PENGARUH PARAMETER PROSES PENDINGINAN SEMPROT DAN FORMULA LEMAK DALAM PEMBUATAN LEMAK BUBUK KAYA β-KAROTEN
JUANDA REPUTRA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pengaruh Parameter Proses Pendinginan Semprot dan Formula Lemak dalam Pembuatan Lemak Bubuk Kaya β-Karoten” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2015 Juanda Reputra NIM F251120221
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait
RINGKASAN JUANDA REPUTRA. Pengaruh Parameter Proses Pendinginan Semprot dan Formula Lemak dalam Pembuatan Lemak Bubuk Kaya β-Karoten. Dibimbing oleh PURWIYATNO HARIYADI dan NURI ANDARWULAN. Lemak bubuk merupakan salah satu bentuk alternatif lemak padat yang lebih mudah ditangani sebagai bahan baku dalam proses produksi beberapa produk pangan. Lemak bubuk kaya β-karoten dihasilkan dengan menggunakan campuran minyak sawit merah (MSM) fraksi olein dan stearin, serta minyak sawit terhidrogenasi penuh (FHPO) melalui proses pendinginan semprot. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh parameter pendinginan semprot dan komposisi campuran minyak sawit merah dengan FHPO terhadap karakteristik lemak bubuk yang dihasilkan, terutama sifat daya alir. Parameter proses yang diamati adalah suhu udara pendingin, tekanan udara semprot dan laju aliran bahan. Daya alir lemak bubuk ditentukan berdasarkan analisis sudut gulir statis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pendinginan semprot bisa menghasilkan lemak bubuk kaya -karoten dan mudah mengalir pada suhu ruang. Tekanan udara semprot dan laju aliran bahan mempengaruhi sifat daya alir lemak bubuk ketiga formula lemak (F50, F60 dan F70), namun suhu udara pendingin (10-20°C) hanya berpengaruh nyata terhadap sifat daya alir lemak bubuk formula F50. Semakin cepat laju aliran bahan (42-112 g/menit) atau semakin rendah tekanan udara semprot (0.4-1.6 bar) maka semakin baik daya alir lemak bubuk karena menghasilkan lemak bubuk dengan ukuran partikel yang lebih besar. Lemak bubuk kaya β-karoten yang mudah mengalir pada suhu ruang dapat diperoleh dengan menggunakan parameter proses pendinginan semprot berupa suhu udara pendingin 15°C, tekanan udara semprot 0.4-0.8 bar dan laju aliran bahan 112 g/menit. Data penelitian ini juga menunjukkan bahwa peningkatan rasio MSM untuk meningkatkan kadar β-karoten akan menurunkan daya alir lemak bubuk yang dihasilkannya. Rasio maksimal MSM/FHPO yang dapat digunakan untuk menghasilkan lemak bubuk yang mudah mengalir diperoleh sebesar 50/50 (formula F50). Lemak bubuk tersebut mempunyai kadar β-karoten sebesar 167.71 ppm. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa titik leleh bahan lemak berkorelasi kuat dengan daya alir lemak bubuk yang dihasilkan. Semakin tinggi titik leleh akan menghasilkan lemak bubuk dengan daya alir yang lebih baik, yang ditunjukkan dengan sudut gulir yang lebih rendah. Kata kunci: lemak bubuk, β-karoten, pendinginan semprot, daya alir
SUMMARY JUANDA REPUTRA. The Effect of Spray Chilling Parameters and Molten Fat Formula in β-Carotene-Rich Fat Powder Production. Supervised by PURWIYATNO HARIYADI and NURI ANDARWULAN. Fat powder is one of the alternative form of solid fat which is easier to handle as food ingredient in many products. Beta-carotene-rich fat powder was prepared from the mixture of red palm oil/RPO (olein and stearin) and fully hydrogenated palm oil/FHPO by using spray chilling process. The objective of our research was to study the effect of spray chilling process parameter and molten formulated mixture of red palm oil with other fats to produce β-carotenoids-rich fat powder having good flowability. Specifically, effects of spray chilling processing parameters, namely the molten material feed rate, the atomizing pressure, and the cooled air temperature on the flowability of the fat powder will be studied. The flowability of fat powder is determined by measuring the static angle of repose. Our research showed that spray chilling process may be used to produced free flowing -carotene rich-fat powder. The molten material feed rate and the atomizing pressure influence the flowabilty of fat powder significantly for all molten mixture fat formulation, while the cooled air temperature only affect the flowability of formula F50. An increased liquid feed rate from 42 to 112 g/min or decreased atomizing air pressure from 1.6 to 0.4 bar was found to increase the flowability of fat powder caused by higher particle size. The free flowing β-carotene-rich fat powder can be obtained by using air pressure of ≤ 0.8 bar and liquid feed rate of 112 g/min. Our result also indicated that the use of higher composition of RPO to increase β-carotene content of fat powder tend to reduce the flowability of the resulting fat powder. The maximum ratio of RPO/FHPO used to produce free flowing fat powder was 50% (formula of F50) with β-carotene content of 167.71 ppm. Our research also showed that the melting point of molten mixture fat used was significantly correlated with flowability of the resulting fat powder. The higher melting point of molten fat, the lower the angle of repose or the better flowability of fat powder produced. Key words: fat powder, β-carotene,spray chilling, flowability
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH PARAMETER PROSES PENDINGINAN SEMPROT DAN FORMULA LEMAK DALAM PEMBUATAN LEMAK BUBUK KAYA β-KAROTEN
JUANDA REPUTRA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Nur Wulandari, STP. MSi.
Judul Tesis : Pengaruh Parameter Proses Pendinginan Semprot dan Formula Lemak dalam Pembuatan Lemak Bubuk Kaya β-Karoten Nama : Juanda Reputra NIM : F251120221
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, MSc Ketua
Prof Dr Ir Nuri Andarwulan, Msi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Prof Dr Ir Ratih Dewanti Hariyadi, MSc
Tanggal Ujian: 6 Februari 2015
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Lulus:
PRAKATA Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan tesis telah selesai dilakukan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 s.d Oktober 2014 ini ialah Pengaruh Parameter Proses Pendinginan Semprot dan Formula Lemak dalam Pembuatan Lemak Bubuk Kaya β-Karoten. Bagian dari tesis, yaitu 1) “The study of spray chilling parameters in β-carotene-rich fat powder production” akan diajukan pada Journal of Food Process Engineering” dan 2) “Penggunaan minyak sawit merah untuk pembuatan lemak bubuk kaya βkaroten melalui proses pendinginan semprot” telah diterima untuk terbit pada Jurnal Agritech Vol. 35, No. 4, November 2015. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc. selaku ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian dan penulisan tesis ini serta kepada Dr. Nur Wulandari, STP. Msi. selaku dosen penguji di luar komisi pembimbing. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, MSc. selaku ketua Program Studi Ilmu Pangan dan semua dosen atas semua ilmu dan keteladanan yang telah diberikan. Penghargaan penulis sampaikan kepada DIKTI selaku pemberi dana Beasiswa Unggulan selama studi pada tahun 2012-2014 dan SEAFAST Center, LPPM IPB yang telah memberikan fasilitas untuk melakukan penelitian, serta kepada LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) yang telah memberikan bantuan dana penelitian. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Staf SEAFAST Center IPB dan staf laboratorium Departemen Ilmu dan Teknolog Pangan. Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada orang tua, istri tercinta, kakak dan adik-adikku atas segala doa dan kasih sayang yang diberikan dengan tulus. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada sahabatku mas Adnan, mas Yandi, dan Taufik, serta kepada teman-teman IPN 2012 yang telah memberikan dukungan dan rasa kekeluarganya. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan doanya penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan balasan yang lebih baik dari bantuan dan doa yang telah diberikan dan semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Bogor, April 2015 Juanda Reputra
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Daftar Pustaka 2 TINJAUAN PUSTAKA Lemak dan Minyak Pendinginan Semprot Sifat Bubuk Daftar Pustaka 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Desain Penelitian Prosedur Analisis Daftar Pustaka 4 PEMBAHASAN A Pengkondisian Alat Pendinginan Semprot B The Study of Spray Chilling Parameters in β-Carotene-Rich Fat Powder Production* C Penggunaan Minyak Sawit Merah untuk Pembuatan Lemak Bubuk Kaya β-Karoten melalui Proses Pendinginan Semprot* D Pembahasan Umum 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
ix ix x 1 1 2 2 2 2 4 4 7 9 10 13 13 13 13 16 19 21 21 22 34 46 53 53 53 55 67
ii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Rancangan percobaan pembuatan lemak bubuk Rendemen proses pendinginan semprot The experimental design of β-carotene-rich fat powder production Karakteristik formula lemak padat Karakteristik formula lemak bubuk Karakteristik lemak bubuk formula F50, F60, dan F70 Pengaruh parameter proses dan formula terhadap sifat pelelehan lemak bubuk
16 21 24 41 42 44 50
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Diagram alir pelaksanaan penelitian Alat pengukur sudut gulir Spray chiller scheme Influence of cooled air temperature (10, 15 and 20oC) and and atomizing air pressure (0,4 bar – 1,6 bar) on AOR of fat powder obtained using spray chilling process operated at constant liquid feed rate of 42 g/min 5 Influence of atomizing air pressure (0,4-1,6 bar) and cooled air temperature (10, 15 and 20oC) on AOR of fat powder obtained using spray chilling processed operated at liquid feed rate of 42 g/min 6 Microscopic image of fat powder particles produced by a cooled air temperature of 15°C and liquid feed rate of 42 g/min with various atomizing air pressure of (a) 0.4 bar, (b) 0.6 bar, (c) 0.8 bar, (d) 1.2 bar, (e) 1.6 bar 7 Influence of atomizing air pressure on particle size distribution (a) and d50, d90, mean diameter (b) at liquid feed rate of 42 g/min and cooled air temperature of 15°C 8 Influence of liquid feed rate on AOR at cooled air temperature of 15°C 9 Influence of liquid feed rate on particle size distribution (a) and d50, d90, mean diameter (b), at cooled air temperature of 15°C and atomizing air pressure of 0.8 bar 10 Influence of different spray chilling parameters on melting properties of fat powder 11 Influence of different spray chilling parameters on flowability of fat powder based on Carr classificasion 12 Skema alat pendinginan semprot 13 Alat pengukur sudut gulir 14 Lemak bubuk kaya β-karoten dan mudah mengalir pada suhu ruang 15 Bentuk partikel lemak bubuk formula F60 menggunakan mikroskop polarisator 16 Korelasi titik leleh formula lemak dengan sudut gulir lemak bubuk yang diproses dengan menggunakan suhu udara pendingin 15C, tekanan udara semprot 0.8 bar dan laju aliran bahan 112 g/menit 17 Pengaruh tekanan udara semprot terhadap daya alir lemak bubuk pada kecepatan pompa 42 g/menit pada formula F60 (a), F50 (b), F70 (c),
14 17 24
26
27
27
29 29
30 31 32 37 38 43 43
44
huruf yang berbeda di atas diagram batang menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05) 18 Pengaruh laju aliran bahan terhadap daya alir lemak bubuk pada suhu udara pendingin 15°C pada formula F60 (a), F50 (b), F70 (c), huruf yang berbeda di atas diagram batang menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05) 19 Klasifikasi daya alir lemak bubuk berdasarkan nilai sudut gulir pada setiap perlakuan proses dan formula lemak
47
49 51
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil pengamatan parameter suhu pada alat pendinginan semprot selama proses 2 Hasil pengamatan parameter tekanan pada alat pendinginan semprot selama proses 3 Analisis β-karoten 4 Analisis Slip Melting Point (SMP) 5 Analisis ANOVA daya alir lemak bubuk formula F50 (Pengaruh suhu udara pendingin dan tekanan udara semprot) 6 Analisis ANOVA daya alir lemak bubuk formula F50 (Pengaruh tekanan udara semprot dan laju aliran bahan) 7 Analisis ANOVA daya alir lemak bubuk formula F60 (Pengaruh suhu udara pendingin dan tekanan udara semprot) 8 Analisis ANOVA daya alir lemak bubuk formula F60 (Pengaruh tekanan udara semprot dan laju aliran bahan) 9 Analisis ANOVA daya alir lemak bubuk formula F70 (Pengaruh suhu udara pendingin dan tekanan udara semprot) 10 Analisis ANOVA daya alir lemak bubuk formula F70 (Pengaruh tekanan udara semprot dan laju aliran bahan) 11 Analisis sifat pelelehan lemak bubuk metode DSC
55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65
iv
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Lemak atau minyak merupakan bahan baku utama pada beberapa produk pangan seperti shortening, margarin, dan pengganti lemak coklat (cocoa butter replacer). Banyak diantara produk tersebut membutuhkan lemak padat yang memiliki titik leleh di atas suhu ruang sebagai bahan baku. Lemak padat dapat diperoleh dari sumber nabati, seperti minyak sawit, melalui proses fraksinasi dan/atau hidrogenasi. Penggunaan minyak sawit merah sebagai sumber lemak padat memiliki beberapa keunggulan, yaitu kandungan karoten yang tinggi dan ketersediaan minyak sawit yang luas di Indonesia. Pada tahun 2014 Indonesia telah memproduksi 29,3 juta ton CPO dengan luas areal perkebunan sawit 10,9 juta Ha (Ditjenbun 2014). Namun demikian, kandungan karoten yang terdapat pada minyak sawit belum dimanfaatkan secara optimal. Proses pemurnian minyak sawit yang kaya karoten telah banyak dikembangkan menghasilkan minyak sawit merah. Penelitian yang dilakukan oleh Alyas et al. (2006) dan Dauqan et al. (2011) menunjukkan bahwa kadar β-karoten yang terdapat pada olein minyak sawit merah adalah sebesar 460 ppm dan 542.09 ppm. Namun demikian, fraksi olein merupakan fraksi cair minyak sawit merah sehingga dibutuhkan penambahan minyak atau lemak yang memiliki titik leleh tinggi, seperti minyak terhidrogenasi, agar dapat menghasilkan lemak padat yang kaya β-karoten. Umumnya, lemak padat tersedia dalam bentuk balok, sehingga menyulitkan penanganannya pada proses formulasi dan pencampuran bahan baku. Penanganan lemak padat sebagai bahan baku dinilai lebih efektif jika tersedia dalam bentuk bubuk. Adapun tujuan utama bahan dalam bentuk bubuk menurut Chen dan Li (2009) adalah peningkatan kestabilan, kemudahan penanganan dan transportasi serta kemudahan dan ketepatan dalam pencampuran dengan material lainnya. Namun hingga saat ini, ketersediaan lemak padat dalam bentuk bubuk untuk bahan pangan masih sangat terbatas dan sebagian besar diperoleh dari fraksinasi minyak sawit yang mengalami proses bleaching sehingga kandungan karoten minyak tidak dipertahankan. Terdapat dua proses yang umum digunakan untuk menghasilkan lemak bubuk, yaitu lemak bubuk yang diperoleh melalui proses pengeringan semprot emulsi minyak dalam air (o/w) dan proses pendinginan semprot lemak atau minyak pada kondisi dibawah titik lelehnya (Tashiro et al. 1989). Pada industri pangan, teknologi pendinginan semprot merupakan teknologi yang berbasis lemak dan dimanfaatkan untuk pengembangan pangan fungsional (Okuro et al. 2013). Prinsip teknologi ini adalah (i) pengabutan lelehan dan kemudian (ii) pendinginan partikel yang terbentuk sehingga menghasilkan bubuk yang bersifat padat pada suhu ruang (Sillick dan Gregson 2012). Sehingga, teknologi ini cocok digunakan untuk menghasilkan lemak padat yang memiliki titik leleh pada kisaran 30-60⁰C dalam bentuk bubuk. Beberapa penelitian pembuatan lemak bubuk telah dilakukan dengan menggunakan teknologi pendinginan semprot. Gamboa et al. (2011) dan Ribeiro
2
et al. (2012) menggunakan pendingin semprot untuk menghasilkan lemak bubuk kaya tokoferol dan enkapsulasi glukosa. Sedangkan Tashiro et al. (1989) menggunakan beberapa komponen padatan nonlemak pada campuran minyak kelapa, kedelai dan sawit untuk menghasilkan lemak bubuk yang mudah mengalir (free flowing). Sementara itu, penelitian pembuatan lemak bubuk yang menggunakan bahan baku lemak atau minyak tanpa penambahan komponen lain, kaya β-karoten dan memiliki sifat daya alir yang baik belum dilakukan. Parameter proses yang digunakan pada pendinginan semprot akan mempengaruhi karakter bubuk yang dihasilkan. Daya alir merupakan salah satu karakter bubuk yang penting karena berkaitan dengan penanganan pada proses produksi produk pangan. Daya alir mempengaruhi penentuan sistem konveyor yang efektif, proses pencampuran, dan stabilitas selama penyimpanan (Onwulata 2005). Beberapa parameter proses yang perlu diperhatikan pada pendinginan semprot adalah titik leleh bahan, suhu bahan, suhu chamber, suhu udara pendingin, tekanan udara semprot, dan laju aliran bahan (Ilic et al. 2009). Perumusan Masalah Pemanfaatan minyak sawit merah sebagai bahan baku pembuatan lemak bubuk kaya β-karoten membutuhkan penambahan lemak padat (seperti FHPO) dengan jumlah tertentu dan pengaturan parameter proses pendinginan semprot agar diperoleh lemak bubuk yang mudah mengalir pada suhu ruang dengan kandungan β-karoten yang maksimal. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh parameter proses pendinginan semprot, yaitu suhu udara pendingin, tekanan udara semprot, dan laju aliran bahan, serta pengaruh formulasi lemak terhadap pembuatan lemak bubuk dari minyak sawit merah, agar dapat menghasilkan lemak bubuk yang kaya βkaroten dan mudah mengalir pada suhu ruang. Hipotesis Parameter proses pendinginan semprot dan komposisi bahan lemak mempengaruhi karakteristik lemak bubuk. Semakin rendah tekanan udara semprot, semakin tinggi laju aliran bahan dan/atau semakin rendah suhu udara pendingin maka semakin baik daya alir lemak bubuk. Semakin tinggi rasio MSM/FHPO pada formula lemak bubuk maka semakin tinggi kadar β-karoten, namun daya alir menjadi semakin rendah. Daftar Pustaka Alyas SA, Abdulah A, Idris NA. 2006. Changes of β-carotene content during heating of red palm olein. J Oil Palm Res. 18:99-102. Dauqan E, Sani HA, Abdullah A, Muhamad, H, Top AGM. 2011. Vitamin E and beta carotene composition in four different vegetable oils. Am J Applied. Sci. 8(5):407-412.
3
[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan (2014). Pertumbuhan areal kelapa sawit meningkat. http://ditjenbun.pertanian.go.id/berita-362-pertumbuhanareal-kelapa-sawit-meningkat.html. [26 Februari 2015] Gamboa OD, Gonçalves LG, Grosso CF. 2011. Microencapsulation of tocopherols in lipid matrix by spray chilling method. J Procedia Food Sci 1:1732 – 1739 Ilic I, Dreu R, Burjak M, Homar M, Kerc J, Srcic S. 2009. Microparticle size control and glimepiride microencapsulation using spray congealing technology.Int J Pharm 378: 176–183 Okuro PK, Junior FEM, Favaro-Trindade. 2012. Technological challenges for spray chilling encapsulation of functional food ingredients. Food Technol Biotechnol. 51(2):171–182. Onwulata C. 2005. Encapsulated and powdered foods. CRC press. Boca Raton Ribeiro MDMM, Arellano DB, Grosso CRF. 2012. The effect of adding oleic acid in the production of stearic acid lipid microparticles with a hydrophilic core by a spray-cooling process. Food Research Int 47: 38–44 Sillick M, Gregson CM. 2012. Spray chill encapsulation of flavors within anhydrous erythritol crystals. J LWT - Food Sci and Technol 48: 107-113 Tashiro Y, Baba H, Obatake K, Sakka H, Sohara I. 1989. Process for producing fat powder. United States Patent. 4855157.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA Lemak dan Minyak Lipid merupakan komponen yang umumnya larut di dalam pelarut organik. Ester gliserol asam lemak yang menyusun hingga 99% lipid disebut sebagai lemak (fat) atau minyak (oil) yang dibedakan berdasarkan bentuknya pada suhu ruang. Lipid pangan dikonsumsi dalam bentuk visible fat yang telah dipisahkan dari sumber nabati atau hewani, seperti butter dan shortening, atau sebagai bagian dari pangan seperti susu, keju, dan daging. Sumber minyak nabati paling besar diperoleh dari kacang kedelai, biji kapas, kacang, sawit, kelapa dan buah zaitun. Lemak alami merupakan mono-, di-, dan triestergliserol dengan asam lemak atau disebut juga sebagai monoasilgliserol, diasilgliserol dan triasilgliserol (Fennema 1996). Asam lemak tersebut berperan terhadap perbedaan sifat dari berbagai trigliserida. Beberapa aspek yang membedakan antara komponen asam lemak adalah panjang rantai karbon, jumlah ikatan rangkap, posisi ikatan rangkap, konfigurasi cis atau trans pada ikatan rangkap, dan posisi asam lemak pada struktur gliserol (O’Brien 2009). Karakteristik fraksi minyak sawit Lemak atau minyak yang diperoleh dari biji sawit banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku produk pangan. Proses pemurnian minyak sawit dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu ekstraksi, degumming, netralisasi, bleaching, deodorisasi dan fraksinasi. Netralisasi atau deasidifikasi dilakukan untuk memisahkan asam lemak bebas yang terbentuk oleh aktifitas enzim, mikroba, uap air dan oksigen pada pascapanen sawit karena asam lemak bebas dapat menyebabkan ketengikan pada produk olahannya (Widarta et al. 2012). Deodorisasi merupakan proses distilasi minyak secara vakum dengan menaikkan suhu agar komponen penyebab bau seperti asam lemak bebas, aldehid, keton, peroksida, alkohol dan komponen organik lainnya dihilangkan sehingga menghasilkan minyak yang lembut dan tidak berbau (O’Brien 2009). Minyak sawit dapat tersedia dalam bentuk minyak kasar (crude palm oil/CPO), RBD (refined bleached deodorised), fraksi minyak padat (stearin) dan cair (olein). Fraksi stearin memiliki kandungan asam lemak dominan yaitu asam palmitat (47-74%), titik leleh 44-56⁰C, dan bilangan iod 22-49. Kisaran titik leleh fraksi stearin berhubungan langsung dengan proses fraksinasi yang digunakan, yaitu 53-56⁰C untuk proses menggunakan detergen, 50-51⁰C untuk proses pembekuan lambat dan 46-49⁰C untuk pembekuan cepat. Sementara fraksi olein memiliki kandungan asam lemak dominan yaitu asam oleat (40-44%) dan asam palmitat (38-42%), titik leleh 19-24⁰C, dan bilangan iod 51-61(O’Brien 2009). Minyak sawit merah Minyak sawit merah (red palm oil/RPO) merupakan hasil olahan CPO yang dipertahankan kandungan karotennya. RPO diproses dengan distilasi pada suhu rendah sehingga dapat bermanfaat untuk kesehatan dan digunakan sebagai pewarna alami untuk produk margarin dan shortening (O’Brien 2009). Proses
5
pembuatan NDRPO (neutralized deodorized red palm oil) dari bahan CPO pada skala pilot plant dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu pertama, penghilangan gum, dilakukan dengan memanaskan CPO hingga suhu 80⁰C kemudian ditambahkan asam fosfat 85% sebanyak 0.15% dari CPO sambil diaduk perlahanlahan selama 15 menit. Kedua, deasidifikasi menggunakan larutan NaOH, lalu sabun dipisahkan dengan sentrifugasi dan kemudian dilakukan pencucian dengan air panas dan disentrifugasi kembali (Widarta et al.2012). Gee (2007) menyampaikan bahwa total karotenoid dalam minyak sawit kasar (CPO) berkisar 500-700 ppm yang terutama terdiri dari 56% β-karoten dan 35% α-karoten. Sementara itu, Widarta at al (2012) menyatakan bahwa kadar karoten pada CPO sebesar 460.13±13.58 ppm dan pada NRPO sebesar 464.96±11,92 ppm. Fraksinasi NDRPO dapat menghasilkan red palm olein (RPOn) dan red palm stearin (RPS) yang masih banyak mengandung karotenoid. Penelitian yang dilakukan oleh Sugiyono et al.(2012) menunjukkan bahwa kadar total karoten yang terdapat pada NDRPO adalah sebesar 376.47±3.65 ppm dan fraksi oleinnya (RPOn) sebesar 351.36±12.07 ppm serta campuran 1:1 RPOn dan RPS mengandung total karoten sebesar 343.27±7.89 ppm. Selama fraksinasi, komponen asam lemak tidak jenuh, diasilgliserol, squalen, karotenoid, tokoferol, dan tokotrienol lebih cenderung terdistribusi kedalam fraksi olein, sedangkan komponen asam lemak jenuh, monoasilgliserol, sterol, dan fosfolipid cenderung terdistribusi ke dalam fraksi stearin. Oleh karena itu fraksi olein mengandung lebih banyak karotenoid dari pada fraksi stearin (Gee 2007). RPOn dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produk pangan dan memberikan sifat fungsional. El-Hadad et al. (2011) menyampaikan bahwa produk fungsional chocolate spread yang berkualitas tinggi dapat diproduksi dengan menggantikan butter dengan RPOn sebesar 20%. Formulasi ini akan menghasilkan lebih banyak kandungan karoten, tokoferol dan tokotrienol masingmasing 14.8, 3.7 dan 19.8 kali dibandingkan dengan kontrol (100% butter). Lemak padat sebagai bahan baku produk pangan Titik leleh lemak atau minyak berhubungan dengan titik leleh asam lemak penyusunnya yang dipengaruhi oleh berat molekul, jumlah ikatan rangkap, dan konfigurasi cis atau trans pada ikatan rangkap, serta struktur kristal lemak (Wittcoff 2004). Karakteristik minyak yang penting diantaranya adalah komposisi, struktur kristal, sifat pelelehan, kemampuan interaksi terhadap air dan molekul lain (Fenemma 1996). Lemak atau minyak yang memberikan manfaat terhadap produk pangan karena memiliki sifat khusus disebut juga sebagai specialty fat. Beberapa jenis specialty fat diantaranya adalah pengganti lemak coklat (cocoa butter replacer), pengganti lemak susu, lemak pengisi, lemak krim, lemak es krim, shortening, margarin, dan minyak goreng. Umumnya lemak ini digunakan sebagai komposisi pada produk coklat, confectionery, kue kering, krim pengisi untuk permen, wafer, dan biskuit. Diantara produk ini, dibutuhkan lemak atau minyak yang memiliki titik leleh diatas suhu ruang yang disebut juga sebagai lemak padat (solid fat) serta membutuhkan karakteristik kristal lemak tertentu. Lemak padat dapat diperoleh dari beberapa sumber nabati yaitu minyak sawit fraksi stearin, minyak inti sawit fraksi stearin dan laurat serta melalui proses hidrogenasi. Lemak coklat membutuhkan lemak yang memiliki kadar lemak padat
6
yang tinggi pada suhu ruang dengan titik leleh yang tajam pada kisaran 32-35⁰C (Ghotra et al. 2002). Bentuk kristal lemak padat dapat berupa kristal α, β’, dan β yang memberikan sifat tertentu pada produk pangan. Kristal β’ dibutuhkan untuk produk shortening, margarin, dan produk roti karena dapat membantu penggabungan sejumlah udara dalam bentuk gelembung udara kecil sehingga memberikan sifat plastik dan cream yang lebih baik (Fennema 1996). Sementara itu, bentuk kristal β dibutuhkan pada produk confectionery karena dapat menghasilkan densitas, tingkah laku pelelehan, dan penampilan pada permukaan yang optimal (Sato 1999). Kristalisasi lemak Struktur kristal lemak berperan penting untuk formula produk lemak seperti margarin dan shortening karena bentuk kristal memiliki sifat fisik tertentu yang dapat mempengaruhi tekstur, kekerasan, plastisitas, kelarutan, dan mouthfeel. Kemampuan molekul-molekul lemak (trigliserida) untuk mengkristal dalam berbagai bentuk susunan kristal disebut dengan polymorphism. Faktor yang mempengaruhi kristalisasi lemak diantaranya adalah laju pendinginan, perbedaan suhu di bawah titik leleh, suhu terjadinya kristalisasi, laju pengadukan, dan komposisi lemak (Metin dan Hartel, 2005). Bentuk polimorf lemak dan minyak berubah secara sistematis melalui proses kristalisasi yang berurutan (alfa (α) -beta prime (β’) -beta (β)) tanpa mengubah struktur kimia. Laju perubahan bentuk ini dipengaruhi oleh kemurnian trigliserida. Semakin homogen lemak maka semakin cepat pembentukan kristal beta yang stabil (O’Brien 2009). Beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk polimorf adalah kemurnian, laju pendinginan, terdapatnya inti kristal dan tipe pelarut. Laju pertumbuhan kristal dipengaruhi oleh suhu kristalisasi dan viskositas lelehan lemak. Viskositas yang tinggi dapat menurunkan laju pertumbuhan kristal. Selisih suhu antara lemak dan pendingin harus dijaga pada suhu 14⁰C untuk mencegah shock chilling. jika pendingin yang digunakan suhunya terlalu rendah dapat terbentuk lapisan stearin yang padat pada permukaan dan mengisolasi minyak dari pendingin. Bentuk polimorf yang umum diantaranya adalah bentuk α, β’, dan β (Fennema 1996). Sementara Marangoni (2005) menyatakan bahwa lemak harus didinginkan 5 sampai 10⁰C di bawah titik lelehnya sebelum mulai terjadi kristalisasi. Jika hanya beberapa derajat sedikit di bawah titik lelehnya, lelehan lemak masih berada pada kondisi metastabil dan belum membentuk inti kristal. Semakin turun suhu di bawah titik lelehnya, terbentuklah inti kristal stabil pada ukuran kritis yang spesifik. Penelitian yang dilakukan oleh Mayamol et al. (2007) menunjukkan bahwa semakin tinggi laju pendinginan (dari 15 hingga 35⁰C/jam) maka semakin banyak kristal α dan semakin sedikit kristal β’ dan β yang terbentuk. Sato (1999) menyampaikan bahwa bentuk α adalah bentuk paling tidak stabil, mudah berubah bentuk menjadi β’ atau β tergantung dari perlakuan panas. Bentuk kristal α yang heksagonal memiliki titik leleh paling rendah dan mudah terbentuk pada proses pendinginan cepat. Kristal α bersifat rapuh, transparan dan berukuran 5µm. Kristal β’ berbentuk kecil, halus, bersifat plastis dan berukuran 1µm. Sementara kristal β memiliki titil leleh tinggi, berbentuk kasar, stabil, dan berukuran 25-50µm (O’Brien 2009).
7
Lemak bubuk Lemak bubuk merupakan produk yang dikembangkan untuk kemudahan pencampuran, penanganan, dan efisiensi pelelehan. Produk ini dapat dihasilkan menggunakan lemak terhidrogenasi, campuran lemak terhidrogenasi dan pengemulsi, atau campuran lemak dan pengemulsi dengan bahan lain seperti susu skim, pati, telur bubuk, dan lainnya. Terdapat tiga metode dasar dalam pembentukan lemak bubuk yaitu spray cooling, grinding flaked product, serta spray flaking andgrinding. Formula produk dengan lemak, lemak padat, pengemulsi, dan padatan susu untuk penggunaan tertentu biasanya menggunakan bubuk dari proses pendinginan semprot (O’Brien 2009). Sementara itu menurut Tashiro et al. (1989), umumnya terdapat dua proses untuk menghasilkan lemak bubuk yaitu metode pengeringan semprot dan pendinginan semprot. Pengeringan semprot digunakan untuk lemak atau minyak yang diemulsi sehingga dapat menghasilkan lemak bubuk yang stabil dan mudah mengalir. Namun, proses ini membutuhkan energi tinggi, kerusakan lemak pada suhu tinggi dan hilangnya komponen volatil. Permasalahan ini dapat diatasi dengan menggunakan pendinginan semprot. Ribeiro et al. (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh penambahan asam oleat pada asam stearat yang digunakan untuk menghasilkan mikropartikel lemak menggunakan pendinginan semprot. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan asam oleat dapat memodifikasi bentuk kristal, menurunkan titik kristalisasi dan titik leleh. Pendinginan Semprot Pendinginan semprot (spray chilling, spray congealing, spray cooling) merupakan proses pengabutan lelehan dan pendinginan droplet yang dihasilkan sehingga membentuk bubuk yang bersifat padat pada suhu ruang (Sillick dan Gregson 2012). Proses pendinginan semprot meliputi pengabutan lemak pada zona kristal dimana partikel halus yang dihasilkan berinteraksi dengan udara dingin atau gas sehingga menyebabkan kristalisasi lemak (O’Brien 2009). Okuro (2013) menyampaikan bahwa pengabutan dan proses pembekuan merupakan tahapan yang sangat penting. Pengabutan berhubungan dengan proses pemecahan lelehan campuran menjadi partikel kecil dan proses pembekuan berhubungan dengan perubahan fase partikel tersebut menjadi padat. Berdasarkan sistem operasi, ketidakcukupan pendinginan menyebabkan penggumpalan atau pelengketan droplet pada permukaan chamber dan mempengaruhi morfologi dan karakter mikropartikel. Parameter proses yang digunakan pada pendinginan semprot akan mempengaruhi karakter bubuk yang dihasilkan. Parameter proses pendinginan semprot juga ditentukan oleh bahan yang digunakan. Menurut Okuro (2013) bahan lipofilik yang memiliki titik leleh lebih tinggi dari suhu ruang paling sering digunakan pada proses pendinginan semprot sehingga menghasilkan partikel lemak padat. Pendinginan semprot menggunakan bahan yang memiliki titik leleh 32-42⁰C. Proses aliran energi pendinginan semprot berbeda dengan pengeringan semprot. Pada pengeringan semprot energi diberikan pada droplet agar terjadi penguapan pelarut, sementara pada pendinginan semprot energi dilepaskan dari droplet agar terjadi pembekuan. Ketika droplet terbentuk dan berinteraksi dengan
8
media pendingin, mengakibatkan pendinginan droplet hingga mencapai suhu pembekuan. Kemudian suhu konstan selama pelepasan panas dari droplet hingga menjadi mikropartikel yang stabil. Produk yang mengandung beragam asam lemak seperti PKO (palm kernel oil) terhidrogenasi tidak memiliki titik pembekuan yang tepat dan perubahan fase terjadi pada kisaran suhu. Droplet akan melewati tiga tahapan yaitu pendinginan fase cair, pembekuan dan pendinginan fase beku (Okuro 2013). Secara umum, bentuk dan susunan alat pendingin semprot mirip dengan pengering semprot, sehingga pengering semprot dapat digunakan sebagai pendingin semprot dengan menggantikan sumber udara panas dengan udara dingin. Peralatan ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu chamber pendingin dan alat pengabutan (Okuro 2013). Salah satu alat pendingin semprot skala pilot plant adalah FT 81 Tall Form Spray Chiller. Alat ini menggunakan sistem aliran udara dorong dan tarik (push-pull air flow) melalui pengaturan tekanan pada chamber. Udara masuk dialirkan dari bagian atas chamber melalui ruang pendinginan. Kipas pembuangan menarik udara tersebut melalui pipa pembuangan ke bagian bawah chamber melalui cyclone separator dan menghembuskannya ke luar. Pompa digunakan untuk mengalirkan bahan ke nozzle pengabutan. Udara bertekanan juga dialirkan ke nozzle tersebut dengan mengatur katup. Udara bertekanan tersebut akan menyebabkan pengabutan produk dan berinteraksi dengan udara dingin di dalam chamber sehingga terjadi kristalisasi droplet. Partikel droplet yang besar akan jatuh ke tempat penampungan di bawah chamber, sedangkan partikel lebih kecil akan ditarik oleh aliran udara menuju cyclone separator dan dikumpulkan dibawahnya. Beberapa variabel utama yang perlu diperhatikan pada proses pendinginan semprot adalah titik leleh bahan, suhu bahan, suhu chamber, suhu udara pendingin, tekanan udara pengabutan, dan aliran bahan (Ilic et al. 2009). Suhu chamber dapat ditentukan dengan mengatur suhu udara pendingin (inlet temperature). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh parameter proses terhadap karakteristik partikel. Maschke et al. (2007) menyampaikan bahwa dengan meningkatkan tekanan udara dari 5 hingga 6 bar pada pendinginan semprot maka terdapat penurunan ukuran partikel. Ilic et al. (2009) melaporkan bahwa peningkatan laju aliran bahan akan meningkatkan ukuran partikel dan peningkatan tekanan udara akan menurunkan ukuran partikel. Disamping itu, viskositas dapat mempengaruhi ukuran partikel. Viskositas dapat dijaga melalui pengaturan suhu atau berdasarkan jumlah padatan terlarut. Viskositas rendah (suhu tinggi) menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil, sedangkan viskositas yang lebih tinggi menghasilkan ukuran partikel yang lebih besar (Albertini et al. 2008). Menurut Tashiro et al. (1989) metode pengabutan cairan menggunakan putaran cakram berkecepatan tinggi dan gaya sentrifugal tidak cocok karena viskositasnya tinggi. Metode yang lebih baik adalah menggunakan nozzle bertekanan. Untuk mendapatkan ukuran partikel yang diinginkan dapat dilakukan dengan kondisi tekanan berkisar antara 0.1-20 kg/cm2. Penelitian yang dilakukan oleh Ribeiro et al. (2012) menghasilkan mikropartikel lemak dari asam lemak stearat, oleat dan glukosa dengan menggunakan alat pendingin semprot dengan diameter nozzle 0.7 mm, tekanan udara 1.25 kgf/cm2, dan suhu chamber 0⁰C memiliki ukuran partikel berkisar antara 1-350 µm dengan rata-rata diameter
9
81.4-115.6 µm. Berdasarkan Mukai-Corrêa et al. (2004), Önal dan Langdon (2005), ukuran partikel dapat dimanipulasi dengan mengubah-ubah ukuran orifice, laju aliran udara, suhu dan viskositas bahan. Seperti pengeringan semprot, pendinginan semprot telah digunakan sebagai alat utama untuk membuat mikropartikel dan mengenkapsulasi produk farmasi, pangan dan flavor. Menurut Alvim et al. (2012), pendinginan semprot merupakan metode yang baik digunakan untuk mikroenkapsulasi karena kondisi proses yang tidak rumit, dapat memepertahankan komponen volatil dan dapat diaplikasikan dalam skala besar. Disamping itu, pendinginan semprot tidak membutuhkan pelarut organik seperti alkohol atau eter dan tidak menggunakan suhu tinggi (Okuro 2013). Metode ini telah digunakan untuk proses pembuatan mikropartikel lemak padat dari campuran lemak hidrogenasi, asam stearat, dan fitosterol (Alvim et al. 2012), mikroenkapsulasi glukosa oleh campuran minyak stearat, oleat dan menggunakan emulsifier lesitin (Ribeiro et al. 2012), mikrokapsul lipid berupa campuran interesterifikasi lemak, minyak kedelai terhidrogenasi dan tokoferol (Gamboa et al. 2011). Sifat Bubuk Sifat bubuk (powder property) dapat diklasifikasikan sebagai sifat fisik dan sifat kimia. Sifat fisik diantaranya adalah bentuk partikel, densitas dan porositas, karakteristik permukaan, kekerasan, diameter dan ukuran. Sedangkan sifat kimia meliputi komposisi dan interaksinya dengan komponen lain. Sifat produk bubuk juga dapat diklasifikasikan menjadi sifat primer dan sekunder. Sifat primer yaitu sifat individu (particle property) diantaranya densitas partikel, porositas partikel, bentuk, diameter, sifat permukaan, kekerasan atau kelengketan dan sifat sekunder yaitu sifat curah (bulk property) diantaranya densitas kamba, sifat permukaan, kekerasan atau kelengketan (Onwulata 2005). Menurut Fu et al. (2011) bentuk dan ukuran partikel secara signifikan mempengaruhi sifat curah dari bubuk yaitu karakter aliran bubuk pada beberapa tekanan berupa sifat kompresibilitas, permeabilitas dan shear cell. Kompresibilitas merupakan sifat yang mencerminkan kemampuan bubuk untuk bergabung ketika diberikan suatu tekanan normal. Semakin tinggi nilainya maka menunjukkan semakin lengket bubuk tersebut. Permeabilitas merupakan pengukuran tingkat kemudahan bahan dapat melewatkan udara. Sementara, shear cell merupakan pengujian untuk menentukan gaya geser yang dibutuhkan untuk bubuk mulai mengalir. Pengukuran sifat fisik bubuk penting karena sifat tersebut mempengaruhi karakternya selama penyimpanan, penanganan, dan proses. Ukuran partikel merupakan salah satu sifat fisik yang penting karena mempengaruhi daya alir (flowability) bubuk. Umumnya, bubuk dengan ukuran partikel lebih dari 200 µm bersifat mudah mengalir, sedangkan bubuk yang halus cenderung bersifat lengket dan kemampuannya untuk mengalir lebih sulit (Teunou et al.1999). Bodhmage (2006) menambahkan bahwa bubuk dengan bentuk partikel bola mudah mengalir dengan baik dibandingkan bentuk panjang dan tidak beraturan. Daya alir merupakan karakter bubuk yang penting karena berkaitan dengan penanganannya karena sangat mempengaruhi aliran masa dan menentukan pemilihan peralatan penyimpanan seperti hopper dan silo. Sifat ini menentukan energi yang
10
diperlukan untuk memindahkan bubuk dari satu tahapan ke tahapan proses lainnya, kemudahan pencampuran dengan bubuk lainnya dan stabilitasnya selama penyimpanan (Onwulata 2005). Pengujian daya alir dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu diantaranya pengukuran shear strength, sudut gulir, kompresibilitas menggunakan rasio Hausner dan indeks Carr (Bodhmage 2006). Standar ISO 3435 menyatakan penggunaan sudut gulir untuk pengukuran tingkat kelengketan bahan bubuk (Cain 2002). Terdapat dua jenis sudut gulir (angle of repose/AOR) yaitu sudut statis dan sudut dinamis. Menurut Geldart at al. (2006) AOR merupakan metode yang sederhana, dapat dipercaya dan dapat digunakan untuk peralatan penelitian. Terdapat empat metode yang umum digunakan untuk mengukur AOR yaitu fixed height cone, fixed base cone, tilting table dan rotating cylinder. Pada metode fixed height cone, bahan dituang ke dalam corong yang terletak dengan ketinggian tertentu diatas dasar yang datar, sedangkan pada metode fixed base cone corong diisi dengan bahan dan kemudian diangkat perlahan-lahan untuk mengalirkan bahan. Sementara, pada metode tilting table dan rotating cylinder dibutuhkan peralatan yang harus dipasang pada batang melalui bearing sehingga dapat dimiringkan secara perlahan. Uji AOR merupakan metode yang sederhana, cepat dan dapat dipercaya. Semakin kecil nilai sudut maka bubuk bersifat semakin mudah mengalir. Geldart et al. (2006) menunjukkan bahwa tidak terdapat kesepakatan umum terhadap disain atau ukuran alat percobaan, cara pelaksanaan, dan jumlah optimum bubuk yang digunakan. Daya alir bubuk dihitung berdasarkan nilai sudut gulir statis (static angle of repose) yaitu sudut gulir yang menunjukkan keadaan bubuk pada tumpukan. Klasifikasi daya alir bubuk berdasarkan nilai sudut gulir menurut Carr yang disebutkan di dalam Bodhmage (2006), yaitu 25-30⁰ sangat mudah mengalir (very free flowing), 30-38⁰ mudah mengalir (free flowing), 38-45⁰ cukup mengalir (fair to passable flow), 45⁰-55⁰ lengket (cohesive), dan >55⁰ sangat lengket (very cohesive). Daftar Pustaka Albertini B, Passerini N, Pattarino F, Rodriguez L. 2008. New spray congealing atomizer for the microencapsulation of highly concentrated solid and liquid substances. Eur J Pharm Biopharm69:348–357 Alvim ID, Souza FS, Kour IP, Jurt T, Dantas FBH. 2012. Use of the spray chilling method to deliver hydrophobic components: physical characterization of microparticles. J Ciênc Tecnol Aliment Camp33(1): 34-39 Bodhmage A. 2006. Correlation between physical properties and flowability indicators for fine powders characterisation of food powder flowability. Thesis. Department of Chemical Engineering University of Saskatchewan. Cain J. 2002. An alternative technique for determining ANSI/CEMA standard 550 flowability ratings for granular materials. Powder Hand. Proc. 14 (3): 218220 Carr RL. 1970. Particle behaviour, storage and flow. British Chem Eng15(12):1541−1549 El-Hadad NNM, Youssef MM,El-Aal MHA, Abou-Gharbia HH. 2011. Utilisation of red palm olein in formulating functional chocolate spread. Food Chem 124:285–290
11
Fennema OR. 1996. Food chemistry 3rd edition. Marcel Dekker Inc. New York Fu X, Huck D, Makein L, Armstrong B, Willen U, Freeman Y. 2012. Effect of particle shape and size on flow properties of lactose powders. Particuology 10: 203– 208 Gamboa OD, Gonçalves LG, Grosso CF. 2011. Microencapsulation of tocopherols in lipid matrix by spray chilling method. J Procedia Food Sci 1:1732 – 1739 Gee PT. 2007. Analytical characteristics of crude and refined palm oil and fractions. Eur. J. Lipid Sci. Technol. 109: 373–379 Geldart D, Abdullah EC,Hassanpour A, Nwoke LC dan Wouters I. 2006. Characterization of powder flowability using measurement of angle of repose.China Particuology.4 (3): 104-107 GhotraBS, Dyal SD, Narine SS. 2002. Lipid shortenings: a review. Food Research Int35:1015–1048 Ilic I, Dreu R, Burjak M, Homar M, Kerc J, Srcic S. 2009. Microparticle size control and glimepiride microencapsulation using spray congealing technology.Int J Pharm 378: 176–183 Marangoni AG. 2005. Crystallization kinetics. Di dalam: Marangoni AG, editor. Fat Crystal Networks. New York: Marcel Dekker, Inc. hlm 21-82 Maschke A, Becker C, Eyrich D, Kiermaier J, Blunk T, Göpferich A. 2007. Development of a spray congealing process for the preparation of insulinloaded lipid microparticles and characterization thereof, Eur J Pharm Biopharm 65:175–187 Mayamol PN, Balachandran C, Samuel T, Sundaresan A, Arumughan C. 2007. Process technology for the production of micronutrient rich red palm olein. J Amer Oil Chem Soc 84:587–596 Metin S, Hartel RW. 2005. Crystallization of fats and oils. Di dalam: Shahidi F, editor. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Ed ke-6. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. hlm 45-76 Mukai-Corrêa R, Prata AS, Alvim ID, Grosso CRF. 2004. Controlled release of protein from hydrocolloid gel microbeads before and after drying. Current Drug Delivery 1: 265–273 Önal U, Langdon CJ. 2005. Development and characterization of complex particles for delivery of amino acids to early marine fish larvae. Marine Biol 146(5): 1031–1038 O’Brien RD. 2009. Fats and oils : formulation and processing for applications third edition. CRC Press. Boca Raton Okuro PK, Junior FEM, Favaro-Trindade. 2012. Technological challenges for spray chilling encapsulation of functional food ingredients. Food Technol Biotechnol 51 (2): 171–182 Onwulata C. 2005. Encapsulated and powdered foods. CRC press. Boca Raton Ribeiro MDMM, Arellano DB, Grosso CRF. 2012. The effect of adding oleic acid in the production of stearic acid lipid microparticles with a hydrophilic core by a spray-cooling process. Food Research Int 47: 38–44 Sato K. 1999. Solidification and phase transformation behaviour of food fats. Fett/Lipid 101(12): 467–474 Sillick M, Gregson CM. 2012. Spray chill encapsulation of flavors within anhydrous erythritol crystals. J LWT - Food Sci and Technol 48: 107-113
12
Sugiyono, Wibowo M, Soekopitojo S, Wulandari N. 2012. Pembuatan bahan baku spreads kaya karoten dari minyak sawit merah melalui interesterifikasi enzimatik menggunakan reaktor batch. J Teknol Indust Pangan 2(23): 117125 Tashiro Y, Baba H, Obatake K, Sakka H, Sohara I. 1989. Process for producing fat powder. United States Patent. 4855157 Teunou E, Fitzpatrick JJ, Synnott EC. 1999. Characterisation of food powder flowability. J Food Eng 39: 31-37 Widarta IWR, Andarwulan N, Haryati T. 2012. Optimasi proses deasidifikasi dalam pemurnian minyak sawit merah skala pilot plant. J Teknol Indust Pangan 1(23): 41-46 Wittcoff HA, Reuben BG, Plotkin JS. 2004. Industrial organic chemicals 2nd edition. A John Wiley & Sons Inc. New Jersey
13
3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Oktober 2014. Tempat penelitian adalah Pilot Plan Minyak dan Lemak, Laboratorium Kimia SEAFAST CENTER, serta Laboratorium Pengembangan Produk dan Proses Pangan, Laboratorium Research Pengolahan Pangan, Laboratorium Analisis Pangan Terkareditasi dan Instrumen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit merah (MSM) fraksi stearin (red palm stearin / RPS) dan fraksi olein (red palm olein / RPOn) dari SEAFAST CENTER, LPPM, IPB (Bogor, Indonesia), serta FHPO (fully hydrogenated palm oil) dari PT Salim Invomas Pratama (Surabaya, Indonesia). Bahan kimia yang digunakan adalah, Na2S2O3, heksana, pereaksi Wijs, KI, pati, kloroform, air destilata, asetonitril, dan aseton. Peralatan utama yang digunakan adalah pendingin semprot (FT 81 Tall Form Spray Chiller). Peralatan analisis yang digunakan adalah spektrofotometer UV-VIS 2450 Shimadzu, Differential Scanning Calorimetry (DSC-60 Shimadzu), mikroskop polarisator Olympus BH2-BHSP yang dihubungkan dengan kamera digital Olympus ToupCamTM, Chromameter CR300 Minolta, Powder Flowability Index Test Instrument-Flodex, High Performance Liquid Chromatography (HPLC Hewlett Packard series 1100), viskometer Brookfield, termometer, neraca analitik, hotplate, dan alat gelas yang digunakan untuk analisis. Desain Penelitian Penelitian ini dirancang dalam 3 tahapan penelitian, secara umum disajikan pada Gambar 3.1 yang terdiri atas: 1. Pengkondisian Alat Pendinginan Semprot 2. Penentuan Formula Lemak Bubuk 3. Pengaruh Parameter Proses dan Formula Lemak terhadap Karakteristik Lemak Bubuk
14
Pengkondisian Alat Pendinginan Semprot
Penentuan Formula Lemak Bubuk
Tujuan: mempelajari alat pendinginan semprot agar dapat dioperasikan dengan baik dan benar
Tujuan: memperoleh kisaran formula lemak yang akan digunakan sebagai bahan pembuatan lemak bubuk
Pendinginan semprot 300 g FHPO
Cara pengaturan dan stabiltas parameter proses
Rendemen proses
Pencampuran bahan skala laboratorium
RPOn, RPS, FHPO
Karakteristik fisik dan kadar β-karoten hitung campuran lemak
SMP, kadar β-karoten
Formula lemak bubuk terpilih
SMP, profil TAG, IV, Viskositas app,
Pengaruh Parameter Proses dan Formula Lemak terhadap Karakteristik Lemak Bubuk Tujuan: mengetahui pengaruh parameter proses dan formula lemak untuk dapat menghasilkan lemak bubuk kaya β-karoten dan mudah mengalir pada suhu ruang
Formula lemak bubuk terpilih Formula lemak bubuk Pengaruh suhu udara pendingin, tekanan udara semprot, laju aliran bahan dan formula lemak terhadap karakterisitk lemak bubuk
Parameter proses
Lemak bubuk kaya βkaroten dan mudah mengalir
Daya alir, titik leleh, ukuran partikel, kadar β-karoten, dan warna
Gambar 3. 1 Diagram alir pelaksanaan penelitian
15
Pengkondisian alat pendinginan semprot Alat pendinginan semprot terdiri dari (1) chamber yang merupakan ruang tempat terjadinya kristalisasi partikel bubuk. (2) Sumber pendingin yang terhubung dengan penukar panas untuk menurunkan suhu udara pendingin ke dalam chamber dan dilengkapi dengan pengatur suhu pendingin/T. (3) Kompresor yang berfungsi menghasilkan udara bertekanan untuk proses pengabutan dan dilengkapi dengan katup pengatur tekanan/P2. (4) Pompa bahan (progressing cavity pump) untuk mengalirkan bahan ke nozzle pengabutan melalui pengaturan kecepatan pada panel kontrol. (5) Nozzle yang merupakan alat untuk proses pengabutan bahan menjadi partikel bubuk. (6) Cyclone separator yang memisahkan partikel bubuk dari aliran udara. (7) inlet dan exhaust fan yang berfungsi untuk mengalirkan dan menarik udara pendingin selama proses. (8) Wadah bahan berkapasitas 5 liter yang dilengkapi jaket pemanas. (9) Wadah penampung bubuk di bawah chamber dan cyclone separator. (10) Panel kontrol yang berfungsi sebagai panel pengaturan dan display parameter. Pengkondisian alat dilakukan untuk memastikan bahwa prosedur penggunaan alat dapat dilakukan dengan baik melalui pengamatan terhadap stabilitas parameter dan rendemen proses. Bahan yang digunakan untuk tahap pengkondisian alat adalah FHPO (300 g). Parameter proses pendinginan semprot diatur sebagai berikut, suhu sumber pendingin 15°C, kecepatan pompa 42 g/menit, tekanan udara 0.6 bar, dan suhu bahan 83-85°C. Prosedur proses pendinginan semprot yaitu, (i) persiapan alat, alat dinyalakan dan suhu sumber pendingin diatur sesuai parameter yang diinginkan, serta alirkan air panas untuk proses flushing (pembilasan) jalur bahan dan nozzle. (ii) Nyalakan kipas udara dan tunggu hingga suhu udara masuk telah stabil. (iii) Setelah flushing, lemak yang telah dilelehkan kemudian dipompakan dengan pompa bahan pada kecepatan tertentu. Lalu segera pasang pipa jalur bahan pada nozzle sesaat setelah bahan keluar dari jalur. (iv) Setelah bahan habis, matikan sumber pendingin dan kipas udara. Lepas pipa jalur dari nozzle, lalu bilas jalur dengan air panas. (v) Kumpulkan produk lemak bubuk yang terdapat pada wadah penampung chamber dan cyclone separator. Penentuan formula lemak bubuk Pembuatan formula dilakukan dengan metode pencampuran bahan pada skala laboratorium. Terlebih dahulu dilakukan analisis titik leleh (slip melting point/SMP) menggunakan metode kapiler dan kadar β-karoten bahan baku RPS, RPOn dan FHPO. Pencampuran dilakukan dengan cara memanaskan masingmasing bahan pada kisaran titik lelehnya, lalu dicampurkan dan diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 15 menit. Kemudian campuran tersebut disimpan pada suhu 15°C. Sampel campuran lemak dan minyak yang telah padat tersebut diamati dan dinilai (1-10) tingkat kelengketan dan kekerasannya secara manual. Tingkat kekerasan 1 menunjukkan kekerasan seperti RPS dan 10 seperti FHPO, sedangkan tingkat kelengketan 1 menunjukkan kelengketan seperti FHPO dan 10 seperti RPS. Sampel yang memiliki karakteristik tekstur yang tidak lengket dan cukup keras digunakan sebagai kisaran formulasi lemak bubuk. Setiap formula yang
16
dipilih kemudian dianalisis titik leleh (SMP), profil trigliserida, bilangan iod, dan viskositas apparent. Pengaruh parameter proses dan formula lemak terhadap karakteristik lemak bubuk Formula awal yang digunakan sebagai bahan pembuatan lemak bubuk diperoleh dari tahapan sebelumnya. Proses pembuatan lemak bubuk dilakukan melalui tahapan, (i) persiapan campuran lelehan lemak. RPO, RPS, dan FHPO (sesuai formula) masing-masing dilelehkan pada kisaran titik lelehnya, kemudian dicampur dan diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 15 menit pada suhu 10°C diatas titik leleh campuran tersebut. (ii) Lelehan campuran lemak tersebut (300 g) kemudian dipompakan ke nozzle, yang terdapat pada bagian bawah chamber. Selanjutnya lemak bubuk yang terbentuk di dalam chamber dikumpulkan di dalam penampung bubuk yang terdapat di bawah chamber dan cyclone separator. Lemak bubuk tersebut kemudian dianalisis karakteristiknya yaitu daya alir dan kadar β-karoten. Tabel 3. 1 Rancangan percobaan pembuatan lemak bubuk Suhu udara Tekanan udara Laju aliran bahan Kombinasi semprot (bar) (g/menit) pendingin (⁰C) A 10, 15, 20 0.4, 0.6, 0.8, 1.2, 1.6 42 B 15 0.4, 0.8, 1.2 42, 64, 112 Rancangan percobaan yang digunakan adalah faktorial kombinasi beberapa parameter proses yang ditampilkan pada Tabel 3.1. Rancangan ini digunakan untuk formula lemak terpilih pada tahapan penentuan formula lemak bubuk. Lemak bubuk yang diperoleh melalui kombinasi parameter tersebut dianalisis daya alir, distribusi ukuran partikel, titik leleh, kadar β-karoten dan warna. Prosedur Analisis 1. Analisis Daya Alir Lemak Bubuk Analisis daya alir menggunakan metode tuang seperti yang dilakukan oleh Wouters dan Geldart (1996) dengan sedikit modifikasi. Peralatan yang digunakan ditampilkan pada Gambar 3.2. Alat ini terdiri dari 2 corong SS dengan diameter bagian bawah 0.9 cm dan 2 cm yang dipasang bertingkat diatas permukaan datar. Sebanyak 100 g sampel bubuk dituang secara perlahan-lahan dengan waktu tertentu (±1 menit) dan dilakukan 5 kali pengulangan. Tumpukan bubuk diukur diameter (d) dan tingginya (t).Sudut gulir (α) merupakan sudut kemiringan tumpukan bubuk dengan permukaan datar (tan-1α = t/d/2).
17
Gambar 3. 2 Alat pengukur sudut gulir 2. Analisis Titik Leleh Lemak Bubuk Analisis titik leleh lemak bubuk menggunakan metode AOCS Cj1-94 Official Methods (2003) melalui sedikit modifikasi. Sampel ditimbang sebanyak ±5 mg di dalam Al hermetic pan. Kemudian pan tersebut ditutup dan dipres. Pan kosong juga disiapkan untuk referensi. Alat DSC dinyalakan dan diatur kenaikan suhunya 5oC per menit. Alat dikontrol dengan perlakuan suhu 25oC sampai 80oC. 3. Analisis Distribusi Ukuran Partikel Lemak Bubuk Analisis ini mengikuti prosedur yang dilakukan oleh Ursica et al.(2005) dengan sedikit modifikasi. Sebanyak 0.1 gram sampel lemak bubuk disuspensikan ke dalam 5 ml etanol 96% (Ilic et al. 2009), divorteks, diteteskan di atas hemasitometer dan ditutup dengan kaca penutup. Segera dilakukan pengamatan pada 10 area pandangdengan perbesaran 100x. Ukuran partikel ditentukan berdasarkan panjang diameter yang diukur menggunakan software Topview. 4. Slip Melting Point Metode Kapiler (AOCS Cc3-25 2003) Sedikitnya 3 buah pipa kapiler gelas berdiameter ±1 mm dicelupkan ke dalam sampel yang telah terlebih dahulu dilelehkan hingga minyak naik setinggi 1 cm di dalam pipa kapiler. Pipa kapiler yang telah berisi sampel didiamkan pada suhu 4-10⁰C selama 16 jam. Pipa kapiler diikat pada termometer sehingga ujung pipa kapiler sejajar dengan ujung termometer. Pipa kapiler dan termometer tersebut dicelupkan ke dalam gelas piala berisi air dengan suhu 8-10⁰C di bawah dugaan SMP contoh. Gelas piala diletakkan di atas hotplate dengan peningkatan suhu 0.5-1⁰C/menit. Pembacaan suhu dilakukan ketika sampel yang berada dalam pipa kapiler tersebut meleleh dan bergerak naik sampai tanda batas atas. Pengukuran dilakukan dengan tiga ulangan. 5. Profil Trigliserida (AOCS Ce5b-89 2003) -
Persiapan Sampel Larutkan sampel dalam pelarut yang sesuai (aseton atau asetonkloroform dengan perbandingan (v/v) 1:1), sehingga didapatkan larutan 5% (b/v). - Analisis Sampel HPLC yang digunakan memiliki tipe pompa isokratik, fase gerak berupa aseton:asetonitril (v/v) (85:15) dan kolom yang digunakan adalah dua kolom
18
C-18 dengan ukuran 4.6 x 250 mm dan ukuran partikel 5 µm yang dipasang secara seri serta menggunakan detektor RID pada λ 220 nm. Larutan dari tahap persiapan sampel diinjeksikan 20 μL ke dalam HPLC dengan menggunakan syringe. Laju aliran fase gerak diatur sebesar 1 ml/menit. Analisis dilakukan secara duplo. - Identifikasi Trigliserida Identifikasi dilakukan dengan membandingkan peak kromatogram dan waktu retensi sampel dengan standar trigliserida (TG). Standar TG yang digunakan adalah fully hydrogenated soybean oil (FHSO) yang mengandung TG (PPP, PPS, PSS, SSS), refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) yang mengandung TG (PLO, PLP, OOO, POO, POP, PPP), cocoa butter yang mengandung TG (POP, POS, SOS, SOA) dan standar murni yang mengandung TG (OOO, POO, SOO, PPP, SSS). Dimana P adalah palmitat yang merupakan asam lemak jenuh (saturated), L adalah linoleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh (unsaturated), O adalah oleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh (unsaturated), dan S adalah stearat yang merupakan asam lemak jenuh (saturated). Persentase trigliserida dihitung melalui perbandingan luas area TG yang diinginkan terhadap jumlah luas area TG yang teridentifikasi. 6. Kadar β-Karoten (PORIM P2.6 1995) Sebanyak 0.1 gram sampel dilarutkan dengan heksana dalam labu ukur 25 ml sampai tanda tera, lalu dikocok hingga benar-benar homogen. Selanjutnya serapan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 446 nm. Analisis dilakukan secara duplo dan pembacaan pada alat sebanyak tiga kali. Pengenceran dilakukan apabila absorbansi yang diperoleh nilainya lebih dari 0.700. Total β-karoten dihitung dengan cara : Kadar β-karoten = 7. Analisis Bilangan Iod (AOCS Cd1-25 2003) Sebanyak ±0.5 g sampel ditimbang dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 15 ml kloroform untuk melarutkan sampel. Setelah sampel larut, sebanyak 25 ml pereaksi Wijs dimasukkan ke dalam campuran tersebut, dikocok, dan ditempatkan dalam ruang gelap suhu 25±5⁰C selama 30 menit. Setelah itu, dilanjutkan dengan penambahan 20 ml KI 10% dan air destilata sebanyak 100 ml. Campuran dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1N dan dikocok kuat hingga warna kuning hampir hilang. Tambahkan 1-2 ml indikator pati ke dalam campuran tersebut. Titrasi dilanjutkan lagi hingga warna biru hilang. Analisis dilakukan secara triplo. Bilangan iod sampel dihitung menggunakan rumus: Bilangan Iod (mg Iod/g sampel) =
19
Keterangan : W = berat sampel lemak (gram) Vb = volume Na2S2O3 untuk titrasi blanko (ml) Vs = volume Na2S2O3 untuk titrasi contoh (ml) N = Konsentrasi Na2S2O3 hasil standardisasi (N) 8. Viskositas Apparent (AOCS Ja10-87 2003) Viskositas diukur menggunakan viskometer Brookfield. Sampel formula lemak bubuk dilelehkan pada suhu bahan proses pendinginan semprot (10°C > SMP formula). Nilai viskositas diukur dengan rumus : Viskositas (cP) = skala alat x faktor pengali (berdasarkan speed dan spindle) 9. Analisis Warna Pengujian warna pada penelitian dilakukan dengan menggunakan Chromameter CR 300 Minolta. Prosedur yang dilakukan adalah pertama, lakukan kalibrasi terlebih dahulu dengan menekan tombol ”CALIBRATE”; masukkan data kalibrasi Y, x dan y yang terdapat pada penutup bagian plat kalibrasi. Kemudian letakkan measuring head pada plat kalibrasi yang berwarna putih, tekan tombol “MEASURE‟. Biarkan alat bekerja secara otomatis sebanyak tiga kali hingga pengukuran selesai. Selanjutnya sampel diukur dengan cara, Pertama letakkan measuring head pada contoh yang akan diukur, tekan tombol “MEASURE‟, tunggu beberapa saat hingga pengukuran selesai. Pengukuran menghasilkan nilai L, a dan b. L menyatakan parameter kecerahan (warna akromatik, 0: hitam sampai 100: putih). Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a (a+ = 0-100 warna merah, a- = 0-(-80) warna hijau. Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+ = 0-70 warna kuning, b- = 0-(-70) warna biru. Pengujian warna dilakukan sebanyak dua kali ulangan. 10. Analisis Data Data yang diperoleh ditampilkan dalam tabel dan grafik menggunakan software Microsoft Excel, serta dianalisis uji ragam ANOVA Univariate, korelasi Pearson dan uji lanjut Duncan menggunakan software SPSS. Daftar Pustaka [AOCS] American Oil Chemists’ Society. 2003. Official Recommended Practices of the AOCSCc3-25. USA [AOCS] American Oil Chemists’ Society. 2003. Official Recommended Practices of the AOCSCd1-25. USA [AOCS] American Oil Chemists’ Society. 2003. Official Recommended Practices of the AOCS Ce5b-89. USA [AOCS] American Oil Chemists’ Society. 2003. Official Recommended Practices of the AOCS Cj1-94. USA [AOCS] American Oil Chemists’ Society. 2003. Official Recommended Practices of the AOCS Ja10-87. USA
Methods and Methods and Methods and Methods and Methods and
20
Ilic I, Dreu R, Burjak M, Homar M, Kerc J, Srcic S. 2009. Microparticle size control and glimepiride microencapsulation using spray congealing technology. Int J Pharm. 378:176-183. [PORIM] Palm Oil Research Institute of Malaysia. 1995. Porim test methods P2.6. Palm Oil Research Institute of Malaysia. Ursica L, Tita D, Palici I, Tita B, Vlaia V. 2005. Particle size analysis of some water/oil/water multiple emulsions. J Pharm and Biomed Anal. 37:931-936. Wouters IMF, Geldart D. 1996. Characterising semi-cohesive powders using angle of repose. J Part Part Syst Charact. 13:254-259.
21
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan pada tesis ini dibagi menjadi empat subbab yaitu (i) pengkondisian alat pendinginan semprot, (ii) the study of spray chilling parameters in β-carotene-rich fat powder production, yang ditulis dalam bahasa Inggris karena disiapkan untuk Journal of Food Process Engineering, (iii) penggunaan minyak sawit merah untuk pembuatan lemak bubuk kaya β-karoten melalui proses pendinginan semprot, yang telah diterima untuk diterbitkan pada jurnal Agritech Vol. 35, No. 4, November 2015, dan (iv) pembahasan umum. A
Pengkondisian Alat Pendinginan Semprot
Alat pendinginan semprot (lihat Gambar 4.1) dapat digunakan dengan baik untuk menghasilkan lemak bubuk dan bisa dioperasikan dengan baik karena menghasilkan nilai rendemen dan parameter yang stabil selama proses. Rendemen lemak bubuk pada proses pendinginan semprot dengan lima kali ulangan diperoleh sebesar 80.90±1.09% (Tabel 4.1). Kehilangan sejumlah produk yang dihasilkan terjadi akibat bahan dan bubuk menempel pada jalur dan dinding chamber serta adanya tahapan pembilasan jalur sebelum dilakukan penyemprotan. Tabel 4. 1 Rendemen proses pendinginan semprot Penampung Chamber Siklon Total
Rendemen (%) 1 2 3 4 5 62.27 62.93 60.27 60.60 61.27 20.23 16.90 19.90 20.90 19.23 82.50 79.83 80.17 81.50 80.50
Rataan (%)
Sd
61.47 19.43 80.90
1.12 1.54 1.09
Pada tahapan pengkondisian alat ini juga diamati bahwa parameter proses pendinginan semprot terkendali dengan baik, dengan nilai yang stabil selama proses berlangsung. Parameter proses pada alat pendinginan semprot yang diamati terutama parameter suhu udara pendingin, tekanan udara semprot dan laju aliran bahan (Lampiran 1-2). Suhu udara pendingin diperoleh melalui pengaturan suhu sumber pendingin (glycol). Pengaturan suhu sumber pendingin 15°C menghasilkan suhu udara pendingin 18-20°C. Selanjutnya, untuk mendapatkan suhu udara pendingin 10°C dan 15°C dilakukan pengaturan suhu sumber pendingin masing-masing sebesar 4°C dan 10°C. Dari pengamatan yang dilakukan (Lampiran 1-2) parameter proses tersebut bisa dikendalikan dengan baik. Pada tahapan ini juga diperoleh hubungan antara kecepatan pompa dan laju aliran bahan. Laju aliran bahan diperoleh melalui pengaturan kecepatan pompa bahan. Pengaturan kecepatan pompa pada 15 Hz menghasilkan laju aliran bahan 42 g/menit. Selanjutnya, kecepatan pompa 25 Hz dan 35 Hz menghasilkan laju aliran bahan masing-masing sebesar 64 g/menit dan 112 g/menit. Stabilitas laju aliran bahan dapat diamati melalui tekanan aliran bahan. Terjadinya fluktuasi tekanan dapat disebabkan oleh adanya “pengotor” yang terdapat pada lelehan bahan lemak. Oleh karena itu, sebelumnya perlu dipastikan bahan lemak telah leleh sempurna dan tidak terdapat “pengotor”. Suhu bahan selama proses
22
dipertahankan melalui pemanas (heater) yang terpasang pada wadah bahan, jalur dan nozzle. Selama proses pendinginan semprot berjalan, perlu diperhatikan kestabilan tekanan aliran bahan berada di bawah 1.5 bar yang menunjukkan bahwa tidak terjadi penyumbatan pada jalur. Dengan demikian, alat pendinginan semprot telah dapat dijalankan dengan baik untuk tahapan penelitian selanjutnya.
B
The Study of Spray Chilling Parameters in β-Carotene-Rich Fat Powder Production1* Abstract
β-Carotene-rich fat powder was prepared using 1:1:3 weight based ratio of red palm olein, red palm stearin and fully hydrogenated palm oil. The spray chilling process was observed to evaluate the influence of different processing parameters on fat powder properties. An increased liquid feed rate from 42 to 112 g/min or decreased atomizing air pressure from 1.6 to 0.4 bar was found to increase the flowability of fat powder, while the cooled air temperature from 10 to 20˚C did not affect the flowability significantly. Higher particle size resulted in better flowability. The free flowing β-carotene-rich fat powder can be obtained by using air pressure of ≤ 0.8 bar and liquid feed rate of ≥ 112 g/min. The β-carotene content of fat powder produced with these parameters was 131.91±0.71 ppm. Keywords: fat powder, β-carotene, spray chilling, flowability Introduction Fats are the main ingredient in many products, such as in shortening, margarine, filling fat, coating fat, and cocoa butter replacer. Specifically, many of these products require solid fat which has a melting point above room temperature as an ingredient. Solid fat is available from naturally occuring vegetable soure, such as palm oil, or through fat modification by fractionation and/or hydrogenation processes. Generally, solid fat is supplied in the bulk form, making difficult to handle in transportation and formulation at food manufacturing environment. Handling of solid fat as ingredient is considered more effective if it is in the form of powder. The main advantages of ingredient in powder form are easier to transport and handle, more precise to mix it with other materials (Chen and Li 2009). However, the availability of fat ingredient in the form of powder (fat powder) is still limited. Fat powder may be produced by spray chilling technique. The principles of spray chilling are (i) molten fat is atomized and then (ii) cooled at a temperature lower than melting point so that the atomized fats will form prills or powders that are solid at room temperature (Tashiro et al. 1989, Sillick and Gregson 2012). Thus, this technology is suitable for producing pure fat with melting point in range of 30-60⁰C in the powder form. Flowability is one of the most important powder properties especially with regard to handling practices in food manufacturing environment. Flowability of powder is particular important in determining (i) the most effective conveyor *Makalah ini disiapkan untuk dikirmkan pada Journal of Food Process Engineering
23
system, (ii) blending effectiveness, and (iii) stability during storage due to segregation or caking phenomena (Onwulata 2005). In the food industry, spray chilling technology is becoming important for production of a fat based functional food ingredient (Okuro et al. 2013). Using spray chilling technology production of of lipid microparticles containing tocopherol (Gamboa et al. 2011) and glucose encapsulation Ribeiro et al. (2012) have been published. Palm oil has been known as a rich source of carotenoid. Palm oil refinery process to maintain the high content of carotenoids has been established, resulting in a red palm oil rich of carotenoid (Widarta et al. 2008, Astuti et al. 2010). Olein fraction of red palm oil is one of the richest carotenoid sources, containing βcarotene of 460 ppm (Alyas et al. 2006) to 542.09 ppm (Dauqan et al. 2011). The objective of our research was to study spray chilling process of molten formulated mixture of red palm oil with other fats to produce carotenoids-rich fat powder having good flowability. Specifically, effects of spray chilling processing parameters, namely the molten material feed rate, the atomizing pressure, and the cooled air temperature on the flowability of the fat powder will be studied. Materials and Methods Materials Materials used for fat powder production were red palm olein (RPOn), red palm stearin (RPS), and fully hydrogenated palm oil (FHPO). RPOn and RPS were obtained from Southeast Asia Food and Agricultural Science and Technology (Bogor, Indonesia), and FHPO was obtained from PT Salim Invomas Primary (Surabaya, Indonesia). Fat powder preparation At the preliminary study, molten fats were prepared by mixing a total of 300 g of RPO, RPOn, and FHPO at different proporsion. This molten fat was then atomized and solidified to produce fat powder by using the Armfield FT 81 Tall Form Spray Chiller (England), schematically presented in Fig. 4.1. The molten fat was pumped through the buttom of the chamber with constant flow rate, to be atomised by an external mix 2-fluid nozzle and then cooled in the chamber for solidification as a powder. Two powder collection points were provided, one at the bottom of the main chamber, and one on the cyclone separator. Preliminary research was aim to obtain a working parameter of the spray chilling process and proportion of RPOn, RPS and FHPO to produce fat powder with acceptable flowability.
24
Heat exchanger Inlet fan T 1
Control panel
Coolant source Chamber
Compressor
Material vessel
Exhaust fan
P Nozzle V
Feed pump
Cyclone separator Powder container
Coolant Cooled air Ambient air
Powder container
P: Atomizing air pressure controller V: Liquid feed rate controller T : Cooled air temperature controller
Atomizing air Material
Fig. 4. 1 Spray chiller scheme As the main research, the influence of atomizing air pressure, liquid feed rate and cooled air temperature on the properties of fat powder was studied (Table 5.1). The fat powder obtained were analyzed for its flowability (Wouters and Geldart 1996), particle size distribution (Ursica et al. 2005), melting point (AOCS Cj1-94 Official Method 2003), and β-carotene content (PORIM 1995). Table 4. 2 The experimental design of β-carotene-rich fat powder production Combination A B
Cooled air temp. (±1⁰C) 10, 15, 20 15
Atomizing air press. (bar) 0.4, 0.6, 0.8, 1.2, 1.6 0.4, 0.8, 1.2
Molten fat feed rate (g/min) 42 42, 64, 112
Flowability analysis (Wouters and Geldart 1996) Flowability of powder was measured as the static angle of repose (AOR) using the pour method of Wouters and Geldart (1996). The device used to measure AOR was Powder Flowability Index Test Instrument-Flodex (United States) with a minor modification. It consisted of two Stainless steel funnel arranged parallel, with an outlet diameter of 0.9 cm (below) and 2 cm (above), fixed on a metal stand. 100 g of fat powder was poured gradually through the top of funnel over a certain period. The powder flowed out to form a cone on the base, then measured its diameter (d) and height (t). AOR (α) was calculated by tan-1α = t/d/2. This procedure was repeated five times and an average value was calculated.
25
Particle size distribution analysis (Ursica et al. 2005) This analysis was performed using a polarimetry microscope Olympus BH2BHSP connected to a digital camera Olympus ToupCamTM (Japan) and a computer in order to obtain images and to measure the particles diameter. This analysis followed the procedures performed by Ursica et al. (2005) with a slight modification. A number of 0.1 grams fat powder was suspended in 5 ml ethanol 96% (Ilic et al. 2009), vortex, dripped on hemocytometer and covered with a glass cover. It was immediately observed on 10 viewing area with 100x magnification. The particle size was determined by the diameter of particle measured with Topview software. Melting point analysis (AOCS Cj1-94 Official Method 2003) Melting point of the fat powder was evaluated by using Differential Scanning Calorimetry 60 Shimadzu (Japan) according to AOCS Cj1-94 Official Method (2003) with a minor modification. 5 mg fat powder was weighed in Al pan, then hermetically closed and pressed. An empty pan was also prepared as a reference. The DSC instrument was turned on, set the temperature rise of 5°C/min, and controlled the temperature of 25oC to 80oC. Results and Discussion From the preliminary study we found that spray chilling technique can be used to produced fat powder. Operated at atomizing air pressure of 0.4 – 1.6 bar, liquid feed rate of 42 – 112 g/min, and cooled air temperture of 10 - 20°C, the Armfield FT 81Tall Form Spray Chiller (England) was able to produce fat powder from mixture of molten fats consisting of RPOn, RPS, and FHPO with proportion of 1:1:3 (w/w/w). During several runs, the equipment showed consisten performances, indicated by relatively constant fat powder yield at 80.19 ± 0.93%. Product losses during the process was caused mainly by materials and powder sticking to the pipe lines and the chamber walls as well as due to the initial flushing before spraying. Furthermore, spray chilling processing parameter used in this study (cooled air temperature, atomizing air pressure, and liquid feed rate) also appear in control and remained constant during the operation, indicated that the spray chiller can be operated as expected. The mixture of molten fats of RPO, RPOn, and FHPO with proportion of 1:1:3 (w/w/w) was used for further study. The fat formulation (RPOn:RPS:FHPO of 1:1:3 w/w/w) had the characteristic of iodine value of 21.58 mg/g, SMP (slip melting point) of 54.0–54.5°C, triglycerides composition of POO 12.88±0.39%, POP 15.66±0.08%, POS 27.85±0.59% dan SOS 17.17±0.43%, where P is palmitat, O is oleat and S is stearat. Fat powder obtained has carotenoidsexpressed as β-carotene (PORIM 1995) content of 131.91 ± 0.71 ppm. This value was little lower as compared to that calculated one (137.84 ppm) based on βcarotene of the starting fats used.
26
Effect of cooled air temperature on AOR of fat powder Cooled air is used to control the temperature of cooling chamber where solidification of sprayed fat particle taking place. Fat particles undergo three stages of cooling during spray chilling process, namely, liquid cooling, solidification and particle cooling. In an operational perspective, insufficient cooling leads to agglomeration of the particle and/or adhesion on the surface of the chamber, thus negatively affecting the morphology, process efficiency and properties of the microparticles (Okuro et al. 2013).
Fig. 4. 2 Influence of cooled air temperature (10, 15 and 20oC) and and atomizing air pressure (0,4 bar – 1,6 bar) on AOR of fat powder obtained using spray chilling process operated at constant liquid feed rate of 42 g/min. The data presented in Fig. 4.2 indicate the effect of cooled air temperature on AOR. The angle of repose provides a reliable, quick and simple method to evaluate the flowability of powders. Lower value of angles of repose correspond to better free flowing of powders, whereas higher value indicate a cohesive nature or poor flowing of powder material. Our results shows that cooled air temperature used in this study may provide sufficient cooling process of the sprayed molten fat particle to become solid in the form of powder. Cooled air temperature in the range of 10 (± 1), 15 (± 1) and 20 (± 1)°C, however, did not significantly (p>0.05) affect the AOR of fat powder. We suggest that, in the same of other parameters, the interaction between molten fat particle at temperature of 63 ± 1°C and cooled air of 10-20°C produced similar cooling and solidification or crystallization process. The recidence time of droplets in the spray cooling chamber is only a few seconds (Okuro et al. 2013). So, temperature differences between temperature of molten fat and that of cooling chamber (ΔT of 43-53˚C) and a very short contact time between the cooled air and the material inside the chamber had no significant contribution to the crystallization process. It caused the similar flowability of fat powder produced. Effect of atomizing air pressure on AOR of fat powder The influence of atomizing air pressure to fat powder flowability was evaluated using liquid feed rate of 42 g/min with distinct cooled air temperature
27
(Fig. 4.3). An increase atomizing air pressure showed a trend of increasing AOR. The AOR of fat powder produced by atomizing air pressure of 0.4-0.8 bar was not significantly different (p>0.05). If atomizing air pressure was increased further (1.2 and 1.6 bar), the AOR increased significantly (p<0.05). The flowability of the powder was affected by its particle size. Powders with larger particle size are more free flowing, while fine powders tend to have less flowability due to stronger cohesion interaction among pawder particle (Teunou et al.1999).
Fig. 4. 3 Influence of atomizing air pressure (0,4-1,6 bar) and cooled air temperature (10, 15 and 20oC) on AOR of fat powder obtained using spray chilling processed operated at liquid feed rate of 42 g/min a
b
d
e
c
Fig. 4. 4 Microscopic image of fat powder particles produced by a cooled air temperature of 15°C and liquid feed rate of 42 g/min with various atomizing air pressure of (a) 0.4 bar, (b) 0.6 bar, (c) 0.8 bar, (d) 1.2 bar, (e) 1.6 bar Further observation using a polarimetry microscope, particles of fat powder obtained by spray chilling had a spherical shape (Fig. 4.4). This is in accordance
28
with those reported by Ilic et al. (2009), Sillick and Gregson (2012), Ribeiro et al. (2012), and Alvim et al. (2013). According to Fu et al. (2011) the shape and size of the particles significantly affect the bulk properties of the powder, such as flowability. Since all of the particle of fat powder are spherical in shape, then the difference in AOR may be associated with the difference in size of the particle. This is in accordance to Mukai-Corrêa et al. (2004), Onal and Langdon (2005), who suggested that the particle size can be manipulated, among others, by varying the air pressure. To study the relationship beetwen particle size distribution and AOR, we evaluated the size distribution of the fat powder obtained using method of Ursica et al (2005) and the results are presented in Fig. 4.5. We found that there trend of decreasing particle size as the pressure was increased. The median diameter (d50) of fat powder produced by atomizing air pressure of 1.6 bar was <10 µm while lower atomizing air pressure (0.4-1.2 bar) had a larger median diameter (11-20 µm). Meanwhile, d90 decreased from 71-80 µm to 21-30 µm with an increase atomizing air pressure from 0.4 bar to 1.6 bar. Our data support previous findings of Maschke et al. (2007) and Ilic et al. (2009) reported that higher atomizing air pressure lead to the production of smaller microparticles. This is due to higher atomizing air pressures result in higher air velocities at the exit of air through the nozzle orifice, increases kinetic energy, and increase shear-stress of the liquid, resulting in a smaller microparticle size.
(a)
29
(b)
Fig. 4. 5 Influence of atomizing air pressure on particle size distribution (a) and d50, d90, mean diameter (b) at liquid feed rate of 42 g/min and cooled air temperature of 15°C Effect of molten fat feed rate on fat powder properties The influence of liquid molten fat feed rate was studied by varying liquid feed rates of 42 g/min, 64 g/min, 112 g/min and varying atomizing air pressure of 0.4 bar, 0.8 bar, and 1.2 bar with the constant conditions of cooled air temperature of 15˚C. Fig. 4.6 represents the effect of those parameters on AOR of fat powder. The result indicated that different liquid feed rate produced a significantly different AOR (p<0.05). The faster the liquid feed rate, the smaller the AOR. This is related to the particle size distribution of fat powder, as well as reported by Juslin et al. (1995) that the higher atomizing air pressure and lower liquid feed rate produced smaller particle size during atomization process. Furthermore, Bodhmage (2006) conveyed that the small particle size and broad particle size distribution caused low powder flowability.
Fig. 4. 6 Influence of liquid feed rate on AOR at cooled air temperature of 15°C The influence of liquid feed rate to the particle size distribution of fat powder is shown in Fig. 4.7. The faster liquid feed rate used, the larger particle size produced. Median particle size measured as d50 was reduced from
30
approximately 38.16 μm to 31.57 μm with an increase of liquid feed rate from approximately 42 g/min to 112 g/min, respectively. This means that liquid feed rate led to the production of larger particles, so that increased its flowability. Ilic et al. (2009) also stated that at higher liquid feed rates using constant atomizing pressure, the particles are larger. Fat powder produced from atomizing air pressure of 0.4 bar had the higher AOR than 0.8 bar at a liquid feed rate of 112 g/min. It was supposed that the increase of liquid feed rate and the decrease of atomizing air pressure caused the greater fat particles thrown faster thus reducing the residence time inside the chamber, so that the crystallization formed was less stable. This was supported by different melting properties, namely the melting point and the enthalpy of fat powder produced by atomizing air pressure of 0.8 bar was higher than 0.4 bar at a liquid feed rate of 112 g/min (Fig. 4.8).
(a)
(b)
Fig. 4. 7 Influence of liquid feed rate on particle size distribution (a) and d50, d90, mean diameter (b), at cooled air temperature of 15°C and atomizing air pressure of 0.8 bar
31
Fig. 4. 8 Influence of different spray chilling parameters on melting properties of fat powder Flowability classificasions The flowability classifications based on the AOR according to Carr mentioned in Bodhmage (2006) were as follows: 25
55⁰ for a very cohesive powder. Fig. 4.9 shows the flowability classificasion of βcarotene-rich fat powder produced by various spray chilling paramaters. The using of liquid feed rate of 42 g/min was not capable to produce free flowing βcarotene-rich fat powder. Meanwhile, the faster liquid feed rate (64 and 112 g/min) resulted the free flowing powder. The β-carotene-rich fat powder having the best flowability was obtained by using liquid feed rate of 112 g/min and atomizing air pressure of 0.8 bar.
32
Fig. 4. 9 Influence of different spray chilling parameters on flowability of fat powder based on Carr classificasion Conclusion The free flowing and β-carotene-rich fat powder can be generated using a mixture of red palm olein, red palm stearin and fully hydrogenated palm oil through spray chilling. Larger particle size and better flowability were achieved via higher liquid feed rate or lower atomizing air pressure. However, different cooled air temperature (10-20°C) showed no significant effect on flowability. The free flowing and β-carotene-rich fat powder can be obtained by using the atomizing air pressure of 0.4-0.8 bar and liquid feed rate of 64-112 g/min. References [AOCS] American Oil Chemists’ Society. 2003. Official Methods and Recommended Practices of the AOCS. USA. Alyas, S.A., Abdulah, A., Idris, N.A. 2006. Changes of β-carotene content during heating of red palm olein. J. Oil Palm Res. 18, 99-102. Alvim, I.D., Souza, F.S., Kour, I.P., Jurt, T. And Dantas, F.B.H. 2013. Use of the spray chilling method to deliver hydrophobic components: physical characterization of microparticles. J. Ciênc Tecnol Aliment Camp. 33(1), 3439. DOI: 10.1590/S0101-20612013000500006. Astuti, S.D., Andarwulan, N. And Hariyadi, P. 2010. Penetapan formula gel minyak sawit (palm oil gel) kaya karotenoid sebagai ingredien pangan fungsional sumber pro-vitamin A yang memiliki kekuatan gel tinggi. Seminar Nasional Proc. Bodhmage, A. 2006. Correlation between physical properties and flowability indicators for fine powders characterisation of food powder flowability.
33
Thesis. Department of Chemical Engineering University of Saskatchewan. Canada. Chen, X.D. and li, D. 2009. Food powder technology. J. Food Eng. 94:129. DOI: 10.1016/j.jfoodeng.2009.02.027. Dauqan, E., Sani, H.A., Abdullah, A., Muhamad, H. And Top, A.G.M. 2011. Vitamin E and beta carotene composition in four different vegetable oils. Am. J. Applied. Sci. 8(5), 407-412. Fu, X., Huck, D., Makein, L., Armstrong, B., Willen, U. and Freeman, Y. 2012. Effect of particle shape and size on flow properties of lactose powders. Particuology. 10, 203-208. DOI: 10.1016/j.partic.2011.11.003. Gamboa, O.D., Gonçalves, L.G. And Grosso, C.F. 2011. Microencapsulation of tocopherols in lipid matrix by spray chilling method. J Procedia Food Sci. 1, 1732-1739. DOI: 10.1016/j.profoo.2011.09.255. Ilic, I., Dreu, R., Burjak, M., Homar, M., Kerc, J. And Srcic, S. 2009. Microparticle size control and glimepiride microencapsulation using spray congealing technology. Int. J. Pharm. 378, 176-183. DOI: 10.1016/j.ijpharm.2009.05.011. Juslin, L., Antikainen, O., Merkku, P. And Yliruusi, J. 1995. Droplet size measurement. II. Effect of three independent variables on parameters describing the droplet size distribution froma pneumatic nozzle studied bymultilinear stepwise regression analysis. Int. J. Pharm. 123, 257-264. DOI: 10.1016/0378-5173(95)00082-t. Maschke, A., Becker, C., Eyrich, D., Kiermaier, J., Blunk, T. And Göpferich, A. 2007. Development of a spray congealing process for the preparation of insulin-loaded lipid microparticles and characterization thereof, Eur. J. Pharm. Biopharm. 65, 175-187. DOI: 10.1016/j.ejpb.2006.08.008. Mukai-Corrêa, R., Prata, A.S., Alvim, I.D. and Grosso, C.R.F. 2004. Controlled release of protein from hydrocolloid gel microbeads before and after drying. Curr. Drug Delivery. 1, 265–273. DOI: 10.2174/1567201043334803. Okuro, P.K., Junior, F.E.M. And Favaro-Trindade. 2012. Technological challenges for spray chilling encapsulation of functional food ingredients. Food Technol. Biotechnol. 51(2), 171–182. Önal, U. And Langdon, C.J. 2005. Development and characterization of complex particles for delivery of amino acids to early marine fish larvae. Mar. Biol. 146(5), 1031–1038. DOI: 10.1007/s00227-004-1506-4. Onwulata, C. 2005. Encapsulated and powdered foods, pp. 247-258, CRC press. Boca Raton. [PORIM] Palm Oil Research Institute of Malaysia. 1995. Porim test methods P2.6. Palm Oil Research Institute of Malaysia. Ribeiro, M.D.M.M., Arellano, D.B. And Grosso, C.R.F. 2012. The effect of adding oleic acid in the production of stearic acid lipid microparticles with a hydrophilic core by a spray-cooling process. Food Res. Int. 47, 38–44. DOI: 10.1016/j.foodres.2012.01.007. Sillick, M. And Gregson, C.M. 2012. Spray chill encapsulation of flavors within anhydrous erythritol crystals. J. LWT - Food Sci. Technol. 48, 107-113. DOI: 10.1016/j.lwt.2012.02.022.
34
Tashiro, Y., Baba, H., Obatake, K., Sakka, H. And Sohara, I., Inventor; Fuji Oil Company Ltd. 1989 Aug 8. Process for producing fat powder. United States Patent. ID 4855157. Teunou, E., Fitzpatrick, J.J. And Synnott, E.C. 1999. Characterisation of food powder flowability. J. Food Eng. 39, 31-37. DOI: 10.1016/s02608774(98)00140-x. Ursica, L., Tita, D., Palici, I., Tita, B. And Vlaia, V. 2005. Particle size analysis of some water/oil/water multiple emulsions. J. Pharm. Biomed. Anal. 37, 931936. DOI: 10.1016/j.jpba.2004.10.055. Widarta, I.W.R., Andarwulan, N. And Haryati, T. 2008. Control of deacidification process in purification of red palm oil for pilot plant scale. J. Teknol. Indust. Pangan 1(23): 41-46 Wouters, I.M.F. And Geldart, D. 1996. Characterising semi-cohesive powders using angle of repose. Part. Part. Syst. Charact. 13, 254-259. DOI: 10.1002/ppsc.19960130408. C Penggunaan Minyak Sawit Merah untuk Pembuatan Lemak Bubuk Kaya β-Karoten melalui Proses Pendinginan Semprot2* The Utilization of Red Palm Oil for β-Carotene-Rich Fat Powder Produced by Spray Chilling Process Abstrak Lemak bubuk kaya β-karoten telah dibuat dengan menggunakan campuran minyak sawit merah (MSM) fraksi olein dan stearin, serta minyak sawit terhidrogenasi penuh (FHPO) melalui proses pendinginan semprot. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh komposisi campuran minyak tersebut terhadap karakteristik lemak bubuk yang dihasilkan, terutama sifat daya alir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pendinginan semprot bisa menghasilkan lemak bubuk kaya β-karoten. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa peningkatan rasio MSM untuk meningkatkan kadar β-karoten akan menurunkan daya alir lemak bubuk yang dihasilkannya. Rasio maksimal MSM/FHPO yang dapat digunakan untuk menghasilkan lemak bubuk yang mudah mengalir diperoleh sebesar 50/50 (formula F50), dimana lemak bubuk tersebut mempunyai kadar βkaroten sebesar 167.71 ppm. Titik leleh bahan lemak berkorelasi kuat dengan daya alir lemak bubuk yang dihasilkan, dimana semakin tinggi titik leleh akan menghasilkan lemak bubuk dengan daya alir yang lebih baik, yang ditunjukkan dengan sudut gulir yang lebih rendah. Kata kunci: Lemak bubuk, β-karoten, minyak sawit merah, pendinginan semprot, daya alir Abstract Beta-carotene-rich fat powder was prepared from the mixture of red palm oil/RPO (olein and stearin) and fully hydrogenated palm oil/FHPO by using spray chilling process. Effects of composition of fats used on fat powder flowability, were studied. Our research showed that spray chilling process may be used to *Makalah telah diterima untuk terbit pada Jurnal Agritech Volume 35 Nomor 4 November 2015
35
produced β-carotene rich-fat powder. Our result also indicated that the use of higher composition of RPO to increase β-carotene content of fat powder tend to reduce the flowability of the resulting fat powder. The maximum ratio of RPO/FHPO used to produce free flowing fat powder was 50% (formula of F50) with β-carotene content of 167.71 ppm. Our research also showed that the melting point of molten mixture fat used was significantly correlated with flowability of the resulting fat powder. The higher melting point of molten fat, the lower the angle of repose or the better flowability of fat powder produced. Keywords: Fat powder, β-carotene, spray chilling, flowability Pendahuluan Lemak padat merupakan bahan baku utama pada beberapa produk pangan seperti shortening, margarin, dan pengganti lemak coklat (cocoa butter replacer). Lemak padat dapat diperoleh dari sumber nabati melalui proses fraksinasi dan hidrogenasi minyak sawit. Penggunaan minyak sawit merah sebagai sumber lemak padat memiliki beberapa keunggulan, yaitu kandungan karoten yang tinggi dan ketersediaan minyak sawit yang luas di Indonesia. Pada tahun 2014 Indonesia telah memproduksi 29,3 juta ton CPO dengan luas areal perkebunan sawit 10,9 juta Ha (Ditjenbun 2014). Namun demikian, kandungan karoten yang terdapat pada minyak sawit belum dimanfaatkan secara optimal. Saat ini, telah dikembangkan proses pemurian minyak sawit yang kaya karoten yang disebut sebagai minyak sawit merah. Fraksi olein minyak sawit merah mengandung karoten yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Alyas dkk. (2006) dan Dauqan dkk. (2011) menunjukkan bahwa kadar β-karoten yang terdapat pada olein minyak sawit merah adalah sebesar 460 ppm dan 542.09 ppm. Namun demikian, fraksi olein merupakan fraksi cair minyak sawit merah sehingga dibutuhkan penambahan minyak atau lemak yang memiliki titik leleh tinggi, seperti minyak terhidrogenasi, agar dapat menghasilkan lemak padat yang kaya βkaroten. Penanganan lemak padat sebagai bahan baku dinilai kurang efektif karena umumnya lemak padat tersedia dalam bentuk balok yang dikemas menggunakan karton 5-25 kg, sehingga ini menyulitkan proses formulasi dan pencampuran bahan baku. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk menyediakan lemak padat dalam bentuk yang lebih mudah ditangani yaitu dalam bentuk bubuk. Adapun tujuan utama bahan dalam bentuk bubuk menurut Chen dan Li (2009) adalah peningkatan kestabilan, kemudahan penanganan dan transportasi serta kemudahan dan ketepatan dalam pencampuran dengan material lainnya. Namun hingga saat ini, ketersediaan lemak padat dalam bentuk bubuk untuk bahan pangan masih sangat terbatas dan sebagian besar diperoleh dari fraksinasi minyak sawit yang mengalami proses bleaching sehingga kandungan karoten minyak tidak dipertahankan. Beberapa penelitian pembuatan lemak bubuk telah dilakukan dengan menggunakan teknologi pendinginan semprot. Prinsip teknologi ini adalah pengabutan lelehan dan pendinginan partikel yang terbentuk sehingga menghasilkan bubuk yang bersifat padat pada suhu ruang (Sillick dan Gregson
36
2012). Teknologi ini cocok digunakan untuk bahan baku lemak padat yang memiliki titik leleh pada kisaran 30-60⁰C. Gamboa dkk. (2011) dan Ribeiro dkk. (2012) menggunakan pendingin semprot untuk menghasilkan lemak bubuk kaya tokoferol dan enkapsulasi glukosa. Sedangkan Tashiro dkk. (1989) menggunakan beberapa komponen padatan nonlemak pada campuran minyak kelapa, kedelai dan sawit untuk menghasilkan lemak bubuk yang mudah mengalir (free flowing). Daya alir merupakan karakteristik bubuk yang penting karena berkaitan dengan penanganannya, mempengaruhi aliran masa dan menentukan pemilihan peralatan penyimpanan seperti hopper dan silo (Onwulata 2005). Sementara itu, penelitian pembuatan lemak bubuk yang menggunakan bahan baku lemak atau minyak tanpa penambahan komponen non lemak, kaya β-karoten dan memiliki sifat daya alir yang baik belum dilakukan. Penelitian ini bertujuan menghasilkan lemak bubuk yang kaya β-karoten dan mudah mengalir pada suhu ruang dengan memanfaatkan minyak sawit merah sebagai sumber β-karoten melalui proses pendinginan semprot. Metode Penelitian Alat dan Bahan Peralatan utama yang digunakan adalah pendingin semprot Armfield FT 81 Tall Form Spray Chiller (Inggris). Peralatan analisis yang digunakan adalah spektrofotometer UV-VIS 2450 Shimadzu (Jepang), Chromameter CR300 Minolta (Jepang), Powder Flowability Index Test Instrument-Flodex (Amerika Serikat), High Performance Liquid Chromatography Hewlett Packard series 1100 (Jerman), viskometer Brookfield (Amerika Serikat), termometer, neraca analitik, hotplate, dan alat gelas yang digunakan untuk analisis. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit merah (MSM) fraksi stearin (red palm stearin/RPS) dan fraksi olein (red palm olein/RPOn) dari SEAFAST Center-LPPM IPB (Bogor, Indonesia), serta FHPO (fully hydrogenated palm oil) dari PT Salim Invomas Pratama (Surabaya, Indonesia). Bahan kimia yang digunakan adalah, Na2S2O3, heksana, pereaksi Wijs, KI, pati, kloroform, asetonitril, aseton dan air destilata. Penentuan Formula Lemak Bubuk Pembuatan formula dilakukan dengan metode pencampuran bahan pada skala laboratorium. Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik campuran tersebut pada beberapa rasio RPS/RPOn/FHPO sehingga dapat ditentukan kisaran rasio bahan yang dapat digunakan sebagai formula lemak bubuk. Terlebih dahulu dilakukan analisis titik leleh (slip melting point/SMP) menggunakan metode kapiler (AOCS Cc3-25 2003) dan kadar β-karoten (PORIM P2.6 1995) terhadap bahan baku RPS, RPOn dan FHPO. Pencampuran dilakukan dengan cara memanaskan masing-masing bahan pada kisaran titik lelehnya, lalu dicampurkan dan diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 15 menit. Kemudian campuran tersebut disimpan pada suhu 15°C. Sampel campuran lemak dan minyak yang telah padat tersebut diamati tingkat kelengketan dan kekerasannya secara manual. Campuran lemak yang
37
digunakan untuk proses pembuatan lemak bubuk adalah sampel yang memiliki karakteristik tekstur cukup keras dan tidak lengket. Terhadap setiap formula terpilih kemudian dilakukan analisis titik leleh (metode kapiler, AOCS Cc3-25 2003), profil trigliserida (AOCS Ce5b-89 2003), bilangan iod (AOCS Cd1-25 2003), dan viskositas apparent (AOCS Ja10-87 2003). Proses Pembuatan Lemak Bubuk Pada penelitian pendahuluan, dilakukan percobaan pembuatan lemak dengan proses pendinginan semprot menggunakan alat Armfield FT 81 Tall Form Spray Chiller, (Inggris). Skema alat pendingin semprot yang digunakan pada penilitian ini diperlihatkan pada Gambar 4.10. Proses pembuatan lemak bubuk dilakukan melalui tahapan pertama, bahan lemak (RPO, RPS, dan FHPO) masing-masing dilelehkan pada kisaran titik lelehnya, kemudian dicampur dan diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 15 menit pada suhu 10°C diatas titik leleh campuran tersebut. Kedua, lelehan campuran lemak tersebut dimasukkan dalam wadah bahan lalu dipompa ke nozzle yang terdapat pada bagian bawah ruang pendingin (chamber) dengan menggunakan pompa positip (progressive cavity pump). Penukar panas Inlet fan T 1
Control panel
Sumber pendingin kompresor
Chamber
Exhaust fan
P
Wadah bahan
Nozzle V
Pompa bahan
Pendingin Udara pendingin Udara masuk Udara bertekanan
Cyclone separator Penampung bubuk
Penampung bubuk
P: Tekanan udara semprot V:Laju aliran bahan T : Suhu udara pendingin
Bahan
Gambar 4. 10 Skema alat pendinginan semprot Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, diperoleh parameter proses pendinginan semprot yang mampu menghasilkan lemak bubuk mudah mengalir
38
pada suhu ruang, yaitu suhu udara pendingin 15°C, tekanan udara semprot 0.8 bar, dan laju aliran bahan 112 g/menit. Selanjutnya lemak bubuk yang terbentuk di dalam chamber dikumpulkan di dalam penampung bubuk yang terdapat di bawah chamber dan cyclone separator. Lemak bubuk tersebut kemudian dianalisis karakteristiknya yaitu daya alir, sifat pelelehan, warna dan kadar β-karoten. Analisis Sudut Gulir. Sudut gulir digunakan sebagai parameter yang menentukan daya alir lemak bubuk yang dihasilkan. Sudut gulir diukur dengan menggunakan metode tuang (modifikasi Wouters dan Geldart1996). Semakin kecil sudut gulir maka semakin mudah bubuk tersebut untuk mengalir. Peralatan yang digunakan ditampilkan pada Gambar 4.11. Alat ini terdiri atas 2 corong stainless steel dengan diameter bagian bawah 0.9 cm dan 2 cm yang dipasang bertingkat di atas permukaan datar. Sebanyak 100 g sampel bubuk dituang secara perlahan-lahan dengan waktu tertentu (45-60 detik) dan dilakukan 5 kali pengulangan. Tumpukan bubuk diukur diameter (d) dan tingginya (t). Sudut gulir (α) merupakan sudut kemiringan tumpukan bubuk dengan permukaan datar (tan-1α = t/d/2).
Gambar 4. 11 Alat pengukur sudut gulir Profil Trigliserida (AOCS Ce5b-89 2003). Larutkan sampel dalam pelarut yang sesuai (aseton atau aseton-kloroform dengan perbandingan (v/v) 1:1), sehingga didapatkan larutan 5% (b/v). HPLC yang digunakan memiliki tipe pompa isokratik, fase gerak berupa aseton:asetonitril (v/v) (85:15) dan kolom yang digunakan adalah dua kolom C-18 dengan ukuran 4.6 x 250 mm dan ukuran partikel 5 µm yang dipasang secara seri serta menggunakan detektor RID pada λ 220 nm. Larutan dari tahap persiapan sampel diinjeksikan 20 μL ke dalam HPLC dengan menggunakan syringe. Laju aliran fase gerak diatur sebesar 1 ml/menit. Analisis dilakukan secara duplo. Kadar β-Karoten (PORIM P2.6 1995). Sebanyak 0.1 gram sampel dilarutkan dengan heksana dalam labu ukur 25 ml sampai tanda tera, lalu dikocok hingga benar-benar homogen. Selanjutnya serapan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 446 nm. Analisis dilakukan secara duplo dan pembacaan pada alat sebanyak tiga kali. Pengenceran dilakukan apabila absorbansi yang diperoleh nilainya lebih dari 0.700. Total β-karoten dihitung dengan cara : Kadar β-karoten =
39
Bilangan Iod (AOCS Cd1-25 2003). Sebanyak ±0.5 g sampel ditimbang dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 15 ml kloroform untuk melarutkan sampel. Setelah sampel larut, sebanyak 25 ml pereaksi Wijs dimasukkan ke dalam campuran tersebut, dikocok, dan ditempatkan dalam ruang gelap suhu 25±5⁰C selama 30 menit. Setelah itu, dilanjutkan dengan penambahan 20 ml KI 10% dan air destilata sebanyak 100 ml. Campuran dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1N dan dikocok kuat hingga warna kuning hampir hilang. Tambahkan 1-2 ml indikator pati ke dalam campuran tersebut. Titrasi dilanjutkan lagi hingga warna biru hilang. Analisis dilakukan secara triplo. Bilangan iod sampel dihitung menggunakan rumus: Bilangan Iod (mg Iod/g sampel) = Keterangan : W = berat sampel lemak (gram) Vb = volume Na2S2O3 untuk titrasi blanko (ml) Vs = volume Na2S2O3 untuk titrasi contoh (ml) N = Konsentrasi Na2S2O3 hasil standardisasi (N) Viskositas Apparent (AOCS Ja10-87 2003). Viskositas diukur menggunakan viskometer Brookfield. Sampel formula lemak bubuk dilelehkan pada suhu bahan proses pendinginan semprot (10°C > SMP formula). Nilai viskositas diukur dengan rumus : Viskositas (cP) = skala alat x faktor pengali (berdasarkan speed dan no spindle) Analisis Distribusi Ukuran Partikel Lemak Bubuk. Analisis ini mengikuti prosedur yang dilakukan oleh Ursica et al. (2005) dengan sedikit modifikasi. Sebanyak 0.1 gram sampel lemak bubuk disuspensikan ke dalam 5 ml etanol 96% (Ilic et al. 2009), divorteks, diteteskan di atas hemasitometer dan ditutup dengan kaca penutup. Segera dilakukan pengamatan pada 10 area pandang dengan perbesaran 100x. Ukuran partikel ditentukan berdasarkan panjang diameter yang diukur menggunakan software Topview. Slip Melting Point Metode Kapiler (AOCS Cc3-25 2003). 3 buah pipa kapiler gelas berdiameter ±1 mm dicelupkan ke dalam sampel yang telah terlebih dahulu dilelehkan hingga minyak naik setinggi 1 cm di dalam pipa kapiler. Pipa kapiler yang telah berisi sampel didiamkan pada suhu 4-10⁰C selama 16 jam. Pipa kapiler diikat pada termometer sehingga ujung pipa kapiler sejajar dengan ujung termometer. Pipa kapiler dan termometer tersebut dicelupkan ke dalam gelas piala berisi air dengan suhu 8-10⁰C di bawah dugaan SMP contoh. Gelas piala diletakkan di atas hotplate dengan peningkatan suhu 0.5-1⁰C/menit. Pembacaan suhu dilakukan ketika sampel yang berada dalam pipa kapiler tersebut meleleh dan bergerak naik sampai tanda batas atas. Pengukuran dilakukan dengan tiga ulangan. Analisis Warna. Pengujian warna pada penelitian dilakukan dengan menggunakan Chromameter CR 300 Minolta. Prosedur yang dilakukan adalah pertama, letakkan measuring head pada contoh yang akan diukur, tekan tombol
40
“MEASURE‟, tunggu beberapa saat hingga pengukuran selesai. Pengukuran menghasilkan nilai L, a dan b. L menyatakan parameter kecerahan (warna akromatik, 0: hitam sampai 100: putih). Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a (a+ = 0-100 warna merah, a- = 0-(-80) warna hijau. Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+ = 0-70 warna kuning, b- = 0-(-70) warna biru. Pengujian warna dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Analisis Data. Data yang diperoleh ditampilkan dalam tabel dan grafik menggunakan software Microsoft Excel, serta dianalisis uji ragam ANOVA Univariate, korelasi Pearson dan uji lanjut Duncan menggunakan software SPSS. Hasil dan Pembahasan Formula Lemak Bubuk Bahan baku RPOn, RPS, dan FHPO berturut-turut memiliki nilai SMP yaitu 16.5-19.0oC, 47.5-48.5oC, 57.0-58.0oC, serta kadar β-karoten sebesar 426.55±0.20 ppm, 252.90±0.71 ppm, 3.25±0.10 ppm. RPOn dan RPS merupakan hasil fraksinasi minyak sawit merah. RPOn bersifat cair pada suhu ruang dan memiliki kadar β-karoten yang lebih tinggi daripada RPS. Ini disebabkan oleh selama fraksinasi, komponen asam lemak tidak jenuh, diasilgliserol, squalen, karotenoid, tokoferol, dan tokotrienol lebih cenderung terdistribusi kedalam fraksi olein, sedangkan komponen asam lemak jenuh, monoasilgliserol, sterol, dan fosfolipid cenderung terdistribusi ke dalam fraksi stearin (Gee 2007). FHPO memiliki nilai SMP yang tinggi yaitu 57-58oC. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Kloek dkk. (2000) bahwa titik leleh FHPO sebesar 41.8oC atau 57.2oC tergantung dari jenis kristalnya. SMP lemak atau minyak berubah dengan adanya perubahan panjang asam lemak, rasio ketidakjenuhan, kandungan asam lemak trans dan posisi asam lemak pada struktur trigliserol (Karabulut dkk. 2004). Penentuan formula lemak bubuk melalui metode pencampuran bahan baku skala laboratorium merupakan tahapan simulasi proses pembuatan lemak padat agar dapat dibuat menjadi lemak bubuk yang kaya β-karoten dan mudah mengalir pada suhu ruang. Bahan baku MSM yang digunakan terdiri dari fraksi olein (RPOn) dan stearin (RPS) pada beberapa rasio. Semakin tinggi rasio RPOn pada formula maka semakin tinggi kadar β-karoten namun menghasilkan tekstur yang lebih lunak dan lengket. Hal ini diduga disebabkan oleh bahan RPOn memiliki SMP yang rendah. Tekstur lemak padat berkaitan dengan kristalisasi lemak yang ditentukan oleh beberapa faktor. Menurut Metin dan Hartel (2005) faktor yang mempengaruhi kristalisasi lemak diantaranya adalah laju pendinginan, perbedaan suhu di bawah titik leleh, suhu terjadinya kristalisasi, laju pengadukan, dan komposisi lemak. Pada penelitian ini, proses pendinginan dilakukan dengan cara yang sama, sehingga faktor utama yang menentukan struktur lemak padat yang dihasilkan adalah komposisi lemak.
41
Tabel 4. 3 Karakteristik formula lemak padat Rasio (%) Formula F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11 F12 F13 F14 F15 F16 F17 F18 F19 F20
Karakteristik
FHPO
RPS
RPOn
Kekerasan
Kelengketan
β-karoten (ppm)
30 30 30 30 30 40 40 40 40 40 50 50 50 50 50 60 60 60 60 60
35 42 49 56 63 30 36 42 48 54 25 30 35 40 45 20 24 28 32 36
35 28 21 14 7 30 24 18 12 6 50 20 15 10 5 20 16 12 8 4
2 2 2 2 2 3 3 3 3 4 4 4 4 5 5 6 6 7 7 7
5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2
238.78 226.63 214.47 202.32 190.16 205.14 194.72 184.30 173.88 163.46 171.49 162.81 154.12 145.44 136.76 137.84 130.90 123.95 117.00 110.06
Keterangan : *rasio RPOn dan RPS terhadap MSM skala tingkat kekerasan 1 = RPS (sangat lunak), 10 = FHPO (sangat keras) skala tingkat kelengketan 1 = FHPO (tidak mudah lengket), 10 = RPS (sangat mudah lengket)
Formula lemak padat yang dipilih adalah F16 yang merupakan campuran 60% FHPO dengan 40% MSM (RPOn/RPS = 1:1), dan selanjutnya disebut sebagai F60. Untuk melihat pengaruh komposisi bahan lemak padat terhadap karakteristik lemak bubuk yang dihasilkan, kemudian ditentukan dua formula lainnya yang merupakan peningkatan (F50) dan penurunan (F70) rasio MSM. F50 merupakan campuran 50% FHPO dengan 50% MSM (RPOn/RPS = 1:1). Sedangkan F70 merupakan campuran 70% FHPO dengan 30% MSM (RPOn/RPS = 1:1). Formula F50 digunakan untuk melihat pengaruh peningkatan kadar βkaroten terhadap sifat daya alir lemak bubuk. Dan sebaliknya, formula F70 digunakan untuk melihat pengaruh penurunan kadar β-karoten terhadap sifat daya alir lemak bubuk. Karakteristik ketiga formula tersebut ditampilkan pada Tabel 4.4.
42
Tabel 4. 4 Karakteristik formula lemak bubuk Karakteristik SMP (°C) Bilangan Iod (mg/g) viskositas app 64±1°C (cP) β-karoten (hitung [ppm]) Komposisi TAG (%) PLO PLP OOO POO POP POS SOS SSS TAG lain
F50 53.0 - 54.0 26.76 ± 0.98 18.06 ± 0.33 171.49
Nilai F60 54.0 - 54.5 21.58 ± 0.29 18.06 ± 0.30 137.84
F70 55.0 16.00 ± 0.25 18.36 ± 0.34 104.19
5.44 4.39 11.02 14.13 14.05 24.91 15.61 4.29 6.17
4.11 3.90 9.93 12.88 15.66 27.85 17.17 4.30 4.20
3.21 3.12 7.69 9.94 16.58 30.62 18.99 4.80 5.06
± ± ± ± ± ± ± ± ±
0.44 0.14 0.26 0.06 0.22 0.11 0.28 0.54 0.42
± ± ± ± ± ± ± ± ±
0.19 0.26 0.31 0.39 0.08 0.59 0.43 0.22 0.01
± ± ± ± ± ± ± ± ±
0.05 0.00 0.02 0.03 0.10 0.35 0.25 0.01 0.80
P= palmitat/C16, L= linoleat/C18-2, O= oleat/C18-1, S= stearat/C18-0
Formula F70 memiliki nilai SMP yang paling tinggi, diikuti oleh F60 dan F50. Hal ini disebabkan oleh penggunaan FHPO hingga 70%. Semakin banyak jumlah FHPO yang digunakan maka semakin tinggi SMP formula lemak padat. FHPO merupakan lemak padat yang diperoleh melalui proses hidrogenasi penuh sehingga tidak mengandung ikatan rangkap dan memiliki SMP yang tinggi. Hal ini ditandai dengan nilai bilangan iod dan komposisi TAG. Bilangan iod mengukur tingkat ketidakjenuhan lemak (Ghotra dkk. 2002), sehingga bilangan iod F70 lebih kecil daripada F60 dan F50. Hasil analisis TAG menunjukkan bahwa komposisi TAG pada lemak padat F70 tersusun dari asam lemak jenuh yaitu USS dan SSS yang paling banyak diantara ketiga formula. Pengaruh Formula Lemak terhadap Karakteristik Lemak Bubuk Gambar 4.12 merupakan lemak bubuk kaya β-karoten yang dihasilkan melalui proses pendinginan semprot. Secara visual, lemak bubuk berwarna kuning-jingga dan intensitas warnanya dipengaruhi oleh rasio MSM (RPOn dan RPS) yang digunakan pada formula. Berdasarkan hasil pengamatan mikroskopis, partikel lemak bubuk tersebut berbentuk bola dan permukaan yang rata dengan ukuran 10-210 µm (Gambar 4.13). Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Okuro dkk (2013) bahwa ukuran partikel bubuk yang dihasilkan pada proses pendinginan semprot berkisar antara 20-200 µm dengan bentuk partikel berupa bola dan permukaan yang rata.
43
Gambar 4. 12 Lemak bubuk kaya β-karoten dan mudah mengalir pada suhu ruang
Gambar 4. 13 Bentuk partikel lemak bubuk formula F60 menggunakan mikroskop polarisator Tabel 4.5 menunjukkan karakteristik lemak bubuk formula F50, F60, dan F70 yang diperoleh dengan menggunakan parameter proses suhu udara pendingin 15°C, tekanan udara semprot 0.8 bar dan laju aliran bahan 112 g/menit. Kadar βkaroten lemak bubuk F50 lebih besar dari F60 dan F70. Hal ini disebabkan oleh komposisi minyak sawit merah yang terdapat pada formula lemak. Semakin besar rasio minyak sawit merah maka semakin besar kadar β-karoten lemak bubuk. Hal ini juga terlihat dari nilai notasi warna Hunter Lab pada lemak bubuk. Nilai b lemak bubuk semakin tinggi dengan semakin besarnya rasio minyak sawit merah yang digunakan, yang menunjukkan bahwa lemak bubuk berwarna semakin kuning. Namun, lemak bubuk yang mengandung kadar β-karoten lebih tinggi menunjukkan nilai daya alir yang lebih rendah. Pengelompokan daya alir bubuk berdasarkan nilai sudut gulir (AORs) menurut Carr yang disampaikan oleh Bodhmage (2006) yaitu, 2555⁰ sangat kohesif. Semakin besar rasio minyak sawit merah maka semakin besar sudut gulir lemak bubuk (p<0.05). Formula F50, F60 dan F70 mampu menghasilkan lemak bubuk yang mudah mengalir (sudut gulir <38°). Namun, jika rasio minyak sawit merah dinaikkan yaitu formula F45 (MSM/FHPO = 55/45 dan F40 (MSM/FHPO = 60/40) maka lemak bubuk yang dihasilkan hanya bersifat cukup dapat mengalir.
44
Tabel 4. 5 Karakteristik lemak bubuk formula F50, F60, dan F70 Karakteristik
F50
F60 a
F70 b
c
Kadar β-karoten (ppm) 168.15 ± 0.15 131.92 ± 0.63 102.32 ± 0.35 Sifat pelelehan Titik leleh (˚C) 55.17 56.67 57.23 Entalpi/ΔH (J/g) -105.78 -132.37 -147.18 a b c Sudut gulir (˚) 36.57 ± 0.80 34.64 ± 1.27 32.04 ± 0.65 Warna 75.03 ± 0.51a 77.88 ± 0.08b 78.73 ± 0.25c L 4.99 ± 0.39a 2.55 ± 0.13b 0.04 ± 0.08c a 82.05 ± 1.34a 77.35 ± 0.32b 70.03 ± 0.68c b Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% (p<0,05)
Korelasi titik leleh lemak padat terhadap daya alir lemak bubuk ditampilkan pada Gambar 4.14. Berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson, diperoleh korelasi yang sangat kuat antara titik leleh lemak dengan daya alir lemak bubuk (r = 0.954) dan berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05. Nilai negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi titik leleh lemak maka semakin rendah sudut gulir atau semakin baik daya alir lemak bubuk yang dihasilkan. Hal ini diduga bahwa komposisi lemak yang berbeda akan menghasilkan kristalisasi lemak yang berbeda sehingga mempengaruhi daya alir lemak bubuk yang dihasilkan. Menurut Metin dan Hartel (2005) salah satu faktor yang mempengaruhi kristalisasi lemak adalah komposisi lemak. Penelitian yang dilakukan oleh Ribeiro dkk.(2012) menunjukkan bahwa penambahan asam oleat (lemak cair) pada asam stearat (lemak padat) dapat memodifikasi bentuk kristal lemak bubuk yang dihasilkan, yaitu ditandai dengan semakin rendahnya titik leleh campuran lemak.
Gambar 4. 14 Korelasi titik leleh formula lemak dengan sudut gulir lemak bubuk yang diproses dengan menggunakan suhu udara pendingin 15C, tekanan udara semprot 0.8 bar dan laju aliran bahan 112 g/menit
45
Kesimpulan Lemak bubuk kaya β-karoten dan mudah mengalir pada suhu ruang dapat dihasilkan dengan menggunakan bahan baku MSM (RPOn dan RPS) dan FHPO melalui proses pendinginan semprot. Peningkatan rasio MSM yang digunakan menyebabkan semakin tinggi kadar β-karoten lemak bubuk namun menurunkan sifat daya alirnya. Rasio maksimal MSM/FHPO yang dapat digunakan untuk menghasilkan lemak bubuk yang mudah mengalir diperoleh sebesar 50/50 (formula F50) dengan kadar β-karoten sebesar 167.71 ppm. Titik leleh bahan lemak berkorelasi kuat dengan daya alir lemak bubuk yang dihasilkan, dimana semakin tinggi titik leleh bahan lemak akan menghasilkan lemak bubuk dengan sudut gulir yang lebih rendah. Daftar Pustaka [AOCS] American Oil Chemists’ Society. (2003). Official Methods and Recommended Practices of the AOCS. USA. Alyas, S.A., Abdulah, A. dan Idris, N.A. (2006). Changes of β-carotene content during heating of red palm olein. Journal of Oil Palm Research18: 99-102. Bodhmage, A. (2006). Correlation Between Physical Properties and Flowability Indicators for Fine Powders Characterisation of Food Powder Flowability. Thesis. Department of Chemical Engineering University of Saskatchewan. Chen, X.D., dan Li, D. (2009). Food powder technology. Journal of Food Engineering94:129. [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan (2014). Pertumbuhan areal kelapa sawit meningkat. http://ditjenbun.pertanian.go.id/berita-362-pertumbuhanareal-kelapa-sawit-meningkat.html. [26 Februari 2015] Dauqan, E., Sani, H.A., Abdullah, A., Muhamad, H. dan Top, A.G.M. (2011). Vitamin E and beta carotene composition in four different vegetable oils. American Journal of Applied Science8(5): 407-412. Gamboa, O.D., Gonçalves, L.G.dan Grosso, C.F. (2011). Microencapsulation of tocopherols in lipid matrix by spray chilling method. Procedia Food Science 1:1732-1739. Gee, P.T. (2007). Analytical characteristics of crude and refined palm oil and fractions. European Journal of Lipid Science and Technology109: 373-379 Ghotra,B.S., Dyal, S.D. dan Narine, S.S. (2002). Lipid shortenings: a review. Food Research International 35: 1015-1048. Ilic, I., Dreu, R., Burjak, M., Homar, M., Kerc, J. dan Srcic, S. (2009). Microparticle size control and glimepiride microencapsulation using spray congealing technology. International Journal of Pharmaceutics378: 176183. Karabulut, I., Turan, S.dan Ergin, G. (2004). Effects of chemical interesterification on solid fat content and slip melting point of fat/oil blends. Eurpean Food Research and Technology218: 224-229. Kloek, W., Walstra, P. danTon van Vliet. (2000). Crystallization kinetics of fully hydrogenated palm oil in sunflower oil mixtures. Journal of the American Oil Chemists’ Society77(4): 389-398.
46
Metin, S. dan Hartel, R.W. (2005). Crystallization of Fats and Oils. Dalam: Shahidi, F.(ed.). Bailey’s Industrial Oil and Fat Products, hlm 45-76. Ed ke-6. John Wiley and Sons, Inc., New Jersey. Okuro, P.K., Junior, F.E.M.dan Favaro-Trindade. (2012). Technological challenges for spray chilling encapsulation of functional food ingredients. Food Technology and Biotechnology51(2): 171-182. Onwulata, C. (2005). Encapsulated and Powdered Foods. CRC press. Boca Raton. [PORIM] Palm Oil Research Institute of Malaysia. (1995). Porim Test MethodsP2.6. Palm Oil Research Institute of Malaysia. Malaysia Ribeiro, M.D.M.M., Arellano, D.B. dan Grosso, C.R.F. (2012). The effect of adding oleic acid in the production of stearic acid lipid microparticles with a hydrophilic core by a spray-cooling process. Food Research International47: 38-44. Sillick, M. dan Gregson, C.M. (2012). Spray chill encapsulation of flavors within anhydrous erythritol crystals. LWT-Food Science and Technology48: 107113. Tashiro, Y., Baba, H., Obatake, K., Sakka, H. dan Sohara, I. (1989). Process for Producing Fat Powder. United States Patent. 4855157. Wouters,I.M.F. dan Geldart, D. (1996). Characterising semi-cohesive powders using angle of repose.Particle and Particle Systems Characterization13: 254-259. D Pembahasan Umum Minyak sawit merah (MSM) yang merupakan sumber β-karoten dapat dimanfaatkan sebagai bahan dalam pembuatan lemak bubuk. MSM yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil fraksinasi berupa olein dan stearin yang mengandung β-karoten masing-masing sebesar 426.55±0.21 ppm dan 252.90±0.70 ppm (Lampiran 3). Namun demikian, karakteristik fisik olein dan stearin menjadi faktor pembatas karena bersifat cair dan semi solid pada suhu ruang. Sehingga, sejumlah lemak padat tertentu, seperti FHPO, diperlukan dalam formulasi agar dihasilkan lemak bubuk yang mudah mengalir pada suhu ruang. Proses pembuatan lemak bubuk kaya β-karoten yang memiliki karakteristik fisik yang baik, terutama daya alir, dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi pendinginan semprot. Untuk menghasilkan lemak bubuk yang baik tersebut perlu dilakukan usaha pengaturan parameter proses, diantaranya suhu udara pendingin, tekanan udara semprot dan laju aliran bahan. Pengaruh parameter proses pendinginan semprot Informasi karakteristik bubuk sangat diperlukan sebagai dasar dalam perancangan tempat penyimpanan dan peralatan penanganan bubuk. Hal ini bermanfaat untuk mencegah masalah aliran bubuk seperti penyumbatan aliran, segregasi, caking, flooding, dan aglomerasi. Daya alir merupakan karakter bubuk yang penting karena berkaitan dengan penanganannya dan menentukan pemilihan peralatan penyimpanan seperti hopper dan silo. Sifat ini menentukan energi yang diperlukan untuk memindahkan bubuk dari satu tahapan ke tahapan proses
47
lainnya, kemudahan pencampuran dengan bubuk lainnya dan stabilitasnya selama penyimpanan (Onwulata 2005, Schulze 2011). Pengujian daya alir dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu diantaranya pengukuran cohesive strength, shear strength, wall friction, sudut gulir, kompresibilitas menggunakan rasio Hausner dan indeks Carr (Onwulata 2005, Bodhmage 2006). Namun pada penelitian ini, sifat daya alir hanya ditentukan berdasarkan sudut gulir. Uji sudut gulir merupakan metode yang sederhana, cepat dan dapat dipercaya. Semakin kecil nilai sudut maka bubuk bersifat semakin mudah mengalir (Geldart et al. 2006). Meskipun demikian, untuk memperkuat hasil penelitian diperlukan analisis daya alir dengan menggunakan metode lain tersebut.
(a)
(b)
(c)
Gambar 4. 15 Pengaruh tekanan udara semprot terhadap daya alir lemak bubuk pada kecepatan pompa 42 g/menit pada formula F60 (a), F50 (b), F70 (c), huruf yang berbeda di atas diagram batang menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05) Gambar 4.15 menunjukkan pengaruh tekanan udara semprot terhadap daya alir lemak bubuk pada formula F50, F60 dan F70. Berdasarkan hasil penelitian, parameter proses dan formula lemak yang berbeda akan menghasilkan karakteristik lemak bubuk yang berbeda, seperti daya alir, titik leleh dan ukuran partikel. Parameter proses yaitu, tekanan udara semprot (0,4-1,6 bar) dan laju aliran bahan (42-112 g/menit) mempengaruhi sifat daya alir dari semua formula lemak yang diteliti, yaitu formula F50, F60 dan F70 (p<0.05). Sementara itu, suhu
48
udara pendingin hanya memberikan pengaruh yang nyata pada formula F50 (p<0.05). Secara umum diperoleh hasil bahwa, pada laju aliran bahan yang sama (42g/menit) daya alir lemak bubuk pada perlakuan tekanan udara semprot 0.4-0.8 bar tidak berbeda nyata (p>0.05), namun penggunaan tekanan udara semprot yang lebih tinggi, yaitu 1.2 dan 1.6 bar menyebabkan sudut gulir semakin besar (p<0.05) yang menunjukkan daya alir lemak bubuk semakin rendah (Gambar 4.15). Hal ini dipengaruhi oleh ukuran partikel bubuk yang dihasilkan oleh masing-masing parameter tersebut. Berdasarkan hasil analisis terhadap ukuran partikel pada formula F60, semakin rendah tekanan udara semprot maka semakin besar ukuran partikel pada kondisi laju aliran bahan yang sama (Gambar 4.5). Menurut Teunou et al. (1999) ukuran partikel merupakan salah satu sifat fisik yang dapat mempengaruhi daya alir (flowability) bubuk. Umumnya, bubuk dengan ukuran partikel lebih besar bersifat mudah mengalir, sedangkan bubuk yang halus cenderung bersifat lengket dan kemampuannya untuk mengalir lebih sulit. Maschke et al. (2007) dan Ilic et al. (2009) juga menyampaikan bahwa peningkatan tekanan udara akan menurunkan ukuran partikel. Semakin tinggi tekanan udara semprot maka semakin tinggi kecepatan udara saat keluar nozzle, menyebabkan peningkatkan energi kinetik yang diterima bahan dan shear stress sehingga menghasilkan partikel yang lebih kecil. Hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 5-10. Pada tahapan penelitian selanjutnya, pengaruh laju aliran bahan terhadap karakteristik lemak bubuk dilakukan pada beberapa tekanan udara semprot (0.4, 0.8, 1.2 bar) dan suhu udara pendingin 15°C. Suhu udara pendingin 15°C dipilih karena berdasarkan hasil penelitian sebelumya, bahwa suhu udara pendingin 1020°C tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap sifat daya alir lemak bubuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju aliran bahan 42, 64 dan 112 g/menit menghasilkan lemak bubuk dengan nilai sudut gulir yang berbeda nyata (p<0.05) pada ketiga formula lemak bubuk. Semakin besar laju aliran bahan maka semakin kecil sudut gulir lemak bubuk (Gambar 4.16). Hal ini dipengaruhi oleh ukuran partikel bubuk yang dihasilkan oleh masing-masing parameter tersebut. Berdasarkan hasil analisis terhadap ukuran partikel pada formula F60, semakin tinggi laju aliran bahan maka semakin besar ukuran partikel lemak bubuk, pada kondisi tekanan udara semprot yang sama (Gambar 4.7). Juslin et al. (1995) menyampaikan bahwa laju aliran bahan yang lebih rendah menghasilkan ukuran partikel bubuk yang lebih kecil selama proses pengabutan. Bodhmage (2006) melaporkan bahwa ukuran partikel yang kecil dan distribusi ukuran partikel yang luas menyebabkan daya alir bubuk rendah.
49
(a)
(b)
(c)
Gambar 4. 16 Pengaruh laju aliran bahan terhadap daya alir lemak bubuk pada suhu udara pendingin 15°C pada formula F60 (a), F50 (b), F70 (c), huruf yang berbeda di atas diagram batang menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05) Pengaruh parameter proses pendinginan semprot terhadap karakteristik lemak bubuk juga terlihat pada sifat pelelehan lemak bubuk (Tabel 4.6, Lampiran 11). Semakin rendah tekanan udara semprot atau semakin tinggi laju aliran bahan maka semakin tinggi titik leleh (peak) dan entalpi pelelehan (ΔH) lemak bubuk. Hal ini diduga dipengaruhi oleh ukuran partikel lemak bubuk. ΔH pelelehan menunjukkan besaran energi yang diserap oleh sampel pada saat pelelehan terjadi. Sehingga partikel lemak bubuk yang lebih besar membutuhkan energi panas yang lebih besar untuk proses pelelehan. Namun demikian, lemak bubuk F60 yang dihasilkan dari tekanan udara semprot 0.4 bar memiliki nilai sudut gulir yang lebih tinggi daripada 0.8 bar pada kecepatan pompa 64 dan 112 g/menit. Ini menunjukkan adanya interaksi pengaruh antar parameter tersebut terhadap karakteristik bubuk yang dihasilkan. Peningkatan kecepatan pompa menyebabkan partikel lemak yang lebih besar (akibat tekanan udara semprot lebih rendah) terlempar semakin cepat sehingga menurunkan waktu tinggal di dalam chamber, sehingga kristalisasi yang terbentuk pada proses tekanan udara semprot 0.8 bar
50
lebih stabil daripada 0.4 bar. Hal ini didukung oleh sifat pelelehannya yang berbeda, yaitu titik leleh dan entalpi pelelehan lemak dengan tekanan udara semprot 0.8 bar lebih tinggi daripada 0.4 bar pada kecepatan pompa 112 g/menit. Tabel 4. 6 Pengaruh parameter proses dan formula terhadap sifat pelelehan lemak bubuk Sampel
Parameter proses
start (°C)
end (°C)
peak (°C)
∆H (J/g)
F50
0.8 bar, 15°C, 112 g/menit
37.93
58.86
55.17
-105.78
F60 F60 F60 F60
0.8 bar, 15°C, 112 g/menit 0.4 bar, 15°C, 112 g/menit 0.8 bar, 10°C, 42 g/menit 0.8 bar, 15°C, 42 g/menit
39.25 39.08 39.14 39.20
61.55 60.54 59.91 60.23
56.67 55.71 55.90 55.71
-132.37 -110.09 -113.46 -118.50
F70
0.8 bar, 15°C, 112 g/menit
40.13
61.86
57.23
-146.99
Pengaruh formula lemak bubuk Formula F60 dipilih sebagai formula awal pembuatan lemak bubuk karena memiliki tekstur yang cukup baik dan kadar β-karoten yang cukup tinggi (Tabel 4.3). Selanjutnya, melalui perlakuan beberapa parameter proses pendinginan semprot terhadap formula tersebut dapat diperoleh lemak bubuk yang mudah mengalir. Berdasarkan hasil ini, kemudian ditentukan dua formula lain dengan meningkatkan (F50) dan menurunkan komposisi MSM (F70) untuk melihat pengaruh formula lemak terhadap karakteristik lemak bubuk. Karakteristik ketiga formula dapat dilihat pada Tabel 4.4. Semakin tinggi komposisi MSM pada formula maka semakin tinggi kadar β-karoten lemak bubuk yang dihasilkan, tetapi menghasilkan karakteristik bubuk yang lebih sulit mengalir (Tabel 4.5). Lemak bubuk yang mudah mengalir pada suhu ruang dapat dihasilkan dari ketiga formula tersebut (Gambar 4.17). Namun peningkatan komposisi MSM hingga 55% dan 50% (F45dan F40) tidak dapat menghasilkan lemak bubuk yang mudah mengalir. Hal ini diduga bahwa karakteristik MSM yang liquid (RPO) dan semi solid (RPS) menyebabkan sifat kohesif dan adesif pada partikel lemak bubuk. Sehingga penggunaan MSM yang tinggi menyebabkan karakteristik partikel lemak bubuk yang tidak mudah mengalir. Gaya adesif antar partikel lemak bubuk dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor titik leleh bahan. Titik leleh bahan yang rendah dapat menyebabkan terbentuknya ikatan dan deformasi struktur plastis partikel yang menyebabkan meningkatnya gaya adesif antar partikel (Schulze 2011). Hasil pengukuran titik leleh bahan dan formula lemak ditampilkan pada Lampiran 4. Daya alir lemak bubuk juga dipengaruhi oleh titik leleh bahan yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara titik leleh bahan lemak dengan daya alir lemak bubuk yang dihasilkan. Semakin tinggi titik leleh maka semakin kecil sudut gulir lemak bubuk (Gambar 4.14 ). Titik leleh lemak ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah asam lemak penyusun trigliserida (Wittcoff 2004). Formula lemak bubuk F70 yang memiliki titik leleh lebih tinggi tersusun dari komponen TAG dengan komposisi asam lemak jenuh yang lebih banyak (Tabel 4.2).
51
Klasifikasi daya alir lemak bubuk
Gambar 4. 17 Klasifikasi daya alir lemak bubuk berdasarkan nilai sudut gulir pada setiap perlakuan proses dan formula lemak Pengelompokan daya alir bubuk berdasarkan nilai sudut gulir (AOR) menurut Carr yang disampaikan oleh Bodhmage (2006) yaitu, 2555⁰ sangat kohesif. Gambar 4.17 menunjukkan pengelompokan daya alir lemak bubuk kaya β-karoten yang dihasilkan dari beberapa formula lemak dan berbagai parameter proses pendinginan semprot. Semakin besar rasio minyak sawit merah maka semakin besar sudut gulir lemak bubuk (p<0.05). Formula F50, F60, dan F70 masing-masing memiliki sudut gulir berkisar antara 36.07° - 43.33°, 34.64° - 43.04°, 32.04° - 40.49°. Penggunaan laju aliran bahan 42 g/menit tidak dapat menghasilkan lemak bubuk kaya βkaroten yang mudah mengalir. Dengan meningkatkan kecepatan laju aliran bahan hingga 64 dan 112 g/menit dapat menghasilkan lemak bubuk yang mudah mengalir pada formula F50, F60 dan F70. Namun, jika rasio minyak sawit merah dinaikkan yaitu formula F45 (55% minyak sawit merah/ RPO:RPS = 1:1) dan F40 (60% minyak sawit merah/ RPO:RPS = 1:1) maka lemak bubuk yang dihasilkan hanya bersifat cukup dapat mengalir. Daftar Pustaka Bodhmage A. 2006. Correlation between physical properties and flowability indicators for fine powders characterisation of food powder flowability. Thesis. Department of Chemical Engineering University of Saskatchewan. Geldart D, Abdullah EC, Hassanpour A, Nwoke LC, Wouters I. 2006. Characterization of powder flowability using measurement of angle of repose. China Particuology. 4(3):104-107
52
Ilic I, Dreu R, Burjak M, Homar M, Kerc J, Srcic S. 2009. Microparticle size control and glimepiride microencapsulation using spray congealing technology. Int J Pharm. 378:176-183. Juslin L, Antikainen O, Merkku P, Yliruusi J. 1995. Droplet size measurement. II. Effect of three independent variables on parameters describing the droplet size distribution froma pneumatic nozzle studied bymultilinear stepwise regression analysis. Int J Pharm. 123:257-264. Maschke A, Becker C, Eyrich D, Kiermaier J, Blunk T, Göpferich A. 2007. Development of a spray congealing process for the preparation of insulinloaded lipid microparticles and characterization thereof, Eur J Pharm Biopharm. 65:175–187. Onwulata C. 2005. Encapsulated and powdered foods. CRC press. Boca Raton. Schulze D. 2011. Flow properties of powders and bulk solids. www.dietmarschulze.de. [27 Februari 2015] Teunou E, Fitzpatrick JJ, Synnott EC. 1999. Characterisation of food powder flowability. J Food Eng. 39:31-37 Wittcoff HA, Reuben BG, Plotkin JS. 2004. Industrial organic chemicals 2nd edition. A John Wiley and Sons Inc. New Jersey
53
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Lemak bubuk kaya β-karoten dan mudah mengalir pada suhu ruang dapat dihasilkan dengan menggunakan bahan baku minyak sawit merah dan FHPO melalui proses pendinginan semprot. Semakin tinggi kecepatan pompa bahan dan/atau semakin rendah tekanan udara semprot maka semakin besar ukuran partikel dan semakin baik daya alir lemak bubuk, sedangkan perbedaan suhu udara pendingin 10-20°C tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya alir lemak bubuk formula F60 dan F70. Lemak bubuk kaya β-karoten yang mudah mengalir pada suhu ruang dapat diperoleh dengan menggunakan parameter proses pendinginan semprot berupa suhu udara pendingin 15°C, tekanan udara semprot 0.4-0.8 bar dan laju aliran bahan 112 g/menit. Rasio maksimal MSM/FHPO yang dapat digunakan untuk menghasilkan lemak bubuk yang mudah mengalir diperoleh sebesar 50/50 (formula F50). Lemak bubuk tersebut mempunyai kadar β-karoten sebesar 167.71 ppm. Karakteristik formula bahan lemak mempengaruhi sifat lemak bubuk yang dihasilkan. Semakin besar rasio MSM yang digunakan pada formula maka semakin tinggi kadar βkaroten lemak bubuk. Titik leleh bahan lemak berkorelasi kuat dengan daya alir lemak bubuk yang dihasilkan. Semakin tinggi titik leleh akan menghasilkan lemak bubuk dengan daya alir yang lebih baik, yang ditunjukkan dengan sudut gulir yang lebih rendah. Saran Untuk mendukung hasil penelitian ini, maka diperlukan analisis lebih lanjut terhadap lemak bubuk yang dihasilkan, seperti analisis daya alir berdasarkan nilai cohesive strength, shear strength, wall friction, sudut gulir, kompresibilitas menggunakan rasio Hausner dan indeks Carr, serta karakteristik kristalisasi partikel lemak bubuk berdasarkan parameter proses dan formula lemak yang digunakan.
54
LAMPIRAN
Waktu (Detik)
0
5
10
15
25
30
20
Suhu ( °C )
35
0
50
100
150
200
250
300
350
400
suhu udara masuk
suhu udara keluar
Lampiran 1 Hasil pengamatan parameter suhu pada alat pendinginan semprot selama proses
55
Tekanan
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
0
50
100
150
250
Waktu (Detik)
200
tekanan aliran bahan (bar)
300
400
tekanan chamber (mbar)
350
tekanan udara semprot (bar)
cyclone differential (mbar)
56
Lampiran 2 Hasil pengamatan parameter tekanan pada alat pendinginan semprot selama proses
57
Lampiran 3 Analisis β-karoten Sampel RPO
U
berat (g)
Abs
1
0.1235 0.1235 0.1098 0.1098 0.1065 0.1065 0.1039 0.1039 0.1033 0.1033 0.1055 0.1055 0.1193 0.1193 0.1036 0.1036 0.1036 0.1036 0.112 0.112 0.1171 0.1171
0.55035 0.55037 0.48933 0.48862 0.28067 0.28081 0.27499 0.27493 0.00343 0.00359 0.18541 0.18491 0.20975 0.20953 0.14209 0.14241 0.14331 0.14313 0.11922 0.11958 0.12541 0.12546
2 RPS
1 2
FHPO
1
lemak bubuk F50
1 2
lemak bubuk F60
1 2
lemak bubuk F70
1 2
β-karoten (ppm) 426.69 426.70 426.72 426.10 252.34 252.47 253.42 253.36 3.18 3.33 168.27 167.82 168.35 168.17 131.32 131.62 132.45 132.28 101.92 102.23 102.54 102.59
rataan U
rataan
sd
426.70
426.55
0.21
252.90
0.70
3.25
3.25
0.10
168.05
168.15
0.15
131.92
0.63
102.32
0.35
426.41 252.40 253.39
168.26 131.47 132.37 102.08 102.57
58
Lampiran 4 Analisis Slip Melting Point (SMP) Sampel
U
FHPS
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
RPS
RPOn
F60
F70
F50
F45
F40
Suhu (°C) bb ba 57.0 57.0 57.5 57.5 57.5 58.0 48.0 48.0 47.5 48.0 48.0 48.5 17.5 18.5 16.5 17.5 17.0 19.0 54.0 54.0 54.0 54.0 54.0 54.5 55.0 55.0 55.0 55.0 55 55 53.5 54.0 53.5 54.0 53.0 53.5 53.0 53.5 53.0 53.5 53.5 53.5 52.5 53.0 52.5 53.0 52.5 53.0
bb = batas bawah, ba = batas atas
SMP
Nilai tengah SMP
57.0 - 58.0
57.5
47.5 - 48.5
48.0
16.5 - 19.0
17.8
54.0 - 54.5
54.3
55.0
55.0
53.0 - 54.0
53.5
53 - 53.5
53.3
52.5 - 53
52.8
59
Lampiran 5 Analisis ANOVA daya alir lemak bubuk formula F50 (Pengaruh suhu udara pendingin dan tekanan udara semprot) Dependent Variable: sudut ripos Type III Sum of Squares 30.119a
11
Mean Square 2.738
F 2.958
Sig. 0.005
105064.426
1
105064.4
113506.7
0.000
6.82
2
3.41
3.684
0.032
22.048
3
7.349
7.94
0.000
suhu * tekanan
1.252
6
0.209
0.225
0.967
Error
44.43
48
0.926
Total
105138.975
60
74.549
59
Source Corrected Model Intercept Suhu Tekanan
Corrected Total
Df
a. R Squared = .404 (Adjusted R Squared = .267) Duncana,b Subset Suhu
20
1 41.4540
2
10
N 15
20
41.8065
41.8065
20
20
Sig.
42.2770 0.252
0.129
Subset Tekanan 0.8
N 15
1 41.1240
0.4
15
41.6820
0.6
15
41.7740
1.2
15
Sig.
2
42.8033 0.086
1
60
Lampiran 6 Analisis ANOVA daya alir lemak bubuk formula F50 (Pengaruh tekanan udara semprot dan laju aliran bahan) Dependent Variable: sudut gulir Type III Sum of Source Squares Corrected Model 227.553a Intercept 68722.96 tekanan udara 24.124 laju aliran bahan 201.303 tekanan * laju 2.126 Error 23.763 Total 68974.28 Corrected Total
Df
Mean Square F 28.444 43.092 68722.96 104113.3 12.062 18.273 100.652 152.484 0.532 0.805 0.66
8 1 2 2 4 36 45
251.316
44
a. R Squared = .905 (Adjusted R Squared = .884) Duncana,b Subset Tekanan 0.4 0.8 1.2
N 15 15 15
Sig.
2
40.1140 0.843
1
Subset
Laju bahan 112
N 15
64
15
42
15
Sig.
1 38.5320 38.5913
1 36.7507
2
3
38.6173 41.8693 1
1
1
Sig. 0.000 0.000 0.000 0.000 0.530
61
Lampiran 7 Analisis ANOVA daya alir lemak bubuk formula F60 (Pengaruh suhu udara pendingin dan tekanan udara semprot) Dependent Variable: sudut gulir Source Corrected Model Intercept Suhu Tekanan suhu * tekanan Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 200.819a 121582.785 1.408 191.692 7.72 56.573 121840.177 257.392
Df 14 1 2 4 8 60 75 74
Mean Square F 14.344 15.213 121582.785 128948.6 0.704 0.746 47.923 50.826 0.965 1.023 0.943
a. R Squared = .780 (Adjusted R Squared = .729) Duncan a,b Subset Tekanan 0.4 0.8 0.6 1.2 1.6 Sig.
N 15 15 15 15 15
1 38.8047 38.9020 39.3360
2
3
41.4560 0.163
1
42.8160 1
Sig. 0.000 0.000 0.478 0.000 0.429
62
Lampiran 8 Analisis ANOVA daya alir lemak bubuk formula F60 (Pengaruh tekanan udara semprot dan laju aliran bahan) Dependent Variable:sudut Type III Sum of Mean Source Squares Df Square F a Corrected 135.062 8 16.883 16.61 Model Intercept 64134.608 1 64134.608 63098.94 tekanan 72.486 2 36.243 35.658 feed_rate 61.072 2 30.536 30.043 tekanan * 1.504 4 0.376 0.37 feed_rate Error 36.591 36 1.016 Total 64306.261 45 Corrected 171.653 44 Total a. R Squared = .787 (Adjusted R Squared = .739) Duncana,b Subset tekanan 0.8 0.4 1.2 Sig.
laju aliran bahan 112 64 42 Sig.
N 15
1 36.2067
15 15
2
3
37.734 1
1
39.3153 1
Subset N 15 15 15
1 36.2713
2
3
37.8667 1
1
39.118 1
Sig. 0.000 0.000 0.000 0.000 0.828
63
Lampiran 9 Analisis ANOVA daya alir lemak bubuk formula F70 (Pengaruh suhu udara pendingin dan tekanan udara semprot) Dependent Variable: sudut gulir Type III Sum of Mean Source Squares Df Square F Corrected 60.920a 11 5.538 5.693 Model Intercept 89909.394 1 89909.394 92424.65 Suhu 1.59 2 0.795 0.817 Tekanan 55.862 3 18.621 19.141 suhu * 3.468 6 0.578 0.594 tekanan Error 46.694 48 0.973 Total 90017.008 60 Corrected 107.614 59 Total a. R Squared = .566 (Adjusted R Squared = .467) Duncana,b Tekanan
N 0.8 0.6 0.4 1.2
Sig.
15 15 15 15
Subset 1 37.5587
2
3
38.4887 38.5587 1
0.847
40.2353 1
Sig. 0.000 0.000 0.448 0.000 0.733
64
Lampiran 10 Analisis ANOVA daya alir lemak bubuk formula F70 (Pengaruh tekanan udara semprot dan laju aliran bahan) Dependent Variable: sudut gulir Type III Sum of Mean Source Squares Df Square F Corrected 291.468a 8 36.434 67.093 Model Intercept 57347.052 1 57347.052 105606.3 Tekanan 60.169 2 30.085 55.402 Laju aliran 227.807 2 113.903 209.756 bahan tekanan * laju 3.493 4 0.873 1.608 Error Total
19.549 57658.069
36 45
0.543
Corrected 311.017 44 Total a. R Squared = .937 (Adjusted R Squared = .923) Duncana,b Tekanan 0.8 0.4 1.2 Sig.
Laju aliran bahan 112 64 42 Sig.
N 15 15 15
Subset 34.6927 35.0847 0.154
37.318 1
Subset N 15 15 15
1 33.0773
2
3
35.4467 1
1
38.5713 1
Sig. 0.000 0.000 0.000 0.000 0.193
20.00
-10.00
-5.00
0.00
DSC mW
30.00
40.00
Ch1 2 60 DSC-60 2014-10-08.tad Ch1 1 A60 DSC-60 2014-10-24.tad Ch1 2 B60 DSC-60 2014-10-24.tad Ch1 3 C60 DSC-60 2014-10-24.tad Ch1 1 50 DSC-60 2014-10-08.tad Ch1 3 70 DSC-60 2014-10-08.tad
Heat
Start
0 J/g x10
0
-105.78
End Peak Heat
50.00 Temp
[C]
0 x10 J/g
55.17 C x10
58.86 C x10
0
0 37.93 x10 C
-110.09
0 55.71 x10 C
Heat
60.54 C x10
Peak
0
39.08 0x10 C
0 x10 J/g
End
Start
-118.50
55.71 0x10 C
60.23 0x10 C
End Peak
0 39.20 x10 C
Start
60.00
Heat
Peak
End
Start
Heat
Peak
End
Start
0 x10 J/g
70.00
-146.99
0 J/g x10
57.23 0x10 C
61.86 0x10 C
40.13 0x10 C
-132.37
0 56.67 x10 C
0 61.55 x10 C
39.25 0x10 C
x10 J/g
0
Heat
-113.46
55.90 0x10 C
0 59.91 x10 C
End Peak
0 39.14 x10 C
Start
80.00
65
Lampiran 11 Analisis sifat pelelehan lemak bubuk metode DSC
65
66
67
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 7 November 1987 sebagai anak kedua dari pasangan Jafril dan Rasmita. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, lulus pada tahun 2009. Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada Program Studi Ilmu Pangan Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2012 melalui program Beasiswa Unggulan DIKTI. Penulis pernah bekerja sebagai Supervisor Produksi dan Quality Control di PT INDOLAKTO dari tahun 2009 sampai 2012. Selama mengikuti program magister, penulis aktif sebagai wakil ketua Forum Mahasiswa Ilmu Pangan (FORMASIP), mengikuti beberapa seminar, diantaranya The Heat Distribution and Penetration Test in The Food Industry, dan menjadi panitia pada International Conference Food for A Quality Life. Karya ilmiah yang merupakan bagian dari tesis ini dengan judul, 1) “The study of spray chilling parameters in β-carotene-rich fat powder production” akan diajukan pada Journal of Food Process Engineering” dan 2) “Penggunaan minyak sawit merah untuk pembuatan lemak bubuk kaya β-karoten melalui proses pendinginan semprot” telah diterima untuk terbit pada Jurnal Agritech Vol. 35, No. 4, November 2015.