Pengaruh Mikroorganisme Penghasil Fosfatase terhadap Ketersediaan P, Aktivitas Fosfatase tanah dan Hasil Tanaman Padi Gogo Effect of Phosphatase-Producing Microorganism on Available Soil P, Soil Phosphatase Activity and Yield of Upland Rice Oleh : Betty Natalie Fitriatin, Anny Yuniarti, Oviyanti Mulyani Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Percobaan rumah kaca yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi mikroorganisme tanah penghasil fosfatase terhadap ketersediaan P, aktifitas fosfatase tanah, pertumbuhan dan hasil tanaman padi gogo telah dilaksakanakan dengan mengunakan tanah Ultisols. Rancangan percobaan mengunakan rancangan acak kelompok (RAK) pola faktorial yang terdiri dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama yaitu isolat mikroorganisme penghasil fosfatase yang terdiri dari empat taraf (tanpa mikroba, Pseudomonas mallei, Penicillium sp., serta campuran P. mallei dan Penicillium sp.). Sedangkan faktor kedua yaitu dosis pupuk P (SP-36) yang terdiri dari empat taraf (0, 50, 75 dan 100 kg P ha-1) Hasil penelitian menunjukkan inokulasi mikroorganisme penghasil fosfatase dapat meningkatkan kandungan P tersedia dan aktivitas fosfatase tanah Ultisols, konsentrasi P tajuk serta hasil tanaman padi gogo. Inokulan campuran P. mallei dan Penicillium sp. lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan kandungan P tersedia dan aktivitas fosfatase tanah Ultisols, konsentrasi P tajuk serta hasil tanaman padi gogo. Pemberian pupuk P dengan dosis 75 kg P ha-1 atau 75 % dari dosis rekomendasi lebih baik pengaruhnya terhadap P tersedia, aktivitas fosfatase tanah Ultisols dan hasil tanaman padi gogo. Kata kunci : Aktivitas fosfatase, ketersediaan P, mikroorganisme, pupuk P
SUMMARY The research was conducted to know application of phosphatase producing microorganism to increase soil P, growth and yield of upland rice (Oryza sativa L.) and decrease P fertilizer on Ultisols from Jatinangor. Green house experiment was carried out to determine capability of phosphatase producing microorganism to subtitute needed of P fertilizer on Ultisols.
1
Design experiment of Randomized Block Design (RBD) was used in green house experiment, consisted of two factors and three replications. Phosphataseproducing microorganism as the first factor consisted four levels i.e (without microorganism, Pseudomonas mallei, Penicillium sp., and mixture between P. mallei dan Penicillium sp.). Phosphate fertilizer dosage as the second factor consisted four levels i.e (0, 50%, 75%, and 100% from recommendation dosage). The result of experiment showed that inoculation of phosphatase-producing microrganism increased phosphatase activity and available P, plant phosphate concentration and on upland rice yield. Futhermore, inoculation of phosphataseproducing microrganism increased mineralization of soil organic P. This was indicated by the decreased of the content of soil organic P. The effect of isolat mixture (P. mallei and Penicillium sp.) gave the best effect with increasing phosphatase activity, available P, P mineralization, plant P consentration and yield of upland rice. Phosphate ferlitizer dosage 75 % from recommendation dosage gave the best effect on phosphatase activity, available P, organic P and yield of upland rice.
Key words: phosphatase, mineralization, soil P, and P fertilizer efficiency.
PENDAHULUAN Permasalahan yang sangat penting dari unsur hara fosfor adalah kandungan fosfor tanah tinggi tetapi dalam keadaan tidak tersedia untuk tanaman. Adanya fiksasi P yang kuat oleh hidroksida Al dan Fe merupakan permasalah yang banyak ditemui pada tanah-tanah pertanian secara umum. Terdapat masalah utama yang menyebabkan P di dalam tanah pada umumnya tidak tersedia, yaitu: (1) jumlah totalnya dalam tanah rendah, (2) ketersediaan P yang sudah ada di dalam tanah rendah, (3) adanya fiksasi terhadap P larut yang ditambahkan (4) sebagian besar P dalam tanah masih dalam bentuk P organik yang tidak tersedia untuk tanaman. Permasalahan umum yang dihadapi oleh P pada tanah adalah tidak semua P tanah dapat segera tersedia untuk tanaman. Dalam hal ini sangat tergantung kepada sifat dan ciri tanah serta pengelolaan tanah itu sendiri oleh manusia (Sarapatka, 2003). Fosfor pada tanah-tanah tropis banyak ditemukan dalam bentuk organik. Bentuk P organik sangat beragam, kompleks dan sebagian besar tidak dapat dikarakterisasi (Anderson, 1980). Stevenson (1986) mengemukakan bahwa antara 15 – 80 % P di dalam tanah ditemukan dalam bentuk organik.
Sarapatka (2003) menambahkan
bahwa rata-rata kandungan P organik di dalam tanah berkisar antara 5 – 50 % dari total P. Kandungan P organik tanah yang cukup tinggi tersebut merupakan sumber
2
ketersediaan P yang potensial bagi tanaman. Hanya saja, P dalam bentuk organik tidak dapat segera digunakan oleh tanaman, tetapi perlu ditransformasi terlebih dahulu menjadi bentuk P anorganik melalui proses mineralisasi yang dikatalisis oleh enzim tanah (Sylvia et al., 2005). Beberapa mikroba yang hidup bebas di dalam tanah memiliki kemampuan menghasilkan enzim ekstraseluler yaitu kelompok enzim fosfatase yang dapat memineralisasi P organik menjadi P anorganik sehingga mampu menyediaan P yang tinggi untuk tanaman. Enzim fosfatase ini termasuk dalam kelompok enzim hidrolase yaitu enzim yang dapat menghidrolisis senyawa fosfor organik (phosphoric ester hydrolysis) menjadi senyawa fosfor anorganik (George, et al., 2002; Vepsalainen, 2002; Saparatka, 2003 ; Zhongqi et al. 2004). Dalam penelitian pendahuluan telah diisolasi mikroba tanah dari rhizosfir tanaman pangan yang diuji kemampuannya dalam melarutkan P anorganik tanah yaitu Pseudomonas sp.,
Bacillus subtilis, Aspergillus niger dan Penicillium sp.
(Fitriatin, 2006) dan telah dikarakterisasi aktivitas fosfatasenya secara biokimiawi serta pengujian dalam pelarutan P dalam medium (Fitriatin dkk., 2007a). Uji bakteri pelarut fosfat penghasil fosfatase dan fitase dalam peningkatan kelarutan P tanah dan pertumbuhan tanaman jagung telah dilakukan pada Andisol (Fitriatin, dkk., 2007b). Namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap mikroba pelarut fosfat tersebut (bakteri dan fungi) untuk meningkatkan kelarutan P tanah melalui proses mineralisasi P organik menjadi P anorganik dan pelarutan P yang terfiksasi sehingga dapat meningkatkan status hara P tanah yang selanjutnya diperoleh efisiensi pemupukan P pada tanah marginal seperti Ultisols.
METODE PENELITIAN Percobaan dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian UNPAD di Jatinangor dengan ketinggian kurang lebih 782 meter di atas permukaan laut. Perlakuan dirancang dengan mengunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial, terdiri dari dua faktor yaitu faktor pertama jenis inokulan dan faktor kedua yaitu dosis
3
pupuk P yang dengan tiga kali ulangan. Perlakuan secara lengkap adalah sebagai berikut : Faktor I : jenis inokulan (io) tanpa inokulan (i1) inokulan bakteri (Pseudomonas mallei) (i2) inokulan fungi (Penicillium sp.) (i3) inokulan campuran bakteri dan fungi. Faktor II : dosis pupuk P (po) tanpa pupuk P (p1) dosis pupuk P 50 % rekomendasi yaitu setara dengan 138,89 kg SP-36 ha-1 (0,69 g polibeg-1) (p2) dosis pupuk P 75 % rekomendasi yaitu setara dengan 208,33 kg SP-36 ha-1 (1,04 g polibeg-1 (p3) dosis pupuk P 100 % rekomendasi yaitu setara dengan 277,78 kg SP-36 ha-1 (1,38 g polibeg-1) Tanah yang digunakan adalah Ultisol asal Jatinangor, yang diambil dari kedalaman 0 - 20 cm. Pupuk kotoran sapi (dosis 50 g polibeg-1) dicampurkan dengan tanah (10 kg per polibeg) dan diinkubasikan selama dua minggu. Aplikasi isolat dan pupuk P dilakukan pada saat tanam. Pupuk P diberikan sesuai dengan dosis yang telah ditentukan dan isolat MPF diberikan dengan kepadatan 106 CFU ml-1 sebanyak 10 ml tanaman-1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Tanah Ultisol Jatinangor Reaksi Ultisol yang digunakan dalam percobaan ini tergolong masam (pH 5,11) yang ditunjang dengan kadungan Fe yang cukup tinggi (334,69 mg kg-1). Selanjutnya P tersedia tanah sedang (16,9 mg kg-1) karena terjadinya fiksasi P oleh Fe (Santosa dkk., 2007) sehingga P tidak banyak tersedia untuk tanaman. Kejenuhan basa Ultisol Jatinangor tergolong rendah yaitu sebesar 25,7 % menunjukkan bahwa tanah ini tergolong marginal yang telah mengalami pencucian intensif sehingga status kesuburan sangat rendah. Tanah yang memiliki kadar liat
4
tinggi seperti Ultisol dapat menyebabkan nilai KTK yang tinggi apabila dibandingkan dengan tanah berpasir (Hardjowigeno, 2003). Kapasitas tukar kation atau kemampuan tanah menyerap unsur-unsur kation yang dibutuhkan tanaman pada Ultisol asal Jatinangor ini tergolong tinggi (38,5 cmol kg-1). Tingginya nilai KTK ini disebabkan oleh stabilnya kandungan bahan organik pada tanah yang berupa humus pada lapisan atas relatif masih tinggi yang dicirikan oleh kandungan C organik sedang (2,86 %).
Fosfatase Tanah Hasil
analisis
aktivitas
fosfatase
tanah
Ultisol menunjukkan adanya
peningkatan akibat inokulasi MPF penghasil fosfatase. Inokulasi campuran P. mallei dan Penicillium sp.
cenderung
lebih
tinggi
meningkatkan
fosfatase
tanah
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan adanya kontribusi yang lebih besar terhadap fosfatase tanah apabila inokulan campuran bakteri dan fungi diberikan ke dalam tanah dibandingkan apabila mikroba ini diberikan secara tunggal. Berdasarkan data fosfatase pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan isolat Pseudomonas sp. berkontribusi nyata meningkatkan aktivitas fosfatase sebesar 144,72 % dibandingkan kontrol. Bahkan isolat Pseudomonas sp. apabila diaplikasikan secara bersamaan dengan isolat Penicillium sp., dapat mengalami peningkatan aktivitas fosfatase yang lebih tinggi yaitu sebesar 150 % dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut diduga bahwa telah terjadi kesinergisan antara Pseudomonas sp. dan Penicillium sp. dalam menghasilkan lebih besar enzim fosfatase. Tabel 51. Pengaruh Inokulasi MPF dan Dosis Pupuk P terhadap Fosfatase Tanah Isolat Pupuk P (kg/ha) Rata-rata (µg pNP g-1 jam-1) MPF d0 d1 d2 d3 i0
51,95
86,92
74,49
109,04
80,60 a
i1
37,68
230,99
240,61
279,73
197,25 b
i2
100,72
189,53
182,64
132,47
151,34 ab
i3
282,03
227,72
224,04
72,19
201,50 b
Rata-rata
118,09 a
183,79 b
180,45 b
148,36 ab
Keterangan: Angka yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 0,05.
5
Aktivitas fosfatase asam akan bekerja dengan aktif pada keadaan pH rendah atau kemasaman yang tinggi (Ma’shum et al. 2003). Aktivitas fosfatase juga akan bekerja seiring banyaknya P organik, adanya nilai aktivitas fosfatase yang tinggi diduga karena MPF bekerja dengan aktif menghidrolisis P organik yang bersumber dari bahan organik kompos kotoran sapi.
Kandungan P Tersedia Tanah Hasil percobaan menunjukkan bahwa inokulasi campuran P. mallei dengan Penicillium sp. meningkatkan kandungan P tersedia tanah hingga mencapai 8,13 % (Tabel 2). Hal tersebut diduga karena MPF mensekresikan asam-asam organik yang dapat membentuk senyawa kompleks yang sukar larut. Terbentuknya senyawa kompleks ini akan menyebabkan fiksasi P menurun sehingga meningkatkan P-tersedia (Whitelaw, 2000).
Tabel 2 . Pengaruh Inokulasi MPF dan Dosis Pupuk P terhadap P-Tersedia Isolat MPF
d0
i0
18
20.28
24.19
24.26
21.68 a
i1
17.83
19.96
24.03
24.14
21.49 a
i2
19.33
23.19
24.45
23.52
22.62 ab
i3
21.78
22.75
24.81
25.08
23.61 b
Rata-rata
19.24 a
Pupuk P (kg/ha) d1 d2
21.55 ab
24.37 b
Rata-rata d3
(mg kg-1)
24.25 b
Keterangan: Angka yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 0,05.
Hasil percobaan juga menunjukkan bahwa pemberian 75 kg P2O5 ha-1 dapat meningkatkan P tersedia tanah sebesar 21,05 % pada fase vegetatif akhir, sedangkan pemberian 100 kg P2O5 ha-1 meningkatkan P tersedia tanah sebesar 20,66 %. Sementara itu hasil penelitian Fitriatin dkk. (2008) menunjukkan bahwa pemberian pupuk P serta peningkatan dosis P hingga taraf optimum akan terus meningkatkan ketersediaan P dalam tanah. Selain itu penambahan konsentrasi pupuk P ke dalam larutan tanah akan menyebabkan P diadsorpsi dan diendapkan menjadi unsur bebas oleh Al dan Fe (Tan, 1991).
6
Pemberian 75 kg P2O5 ha-1 juga meningkatkan P tersedia lebih besar dibandingkan 100 kg P2O5 ha-1. Hal tersebut diduga karena transfer P ke dalam tanah masih rendah karena terfiksasi oleh mineral Fe. Sehingga apabila dosis pemupukan meningkat maka akan menyebabkan residu dan tidak dapat terserap secara optimal oleh tanaman. Berdasarkan hasil percobaan ini dapat diketahui bahwa inokulasi campuran P. mallei dan Penicillium sp. merupakan inokulan yang memiliki potensi dalam meningkatkan ketersediaan P tanah yang lebih besar dibandingkan dengan inokulasi P. mallei secara mandiri dan tanpa perlakuan isolat. Hal tersebut diduga karena fungi lebih mampu bertahan pada pH tanah yang rendah seperti Ultisol dibandingkan bakteri.
Kandungan P Organik Tanah Kandungan P organik tanah mengalami penurunan setelah diberi perlakuan inokulan mikroba pelarut fosfat (Tabel 3). Penurunan kandungan P organik yang diakibatkan oleh
adanya
inokulasi
bakteri
penghasil
fosfatase
ini
mengindikasikan telah berlangsungnya mineralisasi P organik. Menurut Molla et al. (1984), mineralisasi P organik ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan P organik tanah. Tabel 3 . Pengaruh Inokulasi MPF dan Dosis Pupuk P terhadap P Organik (mg kg-1) Isolat MPF
Pupuk P (kg/ha) d1 d2
Rata-rata
d0
i0
6,64
7,35
6,93
7,02
6,99 c
i1
6,35
7,01
6,84
6,73
6,73 c
i2
6,02
6,83
5,92
6,27
6,26 b
i3
5,73
6,74
5,42
6,01
5,98 a
Rata-rata
6,19 a
6,98 c
6,28 ab
6,51 b
d3
(mg kg-1)
Keterangan: Angka yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 0,05.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa inokulasi campuran P. mallei dan Penicillium sp. memberikan kadungan P organik tanah yang paling rendah. Hal ini
7
memperlihatkan adanya proses mineralisasi lebih tinggi akibat perlakuan campuran bakteri dan fungi pelarut fosfat dibandingkan isolat tunggal bakteri atau fungi pelarut fosfat.
Berdasarkan hasil percobaan ini dapat diketahui bahwa terjadi sinergisme
antara campuran P. mallei dan Penicillium sp. dalam meningkatkan proses mineralisasi P organik tanah.
Hal ini ditunjang oleh hasil pengamatan terhadap
aktivitas fosfatase tanah yang paling tinggi pada perlakuan inokulasi campuran P. mallei dan Penicillium sp. Penurunan P organik tanah dan peningkatan kandungan P anorganik tanah merupakan indikator terjadinya proses mineralisasi P organik tanah (Molla, et al., 1984 dan Sarapatka, 2003). Berdasarkan hasil percobaan ini dapat diketahui bahwa inokulasi campuran P. mallei dan Penicillium sp. dapat menurunkan P organik tanah yang juga diikuti oleh peningkatan P tersedia tanah. Konsentrasi P Tanaman Padi Gogo Berdasarkan hasil pengamatan pada fase vegetatif akhir menunjukkan bahwa pemberian inokulan Pseudomonas mallei, Penicillium sp, dan inokulan campuran (P. mallei. dengan Penicillium sp.) masing-masing dapat meningkatkan konsentrasi P tanaman secara signifikan (Tabel 4). Hal ini diduga karena penggunaan MPF dapat mensubtitusi sebagian atau keseluruhan kebutuhan tanaman akan pupuk P. Bahkan menurut Prihatin dkk. (1997), inokulan MPF memiliki potensi yang sama dengan pupuk TSP dalam menyediakan P, sehingga dapat diserap tanaman. Tabel 4. Pengaruh Isolat MPF dan Dosis Pupuk P terhadap Konsentrasi P (%) Isolat MPF d0
Pupuk P (kg/ha) d1 d2
Rata-rata d3
(%)
i0
0.19
0.20
0.21
0.24
0.21 a
i1 i2 i3
0.24 0.25 0.25
0.24 0.24 0.25
0.25 0.28 0.26
0.28 0.27 0.27
0.25 b 0.26 c 0.26 c
Rata-rata
0.23 a
0.24 a
0.25 b
0.26 c
Keterangan: Angka yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 0,05.
8
Pemberian inokulan campuran antara P. mallei dengan Penicillium sp. dan inokulan Penicillium sp. secara mandiri dapat meningkatkan konsentrasi P tanaman sebesar 19,23 % pada fase vegetatif akhir.
Pada fase vegetatif akhir, tingkat
ketersediaan P meningkat dan diikuti peningkatan konsentrasi P tanaman. Hal tersebut seperti yang telah disebutkan bahwa fungi lebih mampu bertahan pada pH rendah apabila dibandingkan dengan bakteri, selain itu sifat mutualisme fungi dapat mengoptimalkan serapan P tanaman sehingga konsentrasi P tanaman meningkat. Sementara pemberian inokulan P. mallei hanya dapat meningkatkan 16 % konsentrasi P tanaman pada fase vegetatif akhir. Berdasarkan Tabel 4, pemberian pupuk P takaran 75 dan 100 kg P2O5 ha-1 secara mandiri menunjukkan pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan konsentrasi P tanaman. Hal ini diduga karena tanaman pada fase vegetatif akhir memiliki respon terhadap pemupukan, sehingga pemberian pupuk 75 % dosis rekomendasi mampu meningkatkan konsentrasi P tanaman sebesar 8 %, sementara untuk 100 % dosis rekomendasi mampu meningkatkan 11,54 %. Tingginya konsentrasi P tanaman pada 100 % dosis rekomendasi, diduga karena adanya asamasam organik yang dihasilkan oleh sistem perakaran tanaman padi gogo. Hasil Tanaman Padi Gogo Hasil percobaan menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara isolat MPF dengan pupuk P terhadap hasil tanaman padi gogo (gabah kering giling). Meskipun tidak menunjukkan adanya interaksi, namun efek mandiri pemberian inokulan campuran Pseudomonas sp. dan Penicillium sp. mampu meningkatkan hasil gabah kering giling (GKG) sebesar 29,03 %. Hal tersebut sebanding dengan pemberian inokulasi campuran MPF pada parameter P tersedia tanah. Hasil tanaman padi gogo lebih rendah diperoleh pada inokulan mandiri Pseudomonas sp. dan Penicillium sp yang masing-masing mampu meningkatkan hasil panen sebesar 24,89 % dan 17,42 % (Tabel 5). Antara Pseudomonas sp. dan Penicillium sp. akan saling mendukung dalam memberikan suplai nutrisi terutama P untuk hidupnya, karena Pseudomonas sp. dan Penicillium sp. bekerja secara sinergis mengeluarkan enzim fosfatase dalam proses mineralisasi dan immobilisasi untuk mengubah P organik menjadi P anorganik,
9
sehingga pertumbuhan keduanya masih bisa optimal selama masa pertumbuhan tanaman maupun sampai panen. Selain itu Pseudomonas sp. dan Penicillium sp. juga mengeluarkan asam-asam organik yang berfungsi untuk melepaskan P dari fiksasi Fe. Adanya kesinergisan tersebut, membantu dalam menyediakan P bagi tanaman padi gogo sampai panen terutama dalam pengisisan bulir-bulir padi, yang pada akhirnya hasil gabah kering giling dapat meningkat.
Tabel 5. Pengaruh Isolat MPF dan Dosis Pupuk P terhadap Hasil Panen Padi Gogo (Gabah Kering Giling) Isolat MPF d0
Pupuk P (kg/ha) d1 d2
Rata-rata d3
(g)
i0
24.44
37.63
29.56
27.65
29.82 a
i1
40.77
33.30
50.83
33.89
i2 i3
46.02 33.97
31.97 42.08
44.74 46.15
21.69 45.89
39.70 b 36.11 ab
Rata-rata
36.30 b
36.25 b
42.82 c
32.28 a
42.02 c
Keterangan: Angka yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 0,05.
Aplikasi pupuk P dengan dosis 75 kg P2O5 ha-1 secara mandiri dapat meningkatkan hasil panen padi gogo sebesar 15,23 %. Penambahan dosis pupuk P lebih dari 75 kg P2O5 ha-1 tidak meningkatkan hasil tanaman padi gogo, bahkan terjadi penurunan hasil tanaman sebesar 24,61 % pada dosis pupuk P sebesar 100 kg P2O5 ha1
. Pemupukan P dalam takaran yang tinggi akan menyebabkan kahatnya unsur hara
mikro seperti Zn, Fe, Bo, dan Mn sehingga unsur hara menjadi tidak seimbang dan akibatnya akan mengganggu aktivitas akar untuk menyerap unsur hara. Semakin tinggi kandungan hara tanah yang dihasilkan dari pemupukan, maka respon tanaman semakin kecil terhadap pemupukan (Barus, 2005). Meskipun tidak terjadi interaksi yang signifikan antara isolat MPF dengan pupuk P terhadap hasil tanaman padi gogo, akan tetapi adanya P yang tinggi akan menghambat proses yang melibatkan MPF dalam transformasi P. Hal ini didukung oleh pernyataan Lambers et al. (2006) yang menyebutkan bahwa aktivitas bakteri dalam transformasi P meningkat pada kondisi defisien P. Lebih lanjut Fitriatin et al.
10
(2008) dalam penelitiannya memperlihatkan adanya penurunan aktivitas bakteri penghasil fosfatase pada medium dengan kandungan P yang tinggi.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Inokulasi mikroba pelarut fosfat dapat meningkatkan kandungan P tersedia dan aktivitas fosfatase tanah, konsentrasi P serta hasil tanaman padi gogo. Inokulasi MPF ini dapat meningkatkan mineralisasi P organik dengan ditunjukkan oleh penurunan kandungan P organik tanah. 2. Inokulan campuran Pseudomonas sp. dan Penicillium sp. lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan kandungan P tersedia dan aktivitas fosfatase tanah, mineralisasi P organik, konsentrasi P serta hasil tanaman padi gogo. 3. Pemberian pupuk P dengan dosis 75 % dari dosis rekomendasi lebih baik pengaruhnya terhadap aktivitas fosfatase tanah, P tersedia dan P organik tanah serta hasil tanaman padi gogo. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang mengkaji kemampuan mikroba pelarut fosfat dalam menghasilkan asam organik untuk melarutkan P pada tanah marginal. 2. Perlu dilakukan pengujian bahan pembawa untuk inokulan sebelum dilakukan penelitian di lapangan.
Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional yang telah mendanai penelitian ini melalui program Hibah Bersaing tahun anggaran 2009. Ucapan terima kasih kami sampaikan
11
kepada Mohamad Dion, SP dan Feni Siti Fauziah, SP., yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, G. 1980. Assessing organic phosphorus in soils. In : Khasawneh, F.E., Sample, E.C., Kamprath, E.J. (Eds.), The role of Phosphorus in Agriculture, Americans Society of Agronomy, Madison, pp.411-432. Barus, J. 2005. Respon tanaman padi terhadap pemupukan P pada tingkat status hara P tanah yang berbeda. Jurnal Akta Agrosia Vol. 8 No. 2 hlm 52-55 Online http://www.bdpunib.org (diakses tanggal 29 Januari 2009) Basyir, A., S. Punarto, Suyamto, dan Supriyatin. 1995. Padi Gogo. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian – Balitpa, Malang. Djordjevic,et al. 2003. Effects of Chemical and Physical Soil Properties on Activity Phosphomonoesterase. Faculty of Agronomy Serbia and Montenegro. Journal Vol. VIII, 16 (2003) 3-10. El-Azouni, I.M. 2008. Effect of phosphate solubilizing fungi on growth and nutrient uptake of soybean (Glycine max L.) plants. Journal of Applied Science Research. INSInet Publications, 4(6): 592-598 Fitriatin, B.N., R. Hindersah dan P.Suryatmana. 2006. Aktivitas Enzim Fosfatase dan Status Hara P Tanah Ultisols pada Pola Tumpangsari Tanaman Pangan dan Jati (Tectona grandis L.f.) yang dipengaruhi oleh Pupuk Hayati. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Fitriatin, B.N., B. Joy dan T. Subroto, 2007a. Karakterisasi Aktivitas Fosfatase Mikroba Tanah dan Daya Katalisisnya terhadap Mineralisasi P Organik. Laporan Penelitian. Program Insentif Riset Dasar Kementerian Negara Riset dan Teknologi. Fitriatin, B.N., Simarmata, T., dan Joy, B. 2007b. Kajian Aplikasi Bakteri Pelarut Fosfat Penghasil Fosfatase dan Fitase untuk Meningkatkan Kelarutan Fosfor Tanah, Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung pada Andisols. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Fitriatin, BN., Joy, B., and Subroto, T. 2008. The Influence od Organic Phosphorous Substrate on Phosphatase Activity of Soil Microbes. 2008. Proceeding International Seminar of Chemistry. 30-31 October, Indonesia.
12
Ginting, R.C.B., R. Saraswati, dan E. Husen. 2006. Mikroorganisme Pelarut Fosfat. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengambangan Pertanian, Bogor. Hal. 144146. Havlin, J.L, J.D. Beaton, S.L. Tisdale and W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizers: An introduction to nutrient management. Sixth edition. Prentice Hal Upper Saddle River, New Jersey. 499 p. Kamandalu, A.A.N.B. 2005. Uji Multilokasi Galur Harapan (GH) Padi Gogo. Balai Pengalihan Teknologi Pertanian Bali, Denpasar. (Diakses tanggal 18 Februari 2009) Lambers, H., M.W. Shane, M. Cramer, S.J. Pearse, and E.J. Veneklaas. 2006. Root Structure and Fungtioning for Efficient Acquisition of Phosphorus: Matching Morphological and Physiological Traits. Annals Botany 98: 693-713. Online, http://aob.oxfordjournals.org/cgi/content/full/98/4/693 (Diakses 15 Oktober 2009) Margesin, R. 1996. Enzymes involved in phosphorus metabolism : acid and alkaline phosphomonoesterase activity with the subtrate p-nitrofenyl phosphate. Dalam F. Schinner, R. Ohlinger, E. Kandeler, and R. Margesin (Ed). Methodes in Soil Biology, Spinger-Verlag, berlin Heidelberg. Hlm. 213-217. Pascual, J.A., J.L. Moreno, T. Hernandez and C. Garcia. 2002. Persintence of immobilized and total urease and phosphatase activities in soil amended with organic wastes. Dalam Bioresource technology. Elsevier Science Ltd, Spain. 73-78. Saparatka, N. 2003. Phosphatase activities (ACP, ALP) in Agroecosystem Soils. Doctoral thesis. Swedish University of Agricultural Sciences. Uppsala. Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1981. Principle and procedure of statistics. Mc GrawHill International Book Co., New York. Stevenson, F. J., 1986. Cycles of Soil Carbon, Nitrogen, Phosphorus, Sulfur, Micronutrient. A Wiley-Inetrscience Publication John Wiley & Sons. Sundara, B., Natarajan, V., Hari,K. 2002. Influence of phosphorus solubilizing bacteria on the changes in soil available phosphorus and sugarcane and yields. Field Crops Research 77 : 43-49. Sylvia, D., P. Hartel, J. Fuhrmann and D. Zuberer. 2005. Principles and applications of soil microbiology. Second Edition. Pearson Prentice Hall. Upper Saddle River, New Jersey.
13
Widawati dan Sulasih. 2006. Populasi Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) di Cikaniki, Gunung Botol, dan Ciptarasa, serta Kemampuannya Melarutkan P Terikat di Media Pikovskaya Padat. Biodiversitas. Vol. 7 No. 2. Hal 109-113. Whitelaw. 2000. Growth promotion of plants inoculated with phosphate solubilizing fungi. Adv. Agron. 69 : 99-151. Yadaf, R.S. and J.C. Taradar. 2003. Phytase and phosphatase producing fungi in arid and semi-arid aoils and their efficiency in hydrolyzing differebt organic P compounds. Soil Biology and Biochemistry 35 : 1-7. Zhongqi He, S.G. Thimothy., , Wayne., H. 2004. Enzymatic Hydrolisis of Organic Phosphorus in Swine Manure and Soil. J. Environ.Qual. 33 : 367-372.
14