ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 11, No. 2, Juli 2011 PENGARUH PEMBENTUKAN JUMLAH ANAKAN PADA BAWANG MERAH GENERASI KE 3 YANG BERASAL DARI UMBI TSS Oleh: Sartono Putrasamedja Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang ABSTRAK
Tujuan percobaan ini untuk mengetahui beberapa klon yang mampu membentuk jumlah anakan yang paling banyak pada generasi ke 3. Materi yang di coba yaitu : klon 2008/1, klon 2008/2, klon 2008/3, klon 2008/4, klon 2008/5, klon 2008/6, klon 2008/7, klon 2008/8, klon 2008/9, klon 2008/10, varietas Bima Brebes serta Katumi sebagai pembanding. Percobaan dilakukan pada kebun Percobaan Dinas Pertanian Kramat, Tegal (Jawa Tengah) dengan ketinggian +/- 4 meter dari permukaan laut, jenis tanah alluvial, p.H 5,6 – 6,2. Dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok, masing-masing perlakuan di ulang 3 kali. Hasil akhir diperoleh bahwa : 1. Klon no. 2008/7 mampu membentuk anakan paling banyak rata-rata 10 dengan tinggi tanaman 40,17 cm. 2. Klon 2008/1, 2008/2, 2008/3 serta 2008/4 rata-rata mampu membentuk anakan 8. Kata kunci : anakan,klon,bawang merah, TSS
ABSTRACT
The purpose of this experiment to find out some of the clones are capable of forming the most number of suckers on the 3rd generation. The material in the trial are: clone 2008 / 1, clone 2008 / 2, clone 2008 / 3, clone 2008 / 4, clone 2008 / 5, clone 2008 / 6, clone 2008 / 7, clone 2008 / 8, clone 2008 / 9 , clone 2008/10, as well as varieties of Bima Brebes Katumi as a comparison. The experiments were performed at the Department of Agriculture Experiment Kramat garden, Tegal (Central Java) with a height of + / - 4 meters above sea level, alluvial soil type, pH 5.6 to 6.2. Conducted in May to July 2009. Experimental design used was randomized block design, each treatment in repeated 3 times. The end result is obtained that: 1. Clones no. 2008 / 7 is able to form tillers at most an average of 10 to 40.17 cm plant height. 2. Clones 2008 / 1, 2008 / 2, 2008 / 3 and 2008 / 4 on average are able to form seedlings 8. Key words: tillers, clones, red onion, TSS
kedudukannya masih vertikal sedang dari
PENDAHULUAN TSS adalah kepanjangan Truee Seed Shallot, artinya bawang yang di tanam yang
berasal
dari
cenderung
ke
arah
horizontal (Sartono, 2006). Jumlah anakan pada pertanaman
merupakan bahan tanaman awal dari
yang berasal dari biji pada generasi awal
perbaikan generasi pada bawang merah
rata-rata
uuntuk
Pada
anakan. Walaupun ada paling banyak satu
umumnya umbi bawang merah yang
anakan. Sedangkan pada bawang merah
berasal dari dari biji apabila ditanam pada
yang sudah berasal dari umbi normal rata-
musim penghujan lebih baik daripada
rata mampu membentuk anakan lebih dari
tanaman yang berasal dari umbi. Tanaman
5 anakan. Kemampuan jumlah anakan
yang
akan
berasal
botani.
rata-rata
Biji
generasi
biji
umbi
berikutnya.
dari
biji
selain
pertumbuhannya legih tegar juga bentuk
belum
menentukan
mampu
membentuk
kemampuan
dalam
tabulasi akhir yang dicapai pada suatu
211
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 11, No. 2, Juli 2011 varietas. Jumlah generasi atau keturunanan
jantannya berasal dari introduksi. Materi
beberapa pada bawang merah akan ikut
yang dicoba anatara lain : klon 2008/1,
menetukan produksi dari masing-masing
klon 2008/2, klon 2008/3, klon 2008/4,
klon, setiap klon tidak tidak akan sama
klon 2008/5, klon 2008/6, klon 2008/7,
kemampuan produksinya walaupun dalam
klon 2008/8, klon 2008/9, klon 2008/10,
generasinya
kemampuan
varietas Bima Brebes serta Katumi sebagai
berproduksi suatu klon ditentukan oleh asal
pembanding. Percobaan dilakukan pada
usul induknya yaitu: 1. Apakah berasal dari
kebun Percobaan Dinas Pertanian Kramat,
hasil silangan , bukan berasal dari hasil
Tegal (Jawa Tengah) dengan ketinggian
silangan akan ditentukan oleh kedua belah
+/- 4 meter dari permukaan laut, jenis
induknya dan 2. Apakah hasil produksi
tanah alluvial, p.H 5,6–6,2. Dilaksanakan
benih biji biasa, dari hasil perbanyakan
pada bulan mei sampai dengan Juli 2009.
satu induk tidak terlalu banyak beragam
Rancangan percobaan yang digunakan
dalam pembentukan jumlah anakannya,
adalah
misalnya dari generasi satu sampai dengab
masing-masing perlakuan di ulang 3 kali,
generasi ke 3 (Sartono, 2006).
jarak tanam yang digunakan 15 x 20 cm,
Untuk
sama,
sebab
mengetahui
Rancangan
Acak
Kelompok,
kemampuan
setiap plot terdiri dari 200 tanaman, jarak
dalam pembentukan jumlah anakan dari
antar plot 0,5 m sedangkan jarak antar
generasi ke 2 ke generasi ke 3 perlu
ulangan 1 m2. Agar tanaman tetap subur
diadakan pengujian. Dari generasi ke 2 ke
sebelum tanam lahan diberi pupuk buatan
generasi ke 3 pada umbi yang berasal dari
berupa kompos dengan dosis 2 ton/Ha,
TSS
Untuk
aplikasinya diberikan pada waktu 3 hari
mengetahui kemapuan dalam pembentukan
sebelum panen, selain itu juga diberikan
anakan pada masing-masing klon maka
pupuk buatan berupa NPK (15:15:15),
perlu dicoba. Tujuan dari pengujian ini
dalam aplikasinya pupuk diberikan dua
adalah untuk mengetahui klon yang paling
kali yaitu pada waktu 3 hari sebelum tanam
baik dalam membentuk anakan pada
sebanyak 0,5 dosis dan sisanya lagi
generasi ke 3.
diberikan pada saat tanaman berumur 3
rata-rata
masih
labil.
minggu setelah tanam. Sesui dengan hasil BAHAN DAN METODE Bahan yang di uji adalah hasil persilangan tahun 2008 berupa umbi pada
penelitian
Balai
Penelitian
Tanaman
Sayuran (Sumiaty, E, 1995). Dalam
pemeliharaan
selain
generasi ke 3, sebagian induk betinanya
penyiangan, pengairan dan pemupukan
berasal dari varietas lokal sedangkan induk
juga diberikan proteksi agar tanaman aman
212
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 11, No. 2, Juli 2011 dari serangan hama dan penyakit. Untuk
waktu selama percobaan berjalan curah
ini diberikan insektisida dan fungisida
hujan berkurang, walaupun ditempat lain
berupa Decis dan Dithane M45 dengan
curah hujannya selalu besar tetapi pada
dosis masing-masing 0,8 cc/l sampai
lokasi percobaan Kramat sudah berkurang
dengan 0,3 cc/l air, aplikasinya diberikan
hujannya.
setiap 4 hari satu kali atau disesuaikan
a. Tinggi Tanaman
dengan keadaan dilapangan. Tolok ukur
Dari
hasil
rata-rata
pengamatan
yang diamati terdidri dari tinggi tanaman,
setelah umur 35 hari setelah tanam
jumlah anakan dilaksanakan pada waktu
diperoleh data bahwa antara perlakuan
tanaman berumur 35 hari setelah tanam.
klon satu dengan klon lainnya secara
Sedangkan
yang
analisa statistika tidak ada perbedaannya
meliputi jumlah tanaman yang di panen
nyata (Tabel 1.). Namun demikian klon no.
setiap petak, bobot basah per umbi
5 mampu tumbuh paling tinggi yaitu 44,67
dilakukan dengan menimbang produksi
cm diantara klon-klon lainnya, tidak
pada waktu panen, untuk bobot kering
adanya perbedaan nyata ini disebabkan
dilakukan penimbangan pada saat kering
oleh tingkat kesuburan yang sama sehingga
eskape yaitu dari hasil panen setelah
masing-masing klon dapat tumbuh dengan
dijemur satu minggu (apabila musim
baik,
kemarau), tanaman sampel diambil 10
penyerapan unsure hara, baik air maupun
tanaman
metoda
cahaya hal inis esuai dengan pendapat
sistematik dengan cara acak. Pertanaman
(Nani Sumarni dkk, 2005). Selain itu juga
dipanen pada waktu tanaman telah rebah
kelihatannya ada kesamaan dari masing-
80% atau akar batang telah kosong 80%
masing tetua yang diturunkan (Sartono,
atau daun telah menguning biasanya pada
2006).
umur 55 hari (Soedomo, 1992) dan
b. Jumlah anakan
(Hidayat
komponen
setiap
dan
plot
produksi
dengan
Rosliani,
1996),
pada
tidak
ada
Berdasarkan
persaingan
hasil
dalam
pengamatan
umumnya bawang dipanen pada umur 55
menunjukan bahwa dari hasil analisa
hari setelah tanam atau tergantung masing-
secara statistik setalh dirata-ratakan ada
masing varietas.
tendensi bahwa klon 2008/7 dengan jumlah anakan rata-rata10,34 mampu mebentuk anakan paling banyak dan berbeda nyata
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan
tanaman
rata-rata
terhadap kontrol maupun klon 2008/10
cukup baik, ini berkaitan dengan adanya
dengan jumlah anakan rata-rata 7,27 dan
cuaca yang menunjang. Dimana pada
klon no. 2008/9 dengan jumlah anakan 213
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 11, No. 2, Juli 2011 6,20, klon 2008/8 dengan jumlah anakan
kemungkinannya
6,73 dan klon 2008/5 dengan jumlah
produksi akhir, tetapi hal ini juga berkaitan
anakan 6,07 (Tabel 1.). Perbedaan ini dapat
erat dengan produksi akhir, semakin
terjadi
banyak jumlah anakan dan semakin besar
karena
membentuk
dalam
anakan
kemampuan
dipengaruhi
oleh
untuk
peningkatan
umbi yang dicapai semakin tinggi potensi
karakter induk betina, induk betina lebih
suatu
klon
yang
dicapai
atau
juga
dominan dalam karakter pembentukan
sebaliknya dengan jumlah anakan yang
jumlah anakan. Sedangkan besarnya umbi
banyak dan berumbi kecil-kecil akan klon-
maupun warna umbi dipengaruhi oleh tetua
klon yang dihasilkan berpotensi rendah.
jantan (Sartono, 2009). Namun demikian
c. Jumlah tanaman yang dipanen
tidak semua warna umbi dari jantan akan
Jumlah tanaman yang dipanen pada
berpengaruh kuat terhadap keturunannya,
saat tanaman mau dipanen yaitu pada saat
warna yang paling kuat adalah warna
tanaman telah mengalami 80% matang
merah muda maupun merah tua. Jumlah
physiologis,
anakan dari induk betina akan mewariskan
berumur 60 hari setelah tanam (Sumarni at,
lebih dominan dibandingkan dengan induk
al, 2005). Dari hasil rata-rata pengamatan
jantannya (Sartono PS, 2006). Banyak
berdasarkan analisa statistic menunjukan
sedikitnya
ikut
bahwa antara klon yang satu dengan
menentukan dalam potensi hasil. Semakin
lainnya tidak ada perbedaan nyata (Tabel
banyak
1.).
jumlah anakan
anakan
akan
semakin
besar
pada
umumnya
setelah
Tabel 1. Tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah tanaman yang dipanen No. Klon Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Anakan Jumlah Tanaman 1 2008/1 37,03 a 8,20 ab 129,00 a 2 2008/2 37,03 a 8,33 ab 197,00 a 3 2008/3 38,03 a 8,80 ab 187,00 a 4 2008/4 29,83 a 8,07 ab 188,67 a 5 2008/5 44,63 a 6,07 ab 160,67 a 6 2008/6 30,80 a 8,80 ab 179,67 a 7 2008/7 40,17 a 10,80 a 164,67 a 8 2008/8 35,43 a 6,73 b 149,33 a 9 2008/9 37,30 a 6,20 b 107,67 a 10 2008/10 42,30 a 7,27 b 128,33 a 11 Bima Brebes 39,93 a 7,27 b 160,33 a 12 Katumi 42,23 a 7,20 b 158,00 a Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti oleh salah satu huruf sama tidak berbeda nyata dalam taraf uji HSD 5%.
214
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 11, No. 2, Juli 2011 Tabel 2. Bobot basah per plot , produksi kering/plot No. Klon bobot basah/plot (kg) Produksi kering/plot (kg) 1 2008/1 5,57 abc 3,67 ab 2 2008/2 3,67 c 2,67 b 3 2008/3 5,50 abc 3,67 ab 4 2008/4 4,83 bc 2,83 b 5 2008/5 8,87 a 6,67 a 6 2008/6 7,07 abc 4,43 ab 7 2008/7 7,33 ab 5,07 ab 8 2008/8 7,40 ab 4,80 ab 9 2008/9 5,00 bc 3,17 b 10 2008/10 4,87 bc 3,37 b 11 Bima Brebes 5,87 ab 3,83 ab 12 Katumi 7,17 abc 5,00 ab Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti oleh salah satu huruf sama tidak berbeda nyata dalam taraf uji HSD 5%. Tidak adanya perbedaan nyata dalam
menunjukan bahwa untuk 10 klon yang
jumlah anakan yang dipanen berarti rata-
dicoba
rata tanaman sudah beradaptasi baik,
walaupun sedikit perbedaannya dalam
sehingga
produksi,
mortalitas
dalam
kematian
rata-rata tetapi
mampu ada
indikasi lanjut.
untuk
relative lebih sedikit, selain itu juga adanya
dikembangkan
cuaca pada lingkungan percobaan yang
membuktikan bahwa bawang merah yang
mendukung sehingga pertanaman tumbuh
ada di Indonesia masih dapat ditingkatkan
dengan normal.
atau diperbaiki dengan jalan memindahkan
d. Bobot basah per plot
sifat-sifat unggul kepada kultivar local
Pengamatan bobot basah dilakukan
lebih
berproduksi
Hal
ini
(Putrasamedja dan Anggoro H. Permadi,
pada saat tanaman baru dipanen yaitu
2001).
dengan menimbang langsung, produksi
e. Produksi umbi kering per plot
umbi ini merupakan timbangan kotor
Dari hasil pengamatan menunjukan
dalam kondisi umbi segar. Dari hasil rata-
bahwa dari hasil rata-rata setelah dianalisa
rata penimbangan basah perplot, dianalisa
statistik menunjukan bahwa pada klon no
secara statistik menunjukan bahwa pada
2008/5 dengan produksi 6,67 kg berbeda
klon 2008/5 mampu berproduksi paling
nyata dengan perlakuan no 2008/2 dengan
tinggi yaitu 8,87 kg per plot berbeda nyata
produksi 2,67 kg, klon 2008/4 dengan
dengan klon 2008/2 dengan produksi 3,67
produksi 2,83 kg, klon 2008/9 dengan
kg per plot, tetapi tidak berbeda nyata
produksi 3,17 kgdan klon 2008/10 dengan
dengan lainnya (Tabel 2.). Apabila dilihat
produksi 3,37 kg (Tabel. 2.). Perbedaan
secara
nyata ini disebabkan oleh adanya sifat
keseluruhan
pada
setiap
klon
215
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 11, No. 2, Juli 2011 genetik yang diturunkan oleh masingmasing dari kedua belah induknya sebagai tetua.
Selain
itu
penyusutan dalam
dalam berat
perbedaan
kering pada
masing-masing klon akan berpengaruh tidak lepas dari kandungan bahan padatan pada masing-masing klon. Semakin tinggi kandungan bahan padatan semakin kecil penyusutannya, atau sebaliknya semakin kecil kandungan bahan padatan pada umbi klon yang dimiliki semakin besar angka penyusutan yang diperoleh. Penangangan proses pasca panen dengan cara pelayuan serta pengeringan yang kurang tepat akan berpengaruh terhadap susut bobot setelah kering eskape (Dian dan Darkam. M, 1998). KESIMPULAN 1. Klon 2008/7 mampu membentu anakan paling banyak rata-rata 10 anakan dengan tinggi tanaman 40,17 cm. 2. Klon 2008/1, 2008/2, 2008/3 serta 2008/4 mampu membentuk anakan 8 anakan. DAFTAR PUSTAKA Dian H dan Darkam M, 1998. Pengaruh Cara Pelayuan, Pengeringan dan Pemangkusan Terhadap Mutu Bawang merah . J. Hort 8 (1) : 10361047. Etty Sumiati, 1995. Hasil dan Kualitas Umbi Bawang Merah Kultivar Bima Brebes yang menerima Zat Pengatur
216
Tubuh, pix 50 As di Brebes. J. Hort (4) : 9-15. Hidayat dan Rosliani, 1996. Pengaruh Pemupukan Sistem Petani dan Sistem Berimbang Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Cendawan pada Bawang Merah Kultivar Sumenep. Bul. Penel. Hort. 5 : 539-543. Putrasamedja dan Anggoro H. Permadi, 2001. Varietas Bawang Merah Unggul Baru Kramat1, Kramat2 dan Kuning (New Improved Shallot Varities of Kramat1, Kramat1 and Kuning) Jurnal Hortikultura Vol. II (2) : 143-147. Sartono PS, 2006. Adaptasi beberapa Klon Harapan Bawang merah di Salatri Jawa Tengah. Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agriv” Vol 10 (1) : 9-14. Sartono Putrasamedja, 2009. Skrening klon-klon hasil silangan Bawang Merah diluar musim tanam. Jurnal Agrivigor , vol 8 (2) : 133-139. Sartono, PS, 2010. Skreening Klon – klon Seleksi Bawang Merah (Allium ascolonicum L.) Pada Musim Penghujan Terhadap Produksi di Klampok Brebes Jawa Tengah. Jurnal Pembangunan Pedesaan, UNSOED, Vol 10(1) : 33-38. Soedomo, 1992. Uji Adaptasi dan Daya Hasil Kultivar Bawang merah (Allium Ascalonicum L) di daerah Pasarminggu. Bul. Penel. Hort. XXIII (4) : 128-135. Sumarni N, E. Sumiati dan Suwandi, 2005. Pengaruh Kerapatan Tanaman dan aplikasi zat Pengatur tumbuh terhadap produksi umbi bibit bawang merah asal biji kultivar. Jur. Hort. Vol 15 (3) : 208-214.