JURNAL ILMIAH GEMA EKONOMI Vol. 7, No. 1 Februari 2017 Indah Lia Puspita Hal. 1013-1030
1013
PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP REAKSI PASAR DENGAN KEPEMILIKAN MANAJERIAL SEBAGAI VARIABEL MODERASI EFFECT OF EARNINGS MANAGEMENT ON THE MARKET REACTION WITH MANAGERIAL OWNERSHIP AS VARIABLE MODERATION Indah Lia Puspita Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi, Universitas Malahayati
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah manajemen laba mempengaruhi reaksi pasar dan apakah kepemilikan manajerial memoderasi hubungan antara manajemen laba dan reaksi pasar. Sampel penelitian ini sebanyak 45 perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia dengan metode pooling data (tahun 2010-2014) sehingga jumlah sampel (n) = 225. Penelitian ini menggunakan Uji Interaksi atau Moderated Regression Analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis pertama terbukti bahwa Manajemen Laba tidak berpengaruh terhadap reaksi pasar ditunjukkan dengan nilai signifikansi manajemen laba (DA) yang lebih besar dari tingkat signifikansi yang diharapkan (0,05) sehingga manajemen laba tidak dapat digunakan untuk memprediksi reaksi pasar. Hal ini mengindikasikan kondisi pasar modal Indonesia masih inefisiensi dimana dalam pengambilan keputusan berinvestasi juga melihat dan mempertimbangkan kondisi di luar perusahaan dan isu yang beredar sedangkan untuk hipotesis yang kedua terbukti bahwa kepemilikan Manajerial (MOwn) memoderasi hubungan antara manajemen laba dan reaksi pasar, hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi kepemilikan manajerial yang lebih kecil (0,049) dari signifikansi yang diharapkan (0,05) sehingga kepemilikan manajerial dapat memperkuat atau memperlemah hubungan antara manajemen laba terhadap reaksi pasar. Kata kunci : Discretionary Accrual, Kepemilikan Manajerial, Reaksi Pasar
ABSTRACT T his study aims to determine whether the earnings management affects market reaction and whether managerial ownership moderate the relationship between earnings management and market reaction. The research sample had 45 manufacturing companies that go public in Indonesia Stock Exchange by the method of pooling the data (2010-2014) so that the number of samples (n) = 225. This study uses Interaction Test or Moderated Regression Analysis. The results showed that the first hypothesis is proven that the Earnings Management has no effect on market reaction is shown by the significant value of earnings management (DA) which is greater than the expected level of significance (0.05) so that the earnings management can not be used to predict market reaction. It indicates the condition of Indonesia’s capital market is still inefficiency which in
Jurnal Ilmiah GEMA EKONOMI, Februari 2017
1014
the decision to invest also look at and consider conditions outside the company and the outstanding issues while the second hypothesis is proven that the ownership Managerial (mown) moderate the relationship between earnings management and market reaction, this is evidenced with significant value smaller managerial ownership (0,049) on the significance of the expected (0.05) so that managerial ownership can strengthen or weaken the relationship between management earnings on market reaction. Keywords: Discretionary Accrual, Managerial Ownership, Market Reaction PENDAHULUAN Salah satu informasi dalam laporan keuangan yang direspon investor serta mempengaruhi pengambilan keputusan ekonomi adalah informasi mengenai laba (Boediono, 2005). Laba pada umumnya dipandang sebagai suatu dasar bagi perpajakan, determinan pada kebijakan pembayaran dividen, pedoman investasi, pengambilan keputusan, dan unsur prediksi. Hal ini menunjukkan bahwa laba adalah sesuatu yang paling dipertimbangkan oleh investor untuk mengambil keputusan, apakah akan melakukan investasi atau tidak, apakah akan menjual saham yang dimilikinya atau tidak, dan apakah akan tetap mempertahankan investasi yang dimilikinya. Penelitian Ball dan Sivakumar (2008) menemukan adanya hubungan yang signifikan antara pengumuman laba perusahaan dengan perubahan harga saham, ketika perusahaan mengumumkan laba yang mengalami kenaikan maka akan terjadi kecenderungan perubahan positif pada harga saham dan sebaliknya jika laba mengalami penurunan maka akan terjadi perubahan negatif pada harga saham. Perusahaan dalam rangka mengembangkan usahanya membutuhkan tambahan modal yang tidak sedikit. Kebutuhan tambahan dapat diperoleh dengan cara hutang atau dengan menambah jumlah kepemilikan saham dengan penerbitan saham baru. Pasar modal menjadi sarana perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dana dengan
menjual saham atau obligasi. Jogiyanto (2000:12), mendefinisikan kegiatan investasi pada pasar modal adalah kegiatan menempatkan dana pada satu atau lebih selama periode tertentu dengan harapan dapat memperoleh pendapatan atau peningkatan dana atas nilai investasi awal yang bertujuan untuk memaksimalkan return yang diharapkan. Bagi perusahaan yang ingin masuk ke pasar modal perlu memperhatikan syaratsyarat yang dikeluarkan sebagai regulator pasar modal. Selain itu, perusahaan juga harus mampu meningkatkan nilai perusahaan sehingga terjadi peningkatan penjualan sahamnya di pasar modal, jika diasumsikan investor adalah seorang yang rasional, maka investor tersebut pasti akan sangat memperhatikan aspek fundamental untuk menilai ekspektasi imbal hasil yang akan diperolehnya. Pasar modal adalah suatu tempat dimana para pelaku pasar yaitu individu-individu atau badan usaha yang mempunyai kelebihan dana (surplus funds) melakukan investasi dalam surat berharga yang ditawarkan oleh emiten, sebaliknya di tempat itu pula perusahaan yang membutuhkan dana menawarkan surat berharga dengan cara listing terlebih dahulu pada badan otoritas di pasar modal sebagai emiten. Dengan wawasan yang luas, proses transaksi pada dasarnya tidak dibatasi oleh lokasi dan dinding pasar modal, mengingat transaksi bisa dilakukan dimanapun. Meskipun demikian, dalam rangka menciptakan iklim usaha yang sehat dan dapat
Indah Lia Puspita
dipercaya, maka transaksi diatur dalam kerangka sistem yang terpadu di bawah kendali suaru pasar modal yang secara legal dijamin oleh undang-undang negara. Tanpa jaminan kepastian hukum dari negara, maka transaski investasi tidak akan terlaksana dan tidak akan menghasilkan iklim yang kondusif. Jaminan yang diberikan negara mendorong pasar modal menjadi efisien. (Sunariyah, 2011). Sekuritas adalah saham, obligasi, sekuritas kredit, tanda bukti hutang, setiap rights, waran, opsi atau setiap derivatif dari sekuritas atau setiap instrumen yang ditetapkan sebagai sekuritas atau efek oleh pihak yang berwenang. Sekuritas dapat pula disebut efek sehingga pasar modal disebut juga bursa efek. Salah satu efek yang paling populer diperdagangkan di pasar modal adalah saham. (Sitompul, 2000). Saham merupakan salah satu produk surat berharga yang disukai oleh investor karena menawarkan tingkat pengembalian (return) yang tinggi dalam bentuk dividen maupun keuntungan (capital gain) dari hasil jual beli saham berupa kelebihan nilai jual dan nilai beli saham. Return merupakan hasil yang diperoleh dari investor yang dapat berupa realisasi yang sudah terjadi dan return ekspektasi yang diharapkan akan terjadi dimasa mendatang. Investor harus melakukan penilaian harga saham terlebih dahulu agar dapat memperoleh tingkat pengambalian saham (return) dan keuntungan yang sesuai dengan yang diharapkan karena selain menawarkan keuntungan, saham pun memiliki unsur ketidakpastian. Investor akan dihadapkan pada tingkat risiko yang tinggi (high risk) karena harga pasar saham di pasar modal sangat fluktuatif yang dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawara terhadap saham. (Rahmawati, 2012). Dalam akuntansi terdapat dua metode dalam pengakuan pendapatan perusahaan yaitu accrual basis dan cash basis. Sebagian perusahaan menggunakan ac-
1015
crual basis di dalam mengakui pendapatan yang diperolehnya sehingga laba di dalamnya terkandung akrual. Akuntansi berbasis akrual dianggap metode akuntansi yang lebih baik dibandingkan dengan akuntansi berbasis kas. Argumen yang mendasarinya adalah akuntansi berbasis akrual lebih mampu mengurangi masalah timing dan mismatching yang terkandung dalam akuntansi berbasis kas, sehingga informasi laba yang dihasilkan oleh akuntansi berbasis akrual lebih mencerminkan kinerja ekonomis suatu perusahaan (Dechow dan Dichev, 2001). Informasi laba yang dihasilkan oleh laporan keuangan yang menggunakan accrual basis tidak sepenuhnya terbebas dari distorsi. Hal tersebut dikarenakan adanya fleksibilitas pencatatan dan pemilihan metode akuntansi yang bisa dipergunakan oleh perusahaan sehingga pihak manajemen akan terdorong untuk memberikan informasi laba yang lebih baik. Manajer sebagai salah satu pengelola dalam sebuah perusahaan,agar kinerjanya terlihat baik, para manajer mempunyai insentif untuk melakukan tindakan manajemen laba. Fisher dan Rozenzwig (1995) dalam Gumanti (2009), mendefinisikan manajemen laba sebagai tindakan yang dilakukan manajer untuk menaikkan atau menurunkan laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi tanggungjawab yang tidak mempunyai hubungan dengan kenaikan atau penurunan profitabilitas perusahaan dalam jangka panjang. Manajemen laba menurut Assih dan Gudono (2000) adalah tindakan manajer yang dilakukan dengan sengaja dalam batasan General Addopted Accounting Principles (GAAP) untuk mengarah pada tingkatan laba yang dilaporkan. Manajemen laba yang dilakukan tidak hanya dengan memanipulasi data informasi akuntansi tetapi dapat juga dilakukan dengan pemilihan metode akuntansi yang sesuai dengan peraturan
1016
Jurnal Ilmiah GEMA EKONOMI, Februari 2017
akuntan. Sesuai dengan Scott (2000), terdapat dua tujuan manajemen perusahaan untuk melakukan praktek manajemen laba. Pertama, manajemen perusahaan berusaha untuk menambah tingkat transparansi laba dalam mengkomunikasikan hal yang bersifat informasi internal perusahaan, dalam hal ini pengelolaan laba yang dilakukan bersifat efisien dan yang kedua adalah manajemen perusahaan berusaha untuk memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri, dalam hal ini pengelolaan laba bersifat oportunistik. Praktek manajemen laba yang bersifat oportunistik inilah yang membuat investor salah dalam mengambil keputusan investasinya. Pengelolaan laba oportunistik, tidak lepas dari sebuah konsep teori keagenan (agency theory) yaitu ketika semua pihak memiliki dorongan untuk mendahulukan kepentingannya sendirisendiri sehingga timbul adanya konflik antara prinsipal dengan agen. Dalam manajemen keuangan tujuan utama perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran pemegang saham, untuk itu manajer yang diangkat pemegang saham harus bertindak untuk kepentingan pemegang saham akan tetapi ternyata sering ada konflik antara manajemen dan pemegang saham. Konflik ini disebabkan karena adanya kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Manajemen perusahaan mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya pada pihak lain. Menurut Widiastuty (2004), hal ini kemungkinan besar terjadi karena manajer memiliki asimetri informasi terhadap pihak eksternal perusahaan seperti kreditor dan investor. Asimetri informasi terjadi ketika manajer mempunyai informasi internal perusahaan relatif lebih banyak dan mengetahui informasi tersebut relatif lebih cepat dibandingkan pihak eksternal, sehingga dalam kondisi tersebut manajer dapat menggunakan informasi yang diketahuinya untuk memanipulasi
pelaporan keuangan dalam usaha memaksimalkan kemakmurannya. Manajemen akan berusaha untuk menunjukkan kinerja perusahaan yang baik dengan cara menaikkan laba (income-increasing discretionary accruals) untuk mendapatkan reaksi pasar yang positif. Informasi sangat berperan penting di dalam aktivitas perdagangan. Salah satu sumber informasi potensial yang dipergunakan pasar modal untuk melakukan revisi terhadap harga saham dan/atau obligasi yang diperdagangkan adalah informasi laporan keuangan. Kesempatan ini yang dipergunakan oleh seorang manajer untuk memanipulasi laba dalam usaha untuk mempengaruhi kinerja perusahaan. Penelitian sebelumnya sebagian besar menggunakan indeks Eckel (1981) sebagai indikator terjadinya manajemen laba, penelitian ini menggunakan ukuran akrual diskresioner dari model Jones yang dimodifikasi oleh (Kothari 2005). Terdapat beberapa alasan mengapa penelitian tentang manajemen laba difokuskan pada proses akrual. Pertama, akrual adalah hasil dari GAAP dan jika laba diatur menurut GAAP maka manajemen laba terjadi melalui akrual. Kedua, dengan memfokuskan arah penelitian pada penggunaan basis akrual akan mengurangi permasalahan dalam meneliti manajemen laba yang disebabkan keterbatasan untuk melakukan pengukuran terhadap pengaruh pilihan akuntansi. Ketiga, apabila manajemen laba berasal dari komponen yang bukan akrual maka investor akan dapat mengetahui indikasi manajemen laba pada laba yang dilaporkan (Widiastuty 2004). Maraknya kasus manajemen laba (earnings management) menimbulkan rasa ketidakpercayaan dari investor terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaaan. Beberapa kasus manajemen laba ini terjadi pada sektorsektor sekunder atau manufaktur. Kasus
Indah Lia Puspita
manajemen laba terbaru adalah yang dilakukan oleh manajemen Bakie Group yaitu PT.Resources Tbk (BUMI) pada tahun 2012. Bapepam-LK mencurigai adanya penyelewengan dan manipulasi berdasarkan neraca yang disajikan dalam laporan keuangan. Salah satu indikasinya, BUMI memiliki masalah dengan induknya, masalah tersebut semakin berkembang karena harga batubara di pasaran internasional terus menurun. Disisi lain, hutang Bakrie Group pun semakin bertambah sehingga rekayasa keuangan termasuk pembiayaan dari dana-dana berbunga tinggi pun harus dilakukan. Berdasarkan data laporan keuangan PT Bumi Resources Tbk dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan laba yng memberikan indikasi kinerja perusahaan baik, akan tetapi terjadi ketidakseimbangan antara laba yang dapat dibandingkan dengan harga saham yang ada, dimana seharusnya laba yang tinggi dapat menaikkan harga saham begitupun sebaliknya saat laba perusahaan turun maka harga saham perusahaan juga ikut turun. Ini terjadi pada thun 2004 ke tahun 2005 dimana laba yng diperoleh dari 1.079.520.000 naik menjadi 1.222.099.000 tetapi harga saham turun dari 800 ke 760 sedangkan pada tahun 2009 dan 2010 terjadi kebalikannya yaitu laba perusahaan turun tetapi harga sahamnya naik. Adanya ketidak seimbangan tersebut memberikan asumsi bahwa telah terjadi praktik manajemen laba dengan menggunakan pola Income maximization dan income minimization untuk kepentingan sendiri maupun perusahaan dengan menggunakan asimetri informasi yang ada dengan melihat harga saham tertinggi dan harga terendahnya. Turunnya laba bersih pada PT Bumi Resources Tbk merupakan akibat tingginya beban keuangan tingkat utang yang tinggi dan beban utang yang tinggi (www.rimanews.com) Permasalahan mengenai return saham
1017
merupakan hal yang penting bagi investor. Hal ini dikarenakan harga saham yang bersifat fluktuatif. Selain itu, laporan keuangan juga penting bagi investor karena berdasarkan informasi yang terkandung dalam laporan keuangan itulah seorang investor akan menilai perusahaan di mana ia akan berinvestasi, maka dari itu tindakan manajemen laba (earnings management) seperti yang telah diuraikan di atas dapat mengakibatkan pengungkapan atas informasi keuangan perusahaan menjadi salah karena tidak disajikan sesuai dengan keadaan sebenarnya. Hal ini sangat merugikan investor, karena investor menjadi tidak dapat menilai risiko dan return atas dana yang akan diinvestasikan secara tepat. Marcus (2006) menyebutkan bahwa kepentingan manajemen dan pemegang saham (outsiders ownership) akan sejajar ketika ada kepemilikan saham oleh pihak manajemen. Melalui kepemilikan manajemen akan diperoleh manfaat langsung dan konsekuensi terhadap pengambilan keputusan yang dilakukan. Penjelasan tersebut menyatakan bahwa manajemen akan semakin cenderung berpihak pada kepentingan pemegang saham apabila adanya kepemilikan saham dari pihak manajemen sendiri. Kepemilikan manajerial adalah saham yang dimiliki pihak manajemen perusahaan meliputi direksi dan komisaris. Kepemilikan saham manajerial diukur berdasarkan persentase kepemilikan saham manajemen terhadap seluruh saham perusahaan yang beredar. Stakeholder Theory Teori stakeholder menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus mampu memberikan manfaat bagi stakeholder-nya. Stakeholder yang dimaksud adalah pemegang saham, kreditur, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat dan pihak lainnya yang ikut serta dalam
1018
Jurnal Ilmiah GEMA EKONOMI, Februari 2017
proses pencapaian tujuan perusahaan. Dengan demikian keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder perusahaan tersebut (Chariri dan Ghozali, 2007). Menurut Hill dan Jones (1992) dalam Ika Ayu (2016) teori stakeholder merupakan hubungan antara pemangku kepentingan dan informasi yang diterima. Penelitian yang dilakukan oleh Freman dan Vea (2001) menunjukkan bahwa perusahaan harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh tentang upaya untuk membangun dan memepertahankan hubungan yang baik dengan pemangku kepentingan. Para pemangku kepentingan perusahaan merupakan sebuah elemen sosial dan lingkungan yang tanpa keberadaan mereka perusahaan tidak dapat bertahan lama. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori Keagenan Eisendhart (1989) mengemukakan beberapa teori yang melandasi teori agensi. Teori-teori tersebut dibedakan menjadi tiga jenis asumsi yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan dirinya sendiri (self-interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality) dan tidak menyukai resiko (risk aversion). Asumsi keorganisasian menekankan bahwa adanya konflik antar anggota organisasi dan adanya asimetri informasi antara prinsipal dan agen sedangkan asumsi informasi menekankan bahwa informasi sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan sehingga yang dimaksud dengan teori keagenan yaitu membahas tentang hubungan keagenan antara prinsipal dan agen. Konflik kepentingan antara agen dan prinsipal dalam mencapai kemakmuran yang dikehendakinya disebut sebagai masalah keagenan. Masalah keagenan tersebut dapat terjadi akibat adanya asimetri
informasi antara pemilik dan manajer. Asimetri informasi ini terjadi ketika manajer memiliki informasi internal perusahaan yang relatif lebih banyak dan mendapatkan informasi relatif lebih cepat dibanding pihak eksternal, seperti investor dan kreditor. Kondisi ini memberikan kesempatan kepada manajer untuk menggunakan informasi yang diketahuinya untuk memanipulasi pelaporan keuangan sebagai usaha untuk memaksimalkan kemakmurannya (Richardson, 1998) Manajemen Laba (Earnings Management) Laporan keuangan disusun berdasarkan berbagai asumsi yang diatur oleh standar yang ditetapkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK). Namun, dalam prakteknya, dalam melakukan penyusunan laporan keuangan, manajemen dihadapkan pada suatu pilihan atas asumsi, penilaian serta metode penghitungan mana yang akan digunakan dalam penyusunan laporan keuangan (Bachtiar, 2003). Adanya pilihan terhadap kebijakan akuntansi mana yang dipilih oleh manajemen, memberikan cukup keleluasaan bagi manajemen dalam menyajikan laporan keuangan tersebut. Terkadang kebijakan akuntansi secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu, yang disebut dengan manajemen laba (Scott, 2003). Tidak jauh berbeda dengan definisi sebelumnya, Schroeder (2009) mendefinisikan manajemen laba sebagai usaha manajemen perusahaan untuk mempengaruhi nilai laba jangka pendek yang dilaporkan. Scott (2004:383) mengidentifikasikan adanya empat pola yang dilakukan manajemen untuk melakukan pengelolaan atas laba sebagai berikut: (1) Taking a bath, yaitu ketika perusahaan melaporkan adanya kerugian, maka manajemen melakukan kebijakan untuk melaporkan kerugian dengan
Indah Lia Puspita
jumlah yang besar sekaligus (2) Income minimization; kebijakan ini dilakukan ketika laba yang diperoleh perusahaan tinggi atau meningkat. Hal yang umum dilakukan manajemen dalam praktek ini adalah dengan meminimalkan laba, contohnya adalah dengan membebankan beban penelitian dan pengembangan lebih besar di periode berjalan (3) Income maximization, kebijakan ini dilakukan ketika laba yang diperoleh perusahaan rendah atau menurun. Hal yang umum dilakukan manajemen dalam praktek ini adalah dengan memaksimalkan laba, contohnya adalah dengan mengalokasikan pendapatan tahun mendatang di periode berjalan (4) Income smoothing, kebijakan ini dilakukan karena adanya motivasi manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan. Klasifikasi Earnings Management Earnings Management dapat diklasifikasikan ke dalam dua kalsifikasi utama seperti yang dikemukakan oleh Usman Satradipraja (2010:33) 1. Cosmetic Earnings Management Cosmetic Earnings Management terjadi jika manajer memanipulasi akrual yang tidak memiliki konsekuensi cash flow. Teknik ini merupakan hasil dari kebebasan dalam akuntansi akrual. Akuntansi akrual membutuhkan estimasi dan pertimbangan (judgement) yang mengakibatkan manajer memliki kebebsan dalam menetapkan kebijakan akuntansi. Meskipun kebebasan in memberikan kesempatan bagi manajer untuk menyajikan gambaran aktivtas usaha perusahaan yang lebih informatif, namun kebiasaan ini juga memungkinkan mereka mempercantik laporan keuangan (window-dress financial statement) dan
1019
mengelola earnings. 2. Real Earnings Management Real Earnings Management terjadi jika manajer melakukan aktivitas dengan konsekuensi cash flow intensif untuk melakukan earnings management mempengaruhi keputusan investing dan financing oleh manajer. Real Earnings Management lebih bermasalah dibandingkan dengan cosmetic earnings management karena mencerminkan keputusan usaha yang sering kali mengurangi kekayaan pemegang saham. Metode Pendeteksian Earnings Management Ada beberapa cara yang digunakan oleh manajemen untuk melakukan earning management. Salah satu cara yang dilakukan adalah mengendalikan transaksi akrual Healy (1985) dalam Ardiati (2004). Transaksi akrual adalah yang tidak mempengaruhi aliran kas masuk ataupun aliran kas keluar, misalnya pengakuan hutang biaya/piutang pendapatan. Transaksi akrual terdiri dari transaksi yang bersifat non-discretionary dan discretionary. Transaksi yang bersifat non-discretionary (bukan kebijakan/ mengubah metode akuntansi) yaitu transaksi yang dicatat dengan menggunakan satu prosedur apabila prosedur tersebut dipilih maka manajemen diharapkan konsisten dalam menggunakan prosedur tersebut, contohnya metode depresiasi, penggunaan metode akuntansi dalam perusahaan minyak antara full method dan succesfull effort, metode penentuan harga pokok persediaan FIFO dan LIFO. Transaksi yang bersifat discretionary memberikan kebebasan kepada manajemen untuk menentukan jumlah transaksi akrual secara fleksibel contoh transaksi ini adalah penetuan cadangan kerugian piutang yang nanti akan menaikkan piutang dagang netto, menaikkan persediaan, menurunkan hutang dagang dan hutang akrual (Scott,2000). Secara sederhana dalam
1020
Jurnal Ilmiah GEMA EKONOMI, Februari 2017
menaksir jumlah piutang tidak tertagih manajemen bisa menurunkan dari tahun sebelumnya sehingga jumlah piutang netto akan naik dengan asumsi pendapatan tetap maka laba tahun ini relatif tinggi selain itu adanya perubahan taksiran umur ekonomis aktiva tetap/ amortisasi aktiva tidak berwujud bisa membuat manajemen menggeser periode biaya dan pendapatan sehingga manajemen dapat memperoleh keuntungan dibalik perubahan yang dilakukannya. Penggeseran periode biaya/pendapatan disebut manipulassi keputusan operasional. Contoh rekayasa periode biaya/pendapatan antara lain: • Mempercepat pengakuan pada periode sekarang/ menunda pengakuan biaya riset dan pengembangan sampai periode akuntansi selanjutnya • Mempercepat/ menunda pengeluaran promosi sampai periode akuntansi berikutnya, bekerjsama dengan vendor untuk mempercepat/ menunda pengiriman tagihan sampai periode akuntansi berikutnya • Mempercepat/ menunda pengiriman produk ke pelanggan, menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai dan lain-lain. Perusahaan yang mencatat persediaan menggunakan asumsi LIFO juga dapat merekayasa peningkatan laba melalui pengaturan saldo perusahaan. Manajer dapat memilih alternatif untuk memanipulasi laba dengan menggunakan discretionary accrual atau pemilihan metode akuntansi. Manajer lebih menyukai menggunakan akrual untuk memanipulasi laba karena lebih sukar untuk dideteksi daripada metode akuntansi, apabila manajemen melakukan akrual bisa dilakukan hanya dengan
mentransfer laba satu periode ke periode yang lain. Manajemen Laba dan Reaksi Pasar Dalam penelitian ini reaksi pasar akan diproksikan dengan return saham, sebagaimana diketahui bahwa return saham suatu perusahaan adalah total perubahan harga saham ditambah dengan dividen yang diterima dibagi dengan harga saham awal. Seorang investor dikatakan mendapatkan abnormal return (disebut juga unexpected return atau excess return) apabila ia mendapatkan return aktual yang lebih besar dari return yang diekspetasi dengan menggunakan model CAPM. Dengan melihat penjelasan diatas bahwa informasi laba akan mempengaruhi penilaian analis atau investor terhadap harga saham, yang lebih lanjut akan mempengaruhi return yang diterima oleh investor selaku pemegang saham, maka informasi laba tersebut merupakan salah satu informasi yang dipergunakan dalam strategi jual, beli atau menahan saham yang dilakukan oleh investor di pasar modal. Teori keagenan mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagi agent dan pemegang saham sebagai principal. Pemegang saham menyediakan dana yang dibutuhkan untuk menjalankan perusahaan sedangkan manajemen berkewajiban untuk mengelola dana tersebut dengan baik. Manajemen akan memberikan laporan kepada pemegang saham mengenai usaha yang dijalankannya melalui laporan keuangan. Nantinya, manajemen akan mendapatkan kompensasi berupa gaji, bonus dan berbagai macam kompensasi lainnya sedangkan pemegang saham akan memperoleh dividen. Masalah keagenan ini muncul pun karena adanya perbedaan kepentingan antara agent dan principal. Agent memiliki keinginan untuk memaksimalkan kesejahterannya dengan cara memilih metode akuntansi yang dapat mencerminkan kinerja yang baik. Perilaku ini biasa disebut earnings
Indah Lia Puspita
management. Investasi dapat dilakukan di pasar modal. Menurut Sitompul (2000:3) pasar modal adalah suatu pasar dimana berbagai jenis efekefek diperdagangkan. Efek adalah obligasi, saham,warrant,right,opsi dan sebagainya. Salah satu efek yang paling populer adalah saham. Dengan membeli saham, para pemodal berharap mereka akan mendapatkan dividen dan capital gain pada saat sahamnya dijual kembali. Namun para pemodal ini juga harus siap bila dihadapkan dengan risiko bila terjadi kerugian dalam investasi. Tujuan utama investor berinvestasi adalah mendapatkan return yang maksimal. Harga saham yang berubah-ubah mengakibatkan investor harus lebih cermat dalam melakukan analisis ketika memutuskan untuk berinvestasi. Salah satu langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan investasi adalah dengan melakukan analisis fundamental. Menurut Martalena dan Malinda (2011;47) analisis fundamental mempraktikkan harga saham di masa yang akan datang dengan mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang. Informasi laba dalam laporan keuangan yang dipublikasikan merupakan salah satu kunci investor dalam pengambilan keputusan investasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa informasi laba pada perusahaan yang melakukan earnings management dapat mengakibatkan investor salah dalam mengambil keputusan. Tingginya earnings management pada suatu perusahaan menunjukkan juga tinggi risiko yang akan dihadapi oleh investor. Penelitian mengenai hal ini telah dilakukan oleh Handayani (2009) dimana earnings management dinyatakan berpengaruh negatif terhadap return saham sebesar 2,9%. Penelitian tersebut dilakukan pada 112 perusahaan sektor manufaktur pada periode 2007 yang terdaftar di bursa efek. Penelitian yang dilakukan oleh Thariq (2009) menyatakan bahwa earnings
1021
management berpengaruh negatif pada abnormal return saham. Penelitian tersebut dilakukan pada perusahaan manufaktur yang termasuk dalam LQ-45 di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2008. Penelitian lainnya dilakukan oleh Nugraha (2014) yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara earnings management dengan return saham. Penelitian tersebut dilakukan pada 43 perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2012. Manajemen Laba dengan Kepemilikan Manajerial Besarnya jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajerial perusahaan akan mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh manajer karena keputusan tersebut nantinya akan mempengaruhi posisinya sebagai manajer perusahaan juga sebagai pemegang saham. Perusahaan meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan meningkatkan prosentase kepemilikan, manajer termotivasi meningkatkan kinerja dan bertanggungjawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Didalam permasalahan agensi, kepemilikan saham berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Saham manajerial adalah saham yang dimiliki oleh manajer pengelola, kepemilikan saham manajerial merupakan salah satu cara agar manajer tidak berperilaku opportunistic karena jika manajer juga ikut memiliki saham tersebut, maka manajer akan mengelola perusahaan dengan baik, dengan begitu jika perusahan tersebut ingin melakukan hutang untuk meningkatkan investasi mereka, maka manajer akan berhati-hati karena jika terjadi financial distress nilai perusahaan akan menjadi turun. Dengan kepemilikan saham manajerial, manajer diharapkan untuk bertindak sesuai dengan keinginan para pelaku sebagai manajer
1022
Jurnal Ilmiah GEMA EKONOMI, Februari 2017
akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan akan dapat meningkatkan nilai perusahaan (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Menurut Ross et al (dalam Siallagan dan Machfoedz, 2006) menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajemen dalam pengelolaan perusahaan akan cenderung mencoba untuk meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingan mereka sendiri. Penelitian yang dilakukan Sofyaningsih (2011) membuktikan bahwa di Indonesia, kenaikan kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hal ini didasari oleh penelitian Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan saham manajemen maka semakin kuat kecenderungan manajemen untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya sehingga akan menaikkan nilai perusahaan. Morck dalam Siallagan (2006) menyatakan bahwa nilai perusahaan meningkat sejalan dengan peningkatan kepemilikan manajerial sampai dengan lima persen, kemudian menurun pada saat kepemilikan manajerial lima persen sampai dengan duapuluh lima persen, dan kemudian meningkat kembali seiring dengan adanya peningkatan kepemilikan manajerial secara berkelanjutan. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Tindakan manipulasi laba yang dilakukan oleh pihak manajemen memberikan pengaruh dalam kualitas penyajian laporan keuangan, sebagaimana diketahui informasi yang terdapat dalam laporan keuangan digunakan oleh sebagian investor untuk melakukan investasi di pasar modal. Chan et al (2001) melakukan penelitian yang bertujuan untuk meneliti kualitas laba dan return saham. Mereka melihat bahwa terdapat kecenderungan manajer untuk memelihara tingkat pertumbuhan laba karena terkait dengan jumlah kompensasi
yang mereka terima berdasarkan pada tingkat laba yang dihasilkan oleh perusahaan, jika dikaitkan dengan harga saham ternyata karakteristik perusahaan mampu digunakan untuk memprediksi harga saham mendatang. Pengujian terhadap hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan runtun waktu untuk melihat perilaku akrual dan kinerja operasi perusahaan yang tingkat akrualnya tinggi. Hasilnya menunjukkan bahwa ternyata manajer melakukan manipulasi laba dan komponen akrual diskresioner berhubungan negatif dengan return saham masa datang. Ini berarti return saham bereaksi terhadap tingkat akrual yang tinggi (income-increasing). Hasil penelitian Chan sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widiastuty (2004) mengenai pengaruh manajemen laba terhadap reaksi pasar yang diproksikan dengan return saham. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara manajemen laba dengan return saham. Penelitian lainnya adalah penelitian Syaiful (2003) yang hasilnya menunjukkan bahwa terjadi manajemen laba di sekitar IPO, ketika IPO dan dua tahun setelah IPO, selain itu penelitian ini juga menemukan bahwa kinerja perusahaan setelah IPO rendah diikuiti dengan return saham yang rendah pula. Adanya kepemilikan manajerial dalam perusahaan memberikan insentif bagi manajemen untuk melakukan perataan laba. Menurut Ross et al (1999) dalam Sandra (2004) dikatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan manajerial pada perusahaan maka manajemen cenderung berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang juga termasuk dirinya. Hal ini mengindikasikan pentingnya kepemilikan manajerial dalam struktur kepemilikan perusahaan. Dengan dasar argumen tersebut, maka pengembangan hipotesisnya sebagai berikut: Ha 1 :Manajemen Laba berpengaruh terhadap reaksi
1023
Indah Lia Puspita
pasar. Ha 2 : Kepemilikan manajerial memoderasi hubungan antara manajemen laba dan reaksi pasar.
METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang listing di BEI pada tahun 2010-2014. Penentuan perusahaan manufaktur sebagai populasi dalam penelitian ini dikarenakan sektor manufaktur merupakan kelompok emiten yang terbesar dibandingkan dengan sektor yang lain dan diduga komponen accrual banyak di manage pada sektor tersebut. Pemilihan sampel penelitian berdasarkan metode purposive sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Adapun kriteria yang digunakan dalam pemilihan sampel adalah sebagai berikut: (1) Perusahaan manufaktur yang listing di BEI dengan data laporan keuangan 2010-2014. (2) Menerbitkan laporan keuangan secara rutin pada kurun waktu tersebut, laporan keuangan yang digunakan merupakan laporan keuangan yang berakhir 31 Desember, dengan menggunakan akhir tahun fiskal yang sama diharapkan dapat meningkatkan komparabilitasnya. (3) Memiliki kepemilikan manajerial selama periode pengamatan. Dari kriteria-kriteria yang telah ditentukan tersebut diperoleh sebanyak 45 perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Indonesia dengan pooling data yang merupakan kombinasi antara data cross section dan data time series tahun 2010-2014 sehingga apabila dijumlahkan terdapat sampel (n) sebanyak 225. Definisi dan Operasional Variabel
Variabel Dependen Suad Husnan (2001), menyatakan return saham merupakan selisih antara harga jual atau harga saat ini, dengan harga pembelian atau harga awal periode. Return dibedakan menjadi return yang lebih tinggi (realized return) dan return yang diharapkan (expected return) akan diperoleh investor di masa mendatang. Return realisasi (realized return) dihitung berdasarkan data historis. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah return saham yang akan menggunakan proksi cumulative abnormal return (CAR). CAR menunjukkan respon pasar terhadap laporan keuangan yang dipublikasi. CAR dihitung dengan menjumlahkan abnormal return jendela peristiwa (windows) periode pendek yaitu lima hari sebelum tanggal publikasi laporan keuangan, tanggal saat publikasi laporan keuangan dan lima hari setelah tanggal publikasi laporan keuangan. Cumulative Abnormal Return dihitung dengan menggunakan abnormal return model beta pasar koreksi
CARi (t 1,t 2 ) RTNit Dimana RTN: abnormal return untuk saham i pada hari t t 1 : awal periode pengamatan (5 hari setelah tanggal pengumuman laba) t 2 : akhir periode pengamatan (5 hari setelah tanggal pengumuman laba) Variabel Independen Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model discretionary accrual dengan modified Jones dalam Kothari et al. (2005) yang kemudian didefinisikan oleh Tucker dan Zarowin (2005). Penelitian ini memfokuskan pada akrual diskrisioner sebagai ukuran manajemen laba. Total akrual sebuah perusahaan i dipisahkan menjadi non
Jurnal Ilmiah GEMA EKONOMI, Februari 2017
1024
discretionary accrual dan discretionary accrual. Tingkat akrual diskrisioner adalah tingkat akrual hasil rekayasa laba oleh manajemen Berikut adalah model perhitungan discretionary accrual dalam Kothari et al. (2005) :
DACit TACit NDACit Total accrual pada model tersebut berasal dari perhitungan: TAC
it
Operating incoment
it
CFO
it
Untuk menghitung persamaan regresi akan menggunakan rumus TAC 0(1/Asset ) it it - 1 1 Sales Rec / Asset it it it - 1 3(PPE / Asset ) it it - 1 4ROA it -1 it
Dimana: TACit
=Total accrual perusahaan i pada tahun t Assetit-1 =Logaritma total aset perusahaan i pada tahun t-1 ΔSalesit = Perubahan penjualan perusahaan i antara tahun t dan tahun t-1 ΔRecit
=Perubahan piutang perusahaan i antara tahun t dan tahun t-1
PPEit
= Nilai perolehan aktiva tetap pada perusahaan i pada tahun t ROAit-1 =Rasio Return On Asset pada perusahaan i pada tahun t εit = error term Dechow, Sloan dan Sweeney dalam Tucker dan Zarowin (2005) memasukkan
perubahan piutang sehingga perubahan pendapatan disesuaikan dengan perubahan piutang karena dalam pendapatan atas penjualan sudah tentu ada yang berasal dari penjualan kredit. Pengurangan terhadap nilai piutang untuk menunjukkan bahwa pendapatan yang diterima benar-benar merupakan pendapatan bersih. Dari persamaan regresi diatas, rumus untuk menghitung nilai non discretionary accruals sebagai berikut : TAC 0(1/Asset ) it it - 1 1 Sales Rec / Asset it it it - 1 3(PPE / Asset ) it it - 1 4ROA it -1 it
Non Discretionary Accrual (NDAC) merupakan nilai prediksi dan Discretionary Accrual (DAC) yang merupakan selisih dari Total Accrual (TAC) dengan Non Discretionary Accrual (NDAC). Apabila discretionary accruals positif maka terdapat indikasi manajemen laba dengan menaikkan angka laba sedangkan apabila discretionary accruals nol maka tidak terdapat indikasi manajemen laba dan apabila discretionary accruals negatif maka ada indikasi manajemen laba yang dilakukan dengan menurunkan angka laba. Variabel Moderasi Strukur kepemilikan (MOWN) diukur dari ada atau tidaknya kepemilikan saham dari manajemen perusahaan yang meliputi manajer maupun dewan direksi. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan Uji Interaksi atau sering disebut dengan Moderated Regression Analysis yang merupakan aplikasi khusus regresi berganda linier dimana dalam persamaan regresinya
1025
Indah Lia Puspita
mengandung unsur interaksi (perkalian dua atau lebih variabel independen) dengan rumus persamaan sebagai berikut: Y
a b1X1 b2X2
CAR a b 1 DA b 2 MOwn b 3 DA * MOwn
Dimana : CAR
b3X1X2
:return saham (cumulative abnormal return) DA : manajemen laba (discretionary accruals residual value) MOWN : p e r s e n t a s e kepemikikan saham manajerial
e
Variabel perkalian antara X1 dan X2 merupakan variabel moderating oleh karena menggambarkan pengaruh moderating variabel X2 terhadap hubungan X1 dan Y sedangkan variabel X1 dan X2 merupakan pengaruh langsung dari variabel X1 dan X2 terhadap Y maka persamaan regresi untuk penelitian ini dapat ditulis sebagai berikut: Tabel 1. Model Summary Model R R Square 1 .901a .811
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adjusted R Square .808
Tampilan output diatas memberikan informasi bahwa besarnya Adjusted R 2 sebesar 0.808 hal ini berarti 80.8% variabel Return Saham dapat dijelaskna oleh variasi
Std. Error of the Estimate 1453.643
variabel independen Manajemen Laba, Kepemilikan Manajerial dan Moderat sedangkan sisanya 19.2% dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model.
Tabel 2. ANOVAb Model Sum of Squares 1 Regression 2.005E9 Residual 4.670E8 Total 2.472E9
Df 3 221 224
Mean Square F 6.682E8 316.236 2113079.225
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), moderat, Discretionary Acc, MOwn b. Dependent Variable: RETURN SAHAM
Uji Anova atau F test menghasilkan nilai F hitung sebesar 316.236 dengan tingkat signifikansi 0.00 dikarenakan probabilitas signifikansi jauh lebih kecil dari 0.05 maka model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi Return Saham atau dapat dikatakan bahwa Manajemen Laba, Kepemilikan Manajerial dan Moderat secara bersama-sama berpengaruh terhadap Return Saham.
Tabel 3. Coefficientsa Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B Std. Error Beta 1 (Constant) 325.737 140.756 Discretionary Acc -614.031 552.577 -.033
t
Sig.
2.314 -1.111
.022 .268
Jurnal Ilmiah GEMA EKONOMI, Februari 2017
1026
MOwn moderat
-1414.785 3.309
704.223 .108
-.060 .910
-2.009 30.622
.046 .000
a. Dependent Variable: RETURN SAHAM
Tampilan output SPSS diatas menjelaskan bahwa variabel Manajemen Laba yang diproksikan menggunakan Discretinary Accrual tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Variabel Manajemen Laba memberikan nilai koefisien parameter -614.031 dengan tingkat signifikansi 0.268 sedangkan variabel kepemilikan manajerial (MOwn) berpengaruh signifikan terhadap return saham dengan nilai koefisien parameter 1414.785 dengan tingkat signifikansi 0.046 atau kurang dari 0.05. Variabel Moderat yang merupakan variabel interaksi antara Manajemen Laba (discretinary Accrual)dan Kepemilikan Manajerial (MOwn) terbukti signifikan dengan tingkat signifikansi 0.000 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel kepemilikan manajerial merupakan variabel moderating. Dalam penelitian ini terdapat dua hipotesis yang mana hasil dari hipotesis ini akan diuraikan dibawah ini; a) Dalam penelitian ini alat untuk mengukur manajemen laba adalah diskresioner total akrual. Tindakan perusahaan untuk memanajemen laba akan menyebabkan ketertarikan investor pada suatu perusahaan karena kinerja keuangan perusahaan yang baik. Hal ini mampu berdampak baik pada return saham karena banyaknya minat investor yang menanamkan investasi pada perusahaan tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan terhadap 45 perusahaan manufaktur yang menjadi sampel penelitian dapat terlihat bahwa Manajemen Laba tidak berpengaruh terhadap return saham, hal ini dibuktikan dengan diperolehnya nilai Unstandardized Beta Coefficient manajemen laba sebesar -614.031 dengan sinifikansi sebesar 0,268. Nilai signifikansi manajemen laba (DA) yang
lebih besar dari tingkat signifikansi yang diharapkan (0,05) menunjukkan bahwa hipotesis pertama ditolak, sehingga manajemen laba tidak dapat digunakan untuk memprediksi return saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2010-2014. Hal ini mengindikasikan bahwa besar kecilnya manajemen laba yang dilakukan pihak manajemen perusahaan tidak berpengaruh signifikaan pada kenaikan return saham perusahaan artinya kondisi pasar modal Indonesia masih inefisiensi dimana dalam pengambilan keputusan berinvestasi di pasar modal para investor (penanam modal) juga melihat dan mempertimbangkan kondisi di luar perusahaan dan isu yang beredar. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardiati (2005) bahwa manajemen laba berpengaruh positif terhadap return tetapi konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (2014) yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara earnings management dengan return saham. Menurut Subramanyam (1996) dalam Ardiati (2005) bahwa manjer memilih akrual untuk meningkatkan keinformatifan laba akuntansi. Akrual memungkinkan manajer mengkomunikasikan informasi privat mereka dan meningkatkan kemampuan laba untuk mencerminkan nilai ekonomis perusahaan. Laba akrual diapndang sebagai ukuran kinerja perusahaan yang lebih superior dibandingkan aliran kas karena akrual mengurangi masalah waktu dan ketidakcocokan yang melekat dalam pengukuran aliran kas. b) Kepemilikan Manajerial (MOwn) memoderasi hubungan antara manajemen laba dan return saham, hal ini dibuktikan
1027
Indah Lia Puspita
dengan diperolehnya nilai Unstandardized Beta Coefficient kepemilikan manajerial (MOwn) sebesar -1414.785 dengan signifikansi 0,049. Nilai signifikansi kepemilikan manajerial yang lebih kecil dari signifikansi yang diharapkan (0,05) menunjukkan bahwa hipotesis kedua diterima sehingga kepemilikan manajerial dapat memperkuat atau memperlemah hubungan antara manajemen laba terhadap return saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2010-2014. Kepemilikan manajerial merupakan isu penting dalam teori keagenan sejak dipublikasikan oleh Jensen dan Meckling (1976). Hasil penelitian Nuryaman (2008) menyatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan manajemen dalam suatu perusahaan maka manajemen akan berupaya lebih giat untuk memenuhi kepentingan pemegang saham yang juga adalah dirinya sendiri. Perilaku oportunistik manajemen yang meningkatkan jumlah akrual diskresioner yang menyebabkan laba yang dilaporkan meningkat. Pada pasar yang efisien peningkatan jumlah laba akan direaksi positif oleh pasar sehingga harga pasar saham perusahaan akan naik, yang pada akhirnya meningkatkan jumlah return yang diperoleh oleh para pemegang saham.
KESIMPULAN Berdasarkan penelitian untuk hipotesis yang pertama dapat disimpulkan bahwa manajemen laba tidak berpengaruh terhadap reaksi pasar yang dalam hal ini di proksikan dengan return saham, hal ini dapat mengindikasikan bahwa kondisi pasar modal Indonesia masih inefisiensi dimana dalam pengambilan keputusan berinvestasi di pasar modal para investor (penanam modal) juga melihat dan mempertimbangkan kondisi di luar perusahaan dan isu yang beredar
sedangkan untuk hipotesis yang kedua terbukti bahwa kepemilikan manajerial dapat memperkuat dan memperlemah hubungan antara manajemen laba dengan reaksi pasar. Keterbatasan penelitian ini pada acuan yang digunakan yang hanya dibatasi pada variabel kinerja internal perusahaan. Oleh karena itu untuk penelitian selanjutnya perlu meneliti dengan faktor risiko ekonomi selain kinerja perusahaan seperti : suku bunga, kurs rupiah terhadap dollar, inflasi, pertumbuhan ekonomi dan faktor lainnya dan sampel yang digunakan dapat mengambil sampel seluruh perusahaan yang listing di BEI, agar hasil penelitian menjadi lebih representatif.
DAFTAR PUSTAKA Ardiati. 2005. Pengaruh Manajemen Laba terhadap Return Saham: Kualitas Auditor sebagai Pemoderasi. Tesis. Assih, P., A.W. Hastuti, dan Parawiyati. Pengaruh Manajemen Laba pada Nilai dan Kinerja Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Vol. 2 No. 2, pp. 125-144. 2005. Atik, Asuman. 2008. Detecting incomesmoothing behaviors of Turkish listed companies through empirical test using discretionary accounting changes. Critical Perspectives on Accounting, Vol.20, p. 591–613. Aji,Yudho D. 2010. Pengaruh Kondisi Keuangan, Nilai perusahaan dan Struktur kepemilikan terhadap Perataan Laba Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI. Simposium Nasional Akuntansi 13. 2010.
1028
Jurnal Ilmiah GEMA EKONOMI, Februari 2017
Beatty A dan Weber, J. 2003. The Effect of Debt Contracting on Voluntary Accounting Method Changes. The Accounting review. Volume 78 Nomor 1: 119-142. Bachtiar, Yanivi S. Hubungan Antara Manajemn Laba dengan tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan. Tesis. Pascasarjana Program Studi Magister Manajemen FEUI. 2003. Ball, R. Dan L. Sivakumar. Earnings Quality at Initial Public Offering. Journal of Accounting and economics, No. 45, pp. 324-349. 2008. Boediono, Gideon.2005. Kualitas Laba : Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII. Solo. Cahyanto, YA Didik. Earnings Management Pada Perusahaan Sebelum dan Setelah IPO: Penelaahan Kemungkinan Dilakukannya Window Dressing dan Rekayasa Terhadap Earning. Tesis. Pascasarjana Program Studi Magister Akuntansi UI. 2003. Chan, K., Chan, L.K Jegadeesh, N and Lakonishok, J. 2001. Earnings Quality and Stock Returns. NBER Working Paper Service. Dechow. M.P dan Dichev I.D. 2001. The Quality of Accruals and Earnings : The Role of Accruals Estimation Errors. Working Paper
Defond, M.L dan Park, C.W. 2001. The Quality of Accruals and Earnings; The Role of Accruals Estimation Errors. Working Paper DuCharme, Larry L., Paul H. Malatesta, dan Stephan E. Sefcik. Earnings Management: IPO Valuation and Subsequent Performance. Journal of Accounting, Auditing, and Finance, pp.369-396. 2001. Fees, Reeve, Warren. 2005. Pengantar Akuntansi, Edisi 21. Jakarta: Salemba Empat. Fan, J.P.H dan T.J Wong. 2008. Corporate Ownership Structure and The Informativeness of Accounting Earnings in East Asia. Journal of Accounting and Economics. 33: 401-425 Ghanisa, Karyaduta Puri. 2009. Pengaruh Perataan Laba Terhadap Keinformatifan Laba: Studi Empiris Pada Perusahaan Publik Manufaktur Periode 2002-2007. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Gumanti, T. A. 2009. Earnings Management. Suatu Telaah Pustaka, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, November, Vol. 2 No. 2. Gumanti, Tatang Ari. 2001 Earnings Management dalam penawaran saham Perdana di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Volume 4 Nomor 2 :1-31. Gul, Ferdinand A., Sidney Leung, dan Bin Srinidhi. Informative and Opprotunistic Earnings
1029
Indah Lia Puspita
Management and The Value Relevance of Earnings: Some Evidence on The Role of IOS”. 2003. Handayani, Ratih. Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Keemilikan Institusional, Dividen, Pertumbuhan Perusahaan, Free Cash Flow dan Profitabilitas terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan Sektor anufaktur. Jurnal Riset Bisnis dan Akuntansi.Vol. 11 No.3 Desember 2009, 189-207. ISSN : 1410-9875. Jensen, M.C and Meckling, W.H. 1976. Theory Of The Firm, Managerial Behaviour, Agency Costs & Ownership Structure. Journal of Financial Economics. Vol 3 October. Pp 305-360. Jones, J. J. 1991. The Effects of Foreign Trade Regulation on Accounting Choises. Journal of Accounting Research 29(2):193-228. Kothari, S.P., A. Leone, dan C. Wasley. 2005. Performance Matched Discretionary Accruals. Journal of Accounting and Economics. 39 (1). Kieso, Donald E., Jerry J. Weygandt, and Terry D. Warfield. 2002. Intermediate Accounting. 13th ed. United States: John Willey & Sons Inc. Kirschenheiter, M. & N. Melumad. 2002. Can Big Bath and Earnings Smoothing Co-exist as Equilibrium Financial Reporting Strategies? Journal of Accounting and Economics.
40 (3). Ludigdo, U.,Machfoedz, M. 1999. Persepsi Akuntans dan Mahasiswa terhadap Etika Bisnis. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol. 2, No. 1. Januari. P 1-9. Martalena dan Maya Malinda. 2011. Pengantar Pasar modal. Yogyakarta: Penerbit Andi Nuryaman. 2008. Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan, Ukuran Perusahaan dan Mekanisme Corporate Governance terhadap Manajemen Laba. Jurnal Akuntansi Keuangan dan Pasar Modal. Simposium Akuntansi Nasioanl IX. Pontianak Nugraha, Yudi Setiawan.2014. Pengaruh Manajemen Laba terhadap Return Saham (Studi Kasus pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Tesis. Rahmawati, Thia. 2012. Fenomena Penawaran Perdana Saham di Indonesia. Vol 12 No 1. Saiful 2002. Hubungan Manajemen Laba (earnings Management) dengan Kinerja Operasi dan Return Saham di Sekitar IPO. Makalah Simposium Nasional Akuntansi V. September. Semarang Sandra, Dessy 2004. Reaksi Pasar terhadap Perataan Laba dengan Kualitas Auditor dan Kepemiikan Manajerial sebagai variabel Pemoderasi. Simposium Nasional Akuntansi VII.
1030
Jurnal Ilmiah GEMA EKONOMI, Februari 2017
Sastradipraja, Usman.2010. Buku Ajar Analisis dan Penggunaan Laporan Keuangan. Bandung: Universitas Widyatama Schroeder, Richard G., Myrtle W. Clark, dan Jack M. Cathey. “Financial Accounting Theory and Analysis”. Carolina: John Wiley and Sons, 2005. Scott, William R. 2004. Financial Accounting Theory. Third Edition. University of Waterloo: Prentice Hall Inc. Sitompul, Asril. 2000. Pasar Modal Penawaran Umum dan Permasalahannya. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti Sunariyah. 2011. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Yogyakarta: UPP STIM YKPN Syahdina, Siti Farah. Analisa Hubungan
Pengelolaan Laba Melalui Akrual dengan Harga Saham Perdana Perusahaan dan Dampaknya pada Kinerja Perusahaan Setelah Penawaran Umum Perdana. Tesis. Pascasarjana Program Studi Ilmu Manajemen FEUI. 2002. Tucker, Jennifer W., dan Paul Zarowin. 2005. Does Income Smoothing Improve Earnings Informativeness ? The Accounting Review 81 (1). Wasilah. 2004. Hubungan antara Informasi Asimetri Dengan Manajemen Laba Kasus di Indonesia. Pascasarjana Program Studi Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Widiastuty. 2004. Pengaruh Manajemen Laba terhadap Return Saham. Tesis.