Roma Sembiring, M.Pd.K-Pengaruh Optimalisasi Peran Pendidikan Agama Kristen Terhadap Dekadensi Moral Anak
PENGARUH OPTIMALISASI PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN TERHADAP DEKADENSI MORAL ANAK Oleh Roma Sembiring, M.Pd.K. Abstrak Pendidikan moral sangat penting bagi siswa untuk meningkatkan kecerdasan, emosional dan spiritual dan mengatasi terjadinya dekadensi moral. Sekolah mengatur inovasi kreatif nilai-nilai moral program pembelajaran dalam bentuk perilaku nyata dan sikap, tidak hanya konseptual. Pendidikan moral selalu menjadi masalah di sekolah. Meskipun metodologi dan konten telah berubah selama beberapa tahun terakhir, cara untuk menerapkan teori-teori dan membawa ke dalam kelas dan internalisasi mereka dalam anak masih salah satu penelitian penting. Kata kunci: Pendidikan Agama Kristen, Dekadensi Moral A. Pendahuluan 1.1. Latar belakang Dewasa ini, dunia mengalami dekadensi moral dan perlahan nilai-nilai moral pun terkikis dan hilang. Beruntung jika para pemikir dan cendekiawan segera menyadarinya dan mengevaluasi masalah sosial secara mendalam dan berupaya mencari solusinya. Moral dan nilai-nilainya seperti sebuah permata yang sangat berharga di mana semua orang baik agamis maupun tidak menggunakannya. Peran akhlak dapat disaksikan dalam politik, ekonomi, sains dan teknologi serta perilaku indivu dan sosial1. Fenomena runtuhnya solidaritas pendidikan moral di sekolah mau tidak mau kita harus memikirkannya. Secara teoritas dan faktual, pendidikan moral yang pertama dan utama adalah di rumah. Faktor pertamanya adalah lingkungan keluarga terlalu 1
/Indonesian.irib.ir/headline2/-/asset_publisher,Tahun 2012 , Hal: 2 98
Roma Sembiring, M.Pd.K-Pengaruh Optimalisasi Peran Pendidikan Agama Kristen Terhadap Dekadensi Moral Anak
sempit sebagai tempat mendapatkan dan berlatih menerapkan nilainilai moral. Dari orang tua atau significant others yang lain anakanak pertama kali memperoleh nilai-nilai moralitas yang digunakan sebagai acuan untuk hidup bersama. Tetapi harus pula diakui bahwa menyerahkan pendidikan moral sepenuhnya kepada orangtua ternyata tidaklah memadai. Hal yang terjadi banyak orangtua masa kini hampir tidak punya waktu untuk mendidik anak-anak. Semua diserahkan sepenuhnya pada sekolah. Fakta disekolah seringkali nilai-nilai yang diberikan guru lebih diikuti oleh anak-anak daripada dari orangtuanya.Faktor-faktor tersebut memberikan pendidikan moral menjadi sebuah imperatif bagi sekolah.2 Banyak orang beranggapan bahwa pendidikan moral anak hanya tanggungjawab kedua orangtua, sehingga mereka acuh tak acuh melihat perilaku immoral yang dilakukan oleh anak orang lain. Sebenarnya pendidikan moral anak adalah tanggungjawab sosial, dalam arti setiap anggota masyarakat seharusnya saling peduli dan mengawasi serta saling melakukan langkah edukatif terhadap perilaku anak-anak dalam komunitas tersebut, sekalipun bukan anaknya sendiri. 1.2.Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang terurai diatas maka penulis membuat tujuan penelitian sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya Dekadensi Moral Anak 2. Untuk mengetahui Apakah Dekadensi Moral Anak dapat diatasi dengan mengoptimalkan peran pendidikan agama kristen B. Kajian Pustaka 2.1.Moral 2.1.1 Pengertian Kata Moral berasal dari kata latin “mos” yang berarti kebiasaan. Moral berasal dari Bahasa Latin yaitu Moralitas adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam 2
Karma, Merancang Pendidikan Moral & Budi Pekerti, Thn 2004, Hal 2 99
Roma Sembiring, M.Pd.K-Pengaruh Optimalisasi Peran Pendidikan Agama Kristen Terhadap Dekadensi Moral Anak
tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin yaitu mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan3. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangai yang dinyatakan benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak, patut maupun tidak patut. Moral dalam istilah dipahami juga sebagai: 1. Prinsip hidup yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk. 2. Kemampuan untuk memahami perbedaan benar dan salah. 3. Ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang baik. Moral ialah tingkah laku yang telah ditentukan oleh etika. Moral terbagi menjadi dua yaitu: 1. Baik; segala tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai baik. 2. Buruk; tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai buruk. Menurut Hadiwardoyo moral dapat diukur secara subyektif dan obyektif. Kata hati atau hati nurani memberikan ukuran yang subyektif, adapun norma memberikan ukuran yang obyektif. Apabila hati nurani ingin membisikan sesuatu yang benar, maka norma akan membantu mencari kebaikan moral4. Kemoralan merupakan sesuatu yang berkaitan dengan peraturan-peraturan masyarakat yang diwujudkan di luar kawalan individu. Dorothy Emmet(1979) mengatakan bahwa manusia bergantung kepada tatasusila, adat, kebiasaan masyarakat dan agama untuk membantu menilai tingkahlaku seseorang5. Moral berkaitan dengan moralitas. 3
Akbar reni-Hawadi, 2001. Psikologi Perkembangan Anak. Grasindo, Jakarta. 4 Iqbal,Ali . Altruisme: Helping Without Selfish.: , Thn 2009 5 Jamaris Martini, Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman kanak-kanak. UNJ, Jakarta, Thn 2003 100
Roma Sembiring, M.Pd.K-Pengaruh Optimalisasi Peran Pendidikan Agama Kristen Terhadap Dekadensi Moral Anak
Moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket atau sopan santun. Moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa yang benar dan salah berdasarkan standar moral. Moralitas dapat berasal dari sumber tradisi atau adat, agama atau sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa sumber. Standar moral ialah standar yang berkaitan dengan persoalan yang dianggap mempunyai konsekuensi serius, didasarkan pada penalaran yang baik bukan otoritas kekuasaan, melebihi kepentingan sendiri, tidak memihak dan pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan bersalah, malu, menyesal, dan lainlain.Moralitas memiliki tiga komponen: 1. Komponen afektif/emosional terdiri dari berbagai jenis perasaan (seperti pe rasaan bersalah, malu, perhatian terhadap perasaan orang lain, dan sebagainya) yang meliputi tindakan benar dan salah yang memotivasi pemikiran dan tindakan moral. Komponen afektif moralitas (moral affect) merupakan berbagai jenis perasaan yang menyertai pelaksanaan prinsip etika.. 2. Komponen kognitif merupakan pusat dimana seseorang melakukan konseptualtualisasi benar dan salah, dan membuat keputusan tentang bagaimana seseorang berperilaku. Komponen kognitif moralitas (moral reasoning) merupakan pikiran yang ditunjuk seseorang ketika memutuskan berbagai tindakan yang benar dan salah. 3. Komponen perilaku mencerminkan bagaimana seseorang sesungguhnya berperilaku ketika mengalami godaan untuk berbohong, curang, atau melanggar aturan moral lainnya. Komponen perilaku moralitas (moral behavior) merupakan tindakan yang konsisten terhadap moral seseorang dalam situasi di mana mereka harus melanggarnya. Islam menggambarkan bahwa memilih melakukan jalan yang benar seperti menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. 2.1.2.Perkembangan Moral Perkembangan moral adalah perubahan penalaran, perasaan, dan perilaku tentang standar mengenai benar dan salah. Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal, yang mengatur aktifitas seseorang ketika dia terlibat dalam interaksi 101
Roma Sembiring, M.Pd.K-Pengaruh Optimalisasi Peran Pendidikan Agama Kristen Terhadap Dekadensi Moral Anak
sosial dan dimensi interpersonal yang mengatur interaksi sosial dan penyelesaian konflik. (Santrock, 2007 ;Gibbs,2003 ; Power,2004 ; Walker &Pitts,1998)6. Perkembangan moral berkaitan dengan aturan-atuaran dan ketentuan tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain. Untuk mempelajari aturan-aturan tersebut, Santrock memfokuskan pada 4 pertanyaan dasar yaitu : 1. Bagaimana seseorang mempertimbangkan dan berpikir mengenai keputusan moral? 2. Bagaiman sesungguhnya seseorang berperilaku dalam situasi moral? 3. Bagaimana sesorang merasakan hal-hal yang berhubungan dengan moral? 4. Apa yang menjadi karakteristik moral individu? Pada usia Taman Kanak-kanak, anak telah memiliki pola moral yang harus dilihat dan dipelajari dalam rangka pengembangan moralitasnya. Orientasi moral diidentifikasikan dengan moral position atau ketetapan hati, yaitu sesuatu yang dimiliki seseorang terhadap suatu nilai moral yang didasari oleh aspek motivasi kognitif dan aspek motivasi afektif. Menurut John Dewey tahapan perkembangan moral seseorang akan melewati 3 fase, yaitu premoral, conventional dan autonomous.. Oleh sebab itu, guru diharapkan memperhatikan kedua karakteristik tahapan perkembangan moral tersebut. 2.1.3. Dekadensi Moral Dekadensi berasal dari kata dekaden yang artinya keadaan merosot dan mundur. Dengan demikian, dekadensi moral merupakan keadaan moral yang merosot [jatuh] atau sementara mengalami [dalam keadaan] mundur atapun kemunduran; kemunduran dan kemorosatan yang terus menerus [sengaja atapun tidak sengaja] terjadi serta sulit untuk diangkat atau diarahkan menjadi seperti keadaan semula atau sebelumnnya7. Komponen utama dan pertama yang seharusnya dapat mengantisipasi terjadinya kemerosotan moral adalah orang tua yaitu dengan memberikan pendidikan agama dan moral sejak dini 6 7
Oliph And Joey. Empathy-Altruism: The Existence. Thn : 2003 Hayu, Dekadensi Moral Anak Bangsa,Thn 2011, hal : 2 102
Roma Sembiring, M.Pd.K-Pengaruh Optimalisasi Peran Pendidikan Agama Kristen Terhadap Dekadensi Moral Anak
sekaligus memberikan contoh yang baik sehingga dapat ditiru dan menjadi kebiasaan yang melekat . Komponen berikutnya adalah lembaga pendidikan formal tempat dimana anak seharusnya mendapatkan pendidikan dan pengajaran bukan mendapatkan contoh buruk seperti : “sikap dan ucap yang tidak pantas dilakukan oleh guru”. Komponen masyarakat tidak kalah pentingnya dalam pembentukan moral anak bangsa, dengan menjadi contoh sekaligus pengontrol sikap mereka, contohnya mengingatkan dan tidak membiarkan perbuatan amoral yang terjadi di depan mata masyarakat atau dengan tidak membiarkan berdirinya fasilitasfasilitas hiburan yang mendorong terjadinya perbuatan amoral. Seperti club malam atau diskotik dilingkungan rumah penduduk. Pemerintah dalam hal ini menjadi komponen terpenting sebagai pengatur undang-undang yang tidak boleh semena-mena tanpa mempertimbangkan dampak negatif bagi pemrosotan moral anak bangsa. Bila seluruh komponen telah memfungsikan tanggung jawabnya maka dapat dipastikan kemerosotan moral anak bangsa dapat diminimaliskan bahkan dapat di kembalikan pada fitrahnya semula. 2.2. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Dekadensi Moral dan Etika Serta Penanganannya Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Perilaku Menyimpang Pada Remaja pendidikan agama diabaikan di sekolah, maka didikan agama yang diterima dirumah tidak akan berkembang,bahkan mungkin terhalang. Selanjutnya masyarakat juga harus mengambil peranan dalam pembinaan moral. Masyarakat yanglebih rusak moralnya perelu segera diperbaiki dan dimulai dari diri sendiri, keluarga dan orang-orang terdekat dengan kita. Karena kerusakan masyarakat itu sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan moral anak-anak. Penurunan moral dan etika seorang guru biasanya dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah kurangnya respon guru terhadap anak didik didalam proses pembelajaran atau sebaliknya, kurangnya komunikasi antar guru, permasalahan internal yang terjadi didalam diri seorang guru, dan remehnya guru didalam mendidik anak didik serta kurangnya pendidikan agama. 103
Roma Sembiring, M.Pd.K-Pengaruh Optimalisasi Peran Pendidikan Agama Kristen Terhadap Dekadensi Moral Anak
Kurangnya respon guru terhadap anak didik didalam pembelajaran atau sebaliknya memberikan andil didalam menurunkan moral dan etika seorang guru, terkadang ketika didalam proses belajar mengajar siswa kurang memberikan apresiatif terhadap guru yang sedang mengajar didepan kelas, misalnya ribut. 2. Menurunnya moral seorang guru juga dapat disebabkan oleh kurangnya komunikasi antar guru. Dengan kurangnya komunikasi antar guru, sehingga terkadang sesama guru tidak dapat mengembangkan inovasi pembelajaran yang efektif dan efisien. Kurangnya komunikasi antar guru juga dapat berakibat pada tidak terselesaikannya permasalahan yang terjadi pada anak didik, misalnya prestasi belajar, dan permasalahan administratif. 3. Permasalahan internal dari guru itu sendiri juga memberikan andil didalam mempengaruhi moral seorang guru. Kita tidak dapat memungkiri, terkadang beberapa guru. 4. Kurangnya pendidikan agama pada guru juga turut member andil didalam penurunan moral dan etika dari seorang guru. Dengan kurangnya pendidikan agama, guru terkadang cepat emosi dan keluar dari koridor-koridor yang semestinya. Faktor-faktor lain yang melatar belakangi terjadinya kenakalan remaja adalah sebagai berikut bagai berikut: a. Kurangnya perhatian dari orang tua, serta kurangnya kasih sayang, Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak. Sedangkan lingkungan sekitar dan sekolah ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak. Karena itu baik-buruknya struktur keluarga dan masyarakat sekitar memberikan pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan kepribadian anak. Keadaan lingkungan keluarga yang menjadi sebab timbulnya kenakalan remaja seperti keluarga yang broken home, rumah tangga yang berantakan disebabkan oleh kematian ayah atau ibunya, keluarga yang diliputi konflik keras, ekonomi keluarga yang kurang, semua itu merupakan sumber yang subur untuk memunculkan delinkuensi remaja. 1.
104
Roma Sembiring, M.Pd.K-Pengaruh Optimalisasi Peran Pendidikan Agama Kristen Terhadap Dekadensi Moral Anak
Dr. Kartini Kartono8 juga berpendapat bahwasannya faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja antara lain : 1. Anak kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang dan tuntunan pendidikan orang tua, terutama bimbingan ayah, karena ayah dan ibunya masing–masing sibuk mengurusi permasalahan serta konflik batin sendiri. 2. Kebutuhan fisik maupun psikis anak–anak remaja menjadi tidak terpenuhi. Keinginan dan harapan anak–anak tidak bisa tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapatkan kompensasinya. 3. Anak tidak pernah mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk hidup normal. Mereka tidak dibiasakan dengan disiplin dan kontrol-diri yang baik. b. Minimnya Pemahaman Tentang Keagamaan Di dalam kehidupan berkeluarga kurangnya pembinaan agama juga menjadi salah satu faktor terjadinya kenakalan remaja Dalam pembinaan moral, agama mempunyai peranan yang sangat penting karena nilai-nilai moral yang datangnya dari agama tetap tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat. Dalam pembinaan moral ataupun agama bagi remaja melalui rumah tangga perlu dilakukan sejak kecil sesuai dengan umurnya karena setiap anak yang dilahirkan belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, juga belum mengerti mana batasbatas ketentuan moral dalam lingkungannya. Karena itu pembinaan moral pada permulaannya dilakukan di rumah tangga dengan latihan-latihan, nasehat-nasehat yang dipandang baik. Maka pembinaan moral harus dimulai dari orang tua baik perlakuan, pelayanannya kepada remaja dapat memperlihatkan contoh teladan yang baik melaksanakan shalat dan sebagainya yang merupakan hal-hal yang mengarah kepada perbuatan positif karena apa yang diperoleh dalam rumah tangganya akan dibawa kelingkungan masyarakat. Oleh karena itu pembinaan moral dan agama dalam keluarga penting sekali bagi remaja untuk menyelamatkan mereka dari kenakalan dan merupakan cara untuk mempersiapkan hari depan generasi yang akan datang, sebab kesalahan dalam 8
Kartini, Kartono, Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja. Jakarta. CV Rajawali. 2001, Hal. 6 105
Roma Sembiring, M.Pd.K-Pengaruh Optimalisasi Peran Pendidikan Agama Kristen Terhadap Dekadensi Moral Anak
pembinaan moral akan berakibat negatif terhadap remaja itu sendiri. c. Pengaruh dari pada lingkungan sekitar Di dalam kehidupan bermasyarakat, remaja sering melakukan keonaran dan mengganggu ketentraman masyarakat karena terpengaruh dengan budaya barat, pergaulan dengan teman sebayanya yang mana sering mempengaruhi untuk mencoba. Sebagai mana kita ketahui bahwa para remaja sangat senang dengan gaya hidup yang baru tanpa melihat faktor negatifnya. Karena dianggap ketinggalan zaman jika tidak mengikutinya. 2.3.Peran Pendidikan Agama Kristen Terhadap Dekadensi Moral Anak Pendidikan Agama Kristen (selanjutnya PAK) untuk anak digambarkan sebagai sebuah proses yang menolong setiap anak untuk menempati setiap level perkembangannya sampai pada kepenuhannya, dan juga dalam menghadapi soal hidupnya dalam sebuah konteks konsep Kristen dan nilai dan tuntunan kesaksian dari mereka yang lebih dewasa dalam iman. Juga sebagai persiapan untuk hidup pada masa yang akan datang, yakni kehidupan pada masa sekarang yang sedang menuju pada sebuah kapasitas yang paling penuh dari jenjang usia dan dalam hadirat Allah 9.Pada akhirnya anak dibawa pada penggenapan diri dan kedewasaan dalam iman Kristen yang dicirikan melalui: 1. Penerimaan pribadi akan Yesus Kristus sebagai juruselamat dan Tuhan, 2. Dewasa dalam pengambilan keputusan dan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai Kristiani yang sudah terinternalisasi, serta 3. Kebenaran, kekudusan yang sejati, dan mencapai kepenuhannya dalam meneladani Kristus10.
9
Carrie Lou Goddard, The Christian Education of Children, Marvin J. Taylor, penyunting. An Introduction to Christian Education (New York: Abingdon Press, 1966, Hal : 175. 10 Donald M. Joy, Why Reach and Teach Children?. Robert E. Clark, et.al, penyunting. Childhood Education in the Church (Chicago: Moody Press, 1986), 19. 106
Roma Sembiring, M.Pd.K-Pengaruh Optimalisasi Peran Pendidikan Agama Kristen Terhadap Dekadensi Moral Anak
C. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan, dapat diambil kesimpulan bahwa moral berasal dari Bahasa Latin yaitu Moralitas adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah halhal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Kepustakaan kbar reni-Hawadi, Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Grasindo, 2001 Azhari, Kurangnya Moral Pendidikan, 2012. Carrie Lou Goddard, "The Christian Education of Children," Marvin J. Taylor, penyunting. An Introduction to Christian Education, New York: Abingdon Press, 1966 Donald M. Joy, Why Reach and Teach Children?. Robert E. Clark, et.al, penyunting. Childhood Education in the Church Chicago: Moody Press, 1986 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Penerbit Erlangga, 1997 Diane E. Papalia & Sally Wendkos Olds, Human Development Medison: McGraw-Hill Book Company, Thn 1981 Erik H. Erikson, Childhood and Society New York: WW. Norton & Company, 1963 _____________ Identitas dan Siklus Hidup Manusia, Jakarta: PT. Gramedia, 1989 F. J. Monks, et al., Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1998 Hayu, Dekadensi Moral Anak Bangsa, 2011 /Indonesian.irib.ir/headline2/-/asset_publisher,Tahun 2012 Iqbal, Ali . Altruisme: Helping Without Selfish, 2009 107
Roma Sembiring, M.Pd.K-Pengaruh Optimalisasi Peran Pendidikan Agama Kristen Terhadap Dekadensi Moral Anak
Jamaris Martini, Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman kanak-kanak, Jakarta: Univ. Negeri Jakarta, 2003 James W. Fowler, Stages of Faith, San Fransisco: Harper & Row Publishers, 1981 Karma, Merancang Pendidikan Moral & Budi Pekerti, 2004. Kartini, Kartono. Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja. Jakarta: CV. Rajawali, 2001 Lawrence Kohlberg, Tahap-tahap Perkembangan Moral, Yogyakarta: Kanisius, 1995 Oliph And Joey. Empathy-Altruism: The Existence. 2003 Purnama, Diana Septi, RUU Antipornografi & Pornoaksi Mendidik Perkembangan Moral Anak, 2012 Randolph Crump Miller, Education for Christian Living, edisi kedua, New Jersey: Prentice Hall, 1963 Reza, Pintui Ruth Beam, Storytelling for Children. Robert E. Clark, et.al, penyunting. Childhood Education in the Church Chicago: Moody Press, 1986 V. Gilbert Beers, Family Bible Library, Nashville: Southwestern, 1971 _____________, Teaching Theological Concepts to Children. Robert E. Clark, et.al, penyunting. Childhood Education in the Church, Chicago: Moody Press, 1986. William Crain, Theories of Development, edisi ketiga, New Jersey: Prentice Hall, 1992
108