PENGARUH PAPARAN CH4 DAN H2S TERHADAP KELUHAN GANGGUAN PERNAPASAN PEMULUNG DI TPA MRICAN KABUPATEN PONOROGO Ratih Andhika A.R1, Tofan Agung E.P2 1
Universitas Darussalam Gontor; 2 Universitas Airlangga
[email protected]
Abstrak Metana (CH4) sebagai gas dengan konsentrasi paling besar di TPA dan hidrogen sulfida (H2S) sebagai penyumbang bau yang sangat menyengat dari proses bakteri atau kimia, akan berdampak langsung pada pemulung yang bekerja setiap hari di TPA. Apabila konsentrasi gas CH4 dan H2S di TPA melebihi baku mutu dan terhirup oleh pemulung, maka akan menimbulkan keluhan gangguan pernapasan seperti batuk, nyeri dada, dan sesak napas. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh paparan gas CH4 dan H2S terhadap keluhan gangguan pernapasan pemulung di TPA Mrican Kabupaten Ponorogo. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi yaitu 32 pemulung dengan menggunakan total sampling. Uji pengaruh paparan gas CH4 dan H2S terhadap keluhan gangguan pernapasan menggunakan uji Fisher. Ukuran kekuatan hubungan antara variabel dependen dan independen menggunakan Rasio Odds (RO). Konsentrasi gas CH4 di zona aktif dan pasif pada pagi dan sore hari melebihi baku mutu dengan konsentrasi 0,11 %. Konsentrasi gas H2S di zona aktif (0,024 ppm) dan pasif (0,022 ppm) melebihi baku mutu yang telah ditentukan. Hasil uji Fisher menunjukkan ada pengaruh paparan gas CH4 dan H2S terhadap keluhan gangguan pernapasan dengan nilai p value masing-masing 0,015 dan 0,038 (p < 0,05). Nilai RO untuk CH4 yaitu 0,101 dengan probabilitas menderita keluhan gangguan pernapasan sebesar 9,2 %. Sedangkan nilai RO untuk H2S yaitu 0,137 dengan probabilitas menderita keluhan gangguan pernapasan sebesar 12%. Kata kunci : CH4; H2S; keluhan gangguan pernapasan; pemulung; TPA
THE EFFECT OF CH4 AND H2S EXPOSURE ON RESPIRATORY DISORDER COMPLAINTS OF SCAVENGERS AT LANDFILL OF MRICAN, PONOROGO REGENCY Abstract Methane (CH4) as gases with the highest concentration at a landfill and Hydrogen Sulfide (H 2S) as a very pungent odor contributor due to bacterial or chemical processes will directly have impacts on scavengers who daily work at a landfill. When the concentration of CH4 and H2S gases at the landfill exceeds the standard quality and is inhaled by scavengers will cause respiratory disorder complaints such as cough, chest pain, and shortness of breath. The objective of this research is to analyze the effect of CH4 and H2S exposure on respiratory disorder complaints of scavengers at landfill of Mrican, Ponorogo Regency. This research used the observational analytical method with the cross-sectional design. Its population was 32 scavengers. The samples of research were taken by using the total sampling technique. The effect of CH 4 and H2S gases was examined by a means of Fisher test. The measurement of correlational strength between the dependent and independent variables used the Odds Ratio (RO). The concentration of CH4 gas in active and passive zones in the morning and in the afternoon exceeds the standard quality with concentration of 0,11 %. The concentrations of H2S gas are 0,024 ppm in the active zone and 0,022 ppm in the passive zone respectively, which exceed the standard quality. The result of Fisher test shows that there is an effect of CH4 and H2S gas exposure on the respiratory disorder complaints with p = 0,015 and 0,038 for each variable respectively (p < 0,05). The value of RO for CH4 gas is 0,101 with the probability to suffer from respiratory disorder complaints of 9,2 %. Meanwhile, the value of RO for H 2S is 0,137 with the probability to suffer from respiratory disorder complaints of 12 %. Keyword: CH4; H2S; landfiill; respiratory disorder complaint; scavengers
1
oksigen
Pendahuluan
(O2),
amoniak
(NH3)
dan
gas
Hidrogen sulfida (H2S) yang menghasilkan Sampai sekarang ini masih banyak
bau telur busuk.
tempat pembuangan sampah yang kondisinya
Timbulnya gas-gas tersebut berdampak
sangat memprihatinkan, salah satunya adalah
langsung pada pemulung di TPA Mrican yang
tempat pembuangan sampah akhir Mrican di
setiap harinya bekerja mengambil barang-
Kabupaten
menimbulkan
barang bekas dan sampah tertentu di TPA
pencemaran udara seperti bau tidak sedap yang
mrican. Pemulung memiliki risiko yang sangat
cukup menyengat. Jumlah sampah yang ada di
tinggi untuk tertularnya penyakit karena
Kabupaten Ponorogo dalam satu hari antara
pemulung bekerja di lingkungan yang tidak
Ponorogo
yang
3
100 sampai dengan 130 m . Dari enam mobil
kondusif. Keluhan utama yang biasanya
sampah (armroll) yang ada, rata-rata mampu
dialami pemulung yaitu gangguan sistem
mengangkut empat kontainer. Dalam satu kali
pernapasan seperti batuk, sesak napas dan
angkut mobil armroll berisi 5 m3 sampah,
nyeri dada.
ditambah satu dumtruck yang berisi 6 m
3
sampah dan satu mobil pickup berisi 3 m3 sampah. Dari hasil kalkulasi diperoleh dalam
Tinjauan Teoritis
satu hari jumlah sampah yang ada di Kabupaten
Ponorogo
sebesar
Sedangkan
jumlah
persentase
129
m 3.
Undang-undang
Republik
Indonesia
sampah
nomor 18 tahun 2008 menyatakan tempat
berdasarkan sumber sampah tahun 2009
pembuangan akhir sampah adalah sarana fisik
sebanyak 315,95 m3/hari (Bidang Kebersihan
untuk berlangsungnya kegiatan pembuangan
dan
akhir sampah. TPA merupakan tempat yang
Pertamanan
Dinas
Ponorogo). Dengan
PU
Kabupaten
melihat dari jumlah
digunakan
untuk
menyimpan
dan
timbunan sampah yang ada status dari TPA
memusnahkan sampah dengan cara tertentu
Mrican sudah melebihi kapasitas atau dapat
sehingga dampak negatif yang ditimbulkan
disebut overload.
kepada lingkungan dapat dihilangkan atau
Menurut
United
State
Environmental
dikurangi.
Protection Agency (US-EPA) pada tahun 1991
Komponen pencemar udara di TPA yang
komponen gas yang dihasilkan dari tempat
berupa gas dihasilkan melalui beberapa proses
pembuangan akhir terdiri dari gas metana
(ATSDR, 2001) diantaranya yaitu :
(CH4), karbon dioksida (CO2), nitrogen (N), 2
1. Bakteri pengurai. Sebagian besar gas di
(PADEP, 2011). Jika kandungan oksigen di
TPA dihasilkan oleh bakteri pengurai, yang
udara
hingga
dibawah
terjadi ketika sampah organik diurai oleh
mengakibatkan
bakteri alami yang terdapat dalam limbah
kesadaran makhluk hidup karena kekurangan
dan tanah yang digunakan untuk menutup
asupan oksigen dalam tubuh. Berdasarkan
TPA. Limbah organik tersebut termasuk
hasil
makanan, sampah kebun, penyisiran jalan,
penentuan konsentrasi gas metana di udara
tekstil, produk kayu dan kertas.
zona 4 TPA Sumur Batu Kabupaten Bekasi
asfiksia
penelitian
Lestari
19,5% atau
akan
hilangnya
(2013)
tentang
2. Penguapan. Gas di TPA dihasilkan ketika
menunjukkan bahwa konsentrasi gas metana
limbah tertentu, terutama senyawa organik,
rata-rata dari zona 4 sebesar 433.434,572 g/m3.
berubah dari cairan atau padat menjadi uap.
Hasil pengukuran tersebut lebih besar jika
Proses ini dikenal sebagai penguapan. Non
dibandingkan dengan baku mutu Amerika
methane organic compounds (NMOCs)
yaitu sebesar 160 g/m3 (Legislative Council,
dalam gas TPA mungkin merupakan hasil
1999).
dari penguapan bahan kimia tertentu yang dibuang di TPA.
Selain gas metana, gas yang timbul di TPA adalah gas Hidrogen sulfida (H2S) yang
3. Reaksi kimia. Gas di TPA, termasuk
menghasilkan bau telur busuk dan sudah
NMOCs, dihasilkan dari reaksi kimia
tercium pada konsentrasi 0,5 ppm (Soemirat,
tertentu yang ada dalam sampah. Sebagai
2004).
contoh, jika pemutih klorin dan amonia
mengenali bau H2S ini dengan konsentrasi
kontak satu sama lain akan menghasilkan
0,0005 ppm sampai dengan 0,3 ppm. Gas H2S
gas yang berbahaya.
dengan
Pada
umumnya
konsentrasi
manusia
500
ppm,
dapat
dapat
Metana adalah gas utama yang dihasilkan
menimbulkan kematian, edema pulmonary,
oleh pembusukan bakteri limbah di TPA.
dan asphyxiant. H2S digolongkan asphyxiant
Metana (CH4) dapat menimbulkan ledakan dan
karena efek utamanya adalah melumpuhkan
kebakaran pada TPA jika berada di udara
pusat
dengan konsentrasi 5-15% (NIST, 2001).
disebabkan
Menurut
Negara
(Soemirat, 2009). Sianipar (2009) dalam
Hidup tahun 2008 berjudul
penelitiannya tentang analisis risiko paparan
kontribusi sampah terhadap pemanasan global
hidrogen sulfida pada masyarakat sekitar TPA
diperkirakan bahwa 1 ton sampah padat
sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan
menghasilkan 50 kg gas metana. Konsentrasi
menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi
gas metana yang tinggi akan mengurangi
hidrogen sulfida di TPA Terjun yaitu 0,0290
konsentrasi oksigen di atmosfer sehingga
mg/m3. Hasil tersebut telah melebihi baku
menyebabkan
tingkat
laporan
Lingkungan
gejala
Kementerian
kekurangan
oksigen
pernapasan, oleh
kebauan
sehingga terhentinya
yaitu
kematian pernapasan
0,02
mg/m3 3
(KepMenLH, 1996). Selain itu, responden
Ponorogo pada bulan Agustus – November
yang terpapar H2S melebihi kadar maksimal
Tahun 2015 dengan menggunakan jenis
mempunyai peluang 11,67 kali memiliki risiko
penelitian
akan
rancangan penelitian cross sectional.
mengalami
gangguan
kesehatan
observasional
analitik
dan
dibandingkan dengan responden terpapar H2S
Populasi dalam penelitian ini terdiri dari
yang tidak melebihi kadar maksimal (Sianipar,
populasi subjek yaitu 32 orang pemulung yang
2009).
bekerja di TPA Mrican Kabupaten Ponorogo
Pemulung adalah orang yang bekerja
dengan menggunakan total sampling (sampel
mengambil barang-barang bekas atau sampah
yang digunakan adalah total populasi) dan
tertentu untuk proses daur ulang. Dilihat dari
populasi objek yaitu udara ambien yang ada di
sudut pandang kesehatan, paparan gas metana,
tempat pembuangan akhir sampah dan di luar
karbon dioksida dan hidrogen sulfida di atas
tempat
berdampak
pemulung
dijadikan sebagai titik kontrol dengan jarak ±
(khususnya pada sistem pernapasan) yang
300 m dari TPA. Sampel udara yang akan
setiap hari berada di TPA dan pekerjaan
diambil terdiri dari zona A (zona aktif), zona
seorang pemulung memiliki risiko yang sangat
B (zona pasif), zona C (tempat istirahat
tinggi untuk tertularnya penyakit karena
pemulung dengan jarak ± 15 m dari timbunan
pemulung bekerja di lingkungan yang tidak
sampah), dan zona D (jauh dari TPA dengan
kondusif (Herlinda, 2010). Keluhan utama
jarak ± 300 m dari TPA (pemukiman
yang
penduduk)). Masing-masing zona terdiri dari 3
langsung
muncul
pada
pada
gangguan
sistem
pembuangan
pernapasan adalah batuk, sesak napas dan
titik
pengukuran
nyeri dada. Batuk merupakan gejala utama
pengukuran.
akhir sampah
yang
mewakili
yang
zona
pada penyakit sistem pernapasan. Sesak napas
Pengumpulan data dalam penelitian ini
(dispnea) merupakan suatu persepsi terhadap
diperoleh dari data primer meliputi data hasil
kesulitan untuk bernapas atau napas pendek.
observasi melalui pengukuran langsung gas
Nyeri dada adalah salah satu keluhan rasa
CH4 dan H2S di TPA Mrican dan data hasil
tidak nyaman yang merupakan gejala suatu
wawancara melalui kuesioner meliputi biodata
penyakit yang berhubungan dengan jantung
(karakteristik responden), riwayat kesehatan,
dan paru-paru (Somantri, 2009).
dan keluhan gangguan pernapasan serta data sekunder meliputi data tentang pemulung dan TPA Mrican dari Bidang Kebersihan dan
Metode Penelitian
Pertamanan Dinas PU Kabupaten Ponorogo. Pengukuran parameter pencemar udara
Penelitian ini dilakukan di TPA Mrican,
terdiri dari pengambilan sampel gas CH4
Desa Mrican Kecamatan Pulung Kabupaten
dilakukan oleh peneliti dan dianalisis oleh 4
BALINGTAN bidangnya.
Pati
yang
Analisis
ahli
sampel
gas
dalam CH4
menggunakan Gas Chromatography dengan
dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner. Analisis
data
dilakukan
detektor Flame Ionization Detector (FID).
menggunakan program
Selanjutnya dilakukan pengukuran H2S (SNI
meliputi
19-7117.7-2005) dengan metode biru metilen
(menggunakan uji Fisher dan Rasio Odds
menggunakan spektrofotometer. Pengukuran
(RO)).
keluhan
gangguan
pernapasan
analisis
SPSS
dengan
univariat
versi dan
20.0
bivariat
dilakukan
Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Analisis Univariat Tabel 1. Distribusi Karakteristik Pemulung Variabel Umur
< 45 th > 45 th L P 1-10 th >10 th 8 jam/hr 9 jam/hr Normal Gemuk Tidak Ya Ya Tidak
Jenis kelamin Masa kerja Lama paparan Status gizi Kebiasaan merokok Kebiasaan memakai Alat Pelindung Diri (APD)
n 24 8 23 9 22 10 22 10 25 7 13 19 19 13
% 75 25 71,9 28,1 68,7 31,2 68,7 31,2 78,1 21,9 40,6 59,4 59,4 40,6
Sumber : Data primer, 2015
Tabel 2. Hasil Pengukuran Gas CH4 dan H2S Variabel
A (aktif)
CH4 (%)
Pagi Sore
0,11 0,11
H2S (ppm)
Siang
0,024
ZONA B (pasif) C (istirahat pemulung) 0,09 0,11 0,09 0,11 0,022
0,019
D (kontrol)
Baku Mutu
0,05 0,06
0,1
0,013
0,02
Sumber : Data Primer, 2015
5
Pengukuran gas CH4 dilakukan pada 4
Zona
aktif,
pasif,
dan
istirahat
zona dan masing-masing terdiri dari 3 titik
pemulung terletak di TPA dan mempunyai
dengan menghadap ke arah angin dominan.
konsentrasi gas CH4 lebih besar daripada
Sampling dilakukan dua kali di setiap zona
zona kontrol yang terletak jauh dari TPA (±
yaitu pagi (06.30 – 07.30) dan sore hari
300 m dari TPA). Zona kontrol merupakan
(16.00 – 17.00) untuk mengetahui fluktuasi
daerah pemukiman penduduk yang dekat
konsentrasi gas metana selama 1 hari.
dengan TPA (± 300 m dari TPA).
Tabel
2
menunjukkan
bahwa
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa
konsentrasi gas CH4 terukur bervariasi di
konsentrasi gas CH4 di zona kontrol tidak
setiap zona dan tiap waktu pengukurannya.
melebihi baku mutu.
Konsentrasi terendah di pagi hari yaitu di
Pengukuran gas H2S dilakukan pada 4
zona kontrol (0,04 %) dan konsentrasi
zona dan masing-masing terdiri dari 3 titik
tertinggi di zona aktif dan pasif (0,12 %).
dengan menghadap ke arah angin dominan.
Konsentrasi terendah yang terjadi di sore
Sampling dilakukan pada siang hari (10.43
hari yaitu di zona kontrol (0,05 %) dan
– 14.35) dan dalam waktu 1 jam untuk
konsentrasi tertinggi yaitu di zona aktif dan
masing-masing zona. Tabel 2 menunjukkan
zona pasif (0,12 %). Konsentrasi gas CH4
bahwa
pada sore hari lebih besar di semua zona. Di
bervariasi
Indonesia belum ada peraturan tentang baku
terendah yaitu di zona kontrol sebesar 0,013
mutu konsentrasi gas CH4 di TPA. Namun,
ppm dan konsentrasi tertinggi di zona aktif
jika dibandingkan dengan baku mutu
sebesar 0,024 ppm. Baku mutu gas H2S
konsentrasi gas CH4 di udara ambien (0,1
menurut KepMenLH No. 50 Tahun 1996
%) menurut NIOSH, maka konsentrasi gas
tentang baku tingkat kebauan yaitu 0,02
CH4 yang melebihi baku mutu yaitu pada
ppm. Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui
zona aktif dan pasif sebesar 0,11 % (pagi
bahwa konsentrasi gas H2S di zona aktif
dan sore hari).
(0,024 ppm) dan pasif (0,022 ppm)
konsentrasi disetiap
gas zona.
H2S
terukur
Konsentrasi
melebihi baku mutu yang telah ditentukan.
Tabel 3. Distribusi Keluhan Gangguan Pernapasan Keluhan gangguan pernapasan Ya Tidak Total
Jumlah (n) 19 13 32
Persentase (%) 59,4 40,6 100
Sumber : Data Primer, 2015
6
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa pemulung
yang
mengalami
gangguan pernapasan) akan berkembang
keluhan
dengan sendirinya dalam tubuh pemulung,
gangguan pernapasan (59,4%) lebih banyak
sehingga mereka tidak merasakan keluhan
daripada pemulung yang tidak mengalami
gangguan pernapasan seperti batuk, nyeri
keluhan gangguan pernapasan (40,6%).
dada dan sesak nafas. Namun beberapa
Pemulung di TPA Mrican ternyata ada
pemulung yang tidak merasakan keluhan
yang tidak merasakan keluhan gangguan
gangguan pernapasan sama sekali tersebut
pernapasan sama sekali (13 orang). Hal ini
menyatakan bahwa pada awal bekerja
dimungkinkan
sebagai
mengalami
karena
adaptasi
mereka
sudah
mereka
memang
diri
mengalami keluhan gangguan pernapasan
dengan kondisi lingkungan). Adaptasi dapat
(batuk, nyeri dada, sesak nafas) dengan
terjadi dengan beberapa cara, salah satunya
keluhan paling sering yaitu batuk dengan
yaitu
rasa mual yang sangat. Bau yang berasal
melalui
(penyesuaian
pemulung,
proses
fisiologis
(Soemarwoto, 2004).
dari proses dekomposisi sampah di TPA
Pemulung yang bekerja setiap hari di TPA Mrican,
kekebalan
terhadap
Mrican merupakan penyebab rasa mual yang dialami pemulung.
infeksi saluran pernapasan atas (keluhan
2. Analisis Bivariat Tabel 4. Hasil uji Fisher Berbagai Parameter terhadap Keluhan Gangguan Pernapasan Variabel Umur Jenis kelamin Masa kerja Lama paparan Status gizi Kebiasaan merokok Kebiasaan memakai Alat Pelindung Diri (APD)
p 0,101 0,004 0,024 0,699 0,195 1,000
Keterangan Tidak ada hubungan Ada hubungan Ada hubungan Tidak ada hubungan Tidak ada hubungan Tidak ada hubungan
0,071
Tidak ada hubungan
Sumber : Hasil Uji SPSS, 2015
2. Ada hubungan antara jenis kelamin dan keluhan gangguan pernapasan. Jenis kelamin akan mempengaruhi kapasitas Berdasarkan tabel 4, diperoleh hasil
parunya, karena secara anatomi sudah
sebagai berikut :
berbeda. Volume dan kapasitas seluruh
1. Tidak ada hubungan yang signifikan
paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25
antara umur dan keluhan gangguan
persen lebih kecil dibandingkan pria
pernapasan.
(Guyton dan Hall, 2008). Hal ini sesuai 7
dengan hasil yang diperoleh bahwa
orang gemuk pendek. Salah satu akibat
semua pemulung wanita mengalami
kekurangan zat gizi dapat menurunkan
keluhan gangguan pernapasan, berbeda
sistem imunitas dan antibodi sehingga
dengan
laki-laki,
orang mudah terserang infeksi seperti
diantara
mereka
hanya
beberapa
yang
mengalami
keluhan gangguan pernapasan.
pilek,
batuk,
diare
dan
juga
berkurangnya kemampuan tubuh untuk
3. Ada hubungan antara masa kerja dan
melakukan detoksifikasi terhadap benda
keluhan gangguan pernapasan. Menurut
asing seperti debu organik ataupun gas
Morgan dan Parkes dalam Budiono
yang masuk dalam tubuh (Almaitser,
(2007),
2002).
waktu
yang
dibutuhkan
seseorang yang terpapar kontaminan pencemar
udara
untuk
terjadinya
6. Tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok
dan
keluhan
gangguan
Merokok
dapat
gangguan fungsi paru yaitu kurang lebih
pernapasan.
10 tahun. Hal ini sesuai dengan hasil
menyebabkan perubahan struktur, fungsi
yang
menyebutkan
saluran napas dan jaringan paru-paru.
bahwa pemulung dengan masa kerja >
Akibat perubahan anatomi saluran napas
10 tahun sebagian besar mengalami
pada perokok akan timbul perubahan
keluhan gangguan pernapasan.
pada fungsi paru dengan segala macam
diperoleh
yang
4. Tidak ada hubungan antara lama paparan dan
keluhan
gangguan
pernapasan.
gejala klinisnya (Fontham, et al., 1994 dalam Yulaekah, 2007).
Menurut Horrington dan Gill (2005),
7. Tidak ada hubungan antara kebiasaan
lama bekerja adalah durasi waktu untuk
memakai APD dan keluhan gangguan
melakukan
pernapasan. APD dalam hal ini adalah
suatu
kegiatan/pekerjaan
setiap harinya yang dinyatakan dalam
masker
satuan jam. Lamanya seseorang bekerja
pernapasan, selain itu APD yang biasa
dengan
digunakan pemulung saat bekerja adalah
baik
dalam
sehari
pada
umumnya 8 jam.
keluhan
pelindung
saluran
sepatu boot, sarung tangan, dan topi.
5. Tidak ada hubungan antara status gizi dan
sebagai
pernapasan.
yang tidak menggunakan APD secara
Status gizi mempengaruhi kapasitas
lengkap dengan alasan APD tersebut
paru,
tidak nyaman saat dipakai.
orang
gangguan
Namun, ada juga beberapa pemulung
kurus
tinggi
biasanya
kapasitas vital paksanya lebih besar dari
8
Tabel 5. Hasil Uji Fisher Gas CH4 dan H2S terhadap Keluhan Gangguan Pernapasan Variabel
p 0,015 0,038
CH4 H2S
RO 0,101 0,137
Keterangan Ada pengaruh Ada pengaruh
Probabilitas 9,2 % 12 %
Sumber : Hasil Uji SPSS, 2015
Berdasarkan tabel 5, diperoleh hasil
konsentrasi gas H2S di TPA Terjun
sebagai berikut :
melebihi baku mutu yaitu 0,029 mg/m3
1. Ada pengaruh paparan gas CH4 terhadap
dan responden yang terpapar udara
keluhan gangguan pernapasan dengan
mengandung gas H2S melebihi kadar
nilai
probabilitas
maksimal mempunyai peluang 11,667
pemulung pada paparan gas CH4 yang
kali memiliki resiko akan mengalami
melebihi NAB untuk menderita keluhan
gangguan kesehatan akibat menghirup
gangguan pernapasan adalah sebesar 9,2
gas H2S dibandingkan dengan responden
%. Hasil tersebut sesuai dengan hasil
yang tidak melebihi kadar maksimal.
RO
penelitian
0,101
dan
Lestari
(2013)
yang
menyebutkan konsentrasi rata-rata gas
Sampah yang dibuang begitu saja ternyata
CH4 di zona 4 TPA Sumur Batu
juga
Kabupaten Bekasi sebesar 433.434, 235
pemanasan
μg/m3 lebih besar dari baku mutu yang
menghasilkan gas metana (CH4). Rata-rata tiap
telah ditentukan. Zona 4 TPA Sumur
satu ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas
Batu
metana.
Kabupaten
Bekasi
berpotensi
berkontribusi global
Berdasarkan
dalam
mempercepat
karena
SNI
sampah
19-3964-1994,
sebagai salah satu sumber penghasil gas
timbulan sampah di TPA Mrican Kabupaten
rumah kaca penyebab pemanasan global.
Ponorogo pada tahun 2015 yaitu 124,7
2. Ada pengaruh paparan gas H2S terhadap
ton/hari. Hal ini menunjukkan bahwa pada
keluhan gangguan pernapasan dengan
tahun 2015 gas metana yang dihasilkan dari
nilai
TPA Mrican yaitu sebesar 6,235 kg.
RO
0,137
dan
probabilitas
pemulung pada paparan gas H2S yang
Gas
metana
itu
sendiri
mempunyai
melebihi NAB untuk menderita keluhan
kekuatan merusak hingga 20 – 30 kali lebih
gangguan pernapasan adalah sebesar 12
besar daripada CO2. Gas metana berada di
%. Hasil tersebut sesuai dengan hasil
atmosfer dalam jangka waktu sekitar 7 – 10
penelitian
tahun dan dapat meningkatkan suhu sekitar
Listautin
(2012)
yang
menyebutkan bahwa ada hubungan zat
1,3° Celsius per tahun (Norma, 2012).
kimia hidrogen sulfida dengan keluhan
Keberadaan dan pergerakan gas metana
kesehatan dengan nilai p = 0,014 (p <
sangat berbahaya pada TPA yang tidak
0,05). Hasil penelitian Sianipar (2009)
dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan gas.
juga
Hal ini disebabkan konsentrasi minimal gas 9
menyebutkan
bahwa
rata-rata
metana sebesar 5-15 % dapat mengakibatkan
gas hidrogen sulfida (H2S). Manusia sangat
bahaya ledakan dan kebakaran bila bercampur
sensitif terhadap bau hidrogen sulfida dan bisa
dengan udara atau peledakan saat terkena
mencium
bau
sambaran petir (US-EPA, 2010a). Menurut
serendah
0,5
Firman L. S., seorang pakar persampahan dari
informasi yang dikumpulkan oleh Connecticut
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Departement of Public Health, konsentrasi
(BPPT) menjelaskan bahwa ledakan di TPA
hidrogen sulfida di udara ambien sekitar TPA
terjadi karena gas metana yang dihasilkan
± 15 ppm (CTDPH, 1997). Gas H2S dengan
sampah bereaksi dengan udara. Tumpukan
konsentrasi 500 ppm, dapat menimbulkan
berton-ton sampah tersebut tidak memiliki
kematian, edema pulmonary, dan asphyxiant.
saluran
H2S digolongkan asphyxiant karena efek
ventilasi
sehingga
terjebak
dan
tersebut
pada
sampai
ppm.
Menurut
volumenya terus meningkat seiring dengan
utamanya
bertambahnya sampah. Ketika timbunan gas
pernapasan, sehingga kematian disebabkan
dalam volume besar ini bersentuhan dengan
oleh terhentinya pernapasan (Soemirat, 2009).
udara, terjadilah pijar api yang disertai ledakan (Salman, 2010). Selain
itu,
adalah
1
konsentrasi
melumpuhkan
pusat
Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah seharusnya merupakan tempat dimana sampah
kemungkinan
terjadinya
mencapai tahap akhir dalam pengelolaan dan
longsor sangat besar karena timbunan sampah
dilakukan proses isolasi sampah secara aman
yang tinggi. Kejadian longsornya sampah di
agar tidak menimbulkan gangguan terhadap
TPA pernah terjadi di TPA Leuwigajah,
lingkungan
Cimahi, Jawa Barat pada 21 Februari 2005.
penyediaan fasilitas dan pengelolaan yang
Sebanyak 143 orang tewas seketika, 137
benar agar keamanan tersebut dapat dicapai.
rumah serta 8,4 hektar kebun dan lahan
Namun, selama ini masih banyak persepsi
pertanian warga tertimbun longsoran sampah.
keliru tentang TPA yang sering dianggap
Survei yang dilakukan sebelum terjadi longsor
hanya sebagai tempat pembuangan sampah.
oleh Enri Damanhuri, pakar lingkungan dari
Hal ini menyebabkan banyak pemerintah
Institut
(ITB)
daerah merasa sayang untuk mengalokasikan
menunjukkan konsentrasi gas metana di TPA
pendanaan bagi penyediaan fasilitas di TPA
Leuwigajah sangat kritis yaitu mencapai 10
yang
hingga 12 persen. Terjadinya ledakan yang
dibandingkan
sangat keras tersebut yang membuat tumpukan
lainnya.
Teknologi
Bandung
sampah longsor (Salman, 2010).
menimbulkan
bau
dirasakan
sehingga
kurang
dengan
diperlukan
diprioritaskan
penggunaan
sektor
Pengelolaan dan fasilitas di TPA Mrican
Akibat lain dari tumpukan sampah di TPA yaitu
sekitar,
yang
sangat
juga
kurang
maksimal
sehingga
dapat
menimbulkan berbagai dampak baik bagi
menyengat (bau telur busuk) yang berasal dari 10
lingkungan
hidup
maupun
kesehatan
masyarakat, diantaranya yaitu : 1. TPA
Mrican
kurang
ramah lingkungan. Prinsip-prinsip pengelolaan sampah (paradigma baru) menurut Undang-
untuk
Undang Nomor 18 Tahun 2008 adalah
lingkungan sekitarnya karena lokasi TPA
menerapkan strategi Reduce – Reuse – Recycle
Mrican dekat dengan pemukiman sehingga
(3R).
kemungkinan
aman
untuk
menimbulkan
gangguan kesehatan pada masyarakat cukup besar. 2. TPA Mrican mempunyai jenis tanah tidak kedap air sehingga jika hujan, air akan merembes dan mengalir ke sungai dekat dengan TPA, begitu pula dengan air lindi (air rembesan sampah). 3. TPA Mrican berpotensi mencemari sungai dan sumur warga karena air lindi dialirkan
Gambar 1. Potensi 3R dalam pengelolaan sampah
ke sungai melalui pipa tanpa proses pengolahan. 4. Dalam praktiknya TPA Mrican menerapkan sistem open dumping yang mengakibatkan potensi
pencemaran
lingkungan
akan
semakin besar seperti perkembangan vektor penyakit, polusi udara oleh bau dan gas yang
dihasilkan,
polusi
air
akibat
banyaknya lindi yang timbul dan estetika lingkungan
yang
buruk
karena
Keberhasilan penerapan paradigma baru ini dapat tercapai tentu melalui koordinasi yang baik dengan instansi terkait seperti Dinas Pertamanan, Dinas Pasar, Bapedalda (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah), Kelurahan, dan sebagainya. Masyarakat tentu saja harus terlibat aktif, misalnya dalam kegiatan pemilahan dan pengumpulan sampah.
pemandangan yang kotor.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, sudah saatnya pemerintah Kabupaten Ponorogo mau merubah pola pikir yang lebih ramah sampah
lingkungan. yang
Konsep
terpadu
sudah
pengelolaan waktunya
diterapkan, yaitu dengan meminimasi sampah serta maksimalkan kegiatan daur ulang dan
Kesimpulan Berdasarkan
hasil
penelitian
dapat
disimpulkan bahwa : 1. Konsentrasi gas metana (CH4) dan hidrogen sulfida (H2S) di TPA Mrican Ponorogo melebihi baku mutu.
pengomposan disertai dengan TPA yang 11
2. a. Ada pengaruh paparan gas metana (CH4) terhadap keluhan gangguan pernapasan
Daftar Pustaka
pemulung di TPA Mrican Kabupaten Ponorogo dengan nilai p value = 0,015
Agency for Toxic Substances and Disease
dan probabilitas pemulung pada paparan
Registry (ATSDR). 2001. Landfill
gas CH4 yang melebihi NAB untuk
Gas
menderita keluhan gangguan pernapasan
Department of Health and Human
adalah sebesar 9,2 %.
Services.
b. Ada pengaruh paparan gas hidrogen sulfida (H2S) terhadap keluhan gangguan
Basics.
Georgia:
U.S.
Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
pernapasan pemulung di TPA Mrican
Budiono, I. 2007. Faktor Risiko Gangguan
Kabupaten Ponorogo dengan nilai p
Fungsi Paru pada Pekerja Pengecatan
value = 0,038 dan probabilitas pemulung
Mobil. Tesis. Semarang: Universitas
pada paparan gas H2S yang melebihi
Diponegoro.
NAB untuk menderita keluhan gangguan
Connecticut Department of Public Health (CTDPH).
pernapasan adalah sebesar 12 %.
1997.
Fact
Sheet:
Municipal Solid Water Landfill Gases and Reproductive Health and the Danbury Landfill. Environmental &
Saran
Occupational Saran
yang
dapat
diberikan
yaitu
mengoptimalkan sistem control landfill dalam
Health
Assessment
Program. Fischer, C. 1999. Gas Emission from Landfills.
pengelolaan TPA Mrican sebelum TPA baru
AFR-REPORT
dengan sistem sanitary landfill siap digunakan,
Swedish Environmental Protection
dilakukan upaya pengolahan air lindi agar
Agency.
tidak lagi mencemari sungai di dekat TPA,
Fisiologi
lebih efektif dan ramah lingkungan serta
Jakarta: EGC.
untuk
pengelolaan
Sweden:
Guyton, A.C. dan J.E. Hall. 2008. Buku Ajar
menentukan model pengelolaan sampah yang
menerapkannya
264.
Kedokteran.
Edisi
11.
TPA
Herlinda. 2010. Persepsi Pemulung terhadap
Mrican dan menggunakan data-data yang
Risiko Kesehatan dan Keselamatan
diperoleh dari hasil penelitian ini untuk
Kerja Dikaitkan dengan Penggunaan
diinformasikan kepada pemulung maupun
Alat Pelindung Diri (APD) di Tempat
masyarakat yang tinggal di sekitar TPA
Penampungan
Mrican.
(TPS) Tegallega, Bandung, 2010.
Sampah
Sementara
Tesis. Depok: Universitas Indonesia. 12
Horrington,
J.M
dan
F.S.
Gill.
2005.
Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC.
http://www.eurojournals.com/ejsr.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2008. Kontribusi
Sampah
terhadap
htm. Norma, R. 2012. Mengurangi Sampah Bagian
Pemanasan Global. Jakarta Timur:
dari
Deputi
http://green.kompasiana.com/polusi/2
Urusan
Pengendalian
Investasi.
Pencemaran, Asisten Deputi Urusan
012/03/21/mengurangi-sampah-
Limbah Domestik dan Usaha Kecil.
bagian-dari-investasi/.
KepMenLH No. 50 Tahun 1996. Baku Tingkat Kebauan. Jakarta: KEMENLH.
1
Agustus
2015. Occupational
Legislative Council. 1999. Natural Resources
Safety
Administration
and
Health
(OSHA).
2012.
& Environmental Control Delaware
Chemical
Administrative Code: Ambient Air
Carbon Dioxide.: U.S Department of
Quality Standards. USA: Air Quality
Labor.
Management Section, Office of The
https://www.osha.gov/dts/chemicalsa
Register of Regulation, State of
mpling/data/CH_225400.html.
Delaware.
April 2015.
Lestari, L.I. 2013. Penentuan Konsentrasi Gas
Sampling
Information:
Washington,
DC.
17
Pennsylvania Department of Environmental
Metana di Udara Zona 4 TPA Sumur
Protection
Batu Kabupaten Bekasi. Bandung:
Environmental Health Fact Sheet-
Teknik Lingkungan Fakultas Teknik
Methane. Division of Environmental
Sipil dan Perencaraan ITENAS.
Health Epidemiology. Harrisburrg,
Listautin. 2012. Pengaruh Lingkungan Tempat
(PADEP).
2011.
Pennsylvania.
Pembuangan Akhir Sampah, Personal
http://www.depweb.state.pa.us/portal/
Hygiene dan Indeks Massa Tubuh
server.pt/community/dep_home/5968.
(IMT) terhadap Keluhan Kesehatan
27 April 2015.
pada Pemulung di Kelurahan Terjun
Salman, A.F. 2010. Longsor Sampah di TPA
Kecamatan Medan Marelan. Tesis.
Leuwigajah
Medan:
Terbesar di Dunia. http://www.koran-
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat, USU. National
America.
Institute
Tragedi
Kedua
jakarta.com/. 1 Agustus 2015. and
Sianipar, R.H. 2009. Analisis Risiko Paparan
Technology (NIST). 2001. Methane.
Hidrogen Sulfida pada Masyarakat
Material Measurement Laboratory.
sekitar
U.S Secretary of Commerce on
Kecamatan Medan Marelan Tahun
Behalf
of
of
:
the
Standards
United
State
TPA
Sampah
Terjun
of 13
2009.
Tesis.
Medan:
Universitas
Sumatera Utara. SNI
19-3964-1994.
United
Spesifikasi
Timbulan
Sampah untuk Kabupaten Kecil dan Kabupaten
_______ 2010a. Global Methane Initiative.
Sedang
di
Indonesia.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. SNI 19-7117.7-2005. Emisi gas buang-Sumber tidak bergerak-Bagian 7: Cara uji
States
Environmental
Protection Agency. Washington Yulaekah, S. 2007. Paparan Debu Terhirup dan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu Kapur. Tesis. Semarang:
Program
Pascasarjana,
UNDIP.
kadar hidrrogen sulfida (H2S) dengan metoda biru metilen menggunakan spektrofotometer.
Jakarta:
Badan
Standardisasi Nasional. Soemarwoto, Otto. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Penerbit Djambatan. Soemirat.
2009.
Kesehatan
Lingkungan.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Somantri, I. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan
Gangguan
sistem
Pernapasan. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Undang-undang Republik Indonesia No. 18 tahun 2008. Pengelolaan Sampah. 7 Mei 2008. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. United State Environmental Protection Agency (US-EPA). 1991. Air Emission from Municipal Solid Waste LandfillsBackground
Information
for
Proposed Standards and Guidelines. EPA-450/3-90-011a. Chapter 3 and 4. U.S
Environmental
Protection
Agency, Office of Solid Waste. Washington, DC. 14