PENGARUH MILLING TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PASIR BESI SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI LOGAM
IRFAN SEPTIYAN NIM 105097003201
PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAIN DAN TEKNOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010
PENGARUH MILLING TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PASIR BESI SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI LOGAM
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Sain dan Teknologi Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Strata
IRFAN SEPTIYAN NIM 105097003201
PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAIN DAN TEKNOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul Pengaruh Milling Terhadap Peningkatan Kualitas Pasir Besi Sebagai Bahan Baku Industri Logam. Telah diajukan dalam sidang munaqasyah fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sains (S.Si) pada Program Studi Fisika.
Jakarta 24 Juni 2010
Sidang Munaqasyah
Penguji I
Penguji II
(Drs, Sutrisno, M.Si) NIP:19590202 1982031
(Ambran Hartono, M.Si) NIP: 005 Mengetahui
Dekan
Ketua
Fakutas Sains dan Teknologi
Program Studi Fisika
(DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis) NIP: 19680117 2001121 001
(Drs, Sutrisno, M.Si) NIP: 19590202 1982031 005
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang beraku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Juni 2010
Irfan Septiyan
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENGARUH MILLING TERHADAP PERUBAHAN FASA DAN MIKROSTRUKTUR PADUAN MAGNESIUM JENIS AZ61
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Sain dan Teknologi untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Serjana Strata
Andrian Kurniawan NIM 105097003189
Pembimbing I
Arif Tjahjono, ST, M.Si NIP : 150 389 715
Pembimbing II
DR. Eng, Nurul Taufiqu Rochman NIP : 320 006 166
Mengetahui Ketua program studi fisika
Drs, Sutrisno, M. Si NIP : 120 129 108
KATA PENGANTAR
Syukur alhmadulillah penulis panjatkan kahadirat Allah SWT, atas segala rahamat dan hidayah-Nya, serta segala nikamat dan kesehatan yang diberikan-nya sehingga penulis dapat menyelesaiakan skripsi ini. Sholawat beriring salam semoga tercurahkan kepada makhluk paling mulia di muka bumi, pemimpin umat manusia, Nabi akhir zaman Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari jaman jahiliyah menuju zaman ilmu pengetahuan yang bisa kita rasakan sampai sekarang ini. Sebgai insan biasa penulispun menyadari bahwa tiada satupun pekerjaan yang dapat diselsesaiakn sendirian, terselesaikannya skripsi ini tak lepas dari dukungan, doraongan, serta bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis menghaturkan terima kasih kepada: 1. Bapak Arif Tjahjono, S.T, M.Si, dosen pembimbing utama yang telah membimbing
dengan
tekun
memberiakn
petunjuk
penulisan
dalam
menyesesaiakan skripsi dan telah banyak mengajarkan tentang kebaikan. 2. Bapak DR. Taufiqu Rochman pembimbing di PUSPIPTEK LIPI Fisika yang telah banyak membantu dalam bimbingan selama penelitian. 3. Bapak Sutrisno, M.Si, selaku ketua jurusan fisika. 4. Bapak asrul aziz, M.Si selaku pembimbing akademik i
5. Dosen-dosen jurusan fisika UIN Syarif Hidayatullah yang tanpa lelah mendidik penulis dan memberiakn ilmu yang bermanfaat. 6. Bapak Firman, bapak Wahyu dan seluruah staf peneliti LIPI Fisika Serpong terima kasih atas bimbinganya serta bantuannya yang telah meluangkan waktunya membimbing selama penelitian. 7. Bapak priyanbodo, S.Si, selaku staf laboratorium fisika UIN syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membibing dalam pengujian sampel. 8. Hadiah special dan berharga untuk ayahanda tercinta Solihin dan ibunda tercinta Siti Bahriah yang telah mendidik penulis dari kecil, terima kasih atas pengorbanannya baik berupa materi maupun non material, penulis sadar semua itu tidak mungkin penulis bisa balas. Dan untuk adik-adikku, Ahmad Bainuri, Hayatun Nufus, Ismiyatul Kibtiyah, dan Siti Robiatul Adawiyah. 9. Teman-teman Fisika, terutama teman-teman Fisika Material Andrian Kurniawan, Syahrul Romadonal, A. Dae Robi, dan Aris krisnawan, terima kasih atas dukungan serta bantuannya. 10. Teman-teman seperjuangan jawir, iqbal, bahtiar, nurul madon, adi, uya, halim, imuh, kang agus dan lain-lain yang, yang selalu memberiakan canda, dan bantuan dikala sedang kesulitan. 11. Teman-Teman al-athfal, serta anak-anak Assa’adah, bersamamu merupakan kenangan yang terindah. 12. Bagi semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini.
ii
Akhirnya, tidak ada yang bisa penulis ucapkan selain ucapan teriama kasih yang mendalam atas dukungannya dan bantauannya, semoga kebaikkan
yang telah
membantu penulis dalam menyelesaiakn skripsi ini akan mendapatkan balasan dari Allah SWT.
Ciputat, 20 Maret 2010
Irfan Septiyan
iii
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian pasir besi dengan memisahkan pasir besi dari pengotornya, dan dilakukan mechanical milling menggunakan pbm dengan interval waktu 20,40, dan60 jam, kemudian pasir besi dicampur karbon dengan komposisi 20 dan 10% dan dilalukan mechanical alloying dengan interval waktu 40, 20 dan 60 jam. Analisis karakterisasi diakukan dengan menggunakan XRF dan XRD. Hasil pemisahan pasir besi dari pengotornya dengan magnet separator terlihat adanya peningkatan unsure Fe mnjadi 5%. Dan setelah mengalami mechanical milling terlihat adanya pengecilan ukuran bitiran pada pasir besi dengan bertambahnya waktu milling, begitupun dengan proses mechanical alloying dengan campuran karbon, hasil mecahanical milling pasir besi dibandingkan dengan proses mechanical alloying pasir besi dengan karbon. Hasil menunjukkan penghancuran butiran pasir besir dengan mechanical alloying pasir besi dengan karbon berjalan lebih cepat dari proses mechanical milling. Hal ini disebabkan karena karbon memiliki sifat yang rapuh. Kata kunci: pasir besi, mechanical alloying, magnet separator
iv
ABSTRACT The research separation of iron sand from its impurities was done with magnetic separator, followed mechanical milling was subjected to iron sand and mechanical alloying was subjected to iron sand-carbon mixture with composition of 10at% and 20at% carbon, Sample was milled using high energy ball mill (PBM4A) for 20, 40, 60, and 100 hours. Characterization using X-ray Fluorescence (XRF) and X-ray diffraction (XRD). The result separation of iron sand from his impurities show that element of Fe increasing become 5% than after separation. And the result of mechanical milling of iron sand show that grain size of iron sand become smaller with increasing time. The result of mechanical alloying of iron sand mixture with carbon show that fracture grain size of iron sand faster than mechanical milling without carbon, due to carbon have a brittle characterization. Key words : iron sand, mechanical alloying, magnetic separator
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i ABSTRAK ........................................................................................................... iv DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 3 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 4 1.5 Sistematika Penulisan ............................................................. 4
BAB II
DASAR TEORI 2.1 Besi ......................................................................................... 5 2.2 Bijih Besi Lokal ..................................................................... 6 2.3 Proses Milling ........................................................................ 9 2.3.1 Bahan Baku .................................................................... 9 2.3.2 Tipe Milling ................................................................... 10 2.3.4 Prameter Milling ............................................................ 15 2.4 Reduksi Oksidasi Besi ............................................................ 22
vi
2.5 XRF (X-ray Fluorescence) ...................................................... 23 2.6 XRD (X-ray Diffraction) ......................................................... 25 2.7 Sistem Kristal .......................................................................... 28
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. 33 3.2 Bahan Penelitian ..................................................................... 33 3.3 Peralatan Pengujian ................................................................. 33 3.3.1 Magnet Separator ........................................................... 34 3.3.2 Diskmill .......................................................................... 35 3.3.3 Planetary Ball Mill (PBM4) ........................................... 35 3.3.4 X-ray fluorescence (XRF) .............................................. 37 3.3.5 X-ray Diffraction ............................................................ 38 3.4 Metode Penelitian ................................................................... 39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN \4.1 Hasil Pemisahan Pasir Besi dengan Magnet Separator........... 42 4.1.1 Pasir Besi Sebelum Separasi .......................................... 42 4.1.2 Pasir Besi Setelah Separasi Dengan Magnet Separator ............................................................... ….
43
4.2 Hasil Karakterisasi Pasir Besi Yang Mengalami Mechanical Milling..................................................................................... 45
vii
4.3 Hasil Karakterisasi pasir Besi yang Mengalami Mechanical Aloying .................................................................................... 47 4.3.1 Hasil Karakterisasi campuran 90% pasir Besi dengan 10% karbon yang mengalami mechanical alloying ................ 47 4.3.2 Hasil Karakterisasi Campuran 80% pasir besi dengan 20% Karbon yang Mengalami Mechanical Alloying ............. 49 4.4. Identifikasi Puncak Difraksi dan persentasi berat Pasir Besi dengan Menggunakan Xpowder .............................................
50
4.5 Identifikasi Ukuran Kristalin Pasir Besi dengan Xpowder Berdasarkan Persamaan Scherrer ............................................ 54 4.5.1 Menentukan ukuran kristalin pasir besi dengan Xpowde .................................................................... 54 4.5.2 Menentukan ukuran kristalin pasir besi dengan persamaan Scherrer .......................................................................... 58 BAB V
PENUTUP 5.1 Kesimpulan ............................................................................. 61 5. Saran .......................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Mineral-mineral bijih Bernilai Ekonomis ........................................... 6 Tabel 2.2 : Sistem Kristal ...................................................................................... 28 Tabel 4.1 : Hasil Xrf, Komposisi Unsur Kimia dari Pasir Besi Sebelum Separasi................................................................................ 42 Tabel 4.2 : Hasil XRF, komposisi unsur kimia dari pasir besi sesudah separasi .................................................................................. 43 Tabel 4.3 : Hasil identifikasi puncakdifraksi pasir besi ......................................... 52 Tabel 4.4 : Persentasi Berat Pasir Besi yang Mengalami Mechanical Milling............................................................................. 53 Tabel 4.5 : Persentasi Berat Pasir Besi yang Mengalami Mechanical Alloying dengan Karbon .................................................................................. 53 Tabel 4.6 : Ukuran Kristal Pasir Besi yang Mengalami Mechanical Milling ........ 55 Tabel 4.7 : Ukuran kristal pasir besi yang mengalamimechanical alloying dengan Karbon ............................................................................................... 56
ix
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 : XRD Pasir besi ................................................................................ 8 Gambar 2.2 : SPEX Shaker Mill ........................................................................... 11 Gambar 2.3 : Gambar 2.3 Pergerakan Bola dan Serbuk dalam Vial .................... 12 Gambar 2.4 : PBM4 Buatan LIPI .......................................................................... 13 Gambar 2.5 : AttritorMilling ................................................................................. 14 Gambar 2.6 : Difraksi dari bidang Kristal (Hukum Bragg) .................................. 26 Gambar 2.7 : Struktur Kubik Pemusatan Ruang (BCC) ....................................... 30 Gambar 2.8 : Struktur Kubik Pemusatan Sisi (FCC) ............................................ 31 Gambar 3.1 : Magnet Separator ............................................................................ 34 Gambar 3.2 : Diskmill ........................................................................................... 35 Gambar 3.3 : Planetary ball mill (Pbm4a), Jar, Dan Bola-Bola Milling .............. 37 Gambar 3.4 : XRF ................................................................................................. 37 Gambar 3.4 : XRD ................................................................................................ 38 Gambar 3.5 : Diagram Alir Penelitian .................................................................. 41 Gambar 4.1: Foto pasir besi yang dipisahkan dengan magnet separator ............. 45
x
Gambar 4.2 : Hasil XRD dari pasir besi yang telah di milling dengan planetary ball mill selama interval waktu tertentu .................................................. 46 Gambar 4.3 : Hasil XRD dari pasir besi campuran karbon 90% dan 10% yang telah dimillingdengan planetary ball mill dengan interval waktu tertentu ........................................................................................................... 48 Gambar 4.4 : Hasil XRD dari pasir besi campuran karbon 80% dan 20% yang telah dimilling dengan planetary ball mill selama interval waktu tertentu ........................................................................................................... 49 Gambar 4.5 : Proses fitting pasir besi dengan magnetite (Fe3O4) dengan xpowder .............................................................................. 51 Gambar 4.6 : Grafik ukuran kristalin pasir besi yang mengalami Mechanical Milling ......................................................................... 56 Gambar 4.7 : Grafik ukuran kristalin pasir besi yang mengalami mechanical alloying dengan karbon komposisi 10% dan 20%..................................
56
Gambar 4.8 : FWHM (Full Width at Half Maximum) .......................................... 57
xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dewasa ini hampir semua peralatan logam yang digunakan manusia 95% terbuat dari baja. Oleh karenanya kebutuhan suatu negara akan baja sangatlah tinggi. Salah satu indikator suatu negara dapat dikatakan maju jika produksi baja dan pemakaian di negara tersebut lebih tinggi dari negara-negara lainnya. Seperti halnya China merupakan negara produsen dan pekonsumsi baja terbesar di dunia. Setiap tahunnya negara ini mengalami peningkatan cukup signifikan dalam mengkomsumsi baja, dimana hampir sepertiga kebutuhan baja dunia dimanfaatkan oleh China. Sementara itu, produksi baja Indonesia menempati peringkat 37 dengan indeks konsumsi yang tergolong relatif rendah yaitu hanya sekitar 33 kg per kapita per tahun. Namun kebutuhan baja nasional terus mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan sektor industri dan semakin intensnya pembangunan infrastruktur di Indonesia. Pada saat ini komsumsi baja di perkirakan mencapai 6,3 juta ton, sementara produksinya hanya 3,8 juta ton, kekurangan baja sebesar 2.5 juta ton dipasok dari luar negeri(1). Besarnya kebutuhan baja nasional ini sebenarnya dapat dipenuhi dan diatasi tanpa harus mengimport bahan baku dari luar negeri, yaitu apabila potensi bahan baku baja yang ada di negeri ini dikelola secara optimal. Dari hasil survei yang 1
dilakukan oleh beberapa instansi terkait sebagaimana data yang diperoleh dari Direktorat Industri Logam, DitJen ILMEA, dan juga Dit.Jen. Pertambangan Umum, bahwa cadangan bijih besi di Indonesia cukup besar yang tersebar di beberapa pulau, meskipun dengan kadar kandungan Fe yang masih rendah atau kurang efisien jika diolah untuk dijadikan produk logam. Bijih besi yang terkandung di dalam perut bumi secara garis besar digolongkan menjadi tiga bagian yaitu besi laterit, pasir besi, dan besi hematite, namun hingga kini pemanfaatan khusunya pasir besi masih belum maksimal, padahal pasir besi tersedia secara luas di Indonesia yang tersebar di sepanjang pesisir pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Bangka. Di dalam pasir besi juga diduga adanya kandungan mineral-mineral dengan nilai tambah yang tinggi seperti magnetit (Fe3O4), ilmenit (FeTiO3), rutile (TiO2), hematite (Fe2O3), dan lainlain.(2-4) Masih minimnya penggunaan pasir besi sebagai bahan baku industri logam diakibatkan karena masih banyaknya unsur pengotor yang terkandung di dalam pasir besi, seperti V, Si, Ti dan lain-lain. Selain itu ukuran butir yang tidak seragam dari pasir besi (cendrung besar) juga menyebabkan tingkat efesiensi penggunaan pasir besi dalam proses peleburan untuk membuat produk logam menjadi rendah. Oleh karenanya sangat menarik untuk dilakukan penelitian tentang cara untuk meningkatkan kualitas dari pasir besi hasil penambangan terutama untuk mengurangi unsur-unsur pengotornya melalui metode magnet separator dan memperhalus butiran pasir besi agar pemanfaatnnya dalam proses peleburan menjadi lebih efesien melalui metode milling. 2
1.2 Rumusan Masalah Sebagaimana yang telah diterangkan di atas bahwa pemanfaatan pasir besi di Indonesia masih belum optimal, karena masih banyaknya pengotor dalam pasir besi dan masih besar dan belum seragamnya ukuran butiran pasir besi, sehingga proses reduksi menjadi tidak maksimal, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah proses pemisahan pasir besi dari pengotornya agar unsur Fenya menjadi optimal. 2. Bagaimanakah cara untuk memperhalus ukuran butiran pasir besi sehingga pada saat dilebur menjadi efesien.
1.3 Tujuan Penilitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui hasil pemisahan pengotor dalam pasir besi dengan menggunakan metode magnet separator. 2. Mengetahui pengaruh proses milling terhadap perubahan ukuran butiran pasir besi 3.
Mengetahui adakah pengaruh penambahan karbon dalam proses milling pasir besi untuk meningkatkan kontak reduksi saat dilebur.
3
1.4 Manfaat Penelitian Dengan mengurangi unsur pengotor dan memperhalus ukuran butiran pasir besi diharapkan dapat meningkatkan efesiensi penggunaan pasir besi sebagai bahan baku industri logam sekaligus dapat dijadikan bahan baku alternatif selain bijih besi hematite.
1.5 Sistematika Penulisan Dalam sistematika skripsi ini dibagi menjadi lima bab, tiap- tiap bab terdiri dari subab-subab sebagai berikut: Bab I. Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah dan ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II. Studi pustaka yang terdiri dari besi, bijih besi lokal, pasir besi, prose milling, reduksi oksidasi besi, XRF (X-ray Fluorescence), XRD (X-Ray Difraction), dan sistem kristal Bab III. Metode penelitian yang terdiri dari tempat dan waktu penelitian, bahan penelitian, peralatan penelitian, dan metode penelitian penelitian. Bab IV. Analisis dan pembahasan yang terdiri dari hasil pemisahan pasir besi dengan magnet separator, hasil karakterisasi pasir besi yang mengalami mechanical milling, dan hasil karakterisasi mechanicall alloying pasir besi dan karbon. Bab V. Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
4
BAB II DASAR TEORI
2.1 Besi Besi merupakan logam kedua yang paling banyak di bumi ini yang membentuk 5% dari pada kerak bumi. Karakter endapan besi ini berupa endapan yang berdiri sendiri namun seringkali ditemukan berasosiasi dengan mineral logam lainya. Kadang besi sebagai kandungan logam tanah (residual), namun jarang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kebanyakkan besi ini hadir dalam berbagai jenis oksidasi, endapan besi yang ekonomis umumnya berupa Magnetite, Hematite, Limonite, dan Siderite. Dari mineral-mineral bijih besi magnetite adalah mineral dengan kandungan Fe paling tinggi, tetapi terdapat dalam jumlah kecil. Sementara hematite merupakan mineral bijih utama yang dibutuhkan dalam industri besi. Beberapa jenis genesa dan endapan yang memungkinkan endapan besi bernilai ekonomis •
Magnetik: Magnetite dan Titaniferous magnetite
•
Metasomatik kontak: magnetite dan specularite
•
Pergantian/replacement: magnetite dan hematite
•
Sendimentasi/placer: hematite, limonite, dan siderite
•
Kosentrasi mekanik dan residual: hematite, magnetite, dan limonite
5
•
Oksidasi: limonite dan hematite.
Table 2.1 Mineral-Mineral Bijih Besi Bernilai Ekonomis MINERAL SUSUNAN
magnetite
KANDUNGAN
KLASIFIKASI
KIMIA
FE%
KOMERSIL
FeO, Fe3O4
72,4
Magnetic atau bijih hitam
hematite
Fe2O3
70
Bijih merah
limonite
Fe2O3.nH2O
59-63
Bijh coklat
siderite
FeCO3
48,2
Spathic, black band, clay ironstone
2.2 Bijih Besi Lokal Indonesia kaya akan kandungan alamnya, begitupun bahan baku bijih besi terdapat dalam jumlah yang cukup besar, bijih besi ini ditemukan dalam berbagai oksidasi, di antaranya bijih besi yang terdapat di Indonesia yang ditemukkan di Indonesia seperti bijih besi hematite, magnetite, laterit, dan pasir besi, adapun karakteristik dari setiap bijih besi lokal adalah sebagai berikut:
6
•
Bijih Besi Hematite Rumus kimianya Fe2O3. kandungan Fe-nya bervariasi (low-high grade). Biasanya terdapat bersama pengotor seperti silika dan alumina. Proses benefisiasi untuk meningkatkan kadar Fe biasanya dengan metode flotasi. Jenis bijh besi primer ini merupakan bahan baku utama untuk memproduksi besi atau baja dunia. Bijih besi hematite di Indonesia terdapat antara lain di Ketapang (Kalbar), Belitung, Tasik, dan lain-lain
•
Bijih Besi Magnetite Rumus kimianya Fe3O4 atau FeO, Fe2O3, bersifat magnet kuat, sehingga proses benefesiasinya menggunakan magnet separator. Di luar negeri seperti RRC, bijih besi magnetite dengan kadar Fe dibawah 30% bisa diolah secara ekonomis. Proses reduksi bijih besi magnetite relatif lebih sulit dibandingkan hematite, hal ini disebabkan karena ikatan antara oksigen dengan Fe lebih kompak. Di Indonesia bijih besi magnetite terdapat antara lain di Pagelaran – Lampung, Air Abu – Sumbar, dan lain-lain.
•
Bijih Besi Laterite Bijih besi laterite merupakan hasil pelapukan batuan ultra basic. Jenis batuannya berupa goethite atau ilmonite. Kadar Fe-nya tidak terlalu tinggi, karena menggandung air kristal. Di Indonesia bijih besi laterite banyak terdapat di Pulau Sebuku, Gunung Kukusan, Geronggang (Kalsel), Pomala, Halmahera.
7
•
Pasir Besi Jenis materialnya adalah Titanomagnetite dan bersifat magnet kuat, kandungan Fe-nya relstif lebih rendah karena mengandung Titan oksida. Pengolahan bijih sampai menjadi besi baja secara komersil sudah dilakukan di New Zealand Steel – Selandia baru dan di Panzhihua Steel – RRC.(5)
Gambar 2.1 XRD Pasir besi
8
2.3 Proses Milling(6,7) Mechanical alloying adalah proses pencampuran serbuk yang meliputi pengulangan pengelasan dingin dan penghancuran partikel serbuk pada energi tinggi ball mill yang dihasilkan dari tumbukkan dari bola-bola. Proses sebenarnya dari mechanical alloying adalah mencampurkan serbuk dan medium gerinda (biasanya bola besi/baja). Campuran ini kemudian dimilling beberapa lama sehingga keadaan tetap dari serbuk tercapai dimana komposisi serbuk semuanya sama seperti ukuran elemen-elemen pada awal pencampuran serbuk. Hal-hal yang mempengaruhi proses milling antara lain adalah bahan baku, tipe milling dan variabel proses milling. Disini akan di jelaskan bagian-bagian dari proses mechanical alloying satu persatu.
2.3.1 Bahan Baku Bahan baku untuk MA secara luas terdapat secara komersil serbuk yang memiliki ukuran kira-kira1-200 µm Distribusi dari ukuran dan area permukaan dari partikel serbuk adalah parameter yang penting dalam mechanical alloying dan milling. Ukuran-ukuran partikel akan mempengaruhi reaksi kimia selama proses milling, namun ukuran tidaklah telalu kritis, asalkan ukuran material itu haruslah lebih kecil dari ukuran bola grinda. Ini disebabkan ukuran partikel serbuk berkurang dan akan mencapai ukuran mikron walau hanya setelah beberapa menit dimilling. Bahan baku yang termasuk untuk katagori diatas antarnya, material murni, campuran logam, serbuk prealloyed, efactory compound. Penguatan dispersi material biasanya
9
ditambahkan kabida, nitride, dan oksida. Oksida adalah yang yang paling umum digunakan dan materialnya sering disebut dengan materil ODS. Adakalanya serbuk dimilling dengan media cairan dan dikenal dengan proses penggilingan basah. Dan jika dilakukan bukan dengan media cairan dikenal dengan penggilingan kering. Dan telah dilaporkan bahwa kecepatan asmofir lebih cepat selama proses penggilingan basah dari pada penggilingan kering. Kerugian dari penggilingan basah adalah meningkatnya kontaminasi serbuk. Maka dari itu proses mechanical alloying dilakukan dengan penggilingan kering.
3.3.2 Tipe Milling Tip-tipe berbeda dari peralatan high energy milling digunakan untuk memproduksi serbuk mechanical alloying. Perbedaannya pada kapasitasnya, efesiansi milling, dan pengaturan dingin, panas dan lain-lain. Gambaran lengkap dari perbedaan milling yang dapat digunakan untuk mechanical alloying akan dijelaskan di bawah ini.
•
SPEX Shaker Mills Shaker mill seperti SPEX mills, yang dapat memilling kir-kira 10-20 g serbuk dalam satu kali milling. biasanya SPEX mill digunakan untuk penelitian di laboratorium dan untuk tujuan skenering alloy. SPEX mengerakkan serbuk dan bola-bola pada tiga gerakan yang saling tegak lurus,
10
kira-kira pada 1200 rpm. Kapasitas wadah bisa mencapai 55x10-6 m3 persamaan pengurangan dan getaran bola-bola mill adalah energi yang tinngi. Energi tinggi milling bisa diperoleh dengan frekuensi yang tinggi dan amplitude yang besar dari getaran(6).
. Gambar 2.2 SPEX Shaker Mill
•
Planetary ball mill Planetary ball mill (PBM) adalah alat yang sering digunakan untuk mechanical alloying. Khususnya di Eropa. Karena Planetary ball mill bisa memilling seratus gram dalam satu kali milling Nama planetary ball mill diambil dari seperti pergerakan palnet, dimana prinsiap kerja dari planetary ball mill adalah didasarkan pada rotasi relatif pergerakan antara jar grinda dan putaran disk (7). Ball mill terdiri dari satu putaran disk (kadang disebut putaran
11
meja) dan dua atau empat mangkok (vial). Putaran disk dalam satu arah sementara itu mangkok (vial) berotasi pada arah yang berlawanan. Gaya sentrifugal dibuat dari vial yang mengelilingi sumbunya bersama-sama dengan rotasi arah yang dipakai oleh serbuk dan bola-bola mill didalam mangkok. Campuran serbuk mengalami penghancuran dan pengelasan dingin di bawah impek energi tinggi.
Gambar 2.3 Pergerakan Bola dan Serbuk dalam Vial
Gambar 2.3 melihatkan gerakkan bola-bola dan serbuk selama arah rotasi mangkok dan putaran disk berlawanan, gaya sentifugal bertukaran secara singkron. Hasil gesekan dari bola-bola milling dan campuran serbuk digiling bergantian berputar terhadap dinding mangkok, dan hasil impek ketika bola-bola dan sebuk terangkat dan terlempar menyilang wadah yang menumbuk secara 12
berlawanan. Impek menguat ketika bola-bola menubruk bola-bola yang lainnya. Energi impek bola-bola milling pada arah normal mencapai 40 kali lebih dari akselarasi gravitasi. Oleh karena itu planetary ball mill bisa digunakan untuk milling berkecepatan tinngi.
Gambar 2.4 PBM4 Buatan LIPI
•
Attritor mill Mechanical attritor adalah salah satu proses mechanical paling awal untuk mensintesis tipe berbeda dari material dalam jumlah yang besar. Metode ini telah dikembangkan sejak tahun 1970-an sebagai proses industri untuk membuat alloy yang baru. Batang utama dalam rotasi attritor pada kecepatan untuk bertubrukkan dengan bola-bola dan menghasilkan energi
13
tubrukkan yang sangat tinngi antara bola-bola steel dan isi serbuk untuk membiarkan mechanical alloying terjadi. Attritor yang kecil telah digunakan untuk penilitian dan tujuan pengembangan. Bisaanya 1 kg campuran serbuk bisa dimilling dalam attritor. Kapasitas maksimum attritor untuk mechanical alloying kira-kira 3,8 x 10-3 m3 dengan batang utama berotasi pada kecepatan 250 rpm. Kerena kecepatan batang yang tinngi, maka kapsitasnya agak terbatas. Kecepatan pengancuran yang tinngi secara relatif antara batang utama dan bola-bola steel, dan antara wadah dan bola-bola steel dengan mudah menyebabkan kontaminasi keserbuk. Kenaikan temperatur selama proses alloying sederhana dan diperkirakan kurang lebih 100 sampai 200 oC. selama milling wadah stasioner, wadah dengan mudah didinginkan dengan air. Untuk mengurangi kontaminasi, peralatan miling yang digunakan bisa dilapisi dengan material yang sama seperti material yang dimiling. Gambar attrior dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 2.5 AttritorMilling 14
2.3.3 Parameter Milling Mechanical alloying adalah proses yang komplek dan karenanya melibatkan optimasi dari beberapa variable untuk mencapai tahap produk yang diinginkan dan ukuran mikrostruktur. Beberapa parameter yang penting yang mempengaruhi hasil dari proses milling diantarnya: tipe milling, wadah milling, kecepatan milling, lama penggilingan, media penggilingan, ruang pada vial, perbandingan bubuk dengan bola, atsmofir milling, control agen, dan temperatur milling. •
Tipe Milling Seperti yang telah diterangkan diatas beberapa tipe milling diantaranya; shaker mill, planetary ball mill, attrior mill, dan lain. Perbedaan dari tipe-tipe milling diatas terletak pada kapasitasnya, kecepatan operasinya, dan kemampuan mengontrol operasi dengan variasi temperatur dan meminimalisir pengotor terhadap serbuk.
•
Wadah milling Material yang digunakan untuk wadah miiling (vasel, viar,jar, atau mangkok) ini penting karena impek media penggiling pada bagian dalam dinding ruang vial beberapa material bisa terlepas dan
menyatu dengan
serbuk. Ini bisa mengkontaminasi serbuk atau merubah sifat kimia dari serbuk yang dimilling.
15
•
Kecepatan Milling Mudah sekali untuk menyatakan bahwa rotasi milling yang cepat akan memberikan energi yang besar kepada serbuk.tetapi berdasarkan tipe milling ada batasan untuk kecepatan maksimum yang dapat digunakan. karena kecepatan yang tinggi akan menyebabkan temperatur pada vial akan meningkat. Ini akan memberikan keuntungan dalam beberapa kasus dimana difusi
dibutuhkan untuk menghasilkan homogenesis dan paduan serbuk.
Namun pada kasus lain pertambahan temperatur akan memberikan kerugian karena pertambahan temperatur dapat mempercepat proses tranformasi dan menyebabkan dekomposisi larutan padat super jenuh atau akan terbentuk fase metastabil lainya selama proses milling. Temperatur yang tinggi yang dihasilkan dari kecepatan milling yang tinggi juga dapat mengkontaminasi bubuk. •
Waktu Milling Waktu milling adalah parameter yang penting, bisaanya waktu dipilih untuk mencapai keadaan yang tetap antar penghancuran dan pengelasan dingin dari partikel. Waktu yang dibutuhkan tergantung dari tipe milling yang digunakan, intesitas milling, rasio bola-serbuk, dan temperatur milling. Waktu milling yang lama dari waktu yang diperlukan akan meningkatkan kontaminasi dan beberapa fase yang tidak diinginkan akan terbentuk. Oleh
16
karena itu memilling serbuk untuk waktu yang diperlukan saja dan jangan terlalu lama. •
Media Penggiling Media penggiling adalah bola-bla milling yang digunakan untuk menghaluskan bubuk. Tipe material yang umumya digunakan untuk media penggiling diantarnya, hardenes steel, tool steel, stainlees steel, hardenes chromium steel, dan lain-lain. Berat jenis dari media penggiling haruslah tinggi, dikarenakan bola-bola mengalami gaya impek terhadap serbuk. Dan harus diperhatikan juga untuk memungkinkan media penggiling mempunyai material yang sama pada ruang milling dan pada bubuk yang dimilling hal ini guna menghindari terjadinya kontaminasi. Ukuran media juga mempunyai pengaruh terhadap efesiensi milling, umunya dikatakan bahwa ukuran yang besar (berat jenis yang besar) dari media penggiling berguna karena masa yang berat dari bola-bola akan memberikan energi impek yang lebih besar terhadap parikel-partikel serbuk. Tapi kenyataanya dalam beberapa kasus, fasa yang amorf tidak terbentuk dan hanya senyawa Kristal yang terbentuk ketika menggunakan bola-bola yang berukuran besar. Dalam penilitian yang lain melaporkan bahwa fasa amourf terbentuk dengan menggunakan boal-bola milling yang berukuran kecil. Hal ini bisa diungkapkan karena bola-bola yang berukuran kecil akan
17
menghasilkan aksi friksi yang besar ketika proses milling sehingga mendorong untuk terbentuknya fasa amourf. Walaupun umumnya investigasi menggunakan hanya satu ukuran media grinda, tetapi ada juga yang menggunakan ukuran yang berbeda pada invetigasi yang sama. Telah diprediksikan bahwa energi tubrukkan yang besar terjadi ketika menggunakan bola-bola yang berukuran berbeda dan telah dilaporkan bahwa dengan mengkombinasiakan bola-bola besar dan kecil akan selama milling akan meminimalisir jumlah pengelasan dingin dan banyaknya serbuk yang menempel pada permukaan serbuk.walaupun tak ada penjelasan yang spesifik tentang pertambahan yield pada keadaan ini. Tapi ini memungkinkan bahwa ukuran yang berbeda dari bola-bola menghasilkan gaya geser yang membantu tidak menempelnya serbuk pada permukaan bola. Menggunakan media penggiling yang sama akan berputar menghasilkan jalur trek konsekuensinya bola-bola akan berputar sepanjang jalur peluru dari pada mengenai akhir permukaan dengan tidak beraturan. Oleh karena itu dibutuhkan beberapa bola kombinasi antara bola-bola kecil dan beasr agar gerakan bola tidak teratur. •
Rasio Berat Bola – Serbuk Rasio berat bola-serbuk/ball-powder weight ratio (BPR) adalah variabel yang penting dalam proses milling. Rasio berat-serbuk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap waktu yang dibutuh untuk mencapai fasa
18
tertentu dari bubuk yang dimilling. Semakin tinggi BPR, semakin pendek waktu yang dibutuhkan. Hal ini dikarenakan peningkatan berat bola . tumbukkan persatuan waktu meningkat dan konsekuensinya adalah banyak energi yang ditransfer ke partikel-partikel serbuk dan proses alloying berjalan lebih cepat. Beberapa penelitian yang lain juga melaporkan hasil yang sama. Kemungkinan in dikarenakan energi yang lebih tinggi, semakain banyak panas yang dihasilkan dan ini juga akan merubah sifat dasar bubuk. •
Ruang Kosong pada Vial Terjadinya partikel serbuk alloying dikarena adanya gaya impek yang terjadi terhadap serbuk-serbuk itu. Dalam proses milling dibutuhkan tempat yang kosong yang cukup untuk bola-bola milling dan partikel-partikel serbuk bergerak bebas di dalam wadah. Jadi ruang kosong pada vial dengan bola-bola dan serbuk itu penting. Jika jumlah dari bola dan serbuk benyak dan tidak ada cukup tempat untuk bola-bola untuk bergerak, maka energi impek yang dihasilkan sedikit, maka proses pemaduan tidak berjalan secara optimal, dan membutuhkan waktu yang lama. Maka perlu diperhatikan ruang kosong pada vial, dan bisaanya 50% tempat yang kosong yang disediakan untuk proses miling.
•
Atsmosfer Milling Untuk menjaga terjadinya oksidasi dan kontaminasi selama proses mechanical alloying bisaanya proses MA dilakuakan dalam keadaan atsmofir
19
yang inert atau keadaan vakum pada ball mill. Oleh karena itu serbuk dimilling.didalam wadah yang sudah divakumkan atau diisi dengan gas mulia seperti argon atau helium (nitrogen ditemukan apat bereaksi dengan serbuk logam, konsekuensinya nitrogen tidak bisa digunakan untuk mencegah kontaminasi selama milling, tetapi dapat mengurangi terbentuknya nitrida). Atsmofir berbeda telah digunakan selama milling untuk tujuan tertentu.
Nitrogen
atau
atsmofir
ammonia
telah
digunakan
untuk
menghasilakan nitrida, atsmofir hydrogen digunakan untuk menghasilakn hidrida. Adanya udara dalam vial menunjukkan produksi nitride dan oksida pada serbuk. •
Agen control proses Ketika proses milling powder mengalami pengelasan dingin dan penghancuran berulang-ulang. Ditambahkanya agen control proses ke dalam campuran serbuk adalah bertujuan untuk mengurangi pengaruh dari pengelasan dingin, karena kondisi yang esensial untuk berhasilnya proses mechanical alloying adalah terjadi keseimbangan antara pengelasan dingin dan penghancuran karena biasanya keadaan seimbang ini bisa tidak terjadi selama proses milling. PCA atau proses control agen bisa berupa padatan, cairan, atau gas. PCA yang banyak dipakai berupa senyawa organik.yang mana perlaku seperti surface-actvie agent. PCA akan terserap kedalam permukaan serbuk dan meminimalisir terjadinya pengelasan dingin antara
20
partikel-partikel serbuk dan dengan demikian mencegah aglomerasi.surface agent terserap pada pemukaan partikel yang turut tercampur dengan pengelasan dingin dan memperendah tegangan permukaan dari pertikel padat. Selama energi yang dibutuhkan untuk proses fisik pengurangan ukuran, E diberikan oleh E = γ.ΔS Dimana γ adalah energi permukan spesifik dan ΔS adalah pertambahan area permukaan. Pengurangan energi permukaan menghasilkan waktu milling lebih pendek dan atau bubuk yang lebih halus. •
Temperatur milling Temperatur milling adalah parameter lain yang penting dalam menetukan keadaan dari serbuk milling. Sejak proses difusi mempengaruhi dalam pembentukkan fasa paduan dengan mengabaikan apakah hasil akhir fasanya solid, intermetalic, nanostructure, atau fasa amourf, yang diharapkan bahwa temperatur miling akan memiliki pengaruh yang signifikan pasda sistim paduan apapun. Hanya ada sedikit investigsi yang melaporkan dimana temperatur milling dapat berpengaruh. Penilitian ini dilakukan dengan membasahi cairan nitrogen pada wadah milling untuk memperkecil temperatur atau memasang pemanas elektrik pada vial milling untuk meningkatkan temperatur milling. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh temperatur milling atau
21
menetukan apakah fasa amourf dan nanokristalin akan terbentuk pada temperatur yang berbeda. Selama pembentukkan nanokristalin telah dilaporkan bahwa akar kuadrat rata-rata renggangan akan menjadi lebih rendan dan ukuran butiran menjadi lebih besar unhtuk material yang dimilling pada temperatur yang tinggi.
2.4 Reduksi Oksidasi Besi Reduksi oksidasi adalah penggabungan dan pengurangan oksigen, jadi reduksi oksiadasi besi bisa bearti pengurangan oksigen pada besi sehingga menjadi besi murni atau Fe. Secara umum reduksi oksidasi besi dibagi menjadi dua(8): 1). Proses reduksi langsung, dimana terjadi interaksi langsung antara Fe dan C
Fe O + mC n
nFe + mCO
m
(1)
2). Reduksi tidak langsung, dimana karbon monoksida (CO) sebagai reduktan digunakan dan dihasilkan oleh padatan.
mCO + Fe O
nFe + mCO
mCO + mC
2mCO
n
2
m
2
(2)
22
Pada percobaan ini dilakukan pencampuran pasir besi dengan karbon menggunakan mechanical alloying selama beberapa waktu untuk memperkecil ukuran partikel serbuk denga dan diharapkan akan terjadi kontak anatara pasir besi dan karbon dalam level atom. Dengan kandungan pasir besi yang telah disebutkan diatas maka diharapkan akan adanya proses reduksi selama milling. Secara umum proses reduksi besi dengan karbon dapat terjadi seperti berikut. Untuk senyawa magnetite (Fe2O3) yang terdapat pada pasir besi reduksi antara besi dan karbon dapat terjadi seperti berikut
3 Fe2O3 + C
2 Fe3O4 + CO
(3)
Fe3O4 + C
3 FeO + CO
(4)
FeO + C
Fe + CO
(5)
2.5 XRF (X-ray Fluorescence) XRF adalah alat yang digunakan untuk menganalisis kandungan unsur dalam bahan yang menggunakan metode spektrometri. Alat ini mempunyai keunggulan analisis yaitu lebih sederhana dan lebih cepat dibanding analisis dengan alat lain. Alat XRF merupakan alat uji tak merusak yang mampu menentukan kandungan unsur dalam suatu bahan padat maupun serbuk secara kualitaif dan kuantitatif dalam waktu yang relatif singkat. XRF merupakan pemancaran sinar X dari atom tereksitasi yang dihasilkan oleh tumbukan elektron berenergi tinggi, partikel-partikel lain, atau suatu berkas utama dari sinar X lain. Fluoresensi sinar X digunakan pada beberapa teknik 23
seperti pada mikroanalisis dengan kuar elektron.Analisis menggunakan XRF dilakukan berdasarkan identifikasi dan pencacahan sinar-X karakteristik yang terjadi dari peristiwa efekfotolistrik. Efekfotolistrik terjadi karena elektron dalam atom target (sampel) trkena sinar berenergi tinggi (radiasi gamma, sinar-X). Bila energi sinar tesebut lebih tinggi dari pada energi ikat elektron dalm orbit K, L, atau Matom target, maka elektron target akan akan keluar dari orbitnya, dengan demikian atom target akan mengalami kekosongan elektron. Kekosongan ini akan diisi oleh elektron dari orbital yang lebih luar dikiuti pelepasan energi yang berupa sinar-X. Sinar-X yang dihasilkan merupakan gabungan spektrum sinambung dan spektrum berenergi tertentu (discreet) yang berasal dari bahan sasaran yang tertumbuk elektron. Jenis spektrum discreet yang terjadi tergantung pada perpindahan elektron yang terjadi dalam atom bahan. Spektrum ini dikenal dengan spektrum sinar-X karakteristik. Spektrometri XRF memanfaatkan sinar-X yang dipancarkan oleh bahan yang selanjutnya ditangkap detektor untuk dianalisis kandungan unsur dalam bahan. Bahan yang dianalisis dapat berupa padat massif, pelet, maupun serbuk. Analisis unsur dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif menganalisis jenis unsur yang terkandung dalam bahan dan analisis kuantitatif dilakukan untuk menentukan kosentrasi unsur dalam bahan. Analisis menggunakan alat XRF mempunyai keunggulan analisi yang cepat dan tidak memerlukan preparasi yang rumit. Waktu yang digunakan untuk satu kali pengukuran selama 300 detik (5 menit). Sedangkan preparasi sampel tidak perlu dilakukan dengan uji merusak, sehingga sampel dapat segera diukur. 24
2.6 XRD (X-Ray Diffraction) Pemanfaatan metode difraksi memegang peran sangat penting untuk analisis padatan kristalin. Selain untuk meneliti ciri utama struktur, seperti parameter kisi dan tipe struktur, juga dimanfaatkan untuk mengetahui rincian lain seperti susunan berbagai jenis atom dan kristal, kehadiran cacat, orientasi, ukuran subbutir dan butir, ukuran dan kerapatan presipitat(10). Sinar X adalah radiasi elektromagnetik dengan energi tinggi. Sinar X mempunyai rentang energi sekitar 200 eV sampai 1 MeV, yaitu diantara radiasi sinar gamma dan ultraviolet (UV) pada spectrum elektromagnetik. Sinar X dan gamma pada umumnya identik, tetapi sinar gamma lebih energetic tetapi lebih pendek pada panjang gelombangnya dibandingkan dengan sinar X, perbedaan utamanya adalah pada bagaimana sinar X dan gamma diproduksi dalam atom. Sinar X diproduksi oleh interaksi antara sinar luar dari elektron dan elektron pada kulit atom[10]. Sinar X mempunyai panjang gelombang kira-kira λ = 0,1 nm yag lebih pendek dibandingkan gelombang cahaya λ = 400-800 nm. Apabila logam ditembakkan dengan elektron cepat dalam tabung vakum maka dihasilkan sinar-X. radiasi yang dipancarkan dapat dipisahkan menjadi dua komponen, spectrum kontinu dengan rentang panjang gelombang yang lebar dan spectrum garis superimpos sesuai karakteristik logam yang ditembak. Radiasi karakteristik terjadi bila elktron yang terekselarasi mempunyai cukup energi untuk mengeluarkan satu elektron dalam dari kulitnya
25
Gambar 2.6 memperlihatkan berkas sinar –X dengan panjang gelombang λ yang jatuh dengan sudut θ bersifat riil, apabila berkas dari bidang berikutnya saling memperkuat. Agar ini dipenuhi, jarak tambahan yang harus ditempuh oleh berkas yang dipantulkan oleh tiap bidang berikutnya (atau selisih jarak) harus sama dengan bidang bilang bulat dikalikan dengan panjang gelombang, nλ. Sebagai contoh, berkas kedua yang diperlihatkan gambar harus menempuh jarak yang lebih besar dari pada jarak yang ditempuh oleh berkas pertama; selisih jarak tersebut adalah PO + OQ. Persyaratan pemantulan dan saling memprkuat menjadi
Gambar 2.6 Difraksi dari bidang Kristal (Hukum Bragg)
nλ = PO + OQ = 2ON sin θ = 2d sin θ Persamaan ini adalah hukum Bragg yang terkenal dan nilai sudut kritis θ yang memenuhiu hukum ini disebut sudut Bragg. Arah berkas yang dipantulkan semata-mata ditentukan oleh geometri kisi, yang bergantung pada orientasi dan jarak bidang kristal. Apabila kristal memiliki 26
simentri kubik dengan ukuran struktur sel, a, maka sudut difraksi berkas dari bidang kristal (hkl) dapat dihitung dengan mudah dari hubungan jarak interplanar d(hkl) = al ( h 2 + k 2 + l 2 )
Telah menjadi kebisaan untuk memasukkan orde refleksi n bersama dengan indeks miller, dan apabila ini diterapkan maka hukum Bragg menjadi
λ = 2d sin θ/ n 2 h 2 + n 2 k 2 + n 2 l 2 ) = 2d sin θ/ N
Di mana N adalah bilangan refleksi (pemantulan) atau bilangan garis. Untuk menjelaskan hal ini kita ambil sebagai contoh refleksi orde kedua dari bidang (1 0 0). Jadi karena n = 2, h = 1, k = 0, dan l = 0, refleksi ini disebut refleksi 2 0 0 atau garis 4. Bidang kisi yang menghasilkan refleksi sudut Bragg terkecil adalah bidang dengan jarak yang lebih besar, yaitu bidang dengan jarak sama dengan sisi sel, d100. Bidang orde berikutnya dengan jarak yang lebih kecil adalah {1 1 0} dengan d110 = al , sedang bidang octahedral {1 1 1} mempunyai jarak sama dengan al, sudut pantul bidang dalam kristal yang memantulkan berkas sinar-X dengan panjang gelombang λ dapat dihitung dengan memasukkan nilai d terkait dalam persamaan Bragg(11)
27
2.7 Sistem Kristal Semua logam, sebagian besar keramik dan beberapa polimer membentuk kristal ketika bahan tersebut membeku. Dengan ini dimaksudkan bahwa atom-atom mengatur diri secara teratur dan berulang dalam pola 3 dimensi. Struktur macam ini disebut kristal. Pola teratur dalam jangkuan panjang yang menyangkut puluhan jarak atom dihasilkan oleh koordinasi atom dalam bahan. Disamping itu pola ini menetukan pula bentuk luar dari kristal. Ada tujuh sistem kristal, dengan karakteristik geometriknya seperti tercancum dalam tabel 2.2. Pada penelitan ini perhatian tertuju pada sistim kristal kubik yang lebih sederhana. Table 2.2 sistem kristal
SISTEM
SUMBU (AXES)
SUDUT SUMBUN (AXIAL ANGELS)
Kubik
a=b=c
α = β = γ = 90o
Tetragonal
a=b≠c
α = β = γ = 90o
Ortorombik
a≠b≠c
α = β = γ = 90o
Monoklinik
a≠b≠c
α – γ - 90o ≠ β
Triklinik
a≠b≠c
α ≠ β ≠ γ ≠ 90o
Heksagonal
a=b≠c
α = β = 90o ; γ =120o
Rombohedral
a=b=c
α = β = γ ≠ 90o
28
Kristal kubik terdiri dari tiga bentuk kisi, kubik sederhana, kubik pemusatan ruang (BCC), dan kubik pemusatan sisi (FCC) . suatu kisi adalah pola yang berulang dalam tiga dimensi yang terbentuk dalam kristal. Sebagian besar logam memiliki kisi kubik pemusatan ruang (BCC) atau kisi kubik pemusatan sisi (FCC). •
Logam Kubik Pemusatan Ruang (KPR/BCC) Besi mempunyai struktur kubik. Pada suhu ruang sel satuan besi mempunyai atom pada setiap titik sudut kubus dan satu karbon pada pusat kubus. Besi merupakan logam yang paling umum dengan struktur kubik pemusatan ruang, tetapi besi bukan satu-satunya kristal yang mempunyai struktur kubik pemusatan ruang , krom, tungsten, dan unsur lainnya juga mempunyai susunan kubik pemusata ruang. Tiap atom besi dalam struktur kubik pemusatan ruang(KPR)/(BCC) ini dikelilingi oleh delapan atom tetangga; hal ini berlaku untuk setiap atom baik yang terletak pada titik sudut maupun atom dipusat sel satuan. Oleh karena itu setiap atom mempunyai mempunyai lingkungan geometric yang sama. Sel satuan logam kpr mempuyai dua atom. Satu atom dipusat kubus dan delapan seperdelapan atom pada delapan titik sudutnya. Dalam logam antara konstanta kisi a dan jari jari atom R terdapat hubungan sebagai berikut.
(akpr)logam = 4R
3
29
Kita dapat menerapkan konsep tumbukkan atom (FT) pada logam kpr dengan menggunakan model keras maka fraksi volum dari sel satuan yang ditempati oleh bola-bola tersebut.
Faktor tumpukkan =
Volumeatom volumesels atuan
Karena dalam sel aruan logam kpr terdapat dua buah atom :
FT =
2[ 4πR 3 / 3] a3
=
2[ 4πR 3 / 3] = 0,68 [ 4 R / 3 ]3
Gambar 2.7 Struktur Kubik Pemusatan Ruang (BCC)
30
•
Logam Kubik Pemusatan Sisi (FCC) Struktur kubik pemusatan kisi ini (kps) ini lebih sering dijumpai pada logam, antara lain, aluminium, tembaga, timah hitam, perak dan nikel mempunyai pengaturan atom seperti ini, demikian pula halnya dengan besi pada suhu tinggi. Logam dengan struktur kps mempunyai empat kali lebih banyak atom. Kedelapan atom pada titik sudut menghasilkan satu atom, dan keenam bidang sisi menghasilkan tiga atom per sel satuan. Dalam logam hubungan antara konstanta kisi a dengan jari-jari atau R dinyatakan oleh persamaan:
(akpr)logam = 4R
2
Gambar 2.8 Struktur Kubik Pemusatan Sisi (FCC)
31
Kita dapat menggunakan konsep tumbukkan atom (FT) seperti diatas pada logam kps. Karena dalam sel satuan logam kps terdapat empat buah atom maka persamaanya sebagai berikut :
FT =
4[ 4πR 3 / 3] a3
Dengan a adalah a = 2 2 R maka faktor tumbukkan atom pada kps dapat dihitung dengan :
FT =
4[ 4πR 3 / 3] = 0,74 [ 2 2 R ]3
Dengan ini jelas bahwa faktor tumpukkan untuk logam kps adalah 0,74, yang ternyata lebih besar dari nilai tumpukkan logam kpr. Hal ini memang wajar oleh karena setiap atom dalam logam kpr dikelilingi oleh delapan atom, sedang setiap atom dalam logam kps mempunyai dua belas atom tetangga(10).
32
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama sebelas bulan terhitung dari bulan Februari 2009 sampai Desember 2009 dan penelitian ini dilakukan di Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2F LIPI) Serpong, UI salemba, dan UIN Syarif hidayatullah jakarta.
3.2 Bahan Penelitian Bahan yang dipakai pada penelitian ini adalah Pasir besi, pasir besi yang digunakan adalah pasir besi yang berasal dari garut yang diduga di dalamnya terdapat mineral-mineral seperti magnetit (Fe3O4), ilmenit (FeTiO3), rutile (TiO2), hematite (Fe2O3), dan lain-lain. Dan unsur karbon yang ditambahkan pada proses milling.
3.3 Peralatan Penelitian Peralatan yang diguanakan dalam penelitian ini untuk misahkan pasir besi dan pengotornya, menghaluskan butiran pasir besi, dan pengujian adalah sebagai berikut:
33
1. Magnet Separator Separator atau pemisah yang digunakan pada penelitian adalah magnet separator yang terdiri dari pengumpat getar yang berfungi untuk meratakan dan mengatur jumlah pasir besi yang jatuh di atas sabuk pada bagian pemisah magnet yang menghubungkan antara rol penggerak dan rol magnet. Selain itu, di antara rol penggerak dan rol magnet terdapat rol penghubung yang berfungsi untuk mengantarkan partikel dari rol magnet menuju tempat penampungan. Dengan sabuk
penghubung tersebut, pasir besi diantarkan menuju rol magnet yang
merupakan gabungan dari magnet-magnet yang berdiameter sama pada posisi sejajar. Selama rol magnet berputar partikel yang tidak bersifat magnet akan jatuh. Pasir besi dengan kandungan utama oksidasi besi yang bersifat magnet akan terus melewati rol penghubung yang tidak bermagnet hingga terpisah pada tempat penampungan
Gambar 3.1 Magnet Separator
34
2. Diskmill Alat diskmill yang digunakan pada penelitian ini adalah siebtechnik GmbH Platanenallee 46 45478 Mulheim an der Ruhl buatan Jerman. Alat ini terdapat di Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2F LIPI) Serpong.
Gambar 3.2 Diskmill 3. Planetary ball mill (PBM4) Planetary ball mill yang memiliki 4 buah jar dimana poros pusat yang digerakkan dengan motor, dihubungkan dengan sabuk pada salah satu jar yang telah dihubungkan juga dengan tiga jar yang lain sehingga keempat jar tersebut berputar secara rotasi pada sumbunya sambil berputar secara revolusi mengitari pusat pusatnya. PBM4 ini merupakan instrumaten hasi kreasi Pusat Penelitian
35
Fisika LIPI. Pengaturan dan karakteristik Planetary ball mill untuk ini adalah sebagai berikut •
Putaran Perbandingan putaran plate ddan jar : 1 : 26. Kecepatan putaran motor= 86,675 rpm, kecepatan putaran pulley bawah= kecepata putaran pulley jar = 235 rpm, kecepatan putaran sumbu utama = 51,3 rpm, kecepatan putaran plate : 180,8 rpm dan kecepatan putaran jar : 470 rpm. Tipe putara discontinue/hidup-mati, hidup : 5 menit, mati : 1 menit.
•
Vial Rechargerable atmosphere jar, volume max : 600 ml/jar. Jenis material jar : stainless steel jar (hardness: max 50-58 HRC).
•
Bola-Bola Penghancur Material bola-boal mill : SKD11. Dengan massa bola besar : 28,5 gram dan massa bola kecil : 3,5 gram. Perbandingan berat bola dan bahan = 20 : 1.
36
Gambar 3.3 Planetary ball mill (Pbm4a), Jar, Dan Bola-Bola Milling 4. X ray Flouresence (XRF) Alat uji Xrf tipe JSX-3211 yang terdapat di Departemen Fisika UI dengan kapasitas voltase tube 30kV
Gambar 3.4 XRF
37
5. X-Ray Diffraction (XRD) Berikut ini adalah spesifikasi dan pengaturan parameter alat XRD di jurusan Ilmu Material, program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia : Diffractometer type : PW370 BASED, tube anode : Co, Generator tension [kV] : 40, Generator current [mA] : 30, Wavelength Alpha1 [Å]: 1.78896, Wavelength Alpha 2 [Å]; 1.79285, Intensity rasio (alpha2/alpha1): 0.500, divergence slit: 1/4o, Receiving slit: 0.2, monochromator used: NO, start angel [o2θ]: 20.025, end angel [o2θ]: 99.925, step size [o2θ]: 0.050, maximum intensity: 2735.290, Time per step [s]: 1.000, Type of scan: CONTINUOUS, Minimum peak tip width: 0.00, maximu peak tip width: 1.00, peak base width: 2.00, Minimum significance: 0.75.
Gambar 3.4 XRD
38
3.4 Metode Penelitian Langkah awal dari penelitian ini adalah memisahkan pasir besi dari pengotornya dengan magnet separator, pemisahan ini dilakukan sebanyak tiga kali berulang-ulang. Pemisahan menggunakan magnet separator
didasari atas sifat
magnetik dari suatu unsur dan bukan berdasarkan dari besar kecilnya butiran, jadi pemisahan dengan magnet separator sangat efesien sehingga material besi yang memiliki sifat magnetik kuat akan tertarik oleh magnet sedangkan pengotor yang memiliki sifat magnet lemah atau bahkan tidak memiliki sifat magnet akan terpisah dengan unsur Fe (besi) yang memiliki sifat magnet yang kuat. Dilakukannya proses pemisahan ini sebanyak tiga kali bertujuan agar meminimalisir pengotor, sebab apabila dilakukan pemisahan sebanyak satu atau dua kali diperkirakan masih ada pengotor yang terperangkap selama proses pemisahan. Setelah dilakukan pemisahan pasir besi dari pengotornya kemudian dilakukan penghalusan partikel serbuk dengan menggunakan Diskmil. Proses penghalusan partikel pasir besi dengan mengunakan disk mill dilakukan selama 20 menit. sehingga diharapkan dengan penghalusan menggunakan disk mill akan mengoptimalkan proses penghalusan selanjutnya dengan menggunakan Planetary ball mill (PBM 4) buatan LIPI. Penghalusan butiran berlanjut menggunakan PBM 4 buatan LIPI, pengahancuran ini didasari dari tumbukkan bola-bola, serbuk dan vial sehingga akan menghasilkan energi yang sangat tinggi, dan partikel diharapkan akan mencapai ukuran berorde nano. Penghalusan butiran pasir besi dengan menggunakan PBM 4 dilakukan selama 0 jam,
39
20 jam, 40 jam, 60 jam, dan 100 jam. Untuk perbandingan ada tidaknya pengaruh energi ball mill terhadap fasa pasir besi maka selanjutnya dilakukan mechanical alloying dari pasir besi dengan reduktan karbon (graffit). Mechanical alloying pasir besi karbon dilakukan menggunakan PBM4 buatan LIPI, adapun lamanya proses alloying dilakukan selama 40 jam, 60 jam, dan 100 jam. Pengujian karakteristik dari mechanical milling pasir besi dan mechanical alloying pasir besi dan karbon dilakukan menggunakan X-RD. Pengujian XRD dilakuakan di laboratorium Fakultas Matematika dan Imu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (UI) Salemba Depok, dan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Syarif Hidayatullah), adapun dilakukan pengujian ini untuk mengetahui sifat karakteristik dan kandungan senyawa dan unsur yang terdapat dalam pasir besi yang telah mengalami mechanical alloying. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat eksploratif, dimana secara umum tahapan penelitian yang digunakan dapat diuraikan seperti diagram alur proses penelitian ini pada gambar 3.4.
40
mulai
Pasir besi murni
Pasir besi hasil Pemisahan pasir besi dengan magnet separator sebanyak tiga kali
Pengujian dengan XRF
Penghalusan pasir besi dengan disk mill selama 20 menit
Milling pasir besi dengan ball mill PBM4 selama 20, 40, dan 60 jam
Milling pasir besi+karbon komposisi 10% dan 20% dengan ball mill PBM4 selama 40, 60, dan 100 jam
Pengujian dengan X-RD
Analisis
Kesimpulan
Gambar 3.5 Diagram alir penelitian 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pemisahan Pasir Besi dengan Magnet Separator 4.1.1 Pasir Besi Sebelum Separasi Data XRF pasir besi sebelum separasi dengan magnet separator dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini. Tabel 4.1 Hasil XRF, komposisi unsur kimia dari pasir besi sebelum separasi No
unsur
Wt(%)
At/mol(%)
K-ratio
Integral int
Standard dev
1
Mg
1.6856
3.5334
0.0063219
106
0.6965
2
Al
1.4674
2.7717
0.0034296
302
0.2220
3
Si
3.2633
5.9215
0.0153825
1664
.00943
4
Ca
0.5941
0.7554
0.0067917
1048
0.0355
5
Ti
14.184
15.0940
0.1298575
34588
0.0285
6
V
0.4766
0.4768
0.0044299
1404
0.0249
7
Cr
0.0493
0.0483
0.0003815
133
0.0284
8
Mn
0.6780
0.6290
0.0041912
1469
0.0369
9
Fe
77.5112
70.7347
0.4163040
161479
0.0400
10
Te
0.0880
0.0352
0.0011669
90
0.0977
42
Berdasarkan hasil XRF di atas, pasir besi sebelum separasi mengandung sepuluh unsur. Unsur-unsur yang memiliki persentasi fraksi berat lebih dari 1% yaitu, Fe, Ti, Si, Mg, dan Al. Sedangkan unsur-unsur lain yang memiliki fraksi berat dibawah 1% adalah Ca, V, Mn, dan Te. Unsur Fe memiliki persentasi fraksi berat yang paling besar yaitu 77,5112%, hal ini menunjukkan bahwa pasir besi memiliki kandungan Fe yang cukup besar. 4.1.2 Pasir Besi Setelah Separasi dengan Magnet Separator Data XRF pasir besi setelah separasi dengan magnet separasi dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil XRF, komposisi unsur kimia dari pasir besi sesudah separasi No
unsur
Wt(%)
At/mol(%)
K-ratio
Integral
Standard
int
dev
1
Mg
1.6319
3.4972
0.0073129
97
0.5548
2
Al
1.8889
3.6472
0.0052833
368
0.1765
3
Si
1.3394
2.4846
0.0075410
644
0.0757
4
P
0.1407
0.2367
0.0026657
126
0.0462
5
Ca
0.1110
0.1443
0.0015809
193
0.0310
6
Ti
9.8348
10.6969
0.1170004
24603
0.0209
7
V
0.5337
0.5458
0.0064605
1617
0.0182
8
Cr
0.0683
0.0685
0.0007406
204
0.0193
9
Mn
0.8253
0.7826
0.0067911
1879
0.0264
10
Fe
83.3887
77.7921
0.5767236
176609
0.0296
11
Sn
0.2373
0.1041
0.0038699
226
0.0960
43
Setelah dilakukan separasi dengan magnet separator sebanyak tiga kali terlihat adanya kenaikkan fraksi berat pada unsur Fe dari 77.5112% menjadi 83.3887%, dan menurunkan persentasi fraksi berat pada unsur Ti dari 14.184% menjadi 9.8348%, Si dari 3.2633% menjadi 1.3394%. Dari data XRF pasir besi sebelum dan sesudah separasi terlihat ada unsur yang hilang dan muncul setelah separasi sebanyak tiga kali. Unsur yang hilang yaitu Te dan unsur yang muncul yaitu P dan Sn. Hilangnya unsur Te mungkin disebabkan karena persentasi berat Te yang kecil pada pasir besi dan sifat Te yang nonmagnet sehingga ketika melewati magnet separator unsur Te terbuang dan menghilang. Sedangkan munculnya unsur baru mungkin disebabkan karena sebelum separasi unsur ini tidak terdektesi oleh XRF karena jumlah persentasi fraksi beratnya sangatlah kecil, namun setelah separasi unsur P dan Sn muncul. Hal ini dapat disebabkan karena hilangnya unsur-unsur yang tidak mempunyai sifat magnet, sehingga persentasi fraksi berat dari unsur Sn dan P terdektesi setelah dilakukan separasi. Hal ini menunjukkan separasi magnetik yang dilakukan cukup berhasil untuk memisahkan unsur-unsur Fe yang bersifat magnetik dengan unsurunsur pengotor lainya, meskipun masih ada sebagian kecil pengotor yang bersifat magnetik lemah dan unsur yang terperangkap setelah separasi Pengaruh separasi pasir besi dengan magnet separator dari pengotornya dapat dilihat dari warna sampel pasir besi sebelum dan sesudah separasi sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.1, pada gambar 4.1a adalah gambar pasir besi yang belum mengalami separasi dan gambar 4.1b adalah gambar pasir besi yang telah mengalami separasi dengan magnet separator sebanyak tiga kali. Dari gambar terlihat perbedaan 44
warna yang sangat mencolok dari pasir besi yang belum mengalami separasi dengan yang sudah mengalami separasi sebanyak tiga kali. Pada pasir besi yang telah mengalami separasi terlihat lebih hitam daripada pasir besi yang belum mengalami separasi. Hal ini disebabkan telah berkurangnya pengotor dari pasir besi sehingga pasir besi terlihat lebih hitam setelah mengalami separasi. Hal ini menunjukkan bahwa pemisahan pasir besi dari unsur-unsur pengotornya dengan separasi magnetik berjalan degan efektif.(8,13)
a
b
Gambar 4.1 Foto pasir besi yang dipisahkan dengan magnet separator
4.2 Hasil Karakterisasi Pasir Besi yang Mengalami Mechanical Milling Hasil XRD dari pasir besi ditunjukkan oleh gambar 4.2 yang telah dimilling dengan planetary ball mill selama interval waktu 0 jam, 20 jam, 40 jam dan 60 jam. Perubahan yang terjadi pada pasir besi yang dimilling tidaklah terlalu signifikan untuk waktu 0 jam dan 20 jam, namun pada 40 jam dan 60 jam terlihat intensitas peaknya mulai menurun dan agak melebar dari peak 20 jam dan 0 jam 45
I
1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
60 Jam 40 20 0
0
20
40
60
80
100
2 Theta Gambar 4.2 Hasil XRD dari pasir besi yang telah di milling dengan planetary ball mill selama interval waktu tertentu.
Penurunan dan pelebaran peak pada XRD dapat disebabkan dari tiga faktor yaitu pengecilan butiran, proses reaksi micro strain, dan kesalahan alat(8,13). Namun penurunan dan pelebaran peak pasir besi pada penelitian ini diakibatkan karena ukuran butiran yang mengecil akibat adanya deformasi mekanis yang hebat ketika proses mechanical milling, dimana selama proses ini terjadi tumbukkan yang sangat hebat antara bola-bola milling, serbuk pasir besi dan dinding vial yang terjadi terus menerus, sehingga dari tumbukkan itu akan dihasilkan energi tumbukkan yang dapat memperkecil ukuran butiran
46
Dalam proses milling juga terjadi penghancuran dan pengelasan dingin. Hal ini juga dapat menyebabkan pengecilan ukuran butiran dan terjadinya amorfisasi parsial. Dengan mengecilnya ukuran butiran pasir besi, maka data yang terbaca XRD akan menghasilkan peak yang menurun dan melebar.(12)
4.3 Hasil Karakterisasi Campuran Pasir Besi dengan Karbon yang Telah Mengalami Mechanical Alloying Dalam penelitian ini juga dilalukan pencampuran karbon terhadap pasir besi selama proses milling, hal ini dilakukan guna mengetahui ada atau tidaknya pengaruh reduktan selama proses milling, adapun komposisi karbon yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10% dan 20%. Tujuan dari penambahan karbon dengan beda komposisi adalah agar mengetahui seberapa besar pengaruh kosentrasi karbon terhadap perubahan pasir besi selama proses milling.
4.3.1 Hasil Karakterisasi Campuran 90% Pasir Besi dengan 10 % karbon yang Mengalami Mechanical Alloying Hasil XRD pasir besi yang dicampur karbon dengan komposisi 90% pasir besi dan 10% karbon yang telah mengalami proses milling selama interval 40 jam, 60 jam, dan 100 jam ditunjukkan oleh gambar. 4.3, pada interval waktu 40 sampai 60 jam perubah peak tidak begitu signifikan, akan tetapi selama milling 100 jam terlihat pelebaran/broadening yang terjadi sangatlah drastis dan terlihat ada beberapa peak yang mulai hilang. 47
XRD 90% PB & 10% C 1600 1400 Intensitas
1200
40 Jam
1000 60 Jam
800 600
100 Jam
400 200 0 15
35
55
75
Sudut
Gambar 4.3 Hasil XRD dari pasir besi campuran karbon 90% dan 10% yang telah dimilling dengan planetary ball mill dengan interval waktu tertentu
Jika hasil proses milling pasir besi dengan karbon dibandingkan dengan hasil proses milling pasir besi tanpa karbon terlihat adanya perbedaan hasil peak diantara keduanya, dimana peak pasir besi yang menggunakan karbon terlihat lebih lebar dan menurun, hal ini mungkin disebabkan oleh sifat karbon yang rapuh, sehingga proses penghancuran serbuk dengan bola-bola milling lebih cepat dari pada proses milling pasir besi tanpa karbon(8,13). Dari hasil XRD, peak unsur karbon tak terlihat,hal ini mungkin disebabkan ukuran karbon yangrelatif kecil sehingga ketika proses milling terjadi unsur karbon terintertisi ke dalam unsur Fe.
48
4.3.2 Hasil Karakterisasi Campuran Pasir Besi dan karbon 80% dan 20 % yang Mengalami Mechanical Alloying Hasil Xrd pasir besi yang dicampur karbon dengan komposisi 80% pasir besi dan 20% karbon yang telah mengalami proses milling selama interval 40 jam, 60 jam, dan 100 jam ditunjukkan oleh gambar. 4.4.
Intensitas
XRD 80% PB & 20 % C 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
40 Jam 60 Jam 100 Jam
15
35
55
75
Sudut
Gambar 4.4 Hasil XRD dari pasir besi campuran karbon 80% dan 20% yang telah dimilling dengan planetary ball mill selama interval waktu tertentu
Dari gambar hasil XRD pasir besi yang dicampur dengan karbon dengan komposisi 80% dan 20% dibandingkan dengan pasir besi yang dicampur dengan karbon dengan komposisi 90% dan 10% tampak tidak ada perbedaan yang signifikan di antara keduanya, namun pada saat bertambahnya waktu milling tampak adanya 49
perubahn peak yang berarti dan terlihat adanya perbedaan intensitas peak yang berbeda antara pasir besi yang dicampur dengan karbon 90% dan 10% dengan komposisi 80% dan 20% khususnya pada saat milling 100 jam. Pada pasir besi komposisi 90% dan 10% tampak peak lebih tinggi dibandingkan dengan peak pasir besi komposisi 80 dan 20%, hal ini dapat dimungkinkan karena sifat karbon yang rapuh, sehingga banyaknya campuran karbon akan mempengaruhi kecepatan penghancuran serbuk pasir besi ketika dimilling.
4.4 Indentifikasi Puncak Difraksi dan Persentasi Berat Pasir Besi dengan Menggunakan XPowder Dengan menggunakan program X powder senyawa yang terkandung dalam pasir besi dapat diidentifikasi dengan menyesuaikan pola peak pasir besi dengan data pdf dari ICDD. Parameter input yang digunakan untuk analisis X powder adalah data kristalografi dari senyawa hasil indentifikasi manual antara lain magnetite (Fe3O4) yang memiliki space group Fd3m, sistem kristal kubik no set 02 file 1035 dan ilmenite (FeTiO3) yang memiliki space group R3c dengan sistem kristal trigonal no set 83 file 192. Hasil fitting antara kurva pola difraksi dari pasir dengan Fe3O4 dan FeTiO3 menggunakan xpowder mempelihatkan kesesuain pola peak antara pasir besi Fe3O4 dan FeTiO3, hal ini dapat dilihat dari perbandingan d puncak-puncak difraksi pasir besi dengan nilai d senyawa Fe3O4 dan FeTiO3 dari data pdf, Hasil identifikasi pasir besi dengan menggunakan X powder dapat dilihat pada tabel 4.1, dan gambar proses indentifikasi difraksi pasir besi dapat dilihat pada gambar 4.5. 50
Fe3O4
Fe(TiO3)
Fe3O4
Fe(TiO3)
Fe3O4
Fe3O4
Gambar 4.5 Pola difraksi sinar-x dari sampel pasir besi dan senyawa penyusun
Berdasarkan tabel 4.3 tersebut, nilai d hasil fitting umumnya memiliki kesesuaian sampai 2 angka desimal di belakang koma dengan nilai d senyawa Fe3O4 dan FeTiO3. Disamping berhasil mengindentifikasi senyawa dalam pasir besi, dengan menggunakan x powder juga bisa ditentukan persentasi berat dari senyawa yang ada. Dari hasil penelitian didapat hasil persentasi berat Fe3O4 dan Fe(TiO)3 yang berbeda-beda.
51
Tabel 4.3 Hasil identifikasi puncakdifraksi pasir besi No
Titik dhkl
Peak
2θ
X powder
File
hkl
Senyawa
1
30,108
2,9670
2,9665
200
Fe3O4
2
35,484
2,5320
2,5306
311
Fe3O4
3
35,484
2,56167
2,5306
110
Fe(TiO3)
4
42,887
2,0993
2,1027
400
Fe3O4
5
53,484
1,7146
1,7165
422
Fe3O4
6
53,484
1,7086
1,7165
116
Fe(TiO3)
7
56,912
1,6158
1,6159
511
Fe3O4
8
62,367
1,4845
1,4848
440
Fe3O4
9
62,367
1,4789
1,4848
300
Fe(TiO3)
Hasil identifikasi fraksi berat dari masing-masing sampel pasir besi yang mengalami mechanical milling dan mechanical alloying menggunakan karbon dapat dilihat pada tabel 4.4 dan 4.5
52
Tabel 4.4 Persentasi berat pasir besi yang mengalami mechanical milling Persentasi Berat (W%) No
Lama Milling
Fe3O4
Fe(TiO)3
1
0 jam
74%
26%
2
20 jam
80,3%
19,7%
3
40 jam
72,3%
27,7%
4
60 jam
74%
26%
Tabel 4.5 Persentasi berat pasir besi yang mengalami mechanical alloying dengan karbon W% No
Lama milling
Komposisi karbon
Fe3O4
Fe(TiO)3
1
40 jam
10%
86,7%
13,3%
2
40 jam
20%
87,5%
12,5%
3
60 jam
10%
87,2%
12,8%
4
60 jam
20%
84,7%
15,3%
5
100 jam
10%
84,1%
15,9%
6
100 jam
20%
85,1%
14,9%
Dari Tabel 4.4 dan 4.5 terlihat kandungan senyawa magnetite pada pasir besi cukup besar berkisar antara 85% sedangkan senyawa Fe(TiO3) yang terkandung 53
dalam pasir besi berkisar antara 15%. Hal ini menunjukkan pasir besi mempunyai kandungan unsur besi yang cukup besar. Adapun perbedaan persentasi fraksi berat kandungan magnetite dalam pasir besi yang hampir 10% antara pasir besi yang mengalami mechanical milling dan pasir besi campuran karbon yang mengalami mechanical alloying pada tabel diatas dapat dijelaskan, bahwa hal ini disebabkan penggunaan alat XRD yang berbeda sehingga terjadi danya perbedaan letak peak antara data XRD pasir besi yang mengalami mechanical milling dan data XRD pasir besi campuran karbon yang mengalami mechanical alloying.
4.5 Identifikasi Ukuran Kristal Pasir Besi dengan Xpowder Berdasarkan Persamaan Scherrer Identifikasi ukuran kristal suatu bahan yang diuji menggunakan XRD dapat dilakukan dengan menggunakan program yang mendukung seprti GSAS, Xpowder dan lain-lain, adapun dalam penelitian ini dilakukan pengukuran ukuran kristal menggunakan program Xpowder, dan perhitungan manual untuk menentukan ukuran kristal dalam penelitian ini dilakuakn mengunakan persamaan scherrer.
4.5.1. Menentukan Perubahan Ukuran Kristal Pasir Besi dengan X Powder Belum banyaknya pemanfaatan pasir besi
dalam industri logam karena
disebabkan masih banyaknya pengotor yang terkandung dalam pasir besi sehingga ketika proses metalisasi berlangsung masih banyak slag yang mengganggu
54
terbentukya ingot besi, hal lain yang menyebabkan belum bayaknya pemanfaatan pasir besi dalam industri logam adalah belum seragamnya ukuran butiran sehingga ketika proses metalisasi tidak berjalan sempurana hal ini disebabkan karena kontak reduksi yang kecil akibat ukuran butiran yang besar, penelitian tentang meningkatkan reduksi pasir besi telah banyak dilakukan(8), yaitu dengan dilakunnya penecilan butiran pasir besi, seperti yang telah dilakukan Nurul TR dkk.(8,13) Dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap perubahan ukuran Kristal pada pasir besi menggunakan persamaan scherrer. Data dari ukuran butiran pasir pesi yang mengalami mechanical milling dan mechanical alloying dapat dilihat pada tabel 4.6 dan 4.7 dan diagram pada gambar 4.6 dan 4.7
Tabel 4.6 Ukuran kristal pasir besi yang mengalami mechanical milling No
Jam
2θ
FWHM
B (scherrer)
1
0
36,01
0.930o
10 nm
2
20
36,23
0.811o
11 nm
3
40
36,15
1,859o
5 nm
4
60
36,09
1,900o
5 nm
55
Gambar 4.6 Grafik ukuran kristalin pasir besi yang mengalami Mechanical Milling
Gambar 4.7 Grafik ukuran kristalin pasir besi yang mengalami mechanical alloying dengan karbon komposisi 10% dan 20%
56
Tabel 4.7 Ukuran kristal pasir besi yang mengalami mechanical alloying dengan karbon No
Jam
Komposisi Karbon
2θ
FWHM
B (scherrer)
1
40
10
35,46
1,655
6 nm
2
40
20
35,38
4,740
5 nm
3
60
10
35,44
1,549
6 nm
4
60
20
35,40
4,480
3 nm
5
100
10
35,36
11,250
3 nm
6
100
20
35,44
8,342
2 nm
Untuk menetukan ukuran butiran dari pasir besi dalam penelitian ini dilakukan analisis data XRD menggunakan program Xpowder, setiap sampel diambil peak yang tertinggi dan dianalisis menggunakan persamaan scherrer. Dari data tabel 4.6 terlihat adanya pengecilan ukuran dengan bertambahnya waktu milling. Namun dari data telihat adanya ukuran Kristal pasir besi yang bertambah besar pada waktu milling 20, hal ini dapat dijelaskan karena pegaruh agglomerasi (agglomeration) selama proses milling(14) Dari tabel 4.6, dapat dibandingkan hasil XRD pasir besi yang mengalami mechanical milling dengan pasir besi yang mengalami mechanical alloying dengan karbon. Terlihat ukuran butiran pada pasir besi yang mengalami mechanical alloying
57
dengan karbon lebih kecil jika dibandingkan dengan pasir besi yang hanya mengalami mechanical milling.
4.5.2 Menentukan Perubahan Ukuran Kristal Pasir Besi dengan Persamaan Scherrer Ukuran suatu Kristal dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan Scherrer yang merujuk berdasarkan sudut dan setengah dari nilai peak yang tertinggi (FWHM), persamaan scherrer dapat ditulis dengan(13,17):
Dimana k adalah ketetapan dengan nilai 0,9 λ adalah panjang sinar x yang mempunyai nilai 0,154 nm, t adalah FWHM.
Gambar 4.8 FWHM (Full Width at Half Maximum)
58
a. Menentukan ukuran Kristal pasir besi yang mengalami mechanical milling dengan cara manual menggunakan persamaan scherrer •
0 jam K = 0,9
λ = 0.154 nm
θ = ½ x 36,01 = 18,005
t = 0.930o
Untuk perhitungan t diubah ke dalam satuan radian (rad) t = 0,930 x 2 x 3,142/360 = 0,0162 rad
B = 0,9 x 0,154 nm/0,0623 x cos 18,005 = 0,1386 x 10-9/0,0162 x 0,9603 = 0,1386 x 10-9/0,0156 = 8,884 nm dibulatkan menjadi 9 nm • 20 jam: K = 0,9
λ = 0.154 nm
θ = ½ x 36,23 = 18,115
t = 0.811o
= 0.811o x 2 x 3,142/360 = 0,0142 B = 0,9 x 0,154 nm/ 0,0142 x cos 18,115 = 0,1386 x 10-9/0,0142 x 0,9504 = 0,1386 x 10-9/0,0135 = 10,2667 nm • 40 jam K = 0,9
λ = 0.154 nm
θ = ½ x36,15 = 18,075
t = 1,859o
= 1,859 x 2 x 3,142/360 = 0,03245 B = 0,9 x 0,154 nm/0,03245 x cos 18,075 = 0,1386 x 10-9/0,03245 x 0,9506 = 0,1386 x 10-9/0,0308 = 4,5 nm • 60 jam K = 0,9
λ = 0.154 nm
θ = ½ x 36,09 = 18,045
t = 1,900o
59
= 1,900 x 2 x 3,142/360 = 0,0331 B = 0,9 x 0,154 nm/0,0331 x cos 18,045 = 0,1386 x 10-9/0,0331 x 0,960 = 0,1386 x 10-9/0,02976 = 4,657 nm atau dibulatkan menjadi 5 nm. Dari perhitungan manual didapatkan hasil B scherrer mendekati hasil yang didapat dengan menggunakan program x powder dan hanya selisih 3 nm, perbedaan nilai yang kecil ini masih dalam batas toleransi.
60
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dari pembahasan dan uraian analisis diatas dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: 1. Pemisahan pasir besi dari unsur pengotornya berdasarkan sifat kemagnetannya dengan magnet separator dapat meningkatkan fraksi beratt unsur Fe hingga 5% 2. Proses milling pasir besi hanya memperkecil ukuran butiran pasir besi dengan seiring bertambahnya waktu dan tidak terjadi perubahan fasa 3. Proses milling pasir besi dengan menggunakan campuran karbon dapat mempercepat penghancuran butiran
pasir besi yang sebagian besar
mengandung Fe3O4. Hal ini disebabkan karena karbon memiliki sifat yang getas. 4. Pola difraksi pasir besi menunjukkan pasir besi tersusun dari Fe3O4 dan Fe(TiO3)
61
5.2 Saran Dalam penelitian ini penulis menyarankan adanya pengujian SEM guna mengetahui ukuran butiran dan morfologi dari pasir besi, dan adanya proses metalisasi terhadap pasir besi yang mengalami milling tanpa karbon dan milling yang menggunakan karbon guna mengetahui perbandiangan ingot besi yang terbentuk.
62
PK ¢ (
”Ħ
! â’¹ã„
¨
[Content_Types].xml
´UÉjÃ0 ½ ú F×b+é¡” ;‡.Ç6Ðô ¾ Œ™·éi<™îÊ"Ú€ Úš” “ ‹ÀH«´Y¦ìkþ ?²( 0J Ö@Êö Ø4»½™Ì÷
iœˆÚ’ &Ûßwì8¦
BDÓ&¤l…èž8 r ¥ ‰u`èKn}) ^ý’;!¿Å øýhôÀ¥5 c¬0X6ù ^+ˆfÂã»(‰‡o-W<· E Á±èù0WQ§L8Wh) „ó Q Hc›çZ‚²r] URÁ9o%„@ÖÊ"i¡ï*hžM^ ë £× i;Äá¡ ÿcml&4Y+ +íB C·-FÙÙxZwÝ0 ¤Ó"—B›£þ³: î‹!Îè€ÛK F T’#r— Šjæœ yuM¡*Ÿ SW xÔжç|ú€H -àŽ„ ¹Ë~{OÁ ¯¶ ò–‚ïåGÚ;Àëçõ"j˜^ÊœvÑ\, Ât Ý+b ‹ÏÁNÿ x— ¶ÿÒú Â8nÌjúDëyýŸÉ~ ÿÿ PK ! -‘ ·ó N _rels/.rels ¢ (
Œ’ÛJ A
†ï ßaÈ}7Û "ÒÙÞH¡w"ë „™ì w
̤ھ½£ ºPÛ^æôçËOÖ›ƒ›Ô;§< ¯aYÕ Ø›`Gßkxm·‹ PYÈ[š‚g GΰinoÖ/<‘”¡<Œ1«¢â³†A$>"f3°£\…ȾTº S ‘Ì õŒ«º¾ÇôW š™¦ÚY igï@µÇX6_Ö
I
]7 ~ fïØˉ È aoÙ.b*lIÆr j)õ, l0Ï% ‘b¬ 6ài¢ÕõDÿ_‹Ž…, ¡ ‰Ïó|uœ Z^ tÙ¢yǯ;!Y, }{ûCƒ³/h> ÿÿ PK ! H<ÑÇ· ¢ (
word/_rels/document.xml.rels
¬UÉNÃ0 ½#ñ ‘%Ž‰Û²£¦\ ) .P$®“x’˜:vd;”þ=Ci , |‰2 gÞ›7‹§— / ŠžÑ:itÊÆɈE¨ #¤®Rö0¿‰ÏXä
¨+:J ³9œƒïr°Ðgÿ¿
8
™?¥ i¦· Ð{†J0¦5 n«xÚvØk ²µÉ×ÏÁÍr ’ÃÛ&û&ćkH‰ó°$´ŸC®¶Ä(ÍÆÕ“à_.ŽÙ+ ÿÿ PK ! {— ÐÓD Ì word/document.xmlì]Ûnã8 }_`ÿA0°À4Ðvì8 '˜h`Çq·;7ÃNÏÎ Ñ ŒÅØjË’ K¼ž§ù ‡}Z`÷çæK¶¨‹-»HZJÔiÏämYd±X¬*ž* þå_KExƆ)kêE-ÕhÖ ¬N5IVg µÏ ƒz§&˜ R%¤h*¾¨-±YûEüûß ~^ KÚÔ^bÕ Õ< †§sËÒÏ
Ìé /‘ÙÐt¬ÂÃ'ÍX" > ³ƒ%2 ¶^ŸjK Yò£¬ÈÖúà°Ù<©yÍh 5ÛPϽ&êKyjh¦öd‘Wε§'yŠ½?þ M¿î›} d§Ç +@ƒ¦šsY7ýÖ– ¼-Á ç~#ÏYƒx^*þïV:Mo’ V0KÅ%{¥ ’nhSlšðmß}¸i±ÕÌêÛc ibó á>}J– HV7Í éˆÌÿfò 0y nß ¤©í@€ "ÈÒ£&-É_]X ƒ,Jã‹Z³Ùì¶ ºÇ5ÿ« LtìË>~B¶bÅŸŒ _9-
òÇÔÑ ¸ m*2¡¸} ï~ Û | lK« ŸÊªDžà'hý°sD~6GêÌY ä³ó£oSøú ) µ), l¸ß ng ð“ }ž
ù
u÷[ ÞpÆ
é1áµÕ¹%ö»ƒ‡îX
è
§‘²'óQƒÅìΞ?k¤_G×92 ’¢ ØÄÆ3®‰_Z_…ëû«ÉÝýÇn („f †mhÚÓ•A¦ÝZëð¢©cE™XÈ°bƒêåRéè£5z}*n´ R^ŸŒÏªe/^ŸŒ[¼| ` ¹P ©F Ókð°TI6äBµ '1Ū.N"ª±`&à ͨF@§=†ªd›–± zè âU½w \Å"×q¾MI1 }ÙDàúË‹*ˆm)hYà\Q5 _ÊcP)‹ èúkMÑd{Y·°u; wÿúó #¬ÊQ]·q_‰«Ù;>: œ9>™%FÅÞq¸q `ÿHÅ º AÕTœËw²‚ w ÉŽ ïR|@`BæTc cÇ-ìc
¤ðÒÓÃÆ - Y…)º Õ¹°ÕY h™àG4«‚ÀtUK6e 4x BCÕT| ]ãGù ª„î¾Z˜ºV 7½‡ b'Ýr¦j*>3ÿDªU¤Z‰ x ;ë äÄ6d ŒÉyÁB3@ÖVçXÁ *„M³‚¦°c&HL1 ^ €è´çY›-xÅ BBl ìÁïM$ ¶ sÉØ× ? 2Ùy më;Æ1Ê@a q2FhåðkÔ²Í D1 ½[ ƹ,]ÔŒ¡ è1€s²iiÆ PlW-à« Ì6è´ >rŸx8ÜÄZ+ ~åÀwýV=ØÇÃâ,ÑÃ4 ýnÀH5sa Z,;ˆ¦÷ï Ó²%¹
`·„æ¶b#µn`É^˜r] ×Î q¬ƒÞ”çõGì| 8¡lÕ%L, ¼æÿø Yö#2ž ÌØfÀDT3å5$©ðÛ0
['ƒ« l ô IVp|èËèÞ?«û˜Îˆ 7©› ´0± ¡>ùíRµ¨Ž¤0÷ÓÐ;:*Z'QÙM-S\ ƒnÄV ü =v jŽF ¸øôU¯yØ 49ŽÑê¡Uæ½íâ—[ì<ª h¨c%„ û @ÿqÿÊ—ú¦KÇöÉ]ô‰ô 6ßcy6·`-yÈ Jð"
欦l
›P ù %øì –»ªj ;3²˜ M 1 ø/¸V »< 樈̗Àüýá7uØv»6ÿ¸4ÃßA“¾ LÞÿ|iÇ sDÝœ´Úݦ§‹3) ô%Ž !1 é0O ó‡ h4y
<þá àä‘-ck4 § †…‡" `ô¼^cº²€na??#˜ ³Çº{ß)“ð*\°MĪ\ß
°Š!ðÎ
¿).Üb )¶1cÝW—Æ„›áˆ#x¸;9 ydÇAwï¶J a¿ §`DBJOˆ ®}SÂÐ#[5*»´Ý ¼- À.õG-ÿ r6è?2 Ø ºoj Œ mgÅ–ß z R 2Ä ! Ý &îÓÞ¨J&i8 d0g ½-¡ä µ¼ ü ô·Kxd Í(¨½m¸% Îp¡ =´°CV @ ŸÐx`å¥XÓ e ' U ‘}'eŠ.‘#õ„!» Ô!!^ã™Ì-÷‰í¼ã‡ó*>î Ù" º Õ5 o“å´ì åA°¿ƒaqàÒEŒê§¡¡©Â R‹ÍweÏœÄ {+b€T ¸ dêTü¬ÊN ñ$y ¬C|Ä üš] Ú© û?c ©¾3p{ Äâ‚Z
€¶ll†- ¤)›r8‡5 ¤eë ! Á•ylfQ ÒwTCy«l ÜÇY „çHË“‚‚–Ø>βqÊ ô9w ‚J Šû8 )nÂîï >¨¶ ³ˆû8Ë>ÎÂ\ºa÷%HgŽc @ ˜ê>β ³X¢o ¨¶ª/ kÚÇYÜâgù(k :á; ³ô›Ç½3ç´rô0eø‰S½0~˜r{Rñ» 9Ø * \µ »W5ßZ B%á'o‡ ^ iuN}¤3fb£A ‚pXâ—ˆ^Üà2¤L '\î/ £¿t¾N¶÷N0erïÔ dß ¸ý±ç’g $ÜÝÿ:ìÞ=
³ ³šŒðƒŽáÉüÚ¡<â5œü_ ƒ ¦%3–ºK¤xk ³Æ~c/uáÞÀ¼“Ë“ ”EOÞ\Äl‰Ó˜Èã"–@F_öNPU¢D
W$!¥Ä)¯|ŒÐ£Á*ÎY5&¸é€Ê 6{„³
R8cX OÌØ-PBµÞèT USÑ ’%Þx%R¨^/•’ H°„]\}_hÄ€*à;0aÄpjð' Ðw¢( µ¹6ÎãN °?,²©Óž–’½Õg»¯ûd tÄØ 1BÅê_Å$íƒ û Æ>ˆÁê\– e ^E ì ‹ J· b¸;¦ýa ‚ÙV2ˆ V
‰' :-æU§ Û‡Ÿü¸°} l˨¤)³]Uå×—ôc3 ”paTú ÂI ®É B¾ 7 áæ³ éÓÂmC¸‡ ]Þ[‰Èù á O¡|¦<Í÷(â Ò`´®¢hk¨‚Ë…Ú$ ðq¨ëZ±W…^-Ô " Ã-kÂÈ~„ és¸Ç¯¼¸HA©—/–7m‘´s K L„…MA{ ºKˆ¯LiÓ£¿¯E¼§¶t © ( ŒU‰Tì-¡ î œÚ½iZ…^¡ž2)ÔKr»Ûøw8å6î’ÿç ÍÉQã²µ©«óe ʵ—ªYûX‡ë È 6Æ4³ @ÜÂnYA@P T-Å =oiÑ,j ëéT¦CŠù^¸$%¡‘¤ “é\Ó ¢ÝÈM0ð䃦@iyøŽÐi-5ë-Nç´òVa{æ¥<3ã99Ÿ'Ýд‚âôû Ƀí ß/JFV Û!Z¼‡«ÏNÛ‡g— I>tøÚÓ½ My¸š*c¨t Á’ˆÓ ‰aàPtÂ%®n Æ š
5‘^”=µÑÀ‘-K¼k
a| ù ŽPSЗAJ¾MŠ&sÄ”uÔhù€X`,
¢´`ÄÖ »Úš…„Žü¯hg¢ ;
fû‘HVоøT 8à
'
*úÂýmp· û l~£Tý¤èLjøÄÆ
þMÔ‘ªS‘/ƒá; Ø%Ü h Ü…Ö¨¸÷:S6úƒ¿®j…‡Å‘ÑS„ þõç¿K^b
ô$ó^•Pá ¹ 7 .Ú+^
s¯^¢b^¡6!€\1› Fí¸Å³þ uþó[ ûx1m ìTD‹9w•çTá
ö 2¬‘¡ Ǧ vNŒÿn·|ì2FªµÅäØ„ÆÆžSž«pƒí§L\Ƀ"·ó¸ Œ¿ÅÕ6ÔÌ褳)ª×™´±l2ßÔö È⵶Ա w =Q =ƒ•¤Xgä"œ¨ÑŠí-ˆ -¶[ª‘2é¬à~]œ`CטkMåÊJ° ”%@ª ž° U ãXT˜TyàJbl#LÓxO\¯{Ø9ª Äl. $ŸS. $
%üV£µÐ—Ÿž
4µ JS®Ë
œÜ‘w aä´PlÄY‡¡¡éœ*âœLØH “áK
›Õ ü‚DYîÕÏž<Üá•ð»f„ ž„D"Òâƒ÷° v)îUb} W¤n4R«+D|hä¡ yqˆÖÙY‡³. ÜoœŸEÁ 3k× £S [À1ÜÏe »OŸµöÏNë-V;Ê૵îmžoE¼Eý¥ ây$ª :ˆÜŒþ2c>¿ ãÆ ½o»7CˆLTCÆÆ OBo8ùx?Ê¥'Q '»k;œ!æŒ;ÇVhطΘ–Üq§¬õ l z*ôVƒ¤Œ|óžBM±š'"Õ1æ¦ 1Æ ´Ff89)ÿÜPÖäÜzé <‘(o9_ ä ûY‘T}"7YYHø)¨Ðn¿w|t28«eŒ
ö4m
£ ÜO ;á°ƒiM%/k¡ut\o …ƒ¾Ä
'c
Ÿ=²üæ
›ð“”Ô€ 6Iaš‚Û°ð“ §Ö÷šD “ 3^
HÒZ?6„_Á ýzÓ½¼ÎÕ…/c †Ê2|IW®
‰i¨ÒÕ % î ^¨ DÅ|ÿs†HäŠ@Šîç9¬œEFTµÆf8…
vÙqÍDŠÆ‹(xZ*n´ ZR½K ž’w õH`#}øN€ ñi»Þ9
P5 Ç;*!¤=» ¥D
ÉM²¥î´ ‡g qsÊy¹ 8½ããN?±ÆW/ôó 7ˆ4C : 4Ô~›ÂàŸ‘rQK?T 3ª>¿H€1´#
³Ü7àÉÚ%–é6_ëØ€Dã…`œËÒEÍ J§
•4c}Qk9îäÆÍtgëê¸Õ? ¸O\8Ô˜Xk ûÃúè·JpTà WŒÞ W«Uc‰æ غ¢!éàarð[Ý@ë 6¥-æ Ÿ†ÃaC— ‘ hjC0QåYŠô=¯]‘d´01OÍý´„öКHó,âºTGR‘[ N*,g+£P½í™–Ä5Ó<;i ÙŠVñ£ZáÁÓZí“f>@Ÿ% Âá ¯t|Bª
žë&Ò¤ã°ÙjF¸»Ynd±· Úƒ³Ž³Ø,1 áKdt˜ ¡½ÅnÊ)±7¯Þ¢¯ XU¡©£)d[Âë „ ä ™ZïÃØVà R½‘v²Y6-a”ÓW%â׬™ ªÝdý*¸©À ø
s j0¾+R$ çSRr"q €R ‰½ŽÂì †oEšðWÌu÷Û‹YÓ{Ý‚ztÜ·ÔFÛK “ˆ€ä;ù©ôêœ5ÚÒ L!x¨Î4‹]g¦õ"Jì:4-- Š‹c1ϵP¯FìŽiµÁu]:cy P¾-c $ P Õvƒ½ ±ŒÖ6¬'S¶I
ÖÖõ·ždôn Ë|xº£ÓÕC [è)Ú‚] 8° x å€Xg ð àËz;Óõ “NñÞvØ“ó¥ g ˆJ:ãûŒ.GJo d\ÛK[AìÉse Âu³cæŽcÄ›¿ì
O\@j¡Æ“ZHÍ 7§oHB$¯ªy@s»HUû2Õ ¸.’ Ž }Z{)¾ °Ÿ#Õ'- Ñ„Coˆ ‹Hk-…dªÙ
žr##
É 3¦ ÌÖ RK l‚ 3_ù¶Ø§7- q€-
•´öÅ wÚ3쉰
åK„Ðn
Fõ †5ªèN‘•Ì¾Éwm”8²MÄzD a çïg]«Æ}Ú¦ Zœìš"ñVb Þ =ÙÐÂ’H fŠ:E**Ô 0/hw®* Ù»Æ6˜Ä" â.^B%XRêRNÔšWýöÕir%»~»ÓÜDñÊÒšÿ ÿÿÄUÍnÓ@ ~••O p€:Ió«ÆRÚ˜Ö" ¬¤ !ÄÁµÇÎ g×¬Ç åÔ — ë“0kÇmlœPNÜvwþ¾ùæg-³íèÎgÛÑÆ‹ÇÆ-Ä•qb lG‰«´,QR†¶R¤ ÷ Œ 4 8^¢§P+nG¹ ZŽ ¥Z{È¿zÚ sG<Ø"Ø·gß×ñ(M<Ÿ"$ RP 0,6s\çmÅŸF–ã"@*åÁbl˜f¯ÛëO†Fù4…ÐËbüSâê§Á´30{Fî¤Èñpþ ÑìiÇîwš¢U% ¢y Ê¥Îtj— ´› Ï’y] Üe).x´BG 5áaøOÕùܪ Hï%Wš‘©Ù= Œ uZ×ÔD¡õ¥þ¼ïà|Ðz×-æ”â JÖÍ ¯ËÙäã„]\9 WölîÜ,ß b ?ëÊe,Wi¸;– ×<Ž¹ˆØ$eõÆ+:óexþÞæG0Ì=! îÇPƒÞì÷¹ù {=€ÛU@¡hΤ`7௠ÿ– Õƒ-Küñá «`llñ]A Ñ• {Sö úžç“ r•âŒ Z Þn ŽND‰¿¡™ÎAT¸)秹 o.3¥ËðAð Ð.Â{&C†+`sˆ`S¥yoä OuQq µ‹k Aq/N™"ÊŒ."ú `ìU›vâëŠEYæ |t+Óÿ‚Z/ÉHOÞÞœ‡R È „ @ø@¤ ßCPì^ƒ© Ɔr‚A±Ü’hùƒ´¶c£ÕnŸšz}®èÜ Ð 9ÿH’èÚÓÀP&c£ÝîwµŠÒ+ ÔzÃ|½Óÿ„rý| !$i©¼ / Z }s m ˆO×(CBLi á|IünË?G›ä( é_*®W,- p9ú„r×XÄaA_þ¹ÝÊà>? I¦Kgý ÿÿ PK ! rT_©i ¸ word/footnotes.xml¤’Énà †ï•ú
÷ '•ºX±sh” èò ã ØnÞ¾ãµi EV{Áf–oþaf³ýÒ*ª…ó LJV˘DÂpÈ¥9¤äým¿x$‘ ÌäL O¶ÙíͦI €` !Ãø¤Fw ‚M(õ¼ šù%XaÐY€Ó,àÕ ¨fî³²
)9
Ú² ?¤’áH×q|O
¤¤r& -¹ EhS ( ÉÅð 3Üœº}æ
x¥… ]Eê„B `|)-iú¯4l± !õµ&j-ƸÆΩ–;Öà@´êe7àrë€ ïѺë q _«=<`‹˜2æHø]sT¢™4 ¦] ³ùOÃ[âðh_›¶¨ŸFð-²“eŠš$ ’¼°Ì± Ž Iæ)‰»8‹7\Öü ñÝÃúéyß t¦ (X¥Â‰§%»ö˜h4ÛÐΆ§íþÇ5¾¨‚ƒ ÒTÝ– ¼ž+ZýGÑEò5u(x”ê³o ÿÿ PK ! º#Œ
†ï'í "î[ÒNÚ!jÒ‹U}€ -€ Ò òl ÝÞ¬šDA
iÖ·ŸsìVUUµÝ `ãÏ¿±Y-¿L í•ó !e‹yÌ"
s »”½¿mg ,òA@.* •²ƒ
”
>Ù“·
Á&œ{Y*#ü - r èŒ ´u;n„û¬íL¢±"è ]épàË8¾g SV;H ÄÌhéÐc Ú B—‘;U‘ _jëGšù+ J,GÈþR {S ç {M¶Ü‰†úaª^vƒ.·
‹BK5|Æ wMÞ>rƒ²6
¥òž¬›Þ9 ñ¥Üà ¶ˆ)â ¿sŽJŒÐ0aÚé8éÿÔ¼95 ÷¹y‹: Bw‘ g)j’p° òÊ ' :F& §,îŽYÚѨæ/dˆï-–OÏÛö@gÚ¨BÔUøáiÁ®]& ÏV¼³Ñj»ÿaˆÏi ACÝ È멞Šôœ%_ÐFjÇÇ– } ÿÿ PK ! ò ¨ W ] word/footer1.xmlœ“ÛjÃ0
†ï {‡àûÖéèJ š FÉuÙá <ÇiÌlËØN²¾ý”æ0¶Aiwe"ùÿ~ÉR¶»O-¢F8/Á¤d1 I$
‡BšcJÞ^óÙšD>0S0 F¤ä$<Ùe÷wÛ6)ƒ‹Pm|Ò`¢ Á&”z^ Íü ¬0˜,Ái ðÓ ©f3
Ú² ߥ’áDâxE
¤¤v& 3-¹ eè$ ”¥äb8F…»Æ·Wî ×Z˜pv¤N(¬ Œ¯¤õ#Mÿ—†-V#¤¹ÔD£Õx¯µ×¸ Žµ8 -ú²[p…uÀ…÷ Ý÷ɉ¸ˆ/y Ø!&Å5%üô +ÑLš ÓƯùOÛãðhïM;Ôw#ø ®‘ Ú ×¯xNI ?=.Wù†Œ¡½(Y-ÂßÌ¡ mòåb½é! wf½„“ ¨n˜JI
„#4ÛR´éntçížgÅ- hƒ?Gö ÿÿ PK ! –µ-â– P word/theme/theme1.xmlìYOoÛ6 ¿ Øw toc'v uŠØ±›-M Än‡-i‰– ØP¢@ÒI} Ú〠úa‡ Øm‡a[ Ø¥û4Ù:l Я°GR’ÅX^’6ØŠ->$ ùãûÿ-©«×îÇ
!)OÚ^ýrÍC$ñy@“°íÝ-ö/-yH*œ ˜ñ„´½)‘Þµ ÷ß»Š×UDb‚`}"×qÛ‹”J×—– ¤ ÃX^æ)I`nÌEŒ ¼Šp) ø èÆli¹V[]Š1M<”à ÈÞ ©OÐP“ô6râ= ¯‰’zÀgb I g…Á u SÙe bÖö€OÀ †ä¾ò ÃRÁDÛ«™Ÿ·´qu ¯g‹˜Z°¶´®o~ÙºlAp°lxŠpT0-÷ -+[ } `j-×ëõº½zAÏ °ïƒ¦V– 2ÍF -ÞÉi–@öqžv·Ö¬5\|‰þÊœÌ-N§Óle²X¢ d søµÚjcsÙÁ Å7çð Îf·»êà ÈâWçðý+-Õ†‹7 ˆÑä`
- ÚïgÔ È˜³íJø À×j |†‚h(¢K³ óD-Šµ ßã¢
dXÑ ©iJÆ؇(îâx$(Ö
ð:Á¥ ;ä˹!Í I_ÐTµ½ S
1£÷êù÷¯ž?EÇ ž ?øéøáÃã ?ZBΪmœ„åU/¿ýìÏÇ£?ž~óòÑ ÕxYÆÿúÃ'¿üüy5 Òg&΋/ŸüöìÉ‹¯>ýý»G ðM Geø ÆD¢›ä íó ýžŠ ôÍ)f™w 9:ĵà å£ x}rÏ x ‰‰¢ œw¢Ø îrÎ:\TZaGó*™y8IÂjæbRÆíc|XÅ»‹ Ç¿½I u3 KGñnD 1÷ N
3Vq%'#q¾ Ã ÓòŠÍ$”8ÁšK
IB Òsü€ íîRêØu—ú‚K>Vè.E L+M2¤#'šf‹¶i
~™Vé
þvl³{ u8«Òz‹ ºHÈ Ì*„ æ˜ñ:ž( W‘ ☕ ~ «¨JÈÁTøe\O*ðtH G½€HYµæ– }KNßÁP±*ݾ˦±‹ Š-TѼ 9/#·øA7ÂqZ… Ð$*c? ¢ íqU ßån†èwð N ºû
%Ž»O¯ ·ièˆ4 =3 Ú—Pª ÓäïÊ1£P m
\\9† øâëÇ ‘õ¶ âMØ“ª2aûDù]„;Yt»\ ôí¯¹[x’ì eW÷ ¶)6-r¼°C-SÆ jÊÈ išd ûDЇA½Îœ
óù ç]É}Wr½ÿ|É]”Ïg-´³Ú
IqbJ#xÌ꺃 6k àê#ª¢A„Sh°ëž& ÊŒt(QÊ% ìÌp%m ‡&]ÙcaS l= XíòÀ
¯èáü\P 1»Mh
Ÿ9£ Mà¬ÌV®dDAí×aV×B ™[݈fJ Ã-P |8¯
Ö„ AÛ V^…ó¹f ÌH ín÷ÞÜ-Æ é" á€d>ÒzÏû¨nœ”ÇŠ¹ €Ø©ð‘>ä bµ ·– &û ÜÎâ¤2»Æ v¹÷ÞÄKy ϼ¤óöD:²¤œœ,AGm¯Õ\nzÈÇiÛ Ã™ -ã ¼.uχY C¾ 6ìOMf“å3o¶rÅÜ$¨Ã5…µ ûœÂN H…T[XF64ÌT ,Ñœ¬üËM0ëE)`#ý5¤XYƒ`øפ ;º®%ã1ñUÙÙ¥ m;ûš•R>QD
¢à
ØDìcp¿
UÐ' ®&LEÐ/p ¦-m¦Üâœ%]ùöÊàì8fi„³r«S4Ïd 7y\È`ÞJâ n•² åίŠIù R¥ Æÿ3Uô~ 7 + ö€ ׸ # ¯m q¨BiDý¾€ÆÁÔ
ˆ ¸‹…i *¸L6ÿ 9ÔÿmÎY &-áÀ§öiˆ …ýHE‚ =(K&úN!VÏö.K’e„LD•Ä•© {D
ê ¸ª÷v E ꦚdeÀàNÆŸûžeÐ(ÔMN9ßœ Rì½6 þéÎÇ&3(åÖaÓÐäö/D¬ØUíz³<ß{ËŠè‰Y›Õȳ ˜• ¶‚V–ö¯)Â9·Z[±æ4^næ ç5†Á¢!Já¾ é?°ÿQá3ûeBo¨C¾ µ Á‡ M
 ¢ú’m< . vp “ ´Á¤IYÓf-“¶Z¾Y_p§[ð=alÙYü}Nc Í™ËÎÉÅ‹4vfaÇÖvl¡©Á³'S †ÆùAÆ8Æ|Ò* uâ£{àè¸ßŸ0%M0Á7% ¡õ ˜<€ä· ÍÒ ¿ ÿÿ PK ! f°1[
Ç
word/settings.xml´VmoÛ6 þ>`ÿÁÐç9Ö›mY«S8¶Õfh¶bN
%Ò2 ¾ $eÅýõ;Jb ·Z
Ý'‘÷Ü=w< ïøîý3g“3QšJ±ö‚ ß› QHLE¹ö¾
¨é P ʵW+‘êâD8ÒSN %µ<ši!y* GZ þãõ jí Œ©ÒÙ¬7º‘ Àv”Š#£o¤*g åN 5'ÂÌBß_Ì aÈ@ÀúD+íØø e W'GrþÑ!Îœ9½&ð ¤ Ù·‘ ¿X¼%#A²ö—e” ¢@÷Œ Î(óƒŽ “#ª™yDùÁÈÊáË°÷Œ jÀ× EñG©èW)
b‡ tÊÁ‹2Õ C—Aq7Xï¡’/Î"ì| '¤P aõ„[`W’9-,ÿ”f+y¥ é ÅQJ#¤!Ÿ•M‹Û Åk¯ ù i{ÎÙ Ü™ ž~sMs-t,Wvp}*dÚlÃÅÚÆd C”î ¾ïo¢x3ïâ·è+dµˆ²å(ò¯6a o÷ñ˜M¸ w»> ×~¢8ÊVɘM´
WÛl
™/ƒx¿C óÅr³ E
· Æ eä ñh
–Q°Y úI
ŸŒ²%»(ñ c~VY $£±ÝÍãE6Ž$A Ž#û(X æzçÏïV£ ì¶þ&îëûú/ìwÑ~9zžlÍ7m
N- T Omó³ÅÚ-2¸
ÞÝÞ-â¹¢hò`Û#”OsõtG…Ãs mš¼F
uîÀé´ 4GŒepÿ ±C0\ã 9¶Äì ©r`nË‹§jT -ä 6ÛÁˆú d]u¬ BÕ½À v
ƒ8îù¨0Ÿ(wr]ç g% K¾‚j ÿ:+K8
Ô¤
ô9`AC["búå`U›´`ê`‡y@UÕu®¼
Ö-£åÉ ¶ƒ Øa¤žÚM^†= ¶ ì,ÖnPaO ÚýÂ*tKÐê ƒ,r²h ÅN ²¹“Í ÙÂÉ VvºÀX€¶ÿ CÆ--ü( “ Ápí}'ê’жÓ{Q° ¨ , }/ìPÑmŽ - Œ ò ˆ€W N4ôyR+ú†yÚZ TÂÌïl×^;¯:×? » 5ŒŠËT‘ - ÿ“ ˜eE{‹`æþìäl©¹ôaŸPEàºÙ)
÷^¦Ú ú±¬'ç”<ÃS€`jà¹WQÌѳ} „m÷éµaèÊÚ\éZ&«\]I' æÖõìÊ öpÌëXš “‚BŸ8\x>ÌåߺÀ Õæ@* áF*øëí Ãâ÷–yx Þþ ÿÿ PK ! p^‚K\ ¸word/styles.xmlÌšÛnÛ8 †ï Øw tßú”: Ô²I½ Цiœ`¯i‰Žµ‘E¯(7IŸ¾Ã‘DÓ ‘ Ó Ø+Û¤æ#9œ $‹óþãã* ~ð\&"›„ƒ·ý0àY$â$»›„·7Ó7Ga –Å, Ÿ„O\†?üùÇû‡ Y<¥\ ÈäI> —E±>éõd´ä+&ߊ5Ï o!ò +àg~× ‹E ñs mV<+zÃ~ ÜËyÊ \.“µ
+ÚC ÚƒÈãu.".%Ìv•–¼ K²ð L/ Ñ9_°MZHõ3¿Ê«ŸÕ/ü˜Š¬ Áà “Q’L›d +ºä ÁµX±,„-Îdq* ÖÚ¹<Íd»Y$©AO ™²ì
°?X: yöæv¶;ˆnš'1 Yþfv ‚a WP +Yëu•W5– Î WÏÊ- §ðÅ ÝóxV@Ç$„íÆÆÛ‹«< yR<mÛf|•|Nâ˜C`èë²e ó – <»•<Þ¶ Ÿâ6W ‘ØdÅ$ Ž q'R zŒøZm3
—± Œ|©
R5ü µí@- <Ôvù’3 “ÁÀÛb¨,¤± Dl ñçŽ^‰{ðJÜw¯Ä ¿ ÷𕸠Ð^%-Ž_˜ 1 Ì So’"åŠÙIu³Í¼ð3(r‘Ýuæ Z-—L& ÷;Nè*e _Š4æypËvï$Ûdv|ìH*— "˜-Y yEq6†Y÷tð%¹[ Ál‰é©‰ ÷ £—–_ ‰«0G»2aiöwžÄd´¡c´¯
;-rÅá9Ë@8tÅÏ™HE¾Ø¤õž6ÃáÐ EÚ¸uXW i˶
}D2ò¡3 ¢²¯XÎîr¶^6Ãp„ 4 n7ß7¢À›“©œ!ÞX;Ù_dð°+yÐÊ á3l'Nµ?¸.ÇætN@öÍ霉ìˆÎ)ÉŽè”›¬æ^IÊ NqÉVç Ü [æ8t)W#ðž`E¸dÛš¿è=Â/ Q{—#hþ¢ö./42Ï Þ
Jq9¢AÑ ¡ ïüE ®üÕ*TŠð *Ex •"¼…J ^B%æÏ *¥¸âS«Ì *E¸BT#L¡R„+>[…JÉü„Jí]Ž B¥ö./4$¦…J).G4(Z¨”â-TŠð *Ex •"¼…J ÞB¥ /¡ óg •R\ñ©Uf •"\!ª ¦P) Ÿ-BÅçEó °ã¿èú^Fí]Ž B¥ö./4$¦…J).G4(Z¨”â-TŠð *Ex •"¼…J ÞB¥ /¡ óg •R\ñ©Uf •"\!ª ¦P) Ÿ-BÅ7Ê¿!Tjïr *µwy¡!1-TJq9¢AÑB¥ o¡R„·P)Â[¨ á-TŠð *Ex •˜?K¨”âŠO-2S¨ á Q 0…J ®øl *-Ñü†P©½Ë T¨ÔÞ兆ĴP)Ååˆ E •R¼…J ÞB¥ o¡R„·P)Â[¨ á%Tbþ,¡RŠ+>µÊL¡R„+D5 *E¸âS -¥<0OÀL…
üßzÚPÃî‡YÕ¤®ù‚çP ÂÉ»Üî¨ú]¬ …ÿé;½ ýKˆû@Ÿ\šn áÿ n dž& _Q?í}ß=ÂÓgZ$`/P¸ùv |.‹ öÓqs) œ‚BÕ‡YÀ¡ª#°ê .,žÖPE±6ߺCq‡*w 2-œ ªù¸€ ªÒB «Ò °Å⓪ WT9 ¿C)P\_Óï÷OG §Uzƒ œÁϺ{X¥NùóL Ñ ¶l3ÊUpÂtæÑ ¦- <WsµÌ¼*sÑG ªZ +JÌuT úª /õlC¥ž^• ¶‡ åu;Õ Ð ó·Ì»`óò Ý2ç Õïty€— ” ‰t‚õI˾ ê s\@1OËÍ / ™Ú?(¡Â 2NâGV
ýg<M¿2ÜÊB¬í—¦|Q”½ƒ> M4PsQ be·Ïñd gÒ ›“) ªEØ}ŸmVsžWÇõ ÿ_ •ÖI”ÀQ?¶[¢«×ísÛQb´‘à ¬ºjª± W2Áº 'h× ”{)-±M!Té ?ÿ €Â«Þfn{.›=ñ¿0-kµ+eˆlÍ`Y ¸Òx¤Î–µ=¤ ~…—/"þ g¡ÐT¢š 8þˉg e3:fÎ ì웪"#9,M²ûº½$ AŠ)£~¯?AÕX% Ÿ5C N—Ùi˜ï`|T¹À¸ C\%0¼äxT¾©R¡Œ¼Ú-ö¨ÙÉ‚Ž¨1 ÔÌãeW°]lÃGU`éô¸ÍŽÔcUu V î D ›ÁK =Z²ñŽÿt }†{c®VGbiÛÓ NvWÙ ¨òC^W’Z ?‰¤¦Óê-PGœ*c…{ Ì
¹öÀiW z iQ *ž„æ¶%›O f<”¤mPí:àxz08ª-ô«Äñ W ± ¦‚Ê®ßUPI) l÷–‡lh Ôá ?ü ÿÿ PK ! (‡q¥Ï word/webSettings.xmlŒ ËN 1
E÷HüÃ({š E…F ©„PÙP¨ÄcŸf< H‰ Ù Ð~=æ±aÇòÚWÇÇ«õGŠÍ;° ÂÞ\.ZÓ z -zóò¼¹¸6 ‡£‹„Л#ˆY çg«ÚUØ?A)Ú”F)( ÷f.%wÖŠŸ!9YP ÔÝDœ\ÑÈ KÓ <Ü’ K€Å^µíÒ2DWÔ@æ ÅüÒê h•xÌL-DT$Å^r Í Ž”KHá â ¦*Àök¬÷Ž øº½ÿN.Fª»‡; öÏ[Ã' ÿÿ PK ! ËÁ¤ – É docProps/app.xml ¢ ( ´UMOã0 ½¯´ÿ!Ê=M È5ª@ i?¨¶ În2M½ulËv å×ï8)Å¥ Њíéyæiòüf<% O ˆÖ`,Wr Y ,UÅe=ŽïŠëä4Ž¬c²bBI Ç °ñ ýú…L Ò` iÇñÒ9}ž¦¶\BÃì Ó 3 e æðhêT- ¼„+U¶ H—æYv’“ YA•è]Á¸¯x¾vÿZ´R¥×gï‹ FÁ” ÐhÁ Ð_^Ž é.@ å˜(x ôä ã» ™² ,ÍIÚ ò LeéÑ #=$—KfXéÐ=š ŽOH ÈDkÁKæÐXú“—FYµpÑmgAä 4¤ ´e ek¸ÛÐŒ¤á‘üàÒKÁp P›aµazié± ¸;‘YÉ \âåé‚ $} `¾±SÆQ1Y»ó5”N™Èòglm-GsfÁ[6Ž×Ìp& Zçiý¡ÃB[ghÁ ÀÚ˜ëÏ
a
i!æ#:ì ö‰¾@¯ ûêº/ØÛ Þͽ#v Ší4ôR{9W“ëbò;šÞÍŠÉ÷É ÎîÖøÅ7߸T frƒ‰ B»WöN êÊ ÏÖÑý`0 Ü-gš•¾WßÎpš^ç!H‘ Ž TØà—‚¯ rÓ ?lÎðcÝA‡Gg§Ùi6zßð7ÍD:ªÄàAg
‰8|#â@~€(ô£¤íÒxä+®¡âlPª&í l
§)Ä!'Ä!'Äþ¾gGy>üü[ÿW{põ
¸¬”] ®-ïLÚâÔº¶â .ÛŠ[Ñ2™àpµ+Ë Ádm[Y'sþ‡/“9t1\WÜ% È ©¸Â·ä9sí ÷Èçy¿ÿ¸·s}ƒÛÅ ÿªðmÈ ª— 7p˜ð ô¾ÿg¢Ã| á¯[™/1Ü{»¿
ú ¢
ÿÿ (
PK
! |÷ C§
)
docProps/core.xml
|’MO 1 †ï•ø +ß7^ RÀJŒRP.-RT ¨z3ö$¸ìzÛaÉ¿¯íÍ ‚ª-gÞw-χçWomS¼‚uªÓ D& *@‹N*½] ûzU^ Ây®%o: ´ ‡®ØÉ—¹0Tt Ö¶3`½ W ’vT˜ zöÞPŒ x†–»Ipè n:ÛrB»Å†‹ ¾ |ZU_q žKî9ŽÀÒd": ¥ÈH³³M H ¡ ´w˜L ~÷z°-ûgAR>8[å÷&Ìth÷#[ŠAÌî7§²±ïûI?Mm„þ þuûã. Z* w% ±¹ Ô+ß »Y®êåÏb} W/¿/ç8 ÑâvO @x–Ò9 ‚°À}g™² ®“:fâæ_`ßwVºPw …B NXe|¸ç@=J wà ¿ Þ( ßöìAY¿ãM±¾N¬Oj|Ì«ŠßƒÍ’#‡Q‹öµUÚƒda çeEÊÓi]]ÐÙ”VÕïÌ Maèt †a@ EX, Î0* Óë›z…"ï²$¤$ç59£32ðFWZGx5 ÛÃLÿ'æ
/éYuL ÃR ?7û ÿÿ PK EE`
!
«œäŸ
’
word/fontTable.xmlÜ’Ýn›@ …ï+õ V{ß°&njYÁQ’ÊwÍ
ƒYi ÐÎbê·ïÀbW Ôö2 $ö왳ÃÇÜ?ü´Fœ0 ö® « % ºÊ×Ú ù£Ü ÚHA \ Æ;,ä I>ì>~¸¶ w‘ ×;Ú†B¶1vÛ,£ªE tã;t¼×ø`!ò2 3ß4ºÂ¯¾ê-º˜åJÝe D>›ZÝ‘œÓ†¿I |¨»à+$âf-Iy ´“»¹;1l XîºÔ I¼à ¾{ É &¾ð&{N`––l
éÀyÂÕÅ£r¾ïÔ-ú¬Öüäü¶–“±j! Æ«Q%¹ «Íù¢†éì ¬cÕ^ô ƒ©†ô‘7z:¨B2"•?n¾È¤¬ ¹ae¼f%/dZ+þOSÕíU™<Õ”3yVûýèa…s檩Ï,ýË µg° îlÂùŠÖ3 MÑ‹oejz j ”@ Àòÿ å|,C å¹Ã%¸ èM\r»~Ý•Û+å7· É·¹qé¿r3šÁý‰Û#ó4<„½«±fzâÉ›ú-„ûiÆÆ™[¿{„ó
Òî
W
ÿÿ
] P
PK ! Ⓓㄠ¨ [Content_Types].xmlPK ! -‘ ·ó N ½ _rels/.relsPK ! H<ÑÇ· á word/_rels/document.xml.relsPK ! {—ÐÓD ÌÂ Ú word/document.xmlPK ! rT_©i ¸ M- word/footnotes.xmlPK ! º#Œ
-
Ç . É
Ì) word/settings.xmlPK ! p^‚K\ ¸word/styles.xmlPK ! (‡q¥Ï ’5 word/webSettings.xmlPK ! ËÁ¤ – “6 docProps/app.xmlPK ! |÷ C§ ) _: docProps/core.xmlPK ! «œäŸ ’ == word/fontTable.xmlPK
~
?
DAFTAR PUSTAKA
[1] KOESNOHADI dan A. SUBANDI. “ Potensi Sumber Daya Lokal Untuk Membangun Kemandirian dan Daya Saing Industry Baja Nasinal. Disampaikan Dalam
Rangka
Koloium-tetMIRA”Peningkatan
Nilai
Tambah
Mineral
Berwawasan Lingkungan Sebagai Antisipasi Kebijakan Ekspor Bahan Wantah. Bandung (2008)
[2] http://one.indoskripsi.com/skripsi/studi-pendahuluan-reduksi-langsung-bijih-besilaterit-dengan-pereduksi-batubara html. Diakses pada 16 maret 2009 [3] R. SUBAGJA. “Pengalaman Pusat Penelitian Metalurgi LIPI dalam Penelitian
Pemanfaatan Bijih Besi Laterit dan Pasir Besi Titan”. Lokakarya Bahan Baku Lokal: Penyiapan Industrialisasi Bijih Besi Lokal untuk Menunjang Industri Baja Nasional. Cilegon (2005)
[4] A. MANAF. “ Kegiatan Litbang Pasir Besi (Iron Sands) di Universitas Indonesia”. Lokakarya Bahan Baku Lokal: Penyiapan Industrialisasi Bijih Besi Lokal untuk Menunjang Industri Baja Nasional. Cilegon (2005)
[5] A. SOBANDI dan NOVIANTI. “ Karakteristik Lump Ore Lokal untuk Dimanfaatkan di Pabrik Pembuatan Besi Reduksi Langsung Tegak”. Lokakarya Bahan Baku Lokal: Penyiapan Industrialisasi Bijih Besi Lokal untuk Menunjang Industri Baja Nasional. Cilegon (2005)
[6] L. LU and M. O. LAI. “ Mechanical Alloying”. Kluwer Academic Publishers. United States of America
[7] C. SURYANARAYANA. “ Mechanical Alloying and Milling”. Departemen of Metalurgi and Materials, Colorado School of Mines, Golden, CO 8040-1887. USA (2001) [8] N. T. ROCHMAN. dkk.” Peningkatan Reduksi Campuran Pzsir Besi –Grafit dengan Mechanical Alloying’.Laporan akhir Program Penelitian dan Pengembangan Iptek Riset Kompetitif LIPI. Serpong (2006)
[9] C. SURYANARAYANA and M. G. NORTON.” X-Ray Diffraction A Practical Approach”. Plenum Press. New York and London (1998) hal 3-5 dan 97-113 [10] R.E. SMALIMAN dan R.J BISHOP “ Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material” Erlangga Jakarta (2003) hal 145-148 [11] L.H. VAN VLACK “ Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Bukan Logam)” Erlangga Jakarta (1992) hal73-82 [12] www.mah.se/upload/TS/X-ray%20diffraction%20III.pdf, diakses pada tanggal 26 Januari 2010. [13] N. T. ROCHMAN. dkk.”Optimasi pembuatan Ingot dari Pasir Besi untuk Bahan Baku Blok Mesin FeC-30” Laporan Akhir Kumulatif Kegiatan Program kompotitif LIPI Tahun Angaran 2007, periode 1 Februari 2005 sampai dengan 30 November 2007. Pusat Penelitian Fisika LIPI, Biro Perencanaan dan Keungan LIPI dan Pusat Informatika LIPI. [14] SLAVA CHICHELNITSKY “Milling As a Nanoparticle Preparation Technique” Ben-Gurion University of the Negev Department of Materials Engineering (2006)
LAMPIRAN