PENGARUH PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK BRUTO DAN JUMLAH TENAGA KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA
Euis Eti Sumiyati
Abstract: The purpose of this study is to analyze the influence factors of Gross Domestic Fixed Capital Formation and the number of Labor to economic growth in Indonesia. The results showed that the Gross Domestic Fixed Capital Formation and the number of Labor has a significant influence on economic growth in Indonesia either partially or simultaneously. In other words, both factors have an important role in enhancing economic growth which is the labor factor gives even greater role than the factors of Gross Domestic Fixed Capital Formation. This can be seen from the direction of the regression coefficient means that when the use of labor increased by 1%, ceteris paribus, economic growth increased by approximately 1.37%. Whereas if the Gross Domestic Fixed Capital Formation increased by 1%, ceteris paribus, economic growth increased by about 0.37% only.
Kata Kunci: Gross Domestic Fixed Capital Formation, Labor, Economic Growth
Abstrak: Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto dan jumlah Tenaga Kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia baik secara parsial maupun simultan. Dengan kata lain, kedua faktor tersebut mempunyai peran yang penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi bahkan faktor tenaga kerja memberikan peran yang lebih besar dibandingkan faktor Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto. Hal ini dapat diketahui dari nilai koefisien arah regresi yang mempunyai arti bahwa apabila penggunaan tenaga kerja meningkat 1%, ceteris paribus, maka pertumbuhan ekonomi meningkat sekitar 1,37%. Sedangkan apabila Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto meningkat sebesar 1%, ceteris paribus, maka pertumbuhan ekonomi meningkat sekitar 0,37% saja.
Kata Kunci: Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto, Tenaga Kerja, Pertumbuhan Ekonomi
1
PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu target yang sangat penting yang harus dicapai di dalam proses pembangunan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari target pertumbuhan yang selalu ditetapkan pemerintah secara eksplisit dalam perencanaan program pembangunan ekonomi setiap tahunnya. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada awal pembangunan ekonomi suatu negara, umumnya perencanaan pembangunan ekonomi berorientasi pada masalah pertumbuhan. Sebagai konsekuensinya, pemerintah kurang memperhartikan pola pembagian dari pertumbuhan itu sendiri (distribusi pendapatan),
yang
mengakibatkan kesenjangan pendapatan antara kelompok kaya dengan kelompok miskin membesar seperti yang terjadi selama periode Orde Baru, bahkan sampai dengan saat ini perekonomian Indonesia masih menghadapi permasalahan ketidakmerataan pendapatan. Sejak tahun 1991 hingga krisis ekonomi terjadi yang diawali oleh krisis rupiah pada pertengahan tahun 1997, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Selama periode 1993-1996, rata-rata pertumbuhan per tahun antara 7,6% per tahun yang membuat Indonesia termasuk negara ASEAN dengan pertumbuhan yang tinggi. Dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi ini rata-rata pendapatan per kapita di Indonesia naik pesat setiap tahun, yang pada tahun 1993 sudah melewati angka USD 800. Tetapi akibat krisis, pendapatn per kapita menurun drastis ke USD 640 tahun 1998 dan USD 580 tahun 1999. Tahun 1998 krisis ekonomi Indonesia mencapai klimaksnya dengan laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto negatif 13,1%. Pada tahun-tahun selanjutnya meski positif, namun pertumbuhan ekonomi relatif rendah 2
dibandingkan rata-rata periode sebelum krisis. Hal yang menarik pada periode 1999-2006 adalah adanya paradoks pertumbuhan-pengangguran yaitu laju pertumbuhan ekonomi meningkat, namun laju pengangguran juga meningkat sebagaimana diperlihatkan pada tabel berikut ini:
Tabel 1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran Di Indonesia Periode 1998-2008 Tahun
Pertumbuhan Ekonomi Tingkat Pengangguran ( %) (% ) 1998 (13.13) 5.50 1999 0.79 6.30 2000 4.92 6.07 2001 3.64 8.10 2002 4.50 9.10 2003 4.78 9.50 2004 5.03 9.90 2005 5.69 11.20 2006 5.50 10.30 2007 6.35 9.10 2008 6.01 8.40 Sumber: World Bank dan BPS berbagai edisi
Mengacu pada teori ekonomi yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh semakin banyaknya output nasional,
yang
mengindikasikan semakin banyaknya orang yang bekerja. Dengan demikian seharusnya mengurangi pengangguran. Lalu mengapa pertumbuhan ekonomi meningkat namun pengangguran juga cenderung meningkat.
3
Faktor lain yang menentukan pertumbuhan ekonomi adalah investasi kapital yang dapat diindikasikan oleh pembentukan modal tetap bruto. Dengan demikian modal fisik dan modal manusia relevan sebagai faktor yang menentukan pertumbuhan
ekonomi,
sebagaimana
juga
dinyatakan
dalam
teori-teori
konvensional, pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh ketersediaan dan kualitas dari faktor-faktor produksi seperti SDM, kapital, teknologi, bahan baku, entrepreneurship,
dan
energi.
Faktor-faktor
tersebut
akan
menentukan
pertumbuhan ekonomi jangka panjang (Tulus Tambunan, 2001). Berdasarkan penjelasan di atas penulis tertarik untuk mengkaji secara empiris mengenai faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Adapun judul penelitian adalah “ PENGARUH PEMBENTUKAN MODAL TETAP
DOMESTIK
BRUTO
DAN
JUMLAH
TENAGA
KERJA
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA.” Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pembentukan modal tetap bruto dan jumlah tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia baik secara parsial maupun simultan. Pendekatan teori pertumbuhan ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Model Pertumbuhan Solow. Model ini diambil dari fungsi produksi agregat (Dornbusch, Fischer, dan Starz, 2004): Y = A.F(K,L) Dimana Y adalah output nasional, K modal (kapital) fisik, L tenaga kerja, dan A merupakan teknologi. Faktor penting yang mempengaruhi pengadaan modal fisik adalah investasi.
4
Modal fisik dan modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih baik. Kualitas modal manusia ini misalnya dilihat dari tingkat pendidikan, kesehatan, ataupun indikator indikator lainnya sebagaimana dapat dilihat dalam berbagai laporan pembangunan manusia yang dipublikasikan oleh Badan PBB untuk Pembangunan Manusia (UNDP). Dengan kata lain, peningkatan kualitas modal manusia diharapkan juga akan memberikan manfaat dalam mengurangi ketimpangan antardaerah yang merupakan persoalan pelik bagi negara dengan wilayah yang luas dan tingkat keragaman sosial ekonomi yang tinggi. Antara modal manusia dan pertumbuhan ekonomi sebetulnya terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. Kendati demikian kajian yang ada pada umumnya lebih mengamati pengaruh modal manusia terhadap pertumbuhan ekonomi. Sejumlah studi mengenai sumber daya manusia yang diungkap dalam Meier dan Rauch (2000), misalnya, juga lebih menonjolkan aspek pengaruh dari modal manusia terhadap pertumbuhan ekonomi. Begitu pula dengan studi-studi yang relatif baru lainnya, seperti Kreuger dan Lindahl (2000) yang mengkaji kembali pengaruh pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Tingkat pembangunan manusia yang tinggi akan mempengaruhi perekonomian melalui peningkatan kapabilitas penduduk dan konsekuensinya adalah juga pada produktifitas dan kreatifitas mereka. Pendidikan dan kesehatan penduduk sangat menentukan kemampuan untuk menyerap dan mengelola sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baik dalam kaitannya dengan teknologi
5
sampai kelembagaan yang penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dengan pendidikan yang baik, pemanfaatan teknologi ataupun inovasi teknologi menjadi mungkin untuk terjadi. Begitu pula, modal sosial akan meningkat seiring dengan tingginya pendidikan. Seperti diungkapkan oleh Meier dan Rauch (2000), pendidikan, atau lebih luas lagi adalah modal manusia, dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan. Hal ini karena pendidikan pada dasarnya adalah bentuk dari tabungan, menyebabkan akumulasi modal manusia dan pertumbuhan output agregat jika modal manusia merupakan input dalam fungsi produksi agregat. Tentu dalam kaitan itu juga penting adanya investasi dan distribusi pendapatan. Dengan distribusi pendapatan yang baik membuka kemungkinan bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini karena dengan meratanya distribusi pendapatan maka tingkat kesehatan dan juga pendidikan akan lebih baik dan pada gilirannya juga akan memperbaiki tingkat produktifitas tenaga kerja. Studi Alesina dan Rodric ( Meier dan Rauch, 2000) menemukan bahwa distribusi pendapatan yang tidak merata berdampak buruk terhadap pertumbuhan ekonomi. Adapun investasi juga memungkinkan sumber daya manusia untuk bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, pengaruh pembangunan manusia terhadap pertumbuhan ekonomi akan lebih meyakinkan jika memang sudah ada kebiasaan untuk mendukung pendidikan yang baik yang juga ditentukan oleh tahapan pembangunan itu sendiri. Selain itu, pengaruh positif dari pembangunan manusia tersebut akan kuat jika terdapat tingkat investasi yang tinggi, distribusi pendapatan yang lebih merata, dukungan untuk modal sosial yang lebih baik, serta kebijakan ekonomi yang lebih memadai.
6
Blankenau, WF and Simpson, N.B (2004) menyelidiki bagaimana pengaruh pengeluaran publik untuk pendidikan tehadap pertumbuhan ekonomi GCC countries (Gulf Cooperation Council) dengan negara-negara anggotanya adalah Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, UEA (United Arab Emirates) dengan menggunakan time series data selama periode 1977-2004. Analisis data menggunakan Granger Causality Test dengan Error Correction Framework. Hasil empiris menunjukkan bahwa hubungan kausalitas antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi merupakan hubungan dua arah yang dapat menolak premis dari banyak literatur yang menyatakan ada hubungan kausalitas satu arah dari modal manusia terhadap pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya bahwa sifat
hubungan antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi tidak dapat digeneralisasi antar berbagai negara. Sehingga untuk memahami hubungan yang kompleks antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut, diperlukan kesamaan kebijakan dan kesamaan kondisi lingkungan sosial ekonomi dengan menggunakan time series data. Hasil Empiris akan lebih bermanfaat jika peneliti dapat mengembangkan ukuran-ukuran yang lebih akurat terhadap modal manusia lebih daripada yang ada. Qaisar Abbasa dan James Foreman-Peck (2007) telah mengkaji bagaimana hubungan dan pengaruh modal manusia terhadap
pertumbuhan ekonomi di
Pakistan selama periode 1960-2003. Secara lebih rinci, Faktor-faktor yang dianggap sebagai penentu pertumbuhan ekonomi antara lain adalah stok modal riil per pekerja, angkatan kerja yang bekerja, tingkat melek huruf per pekerja, stok
7
modal manusia (pada secondary level) per pekerja, pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan (% dari GDP) dan multifaktor produktivitas. Sedangkan Wibisono (2001) memasukkan variabel-variabel educational attaintment (diukur dengan tingkat pendidikan yang berhasil ditamatkan), angka harapan hidup (life expectancy), tingkat fertilitas (fertility rate), tingkat kematian bayi (infant mortality rate), laju inflasi dan juga variabel boneka regional terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Dari estimasi-estimasi yang dilakukan, diperoleh temuan bahwa variabel yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan adalah pendidikan, angka harapan hidup, dan tingkat kematian bayi. Sedangkan tingkat fertilitas dan laju inflasi memberikan efek negatif terhadap tingkat pertumbuhan pendapatan. Kedua studi di atas juga mengkonfirmasi bahwa modal manusia (human capital) dalam bentuk pendidikan maupun kesehatan mempunyai kontribusi penting dalam pertumbuhan ekonomi dan berarti juga berguna untuk mempercepat proses pemerataan pendapatan antarpropinsi. Temuan ini akan makin lengkap bila pengaruh dari pertumbuhan ekonomi sendiri terhadap pembangunan manusia juga dikaji. Aloysius Gunadi Brata (2002) telah mengkaji hubungan antara modal manusia dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai indikator pertumbuhan
ekonomi.
Adapun
variabel
yang
diduga
mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi antara lain adalah, pembentukan modal tetap domestik bruto, Indeks Pembangunan Manusia, Indeks Gini, Rasio minyak dan gas terhadap PDRB, Dummy variabel (daerah yang mengalami konflik dan tidak mengalami konflik) dan Rata-rata lama sekolah perempuan.
8
Estimasi tersebut dengan menggunakan metode Two Stage Least Square. Hasil estimasinya menunjukkan bahwa dalam model IPM, variabel Produk Domestik Regonal Bruto (PDRB) terbukti sangat signifikan pengaruhnya terhadap tingkat pembangunan manusia yang dilihat dari IPM. Variabel lainnya yang berpengaruh signifikan terhadap pembangunan manusia yaitu lama pendidikan sekolah perempuan. (PDRB),
Adapun dalam estimasi model pertumbuhan ekonomi
diketahui bahwa tingkat pembangunan manusia yang tinggi
memberikan manfaat positif bagi pertumbuhan ekonomi. Begitu pula dengan variabel tingkat investasi. Propinsi yang memiliki sumber migas terbukti juga memperoleh keunggulan dalam pertumbuhan ekonomi. Hasil estimasi ini memberikan buktib adanya hubungan dua arah antara pembangunan manusia dan pembangunan ekonomi regional di Indonesia, termasuk di masa krisis. Rasidin K. Sitepu dan Bonar M. Sinaga (2002), telah menganalisis dampak investasi sumberdaya manusia terhadap pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Indonesia. Analisis menggunakan kombinasi model Komputasi Keseimbangan umum dan metode Foster-Greer-Thorbecke. Investasi sumberdaya manusia diwakili oleh pengeluaran menunjukkan
pemerintah bahwa
untuk
pendidikan
dan
kesehatan.
investasi
sumberdaya
manusia
mampu
Hasil
simulasi
meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan rumahtangga. Indeks rasio kemiskinan, indeks kesenjangan dan indeks intensitas kemiskinan juga menurun, kecuali untuk rumahtangga bukan angkatan kerja di kota. Investasi sumberdaya manusia untuk pendidikan memberi manfaat lebih besar bagi rumahtangga perdesaan dibandingkan dengan rumahtangga perkotaan, terutama untuk rumahtangga buruh pertanian dan
9
pengusaha pertanian di perdesaan, sedangkan investasi kesehatan memberi manfaat lebih besar bagi rumahtangga bukan pertanian golongan atas di kota. Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan di atas, spesifikasi model penelitian ini sebagai berikut:
PDB = f( PMTDB, TK) Dimana PDB
= Produk Domestik Bruto
PMTDB
= Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
TK
= Jumlah Tenaga Kerja
Hipotesis
dalam penelitian ini adalah bahwa faktor pembentukan modal tetap
domestik bruto dan jumlah tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia baik secara parsial maupun simultan.
METODE Model penelitian ini didasarkan pada model pertumbuhan ekonomi Solow dan Romer. Spesifikasi model penelitian ini dinyatakan dalam model persamaan regresi sebagai berikut: LnPDB = α0+α1 LnPMTDB + α2 LnTK + Ɛ Dimana PDB
= Produk Domestik Bruto dalam nilai logaritma natural
PMTDB
= Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto dalam nilai logaritma natural
TK
= Jumlah Tenaga Kerja dalam nilai logaritma
Ɛ
= error term
10
Untuk menaksir parameter dari persamaan diatas, yaitu menggunakan metode Ordinary Least Squared (LS) dengan terlebih dahulu melakukan uji asumsi
klasik
yang
meliputi
uji
normalitas
data,
multikolinieritas,
heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Dari persamaan regresi di atas, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis signifikansi parameter yang dilakukan untuk mengetahui signifikan tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun bentuk pengujiannya sebagai berikut: 1.
Pengujian parsial untuk koefisien variabel pembentukan modal tetap domestik bruto
H0 : 1 = 0 (pembentukan modal tetap domestik bruto tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia) H1 : 1 ≠ 0 (pembentukan modal tetap domestik bruto berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonnesia) 2.
Pengujian parsial untuk koefisien variabel jumlah tenaga kerja
H0 : 2 = 0 (jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia) H1 : 2 ≠ 0 (jumlah tenaga kerja berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia) Batasan untuk menolak atau tidak menolak Ho adalah dengan menggunakan uji t atau membandingkan hasil signifikansi setiap parameter dengan 0,05. Apabila nilai sig. lebih besar dari 0,05 maka Ho tidak ditolak dan sebaliknya apabila lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak. 3. Pengujian simultan 11
H0 : 1 = 2, pembentukan modal tetap domestik bruto dan jumlah tenaga kerja secara simultan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia ) H1 : 1 ≠ 2, pembentukan modal tetap domestik bruto dan jumlah tenaga kerja secara simultan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia ) Batasan untuk menolak atau tidak menolak Ho adalah dengan menggunakan uji F atau membandingkan hasil signifikansi dengan 0,05. Apabila nilai sig. lebih besar dari 0,05 maka Ho tidak ditolak dan sebaliknya apabila lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak. Uji Asumsi Klasik Dalam estimasi persamaan regresi, agar estimator yang dihasilkan bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimate) ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi (Gujarati, 2003) • Y dan X berhubungan linier dalam parameter • Rata-rata dari residual = nol • Varian dari residual konstan (homoskedastisitas) • Tidak ada hubungan antar residual (tidak ada autokorelasi) • Residual berdistribusi normal Uji
asumsi
klasik
ini
terdiri
dari
uji
normalitas,
heteroskedastisitas,
multikolinieritas dan uji autokorelasi. 1.
Normalitas
12
Pemeriksaan terhadap asumsi kenormalan dimaksudkan untuk mengetahui distribusi sisaan (residual). Secara teori dapat dibuktikan bahwa E (ξi) = 0. Seperti telah diketahui bahwa : Model regresi populasi Yi = βo + β1X1i +ξi Model regresi taksiran Ŷi βo + β1X1i Sehingga ξi = Yi – Ŷi= Yi –E(Yi) E(ξi )= E(Yi)-E(E(Yi) = E(Yi) - E(Yi) =0 Cara yang paling sederhana untuk mengetahui kenormalan suatu distribusi adalah dengan membuat histogram sisaan dan membandingkannya dengan distribusi normal. Cara pengujian lain bisa mengggunakan Jarque-Bera Statistics (JB) dengan memanfaatkan Eviews 6.0. Tahapan uji kenormalan adalah sebagai berikut : a. Merumuskan hipotesis Ho : ξi mengikuti distribusi normal H1 : ξi tidak mengikuti distribusi normal b. Menentukan tingkat signifikansi pengujian (α) c. Mencari nilai JB-statistics dengan formula sebagai berikut :
dimana n adalah banyaknya observasi dan k adalah banyaknya variable bebas S adalah ukuran kemencengan kurva (Skewness)
13
K adalah ukuran keruncingan kurva (Kurtosis)
d. Membandingkan nilai JB-statistics dengan χ2 df
≤ χ2 df, berarti terima Ho JB-stat > χ2 df, berarti tolak Ho
Pengujian juga bisa dilakukan dengan membandingkan nilai Prob (JB-stat) ≥ α berarti terima Ho Prob (JB-stat) < α berarti tolak Ho
2.
Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas didefinisikan sebagai variasi error peramalan tidak sama
untuk semua pengamatan [E(u2i)=2i ] Cara mendeteksi, dapat dilakukan dengan berbagai cara : a. plot e2i terhadap yi atau xi , tidak disarankan karena keterbatasan pengamatan b. menggunakan uji statistik “White Heteroscedasticity” dengan hipotesis: Ho : Tidak terdapat heteroskedastisitas (ada homoskedastisitas) H1 : Terdapat Heteroskedastisitas
14
Nilai white test akan mengikuti distribusi chi-square dengan df sebanyak variable bebasnya. Jika nilai n*R2 2 keputusannya adalah terima Ho (begitu juga sebaliknya) c. Akibat yang ditimbulkan jika asumsi tersebut dilanggar: nilai koefisien un-biased varians estimasi koefisien regresi tdk minimal lagi, sehingga cenderung menghasilkan keputusan bahwa variable yang diuji tidak signifikan pengaruhnya. “Yang perlu diperhatikan adalah, jika dalam suatu model regresi ada masalah heteroskedastisitas sementara hasil pengujian parsial (ujit) dan overall (uji-F) menunjukkan bahwa pengaruhnya signifikan maka masalah tersebut tidak perlu diatasi” d. Untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan beberapa cara: transformasi ke dalam bentuk double log, weighted least square atau menggunakan GLS (Generalized Least Square) 3. Multikolinearitas Multikolinearitas didefinisikan sebagai adanya keterkaitan/korelasi yang kuat antar variable bebas. Untuk mendeteksinya dapat dilakukan dengan berbagai cara: R2 yang cukup tinggi, hasil pengujian overall signifikan namun hasil pengujian parsial semua atau beberapa tidak signifikan; bisa juga menggunakan matriks korelasi, jika nilainya lebih dari 0.75 maka bisa diasumsikan terjadi multikolinieritas.
15
Akibat yang ditimbulkan hampir sama dengan heteroskedastisitas dan tanda koefisien regresi bisa berubah (yang seharusnya (+) menjadi (–) atau sebaliknya). Untuk mengatasinya : tidak perlu dilakukan perbaikan karena estimatornya masih bersifat BLUE (dengan catatan seluruh hasil pengujian signifikan) mengeluarkan variabel bebas yang menyebabkan mulkolinieritas (perlu ketelitian dan pengalaman), menggabungkan data cross-section dengan data time series (semakin banyak data, multikolinieritas akan cenderung turun), tranformasi variable (first difference) distributed lag model, atau principal component analysis. 4. Autokorelasi Autokorelasi didefinisikan sebagai adanya korelasi antara data-data pengamatan, munculnya suatu data dipengaruhi data sebelumnya. Kondisi ini umumnya terjadi pada data time series, sementara pada data cross section tidak terjadi. Untuk mendeteksinya dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara : Menggunakan statistik Durbin-Watson (DW-Stat) dengan aturan sebagai berikut: Auto (+)
Grey
Tdk Ada
Grey
Auto (-)
16
0
dL
dU
2
4-dU
4-dL
4du
DW-stat, tidak valid untuk digunakan apabila model mengandung lag dependent variable. Menggunakan Correlograms dan Q stats, jika tidak ada autokorelasi maka nilai ACF, PACF pada seluruh lag mendekati Nol dan seluruh Q-stat tidak signifikan. Uji statistik yang lebih powerfull adalah menggunakan Breusch-Godfrey (BG) Test. Nilai statistik dari BG-test (obs*R-squared) akan mengikuti distribusi Chisquare dengan df sebanyak lagnya. Secara umum hipotesis yg digunakan adalah : Ho : 1 = 2 = ……….. = I = 0 H1 : 1 = 2 = ……….. = I 0 Jika nilai obs*R2
maka tidak ada autokorelasi
Akibat yang ditimbulkan jika terjadi autokorelasi adalah meskipun hasil estimasinya unbiased, namun standar error koefisien regresinya terlalu rendah sehingga hasil pengujian secara parsial cenderung signifikan. Untuk mengatasi masalah autokorelasi dapat dilakukan dengan beberapa cara : Mentransformasi variable terikat dan bebas dengan Y*t = Yt – rYt-1 ; X*t = Xt – rXt-1 Metode pembedaan pertama (first difference) : Y*t = Yt – Yt-1 ; X*t = Xt – Xt-1; disini r diasumsikan = 1 Prosedur iterasi Cochrane-Orcutt, kecenderungannya adalah Autoregressive pertama [AR(1)] atau Autoregressive kedua [AR(2)]
17
HASIL DAN PEMBAHASAN Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi dengan metode ordinary least square dengan terlebih dahulu melakukan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik ini terdiri dari uji normalitas, heteroskedastisitas, multikolinieritas dan uji autokorelasi. Hasil uji asumsi klasik adalah sebagai berikut: 1.
Uji Normalitas Pemeriksaan terhadap asumsi normalitas dimaksudkan untuk mengetahui
distribusi residual, yang secara teori dapat dibuktikan bahwa E (Ɛi) = 0. Pengujian normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji Jarque-Bera stat dengan hipotesis sebagai berikut: H0: Data berdistribusi normal H1: Data tidak berdistribusi normal Kriteria menerima atau menolak hipotesis yaitu dengan membandingkan nilai Prob (JB-stat atau Jarque-Bera stat) dengan tingkat signifikansi 5%. Jika nilai Prob (JB-stat) lebih besar dari tingkat signifikansi maka hipotesis nol atau H0 diterima artinya data berdistribusi normal dan jika nilai Prob (JB-stat) lebih kecil dari tingkat signifikansi maka hipotesis nol ditolak. Hasil uji normalitas untuk variabel pertumbuhan ekonomi (PDB), pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB), dan jumlah tenaga kerja (TK) adalah sebagai berikut: Tabel 2
Hasil Uji Normalitas Data
No Variabel
Nilai Probabilita JB-stat
1
0,673232
LnPDB
18
2
LnPMTDB
0,774182
3
LnTK
0,907759
Sumber: data diolah
Dari hasil perhitungan di atas maka diketahui nilai probability JB-stat untuk ketiga variabel di atas nilainya lebih besar dari 0,05 sehingga asumsi normalitas data dapat dipenuhi. 2.
Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah variasi error peramalan tidak sama untuk semua pengamatan [ E(u2i)=2i]. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas digunakan uji statistik “White Heteroscedasticity” dengan hipotesis:
Ho : Homoskedastisitas H1 : Heteroskedastisitas Nilai White test akan mengikuti distribusi chi-square dengan df sebanyak variable bebasnya. Kriteria menolak atau menerima H0 yaitu dengan membandingkan nilai n*R2 2 atau membandingkan Prob. Chi-Square dengan tingkat signifikansi 0,05. Jika nilai Prob. Chi-Square lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima artinya tidak terjadi heteroskedastisitas dan sebaliknya. Berdasarkan hasil pengujian Berdasarkan hasil uji White, diketahui nilai probability Chi-Square lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,4696 > 0,05 yang berarti hipotesis nol atau H0 diterima artinya
tidak
terdapat
masalah
heteroskedastisitas
atau
mengandung
homoskedastisitas. 19
3. Multikolinearitas Multikolinieritas menunjukkan adanya keterkaitan/korelasi yang kuat antar variable bebas. Salah satu indikator terjadinya multikolinieritas adalah dengan menghitung matriks korelasi, jika nilainya lebih dari 0.75 maka bisa diasumsikan terjadi multikolinieritas. Berdasarkan hasil perhitungan, maka diketahui nilai matriks korelasi antar variabel bebas atau antara pembentukan modal tetap domestik bruto dan jumlah angkatan kerja adalah sebagai berikut:
Tabel 3 Korelasi antara variabel jumlah tenaga kerja dan penanaman modal tetap domestik bruto LnTK
LnPMTDB
LnTK
1.000000
0.896973
LnPMTDB
0.896973
1.000000
Sumber: data diolah Berdasarkan hasil perhitungan, ada hubungan yang kuat antara jumlah angkatan kerja yang bekerja dengan pembentukan modal tetap bruto dengan nilai korelasi sebesar 0,90. Namun demikian karena estimatornya masih bersifat BLUE (seluruh hasil pengujian signifikan) baik secara parsial maupun secara simultan, maka tidak perlu dilakukan perbaikan. 4. Uji Autokorelasi
20
Uji Autokorelasi adalah adanya korelasi antara data-data pengamatan, munculnya suatu data dipengaruhi data sebelumnya. Uji statistik yang lebih powerfull adalah menggunakan Breusch-Godfrey (BG) Test. Nilai statistik dari BG-test (obs*R-squared) akan mengikuti distribusi Chisquare dengan df sebanyak lagnya dengan hipotesis sebagai berikut: Ho : 1 = 2 = ……….. = I = 0 (tidak ada autokorelasi) H1 : 1 = 2 = ……….. = I 0 (ada autokorelasi) Kriteria menerima atau menolak H0 yaitu dengan membandingkan probability Chi-Square dengan tingkat signifikansi 5%. Jika probability Chi-Square lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05
maka H0 ditolak artinya telah terjadi
autokorelasi dan sebaliknya. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Breusch-Godfrey (BG) Test, diketahui probability Chi-Square lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 yaitu 0.6926 > 0,05 yang menunjukkan bahwa H0 diterima artinya tidak mengandung masalah autokorelasi. Selanjutnya hasil estimasi dan perhitungan regresi dari variabel-variabel yang diteliti dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut: LnPDB = -8.226506 + 0.374112 LnPMTDB + 1.365651LnTK R2= 0.989958
Fstat =394.3086
Berdasarkan persamaan regresi di atas, diketahui R2 sebesar 99% yang dapat ditafsirkan bahwa 99% pertumbuhan ekonomi di Indonesia dipengaruhi secara simultan oleh pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) dan
21
jumlah tenaga kerja dan sisanya 1% dipengaruhi oleh variabel lain yang ada diluar model. Pengujian secara simultan yaitu dengan menggunakan uji F atau dengan membandingkan probability dari uji F. Jika Probability uji F lebih kecil dari 0,05 maka artinya pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) dan jumlah tenaga kerja berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya. Hasil dari perhitungan menunjukkan nilai probabalita uji F adalah sebesar 0,0000 lebih kecil dari 0,05 atinya secara bersama-sama pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) dan jumlah tenaga kerja berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara itu untuk menguji apakah pembentukan modal tetap domestik bruto dan jumlah angkatan kerja yang bekerja secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, digunakan uji t seperti yang diperlihatkan pada tabel 6 berikut ini: Tabel 4
Hasil Pengujian Parsial dengan Uji t
Variabel
t-statistik
Prob (t-test)
Kesimpulan
LnPMTDB
6.608431**
0.0002
H0 ditolak (signifikan)
LnTK
6.138533**
0.0003
H0 ditolak (signifikan)
Sumber : Hasil pengolahan data (lampiran B) Keterangan: *** Signifikan pada =0.01 ** Signifikan pada =0.05 * Signifikan pada =0.10
22
Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini menyatakan bahwa pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) dan jumlah tenaga kerja secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan bentuk hubungan yang positif dan dapat diartikan bahwa: 1.
Setiap peningkatan pembentukan modal tetap domestik bruto sebesar 1% (ceteris paribus), akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,37%
2.
Setiap penambahan jumlah tenaga kerja sebesar 1% (ceteris paribus), akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1,37%
PENUTUP Kesimpulan:Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat diketahui bahwa pembentukan modal tetap domestik bruto dan jumlah tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia
baik secara parsial
maupun simultan. Dengan kata lain, kedua faktor tersebut mempunyai peran yang penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi bahkan faktor tenaga kerja memberikan peran yang lebih besar dibandingkan faktor Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto. Hal ini dapat diketahui dari nilai koefisien arah regresi yang mempunyai arti bahwa apabila penggunaan tenaga kerja meningkat 1%, ceteris paribus, maka pertumbuhan ekonomi meningkat sekitar 1,37%. Di pihak lain, apabila Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto meningkat sebesar 1%, ceteris paribus, maka pertumbuhan ekonomi meningkat sekitar 0,37% saja.
23
Saran:Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka penanaman modal tetap domestik bruto harus lebih ditingkatkan lagi dan perlu diarahkan pada sektorsektor yang potensial sehingga bukan saja dapat mendorong perkembangan sektor tersebut tetapi juga bisa mendorong perkembangan sektor-sektor ekonomi lainnya. Sehubungan dengan peran tenaga kerja dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi, sebaiknya para pembuat keputusan khususnya pemerintah, untuk tetap mempertahankan investasi sumberdaya manusia yang telah dilakukan dan berupaya untuk meningkatkan nilai investasi sumberdaya manusia karena selain investasi tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi juga dapat menurunkan kemiskinan baik daerah perdesaan maupun di perkotaan. Demikian pula dari sisi penyediaan lapangan kerja, penggunaan anggaran pemerintah harus lebih diarahkan untuk belanja modal seperti belanja untuk pengadaan/ penambahan/penggantian/peningkatan/pembangunan/pembuatan
gedung
dan
bangunan, jalan, irigasi dan belanja fisik lainnya. Peningkatan dalam belanja modal adalah hal yang sangat penting karena meningkatkan produktivitas perekonomian. Semakin banyak belanja modal semakin tinggi pula produktivitas perekonomian. Belanja modal berupa infrastruktur jelas berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Abbasa, Q., and James Foremen-Peck 2007. Human Capital and Economics Growth: Pakistan, 1960-2003. Cardiff Business School Working Paper Series
24
Blankenau, W.F. and Simpson, N.B., 2004. Public Education Expenditures and Growth. Journal of Development Economics, Vol. 73 (2), 583-605, April Brata. Gunadi, A. 2002. Pembangunan manusia dan Kinerja Ekonomi Regional di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Kajian Ekonomi Negara Berkembang Hal: 113 – 122. JEP Vol 7, No. 2, 113 Biro Pusat Statistik. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia . Berbagai Edisi Dornbusch,R. Stanley Fischer and Richard Startz. 2004 . Macroeconomics, 9th ed. New York: McGraw-Hill, Gujarati,Damodar N. 2003. Basic Econometrics. 4rd Edition. McGraw-Hill Company. International Edition Krueger, A. B. dan M. Lindahl. 2000. “Education for Growth: Why and For Whom?”. NBER Working Paper 7591. Cambridge: NBER. Meier, G. M. dan J. E. Rauch. 2000. Leading Issues in Economic Development (seventh edition). New York-Oxford: Oxford University Press Sitepu.,Rasidin dan Bonar M. Sinaga. 2002. Dampak Investasi Sumberdaya Manusia terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia: Pendekatan Model Computable General Equilibrium < www.ejournal.unud.ac.id> Tambunan,Tulus. 2001. Transformasi Ekonomi di Indonesia. Salemba Empat. Jakarta World Bank. World Development Indicators.
DATA PENULIS a. Nama
: Euis Eti Sumiyati. SE., Msi
b. Fakultas
: Ekonomi
25
c. Perguruan Tinggi
: Universitas Jenderal Achmad Yani
d. Alamat
: Jl. Terusan Jenderal Sudirman CimahiJawa Barat
e. Email
:
[email protected]
26
27