora L) dan herbal Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) dengan metode DPPH [skripsi]. Surakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Aryanti F. 2001. Pengaruh imunomodulator pemberian antibiotika Enrofloksasin, Oksitetrasiklin, dan Tilmikosin terhadap gambaran ulas darah putih, aktivitas dan kapasitas fagositosis sel fagosit peritoneum ayam broiler (Gallus domesticus Strain Hybro) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Brooks GF, Butel JS dan Morse SA. 2005. Mikrobiologi Kedokteran edisi 1. Jakarta : Salemba Medika. Chauhan UK, Soni P, Shrivasta R, Martur KC, dan Khadikar PV. 2003. Antimicrobial acitivities of the Curcuma longa Linn. Oxidation Commun (26): 266-270. Kim MK, Choi GJ dan Lee HS. 2003. Fungicidal property of Curcuma longa L. rhizome-derrived curcumin against phytopathogenic fungi in a greenhouse. J Agric. Food Chem. (51) 1578-1581. Kurniasari. I. 2006. Metode cepat penentuan flavonoid total Meniran (Phyllanthus [niruri) berbasis teknik spektometri inframerah dan kemometrik [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Kurniawan A. 2011. Aktivitas Antioksidan dan Potensi Hayati dari Kombinasi Ekstrak Empat Jenis Tanaman Obat Indonesia. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Leal PF et al. 2003. Funcional properties of spice extracts obtained via supercritical fluid extraction. J. Agric. Food Chem. (69) 523-526. Meilisa. 2009. Uji aktivitas antibakteri dan formulasi dalam sediaan kapsul dari ekstrak etanol rimpang tumbuhan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza, Roxb) terhadap beberapa bakteri [skripsi]. Medan: Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.
22
Mitchell, Kumar, Abbas, dan Fausto. 2006. Pocket Companion to Robbins & Cotran Pathologic Basis of Diease, 7th edition. New York: Elsevier Inc. Permadi. A. 2006. Tanaman Obat Pelancar Air Seni. Bogor:Penebar Swadaya. Purwanti E. 2007. Senyawa bioaktif tanaman Sereh (Cymbopogon nardus) ekstrak kloroform dan etanol serta pengaruhnya terhadap mikroorganisme penyebab diare [skripsi]. Malang: Fakultas Pendidikan Biologi dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Muhammadiyah Malang. Radji M. 2010. Imunologi dan Virologi. Jakarta: PT. IFSI. Rao YK, Vimalamma G, Rao CV, dan Tzeng YM. 2004. Flavonoids and andrographolides from Andrographis paniculata. Phytochemistry, Augustus 1; 65(16): 2317-21. Rasban W. 2006. Macbiophotonic microscopy [terhubung http://www.macbiophotonic.ca/imagej/ [11 Juli 2011].
berkala].
Ravindran PN, Babu KN, dan Sivaraman K. 2007. Turmeric the Genus Curcuma. New York: CRC press. Saxena S et al.. 2000. High-performance thin layer chromatographic analysis of hepatoprotective diterpenoids from Andrographis paniculata. Phytochem Anal 11(1) 34-36. Singh R, Chandra R, Bose M dan Luthra PM. 2002. Antibacterial activity of Curcuma longa rhizoma extract on pathogenic bacteria. Current Science (83) 737-740. Siswandono dan Soekarjo B. 1995. Kimia Medicinal. Surabaya: Airlangga University. Soenanto H. 2009. 100 Resep Sembuhkan Hipertensi, Asam Urat, dan Obesitas. Jakarta: Gramedia. Sufririyanto dan Indraji M. 2005. Uji in vitro dan in vivo ekstrak campuran Mengkudu (Morinda citrifolia) dan Bawang Putih (Allium sativum) pada sapi penderita mastitis sub klinis. Animal Production (7): 101-105. Supriadi D. 2008. Optimalisasi ekstraksi kurkuminoid Temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Tjahajati I, Prodjoharjono S, Subono H, Asmara W, dan Harada N. 2004. Aktivitas sekresi reactive oxygen intermediate pada makrofag peritoneum kucing yang diinfeksi dengan M. Tuberculosis. J Sain Vet (1): XXII.
23
Widowati L. 2007. Pemanfaatan Tanaman Obat. Jakarta: Puslitbang Farmasi. Depkes RI. Wijayakusuma.H. 2004. Atasi Kanker dengan Tanaman Obat. Jakarta: Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara.
LAMPIRAN
25
Lampiran 1 Hasil uji ANOVA terhadap aktivitas fagositosis makrofag yang diberikan formula ekstrak tanaman obat. ANOVA Aktivitas Antar kelompok Dalam kelompok Total
Jumlah kuadrat
db
Jumlah rataan
F
Sig.
30932.480 9924.800 40857.280
4 45 49
7733.120 220.551
35.063
.000
Lampiran 2 Hasil uji lanjut Duncan terhadap aktivitas fagositosis makrofag yang diberikan formula ekstrak tanaman obat Duncan Subset for alpha = 0.01 Formula Kontrol Formula 1 Formula 4 Formula 2 Formula 3 Sig.
N
1
10 10 10 10 10
15.2000
2
3
59.2000 70.4000
1.000
70.4000 81.8000 82.8000 .084
.099
Lampiran 3 Hasil uji ANOVA terhadap kapasitas fagositosis makrofag yang diberikan formula ekstrak tanaman obat. ANOVA Kapasitas Antar kelompok Dalam kelompok Total
Jumlah kuadrat
Db
Rataan kuadrat
F
Sig.
228.046 268.294 496.340
4 45 49
57.012 5.962
9.562
.000
26
Lampiran 4 Hasil uji lanjut Duncan terhadap kapasitas fagositosis makrofag yang diberikan formula ekstrak tanaman obat. Duncan Subset for alpha = 0.01 Formula Kontrol Formula 3 Formula 1 Formula 2 Formula 4 Sig.
N
1
10 10 10 10 10
3.9000 5.6600 5.8500 5.8600 .108
2
10.3300 1.000