Tahun XXVI, No. 2 Agustus 2016
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
PENGARUH OUTPUT SEKTOR PERTANIAN, INDUSTRI PENGOLAHAN DAN PERDAGANGAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI PROPINSI JAWA TIMUR (TAHUN 2005 – 2013) Dian Candra Sakti | Bustani Berachim Free Researcher
[email protected] | Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisis dan menguji pengaruh output sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan hotel dan restoran terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur. Pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan metode regresi data panel. Data yang digunakan adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan (AHDK) tahun 2000 dan Jumlah Penduduk Miskin dari 29 Kabupaten dan 9 Kota yang ada di Provinsi Jawa Timur, mulai tahun 2005 sampai tahun 2013. Estimasi menggunakan model Fixed Effect Model (FEM) atau sering disebut juga dengan teknik Least Squares Dummy Variable (LSDV). Hasil dari model menunjukan output sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan hotel dan restoran berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penurunan jumlah penduduk miskin di Propinsi Jawa Timur. Peningkatan output sektor pertanian sebesar Rp. 1 milyar akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 355 orang, cetirus paribus. Peningkatan output sektor industri sebesar Rp. 1 milyar akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 169 orang, cetirus paribus. Peningkatan output sektor perdagangan hotel dan restoran sebesar Rp. 1 milyar akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 217 orang, cetirus paribus. KATA KUNCI : Output Sektor Pertanian, Output Sektor Industri Pengolahan, Output Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran, Jumlah Penduduk Miskin
ABSTRACT This study was conducted to analyze and examine the influence of the agricultural sector output, processing industry, trade, hotels and restaurants to the poor population in the province of East Java. Quantitative approach in this study using panel data regression method. The data used is the Gross Domestic Product (GDP) at constant prices (AHDK) in 2000 and the Poverty rates of 29 districts and 9 Cities in East Java province, from 2005 to 2013. The estimated using models Fixed Effect Model (FEM) or often referred to as engineering Least Squares Dummy Variable (lSDV). The results of the model shows the output of agriculture, manufacturing, trade, hotels and restaurants negative and a significant effect on reducing the amount of poor population in the province of East Java. Increased output of the agricultural sector amounted to Rp. 1 billion will reduce the amount of poor population of 355 people, cetirus paribus. Increased output of the industrial sector of Rp. 1 billion will reduce the amount of poor population by 169 people, cetirus paribus. Increased output of the hotel and restaurant trade Rp. 1 billion will reduce the number of poor by 217 people, cetirus paribus.
- 113 -
Tahun XXVI, No. 2 Agustus 2016
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
PENDAHULUAN Permasalahan pokok dalam pembangunan ekonomi adalah meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB), mengurangi kesenjangan pendapatan dan menurunkan jumlah penduduk miskin. Disisi lain meningkatnya pertumbuhan kadang menjadi sebuah dilema, karena meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu memberi jaminan bahwa kesenjangan pendapatan dan jumlah penduduk miskin akan rendah. Kemiskinan tidak hanya menjadi fokus masalah nasional di Indonesia tetapi juga menjadi fokus utama dalam pembangunan di Propinsi Jawa Timur. Masalah penurunan jumlah penduduk miskin di Propinsi Jawa Timur disebabkan oleh rendahnya akses terhadap pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja dan permodalan. Masalah lainnya adalah belum optimalnya produktivitas pertanian, rendahnya kesejahteraan masyarakat petani serta kurangnya pengendalian alih fungsi lahan pertanian, dimana sebagian besar jumlah penduduk miskin ada di pedesaan yang notabene adalah petani.
mencapai 5,35 persen dan mencapai 5,81 persen di tahun 2013. Apabila melihat gambaran jumlah penduduk miskin didua propinsi tersebut hampir sama, dimana Propinsi Jawa Timur pada tahun 2005 sebesar 7.139.900 orang dan menjadi 4.865.000 orang di tahun 2013, sementara Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2005 jumlah penduduk miskinnya sebesar 6.533.000 orang dan menjadi 4.863.000 orang di tahun 2013. Namun permasalahanya yang patut dilihat adalah laju jumlah penduduk miskin di Propinsi Jawa Timur turun tidak terlalu signifikan. penurunan kemiskinannya hampir sama dengan di Propinsi Jawa Tengah. Kondisi ini memberikan suatu gambaran bahwa ada sesuatu yang kurang efektif dari program penurunan kemiskinan di Jawa Timur. Tentunya hal ini perlu dikaji lebih dalam dengan menganalisis kondisi sektoral di Provinsi Jawa Timur.
Sumber: Badan Pusat Statistik, data diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, data diolah
Gambar 1. Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Timur Tahun 2005 – 2013
Gambar 2. Output Sektor Pertanian Provinsi Jawa Timur Tahun 2005 – 2013
Gambar 1. diatas menunjukan bahwa Provinsi Jawa Timur selalu berupaya menekan jumlah penduduk miskin dengan berbagai program, diantaranya yaitu dengan mencanangkan program pro poor sebagaimana tersurat dalam visi dan misi RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009-2014. Gambar tersebut juga memperlihatkan tren jumlah penduduk miskin di Jawa Timur terus turun secara konstan, dimana tahun 2005 tercatat 7.139.900 orang dan terus turun menjadi 4.865.000 orang di tahun 2013. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur rata-rata lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Jawa Barat maupun Jawa Tengah. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur mencapai 5,84 persen di tahun 2005 dan mencapai 6,55 persen ditahun 2013, sedangkan Jawa Tengah di tahun 2005
Gambar 2. memperlihatkan perkembangan output sektor pertanian pada PDRB Jawa Timur selama periode 2005-2013. Perkembangan output sektor pertanian di Jawa Timur cenderung menurun, khususnya pada periode 2005-2013. Pada tahun 2005, output sektor pertanian masih mampu menyumbang sebesar Rp. 44.700.965.000 dari PDRB, angka tersebut naik tapi tidak terlalu signifikan yaitu sebesar Rp. 64.699.670.000 pada tahun 2013. Menurut Ananda (2010) ada dua hal yang menyebabkan kondisi sektor pertanian di Jawa Timur terus mengalami penurunan, yaitu penyebab pertamanya adalah terjadinya konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian dimana per tahunnya rata-rata mencapai sebesar 65.000 hektar.
- 114 -
Tahun XXVI, No. 2 Agustus 2016
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
lebih besar output sektor kontribusinya juga cenderung menurun.
Sumber: Badan Pusat Statistik, data diolah
Gambar 3. Output Sektor Industri Pengolahan Propinsi Jawa Timur Tahun 2005 – 2013
Gambar 3. diatas, menunjukan perkembangan output sektor industri pengolahan di Jawa Timur sedikit berbeda dengan sektor pertanian. Jika output sektor pertanian kenaikannya tidak terlalu besar, sedangkan output sektor industri pengolahan terhadap PDRB lebih besar dimana pada tahun 2005 output sektor industri pengolahan menyumbang sebesar Rp. 70.635.851.000 dan pada tahun 2013 sebesar Rp. 97.952.459.000 dari total PDRB. Tren kenaikan dari tahun 2005 sampai 2013 cenderung mengalami kenaikan. Hal ini menunjukan indikasi terdapat efisiensi dalam pengelolaan output sektor industri. Output sektor industri merupakan sektor yang banyak menyerap tenaga kerja, jika melihat tren peningkatan diatas maka sudah sewajarnya karena Propinsi Jawa Timur adalah basis industri nasional kedua setelah DKI Jakarta.
Sumber: Badan Pusat Statistik, data diolah
Gambar 4. Output Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Propinsi Jawa Timur Tahun 2005 – 2013
Gambar 4. diatas, menunjukan perkembangan output sektor perdagangan, hotel dan restoran di Jawa Timur sedikit berbeda dengan output sektor pertanian dan output sektor industri pengolahan. Jika output sektor pertanian kenaikannya cenderung sedikit dan sektor industri pengolahan cukup besar walau kontribusi outputnya jauh
Sebaliknya, perkembangan output sektor perdagangan hotel dan restoran justru mengalami tren kenaikan yang cukup signifikan, meskipun terjadi fluktuasi. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi perubahan struktur perekonomian di Jawa Timur yaitu dilihat dari pergerakan struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder yang terlihat signifikan. Berkaitan dengan hal tesebut, penelitian ini bertujuan untuk lebih memahami setiap output sektoral dalam merespon jumlah penduduk miskin di Propinsi Jawa Timur, yang merupakan salah satu daerah yang paling dinamis serta memiliki posisi penting secara ekonomi dan merupakan Propinsi terbesar kedua di Indonesia. Chambers (2010:18) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu intergrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu : 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Todaro (1995:37) mengemukakan bahwa variasi kemiskinan di negara berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : (1) luasnya negara, (2) perbedaan sejarah, sebagian dijajah oleh negara yang berlainan, (3) perbedaan kekayaan sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusianya, (4) relatif pentingnya sektor publik dan swasta, (5) perbedaan struktur industri. Clark (2002:406) yang menyatakan penduduk dalam jumlah besar membawa kesulitan ekonomi bagi masyarakat yang hidup dengan metode tradisional. Jumlah penduduk yang besar yang tercermin pada besar penduduk pada setiap keluarga akan menyebabkan pendapatan per kapita yang rendah, apabila tidak diikuti oleh akumulasi modal yang dimiliki oleh setiap anggota keluarga. Teori neoklasik berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi bersumber pada penambahan dan perkembangan faktor faktor yang mempengaruhi penawaran agregat. Teori pertumbuhan ini juga menekankan bahwa
- 115 -
Tahun XXVI, No. 2 Agustus 2016
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
perkembangan faktor-faktor produksi dan kemajuan teknologi merupakan faktor penentu dalam pertumbuhan ekonomi. Teori pembangunan Lewis (1994:330) pada dasarnya membahas proses pembangunan yang terjadi antara daerah kota dan desa yang mengikutsertakan proses urbanisasi yang terjadi di antara kedua tempat tersebut. Teori ini juga membahas pola investasi yang terjadi di sektor modern dan juga sistem penetapan upah yang berlaku di sektor modern yang pada akhirnya akan berpengaruh besar terhadap arus urbanisasi yang ada. Chenery (1997:51) dalam analisis teori Pattern of Development atau Teori Perubahan Struktural merupakan teori yang menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transformasi ekonomi yang dialami oleh negara sedang berkembang, yang semula lebih bersifat subsisten dan menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang lebih modern dan didominasi oleh sektor industri dan jasa. Siregar dan Wahyuniarti (2006) meneliti Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin, menggunakan variabel PDRB, share sektor pertanian, share sektor industri, populasi dan tingkat pendidikan di Indonesia. Hasil analisisnya, dalam kurun waktu 1995-2005 menunjukan jumlah penduduk miskin masih persisten di atas 20 persen dan belum bisa dikurangi bahkan ada kecenderungan meningkat. Kenaikan PDRB sebesar 1 triliun menurunkan jumlah penduduk miskin sekitar 9000 orang. Peningkatan jumlah penduduk sebanyak 1000
orang meningkatkan jumlah penduduk miskin 249 orang. Peningkatan inflasi sebesar 1 unit (persen per tahun) meningkatkan jumlah penduduk miskin 2375 orang, dampak peningkatan share industri terhadap penurunan kemiskinan lebih besar 2,6 kali dari share sektor pertanian. Suryahadi, (2008), meneliti efek lokasi, sektoral dan komponen pertumbuhan ekonomi, di Indonesia mulai tahun 1984 – 2002, mereka menemukan bahwa pertumbuhan sektor jasa di pedesaan mengurangi kemiskinan di semua sektor dan lokasi tetapi pertumbuhan jasa di perkotaan memiliki efek terbesar terhadap penurunan kemiskinan. Loayza dan Raddatz (2009), memberikan penjelasan mengenai heterogenitas lintas negara dalam merespon kontribusi pertumbuhan ekonomi terhadap perubahan kemiskinan. Penelitian ini lebih berfokus pada struktur pertumbuhan output itu sendiri, dimana menjelaskan mekanisme dua sektor yang terkait yaitu, komposisi pertumbuhan sektoral dan intensitas tenaga kerja. Dimana intensitas tenaga kerja dapat mempengaruhi upah pekerja yang pada akhirnya pengentasan kemiskinan bisa dicapai. Ini artinya bahwa tidak hanya ukuran pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan tetapi juga masalah komposisi dan kontribusi dari sektor-sektor padat tenaga kerja tidak terampil seperti pertanian, konstruksi, dan manufaktur yang berperan dalam pengentasan kemiskinan.
METODE ANALISIS Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode data panel. Analisis data panel dapat memberikan peneliti jumlah pengamatan yang besar sehingga meningkatkan derajat kebebasan dan memberikan informasi lebih banyak yang tidak dapat diberikan hanya oleh data cross section atau time series saja. Persamaan model analisisnya adalah sebagai berikut : POV = αi + β1AGRIit + β2INDit + β3TRDit + eit Dimana : POV = Jumlah penduduk miskin AGRI = Output sektor pertanian
IND = Output sektor industri pengolahan TRD = Output sektor perdangangan, hotel dan restoran αi = Intersep atau Konstanta Regresi β1 = Koefisien regresi untuk masing-masing variabel eit = error term / residual i = Indikasi Data Cross Section t = Indikasi Data Time Serries
Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data dari 29 Kabupaten dan 9 Kota yang ada di Provinsi Jawa Timur, mulai tahun 2005 sampai tahun 2013. Data diperoleh dari Badan Pusat
- 116 -
Tahun XXVI, No. 2 Agustus 2016
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Apabila t0 (t hitung) < (t tabel) maka hipotesis nol (H0) diterima dan hipotesis alternatif (H1) ditolak artinya model yang digunakan kurang baik, dengan kata lain variabel bebas tidak dapat menerangkan pengaruh variabel terikatnya atau tidak signifikan. Sebaliknya jika t0 (t hitung) > (t tabel) maka dapat dikatakan bahwa variabel bebas dapat menerangkan pengaruh variabel terikatnya atau signifikan.
Statistik (BPS) Kabupaten/Kota dan Provinsi Jawa Timur, yang meliputi data PDRB menurut lapangan usaha/sektoral Atas Dasar Harga Konstan (AHDK) tahun 2000 dan jumlah penduduk miskin. Model data panel untuk masing-masing teknik regresi adalah sebagai berikut: a. Pooled Least Square Yit = β1 + β2 + β3X3it +….+ βnXnit + uit ..............(1) b. Fixed Effect Yit = α1 + α2D2 + .....+ αnDn + β2X2it + ...+ βnXnit + uit ................................................(2) c. Random Effect Yit = β1 + β2X2it + ...+ βnXnit + εit + uit ....................(3) Pengujian statistik terhadap masing-masing model di tiap-tiap periode penelitian dengan menggunakan metode-metode berikut :
c. Uji F Kegunaan uji F untuk menentukan atau tidak signifikannya suatu variabel bebas secara bersamasama dalam mempengaruhi variabel tidak bebas. Dalam hal ini ditetapkan sebagai berikut : H0 : β1 = β2 = β3 = βk = 0 H1 : paling tidak salah satu β signifikan Jika hasil perhitungan ternyata , F0 (F hitung) < ( F tabel), maka hipotesis nol (H0) diterima dan hipotesis alternatif (H0) ditolak. Bila terjadi keadaan demikian, dapat dikatakan bahwa variasi dari model regresi secara bersama-sama tidak berhasil menerangkan variabel bebasnya. Sebaliknya, jika F0 (F hitung) > (F tabel) maka dapat dikatakan hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (H0) diterima. Bila terjadi keadaan demikian dikatakan bahwa variasi dari model regresi secara bersamasama dapat menerangkan variabel bebasnya.
2
a. Nilai R Kegunaan dari R2 ini adalah untuk menunjukkan apakah variabel independennya dapat menerangkan pengaruh variabel dependennya dengan baik. b. Uji t Fungsi uji t adalah untuk menentukan signifikansi suatu variabel bebas secara individual dalam mempengaruhi variabel tidak bebas. Dalam hal ini diterapkan hipotesis sebagai berikut: H0 : β1 = 0 H1 : β1 ≠ 0 HASIL ANALISIS DATA Pada penelitian ini, untuk mengetahui apakah variabel output sektor pertanian, output sektor industri, output sektor PERDAGANGAN DAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN bersifat stationary atau nonstationary digunakan uji akar unit (unit root test) dengan menggunakan metode Augmented Dickey-Fuller (ADF Test). Tabel 1. Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) Variabel ADF statistik POV AGRI? IND? TRD?
-3.536652 -4.459211 -3.536652 -3.19E+12
MacKinnon Critical Value 1% ***
5% **
10% *
-3.788030 -3.959148 -3.423637 -3.033476
-3.012363 -3.081002 -3.984991 -3.541245
-2.646119 -2.681330 -3120686 -3.180555
Sumber : Hasil olahan dengan Eviews 6.0
Tabel 1. diatas menunjukan, hasil dari uji ADF yang dibandingkan dengan MacKinnon critical value
menunjukkan bahwa nilai ADF lebih besar dari nilai kritis pada variabel-variabel tersebut. Hasil uji data jumlah penduduk miskin, output pertanian, industri dan perdagangan dan Perdagangan, Hotel dan Restoran telah stasioner pada tingkat 1st difference dengan signifikansi pada α=5 persen. Nilai ADFstatistic jumlah penduduk miskin sebesar -3.536652, lebih besar dari nilai Mackinnon critical value -3.012363 pada level 5 persen. Nilai output pertanian ADFstatistik -4.459211 lebih besar dari nilai Mackinnon critical value -3.081002 pada level 5 persen. Nilai output industri ADFstatistik -3.536652 lebih besar dari nilai Mackinnon critical value -3.423637 pada level 1 persen. Nilai output perdagangan dan Perdagangan, Hotel dan Restoran ADFstatistik -3.19E+12 lebih besar dari nilai Mackinnon critical value -3.033476 pada level 1 persen.
- 117 -
Tahun XXVI, No. 2 Agustus 2016
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Tabel 2. Hasil Estimasi Pool Least Square Variable C AGRI? IND? PERDAGANGAN DAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN?
Coefficient 13.87608 -1.06E-08 -0.000924
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.606135 0.595432 0.607072 67.81078 -171.7195 56.63296 0.000000
-0.000471
Std. Error 1.632298 1.63E-09 0.000181 0.000287
t-Statistic 8.500947 6.538865 5.109262
Prob. 0.0000 0.0000 0.0849
-1.640551
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.0026 15.40565 0.954431 1.870732 1.973270 1.912269 0.042526
Sumber : Hasil olahan dengan Eviews 6.0
Pada Tabel 2. diatas menunjukan hasil estimasi model pool least square diatas menunjukan bahwa output sektor pertanian dan output sektor perdagangan dan Perdagangan, Hotel dan Restoran secara statistik signifikan mempengaruhi penurunan jumlah penduduk miskin dengan nilai probabilitas masing-masing sebesar 0.000 dan 0.026, dimana nilai probailitasnya dibawah α = 5 persen. Output sektor industri secara statistik tidak signifikan dengan nilai probabilitas sebesar 0.084, dimana nilai probabilitasnya diatas α = 5 persen. Tabel 3. Hasil Estimasi Fixed Effect Model Dependent Variable: POV? Method: Pooled Least Squares Date: 12/10/14 Time: 14:48 Sample: 2005 2013 Included observations: 9 Cross-sections included: 38 Total pool (balanced) observations: 342 Variable C AGRI? IND? TRD?
Coefficient 254.7265 -3.55E-05 -1.69E-05 -2.17E-06 Fixed Effects (Cross)
_KABPACITAN--C _KABPONOROGO--C _KABTRENGGALEK--C _KABTULUNGAGUNG--C _KABBLITAR--C _KABKEDIRI--C _KABMALANG--C _KABLUMAJANG--C _KABJEMBER--C _KABBANYUWANGI--C _KABBONDOWOSO--C _KABSITUBONDO--C _KABPROBOLINGGO--C _KABPASURUAN--C _KABSIDOARJO--C _KABMOJOKERTO--C _KABJOMBANG--C _KABNGANJUK--C _KABMADIUN--C _KABMAGETAN--C _KABNGAWI--C _KABBOJONEGORO--C _KABTUBAN--C _KABLAMONGAN--C _KABGRESIK--C _KABBANGKALAN--C _KABSAMPANG--C _KABPAMEKASAN--C _KABSUMENEP--C _KOTAKEDIRI--C _KOTABLITAR--C
-113.6364 -83.00908 -86.45353 -52.31615 -9.313407 93.87533 270.6721 1.435196 128.8125 84.47915 -97.87385 65.33348 100.6104 3.661620 123.5103 51.48838 5.892407 -73.04985 -121.3328 -48.49344 138.2649 92.72759 97.45811 97.22933 150.1122 68.68012 87.53442 -11.29040 121.8663 44.60776 -238.7100
Std. Error 7.760921 3.58E-06 3.13E-06 1.03E-06
t-Statistic 32.82169 -9.926014 -5.394639 -2.113171
Prob. 0.0000 0.0000 0.0000 0.0354
-119.4534 -201.7644 -231.1745 -240.6669 -235.5524 365.6319 -229.7927
_KOTAMALANG--C _KOTAPROBOLINGGO--C _KOTAPASURUAN--C _KOTAMOJOKERTO--C _KOTAMADIUN--C _KOTASURABAYA--C _KOTABATU--C
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.936069 0.927574 26.90064 217817.0 -1589.356 110.1807 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
161.0082 99.95724 9.534243 9.993972 9.717386 0.901278
Sumber : Hasil olahan dengan Eviews 6.0
Pada Tabel 3 diatas, mendeskripsikan model analisis data panel dengan menggunakan fixed efect yang memungkinkan adanya perubahan intercept pada setiap individu dan waktu. Hasil dari regresi dengan menggunakan fixed effect menghasilkan estimasi yang lebih baik daripada dengan pool least square. Model fixed efect menunjukan p value masingmasing variabel bebas secara statistik, signifikan dan mempengaruhi variabel terikatnya pada derajat α kurang dari 5 persen. Nilai probabilitasnya output sektor pertanian dan output sektor industri sebesar 0.000 dimana p value dibawah α = 5 persen. Output sektor perdagangan dan Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 0.0354 dimana p value dibawah α = 5 persen. Model fixed effect untuk statistik uji F ini juga menunjukkan signifikansi secara umum dimana nilai F-hitung sebesar 110.1807 lebih besar dari pada F-tabel sebesar 3,88 dengan demikian hipotesa H0 : PLS ditolak dan H1 : FEM diterima. Nilai R-squared sebagai ukuran kelaikan dan keseuaian model yaitu, sebesar 0.936069 memberikan arti bahwa parameter-paramater berkorelasi sesuai teori dan model mampu menjelaskan hubungan variabel bebas dengan variabel terikatnya sebesar 93,6 persen. Tabel 4. Redundant Fixed Effect Redundant Fixed Effects Tests Pool: OUTPUTSEKTORAL Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F Cross-section Chi-square
Statistic 93.776182 864.545441
d.f. (37,301) 37
Prob. 0.0000 0.0000
Sumber : Hasil olahan dengan Eviews 6.0
Pada Tabel 4. diatas nilai p-value dari Cross-section Chi-square sebesar 0.000 dimana p value dibawah α=5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa model Fixed Effect lebih tepat untuk dipilih dibandingkan dengan Pooled Least Square, untuk selanjutnya dalam pembahasan model Fixed Effect akan menjadi acuan.
- 118 -
Tahun XXVI, No. 2 Agustus 2016
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Tabel 5. Hasil Uji Hausman
1 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: OUTPUTSEKTORAL Test cross-section random effects Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic 62.128831
Chi-Sq. d.f. 3
Prob. 0.0000
Sumber : Hasil olahan dengan Eviews 6.0
Pada Tabel 5. diatas selanjutnya, pemilihan kedua model antara fixed effect dan random efect menggunakan uji Hausman untuk mendapatkan model yang terbaik. Berdasarkan uji Hausman memperlihatkan bahwa H0 yaitu untuk random effect ditolak dan H1 untuk fixed effect diterima. Hal ini dapat dilihat pada nilai p-value sebesar 0.0000, memberi kesimpulan bahwa H0: REM ditolak dan menerima H1: FEM sehingga model fixed effect yang dipilih sebagai model terbaik. Tabel 6. Intersep Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur Tahun 2005 – 2013 NO. 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
KABUPATEN/KOTA 2 Kab. Pacitan Kab. Ponorogo Kab. Trenggalek Kab. Tulungagung Kab. Blitar Kab. Kediri Kab. Malang Kab. Lumajang Kab. Jember Kab. Banyuwangi Kab. Bondowoso Kab. Situbondo Kab. Probolinggo Kab. Pasuruan Kab. Sidoarjo
INTERSEP 3 -113.636 -83.009 -86.454 -52.316 -9.313 93.875 270.672 1.435 128.813 84.479 -97.874 65.333 100.610 3.662 123.510
2 Kab. Mojokerto Kab. Jombang Kab. Nganjuk Kab. Madiun Kab. Magetan Kab. Ngawi Kab. Bojonegoro Kab. Tuban Kab. Lamongan Kab. Gresik Kab. Bangkalan Kab. Sampang Kab. Pamekasan Kab. Sumenep Kota Kediri Kota Blitar Kota Malang Kota Probolinggo Kota Pasuruan Kota Mojokerto Kota Madiun Kota Surabaya Kota Batu
3 51.488 5.892 -73.050 -121.333 -48.493 138.265 92.728 97.458 97.229 150.112 68.680 87.534 -11.290 121.866 44.608 -238.710 -119.453 -201.764 -231.175 -240.667 -235.552 365.632 -229.793
Sumber : Hasil olahan dengan Eviews 6.0
Tabel 6. diatas menunjukan angka intersep jumlah penduduk miskin kabupaten/kota di propinsi Jawa Timur yang berbeda-beda. Intersep jumlah penduduk miskin tertinggi terdapat di Kota Surabaya yaitu sebesar 365.632, Kabupaten Malang sebesar 270.672, dan Kabupaten Gresik sebesar 150.112. Adapun Kabupaten/Kota yang memiliki intersep jumlah penduduk miskin yang relatif kecil yaitu Kota Mojokerto sebesar (-240.667), Kota Blitar sebesar (-238.710), dan Kota Madiun sebesar (-235.552).
PEMBAHASAN Hasil pengujian menemukan bahwa penurunan jumlah penduduk miskin dipengaruhi secara simultan oleh output sektor pertanian, output sektor industri dan output sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pengujian tersebut menunjukan ketiga output sektoral tersebut berpengaruh signifikan secara statistik terhadap jumlah penduduk miskin. Hasil uji data panel menunjukan kenaikan output sektor pertanian sebesar Rp. 1 milyar akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 355 orang, cetirus paribus. Peningkatan output sektor industri
sebesar Rp. 1 milyar akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 169 orang, cetirus paribus. Setiap kenaikan output sektor perdagangan dan Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar Rp. 1 milyar akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 217 orang, cetirus paribus. Hal yang menarik adalah output sektor pertanian yang mempunyai pengaruh terbesar dalam penurunan jumlah penduduk miskin di propinsi Jawa Timur, sedangkan output sektor perdagangan, hotel dan restoran menduduki posisi kedua dan output sektor
- 119 -
Tahun XXVI, No. 2 Agustus 2016
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
industri di posisi yang ketiga. Dilihat dari pola sebaran jumlah penduduk miskin, daerah yang mempunyai wilayah luas dengan jumlah populasi yang relatif tinggi memiliki intersep jumlah penduduk miskin yang tinggi pula, sedangkan daerah yang mempunyai wilayah sempit dengan jumlah populasi sedikit cenderung memiliki intersep jumlah penduduk miskin yang relatif rendah. Kondisi penduduk dilihat dari sisi sektoral menunjukkan, hampir sebagian besar penduduk miskin di Jawa Timur bekerja di sektor pertanian, dimana lebih dari 60 persen rumah tangga termiskin di Jawa Timur mengandalkan penghidupan mereka dari sektor ini. Sebaliknya, hanya 7 persen dari rumah tangga terkaya yang bekerja di sektor ini. Sebagian besar rumah tangga terkaya bekerja dalam sektor perdagangan dan Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 63 persen, sementara hanya 17 persen dari rumah tangga miskin bekerja di kedua sektor tersebut. Rumah tangga menengah sebagian besar bekerja dalam sektor perdagangan sebesar 27 persen dan pertanian sebesar 29 persen.
Nurske mengatakan : “A poor country is poor because it is poor” (negara miskin itu karena dia miskin). Penyebab kemiskinan bermuara pada teori lingkaran kemiskinan, dimana keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas menyebabkan rendahnya pendapatan yang mereka terima sehingga ketika pendapatan rendah maka akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Penelitian yang dilakukan oleh Deolalikar (2002) mengenai pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Thailand, menjelaskan bahwa pengeluaran pemerintah daerah di bidang pendidikan dan pembangunan infrastruktur digunakan untuk memperbaiki kualitas tenaga kerja dan perbaikan upah. Peningkatan kualitas tenaga kerja dan perbaikan upah otomatis akan mengurangi kemiskinan dan mengatasi ketimpangan pendapatan.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka penelitian ini menyimpulkan sebagai berikut : Output sektor pertanian berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penurunan jumlah penduduk miskin di Propinsi Jawa Timur. Peningkatan output sektor pertanian sebesar Rp. 1 milyar akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 355 orang, cetirus paribus. Kondisi ini membuktikan bahwa sektor pertanian memiliki potensi untuk menjadi sektor yang dapat diandalkan terkait dalam penanggulangan jumlah penduduk miskin di Jawa Timur. Output sektor industri berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penurunan jumlah penduduk miskin di Propinsi Jawa Timur. Peningkatan output sektor industri sebesar Rp. 1 milyar akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 169 orang, cetirus paribus. Hal ini membuktikan bahwa intensitas tenaga kerja pada sektor industri di Jawa Timur mampu menyerap tenaga kerja dengan tingkat keterampilan yang lebih tinggi walaupun dalam konteks penurunan jumlah penduduk miskin masih di bawah sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Output sektor perdagangan, hotel dan restoran berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penuru-
nan jumlah penduduk miskin di Propinsi Jawa Timur. Peningkatan output sektor perdagangan dan Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar Rp. 1 milyar akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 217 orang, cetirus paribus. Besarnya pengaruh output sektor pertanian terhadap penurunan jumlah penduduk miskin dibandingkan dengan output sektor perdagangan, hotel restoran dan industri pengolahan, menunjukan adanya perubahan transformasi sektoral di Jawa Timur. Sesuai dengan teori The Pattern of Development atau Teori Perubahan Struktural yang menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transformasi ekonomi yang dialami oleh negara sedang berkembang, yang semula lebih bersifat subsisten dan menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang lebih modern dan didominasi oleh sektor industri dan jasa. Hasil penelitian terdahulu baik yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang sedang berkembang tetangga, menunjukan tren yang sama dimana sektor pertanian masih menjadi primadona dalam penurunan jumlah penduduk miskin. Ini artinya bahwa tidak hanya ukuran pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan tetapi juga masalah komposisi dan
- 120 -
Tahun XXVI, No. 2 Agustus 2016
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
kontribusi dari sektor-sektor padat tenaga kerja seperti pertanian, konstruksi, dan manufaktur yang berperan besar dalam pengentasan kemiskinan. Propinsi Jawa Timur sebagai bagian dari Indonesia yang berstatus sebagai negara berkembang, mempunyai pola struktural transformasi dan memiliki perbedaan substansial antar beberapa daerah Kabupaten/ Kota. Dimana ditemukan bahwa tranformasi dari pertanian ke ekonomi non pertanian pedesaan dan perkotaan akan menghasilkan pola pertumbuhan yang lebih inklusif tapi lambat sehingga pengurangan kemiskinan pedesaan lebih lambat dari kota besar. Sementara di pedesaan pertanian menjadi kunci dalam menurunkan jumlah penduduk miskin, tetapi sebaliknya di perkotaan sektor non pertanian mempunyai dampak lebih kuat dalam mereduksi jumlah penduduk miskin.
Pengaruh output sektoral terhadap jumlah penduduk miskin di Jawa Timur mempunyai peranan yang cukup penting dan perlu diperhatikan. Produktivitas tenaga kerja dan efisiensi perusahaan merupakan akar penentu agar output sektor pertanian, industri, perdagangan, hotel dan restoran meningkat. Berdasarkan kesimpulan diatas, direkomendasikan saransaran sebagai berikut ; Perlu adanya kebijakan pemerintah yang mengarah kepada modernisasi pertanian, di antaranya pengembangan teknologi pertanian, penyediaan bahan-bahan dan alat produksi, serta penyediaan pasar terpadu untuk hasil-hasil pertanian. Menumbuhkan industri-industri baru yang terintegrasi dan berbasis keunggulan wilayah sesuai dengan karekteristik daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur.
DAFTAR PUSTAKA Adams, R.H. Jr (2004), “Economic growth, inequality and poverty: estimating the growth elasticity of poverty”, World Development 32 (12): 1,989–2,014. Arsyad, Lincolin (2010), “Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah”, Edisi Keempat, BPFE, Yogyakarta Ananda, Hermawan, (2010), 'Desentralisasi Fiskal dan Efisiensi Belanja Pemerintah Sektor Publik” 39 (3), Malang. Badan Pusat Statistik (2004), “Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota Se-Jawa Timur 2004 - 2008”. BPS Jatim. Badan Pusat Statistik (2005), “Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2005-2006”. BPS Jakarta. .......................... (2007), “Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2007-2008”. BPS Jakarta. .......................... (2007), “Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2007-2008”. BPS Jakarta. .......................... Provinsi Jawa Timur (2009), “Tinjauan Regional Berdasarkan PDRB Kabupaten/Kota Se-Jawa Timur 2009 - 2012”. Buku 2 Pulau Jawa dan Bali. BPS Jatim .......................... (2009), “Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2009”. BPS Jakarta. .......................... (2010), “Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2010”. BPS Jakarta. .......................... (2011), “Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2011”. BPS Jakarta. .......................... (2012), “Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2009”. BPS Jakarta. .......................... Propinsi Jawa Timur (2013), “Propinsi Jawa Timur dalam Angka 2013”. BPS Jatim. .......................... Kabupaten Pacitan (2013), “PDRB Kabupaten Pacitan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Pacitan. .......................... Kabupaten Trenggalek (2013), “PDRB Kabupaten Trenggalek Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Trenggalek. .......................... Kabupaten Tulungagung (2013), “PDRB Kabupaten Tulungagung Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Tulungagung.
- 121 -
Tahun XXVI, No. 2 Agustus 2016
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
.......................... Kabupaten Blitar (2013), “PDRB Kabupaten Blitar Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Blitar. .......................... Kabupaten Kediri (2013), “PDRB Kabupaten Kediri Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Kediri. .......................... Kabupaten Malang (2013), “PDRB Kabupaten Malang Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Malang. .......................... Kabupaten Lumajang (2013), “PDRB Kabupaten Lumajang Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Lumajang. .......................... Kabupaten Jember (2013), “PDRB Kabupaten Jember Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Jember. .......................... Kabupaten Banyuwangi (2013), “PDRB Kabupaten Banyuwangi Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Banyuwangi. ..........................Kabupaten Bondowoso (2013), “PDRB Kabupaten Bondowoso Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Bondowoso. .......................... Kabupaten Situbondo (2013), “PDRB Kabupaten Situbondo Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Situbondo. .......................... Kabupaten Probolinggo (2013), “PDRB Kabupaten Probolinggo Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Probolinggo. .......................... Kabupaten Pasuruan (2013), “PDRB Kabupaten Pasuruan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Pasuruan. .......................... Kabupaten Sidoarjo (2013), “PDRB Kabupaten Sidoarjo Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Sidoarjo. .......................... Kabupaten Mojokerto (2013), “PDRB Kabupaten Mojokerto Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Mojokerto. .......................... Kabupaten Jombang (2013), “PDRB Kabupaten Jombang Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Jombang. .......................... Kabupaten Nganjuk (2013), “PDRB Kabupaten Nganjuk Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Nganjuk. .......................... Kabupaten Madiun (2013), “PDRB Kabupaten Madiun Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Madiun. .......................... Kabupaten Magetan (2013), “PDRB Kabupaten Magetan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Magetan. .......................... Kabupaten Ngawi (2013), “PDRB Kabupaten Ngawi Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Ngawi. .......................... Kabupaten Bojonegoro (2013), “PDRB Kabupaten Bojonegoro Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”.BPS Bojonegoro. .......................... Kabupaten Tuban (2013), “PDRB Kabupaten Tuban Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Tuban. .......................... Kabupaten Lamongan (2013), “PDRB Kabupaten Lamongan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Lamongan. .......................... Kabupaten Gresik (2013), “PDRB Kabupaten Gresik Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Gresik. .......................... Kabupaten Bangkalan (2013), “PDRB Kabupaten Bangkalan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Bangkalan. - 122 -
Tahun XXVI, No. 2 Agustus 2016
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
.......................... Kabupaten Sampang (2013), “PDRB Kabupaten Sampang Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Sampang. .......................... Kabupaten Pamekasan (2013), “PDRB Kabupaten Pamekasan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”.BPS Pamekasan. .......................... Kabupaten Sumenep (2013), “PDRB Kabupaten Sumenep Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Sumenep. .......................... Kota Kediri (2013), “PDRB Kota Kediri Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Kota Kediri. .......................... Kota Blitar (2013), “PDRB Kota Blitar Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Kota Blitar. .......................... Kota Malang (2013), “PDRB Kota Malang Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Kota Malang. .......................... Kota Probolinggo (2013), “PDRB Kota Probolinggo Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Kota Probolinggo. .......................... Kota Pasuruan (2013), “PDRB Kota Pasuruan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Kota Pasuruan. .......................... Kota Mojokerto (2013), “PDRB Kota Mojokerto Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Kota Mojokerto. .......................... Kota Madiun (2013), “PDRB Kota Madiun Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Kota Madiun. .......................... Kota Surabaya (2013), “PDRB Kota Surabaya Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Kota Surabaya. .......................... Kota Batu (2013), “PDRB Kota Batu Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013”. BPS Kota Batu. Balisacan, A.M., Pernia, E.M. and Asra, A. (2003), 'Revisiting growth and poverty reduction in Indonesia: what do subnational data show', Bulletin of Indonesian Economic Studies 39 (3): 329–51. Boediono (1999), Teori Pertumbuhan Ekonomi, Yogyakarta: BPFE. .................., (2002), Ekonomi Mikro : Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.1, Edisi 2, BPFE, Yogyakarta. Chambers, Robert, (1983), “Pembangunan Desa-Mulai Dari Belakang”, Jakarta: LP3ES. Cristiansen, Todo, (2013), 'Poverty Reduction During the Rural Urban Tranformation The Role of the Missing Midlle”, Elsiver. Djojohadikusumo, Sumitro. (1995), “Perkembangan Pemikiran Ekonomi Dasar Teori Pertumbuhan dan Pembangunan”, Penerbit LP3ES, Jakarta. Deolalikar, A.B. (2002) 'Poverty, growth and inequality in Thailand', Asian Development Bank ERD (Economics and Research Department) Working Note Series 8, Asian Development Bank, Manila Devangi, Perera, Lee, (2012), have economic growth and institusional quality contibuted to poverty and inequality reduction in Asia ?”, Journal Of Asian Economic, vol27, Elsiver. Friedman, Jhon. (2005), Empowerment: The Politics of Alternative Development, Cambridge: Blackwell. Gujarati, Damodar N dan Porter Dawn C, (2012), “Dasar-dasar ekonometrika” Edisi 5 buku 2, Jakarta, Salemba Empat. Hasan,R., Quibria, M.G., (2004), “Industry matters for poverty: a critique of agricultural fundamentalism”. Journal of Kyklos Vol 57,253–264. Haggblade, Hazzel, Reardon (2010), 'The rural non farm economy”; Prospect for Growth and Poverty Reduction,Vol 38 Elsiver. - 123 -
Tahun XXVI, No. 2 Agustus 2016
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Jhingan, M. L. (2007), Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Kang, Imai, (2010), 'Pro Poor Growth, Poverty and inequality in Rural Vietnam”, Journal of Asian Economic. Vol XX. Science direct. Loayza, N., Raddatz, C., (2009), “The composition of growth matters for poverty alleviation”. World Bank Policy Research Working Paper 4077. World Bank, Washington DC. Mellor, J.W., (1976), The New Economics of Growth: A Strategy for India and the Developing World. Cornell University Press, Ithaca NY. Mundrajat, Kuncoro. (1997), “Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah dan Kebijakan”. Edisi Ketiga, Penerbit UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Pradhan, M., Suryahadi, A., Sumarto, A., Pritchett, L., (2001), Eating like which'Joneses'?An iterative solution to the choice of poverty line reference group. The Review of Income and Wealth 47, 473–487 Sukirno, Sadono. (2004), Makroekonomi : Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Siregar, Wahyuniarti. (2006), Impact of Economic Growth on The Reduction of Poor People. Institut Pertanian Bogor, Junior Scolar, Brighten Institute. Suryadi, Suryadarma, Sumarto, (2008), 'the effect of location and sectoral component of economic growth on poverty:evidance from Indonesia”, Journal of Development Economic, vol 89, Elsiver. Sarris,A.H, (2001), The Role of Agriculture in Economic Development and Poverty Reduction: An Empirical and Conceptual Foundation. Rural Development Department, WorldBank, Washington DC. Stutzer, Alois. (2004), “The Role of Income Aspirations in Transient Poor”. Journal of Economic Behavior and Organization, 54(1):89-109 Setyawan, Indiastuti, Joesron. (2010), “Analisis Pengaruh Sektor Pertanian dan Sektor Industri Pengolahan terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah”, Jurnal Unpad Ravallion, M., Datt,G., (1996), “How important to India's poor is the sectoral composition of economic growth?” World Bank Economic Review Vol 10,1–25. Ray, Debraj. (1998), “Development Economics”. New Jersey: Princeton University Press. Ravallion, M. (2003), 'Measuring pro-poor growth?', Economic Letters 78 (1): 93-99. Rojas, Mariano. (2007), “Heterogenity in the Relationship Between Income and Poverty Reduction: A ConceptualReferent –Theory Explanation”. Journal of Economic Psychology. 28:1-14. Tambunan, Tulus TH, (2001) “Transformasi Ekonomi Indonesia Teori dan Penemuan Empiris”, Edisi Pertama, Jakarta : Salemba Empat Tarp, F., Simler, K., Matusse, C., Heltberg, R. and Dava, G. (2003) 'The robustness of poverty profiles reconsidered', Economic Development and Cultural Change 51 (1): 77–108 Todaro, MP dan Smith, Stephen C, (1995), “Pembangunan ekonomi di dunia ketiga”, Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta. .................., (1998), “Economic Development”, Edisi 6, Penerbit Erlangga, Jakarta .................., (2003), “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”, Jilid 2, Penerbit Erlangga, Jakarta. .................., (2006), “Pembangunan Ekonomi (alih bahasa: Haris Munandar; Puji A.L.). Jakarta: Erlangga.
- 124 -