ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Juli 2010 ADAPTASI KLON-KLON BAWANG MERAH (Allium ascallonicum L) PADA MUSIM PENGHUJAN Oleh: Sartono Putrasamedja Balai Penelitian Tanaman Sayuran - Lembang ABSTRAK
Adaptasi klon-klon Bawang Merah (Allium azcollonicum L) pada musim penghujan. Penelitian dilakukan di lahan sawah di Desa Ngroco. Kec. Rejaso kabupaten Nganjuk – Jawa Timur dengan ketinggian 380 m dpl, dimulai sejak bulan April s/d Mei 2006. Tujuan penelitian adalah untuk memilih beberapa klon yang mampu beradaptasi dan berproduksi tinggi pada musim penghujan. Rancangan percobaan yang di gunakan adalah Rancangan Acak kelompok masing-masing perlakuan diulang 3 kali, klon-klon yang di coba terdiri dari : klon 1, klon 2, klon 3, klon 4, klon 5, klon 6, klon 7, klon 8, klon 9, Bima Brebes, Bauji, dan Philipina. Hasil penelitian menunjukan klon 5 mampu menghasilkan produksi paling tinggi di musim penghujan dengan produksi 21,70 ton/Ha dengan jumlah anakan rata-rata8, kedua di ikuti oleh klon 1 dengan produksi 19,5 ton/Ha dengan jumlah anakan rata-rata 6 dan klon no. 9 mempunyai diameter umbi rata-rata paling besar 2,57 cm. Kata kunci : Allium ascallonicum L, skreening, klon, adaptasi
ABSTRACT
Adaptation of shallot clons (Allium ascallonicum L) at reamy season at experiment was conducted at rive feel Ngroco village district of Rejoso Nganjuk east java. Atitude 80 sea level from April until Mei 2006. The objective screening same clone to adapted and light product at reamy season. Those treatments were arranged in a randomized block design with tree replication, the treatment consited of 12 varieties of shallot : clone 1, clone 2, clone 3, clone 4, clone 5, clone 6, clone 7, clone 8, clone 9, Bima Brebes, Bauji, dan Philipina. The results showed that clone 5 lights to adaptation reamy season 21,7 ton/Ha and 8 sproot, clone 1: 19,51 ton/Ha and number of spraout 6, clone no. 9 has of lights diameter of bulp average 2,57 cm. Key word : Allium ascallonicum L, screening, clone, adaptation.
menentukan produksi yang optimal. Hal ini
PENDAHULUAN Bawang merah merupakan salah satu
dapat di lihat dari produksi bawang secara
jenis sayuran umbi yang mempunyai
nasional rata-rata masih rendah yaitu 7,6
prospek cukup baik dalam agribisnis. Hal
ton/Ha
ini disebabkan bawang merah selain
Apabila dibandingkan dengan produksi
digunakan sebagai bumbu dapur, juga
hasil penelitian yang sudah mencapai 18
digunakan sebagai jenis rempah sehingga
ton/Ha (Sartono Putrasamedja dan anggoro
selain
sebagai
digunakan
bumbu
sebagai
(Biro
Pusat
Statistik,
2003).
dapur
juga
H. Permadi, 2001). Apabila penggunaan
obat-obatan.
Pada
bibit dari para petani dibiarkan terus-
umumnya petani menanam bawang merah
menerus
berasal dari umbi yang merah miliki
meningkat.
berupa umbikonsumsi setelah di simpan
produksinya
Adanya
perbedaan
tidak
akan
produktivitas
lama maka pecah masa dormansinya.
antara petani dengan Balai Penelitian
Pengunaan bibit macam ini sebetulnya
Tanaman
Sayuran
merupakan
perbedaan
dalam
kunci
awal
yang
dapat
disebabkan
oleh
penggunaan
bibit, 69
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Juli 2010 (Sartono et al 2006), telah melepas varietas
petani dapat meningkatkan usaha tani
unggul baru dari hasil silangan-silangan
bawang merah maka perlu disediakan bibit
bawang merah berupa klon-klon yang telah
yang
mengalami beberapa kali seleksi dan uji
bawang merah merupakan salah satu
adaptasi. Penggunaan bibit unggul adalah
alternatif pilihan uji adaptasi klon-klon
merupakan salah satu kendala utama
bawang merah (Allium ascallonicum) pada
budidaya bawang merah yang berkaitan
musim
erat dengan penggunaan pestisida. Selain
meruapakan
itu juga tidak lepas dari pemilihan waktu
menjaring varietas unggul baru yang tahan
tanam
dalam
terhadap musim penghujan. Hasil evaluasi
merah
Balai Penelitian Tanaman Sayuran telah
(Suhardi, 1996). Dari hasil penelitian
melepas beberapa klon baru yaitu klon No.
Hilman dan Suwandi (1990) menunjukan
9 dengan nama Sembrani, klon No. 8
bahwa kombinasi antara UREA dan ZA
dengan nama Katumi dan klon no. 3
dengan perbandingan 1 : 1 dan 1 : 2 pada
dengan nama Ajiba (Sartono et al, 2006).
akan
keberhasilan
takaran
ikut
menentukan
usaha
180-200
bawang
kg
ton/Ha
adalah
bermutu
baik,
varietas
penghujan. suatu
Penelitian
ini
unggul
Kegiatan penelitian
bertujuan
ini untuk
untuk
merupakan cara pemupukan yang paling
mendapatkan calon varietas unggul baru
efisien pada bawang merah ditanah aluvial,
yang berupa klon-klon dan pada akhirnya
sedangkan pada pemupukan P, takaran 90
dapat
kg P2O5/Ha paling efisien untuk produksi
unggul baru pada bawang merah maka
bawang merah (Gunadi dan Suwandi,
akan memacu para petani untuk menaikan
1989; Suwandi dan Hilman, 1992).
produksi usaha taninya. Parameter yang
Asandhi
dan
Koestoni
(1990);
dilepas.
diamati terdiri
Tersdedianya
varietas
rata-rat jumlah anakan,
Hilman dan Asgar (1995) mengatakan
jumlah umbi per rumpun, berat umbi per
bahwa pemupukan sistem petani dengan
plot, berat umbi / rumpun, diameter umbi,
dosis tinggi tidak selamanya memberikan
berat rata-rata/umbi, berat umbi/plot (kg),
manfaat terhadap pertumbuhan dan hasil
tinggi umbi.
bawang merah, bahkan ada kecenderungan susut bobot menjadi meningkat. Selain itu
BAHAN DAN METODE
sistem pemupukan dosis tinggi yang dapat
Penelitian dilaksanakan mulai bulan
mendorong terjadinya lingkungan yang
Januari sampai dengan Maret 2006 di
cocok
fusarium
Nganjuk - Jawa Timur, dengan jenis tanah
Pomi
garmosal, pada ketinggian 80 m dpl bahan
(Suryaningsih dan Asandhi, 1992). Agar
yang di coba terdiri dari klon-klon bawang
untuk
oxysporum
70
perkembangan dan
Alternaria
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Juli 2010 merah yaitu klon 1, klon 2, klon 3, klon 4,
Terjadinya perbedaan khususnya pada
klon 5, klon 6, klon 7, klon 8, klon 9, Bima
perlakuan no. 9 ini adalah akibat dari sifat
Brebes, Bauji, dan Philipina. Rancangan
karakter induk betina yang berasal dari
yang digunakan adalah Rancangan Acak
bawang bombay, dimana sifat bawang
Kelompok masing-masing perlakuan di
bombay mempunyai jumlah anakan rata-
ulang 3 kali. Agar tanaman dapat tumbuh
rata sangat sedikit. Sedangkan untuk klon-
dengan baik maka dalam pelaksanaan
klon lainnya pada umumnya mempunyai
penelitian menggunakan pupuk organik 2
jumlah anakan
ton/Ha diberikan seminggu sebelum tanam
anakan bawang merah. Sifat-sifat ini juga
(waktu pengolahan tanah akhir). Selain itu
merupakan karakter dari induk betina pada
juga diberikan pupuk berimbang dengan
masing-masing klon (Sartono, 2000).
cukup
sesuai
dengan
memberikan pupuk ZA : 500 kg, UREA :
Pengamatn berat umbi dilakukan
200 kg, TSP : 200 kg dan KCl : 200 kg.
pada saat panen, dimana umbi masih
Pupuk TSP di aplikasikan satu kali
dalam keadaan basah, umbi diambil 10
sebelum tanam sedangkan ZA, UREA dan
rumpun secara acak, dari hasil timbangan
KCl
diberikan dua kali masing-masing
menunjukan bahwa pada perlakuan no. 9
setengah dosis pada 10 dan 30 hari setelah
menunjukan bobot produksi paling rendah
tanam (HST) bawang merah. Jarak tanam
dan berbeda nyata dengan perlakuan
yang digunakan 15 X 20 cm, lebar plot 150
lainnya (Tabel 1). Apabila dilihat dari
cm setiap plot terdiri dari 300 tanaman.
besarnya umbi setiap perlakuan no. 9 adalah jauh lebih besar dari umbi klonklon
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan
jumlah
lainnya,
tetapi
karena
jumlah
anakan
anakannya lebih kecil daripada klon-klon
dilakukan pada saat tanaman berumur 30
yang lainnya ternyata mempunyai dampak
hari setalh tanam (hst), dilakukan pada sat
total juga lebih rendah juga.
umur ini karena vegetatif sudah berhenti .
Berat umbi rata-rata per rumpun
Pembentukan tunas anakan sudah tidak
diamat pada saat panen, umbi masih dalam
bertambah lagi, sudah mulai terbentuk,
keadaan segar, dari hasil pengamatan
umbi kelihatan sudah membengkak. Dari
menunjukan bahwa berat umbi setiap
hasil pengamatan menunjukan bahwa rata-
rumpun secara
rata jumlah anakan setiap klon pada
perlakuan
perlakuan no. 9 menunjukan jumlah
dengan perlakuan kontrol (Fhilipina) dan
anakan yang sangat sedikit dan berbeda
berbeda sangat nyata dengan perlakuan
nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 1).
yang
analisa statistik pada
no. 9 berbeda sangat nyata
lainnya
(Tabel
1).
Terjadinya 71
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Juli 2010 perbedaan ini masih berkaitan erat dengan
Dari hasil rata-rata pengamtan diameter
jumlah anakan yang dimiliki oleh masing-
umbi menunjukan bahwa pada perlakuan
masing klon, semakin banyak jumlah
no. 9 mempunyai diameter paling besar
anakan serta diikuti oleh umbi besar akan
dibandingkan dengan diameter klon-klon
semakin besar bobot yang dimiliki. Hal ini
lainnya (Tabel 1). Besarnya diameter pada
terbukti dengan kultivar Fhilipina dimana
pelakuan no. 9 ini ada kaitan erat dengan
jumlah anakannya rata-rata 8 dan bobot
karakter
umbi
ditanamkan,
rata-ratanya
relatif
lebih
besar
dibandingkan dengan yang lainnya. Pengamatan
diameter
mempunyai
dari
induk dimana
umbi
betina
yang
induk
betina
besar-besar
dengan
umbi
jumlah anakan sedikit, sifat umbi besar
dilakuakn pada waktu umbi dalam keadaan
ternyata lebig dominan dari pada jumlah
segar, sehingga belum terjadi penyusutan.
anakan.
Tabel 1. Jumlah anakan, berat umbi per 10 rumpun, berat umbi rata-rata per rumpun, rata-rata diameter umbi dan tinggi umbi. Perlakuan Jumlah Berat Berat umbi Rata-rata Tinggi umbi Anakan umbi/10 rp per rumpun diameter (cm) (gr) per umbi (cm) 1 6,23 ab 546,67 ab 68,00 b 21,113 a 28,283 a 2 5,90 ab 553,67 ab 55,37 ab 20,740 a 25,575 a 3 5,57 ab 497,33 ab 49,73 ab 21,290 a 24,133 a 4 5,77 b 476,67 ab 53,87 ab 21,363 a 25,917 a 5 8,23 b 773,33 b 77,33 b 23,227 a 33,260 a 6 7,10 b 670,00 b 67,00 b 20,917 a 26,147 a 7 7,10 b 543,33 ab 54,00 ab 22,807 a 26,400 a 8 5,40 ab 505,33 ab 50,53 ab 22,450 a 26,983 a 9 3,27 a 341,67 a 34,17 a 25,692 a 31,293 a Bima 7,27 b 505,33 ab 50,53 ab 17,313 a 25,070 a Brebes Bauji 8,20 b 730,00 b 73,00 b 22,223 a 28,423 a Phillipina 8,73 b 840,00 b 84,00 c 21,217 a 24,083 a CV 13,40 16,05 14,80 11,77 13,32 Keterangan: Angka rata-rata yang ikuti salah satu huruf yang sama tidak berbeda nyata dalam taraf uji UJGD 5%. Pengamatan
untuk
dilihat dari rata-rata panjang umbi antara
mengetahui sampai sejauh aman tinggi dari
klon satu dengan klon lain tidak ada
masing-masing
hasil
perbedaan nyata, namun demikian antara
pengamatan menunjukan bahwa Bima
diameter dan panjang umbi merupakan
Brebes masih mempunyai panjang umbi
suatu ciri khusus pada bentuk umbi dari
yang paling panjang (Tabel 1). Apabila
masing-masing klon apakah klon itu
72
tinggi umbi.
umbi Dari
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Juli 2010 mempunyai
umbi
bulat
pendek
atau
dengan jumlah ankan rata-rata banyak,
mempunyai umbibulat panjang atau bulat
juga
mortalitasnya
paling
tinggi
pipih (seperti umbi gladiol).
dibandingkan dengan perlakuan klon-klon
Pengamatan berat umbi diambil pada
yang lain. Sedangkan pada perlakuan no. 9
saat panen, pengamatan ini bertujuan untuk
produksi per plotnya sangat rendah karena
merngetahui berat umbi segar. Dari hasil
rata-rata
analisa menunjukan bahwa berat rata-rata
mortalitsa
per
dibandingkan dengan klon-klon yang lain.
rumpun
pada
perlakuan
no.
9
mempunyai berat paling rendah berbeda
jumlah
anakan
relatif
sedikit
lebih
juga rendah
Pengamatan berat kering setiap plot
sangat nyata dengan kontrol (philipna) dan
diambil
berbeda dengan perlakuan no.1, no. 5 dan
pengeringan satu minggu setelah di jemur.
no. 6 (Tabel 2). Semakin banyak jumalh
Dari hasil rata-rata menunjukan bahwa dari
anakan cenderung semakin tinggi berat per
hasil perlakuan no. 9 berbeda sangat nyata
rumpun. Hal ini terbukti dengan perlakuan
dengan perlakuan no. 1, berbeda nyata
kontrol Philipina dimana jumlah anakan
dengan perlakuan no. 5, no. 6 dan kontrl
banyak serta bobot masing-masing umbi
Phillipina (Tabel 2). Apabila dilihat dari
juga relatif lebih berat dibandingkan
berat
dengan bobot per rumpun juga relatif lebih
menunjukan ada perbedaan nyata, tetapi
berat dibandingkan dengan klon-klon yang
khusus untuk perlakuan no. 9 terlihat
di uji.Untuk adaptasi selain diperlukan
bahwa besarnya angka pengyusutan relatif
faktor internal (genetik) juga diperlukan
lebih kecil apabila dibandingkan dengan
faktor external yaitu cuaca.Faktor ini akan
masing-masing klon, perbedaan-perbedaan
ikut menentukan dalam pembentukan umbi
penyusutan
(Sumarni at.al,2006)
perbedaan asal induk tetuanya sehingga
Pengamata
berat
umbi
basah
dilakukan pada saat panen. Dari hasil
setelah
kering
berdampak
kering
eskap
masing-masing
ini
klon
disebabkan
kepada
yaitu
adanya
klon-klon
yang
diturunkannya.
analisa statistik menunjukan bahwa berat
Pengamatan umbi basah per hektar
umbi per plot terendah dimiliki padaa
adalah hasil rata-rata setiap perlakuan
perlakuan no. 9 berbeda sangat nyata
dikonversikan terhadap produksi dalam
dengan perlakuan no. 5 dan berbeda nyata
satu hektar. Dari hasil rata-rata setiap
dengan perlakuan yang lainnya, kecuali
perlakuan
dengan Bima Brebes (Tabel 2). Pada
dimiliki pada perlakuan no. 5 berbeda
perlakuan no. 5 menunjukan produksi per
sangat nyata dengan perlakuan no. 9 dan
plotnya paling tinggi, ini berkaitan erat
berbeda nyata dengan kontrol yaitu Bima
ternyata
produksi
tertinggi
73
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Juli 2010 Tabel 2. Berat umbi kering, berat umbi basah per plot, berat umbi kering per plot, berat umbi basah per hektar, berat umbi kering per hektar. Perlakuan Berat rata2 Berat umbi berat umbi Berat umbi Berat umbi umbi kering basah/ kering basah kering (gr) plot (kg) plot (kg) ton/Ha ton/Ha 1 6,67 a 9,03 bc 6,86 c 28,809 bc 19,509 c 2 5,90 a 7,40 bc 5,29 bc 21,142 bc 15,123 bc 3 5,57 a 8,03 bc 5,87 bc 22,952 bc 16,780 bc 4 5,80 a 8,43 bc 5,85 bc 24,095 bc 16,723 bc 5 8,23 a 10,40 c 7,60 c 29,714 c 21,704 c 6 7,10 a 8,87 bc 6,50 c 25,333 bc 18,571 c 7 7,10 a 7,47 bc 5,57 bc 21,333 bc 15,904 bc 8 5,53 a 5,90 ab 4,40 ab 16,857 ab 12,571 ab 9 6,10 a 3,77 a 3,16 a 10,761 a 9,028 a Bima 7,27 a 4,83 ab 3,17 a 13,809 ab 9,047 a Brebes Bauji 8,20 a 7,33 bc 3,85 bc 20,952 bc 16,723 bc Phillipina 8,73 a 9,90 bc 7,83 c 28,285 bc 20,666 c CV 23,56 16,26 18,77 16,26 18,77 Keterangan: Angka-angka yang di ikuti oleh salah satu huruf sama menunjukan tidak berbeda nyata dalam tarap uji HS 5%. Brebes, sedangkan terhadap perlakuan
dengan kontrol Bima Brebes dan Phillipina
yang lain tidak berbeda nyata (Tabel 2).
berbeda nyata dengan perlakuan no. 2, no.
Apabila
kemampuan
3, no. 4, no. 7 dan Bauji (Tabel 2).
berproduksi khususnya pada perlakuan no.
Produksi kering per hektar masih dimiliki
5 ini memang seimbang dengan jumlah
oleh perlakuan no. 5 sesuai dengan
anakan yang dimiliki dari dini menunjukan
banyaknya jumlah anakan. Perlakuan ini
bahwabanyaknya
ada
selain mampu membentuk anakan paling
korelasi positif terhadap produksi totalnya,
banyak diantara klon-klon yang diuji, umbi
disini kelihatan behwa semakin banyak
rata-rata besar, besar umbi dalam satu
jumlah anakan produksi semakin tinggi.
rupun rata-rata besarnya seragam. Pada
dilihat
Pengamatan
dari
jumlah
setiap
perlakuan no. 5 ini selain kemampuan
hektar adalah merupakan hasil konversi
berproduksi paling tinggi disertai jumlah
dari kemampuan setiap perlakuan dalam
anakan paling banyak untuk klon-klon
produksi dari hasil percobaan. Dari hasil
yang di uji juga warna umbi merah tua,
pengamatan terkahir menunjukan bahwa
apabila di bandingkan dengan klon-klon
kemampuan produksi pada masing-masing
lain yang di uji. Perbedaan produksi dalam
perlakuan pada perlakuan no. 5 mampu
masing-masing klon selain dipengaruhi
berproduksi paling tinggi berbeda sangat
oleh faktor ekternal juga dipengaruhi oleh
nyata dengan perlakuan no. 9 maupun
faktor genetik (Sartono at al,2005).Besar
74
berat
anakan
kering
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Juli 2010 kecilnya masing-masing asal umbi akan berpengaruh
terhadap
kemampuan
produksi dari masing-masing klon tersebut (Sumarni N.T.A.Sutiarso,1998) SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
dari
penelitian
ini
adalah: 1. Klon no. 5 mampu berproduksi paling tinggi di musim penghujan 21,704 ton/Ha dengan jumlah anakan rata-rata 8. 2. Urutan kedua di miliki pada klon 1 dengan produksi 19,509 ton/Ha dengan jumlah anakan rata-rata 6. 3. Klon no. 9 mempunyai diameter umbi rata-rata paling tinggi. Saran yang dapat diberikan adalah masih harus di uji lanjutan karena baik dalam
pertumbuhan
maupun
jumlah
anakan belum sepenuhnya beradapatasi. DAFTAR PUSTAKA Sumarni N dan T. A. Soetiarso, 1998. Pengaruh dan ukuran umbi bibit terhadap pertumbuhan, produksi dan biaya produksi biji bawang merah (effect of planning time and seed bulp siza on growth, yield and cost of true shallot seed production). Jurnal Hortikultura, Vol. 8 no. 2 (1085). Lumabargan J dan A. Monde, 1999. Pengaruh penggunaan pupuk organik dan an organik terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah kultivar Palu (The effects of organic ans an organic fertilizer on
growth and yield of shallot cultivar Palu). Jurnal Hortikultura, Vol. 8 no. 2 (212-219). Hidayat, A dan R. Rosliani, 1996. Pengaruh pemupukan N, P dan K pada pertumbuhan dan produksi bawang merah kultivar Sumenep. Jurnal Hortikultura Vol. 5 (5) (3943). Suhardi, 1998. Pengaruh pemupukan awal fungisida terhadap intensitas penyakit pada beberapa varietas bawang merah. (The effect of fungiside initial aplication of intensity of diseases one some shallot varieties). Jurnal Hortikultura Vol. 8 No. 1 (1021). Tonny K. Moekasan, 1998. Status resistensi ulat bawang spodoptera exigua Hubn. Strain Berbes terhadap beberapa jenis insektisida. (Status of resistence of but army worm, spodopthera exigua Hubn, strain Brebes, against several insecticides). Jurnal Hortikultura Vol. 7 No. 4 (193). Aman, 2003. Luas tanam dan produksi sayuran di Indoensia, Direktorat Bina Produksi Tanaman Pangan Jakarta. Sartono, Joko Pinilih dan Sinung Basuki, 2006 Makalah Pelepasan Varietas Unggul Bawang Merah, Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Hilman, Y dan Suwandi, 1990. pengaruh penggunaan pupuk N dan dosis P terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah. Bul. Penel. Hort. 19 (1) : 25-31. Asandhi A.A. dam T. Koestoni, 1990. Efisiensi pemupukan pada pertanaman tumpang gilir bawang merah , cabe merah efisiensi pemupukan pada pertanaman bawang merah. Bul. Penel. Hort 9 (1) : 1-6. Gunadi dan Suwandi, 1989. Pengaruh dosis dan waktu aplikasi pemupukan 75
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Juli 2010 fosfat pada tanaman bawang merah kultivar Sumenep, pertumbuhan dan hasil. Bul. Penel. Hort. 18 (2) : 98108. Suwandi dan Y. Hilman, 1992. Penggunaan pupuk N dan TSP pada bawang merah. Bul. Penel. Hort. 22 (4) : 28-40.
76
Suryaningsih E. dan A.A. Asandhi, 1992. Pengaruh pemupukan sistem petani dan sistem berimbang terhadap itensitas serangan penyakit cendawan pada bawang merah varietas Bima. Bul. Penel. Hort. 24 (2) : 19-26.