PENGARUH MAJALAH ILMIAH KAMPUS PENGAWASAN TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP APIP TENTANG FRAUD, DAN CITRA PUSDIKLATWAS BPKP
DIAN SETYAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Majalah Ilmiah Kampus Pengawasan terhadap Pengetahuan, Sikap APIP tentang Fraud dan Citra Pusdiklatwas BPKP adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor,
November 2016 Dian Setyawati NIM I352140061
RINGKASAN DIAN SETYAWATI. Pengaruh Majalah Ilmiah Kampus Pengawasan terhadap Pengetahuan, Sikap APIP tentang Fraud, dan Citra Pusdiklatwas BPKP. Dibimbing oleh AMIRUDDIN SALEH dan MUSA HUBEIS. Dalam upaya peningkatan transparansi dan akuntabilitas sebagai bagian dari sembilan Program Percepatan Reformasi Birokrasi, penguatan peran Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) menjadi penting untuk dikedepankan. Berdasarkan pendekatan Internal Auditor Capability Model (IACM), kondisi saat ini menunjukkan 85.23 persen APIP masih berada di Level 1. Hal ini berarti APIP belum dapat memberikan jaminan atas proses tata kelola sesuai peraturan dan belum mampu mencegah korupsi. Salah satu penyebabnya adalah kompetensi dan profesionalisme APIP yang belum memadai khususnya mengenai pencegahan dan pendeteksian fraud (kecurangan). Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan (Pusdiklatwas) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merupakan salah satu unit kerja BPKP yang mempunyai tugas pokok melaksanakan penyelenggaraan, pembinaan, dan koordinasi kegiatan pendidikan dan pelatihan di bidang pengawasan. Humas Pusdiklatwas BPKP menerbitkan majalah ilmiah triwulanan Kampus Pengawasan (KP) pada tahun 2015 dengan tujuan menjadi jembatan komunikasi dan pengembangan profesi pada diklat auditor Pusdiklatwas BPKP dan seluruh kalangan APIP se-Indonesia. Selain itu juga sebagai sarana publikasi kinerja yang telah dicapai untuk memelihara citra positif organisasi. Tujuan penelitian ini: (1) menguji pengaruh penggunaan media majalah KP terhadap pengetahuan dan sikap APIP tentang fraud, (2) menguji pengaruh penggunaan media majalah KP terhadap citra organisasi, (3) menganalisis pengaruh karakteristik APIP, kebutuhan informasi, penilaian efektivitas majalah dan selektivitas terhadap efek majalah berupa peningkatan pengetahuan dan sikap APIP tentang fraud dan citra organisasi berupa citra lembaga dan pengajar. Penelitian dilakukan dengan metode quasi eksperimen jenis Rancangan Kelompok-Kontrol (Pre-test dan post-test) Nonekuivalen dengan responden 80 orang terbagi dalam kelompok Dengan Pemberian Majalah sebanyak dua kelas dan kelompok Tanpa Pemberian Majalah sebanyak dua kelas. Uji t berpasangan (paired sample t test) dengan membandingkan hasil pre-test (sebelum mendapat perlakuan) dan post-test (setelah mendapat perlakuan) melalui majalah untuk menganalisa pengaruh perbedaan terhadap efek majalah dan citra organisasi yang ditimbulkan dari perlakuan. Selanjutnya, untuk mengetahui pengaruh karakteristik APIP, kebutuhan informasi, penilaian efektivitas majalah dan selektivitas dengan efek majalah dan citra organisasi menggunakan analisis regresi. Hasil penelitian ini: (1) Pengetahuan awal APIP tentang fraud masih rendah sedangkan sikap awal tentang tanggung jawab pencegahan dan pendeteksian fraud sudah baik, perlakuan majalah KP terbukti mampu memberikan efek berupa peningkatan pengetahuan dan sikap APIP tentang fraud dibanding kelompok kontrol. Peningkatan pengetahuan masih kecil, disebabkan daya tarik yang perlu ditingkatkan dan selektivitas yang tinggi sedangkan sikap APIP walaupun meningkat namun masih mengalami dilema karena sistem yang ada belum sepenuhnya mendukung baik independensi, SDM, anggaran maupun sarana
prasarana; (2) Perlakuan majalah KP tidak terbukti mampu meningkatkan citra organisasi baik berupa peningkatan profesionalitas lembaga dan pengajar dibanding kelompok kontrol karena kurangnya konten kehumasan, walaupun demikian citra organisasi awal maupun akhir mayoritas pada kategori tinggi; (3) Peubah karakteristik APIP, penilaian efektivitas majalah dan selektivitas kelompok perlakuan terbukti berpengaruh terhadap efek majalah, sedangkan citra organisasi hanya dipengaruhi karakteristik APIP. Kesimpulan penelitian adalah majalah KP sangat diperlukan dalam meningkatkan kompetensi APIP dan citra organisasi namun ke depan perlu perubahan penggunaan bahasa ilmiah baku menjadi bahasa ilmiah populer, peningkatan mutu desain majalah untuk meningkatkan daya tarik, peningkatan kajian mengenai kebijakan dan peraturan pemerintah yang merupakan kebutuhan informasi tertinggi serta aksesbilitas majalah. Selain itu, konten kehumasan juga perlu ditingkatkan untuk memelihara dan meningkatkan citra positif organisasi.
Kata kunci: APIP, citra, fraud, majalah ilmiah, pengetahuan, sikap
SUMMARY DIAN SETYAWATI. The Effect Of Scientific Magazine’s KAMPUS PENGAWASAN to APIP’s Knowledge, Attitude about Fraud and Image of PUSDIKLATWAS BPKP. Supervised by AMIRUDDIN SALEH and MUSA HUBEIS.
In an effort to increase transparency and accountability as part of the nine Program to Accelerate Reforms, strengthening the role of Government Internal Supervisory Apparatus ( APIP ) becomes essential to put forward. Based approach to the Internal Auditor Capability Model ( IACM ), the current conditions showed an overall 85.23 percent APIP still at Level 1. This means APIP can not provide assurance on the governance process according to the rules and have not been able to prevent corruption. One reason is the inadequate competence and professionalism of APIP, especially regarding the prevention and detection of fraud. Education and Training Center Supervision (Pusdiklatwas) of Financial and Development Supervisory Agency (BPKP) is BPKP unit which has the fundamental duty to implement the organization, supervision, and coordination of education and training activities in the field of supervision. Public Relations of Pusdiklatwas BPKP publishes the quarterly scientific magazine Kampus Pengawasan (KP) in 2015 with the aim of being a bridge of communication and the development of the profession in auditor training of Pusdiklatwas BPKP and the rest of the APIP in Indonesia. Other than that, it serves as a means of publicizing the performance achieved to maintain a positive image of the organization. The purposes of this study are: (1) to examine the effect of KP Magazine media use on the knowledge and attitudes APIP about fraud, (2) to test the effect of KP Magazine media use on the image of the organization, (3) to analyze the effect of the characteristics of the reader, the information needs, assess the effectiveness of magazine and selectivity to increase knowledge and attitudes APIP about fraud and the organization's image. The study was conducted by the quasi-experimental type method of Nonequivalent (Pre-test and post-test) Control-Group Design by respondents as many as 80 people divided into two treatment classes and two control classes, Paired t-test (paired sample t test) by comparing the pre-test (before getting treatment) and post-test (after receiving treatment) through the magazine to analyze the effect of the difference in the increase of knowledge, attitude and image of the organization arising from the treatment. Whereas Regression analysis was done to determine the effect of the characteristics of APIP, the information needs, assessing the effectiveness of magazines and selectivity with increased knowledge, attitude and image of the organization. The results of this study were as follows: 1) initial knowledge APIP about fraud is still low while the initial attitude of responsibility prevention and detection of fraud is good, KP magazine treatment proved capable of providing effects including increased knowledge and attitudes APIP about fraud than the control group. Increased knowledge is still small, because of the appeal that needs improvement and high selectivity while APIP attitude although increased but still facing dillema due the current system not completely able to support in terms of
independence, human resources, budget and infrastructure; (2) Treatment KP magazine was not shown to improve the organization’s image in the form of an increase on the professionalism of the instituton and the teacher than the control group because of the lack of content of public relations, yet the image of the organization beginning or end of majority of the high category; 3) The parameters characteristic of APIP, assessing of effectiveness of magazines and selectivity of the treatment groups shown to influence the effects of the magazine, while the image of organizations only influenced by characteristic of APIP. In conclusion, this research shows that KP magazine is indispensable in improving the competence of APIP and image of the organization but in the future it needs to change the use of scientific language standard to the language of popular science, improving the quality of the design of the magazine to increase the attractiveness, improvement of studies on government policy and regulations that constitute the information needs of the highest and increase accessibility of magazines. In addition, public relations content also needs to be improved to maintain and enhance the positive image of the organization.
Keywords: attitudes, effect, fraud, image, knowledge, scientific magazine
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH MAJALAH ILMIAH KAMPUS PENGAWASAN TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP APIP TENTANG FRAUD, DAN CITRA PUSDIKLATWAS BPKP
DIAN SETYAWATI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Heri Budianto, MSi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 ini ialah pengaruh media, dengan judul Pengaruh Majalah Ilmiah Kampus Pengawasan terhadap Pengetahuan, Sikap APIP tentang Fraud, dan Citra Pusdiklatwas BPKP. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Amiruddin Saleh, MS dan Bapak Prof Dr Ir Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklatren) Kementerian PPN/Bappenas Ir Yahya Rachmana Hidayat, MSc., Ph.D beserta staf dan Kepala Biro Kepegawaian dan Organisasi BPKP Dra Ratna Tianti Ernawati, MPsi beserta staf yang telah memberikan beasiswa Scholarship Program for Strengthening Reforming Institutions (SPIRIT) dan dukungan penuh kepada penulis selama menjalankan studi S2 di IPB. Penghargaan juga disampaikan kepada Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP Slamet Hariyadi, Ak., MSA, Kepala Bagian Tata Usaha Widhi Sutikno, Ak dan Pemimpin Umum dan Redaksi Majalah Kampus Pengawasan Tri Wibowo, Ak., MSi beserta seluruh staf Pusdiklatwas BPKP yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, mamah, suami, dan seluruh keluarga, serta teman-teman program studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan angkatan 2014 atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2016 Dian Setyawati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 Error! Bookmark not defined. 4 4 4
TINJAUAN PUSTAKA Humas/ Public Relations Jurnal Internal, Majalah Ilmiah dan Perancangan Majalah Karakteristik APIP sebagai Khalayak Kebutuhan Informasi yang Mendukung Kompetensi APIP Penilaian Efektivitas Media Majalah Selektivitas Efek Media Citra Organisasi Teori Uses and Effect Fraud Hasil Penelitian yang telah Dilakukan dan State of the Art Kerangka Berpikir Hipotesis
5 5 7 11 12 14 16 17 18 19 19 23 24 26
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Subyek Penelitian Pengumpulan data, Data dan Instrumentasi Definisi Operasional Uji Coba Rancangan Media Prosedur Penelitian Uji Validitas dan Reliabilitas Analisis data
26 26 27 27 28 29 31 32 33 33
HASIL DAN PEMBAHASAN Pandangan Umum Karakteristik APIP Perbandingan karakteristik APIP Kebutuhan Informasi yang Mendukung Kompetensi APIP Penilaian Efektivitas Majalah Selektivitas Pengetahuan APIP tentang fraud Sikap APIP tentang fraud
34 34 39 41 42 43 44 45 47
Citra Profesionalitas Lembaga 50 Citra Profesionalitas Pengajar 52 Pengaruh Karakteristik APIP, Kebutuhan Informasi, Penilaian Efektivitas Majalah dan Selektivitas terhadap Efek Majalah dan Citra Organisasi 54 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
59 59 60
DAFTAR PUSTAKA
60
LAMPIRAN
65
RIWAYAT HIDUP
82
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Matriks hubungan antara tujuan, sumber data dan teknik pengumpulan data Jumlah SDM Pusdiklatwas BPKP berstatus PNS berdasarkan jenis jabatan dan tingkat pendidikan di Bogor tahun 2015 Jumlah SDM Pusdiklatwas BPKP berstatus THL berdasarkan jenis jabatan di Bogor tahun 2015 Jumlah dan kapasitas fasilitas sarana prasarana utama Pusdiklatwas BPKP di Bogor tahun 2015 Susunan pengelola Majalah Ilmiah Kampus Pengawasan di Bogor tahun 2016 Judul artikel dan nama penulis Majalah Ilmiah Kampus Pengawasan di Bogor edisi 4 tahun 2016 Edisi dan judul (headline) Majalah Ilmiah Kampus Pengawasan di Bogor tahun 2015 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan karakteristik di Bogor tahun 2016 Nilai mean rank dan nilai koefisien Z pada perbandingan karakteristik APIP kelompok Dengan Pemberian Majalah (DPM) dan kelompok Tanpa Pemberian Majalah (TPM) di Bogor tahun 2016 Jumlah dan persentase APIP kelompok Dengan Pemberian Majalah berdasarkan kebutuhan informasi di Bogor tahun 2016 Jumlah dan persentase APIP kelompok Dengan Pemberian Majalah berdasarkan penilaian efektivitas majalah di Bogor tahun 2016 Jumlah dan persentase APIP kelompok Dengan Pemberian Majalah berdasarkan selektivitas di Bogor tahun 2016 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan pengetahuan awal tentang fraud di Bogor tahun 2016 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan pengetahuan akhir tentang fraud di Bogor tahun 2016 Total skor dan rataan peningkatan/penurunan pengetahuan APIP tentang fraud di Bogor tahun 2016 Hasil uji t berpasangan peningkatan pengetahuan APIP tentang fraud pada kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor tahun 2016 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan sikap awal tentang fraud di Bogor tahun 2016 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan sikap akhir tentang fraud di Bogor tahun 2016 Total skor dan rataan peningkatan/penurunan sikap APIP tentang fraud di Bogor tahun 2016 Hasil uji t berpasangan peningkatan sikap APIP tentang fraud pada kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor tahun 2016 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan citra profesionalitas lembaga awal di Bogor tahun 2016 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan citra profesionalitas lembaga akhir di Bogor tahun 2016
28 36 36 37 37 38 38 40
41 42 44 45 45 46 46 47 48 48 49 49 50 51
23 Total skor dan rataan peningkatan citra profesionalitas lembaga di Bogor tahun 2016 24 Hasil uji t berpasangan peningkatan citra profesionalitas lembaga pada kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor tahun 2016 25 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan citra profesionalitas pengajar awal di Bogor tahun 2016 26 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan citra profesionalitas pengajar akhir di Bogor tahun 2016 27 Total skor dan rataan peningkatan/penurunan citra profesionalitas pengajar di Bogor tahun 2016 28 Hasil uji t berpasangan peningkatan citra profesionalitas pengajar pada kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor tahun 2016 29 Nilai koefisien regresi karakteristik APIP terhadap efek majalah dan citra organisasi pada kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor tahun 2016 30 Nilai koefisien regresi kebutuhan informasi APIP terhadap efek majalah dan citra organisasi pada kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor tahun 2016 31 Nilai koefisien regresi penilaian efektivitas majalah APIP terhadap efek majalah dan citra organisasi pada kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor tahun 2016 32 Nilai koefisien regresi selektivitas APIP terhadap efek majalah dan citra organisasi pada kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor tahun 2016
51 51 52 52 53 53
55
56
57
58
DAFTAR GAMBAR 1 2 3
Kerangka pemikiran penelitian Rancangan kelompok-kontrol (pre-test dan post-test) nonekuivalen Struktur organisasi Pusdiklatwas BPKP
25 26 35
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Uji validitas dan reliabilitas Uji komparatif Mann-Whitney karakteristik APIP Uji t berpasangan Uji regresi Foto-foto penelitian
66 72 73 74 80
PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi birokrasi yang bertujuan menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik, berintegrasi, berkinerja tinggi, bebas dan bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara merupakan upaya perubahan yang memerlukan waktu panjang dan kesungguhan seluruh pihak. Dalam upaya peningkatan transparansi dan akuntabilitas sebagai bagian dari sembilan Program Percepatan Reformasi Birokrasi, penguatan peran Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) menjadi penting untuk dikedepankan. Sesuai PP No 60 Tahun 2008, APIP yang terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal pada kementerian/lembaga, Inspektorat Provinsi, Kabupaten dan Kota mempunyai peran antara lain: memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; serta memberikan masukan yang dapat memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Berdasarkan pendekatan Internal Auditor Capability Model (IACM), kondisi saat ini menunjukkan secara keseluruhan 85.23 persen atau 404 unit kerja APIP masih berada di Level 1. Hal ini berarti APIP belum dapat memberikan jaminan atas proses tata kelola sesuai peraturan dan belum mampu mencegah korupsi; 14.56 persen atau 68 unit kerja APIP mencapai Level 2, dimana APIP mampu memberikan keyakinan yang memadai, proses sesuai dengan peraturan serta mampu mendeteksi terjadinya korupsi. Hanya 0.21 persen atau satu unit kerja APIP yang telah mencapai Level 3 dimana APIP telah mampu menilai efisiensi, efektivitas ekonomis suatu kegiatan dan mampu memberikan konsultasi pada tatakelola, manajemen risiko dan pengendalian intern. Hingga kini belum terdapat unit kerja APIP yang mampu mencapai Level 4 dimana APIP telah mampu memberikan jaminan secara keseluruhan atas tata kelola, manajemen risiko dan pengendalian intern serta Level 5 dimana APIP mampu menjadi agen perubahan. (Simanjuntak 2015). Beberapa penyebabnya antara lain dari segi jumlah Auditor saat ini baru berjumlah 12.755 orang atau (27,39 persen) dari total kebutuhan nasional 46.560 orang sehingga terjadi kekurangan 33.805 orang. Selain itu, kompetensi dan profesionalisme sumber daya manusia (SDM) belum memadai, seringnya mutasi tanpa kaderisasi, sehingga menunjukkan kurangnya komitmen pimpinan dalam memberdayakan APIP, anggaran dan sarana Teknologi Informasi (TI) belum memadai, maupun perencanaan yang belum berdasarkan prioritas/risiko (Simanjuntak 2015). Selain itu, isu mengenai independensi juga menguat khususnya pada pemerintahan daerah terkait regulasi dimana secara struktur eselonisasi berada pada Sekretaris Daerah sesuai pasal 216 UU 23/2014 padahal berdasarkan PP 60/2008 Pasal 1 angka 6 menyatakan Inspektorat Provinsi
2 bertanggungjawab langsung kepada Gubernur (Santosa 2016). Hingga kini belum terdapat Undang-undang yang secara khusus mengatur Audit Internal Pemerintah, regulasinya masih tersebar pada beberapa kebijakan yang berpotensi tidak konsisten, tidak selaras maupun tidak operasional (Santosa 2016). Berdasarkan data dari tahun 2009 s/d. 2013, BPKP telah membantu Kejaksaan, Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menghitung dugaan kerugian keuangan negara akibat korupsi (fraud) Rp. 10.149 triliun (Mardiasmo dalam Anugerah 2014). Indikator Indeks Persepsi Korupsi pada tahun 2015 juga menunjukkan Indonesia masih menempati urutan ke-88 dengan nilai 36, berada di bawah Malaysia dan Thailand. Masih tingginya tingkat kecurangan, khususnya korupsi di sektor pemerintah telah menimbulkan dampak sangat merugikan, dimana target pembangunan menjadi tidak optimal, rendahnya pelayanan publik hingga kesejahteraan masyarakat yang masih rendah. APIP sebagai lembaga pengawasan internal pemerintah diharapkan mampu mendukung sistem pengendalian internal dan dituntut mempunyai tanggungjawab yang kuat dalam mendeteksi fraud, sehingga dapat mendeteksi fraud secara dini. Kompetensi APIP di bidang fraud sangat penting dimiliki dan harus terusmenerus ditingkatkan. Audit internal yang berkualitas akan mampu mendeteksi kecurangan (fraud) dan menginformasikan secara cepat kepada manajemen (Coram et al. 2006; Kinsella 2010 dalam Gamar dan Djamhari 2015). Erina et al. (2012) menyimpulkan kompetensi secara parsial maupun bersama-sama peubah integritas, obyektifitas, dan kerahasiaan berpengaruh terhadap kinerja APIP. Refdi (2013) menyatakan kompetensi secara parsial maupun bersama-sama peubah independensi, kepatuhan pada kode etik dan motivasi berpengaruh terhadap mutu audit. Kompetensi menjadi faktor nyata dalam mendukung kinerja APIP. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki APIP adalah kemampuan mendeteksi kecurangan (fraud). Fuad (2015) meneliti persepsi auditor pada kantor BPK dan BPKP Provinsi Jawa Tengah mengenai tanggungjawab dalam mendeteksi fraud dan menyimpulkan bahwa faktor independensi dan kompetensi berpengaruh positif terhadap tanggungjawab auditor dalam mendeteksi kecurangan. Salah satu unsur penting dalam mendukung profesionalisme auditor internal selain kerangka pengetahuan, pendidikan dan pelatihan, organisasi profesi, standar, kode etik, telaah sejawat adalah tersedianya majalah/jurnal yang berisi perkembangan pengetahuan teknis maupun artikel bermanfaat dalam bentuk features (Pickett 2003). Media seperti ini penting dalam membangun profesionalisme anggota, karena melalui media tersebut anggota dapat menyampaikan hasil riset, pemikiran, dan pengalaman yang masih berkaitan dengan a commonbody of knowledge profesi. Dengan demikian terbangun transfer knowledge dan berbagi informasi yang kuat antar anggota profesi, hingga setiap anggota dapat memperoleh pengetahuan terkini di bidangnya (Wibowo 2012). Sebagian besar Hubungan Masyarakat (Humas) pemerintah maupun swasta saat ini banyak menggunakan media yang dikelola sendiri yang lazim disebut jurnal internal sebagai media komunikasi dan publikasi dengan khalayaknya. Media ini memberikan beberapa keuntungan bagi humas dibandingkan media massa pada umumnya dimana berita yang disusun harus melewati proses seleksi dan editing sehingga berpeluang mengalami reduksi atau bahkan tidak dimuat.
3 Penelitian mengenai efek media berkembang secara dinamis mengikuti perubahan penggunaan media oleh khalayak. Taksiran rentang waktu efek komunikasi massa beragam versi, menurut (Stamm & Bowes dalam Nurudin 2011), jika dirinci: Tahun 1930-1950 efek tak terbatas (unlimited effect), Tahun 1950-1970 efek terbatas (limited effect) dan Tahun 1970-1980an efek moderat (not so limited effect). Perkembangan penelitian efek media yang dahulu didominasi mengenai konten negatif media sekarang telah meluas meliputi konten positif media, baik di bidang pendidikan maupun kesehatan. Perumusan Masalah Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (Pusdiklatwas BPKP) merupakan salah satu unit kerja BPKP yang mempunyai tugas pokok melaksanakan penyelenggaraan, pembinaan, dan koordinasi kegiatan pendidikan dan pelatihan di bidang pengawasan. Visi Pusdiklatwas BPKP “Menjadi Lembaga Diklat Terdepan dan Terpercaya di Lingkungan Pemerintahan” berupaya menjalankan misi ketiga BPKP yakni mengembangkan kapasitas pengawasan intern pemerintah profesional dan kompeten. Pusdiklatwas BPKP melakukan pembelajaran yang dapat mempercepat pemenuhan kompetensi auditor di seluruh instansi pemerintah pusat dan instansi pemerintah daerah (Pusdiklatwas 2015). Beberapa keberhasilan kinerja Pusdiklatwas antara lain, meraih sertifikat ISO 9001:2008 dari TUV Nord terhadap penerapan standarisasi proses kerja kediklatan sejak tahun 2007, memperoleh akreditasi A dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk program Pelatihan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta seringkali menjadi tempat tujuan kegiatan studi banding penyelenggaraan diklat oleh lembaga-lembaga diklat lain (Pusdiklatwas 2015). Humas Pusdiklatwas BPKP menerbitkan majalah ilmiah triwulanan Kampus Pengawasan (KP) pada tahun 2015 dengan tujuan menjadi jembatan komunikasi dan pengembangan profesi pada diklat auditor Pusdiklatwas BPKP dan seluruh kalangan APIP se-Indonesia. Selain itu juga sebagai sarana publikasi kinerja yang telah dicapai untuk memelihara citra positif organisasi. Sebagian besar konten majalah berisikan artikel yang bersifat ilmiah, sedangkan sebagian lainnya merupakan konten yang bersifat kehumasan khususnya reportase kegiatan Pusdiklatwas. Khusus pada edisi yang digunakan dalam penelitian ini, majalah KP mengangkat topik pencegahan fraud secara mendalam dan komprehensif. Majalah KP dengan oplah tiga ribu eksemplar didistribusikan langsung ke seluruh peserta diklat serta untuk memperluas jangkauan, majalah KP juga telah diunggah di Facebook komunitas APIP. Penggunaan media internal oleh humas pemerintah diharapkan mampu mendukung misi organisasi terhadap khalayaknya serta memelihara citra positif organisasi. Penelitian ini menyoroti pengaruh majalah KP terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap APIP tentang fraud, serta citra positif Pusdiklatwas BPKP sebagai salah satu unsur penting pendukung sektor pengawasan di Indonesia. Dari uraian tersebut, rumusan masalah penelitian diarahkan untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut ini:
4 1. Apakah penggunaan media majalah KP pada kelompok perlakuan berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap APIP tentang fraud? 2. Apakah penggunaan media majalah KP pada kelompok perlakuan berpengaruh terhadap peningkatan citra organisasi? 3. Faktor-faktor apakah yang memengaruhi peningkatan pengetahuan dan sikap APIP tentang fraud serta citra organisasi? Tujuan Penelitian Berbagai faktor yang melekat pada pembaca maupun efektivitas sebuah media akan mempengaruhi bagaimana sebuah media mampu berperan secara optimal. Penelitian bertujuan untuk: 1. Menguji pengaruh penggunaan media majalah KP terhadap efek majalah berupa peningkatan pengetahuan dan sikap APIP tentang fraud. 2. Menguji pengaruh penggunaan media majalah KP terhadap citra organisasi berupa peningkatan citra profesionalitas lembaga dan pengajar. 3. Menganalisis pengaruh karakteristik APIP, kebutuhan informasi, penilaian efektivitas majalah dan selektivitas terhadap efek majalah dan citra organisasi. Manfaat Penelitian Penggunaan media berupa publikasi internal berbentuk majalah telah banyak digunakan baik oleh instansi pemerintah maupun perusahaan. Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu: 1. Penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah ilmu komunikasi khususnya pengelolaan media internal dan efek media. 2. Penelitian ini diharapkan akan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap urgensi informasi pengawasan khususnya tentang fraud dalam mendukung peran APIP dalam mengawal pengelolaan keuangan negara. 3. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan dan perbaikan bagi Pusdiklatwas BPKP dalam pengembangan pengelolaan Majalah Kampus Pengawasan. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian quasy experiment dengan memberikan perlakuan majalah KP kepada APIP peserta diklat Pembentukan Auditor Ahli Inspektorat Kab/Kota. Kelompok perlakuan merupakan kelompok yang terbentuk secara alami sebagai kelas diklat di Pusdiklatwas BPKP. Majalah KP yang dipergunakan dalam penelitian merupakan edisi yang didistribusikan pada saat penelitian.
5
TINJAUAN PUSTAKA Humas/Public relations Dari berbagai definisi public relations (PR)/humas, salah satunya menurut (British) Institute of Public Relations adalah keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik (goodwill) dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya, sedangkan menurut Jefkins, PR adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian (Jefkins dan Yadin 2014). Selanjutnya Dr. Rex Harlow merumuskan definisi PR sebagai fungsi manajemen yang khas dan mendukung pembinaan, pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dengan publiknya, menyangkut aktivitas komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerjasama; melibatkan manajemen dalam menghadapi berbagai persoalan/permasalahan, membantu manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif; bertindak sebagai sistem peringatan dini dalam mengantisipasi kecenderungan dengan penggunaan penelitian serta teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai sarana utama (Wilcox et al. 2003). Penelitian Mykkänén dan Vos (2015) terhadap 26 jurnal selama tahun 20022012 menunjukkan beberapa peran PR dalam berkontribusi terhadap proses pengambilan keputusan organisasi, yaitu partisipan, advisor, fasilitator dan diseminator. Pembagian peran tersebut menggambarkan bagaimana pendidikan, pengalaman, sikap, orientasi, manajemen dan pembagian tugas telah membantu PR dihargai oleh koalisi dominan atau pimpinan organisasi, sehingga dapat berkontribusi secara lebih berkualitas dalam proses pengambilan keputusan organisasi terhadap lingkungan sosialnya. Menurut Sam Black dalam Effendy (1999) disebutkan empat tujuan humas pemerintahan yaitu: 1. To key citizen informed the council’s policy and it’s day by day activities. Memberitahu penduduk agar tahu jelas mengenai kebijaksanaan lembaga beserta kegiatan sehari-hari. 2. To give them decisions are by the council. Memberi kesempatan kepada publik untuk menyatakan pandangan mengenai proyek baru yang penting sebelum lembaga mengambil keputusan. 3. To enlighten citizen the of their right and responsibilities. Memberikan penerangan kepada penduduk mengenai cara pelaksanaan sistem pemerintahan dan mengenai hak-hak dan tanggung jawab mereka. 4. To promote a sense of civil pride. Mempromosikan kebanggaan sebagai warga negara. Hal tersebut sejalan dengan peraturan Menpan RB No 30 Tahun 2011 tentang pedoman tata kelola kehumasan di lingkungan instansi pemerintah, yang menyatakan bahwa pembentukan pengelola kehumasan dilakukan dengan tujuan membangun citra dan reputasi positif humas pemerintah sebagai salah satu aparatur negara, membentuk opini publik, menampung dan mengolah pesan, serta aspirasi masyarakat, mengklarifikasi data dan informasi yang berkembang di
6 masyarakat serta menyosialisasikan kebijakan dan program pemerintah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan humas pemerintah adalah lembaga humas dan atau praktisi humas pemerintah yang melakukan fungsi manajemen dalam bidang informasi dan komunikasi persuasif, efektif, dan efisien untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan publiknya melalui berbagai sarana kehumasan dalam rangka menciptakan citra dan reputasi positif instansi pemerintah (MenpanRB 2011). Namun demikian pemerintah dinilai masih belum menempatkan strategi pengelolaan informasi dan PR sebagai ujung tombak untuk memperlihatkan kinerjanya, baik pada masyarakat domestik, regional atau bahkan internasional. Hal ini disebabkan lemahnya fungsi koordinasi yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang belum mampu mendorong sinergi masingmasing Humas Kementerian/Lembaga sehingga pembentukan opini publik lemah karena masing-masing mengusung isu yang sektoral dan terkadang saling berlawanan. Birokrasi yang gemuk dan minimnya kewenangan serta infrastruktur Humas Pemerintah juga mengakibatkan pemerintah cenderung lambat dalam merespon isu-isu yang berkembang sehingga kontraproduktif dengan tujuan pembangunan yang telah direncanakan (Wasesa & Macnamara 2010). Menurut Dozier dan Broom dalam Ruslan 2007, peranan Humas dalam suatu organisasi dibagi menjadi empat kategori, yaitu: penasihat ahli (expert prescriber), fasilitator komunikasi (communication fasilitator), fasilitator proses pemecahan masalah (problem solving process fasilitator) dan teknisi komunikasi (communication technician). Adapun model-model humas yang ada menurut Ngurah dalam Sukmana (2012) meliputi: 1. Model keagenan pers atau propaganda (Press Agentry Model) Program-program humas dengan tujuan tunggal untuk memperoleh publisitas melalui media massa yang menguntungkan organisasi, kebenaran dari informasi yang disampaikan menjadi tidak berarti. 2. Model Informasi Publik (Public Information Model) Kegiatan humas bertujuan untuk penyebaran informasi kepada publik. Praktisi sudah mempertimbangkan pentingnya kebenaran dalam informasi. 3. Model Asimetris Dua Arah (Two Way Asymetrical Model) Praktisi sudah menggunakan hasil riset untuk mengembangkan pesan-pesan agar lebih mudah untuk membujuk publik agar publik berpikir, bersiap dan bertindak sesuai dengan harapan-harapan organisasi. 4. Model Simetris Dua Arah (Two Way Symetrical Model) Humas beroperasi berdasarkan penelitian dan menggunakan komunikasi untuk mengelola konflik dan meningkatkan pemahaman dengan publik strategis. Model ini menekankan pentingnya sebuah perubahan perilaku organisasi untuk merespon tuntutan publik. Sukmana (2012) menyatakan bahwa peran humas BPKP masih lebih pada communication fasilitator dan communication technician dikarenakan masih minimnya pemahaman manajemen kunci terhadap peran humas serta kendala SDM dan struktur organisasi. Luqman (2013) juga menyatakan bahwa humas universitas negeri masih berada di posisi marjinal terbukti masih banyaknya jenjang birokrasi yang harus dilalui dalam menjalankan tugas komunikasi. Penelitian Lubis (2012) menunjukkan bahwa peran humas Pemprov Riau belum
7 optimal karena penyampaian informasi cenderung satu arah serta masih mengalami kendala antara lain faktor sumber daya manusia, kemudian faktor politis dan struktur organisasi. Selain masalah peran dan kelembagaan, tantangan selanjutnya bagi PR adalah bagaimana mengevaluasi dan mengukur kinerja. Tidak seperti disiplin komunikasi pemasaran, praktisi PR masih gagal mencapai konsensus tentang bagaimana dasar evaluasi pengukuran untuk mengarahkan penelitian mengenai kinerja PR (Michaelson & Stacks 2011). Sejalan dengan hal tersebut, Wasesa dan Macnamara (2010) juga menyatakan walaupun kajian akademis dan industri di seluruh dunia menunjukkan kesadaran PR yang semakin kuat terhadap pentingnya riset dan evaluasi, namun masih tidak banyak praktisi yang mempraktikkannya. Terkait pengukuran efektivitas newsletter yang sejenis dengan majalah internal semi eksternal, beberapa evaluasi yang dapat dilakukan (Wilcox et al. 2003) seperti persepsi pembaca, bagaimana keseimbangan proporsi konten, rubrik yang banyak diminati, tambahan topik yang diperlukan pembaca, kredibilitas publikasi serta menggali hal-hal yang terkait dengan tujuan organisasi. Kondisi humas BPKP yang masih berperan sebagai communication fasilitator dan communication technician, menjadikan humas BPKP lebih banyak berkiprah pada hal-hal teknis khususnya pengelolaan media baik majalah maupun website. Penelitian ini mengukur sejauhmana efektivitas majalah KP dalam mendukung kompetensi APIP dan citra organisasi. Pengukuran yang baik akan mencerminkan kinerja humas sekaligus sebagai masukan perbaikan di masa mendatang.
Jurnal Internal, Majalah Ilmiah dan Perancangan Majalah Jurnal Internal Jurnal internal merupakan media yang diciptakan sendiri oleh organisasi/perusahaan untuk menjangkau khalayak tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan PR. Jurnal internal terdiri dari jurnal internal yang khusus diperuntukkan bagi staf dan pegawai serta jurnal eksternal yang diperuntukkan bagi pihak luar seperti pemakai jasa, konsumen, dealer, para pemegang saham atau pencipta pendapat umum. Publikasi yang didistribusikan kepada para anggota ataupun khalayak pendukung dari suatu organisasi seperti institusi-institusi profesional, universitas, komunitas profesi tertentu, serikat buruh, dan yayasan amal lazim disebut jurnal internal semi-eksternal. Salah satu bentuk jurnal internal berupa majalah dengan format majalah dan biasanya berukuran A4 (297x110 mm). Isinya kebanyakan adalah tulisan fitur dan ilustrasi, bisa dicetak dengan menggunakan teknik lithografi atau photogravure (Jefkins & Yadin 2014). Beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh PR dalam membuat jurnal internal menurut Ardianto (2009) adalah: 1. Readers (Pembaca), target pembaca akan menentukan gaya dan isi penerbitan. 2. Quantity (eksemplar/tiras/oplah), tiras akan memengaruhi cara produksi, mutu bahan dan isi jurnal.
8 3. Frequency (waktu terbit atau edisi), dari ketersediaan fasilitas dan biaya dapat menentukan frekuensi apakah harian, mingguan, bulanan, dwibulanan atau triwulanan. 4. Policy (kebijakan produksi), jurnal internal bisa sekedar memberi informasi kepada pembaca mengenai perusahaan, untuk membina hubungan baik top manajemen dengan karyawan, untuk membantu agen/dealer dan konsumen agar lebih paham terhadap penjualan suatu produk. Yang terpenting adalah jurnal internal yang diterbitkan harus sejalan dengan program PR secara menyeluruh sehingga tercapai sasaran suatu organisasi/perusahaan dalam memelihara dan menciptakan citra positif. 5. Title (Nama jurnal internal), nama harus mencerminkan kekhasan atau karakteristik tersendiri, mudah diingat dan komunikatif. 6. Proses percetakan, bisa menggunakan letterpress, photogravure atau weboffset. Proses percetakan ini ditentukan oleh faktor-faktor tertentu seperti eksemplar/tiras, penggunaan warna, dan jumlah gambar atau foto. 7. Style (format/gaya/bentuk), hal yang memengaruhi gaya jurnal internal adalah ukuran halaman, berapa banyak kolom, tipografi, ilustrasi, keseimbangan berita, feature dan artikel. 8. Free issue or cover price, ada dua pendapat, pertama jurnal internal tidak dijual dan pendapat lain apabila ingin dihargai jurnal internal harus dijual dengan harga tertentu. Hal ini tergantung sejauh mana jurnal internal tersebut mewakili kepentingan, baik top manajemen, karyawan, maupun pelanggan/pembeli. 9. Advertisement (iklan), seperti media pers lainnya, jurnal internal mampu menyerap iklan tergantung karakteristik pembaca dan jumlah tiras. 10. Distribution (sirkulasi), harus memperhitungkan aktualitas penerbitan, bisa dikirim melalui kurir, via pos atau digabung dengan sirkulasi pers komersil. Publikasi organisasi mempunyai karakteristik antara lain: memuaskan kebutuhan organisasi untuk terus mencatat sikapnya dan mengkomunikasikan informasi yang perlu bagi pencapaian sasaran-sasaran organisasi; publikasipublikasi ini memungkinkan organisasi mengirimkan pesan kepada publik yang spesifik sasarannya; serta membiarkan organisasi berkomunikasi dengan katakatanya sendiri tanpa interupsi atau pengubahan (Cutlip et al. 2005). Wood (2006) menyatakan walaupun banyak perusahaan dan organisasi yang menerbitkan house journal, namun belum ada teori komprehensif yang tersedia bagi perangkat penting PR tersebut. Wood dalam penelitiannya menggunakan teori excellence PR yang dipopulerkan James Grunig dengan konsep two way symmetrical communication sebagai dasar dalam menyusun kriteria teknis house journal yang “excellence” di Afrika Selatan. Konsep Excellence house journal menggabungkan konten yang bersifat internal meliputi visi dan misi organisasi, budaya organisasi, kebijakan dan karyawan maupun konten yang bersifat eksternal seperti politik, sosial, ekonomi, lingkungan dan hukum karena akan berdampak kepada organisasi baik secara langsung atau tidak langsung.
9 Majalah Ilmiah Sebagai media, majalah memiliki peranan sosial, kultural, bahkan politis yang cukup penting di masyarakat (Mc Quail dalam Delia 2012). Majalah merupakan penerbitan berkala yang menyajikan liputan jurnalistik dan artikel berisi informasi dan opini yang membahas berbagai aspek kehidupan. Majalah lazimnya berjilid, sampul depannya dapat berilustrasi foto, gambar atau lukisan, tetapi dapat juga berisi daftar isi. Majalah secara berkala yang terbit setiap minggu, bulan, dan sebagainya isinya bermacam-macam, berita, laporan, cerpen, membuat bermacam-macam keterampilan, ada yang bergambar, ada yang khusus perempuan, khusus anak-anak (Iskandar & Atmakusumah dalam Sardi 2012). Berbeda dengan surat kabar yang fungsinya murni mengantarkan berita kepada khalayak, majalah memiliki isi editorial dengan aktualitas yang panjang sehingga bisa dinikmati lebih lama (Bland et al. dalam Delia 2012). Media digital seperti internet tidak mematikan majalah, namun justru melengkapinya (Aikala dalam Delia 2012). Straubhaar dan LaRose dalam Delia (2012), menyatakan beberapa keunggulan majalah dibandingkan media massa lain: 1. Majalah lebih tersegmentasi dan mengkhususkan informasi untuk segmen tertentu. Misalnya, majalah remaja, majalah wanita, majalah aviasi dan lainlain. 2. Segmentasi majalah ini juga menjadikan majalah sebagai perangkat komunikasi yang efektif bagi elite audience. 3. Majalah dapat menyajikan informasi penting yang tidak bisa ditampilkan di media massa lain, seperti rincian perkembangan dunia profesional, berita mengenai sektor bisnis yang spesifik, dan lain-lain. Hubeis dalam Sardi (2012) membagi majalah menjadi lima kategori utama: 1. General consumer magazine (Majalah konsumen umum) Majalah konsumen umum menyajikan informasi tentang produk dan jasa yang diiklankan pada halaman-halaman tertentu. 2. Business publication (Majalah bisnis) Majalah bisnis disebut juga trade publication yang melayani secara khusus informasi bisnis, industri, atau profesi. Pembaca majalah ini terbatas pada kelompok profesional atau pelaku bisnis. 3. Literacy review and academic journal (Kritik sastra dan majalah sains) Terdapat ribuan majalah kritik sastra dan majalah ilmiah yang pada umumnya memiliki sirkulasi di bawah 10 ribu. Majalah ini banyak diterbitkan oleh organisasi-organisasi nonprofit, universitas, yayasan atau organisasi profesional. Kebanyakan majalah ini tidak memiliki halaman iklan. 4. Newsletters (Majalah terbitan khusus) Media ini dipublikasikan dalam bentuk khusus biasanya 4 - 8 halaman dengan perwajahan khusus dan didistribusikan secara gratis atau dijual secara berlangganan. 5. Public Relations Magazines (Majalah kehumasan) Majalah PR diterbitkan dan dirancang oleh perusahaan untuk para karyawan, agen, pelanggan, dan pemegang saham. Jenis publikasi ini berbeda dengan iklan, namun menjadi bagian dari kegiatan promosi suatu organisasi atau perusahaan yang mensponsori penerbitan majalah ini.
10 Majalah Kampus Pengawasan merupakan jurnal internal semi eksternal yang berbentuk majalah ilmiah. Menurut Prawati (2003), majalah ilmiah merupakan terbitan berkala, terbit terus-menerus dengan judul majalah yang sama, untuk jangka waktu yang tidak dapat ditentukan dan dengan kala terbit yang tertentu pula. Setiap nomer terbitan memuat beberapa tulisan atau artikel, bisa dengan topik yang sama atau berbeda. Teks artikel tidak sepanjang teks buku sehingga ide pokok penulis lebih mudah ditangkap. Lebih lanjut Prawati (2003) menyatakan majalah ilmiah berisi temuan dan ide baru, diterbitkan oleh organisasi atau sekelompok orang yang membentuk perhimpunan, dan dikelola oleh suatu tim redaksi tertentu. Majalah memiliki sistem kontrol internasional, yaitu International Standard Serial Number (ISSN). Majalah juga merupakan media penyebaran informasi di antara ilmuwan, melalui media ini dapat dikenal siapa mengetahui siapa, serta orang-orang yang ahli dalam suatu bidang profesi tertentu. Artikel yang dimuat dalam majalah ilmiah biasanya merupakan hasil dan temuan baru penelitian, isinya penuh dengan nada keorisinilan yang tinggi sehingga hanya menjadi arena komunikasi pakar atau ilmuwan spesialis (Rifai dalam Tambunan 2014). Penelitian Tambunan (2014) menunjukkan majalah-majalah yang terdaftar pada Directory of Indonesian Learned Periodicals = Direktori Majalah Ilmiah Indonesia hingga tahun 2003 sebanyak 1.170 judul. Tiga subyek terbanyak adalah subyek teknologi (418 judul), ilmu sosial (380 judul), dan ilmu murni (172 judul) dibandingkan subyek lain. Berdasarkan pemetaan terbitan majalah di Indonesia maka dari 27 provinsi, majalah terbanyak diterbitkan di Provinsi DKI Jakarta (182 judul), Jawa Barat (176 judul), dan Jawa Timur (174 judul). Dilihat dari penerbitnya, majalah yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan paling banyak, yaitu 954 (81,54%) dibandingkan dengan departemen 94 (8,03%), perkumpulan 67 (5,73%), dan perusahaan 10 (0,85%). Perancangan Majalah Pada prinsipnya perancangan majalah sama seperti perancangan media lainnya hanya berbeda pada materi yang digunakan serta teknis pembuatannya. Sebagai media visual, materi utama majalah antara lain meliputi tulisan, gambar, foto, tabel, matriks maupun ilustrasi. Kemp et al. (1975) menyatakan dalam pendekatan desain media instruksional terdapat tiga tahap: 1. Tahap Persiapan Dimulai dengan penentuan ide mengenai tema yang akan menjadi pesan utama sebuah media, diikuti penentuan tujuan secara spesifik, terdapat tiga jenis tujuan meliputi kemampuan psikomotorik, kognitif dan afektif. Selanjutnya perancangan media menyesuaikan dengan karakteristik audiens yang menjadi sasaran, baik umur, pendidikan, pengetahuan mengenai topik terkait, sikap serta perbedaan masing-masing sebagai individu. Setelah tahapan di atas, perancangan media dilanjutkan dengan mempersiapkan content outline perancangan majalah meliputi pemilihan topik pada pada setiap rubrik serta penentuan kontributor yang akan menulis. Penyusunan kerangka kerja juga harus ditetapkan dengan seksama mempertimbangkan deadline penerbitan majalah, antara lain meliputi jadwal batas akhir penyetoran tulisan, proses layout, editing, hingga proses pencetakan.
11 2. Tahap Produksi, masing-masing kontributor menulis sesuai pembagian rubrik dilanjutkan proses layout, editing, pembuatan dummy hingga proses pencetakan. 3. Tahap Tindak lanjut sebagai tahapan terakhir meliputi penggunaan majalah dan evaluasi terhadap efektivitasnya sebagai perbaikan untuk edisi-edisi berikutnya.
Karakteristik APIP sebagai Khalayak Khalayak (public) adalah kelompok orang-orang yang berkomunikasi dengan suatu organisasi, baik secara internal maupun eksternal. Menurut definisi yang dirumuskan oleh IPR, istilah khalayak sengaja dituangkan ke dalam istilah yang bermakna majemuk yaitu public bukan khalayak dalam arti masyarakat luas. Dalam kalimat lain, kegiatan PR tersebut khusus diarahkan kepada khalayak terbatas atau pihak-pihak tertentu yang berbeda-beda dan masing-masing dengan cara yang berlainan. Dalam memilih khalayak, PR bersifat lebih diskriminatif, unsur atau segmen tertentu sengaja dipilih dalam rangka lebih mengefektifkan penerimaan pesan-pesan (Jefkins & Yadin 2014). Sesuai peran Pusdiklatwas BPKP sebagai penyelenggara pendidikan dan pelatihan bagi APIP, maka APIP merupakan khalayak yang harus menjadi sasaran utama dalam program humas. Menurut PP No 60 Tahun 2008 mengenai Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, APIP terdiri dari BPKP, Inspektorat Jenderal di kementerian, Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten yang bertugas melakukan pengawasan intern pemerintah dan harus memenuhi syarat kompetensi keahlian sebagai auditor melalui sertifikasi oleh instansi yang berwenang. APIP meliputi dua jenis jabatan fungsional yaitu Jabatan Fungsional Auditor (JFA) yang sertifikasi dan pembinaannya dilakukan oleh BPKP serta Pejabat Pengawas Urusan Pemerintahan Daerah (P2UPD) yang sertifikasi dan pembinaannya dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri. Sejak tanggal 30 November 2012 APIP juga telah mempunyai wadah profesi yang diberi nama Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia atau disingkat AAIPI. Sebagai kelengkapan dalam menunjang profesionalisme APIP, AAIPI juga telah menyusun standar audit, kode etik dan pedoman telaah sejawat (AAIPI 2014). Karakteristik APIP diduga merupakan salah satu peubah yang akan mempengaruhi sejauhmana efek yang media yang terjadi meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, komitmen organisasi, komitmen profesi dan motivasi untuk meningkatkan kompetensi. Komitmen organisasi APIP adalah terhadap unit kerja Inspektorat sebagai struktur organisasi di pemerintah daerah yang bertanggungjawab terhadap pengawasan internal seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Bagia et al. (2015) menyatakan komitmen organisasi merupakan perwujudan dari kerelaan seseorang dalam bentuk pengikatan diri dengan organisasi yang digambarkan oleh besarnya usaha (tenaga, waktu, dan pikiran) atau semangat belajar yang berkelanjutan untuk mencapai visi bersama. Komitmen organisasi sangat penting dan diperlukan dalam organisasi karena karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi pada organisasi akan cenderung memiliki sikap yang profesional dan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah disepakati.
12 Sebagai legalitas profesi auditor, APIP dituntut memiliki sertifikasi jabatan fungsional auditor melalui diklat JFA yang diselenggarakan Pusdiklatwas BPKP agar memenuhi standar kompetensi dan profesionalisme serta memperoleh penilaian kinerja yang terukur. Komitmen profesional adalah tingkat loyalitas individu pada profesinya seperti yang telah dipersepsikan oleh individu tersebut. Agar seseorang dapat berperilaku dengan baik, maka ia harus memperhatikan etika profesional yang diatur dalam kode etik. Etika profesional yaitu standar perilaku seseorang profesional yang dirancang untuk tujuan praktis dan idealistik sehingga mendorong perilaku seseorang yang ideal, bersifat realistis, dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum (Tranggono & Kartika 2008). Gibson dalam Tranggono & Kartika (2008) menyatakan bahwa motivasi merupakan hal yang mendorong individu ataupun kelompok untuk melakukan sesuatu perbuatan baik itu faktor dari dalam diri individu maupun faktor dari luar. Santrock dalam Bagia et al. (2015) melihat ranah motivasi ada dua, yaitu (1) motivasi intrinsik adalah keinginan dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu bermanfaat bagi dirinya; dan (2) motivasi ekstrinsik adalah keinginan untuk melakukan sesuatu yang lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari luar dirinya. Di samping itu, Ranto dalam Bagia et al. (2015) juga mengungkapkan bahwa motivasi adalah sesuatu hal yang merubah kita dari rasa jenuh menjadi rasa tertarik yang juga memberi semangat dan membimbing aktivitas. Motivasi untuk meningkatkan kompetensi dapat diartikan sebagai keinginan yang mendorong individu untuk meningkatkan kompetensinya baik berasal dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya.
Kebutuhan Informasi yang mendukung Kompetensi APIP Bauer dalam Sardi (2012) mengatakan ada beberapa sifat masyarakat yang mempengaruhi kebiasaan berinformasi dan yang relevan untuk memahami efek komunikasi. Satu di antaranya adalah intuisi kebutuhan (need cognition), suatu kebutuhan yang amat dekat hubungannya dengan rasa ingin tahu. Informasi dibutuhkan pengguna bertujuan untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan yang dapat mengubah sikap dan perilakunya (Sankarto & Permana dalam Sardi 2012). Menurut Alexis Tan (Black et al. 1998), tipologi kebutuhan dimana manusia dapat terpuaskan dengan mengkonsumsi media yang meliputi: 1. Kebutuhan Kognitif Kebutuhan terhadap informasi, pengetahuan, pemahaman lingkungan serta menghubungkan keingintahuan dengan eksplorasi. 2. Kebutuhan Afektif Kebutuhan untuk estetika, kesenangan dan pengalaman emosional, merupakan motivasi yang biasa terpuaskan melalui media. 3. Kebutuhan Integrasi Personal Kebutuhan untuk meningkatkan rasa percaya diri, kredibilitas, stabilitas dan status, tergantung dari hasrat seseorang dalam pencapaian diri. 4. Kebutuhan Integrasi Sosial Kebutuhan yang berhubungan dengan penguatan kontak dengan keluarga, teman, dan dunia tergantung hasrat seseorang dalam berafiliasi.
13 5. Kebutuhan Pelarian Kebutuhan yang berhubungan dengan menghindarkan tekanan, ketegangan, dan hasrat akan keanekaragaman. Amalia (2014) menyatakan motif informasi dalam penggunaan media internal menunjukkan pengaruh terhadap kepuasan informasi walaupun dengan kategori sangat rendah. Sosiawan (2011) menyatakan alasan penggunaan media internet sebagian besar adalah untuk mencari informasi, baru diikuti alasan untuk berkomunikasi, mencari hiburan dan lain-lain. Penelitian tersebut juga menunjukkan situs jaringan sosial mampu memberikan dukungan sosial dari sisi keterlibatannya dalam kelompok baik dalam konteks interaksi maupun dalam konteks komunikasi. Selain itu, juga mampu memberikan dukungan informasi serta dukungan emosional bagi penggunanya. Ainsworth et al. dalam Bagia et al. (2015) mendefinisikan kompetensi individu adalah kapasitas dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki oleh seorang karyawan yang relevan dengan standar pekerjaan yang akan dilakukan sehingga mampu melaksanakan pekerjaan yang telah dirancang bagi dirinya baik untuk saat ini maupun di masa yang akan datang. Penelitian Mayangsari dalam Zu’amah (2009) menunjukkan bahwa komponen kompetensi untuk auditor di Indonesia adalah: (1) Pengetahuan, yang merupakan komponen penting dalam suatu kompetensi. Pengetahuan ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur-prosedur dan pengalaman, (2) Ciri-ciri psikologi, seperti kemampuan berkomunikasi, kreativitas, kemampuan bekerja sama dengan orang lain. Professional Practice Framework (PPF) yang diterbitkan oleh IIA dalam Wibowo (2012), menyebutkan salah satu attribute standar bagi pengawas intern adalah proficiency (kecakapan) dan due professional care (menjaga sikap profesional). Proficiency diartikan bahwa pengawas intern harus memiliki pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan kompetensi lain yang dibutuhkan untuk menjalankan tanggung jawabnya dengan kinerja yang baik. Aktivitas pengawasan intern secara kolektif harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan kompetensi lain yang dibutuhkan untuk menjalankan tanggung jawabnya dengan baik. Due professional care diartikan sebagai pengawas internal harus menerapkan kepedulian dan memiliki ketrampilan sebagai pengawas intern yang kompeten dan hati-hati. Hal ini bukan berarti tidak mungkin berbuat salah. Selain itu pengawas intern harus selalu mengasah pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi lain melalui continuing professional development (Wibowo 2012). Kompetensi APIP (BPKP 2014) disesuaikan dengan tanggung jawab jabatan yang diembannya. Semakin tinggi jabatan memerlukan kompetensi yang lebih tinggi. Auditor dengan jabatan yang lebih tinggi diharapkan lebih memiliki kompetensi untuk melaksanakan peran consulting, serta peran membantu manajemen unit APIP mengelola kegiatan APIP. Sebaliknya Auditor dengan jabatan yang lebih rendah diharapkan memiliki kompetensi teknis atas pelaksanaan kegiatan yang bersifat assurance. Kompetensi teknis pengawasan merupakan kompetensi yang terkait dengan persyaratan untuk dapat melaksanakan penugasan pengawasan sesuai dengan jenjang jabatannya. Kompetensi yang harus dimiliki oleh Auditor meliputi tujuh bidang kompetensi (BPKP 2014 ) berikut:
14 1. Bidang Manajemen Risiko, Pengendalian Intern, dan Tata Kelola Sektor Publik, yaitu kompetensi Auditor yang terkait dengan pemahaman atas risiko, pengendalian, dan tata kelola sektor publik dan bagaimana ketiga unsur tersebut terkait dengan fungsi audit intern. 2. Bidang Strategi Pengawasan yaitu kompetensi Auditor terkait dengan bagaimana tujuan pengawasan dicapai secara efektif serta teknik dan metode pengawasan yang tepat untuk digunakan. 3. Bidang Pelaporan Hasil Pengawasan, yaitu kompetensi Auditor yang terkait dengan kegiatan pelaporan guna mengomunikasikan hasil pengawasan sehingga memungkinkan dilakukannya perbaikan/peningkatan atas manajemen risiko, pengendalian intern, dan tata kelola organisasi agar pengawasan benar-benar dapat memberikan nilai tambah bagi organisasi. 4. Kompetensi Bidang Sikap Profesional merupakan kompetensi Auditor yang terkait dengan kemampuan untuk mengikuti perkembangan lingkungan dan proses bisnis organisasi, serta perkembangan profesi Auditor intern yang mempengaruhi pelaksanaan audit intern sesuai standar dan kode etik yang berlaku. 5. Kompetensi Bidang Komunikasi merupakan kompetensi Auditor yang terkait dengan kemampuan berkomunikasi secara jelas dan dapat dimengerti. 6. Kompetensi Bidang Lingkungan Pemerintahan merupakan kompetensi Auditor yang terkait dengan pemahaman atas faktor-faktor dan isu-isu terkait pemerintahan baik pusat maupun daerah yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pengawasan. 7. Kompetensi Bidang Manajemen Pengawasan merupakan kompetensi yang terkait dengan kemampuan dalam mengelola pengawasan sehingga tujuan pengawasan dapat tercapai. Penelitian ini menganalisis sejauhmana pengaruh kebutuhan pembaca majalah KP khususnya kebutuhan kognitif berupa informasi yang mampu menunjang peningkatan kompetensi terhadap efek majalah dan citra organisasi. Dikelompokkan ke dalam kebutuhan mengenai perkembangan pengetahuan di bidang pengawasan internal, profesi auditor internal, kebijakan pemerintah, serta hasil penelitian.
Penilaian Efektivitas Media Majalah Bertrand (1978) menyatakan sebuah media dalam mencapai efektifitas dalam penyampaian pesan sesuai tujuan yang yang diharapkan harus memenuhi unsur berikut: 1. Daya Tarik (Attraction) Sebuah media harus mampu mendesain pesan yang menarik perhatian dan disukai target audiens. 2. Pemahaman (Comprehension) Desain pesan juga harus mudah dipahami oleh target audiens. 3. Penerimaan (Acceptability) Desain pesan juga harus menghindari hal-hal yang bertentangan dengan nilainilai yang berlaku pada suatu daerah atau komunitas, sehingga dapat diterima dengan baik.
15 4. Keterlibatan diri (Self involvement) Desain pesan juga harus mampu menjadikan target audiens merasa terlibat dalam topik yang diulas. Penelitian Nurhaida et al. (2007) menunjukkan penggunaan media cerita bergambar (cergam) Wanatani pada petani kopi di Lampung mencapai keberhasilan mengatasi hambatan literasi. Faktor utama yang berpengaruh adalah faktor daya tarik (Attraction) khususnya pada penggunaan gambar yang mempermudah pemahaman (Comprehension) pembaca. Faktor penerimaan (Acceptability) dan keterlibatan diri (Self involvement) juga memperoleh nilai tinggi, sehingga turut mendukung efektivitas cergam tersebut. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan majalah adalah mutu media. Mutu konten majalah (Tsourvakas et al., dan Dominick dalam Delia 2012) meliputi: 1. Pemilihan Topik Sebagai produk yang menjual informasi, isi suatu majalah merupakan salah satu faktor signifikan penentu mutu majalah sebagai sebuah produk. Suatu majalah yang baik dan memuaskan harus memiliki artikel dengan topik yang aktual, terkini dan relevan dengan apa yang dialami pembaca. 2. Kredibilitas dan Reliabilitas Artikel Informasi yang akurat, edukatif, dan bisa diandalkan merupakan indikator keandalan suatu majalah yang membuat majalah tersebut bisa dipercaya oleh pembacanya. 3. Gaya Bahasa Beda target pembaca, beda pula gaya bahasanya. Oleh karena itu, penting bagi suatu majalah untuk menyesuaikan gaya bahasa dengan usia pembaca agar pembaca bisa dengan mudah memahami apa yang dibicarakan dalam majalah. 4. Kedalaman Penyajian Informasi Analisis yang lengkap, menyeluruh dan menjawab pertanyaan pembaca menjadi salah satu aspek yang diperhatikan saat menilai mutu konten majalah. Apabila suatu topik menarik dan relevan namun tidak dibahas secara mendalam atau in-depth, maka pembaca akan merasa kurang mendapat informasi yang pada akhirnya berpengaruh terhadap persepsi mereka terhadap majalah tersebut. 5. Konsistensi Penyajian Artikel Majalah yang baik adalah majalah yang dapat secara konsisten menyajikan isi majalah sesuai apa yang diinginkan dan dibutuhkan pembaca. 6. Keanekaragaman Topik Pengulangan topik atau topik mirip-mirip dapat menimbulkan kebosanan. Suatu majalah harus bisa memilih dan memilah topik yang variatif untuk memenuhi kebutuhan pembaca yang juga berbeda-beda. 7. Sosok yang Menjadi Cover Majalah Sampul adalah hal pertama yang dilihat oleh pembaca, sosok yang ditampilkan di sampul majalah harus mempunyai nilai jual, cerita baru atau kelebihan tertentu yang membuat orang tertarik untuk membaca lebih lanjut. 8. Layout Artikel dan Foto-foto Ilustrasi Hal ini termasuk ke dalam aspek estetika. Estetika dan desain merupakan salah satu indikator kualitas produk. Majalah yang bagus secara estetika adalah majalah yang tata letak dan layout artikelnya (termasuk penggunaan warna
16 dan huruf) enak dipandang, serta foto-foto ilustrasi yang sesuai dengan isi artikel. 9. Mutu Teknis Mutu teknis mencakup mutu kertas dan mutu sampul. Hal ini turut mencerminkan tingkat keawetan majalah. Peubah penilaian efektivitas majalah diukur berdasarkan daya tarik yang meliputi unsur-unsur mutu konten majalah seperti pemilihan topik, gaya bahasa, kedalaman informasi, serta desain majalah yang terdiri dari cover, lay out, huruf dan ilustrasi; pemahaman; keterlibatan diri dan penerimaan.
Selektivitas Melvin DeFleur (Black et al. 1998) menyatakan studi mengenai persepsi manusia menemukan bahwa nilai-nilai individu, kebutuhan, keyakinan dan sikap merupakan unsur yang memengaruhi bagaimana seseorang akan memilih stimulus dari meningkatnya media dan dalam mengartikan stimulus tersebut. Selanjutnya, DeFleur menyimpulkan bahwa perhatian selektif dan terpaan selektif dipengaruhi mekanisme psikologis yang memodifikasi model stimulus respon pada komunikasi massa. Individu diketahui akan memilih pesan berkaitan dengan minat, konsisten dengan keyakinan dan mendukung nilai-nilai yang dianutnya. Sama halnya dengan temuan individu yang menghindari pesan yang bertentangan dengan minat, sikap, keyakinan dan nilai yang dianut. Selektif persepsi adalah kecenderungan manusia untuk mengadaptasikan pesan media untuk memenuhi preferensi mereka. Definisi persepsi menurut Berelson dan Steiner dalam Black et al. (1998) adalah sebuah proses yang kompleks dimana manusia memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulasi sensor ke dalam makna dan gambaran tentang dunia. Persepsi dipengaruhi faktor psikologis meliputi prasangka yang berdasarkan pengalaman, harapan kultural, motivasi, moods dan sikap. Hal ini menyebabkan terjadinya kesalahan dalam menerima dan menginterpretasikan pesan sehingga akan mengurangi potensi pembagian makna yang bermanfaat. Selektif ingatan adalah kecenderungan orang dalam mengingat pesan yang ingin diterima dibanding pesan yang ingin ditolak. Faktor yang memengaruhi proses selektif ini adalah konsistensi pesan dengan sikap dan pengalaman, anggapan pentingnya pesan tersebut untuk digunakan, intensitas pesan, serta media yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Hal ini juga akan menyebabkan distorsi pesan. Pengaruh selektivitas dalam komunikasi politik menunjukkan massa sebuah partai hanya mau mendengarkan pesan-pesan kampanye yang disampaikan oleh partai atau tokoh yang mereka percayai. Selain itu, publik/individu yang menjadi target periklanan politik tidak dapat mengingat semua pesan yang disampaikan. Shanto Iyengar menyatakan hanya pesan-pesan yang dianggap sesuai dengan sikap, nilai dan kepentingan saja yang masuk ke dalam memori seseorang (Zulfebriges dalam Haryati 2007). Sunarwan (2013) menyatakan dimensi selektivitas menyangkut isi media yang diseleksi, jenis media yang dipilih dan terpaan media (kekerapannya dalam menggunakan/mengakses media). Penelitian Sunarwan (2013) menunjukkan
17 hanya sebagian kecil (31,2 persen) penerima Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang mengakses internet, dengan jenis informasi terbanyak di bidang ekonomi (22 persen). Namun, akses informasi mengenai pemberdayaan masyarakat justru kecil (3,9 persen) dan sebagian besar melalui website pemerintah. Pemilihan media menunjukkan Laptop yang paling banyak digunakan (36,6 persen) dan saluran yang digunakan sebagian besar melalui Facebook (57,3 persen). Dalam penelitian ini selektivitas berupa frekuensi membaca dan jumlah artikel yang dibaca. Semakin tinggi frekuensi dan jumlah artikel yang dibaca diduga akan berpengaruh terhadap efek majalah KP dan citra organisasi.
Efek Media Chaffe dalam Rakhmat (2003) melihat efek media massa dalam tiga pendekatan. Pertama pendekatan yang membatasi efek hanya selama berkaitan dengan pesan media, akan mengesampingkan banyak sekali pengaruh media massa. Pendekatan kedua adalah melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa meliputi penerimaan informasi, perubahan perasaan atau sikap, dan perubahan perilaku atau dengan istilah lain, perubahan kognitif, afektif dan behavioral. Pendekatan ketiga meninjau satuan observasi yang dikenai efek komunikasi massa, yaitu individu, kelompok, organisasi, masyarakat atau bangsa. Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi. Efek afektif timbul jika perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap atau nilai. Sedangkan efek behavioral merujuk kepada perilaku nyata yang dapat diamati yang meliputi pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berperilaku. Dari berbagai studi yang pernah dilakukan terhadap pengaruh dalam komunikasi, ditemukan bahwa komunikasi massa cenderung lebih banyak memengaruhi pengetahuan dan tingkat kesadaran seseorang, sedangkan komunikasi antar pribadi cenderung berpengaruh pada sikap dan perilaku seseorang (Cangara 2007). Denham (2006) menyatakan media mempunyai kapasitas untuk memengaruhi pengetahuan dan sikap mengenai bahaya penggunaan doping, namun sebaiknya lebih menekankan kepada fakta ilmiah. Penelitian Pankratow et al. (2013) juga membuktikan konsumsi media khususnya pesan melalui majalah kesehatan mampu mempengaruhi motivasi berolahraga untuk alasan kesehatan tidak hanya untuk mencapai bentuk tubuh yang sempurna. Tidak hanya membawa dampak positif, sebaliknya media juga mampu membawa memberi efek negatif. Penelitian Aloise-Young et al. (2006) menyatakan paparan iklan rokok di majalah dan kesadaran mengenai hal tersebut mampu menambah tekanan teman sebaya dalam merokok. Selain itu, citra positif perokok juga berhubungan dengan perhatian terhadap iklan dan dimediasi hubungan antara perhatian dan merokok. Nasution (2009) menyatakan media massa dapat memberikan pendidikan politik berupa pengetahuan melalui berita-berita politik yang dikonstruksi
18 menimbulkan efek kognitif. Bila dilakukan terus-menerus dapat menimbulkan efek afektif dan berlanjut pada efek kognatif, yaitu perilaku partisipatif untuk menjalankan kehidupan demokrasi yang baik. Penelitian ini membatasi efek majalah hanya pada efek kognitif dan efek afektif mengingat adanya keterbatasan peneliti. Majalah KP diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan sikap APIP agar semakin kompeten dalam menjalankan tugas pengawasan khususnya pendeteksian dan pencegahan fraud.
Citra Organisasi Menciptakan dan memelihara citra positif organisasi merupakan tujuan mendasar dari kegiatan PR. Citra menurut Kasali (2005) adalah kesan yang timbul karena pemahaman akan suatu kenyataan. Pemahaman yang berasal dari suatu informasi yang tidak lengkap juga akan menghasilkan citra yang tidak sempurna. Lebih lanjut, Jefkins dan Yadin (2014) menguraikan citra meliputi lima kategori, yaitu citra bayangan, citra yang berlaku, citra yang diharapkan, citra perusahaan dan citra majemuk. Citra bayangan adalah citra yang melekat pada anggota organisasi, biasanya pemimpinnya mengenai anggapan orang luar terhadap organisasinya dan seringkali hanya sebuah ilusi, karena tidak memadainya informasi, pengetahuan maupun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan organisasi. Citra yang berlaku merupakan kebalikan citra bayangan, yaitu merupakan citra atau pandangan dari pihak luar mengenai suatu organisasi. Biasanya juga jarang sesuai dengan kenyataan, karena semata-mata terbentuk oleh pengalaman atau pengetahuan orang luar yang serba terbatas. Selanjutnya citra yang diharapkan adalah citra yang diinginkan pihak manajemen. Keempat, citra perusahaan adalah citra dari organisasi secara keseluruhan, bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya namun terbentuk dari banyak hal seperti sejarah, mutu produk dan hubungan dengan stakeholder. Terakhir citra majemuk adalah citra organisasi secara keseluruhan yang dipengaruhi banyaknya pegawai, cabang atau perwakilan organisasi. Wasesa dan Macnamara (2010) berpendapat bahwa terbentuknya citra perusahaan adalah adanya persepsi (berkembang di benak publik) terhadap realitas (muncul di media). Persepsi-Realitas-Citra harus dibangun dengan fondasi kredibilitas, jika tidak hanya akan membangun citra lemah. Risiko yang diakibatkan oleh informasi tidak kredibel adalah celah yang bisa dilihat publik, termasuk pihak lain yang memiliki kepentingan berseberangan, untuk kemudian membalik citra menjadi negatif dengan mudah. Hasil penelitian Rombe (2011) menyatakan adanya hubungan antara citra dengan kepercayaan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian dari Ball et al. (2004) dalam Rombe (2011) bahwa citra perusahaan semakin baik akan meningkatkan kepercayaan pelanggannya, kepercayaan pelanggan pada perusahaan jasa ditentukan oleh persepsi kredibilitas dan reputasi perusahaan yang merupakan manifestasi dari citra perusahaan. Nova (2011) menjelaskan bahwa citra dapat ditanamkan dan disebarluaskan lewat segala media komunikasi. Pasaribu (2015) menyatakan bahwa penggunaan media internal berbentuk portal mempunyai hubungan kuat dan positif terhadap citra perusahaan.
19 Penerbitan jurnal internal semi eksternal berbentuk majalah ilmiah Kampus Pengawasan oleh Humas Pusdiklatwas BPKP diharapkan mampu memelihara dan meningkatkan citra positif organisasi. Citra positif baik mengenai kualitas penyelenggaraan diklat maupun kompetensi dan profesionalisme widyaiswara akan mempengaruhi hubungan dan kepercayaan APIP sebagai stakeholder utama Pusdiklatwas BPKP.
Teori Uses and Effect Sven Windahl dalam West dan Turner (2007) menyebut kombinasi dari teori Uses and Gratifications dan tradisi efek menjadi model Uses and Effect. Perbedaan utama dua tradisi tersebut bahwa peneliti efek media lebih memperhatikan proses komunikasi massa dari sisi komunikator sedangkan peneliti Uses justru memulai dari audiens. Windahl berpendapat hal tersebut akan lebih bermanfaat dengan menekankan pada persamaannya bukan perbedaaannya, salah satu persamaannya bahwa keduanya berusaha untuk menjelaskan dampak/konsekuensi dari komunikasi massa seperti sikap atau persepsi, perubahan kebiasaan maupun efek sosial seperti kesenjangan pengetahuan (Windahl dalam Bryant & Zillmann 2002). Senada dengan hal tersebut, Philip Palmgreen et al. dalam West dan Turner (2007) menyatakan bahwa berbagai gratifikasi audiens (baik yang diharapkan maupun yang diperoleh) adalah terhubung dengan luasnya spektrum efek media, meliputi pengetahuan, ketergantungan, sikap, persepsi terhadap realitas sosial, agenda setting, diskusi dan berbagai peubah efek politik. Dengan kata lain, hanya ketika audiens aktif akan menentukan sendiri media massa yang digunakan dan gratifikasi yang dicari, sehingga efek bisa dan dapat terjadi. Dalam teori Uses and Effect, kebutuhan hanya menjadi salah satu faktor dalam menentukan penggunaan media. Karakteristik individual, harapan dan persepsi terhadap media, serta tingkat aksesbilitas terhadap media mempengaruhi keputusan penggunaan media (Windahl dalam Hamad et al. 2001). Ketika menentukan efek media, teori Uses and Effect menganggap bahwa efek berasal sebagian dari penggunaan isi media (dengan pengguna sebagai mediator konten tersebut) dan sebagian lagi dari sifat penggunaan media tersebut. Dampak media terhadap konsumsi media oleh individu mengalir dari isi dan jenis media (efek) dan bagaimana penggunaannya (konsekuensi), sehingga kedua unsur tersebut tidak bisa dipisahkan. Kedua proses bekerja secara simultan dan secara bersamaan menimbulkan efek yang disebut conseffects atau kombinasi konsekuensi dan efek (Hamad et al. 2001).
Fraud Menurut The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) dalam Sulastri dan Simanjuntak (2014), fraud adalah: “perbuatan-perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu (manipulasi atau memberi laporan keliru terhadap pihak lain) dilakukan orang-orang dari dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok
20 yang secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain. ACFE dalam Sulastri dan Simanjuntak (2014) membagi fraud dalam tiga jenis berdasarkan perbuatan, yaitu: 1. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud). 2. Penyalahgunaan Aset (Asset Misappropriation). 3. Korupsi (Corruption). Klasifikasi fraud tersebut dikenal dengan istilah “Fraud Tree” atau Uniform Occupational Fraud Classification System. Menurut teori Fraud Triangle Cressey dalam Tuanakotta (2007), kecurangan (fraud) disebabkan oleh tiga faktor, yaitu (1) Tekanan (Pressure), (2) Peluang (Opportunity) dan (3) Rasionalisasi (Rationalization) diuraikan berikut: 1. Tekanan (pressure) adalah motivasi dari individu karyawan untuk bertindak fraud, dikarenakan adanya tekanan baik keuangan dan non keuangan, tekanan dari pribadi maupun tekanan dari organisasi kepemimpinan, tugas yang terlalu berat, dan lain-lain). 2. Peluang (opportunity), adalah peluang terjadinya fraud akibat lemah atau tidaknya efektifitas kontrol, sehingga membuka peluang terjadinya fraud. Disini dimaksudkan adanya faktor penyebab fraud yang disebabkan adanya kelemahan di dalam suatu organisasi antara lain kelemahan sistem, kebijakan, prosedur, proses, dan lainnya yang mengakibatkan seorang karyawan mempunyai kuasa atau kemampuan untuk memanfaatkan kelemahan yang ada, sehingga ia dapat melakukan perbuatan curang. 3. Pembenaran (Rationalization) adalah sikap atau proses berfikir dengan pertimbangan moral dari individu karyawan untuk merasionalkan tindakan kecurangan. Fraud terjadi karena kondisi nilai-nilai etika lokal yang mendorong (membolehkan) terjadinya fraud. Pertimbangan perilaku kecurangan sebagai konsekuensi dari kesenjangan integritas pribadi karyawan atau penalaran moral yang lain. Rasionalisasi terjadi dalam hal seseorang atau sekelompok orang membangun pembenaran atas kecurangan yang dilakukan. Pelaku fraud biasanya mencari alasan pembenaran bahwa yang dilakukannya bukan pencurian atau kecurangan. Albrecht et al. dalam Anugerah (2014) menyatakan, Red flags adalah keadaan/kondisi yang tidak biasa atau janggal atau berbeda dengan keadaan normal. Red flags merupakan indikator (symptons) yang menunjukkan sesuatu yang tidak biasa telah terjadi dan memerlukan penyidikan lebih lanjut. Namun red flags tersebut tidak semestinya menunjukkan seseorang bersalah atau tidak, tapi merupakan tanda-tanda yang memperingatkan mungkin fraud telah terjadi. Untuk mendeteksi fraud, manajer, auditor, pegawai dan pemeriksa harus mempelajari indikator/tanda-tanda atau symptons (red flags) dan mengejarnya (menindak lanjutinya) sampai semua bukti terkumpul. Pemeriksa harus menemukan apakah tanda-tanda tersebut merupakan hasil dari suatu tindakan fraud atau hal yang lain. Keberadaan tanda-tanda fraud harusnya dapat disadari dan selanjutnya menjadi indikator yang dapat ditindaklanjuti untuk menemukan dan membuktikan adanya fraud. Tanda-tanda terjadinya fraud dapat dikelompokkan menjadi enam kelompok (Albrecht et al. dalam Anugerah 2014), yakni: 1. Accounting anomalies. Misalnya, penggunaan dokumen fotokopian, pembatalan pembayaran atau kredit yang berlebihan, akun jatuh tempo yang berlebihan dan meningkatnya item rekonsiliasi.
21 2. Internal control weaknesses, meliputi kelemahan pada lingkungan pengendalian, sistem akuntansi, aktivitas pengendalian dan prosedur. Misalnya, tidak ada pemisahan fungsi dan tanggungjawab yang jelas, kurangnya pengamanan fisik aset, kurangnya checking yang independen, kurangnya otorisasi, kurangnya pencatatan dokumen yang memadai serta sistem akuntansi yang tidak memadai. 3. Analytical anomalies adalah prosedur-prosedur atau hubungan-hubungan, kejadian-kejadian yang tidak biasa dan masuk akal. Meliputi transaksitransaksi atau kejadian yang terjadi pada waktu dan tempat yang tidak biasa, yang melibatkan orang-orang yang biasanya terlibat dalam transaksi atau kejadian tersebut. Misalnya prosedur, kebijakan atau praktik-praktik yang tidak biasa, kekurangan/kelebihan kas, perubahan volume atau harga yang tidak masuk akal. 4. Extravagant lifestyle, adalah gaya hidup mewah. Perubahan gaya hidup seseorang (pegawai atau pimpinan) yang sebelumnya biasa-biasa saja, kemudian menjadi bergaya hidup mewah dengan mobil baru, pergi ke luar negeri dan sebagainya, merupakan pertanda/indikator yang perlu ditindaklanjuti kemungkinan terjadinya fraud. 5. Unusual behavior, adalah perilaku yang tidak biasa. Penelitian psikologi menunjukkan bahwa ketika seseorang melakukan fraud (terutama untuk yang pertama kali) pelaku akan diliputi rasa bersalah dan ketakutan, dan akan menjadi stress. Seterusnya si pelaku ini akan berkelakuan berbeda dari biasa, untuk menutupi perasaan atau rasa stress tersebut. 6. Tips and complaints, meliputi informasi dan pengaduan-pengaduan tentang kemungkinan terjadinya fraud. Skema fraud yang terjadi di entitas pemerintah cukup banyak dan beragam, dari sumber BPKP dalam Sukanto (2007) menjabarkan secara rinci tindak kecurangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dari segi pengeluaran maupun pemasukan sebagai berikut: Dari segi penerimaan: 1. Rendahnya anggaran penerimaan pajak, PBB, Bea Cukai, retribusi dan pajak lainnya dibanding potensi yang tersedia. 2. Manipulasi restitusi pajak. 3. Laporan SPT pajak bulanan maupun tahunan yang tidak sesuai dengan potensi pajak yang sesungguhnya. 4. Kesalahan pengenaan tarif pajak maupun bea. 5. Pembebasan pajak atas bahan baku impor tujuan ekspor tidak sesuai data sesungguhnya. 6. Perusahaan yang ditunjuk oleh pemerintah pusat /daerah memperkecil data volume produksi pertambangan atau hasil alam. 7. Memperbesar biaya cost recovery, sehingga setoran hasil menjadi berkurang. 8. Kontrak pembagian hasil atas tambang yang merugikan negara. 9. Pemegang Hak Penguasaan Hutan (HPH) maupun masyarakat mengeksploitasi hutan di luar kewilayahannya. 10. Penjualan aset pemerintah tidak berdasar harga wajar atau harga pasar. 11. Pelaksanaan tukar guling (ruislaag) yang merugikan negara dan pemanfaatan tanah negara yang harga sewanya tidak wajar (di bawah harga pasar).
22 12. Penerimaan yang seharusnya masuk ke rekening kas negara, namun masuk ke rekening atas nama pejabat atau perorangan, meskipun pejabat tersebut pimpinan instansi yang bersangkutan, namun cara ini berpotensi merugikan negara. Dari segi pengeluaran: 1. Pengeluaran belanja/jasa atau perjalanan dinas barang fiktif. 2. Pembayaran ganda pejabat atau pegawai yang diperbantukan. 3. Penggelembungan (mark-up) harga, atau harga patokan terlalu mahal dibandingkan harga pasar. 4. Pelaksanaan sistem tender, penunjukan rekanan dan atau konsultan, persyaratan kualifikasi, dan lain-lain tidak sesuai standar prosedur, atau sesuai prosedur tetapi hanya memenuhi persyaratan formalitas. 5. Pemenang tender mensubkontrakkan pekerjaannya kepada pihak ketiga, sehingga posisi rekanan tidak lebih sebagai broker semata. 6. Rekanan atau konsultan tidak mampu melaksanakan pekerjaannya sesuai jadwal yang ditetapkan. 7. Pekerjaan atau barang yang dihasilkan tidak sesuai spesifikasi. 8. Program bantuan sosial atau penanggulangan bencana yang salah sasaran. 9. Adanya “percaloan” dalam pengurusan alokasi dana, sehingga instansi atau daerah yang ingin mendapatkan alokasi anggaran perlu mencadangkan dana untuk komisi. 10. Biaya yang terlalu tinggi pada penunjukan konsultan keuangan, akuntan, underwriter, dan penggunaan tenaga profesional lainnya terkait dengan program pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 11. Privatisasi BUMN yang merugikan negara. 12. Biaya restrukturisasi, bantuan likuiditas dan biaya lain-lain yang sejenis yang merugikan negara. Mustikasari (2013) menganalisis persepsi pegawai di instansi pemerintahan tentang pengaruh penegakan hukum/peraturan, keefektivan pengendalian internal, asimetri informasi, kesesuaian kompensasi, keadilan prosedural, budaya etis manajemen dan komitmen organisasi terhadap fraud. Hasil penelitiannya menunjukkan pengaruh negatif antara penegakan hukum, keefektifan pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, budaya etis manajemen dan komitmen organisasi dengan kecurangan (fraud) di pemerintahan. Selain itu terdapat pengaruh positif antara asimetri informasi dengan fraud, sedangkan keadilan prosedural tidak berpengaruh terhadap fraud. Hal tersebut diperkuat penelitian Sulastri dan Simanjuntak (2014) yang menyimpulkan bahwa peubah keadilan kompensasi dan sistem pengendalian internal memiliki pengaruh negatif terhadap fraud di sektor pemerintahan, sebaliknya peubah etika organisasi tidak memiliki pengaruh. Strategi penanggulangan fraud di sektor pemerintahan dapat dilakukan dengan kombinasi strategi represif (penindakan) dan preventif (pencegahan). Kehandalan APIP sebagai bagian penting dari Sistem Pengendalian Internal Pemerintah menjadi penentu keberhasilan pencegahan fraud di sektor pemerintahan.
23 Hasil Penelitian yang telah Dilakukan dan State of The Art Penelitian mengenai penggunaan media berbentuk majalah ilmiah masih jarang dilakukan. Penelitian Labbe dan Fortner (2001) mengenai majalah lingkungan E/The Environmental Magazine menyimpulkan pelanggan menggunakan majalah sebagai alat memperkuat keyakinan dan nilai atau penggunaan untuk identitas pribadi, serta setidaknya untuk memperkuat kebiasaan yang telah ada. Majalah dinilai telah memenuhi kebutuhan informasi pelanggan dengan baik. Penelitian juga menunjukkan pelanggan majalah lebih memilih media khusus dibanding media umum dalam memperoleh informasi yang reliabel. Penelitian Delia (2012) mengenai majalah, khususnya meneliti bagaimana faktor mutu konten, kepuasan pembaca dan kegiatan promosional memengaruhi loyalitas pembaca terhadap majalah wanita. Delia menyimpulkan persepsi terhadap mutu konten, kepuasan pembaca dan persepsi terhadap promosi mempunyai pengaruh kuat terhadap loyalitas pembaca majalah wanita. Peubah yang paling menentukan loyalitas adalah mutu artikel dari majalah tersebut, baik mencakup pemilihan topik, mutu artikel, keandalan isi artikel hingga aspek estetika. Oleh karena itu, tim redaksi selaku pihak yang bertanggungjawab atas isi atau konten dari majalah harus bisa menyajikan majalah yang sesuai dengan ekspetasi pembaca. Penelitian Hamad et al. (2001) mengenai penggunaan teori Uses and Effect pada hubungan konsumsi informasi politik media massa oleh mahasiswa terhadap partisipasi politiknya. Hasilnya menunjukkan walaupun ada hubungan namun tidak kuat, terdapat faktor lain yang lebih berpengaruh yaitu keluarga, teman, kampus, afiliasi dan partai politik. Al Shami (2013) dengan menggunakan teori Uses and Effect serta Model Hall perihal encoding dan decoding, menyimpulkan bahwa program keagamaan di televisi mempunyai pengaruh yang paling utama pada aspek emosional diikuti dampak normatif dan perilaku. Studi ini mengidentifikasi beberapa penggunaan saluran dan program keagamaan antara lain: untuk mendengarkan Al Quran, mencari nasehat dan bimbingan Islam, memperkuat kepatuhan terhadap hukum Islam, belajar mengenai nilai-nilai Islam dan perilaku yang tepat dalam kehidupan secara umum serta mencari tahu masalah riil saat ini dan bagaimana menanganinya dari perspektif Islam. Kegunaan lain yaitu untuk mencari ketenangan dan kepastian dengan melakukan hal-hal yang diridhoi Allah SWT. Yusnita (2015) melakukan penelitian mengenai penggunaan buklet pembuatan pupuk organik cair pada siswa Sekolah Dasar (SD) menggunakan metode True Experimental dengan desain faktorial 2x2. Dengan menggunakan rancangan Pretest Posttest Control Group sehingga terdapat lima kelompok yang dipilih secara acak dimana empat kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol. Hasil penelitian eksperimen ini adalah: (1) Foto digital merupakan jenis visualisasi paling efektif, (2) Himbauan emosional merupakan himbauan pesan yang paling efektif, (3) Kombinasi pesan yang paling efektif pada buklet pembuatan pupuk organik cair adalah kombinasi antara foto digital dengan himbauan emosional, (4) Karakteristik individu tidak berkorelasi dengan peningkatan pengetahuan siswa. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Labbe dan Fortner (2001) dan Delia (2012) adalah obyek penelitian berupa majalah, sedangkan kesesuaian dengan penelitian Hamad et al. (2001) dan Al Shami (2013) adalah penggunaan
24 teori Uses and Effect. Keempat penelitian tersebut menggunakan metode survey, adapun penelitian ini merupakan penelitian eksperimen serupa dengan penelitian Yusnita (2015) hanya berbeda desain dimana penelitian ini quasy eksperiment sedangkan Yusnita (2015) menggunakan desain true eksperiment.
Kerangka Berpikir Dalam proses pembangunan, birokrasi menjadi faktor penting yang mampu mempercepat ataupun menghambat pencapaian tujuan pembangunan. Program reformasi birokrasi merupakan program jangka panjang untuk memperbaiki sistem dan kapabilitas birokrat baik kompetensi maupun profesionalitasnya. Penggunaan media dalam mendukung upaya tersebut terus dilakukan baik oleh media massa sebagai pengontrol pemerintah maupun oleh pemerintah sendiri dalam bentuk media internal semi eksternal. Salah satunya pada program peningkatan akuntabilitas dan transparansi yang difokuskan kepada penguatan APIP khususnya peningkatan kompetensi APIP dan meningkatkan citra organisasi, Pusdiklatwas BPKP telah menerbitkan majalah ilmiah KP. Mengingat masih tingginya tingkat korupsi (fraud) hingga kini yang membutuhkan peningkatan kompetensi APIP dalam pencegahan dan pendeteksian fraud, maka penelitian ini menggunakan majalah ilmiah KP edisi 4/2016 berjudul “Mencegah dan Mendeteksi Fraud”. Teori Uses and Effect pada dasarnya teori untuk mengetahui bagaimana pengaruh media baik yang diakibatkan penggunaannya oleh pembaca maupun konten media itu sendiri yang berproses secara simultan, baik berupa efek maupun konsekuensi. Kebutuhan juga bukan merupakan satu-satunya penyebab penggunaan media melainkan juga dipengaruhi karateristik individual, harapan dan persepsi terhadap media serta tingkat aksesbilitas terhadap media. Penggunaan media khususnya dalam bentuk majalah KP kepada APIP yang merupakan peserta diklat pada Pusdiklatwas BPKP diharapkan mampu memberikan efek berupa peningkatan pengetahuan dan sikap serta citra organisasi. Terdapat beberapa faktor yang dapat berpengaruh, salah satunya karakteristik APIP meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, komitmen terhadap organisasi, komitmen terhadap profesi serta motivasi meningkatkan kompetensi. Selain itu, juga terdapat faktor kebutuhan informasi khususnya kognitif menyangkut informasi yang mampu menunjang peningkatan kompetensi APIP. Jenis-jenis kebutuhan informasi penunjang kompetensi antara lain: perkembangan pengetahuan di bidang pengawasan internal, profesi auditor internal, kebijakan pemerintah, serta hasil penelitian. Efektivitas majalah dan selektivitas APIP juga dapat mempengaruhi efek media. Penilaian efektivitas media meliputi daya tarik pada seluruh unsur majalah baik pemilihan topik, gaya bahasa, kedalaman informasi, serta desain majalah yang meliputi cover majalah serta layout & foto; pemahaman; penerimaan serta keterlibatan diri sedangkan selektivitas dapat berupa selektivitas perhatian, terpaan, persepsi dan ingatan yang dipengaruhi minat, sikap, keyakinan, pengalaman, harapan, moods dan motivasi terhadap majalah. Selektivitas pembaca dapat diukur dari frekuensi membaca dan jumlah rubrik yang dibaca.
25 Efek majalah diukur meliputi peningkatan pengetahuan dan sikap APIP tentang fraud sebagai akibat dari perlakuan pemberian majalah sedangkan citra organisasi diukur meliputi profesionalitas lembaga dan profesionalitas pengajar. Berdasarkan hal tersebut, maka disajikan kerangka berpikir berikut:
Materi tentang Fraud dan kinerja Pusdiklatwas BPKP
diformat dalam bentuk majalah
Media Majalah Kampus Pengawasan
APIP (Peserta diklat) sebagai responden perlakuan
Karakteristik Pembaca 1. Umur 2. Jenis kelamin Peubah bebas 3. Pendidikan 4. Penghasilan 5. Komitmen organisasi 6. Komitmen profesi 7. Motivasi meningkatkan kompetensi
Efek media majalah KP 1. Pengetahuan 2. Sikap Citra Pusdiklatwas BPKP 1. Profesionalitas Lembaga 2. Profesionalitas Pengajar
Kebutuhan Informasi Pembaca 1. Perkembangan pengetahuan Manajemen Risiko, Pengendalian Intern dan Tatakelola Sektor Publik 2. Perkembangan profesi auditor internal 3. Perkembangan kebijakan pemerintah 4. Hasil penelitian di bidang pengawasan
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Penilaian Efektivitas Majalah 1. Daya Tarik 2. Pemahaman 3. Penerimaan 4. Keterlibatan diri Selektivitas 1. Frekuensi Membaca 2. Jumlah Artikel yang dibaca
26 Hipotesis 1. Terdapat perbedaan nyata efek majalah berupa peningkatan pengetahuan dan sikap APIP tentang fraud antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. 2. Terdapat perbedaan nyata citra organisasi berupa peningkatan citra lembaga dan peningkatan citra pengajar antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. 3. Terdapat pengaruh nyata antara karakteristik pembaca, kebutuhan informasi, penilaian efektivitas majalah dan selektivitas terhadap peningkatan pengaruh majalah berupa pengetahuan dan sikap APIP tentang fraud serta peningkatan citra organisasi berupa peningkatan citra lembaga dan peningkatan citra pengajar.
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini dirancang berdasarkan metode eksperimen. Menurut Kerlinger dalam Setyanto (2005) hal tersebut adalah sebagai suatu penelitian ilmiah dimana peneliti memanipulasi dan mengontrol satu atau lebih peubah bebas dan melakukan pengamatan terhadap peubah-peubah tak bebas untuk menemukan variasi yang muncul bersamaan dengan manipulasi terhadap peubah bebas tersebut. Banyak yang mengatakan bahwa tradisi penelitian komunikasi di Indonesia didominasi oleh riset kuantitatif-positivistik, namun penggunaan metode eksperimen (salah satu metode paling positivistik) dapat dikatakan sangat sedikit (Setyanto 2005). Padahal menurut Severin & Tankard dalam Setyanto (2005) bahwa keuntungan utama dari metode eksperimen adalah adanya kendali di tangan peneliti dan ketepatan logika yang terkandung di dalamnya. Obyek penelitian yang dipilih adalah APIP yang merupakan peserta diklat pada Pusdiklatwas BPKP, merupakan kelompok yang sudah terbentuk secara alamiah dan partisipan tidak ditugaskan secara acak sehingga termasuk quasy experimental (Creswell 2012). Jenis desain penelitian experimental yang digunakan adalah Rancangan Kelompok-Kontrol (Pre-test dan post-test) Nonekuivalen atau Nonequivalent (Pre-test and Post-test) Control-Group Design masing-masing terdiri dari dua kelas, dapat dilihat pada Gambar 2. K1 K2 K3 K4
O1 O1 O1 O1
X X
O2 O2 O2 O2
Keterangan: K = kelas O = pengamatan X = perlakuan
Gambar 2 Rancangan kelompok-kontrol (pre-test dan post-test) nonekuivalen
27 Dalam rancangan ini, kelompok Dengan Pemberian Majalah (kelas 1 dan 2) dan kelompok Tanpa Pemberian Majalah (kelas 3 dan 4) diseleksi tanpa prosedur penempatan acak. Pada dua kelompok tersebut, sama-sama dilakukan pre-test dan post-test. Hanya kelompok Dengan Pemberian Majalah saja yang diberikan perlakuan. Ancaman validitas internal yang harus diantisipasi pada rancangan ini menurut Isaac & Michael (1982) meliputi interaksi antara seleksi dan maturasi, seleksi dengan sejarah atau seleksi dengan tes/pengujian, karena tidak melalui proses pengacakan. Selain itu juga harus memeriksa regresi statistik untuk memastikan apakah kedua kelompok mempunyai kemampuan sepadan atau tidak. Ancaman validitas eksternal dapat diatasi dengan memperluas variasi kelas dari beberapa setting yang memungkinkan. Efek reaktif terhadap prosedur eksperimen pada kelompok yang terbentuk secara alamiah lebih rendah daripada pada kelompok yang diacak. Peubah yang diamati meliputi satu peubah bebas aktif yaitu (X1), merupakan media majalah KP, dan empat peubah bebas attribut meliputi: (X2) faktor karakteristik APIP, (X3) kebutuhan informasi APIP, (X4) penilaian efektivitas majalah dan (X5) selektivitas. Untuk peubah terikat terdiri dari (Y1) efek majalah terdiri dari peningkatan pengetahuan dan sikap, serta (Y2) citra organisasi terdiri dari profesionalitas lembaga dan pengajar. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kantor Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP (Pusdiklatwas BPKP) di Ciawi, Bogor, Jawa Barat sebanyak tiga kelas berupa dua kelas perlakuan dan satu kelas kontrol serta di Hotel Indra Jaya Puncak, Bogor, Jawa Barat sebanyak satu kelas berupa kelas kontrol. Pemilihan lokasi penelitian sesuai distribusi majalah Kampus Pengawasan yang ditujukan bagi APIP yang sedang menjadi peserta diklat di Pusdiklatwas BPKP. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan Mei 2016.
Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah APIP yang menjadi peserta diklat di Pusdiklatwas BPKP sebagai pembaca majalah KP. Pemilihan dilakukan secara purposive dengan mempertimbangkan ketersediaan dan kesepadanan kelas yang memungkinkan pada waktu penelitian berlangsung yaitu pada Diklat Pembentukan Auditor Ahli Inspektorat se-Indonesia. Selain itu, jumlah peserta diklat yang berasal dari Inspektorat baik Inspektorat Provinsi, Kabupaten maupun Kota merupakan mayoritas dibandingkan yang berasal dari Kementerian/Lembaga. Jumlah awal subyek penelitian pada saat pre-test sebanyak 93 orang namun pada saat post-test mengalami perubahan menjadi 80 orang dikarenakan beberapa hal, sehingga pengambilan contoh penelitian yang dianalisis sebanyak 80 orang terdiri dari empat kelas diklat, 23 orang pada kelas 1, 17 orang pada kelas 2, serta 20 orang masing-masing pada kelas 3 maupun kelas 4.
28 Pengumpulan Data, Data dan Instrumentasi Data dalam penelitian adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner yang dibagikan kepada responden kelompok perlakuan berupa: (1) karakteristik APIP; (2) kebutuhan informasi APIP; (3) penilaian efektivitas majalah; dan (4) selektivitas. Selain itu, juga dilakukan uji coba efektivitas rancangan media melalui kuesioner yang ditujukan kepada juri yang terdiri dari akademisi dan praktisi yang merupakan pakar di bidang komunikasi, media dan pengawasan. Untuk memperkuat data primer yang diperoleh secara kuantitatif, juga dilakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan responden dari kelompok perlakuan dan kelompok kontrol masing-masing lima orang. Menurut Litosseliti dalam Retnoningsih dan Utami (2013), FGD adalah kelompok kecil yang berstruktur dengan partisipan yang telah dipilih, dengan dipandu fasilitator bertujuan untuk memeroleh persepsi dan sikap mengenai isu yang didiskusikan. Diskusi berlangsung terbuka sehingga setiap individu yang terlibat dapat mengekspresikan pendapatnya dengan bebas dan terbuka. Pada saat pelaksanaan eksperimen, menggunakan lembar pre-test dan posttest meliputi pengetahuan, berupa soal pilihan ganda (Benar = skor 1, Salah = skor 0) sebanyak lima belas pertanyaan, sedangkan sikap terhadap materi majalah dan citra organisasi dengan skala Likert masing-masing sepuluh dan lima pernyataan. Data sekunder yang dikumpulkan melalui studi literatur berupa buku, jurnal, artikel, dan sebagainya sedangkan dokumentasi dan observasi berupa gambaran umum profil Pusdiklatwas BPKP, pengelolaan majalah Kampus Pengawasan serta kegiatan diklat. Matriks hubungan antara tujuan, sumber data dan teknik pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Matriks hubungan antara tujuan, sumber data dan teknik pengumpulan data No.
Tujuan
Sumber Data
1.
Menilai efektivitas rancangan media majalah
Juri yang terdiri dari akademisi dan praktisi di bidang komunikasi, media dan pengawasan
2.
Menganalisis pengaruh karakteristik APIP, kebutuhan informasi, penilaian efektivitas media dan selektivitas terhadap efek majalah dan citra organisasi Memperkuat data primer yang diperoleh secara kuantitatif Gambaran kegiatan diklat Data responden, profil Pusdiklatwas BPKP dan pengelola majalah KP
Kelompok perlakuan
3. 4. 5.
Teknik Pengumpulan Data Wawancara dengan kuesioner
Wawancara dengan kuesioner
Kelompok perlakuan FGD dan kelompok kontrol Peserta diklat Observasi Pusdiklatwas BPKP Dokumentasi melalui permohonan formal ke instansi terkait
29 Definisi Operasional Beberapa peubah yang digunakan dalam penelitian dibatasi dengan definisi operasional berikut: Peubah bebas atribut 1. Karakteristik APIP, diukur berdasarkan ciri-ciri yang melekat pada diri APIP sebagai pembaca majalah. Karakteristik APIP terdiri dari tujuh indikator: a. Umur merupakan jumlah tahun sejak responden dilahirkan sampai saat menjadi responden penelitian ini yang dinyatakan dalam satuan tahun, diukur menggunakan skala rasio serta untuk kepentingan analisis deskriptif terbagi dalam tiga kelompok umur. b. Jenis kelamin merupakan ciri biologis manusia yang dibedakan ke dalam kategori laki-laki dan wanita, diukur menggunakan skala nominal serta untuk kepentingan analisis deskriptif terbagi dalam laki-laki dan wanita. c. Pendidikan merupakan tingkat pendidikan formal tertinggi yang diraih oleh responden penelitian pada saat penelitian berlangsung, diukur menggunakan skala ordinal serta untuk kepentingan analisis deskriptif terbagi dalam sarjana dan pascasarjana. d. Penghasilan merupakan jumlah uang yang diterima responden setiap bulan dari pekerjaan atau profesi yang digelutinya pada saat penelitian berlangsung, diukur menggunakan skala rasio serta untuk kepentingan analisis deskriptif terbagi dalam terbagi dalam tiga kelompok penghasilan. e. Komitmen Organisasi (Bagia et al. 2015) mengukur seberapa tinggi loyalitas dan dukungan responden terhadap organisasi tempat bekerja saat penelitian berlangsung meliputi parameter kesesuaian dengan unit kerja dan kesiapan berkontribusi untuk unit kerja, diukur menggunakan skala ordinal dengan lima kategori jawaban yakni sangat tidak setuju, tidak setuju, ragu-ragu, setuju dan sangat setuju yang selanjutnya ditransformasikan ke dalam skala interval serta untuk kepentingan analisis deskriptif terbagi dalam kategori rendah, sedang dan tinggi. f. Komitmen profesi (Tranggono & Kartika 2008) mengukur seberapa tinggi loyalitas responden terhadap profesi yang digeluti saat penelitian berlangsung meliputi parameter kebanggaan terhadap profesi dan ketidakinginan pindah profesi, diukur menggunakan skala ordinal dengan lima kategori jawaban yakni sangat tidak setuju, tidak setuju, ragu-ragu, setuju dan sangat setuju yang selanjutnya ditransformasikan ke dalam skala interval serta untuk kepentingan analisis deskriptif terbagi dalam kategori rendah, sedang dan tinggi. g. Motivasi meningkatkan kompetensi (Gibson dalam Tranggono & Kartika 2008) mengukur seberapa tinggi motivasi responden untuk meningkatkan kompetensi pada saat penelitian berlangsung meliputi parameter kecukupan kompetensi dan keperluan pengembangan kompetensi akan diukur menggunakan skala ordinal dengan lima kategori jawaban yakni sangat tidak setuju, tidak setuju, ragu-ragu, setuju dan sangat setuju yang selanjutnya ditransformasikan ke dalam skala interval serta untuk kepentingan analisis deskriptif terbagi dalam kategori rendah, sedang dan tinggi. 2. Kebutuhan Informasi APIP (BPKP 2014) adalah proses untuk mendapatkan informasi yang sesuai kebutuhan yang mendukung kompetensi APIP diukur
30 menggunakan skala ordinal dengan lima kategori jawaban yakni sangat tidak penting, tidak penting, ragu-ragu, penting dan sangat penting yang selanjutnya ditransformasikan ke dalam skala interval serta untuk kepentingan analisis deskriptif terbagi dalam kategori rendah, sedang dan tinggi dengan indikator: a. Perkembangan pengetahuan di bidang pengawasan internal dengan parameter informasi Manajemen Risiko, informasi Pengendalian Intern dan informasi Tatakelola Sektor Publik. b. Perkembangan kebijakan dan peraturan pemerintah dengan parameter informasi program pembangunan dan informasi peraturan perundangundangan. c. Perkembangan profesi auditor internal. d. Hasil penelitian di bidang pengawasan. 3. Penilaian Efektivitas Majalah (Bertrand 1978) adalah sekumpulan unsur yang dimiliki majalah yang dapat diamati dari fungsinya untuk memberikan informasi secara efektif, diukur menggunakan skala ordinal dengan lima kategori jawaban yakni sangat tidak setuju, tidak setuju, ragu-ragu, setuju dan sangat setuju yang selanjutnya ditransformasikan ke dalam skala interval serta untuk kepentingan analisis deskriptif terbagi dalam kategori rendah, sedang dan tinggi dengan indikator: a. Daya tarik mengukur kemampuan menarik perhatian pembaca meliputi parameter pemilihan topik, gaya bahasa dan desain majalah. b. Pemahaman mengukur sejauhmana pesan yang terkandung dalam setiap rubrik majalah mudah dipahami pembaca meliputi parameter narasi dan penggunaan tabel, gambar serta ilustrasi. c. Keterlibatan diri mengukur sejauhmana pesan yang terkandung dalam setiap rubrik majalah mampu menimbulkan perasaan ikut terlibat/turut menjadi bagian bagi pembaca. d. Penerimaan mengukur sejauhmana pesan yang terkandung dalam setiap rubrik majalah sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku pada profesi APIP. 4. Selektivitas (DeFleur dalam Black et al. 1998) adalah selektivitas pembaca dalam membaca dan memilih artikel yang disukai, diukur menggunakan skala ordinal yang selanjutnya ditransformasikan ke dalam skala interval serta untuk kepentingan analisis deskriptif terbagi dalam kategori rendah, sedang dan tinggi dengan indikator: a. Frekuensi membaca mengukur tingkat kekerapan responden dalam membaca majalah KP, diukur menggunakan skala ordinal dengan lima kategori jawaban yakni rendah sekali, rendah, sedang, tinggi dan tinggi sekali. b. Jumlah artikel yang dibaca mengukur banyaknya jumlah artikel yang dibaca responden, diukur menggunakan skala ordinal dengan lima kategori jawaban yakni 1-2 artikel, 3-4 artikel, 5-6 artikel, 7-8 artikel dan 9-10 artikel. Peubah terikat 1. Pengaruh Majalah (Chaffe dalam Rakhmat 2003) adalah dampak pada diri pembaca berkaitan dengan pesan media dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada pembaca meliputi penerimaan informasi dan perubahan perasaan atau sikap, meliputi indikator:
31 a. Peningkatan pengetahuan merupakan dampak pada diri pembaca majalah KP yang sifatnya informatif dan menambah pengetahuan bagi dirinya khususnya tentang fraud, diukur menggunakan skala ordinal berbentuk pilihan ganda selanjutnya ditransformasikan ke dalam skala interval serta untuk kepentingan analisis deskriptif terbagi dalam kategori rendah, sedang dan tinggi. b. Peningkatan sikap merupakan peningkatan sikap tentang fraud dan tanggung jawab APIP dalam pencegahan dan pendeteksian fraud sebagai akibat membaca majalah KP, diukur menggunakan skala ordinal dengan lima kategori jawaban yakni sangat tidak setuju, tidak setuju, ragu-ragu, setuju dan sangat setuju selanjutnya ditransformasikan ke dalam skala interval serta untuk kepentingan analisis deskriptif terbagi dalam kategori rendah, sedang dan tinggi. 2. Citra Organisasi (Kasali 2005) adalah kesan pembaca karena pemahaman mengenai Pusdiklatwas BPKP, diukur menggunakan skala ordinal dengan lima kategori jawaban yakni sangat tidak setuju, tidak setuju, ragu-ragu, setuju dan sangat setuju selanjutnya ditransformasikan ke dalam skala interval serta untuk kepentingan analisis deskriptif terbagi dalam kategori rendah, sedang dan tinggi, dengan indikator: a. Profesionalitas lembaga merupakan citra lembaga menurut responden dianggap memiliki kemampuan menyelenggarakan diklat secara profesional meliputi parameter profesionalitas lembaga, kelayakan sebagai contoh standarisasi penyelenggaraan diklat serta komitmen dalam mendukung sektor pengawasan. b. Profesionalitas pengajar merupakan citra widyaiswara yang menurut responden dianggap kompeten dan profesional meliputi parameter profesionalitas pengajar dan komitmen pengajar terhadap pengembangan kompetensi.
Uji Coba Rancangan Media Efektivitas sebuah rancangan media menurut Bertrand (1978) meliputi empat peubah, yaitu daya tarik (attraction), keterlibatan diri (self involvement), penerimaan (acceptability) dan pemahaman (comprehension). Uji coba rancangan media dapat dilaksanakan dalam dua tahap: 1. Metode Face Validity dan In House Metode ini dilakukan dengan evaluasi/uji coba produk berupa draft yang berisi rancangan majalah melalui instrumen kuesioner kepada tiga juri yang terdiri dari akademisi dan praktisi sebagai ahli di bidang komunikasi, media dan pengawasan. 2. Metode Open House Metode ini dilakukan dengan mengevaluasi majalah dengan menggunakan produk akhir berupa majalah yang sudah jadi kepada responden pada kelas diklat lain yang sepadan dengan responden yang akan ditunjuk sebagai subyek penelitian. Ketiga juri pada dasarnya menyetujui rancangan majalah yang meliputi desain cover, penggunaan huruf, penempatan gambar, ilustrasi dan komposisi
32 warna, penggunaan kertas, penggunaan gaya bahasa, pemilihan topik, penyajian materi yang komprehensif, materi mudah dipahami, menimbulkan keterlibatan pembaca, kesesuaian dengan kebutuhan pembaca, kemampuan meningkatkan pengetahuan, kemampuan meningkatkan sikap, kemampuan meningkatkan citra organisasi dan kesesuaian waktu yang diperlukan untuk membaca. Namun demikian terdapat beberapa saran dan masukan untuk perbaikan rancangan majalah antara lain menghindari penggunaan kolom tunggal, setiap foto dilengkapi dengan caption atau teks agar pembaca mengetahui aktivitas yang diabadikan dalam foto tersebut, menghindari penggunaan akronim, grafis/tabel sebaiknya menggunakan bahasa Indonesia, edisi majalah dan nomor majalah belum dicantumkan dalam cover, komposisi rubrik karya tulis sangat dominan, sebaiknya diterbitkan dalam jurnal khusus, kecermatan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) yang digunakan, ketepatan dalam penyajian daftar pustaka serta warna sudah kontras tetapi terdapat foto yang kurang jelas. Beberapa saran dan masukan di atas telah ditindaklanjuti namun usulan pemisahan rubrik karya tulis menjadi jurnal tersendiri belum dapat dipenuhi karena masih adanya keterbatasan anggaran dan SDM yang ada.
Prosedur Penelitian Prosedur penelitian melalui empat tahap, yaitu: 1.Tahap Pertama Melakukan uji coba dan evaluasi rancangan majalah yang telah disusun oleh pengelola majalah KP kepada juri yang terdiri dari akademisi dan praktisi yang merupakan pakar di bidang komunikasi, media, dan pengawasan untuk mendapat masukan agar memenuhi efektivitas kelayakan media. 2. Tahap Kedua Melakukan uji coba instrumen penelitian kepada kelas diklat lain yang tidak dipilih sebagai responden penelitian sebanyak jumlah peserta diklat pada kelas tersebut. 3. Tahap Ketiga Melaksanakan penelitian eksperimen meliputi kegiatan di bawah ini: a. Menunjuk petugas yang membantu mengumpulkan data primer di kelas. Petugas sebelumnya telah diberikan pengarahan mengenai media majalah, serta petunjuk pengisian pre-test/post-test dan kuesioner. b. Setelah berada di kelas masing-masing, petugas membagikan lembar pretest dan menjelaskan cara pengisiannya. Pengisian lembar pre-test berdurasi 30 menit. c. Pada kelompok perlakuan, petugas selanjutnya memberikan media majalah KP dengan durasi waktu lima hari. d. Pada hari kelima, petugas pada masing-masing kelas membagikan lembar post-test dan lembar kuesioner serta menjelaskan petunjuk pengisiannya. Pengisian lembar post-test dan lembar kuesioner berdurasi 45 menit. 4. Tahap Keempat Melakukan FGD dengan kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sebanyak dua belas orang untuk melakukan interpretasi dan memperkuat data yang telah diperoleh melalui pre-test dan post-test, serta kuesioner.
33 Uji Validitas dan Reliabilitas Ketepatan pengujian suatu hipotesis tentang hubungan variabel penelitian sangat tergantung pada kualitas data yang dipakai dalam pengujian tersebut. Data penelitian tidak menjadi berguna jika alat pengukur yang digunakan untuk mengumpulkan data tersebut tidak memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi. Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Sekiranya peneliti menggunakan kuesioner dalam pengumpulan data penelitian, maka kuesioner yang disusunnya harus mengukur apa yang ingin diukurnya (Effendi & Tukiran 2012). Penelitian ini menggunakan validitas konstruk (kerangka suatu konsep). Apabila terdapat konsistensi antara komponen-komponen konstruk yang satu dengan lainnya, maka konstruk tersebut mempunyai validitas (Effendi & Tukiran 2012). Korelasi antara tiap pernyataan dengan skor total menggunakan rumus teknik korelasi product moment Pearson. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka alat ukur tersebut reliabel (Effendi dan Tukiran 2012). Penelitian ini akan melakukan pengujian reliabilitas dengan internal consistency, dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja, kemudian yang data yang diperoleh dianalisis dengan teknik Alpha Cronbach’s yang digunakan untuk jenis data interval/essai (Sugiyono 2014). Uji validitas dan reliabilitas dilaksanakan pada 25 peserta Diklat Pembentukan Auditor Ahli Inspektorat Kabupaten Bandung di Cipanas Bogor. Hasil uji validitas menunjukkan seluruh pernyataan sebanyak 37 dinyatakan valid sedangkan hasil uji reliabilitas menunjukkan nilai koefisien Alpha Cronbach’s masing-masing peubah; dua peubah masuk kategori cukup reliabel yaitu karakteristik APIP 0.561 dan selektivitas 0.467 dan, sedangkan tiga peubah lainnya masuk kategori sangat reliabel yaitu kebutuhan informasi 0.893, penilaian efektivitas majalah 0.838, dan citra 0.922. Adapun peubah efek majalah, indikator pengetahuan 0.422 masuk kategori cukup reliabel sedangkan indikator sikap 0.810 masuk kategori sangat reliabel.
Analisis Data Analisis data dilakukan menggunakan teknik statistik deskriptif untuk memetakan karakteristik APIP, kebutuhan informasi, penilaian efektivitas majalah dan selektivitas; serta analisis statistik inferensial meliputi: 1. Analisis komparatif Mann-Whitney untuk menguji perbedaan karakteristik APIP antara kelompok Dengan Pemberian Majalah dan Tanpa Pemberian Majalah 2. Uji t berpasangan (paired sample t test) dengan membandingkan hasil pre-test (sebelum mendapat perlakuan) dan post-test (setelah mendapat perlakuan) melalui majalah untuk menganalisa pengaruh perbedaan terhadap efek majalah dan citra organisasi yang ditimbulkan dari perlakuan.
34 3. Regresi dengan menggunakan Software SPSS untuk mengetahui pengaruh antara karakteristik APIP, kebutuhan informasi, penilaian efektivitas majalah dan selektivitas dengan efek majalah dan citra organisasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pandangan Umum Berdasarkan Keputusan Kepala BPKP Nomor KEP-06.00.00-080/K/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPKP, Pusdiklatwas BPKP mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan, pembinaan, dan koordinasi kegiatan pendidikan dan pelatihan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pusdiklatwas BPKP menjalankan fungsi sebagai berikut: 1. Penyusunan program pendidikan dan pelatihan kedinasan, fungsional, dan teknis; 2. Perencanaan, penyusunan, dan pengembangan materi pendidikan dan pelatihan fungsional dan teknis; 3. Perencanaan kebutuhan dan pembinaan widyaiswara dan instruktur; 4. Penyelenggaraan, pembinaan, dan koordinasi kegiatan pendidikan dan pelatihan, pembentukan, pengembangan, dan penjenjangan jabatan fungsional auditor, serta pendidikan dan pelatihan teknis; 5. Penetapan persyaratan dan pemberian akreditasi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan pembentukan dan penjenjangan jabatan fungsional auditor; 6. Evaluasi pelaksanaan hasil pendidikan dan pelatihan serta penyusunan laporannya; dan 7. Pengelolaan kepegawaian dan pelaksanaan urusan tata usaha, keuangan, barang milik/kekayaan negara dan urusan rumah tangga. Layanan diklat yang diselenggarakan Pusdiklatwas BPKP terdiri atas: 1. Diklat Kedinasan yaitu: Diklat Kepemimpinan Tingkat III, IV dan Diklat Prajabatan Golongan II, III. 2. Diklat Teknis Substansi Diklat Teknis Substansi diantaranya diklat Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Audit Investigatif, Prosedur Pengadaan Barang dan Jasa (PPBJ), Reviu Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (RLKPD), Reviu Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (RLKKL), Audit Pengadaan Barang dan Jasa (APBJ), Pengelolaan Keuangan Daerah, Audit Kinerja, Evaluasi Akuntabilitas Keuangan Instansi Pemerintah (AKIP), Penyusunan Laporan Akuntabilitas Keuangan Instansi Pemerintah (LAKIP), Penulisan Laporan Hasil Audit yang Efektif, Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, Audit Forensik, Audit Berbasis Risiko, Manajemen Pengawasan, Analisis Pemecahan Masalah, Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Berbasis Akrual, Self Assessment Good Corporat Governance, Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Lembaga Berbasis Akrual, Pelatihan dan Sertifikasi Qualified Internal Auditor (QIA)-STAR, Training Officer Course, Certified Professional Management Accountant (CPMA), Training of Trainer (ToT) Instruktur, Pengawasan dan Pengendalian Tingkat Utama.
35 3. Diklat Fungsional Auditor yaitu: - Pembentukan Auditor Terampil, - Pembentukan Auditor Ahli, - Alih Jabatan Auditor Terampil ke Auditor Ahli, - Penjenjangan Audior Muda, - Penjenjangan Auditor Madya, - Penjenjangan Auditor Utama. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Pusdiklatwas BPKP dipimpin oleh Kepala Pusdiklatwas, yang membawahi satu Bagian Tata Usaha dan tiga bidang. Bagian Tata Usaha membawahi tiga subbagian. Bidang Perencanaan, Pengembangan, dan Evaluasi (P2E) membawahi empat subbidang. Bidang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Fungsional Auditor (P3JFA) membawahi dua subbidang. Bidang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kedinasan dan Teknis (P3KT) membawahi dua subbidang, dan Kelompok Jabatan Fungsional. Digambarkan dalam bagan berikut: KepalaPusdiklatwas Kelompok Jabatan Fungsional Kepala Bagian TU Kasubbag Kepegawaian Kasubbag Keuangan Kasubbag Umum
Kepala Bidang P2E
KepalaBidang P3JFA
Kasubbid Perencanaan Program Diklat Kasubbid Pengembangan Materi Diklat
Kasubbid Evaluasi Diklat
Kasubbid Penyelenggaraan Diklat Pembentukan dan Pengembangan JFA
Kasubbid Penyelenggaraan Diklat Penjenjangan JFA
Kepala Bidang P3KT
Kasubbid Penyelenggaraan Diklat Kedinasan
Kasubbid Penyelenggaraan Diklat Teknis Substansi Auditor
Kasubbid Pelaporan Diklat
Gambar 3 Struktur Organisasi Pusdiklatwas BPKP Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Pusdiklatwas BPKP didukung SDM yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 114 orang meliputi pejabat struktural, widyaiswara serta staf administrasi. Pejabat struktural bertanggungjawab mengambil kebijakan terkait penyelenggaraan diklat, sedangkan widyaiswara sebagai ujung tombak penyelenggaraan diklat bertanggungjawab menyiapkan materi pembelajaran dan memimpin kegiatan diklat di masing-masing kelas. Adapun staf administrasi bertanggungjawab atas
36 seluruh administrasi Pusdiklatwas baik dokumen, kepegawaian, keuangan, pengelolaan barang dan jasa maupun sarana dan prasarana. Jumlah SDM yang berstatus PNS disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah SDM Pusdiklatwas BPKP berstatus PNS berdasarkan jenis jabatan dan tingkat pendidikan di Bogor tahun 2015 Jenis Jabatan
Jumlah
Struktural 16 Widyaiswara 19 Staf Administrasi 79 Total 114 Sumber: Pusdiklatwas BPKP (2016)
Pendidikan SMA 54 54
S1
S2 6 2 19 27
8 16 6 30
S3 2 1 3
Dalam mendukung tugas penyelenggaraan diklat yang bersifat pelayanan kepada peserta diklat khususnya akomodasi baik penyediaan kamar menginap, kosumsi, keamanan maupun transportasi memerlukan SDM yang cakap dan terlatih. Pusdiklatwas BPKP berupaya memenuhi kebutuhan tersebut dengan memperkerjakan SDM berstatus tenaga harian lepas (THL) sebanyak 78 orang, disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Jumlah SDM Pusdiklatwas BPKP berstatus THL berdasarkan jenis jabatan di Bogor tahun 2015 Jabatan Administrasi Teknisi Elektrikal dan Mekanikal Perawat Satpam Pengemudi Pramusaji Cleaning Service Petugas Mess Total Sumber: Pusdiklatwas BPKP (2016)
Jumlah 7 1 1 18 6 1 12 32 78
Pusdiklatwas BPKP yang beralamat di Desa Pandansari Ciawi Bogor juga didukung sarana dan prasarana yang cukup memadai dengan menempati lahan seluas 40.862m2 dan bangunan seluas 13.230 m2. Dalam mendukung penyelenggaraan kegiatan diklat, Pusdiklatwas BPKP selain menyediakan fasilitas utama berupa ruang kelas, lab komputer, aula, mess dan ruang makan juga menyediakan fasilitas pendukung seperti gymnasium, masjid, area outbond dan poliklinik. Hal tersebut bertujuan untuk menjamin kenyamanan peserta selama mengikuti kegiatan diklat di Pusdiklatwas BPKP. Fasilitas sarana prasarana utama yang tersedia, disajikan dalam Tabel 4.
37 Tabel 4 Jumlah dan kapasitas fasilitas sarana dan prasarana utama Pusdiklatwas BPKP di Bogor tahun 2015 Jenis Ruangan Ruang Kelas Lab Komputer Aula Mess dan Wisma Ruang Makan Sumber: Pusdiklatwas BPKP (2016)
Jumlah 14 1 2 166 6
Kapasitas (orang) 430 30 195 344 328
Pengelolaan majalah ilmiah Kampus Pengawasan dari penyediaan konten hingga proses desain dan layout dilaksanakan secara mandiri oleh humas Pusdiklatwas bersama para widyaiswara. Hanya proses pencetakan dan penjilidan yang melibatkan pihak luar. Adapun susunan pengelola Majalah Ilmiah Kampus Pengawasan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Susunan pengelola Majalah Ilmiah Kampus Pengawasan di Bogor tahun 2016 Jabatan Penanggung Jawab Kontributor Ahli
: Nama : Kepala Pusdiklatwas BPKP : John Elim Suhartanto Marno Kastowo Nurharyanto Estherina Pasaribu Ayi Riyanto Massa Siahaan Gun Gun Gunanjar Widhi Sutikno Sugianto Pemimpin Redaksi : Tri Wibowo Wakil Pemimpin Redaksi : Agus Tri Prasetyo Tim Redaksi : Wakhyudi, Mustofa Kamal, Andilo Tohom Rini Septowati, Riri Lestari, Cahyadi, Tasurun Endang Saprudin Pemimpin Administrasi : Fadjar Patriono Bidang Distribusi : Katimin, Tohsin Bidang Design dan Layout : Didik Hartadi, Darmawan Sekretaris : Esti Bhakti Sumber: Pusdiklatwas BPKP (2016)
Majalah Ilmiah Kampus Pengawasan dengan tagline Media Komunikasi Diklat Auditor terbit pertama kali pada tahun 2015 hingga kini telah mencapai empat edisi dan telah mendapat nomor ISSN: 2442-8205. Layout majalah menggunakan aplikasi Adobe InDesign dan Adobe Photoshop dengan menggunakan huruf myriad pro ukuran 11. Cover berupa karikatur menggunakan kertas art paper 150 gr sedangkan isi menggunakan kertas HVS 80 gr. Adapun konten Majalah KP Edisi Januari 2016 berjudul ”Mencegah dan Mendeteksi Fraud” dengan isi 56 halaman diuraikan pada Tabel 6.
38 Tabel 6 Judul artikel dan nama penulis Majalah Ilmiah Kampus Pengawasan di Bogor Edisi 4 tahun 2016 Kolom
Judul Artikel Fokus Mendeteksi dan Mencegah Fraud Fokus Fraud Sebuah Benalu yang Harus Dibersihkan Fokus Mencegah dan Mendeteksi Fraud Fokus Fraud Control Seputar Kampus Diklat & Sertifikasi Qualified Internal Auditor Karya Tulis Ilmiah Pendekatan Teori Permainan dan Konsep Asesmen Risiko Fraud Untuk Melakukan Pencegahan dan Pendeteksian Fraud pada Sektor Publik Karya Tulis Ilmiah Pemodelan Tindakan Koruptif: Analisis dengan Pendekatan Teori Pilihan Rasional dan Dilema Keagenan Karya Tulis Ilmiah Optimalisasi Transparansi Pemerintah Daerah Melalui Internet Financial Reporting (IFR) Waktu Rehat Bersepeda Yuk Insan Kampus Implementasi Kode Etik Auditor adalah Bagian dari Revolusi Mental yang Diharapkan Insan Kampus Hidup adalah Perjuangan dan Tidak Ada Perjuangan Tanpa Pengorbanan Sumber: Pusdiklatwas BPKP (2016)
Penulis Tri Wibowo Tri Wibowo Tri Wibowo Tri Wibowo Tri Wibowo Nurharyanto
Marno K
Mustofa K Agus Tri P Tri Wibowo
Tri Wibowo
Majalah KP merupakan media yang memiliki kekhasan sebagai media komunikasi di antara kalangan APIP dengan dominasi artikel ilmiah yang ditentukan redaksi sesuai masalah atau tantangan yang sedang dihadapi dunia pengawasan khususnya pengawasan internal pemerintah. Saat ini penerbitan majalah serupa masih jarang terutama di kalangan APIP daerah, sehingga keberadaan majalah KP diharapkan dapat menjadi rujukan APIP dalam meningkatkan kompetensi dan profesionalitasnya sebagai auditor pemerintah. Beberapa konten kehumasan juga disajikan dalam rangka memelihara dan meningkatkan citra positif organisasi. Hal tersebut dapat terlihat pada judul setiap edisi disajikan pada Tabel 7 berikut: Tabel 7 Edisi dan judul (headline) Majalah Ilmiah Kampus Pengawasan di Bogor tahun 2015 Edisi Judul (headline) majalah Edisi 1/2015 Apa yang Berubah pada SAKIP 2014? Edisi 2/2015 Tetap WTP Walau Basis Akuntansi Berubah Edisi 3/2015 Menuju APIP Berkelas Dunia Sumber: Pusdiklatwas BPKP (2016)
39 Karakteristik APIP Seluruh responden dalam penelitian ini merupakan APIP yang menjadi peserta Diklat Pembentukan Auditor Ahli dari berbagai Inspektorat Kabupaten dan Kota se-Indonesia dan baru menempati unit kerja Inspektorat serta akan diangkat pada jabatan fungsional auditor apabila telah mengikuti diklat dan dinyatakan lulus. Pengangkatan APIP pada Inspektorat Kabupaten dan Kota tidak melalui proses rekrutmen secara khusus saat penerimaan CPNS, sehingga untuk memenuhi kebutuhan SDM APIP hanya melalui proses mutasi antar SKPD. Dengan demikian, secara umum APIP mempunyai pengalaman kerja yang sama. Karakteristik APIP pada penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, komitmen organisasi, komitmen profesi dan motivasi untuk meningkatkan kompetensi. Sebaran responden berdasarkan karakteristik dapat dilihat pada Tabel 8. Umur Hasil penelitian menunjukkan dari 80 responden, umur responden yang termuda adalah 27 tahun sedangkan tertua adalah 48 tahun. Komposisi umur masing-masing kelompok bervariasi, kelompok Dengan Pemberian Majalah mayoritas pada kelompok umur 35 - 38 tahun sebesar 47.5 persen dan kelompok Tanpa Pemberian Majalah mayoritas pada kelompok umur 39 - 48 tahun sebesar 37.5 persen. Jenis kelamin Komposisi jenis kelamin pada masing-masing kelompok bervariasi dimana kelompok Dengan Pemberian Majalah didominasi jenis kelamin laki-laki sebesar 55 persen sedangkan pada kelompok Tanpa Pemberian Majalah didominasi jenis kelamin wanita sebesar 65 persen. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan yang dimiliki responden minimal adalah Sarjana namun dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda tidak hanya terbatas dari jurusan ekonomi maupun akuntansi sesuai ketentuan syarat mengikuti Diklat Pembentukan Auditor Ahli. Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan responden dibedakan dalam dua kelompok yaitu Sarjana dan Pascasarjana. Hasil penelitian menunjukkan komposisi tingkat pendidikan pada masing-masing kelompok berimbang dengan didominasi sarjana dimana kelompok Dengan Pemberian Majalah sebesar 82.50 persen sedangkan pada kelompok Tanpa Pemberian Majalah sebesar 75 persen. Tingkat penghasilan Tingkat penghasilan responden kelompok Dengan Pemberian Majalah didominasi pada kelompok penghasilan antara Rp4.100.000,00 hingga Rp8.000.000,00 sebesar 40 persen sedangkan kelompok Tanpa Pemberian Majalah didominasi pada kelompok penghasilan antara Rp3.100.000,00 hingga Rp4.000.000,00 sebesar 42.5 persen. Penghasilan meliputi gaji dan tunjangan yang diterima responden setiap bulan.
40 Tabel 8 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan karakteristik di Bogor tahun 2016 Karakteristik APIP
Dengan Pemberian Majalah (n=40) Jumlah (orang)
Umur (tahun) 27-34 16 35-38 19 39-48 5 Jenis Kelamin Laki-laki 22 Wanita 18 Pendidikan Sarjana 33 Pascasarjana 7 Penghasilan (juta rupiah/bulan) 2- 3 juta 15 3.1- 4 juta 9 4.1- 8 juta 16 Komitmen organisasi Sedang (60-80) 19 Tinggi (>80) 21 Komitmen profesi Sedang (60-80) 25 Tinggi (>80) 15 Motivasi meningkatkan kompetensi Rendah (<60) 1 Sedang (60-80) 28 Tinggi (>80) 11
Persentase (%)
Tanpa Pemberian Majalah(n=40) Jumlah (orang)
Persentase (%)
40.00 47.50 12.50
11 14 15
27.50 35.00 37.50
55.00 45.00
14 26
35.00 65.00
82.50 17.50
30 10
75.00 25.00
37.50 22.50 40.00
16 17 7
40.00 42.50 17.50
47.50 52.50
19 21
47.50 52.50
62.50 37.50
23 17
57.50 42.50
2.50 70.00 27.50
1 22 17
2.50 55.00 42.50
Komitmen organisasi Hasil penelitian menunjukkan komitmen organisasi mayoritas pada kategori tinggi, komposisi pada masing-masing kelompok sama, kategori sedang masingmasing sebesar 47.5 persen sedangkan kategori tinggi sebesar 52.5 persen. Komitmen organisasi responden secara keseluruhan dinilai cukup baik walaupun baru menempati unit kerja Inspektorat, hal ini didorong peran strategis Inspektorat saat ini untuk mendukung pengendalian intern pada seluruh SKPD pada masingmasing kota maupun kabupaten. Sebagian besar responden merasa telah sesuai ditempatkan pada unit kerja Inspektorat dan siap berkontribusi secara optimal. Bahkan terdapat beberapa responden yang mengajukan diri untuk ditempatkan di Inspektorat karena berharap dapat lebih meningkatkan profesionalitas dan turut mendorong perbaikan kinerja pada seluruh SKPD. Komitmen profesi Hasil penelitian menunjukkan komitmen profesi mayoritas pada kategori sedang, pada kelompok Dengan Pemberian Majalah sebesar 62.5 persen sedangkan pada kelas Tanpa Pemberian Majalah sebesar 57.5 persen. Walaupun sudah menempati unit kerja Inspektorat dan merasa bangga dengan profesi
41 sebagai auditor, namun sebagian responden masih mempunyai harapan untuk berganti profesi dengan jabatan lainnya khususnya jabatan struktural. Motivasi meningkatkan kompetensi Hasil penelitian menunjukkan motivasi meningkatkan kompetensi pada kelompok Dengan Pemberian Majalah kategori tinggi sebesar 27.5 persen, kategori sedang sebesar 70 persen dan kategori rendah sebesar 2.5 persen sedangkan pada kelompok Tanpa Pemberian Majalah kategori tinggi sebesar 42.5 persen, kategori sedang sebesar 55 persen dan kategori rendah sebesar 2.5 persen. Motivasi meningkatkan kompetensi responden secara keseluruhan didominasi pada kategori sedang. Sebagian responden merasa telah mempunyai kompetensi yang cukup sebagai seorang auditor namun sebagian besar responden masih merasa perlu meningkatkan kompetensinya. Motivasi meningkatkan kompetensi cukup baik karena responden merasa profesi auditor internal memerlukan berbagai kemampuan dalam mendukung penugasan, selain itu dengan kompetensi yang meningkat akan meningkatkan jenjang jabatan fungsional auditornya sehingga juga akan meningkatkan kinerja serta penghasilan. Perbandingan Karakteristik APIP Pengujian Mann-Whitney pada Tabel 9 menunjukkan bahwa perbandingan karakteristik APIP pada kelompok Dengan Pemberian Majalah dan kelompok Tanpa Pemberian Majalah terdapat dua indikator yang signifikan berbeda. Yaitu indikator umur dengan nilai Z sebesar -2.851 signifikan pada taraf nyata sebesar 95 persen dimana mean rank kelompok Dengan Pemberian Majalah sebesar 33.11 lebih rendah atau lebih muda daripada mean rank kelompok Tanpa Pemberian Majalah sebesar 47.89. Adapun indikator jenis kelamin dengan nilai Z sebesar -1.787 signifikan pada taraf nyata sebesar 90 persen dimana mean rank kelompok Dengan Pemberian Majalah sebesar 36.50 sedangkan mean rank kelompok Tanpa Pemberian Majalah sebesar 44.50 yang berarti kelompok Dengan Pemberian Majalah mayoritas berjenis kelamin laki-laki sedangkan kelompok Tanpa Pemberian Majalah mayoritas berjenis kelamin wanita. Tabel 9 Nilai mean rank dan nilai koefisien Z pada perbandingan karakteristik APIP Kelompok Dengan Pemberian Majalah (DPM) dan Kelompok Tanpa Pemberian Majalah (TPM) di Bogor tahun 2016 Karakteristik APIP Umur Jenis kelamin Pendidikan Penghasilan Komitmen organisasi Komitmen profesi Motivasi meningkatkan kompetensi Keterangan:
**
berbeda nyata pada α = 5% berbeda nyata pada α = 10%
*
Mean rank DPM
TPM
Nilai koefisien Z
33.11 36.50 38.00 44.25 40.74 40.41 38.51
47.89 44.50 43.00 36.75 40.26 40.59 42.49
-2.851** -1.787* -1.305 -1.458 -0.098 -0.035 -0.796
42 Kebutuhan Informasi yang Mendukung Kompetensi APIP Kebutuhan informasi responden pada penelitian ini meliputi perkembangan pengetahuan di bidang pengawasan internal, perkembangan profesi auditor internal, perkembangan kebijakan dan peraturan pemerintah dan hasil penelitian di bidang pengawasan pada kelompok Dengan Pemberian Majalah yang terdiri dari kelas 1 dan 2. Sebaran responden berdasarkan kebutuhan informasi disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Jumlah dan persentase APIP kelompok Dengan Pemberian Majalah berdasarkan kebutuhan informasi di Bogor tahun 2016 Kebutuhan Informasi
Kelas 1 (n=23) Jumlah (orang)
Persentase (%)
Kelas 2 (n=17) Jumlah (orang)
Persentase (%)
Perkembangan pengetahuan di bidang pengawasan internal Sedang (60-80) 12 52.17 7 41.18 Tinggi (>80) 11 47.83 10 58.82 Perkembangan kebijakan dan peraturan pemerintah Sedang (60-80) 9 39.13 7 41.18 Tinggi (>80) 14 60.87 10 58.82 Perkembangan profesi auditor internal Rendah (<60) 0 0.00 1 5.88 Sedang (60-80) 10 43.48 8 47.06 Tinggi (>80) 13 56.52 8 47.06 Hasil penelitian di bidang pengawasan Rendah (<60) 1 4.35 1 5.88 Sedang (60-80) 10 43.48 8 47.06 Tinggi (>80) 12 52.17 8 47.06
Total (n=40) Jumlah (orang)
Persentase (%)
19 21
47.50 52.50
16 24
40.00 60.00
1 18 21
2.50 45.00 52.50
2 18 20
5.00 45.00 50.00
Perkembangan pengetahuan di bidang pengawasan internal Hasil penelitian menunjukkan, kebutuhan informasi mengenai perkembangan pengetahuan di bidang pengawasan internal yang meliputi Manajemen Risiko, Pengendalian Intern dan Tatakelola Sektor Publik secara keseluruhan kategori tinggi sebesar 52.5 persen dan kategori sedang sebesar 47.5 persen. Pada kelas 1, kategori tinggi sebesar 47.83 persen dan kategori sedang sebesar 52.17 persen sedangkan pada kelas 2, kategori tinggi sebesar 58.82 persen dan kategori sedang sebesar 41.18 persen. Perkembangan kebijakan dan peraturan pemerintah Hasil penelitian menunjukkan, kebutuhan informasi mengenai perkembangan kebijakan dan peraturan pemerintah yang meliputi perkembangan program pembangunan dan perkembangan peraturan pemerintah secara keseluruhan pada kategori tinggi sebesar 60 persen dan kategori sedang sebesar 40 persen. Komposisi kebutuhan informasi pada masing-masing kelas berimbang dimana pada kelas 1, kategori tinggi sebesar 60.87 persen dan kategori sedang
43 sebesar 39.13 persen sedangkan pada kelas 2, kategori tinggi sebesar 58.82 persen dan kategori sedang sebesar 41.18 persen. Perkembangan profesi auditor internal Hasil penelitian menunjukkan, kebutuhan informasi mengenai perkembangan profesi auditor internal secara keseluruhan pada kategori tinggi sebesar 52.50 persen, kategori sedang sebesar 45 persen dan kategori rendah sebesar 2.50 persen. Sebaran data pada masing-masing kelas bervariasi, kelas 1 terbagi pada kategori tinggi sebesar 56.52 persen dan kategori sedang 43.48 persen sedangkan pada kelas 2, kategori tinggi sebesar 47.06 persen, kategori sedang 47.06 persen dan kategori rendah 5.88 persen. Hasil penelitian di bidang pengawasan Hasil penelitian menunjukkan, kebutuhan informasi mengenai hasil penelitian di bidang pengawasan secara keseluruhan pada kategori tinggi sebesar 50 persen, kategori sedang 45 persen dan kategori rendah 5 persen. Pada kelas 1 terbagi pada kategori tinggi sebesar 52.17 persen, kategori sedang 43.48 persen dan kategori rendah 4.35 persen sedangkan pada kelas 2, kategori tinggi sebesar 47.06 persen, kategori sedang 47.06 persen dan kategori rendah 5.88 persen.
Penilaian Efektivitas Majalah Penilaian efektivitas majalah pada penelitian ini meliputi daya tarik, pemahaman, keterlibatan diri dan penerimaan pada kelas Dengan Pemberian Majalah yang terdiri dari kelas 1 dan 2. Data responden berdasarkan penilaian efektivitas majalah disajikan pada Tabel 11. Daya tarik Penilaian efektivitas majalah pada dimensi daya tarik secara keseluruhan pada kategori tinggi sebesar 30 persen, kategori sedang sebesar 67.5 persen dan kategori rendah 2.5 persen. Pada kelas 1 responden menilai daya tarik pada kategori sedang sebesar 60.87 persen dan kategori tinggi sebesar 39.13 persen sedangkan pada kelas 2 kategori tinggi sebesar 17.65 persen, kategori sedang sebesar 76.47 persen dan kategori rendah 5.88 persen. Pemahaman Penilaian efektivitas majalah pada dimensi pemahaman secara keseluruhan pada kategori tinggi sebesar 22.5 persen, kategori sedang sebesar 75 persen dan kategori rendah 2.5 persen. Pada kelas 1 responden menilai pemahaman pada kategori tinggi sebesar 26.09 persen, kategori sedang sebesar 69.57 persen dan kategori rendah sebesar 4.35 persen sedangkan pada kelas 2 kategori tinggi sebesar 17.65 persen dan kategori sedang sebesar 82.35 persen. Keterlibatan diri Penilaian efektivitas majalah pada dimensi keterlibatan diri secara keseluruhan pada kategori tinggi sebesar 17.5 persen, kategori sedang sebesar 77.5 persen dan kategori rendah 5 persen. Pada kelas 1 responden menilai
44 keterlibatan diri pada kategori sedang sebesar 82.61 persen dan kategori tinggi sebesar 17.39 persen sedangkan pada kelas 2 kategori tinggi sebesar 17.65 persen, kategori sedang sebesar 70.59 persen dan kategori rendah sebesar 11.76 persen. Tabel 11 Jumlah dan persentase APIP kelompok Dengan Pemberian Majalah berdasarkan penilaian efektivitas majalah di Bogor tahun 2016 Penilaian Efektivitas Majalah Daya Tarik Rendah (<60) Sedang (60-80) Tinggi (>80) Pemahaman Rendah (<60) Sedang (60-80) Tinggi (>80) Keterlibatan Diri Rendah (<60) Sedang (60-80) Tinggi (>80) Penerimaan Sedang (60-80) Tinggi (>80)
Kelas 1 (n=23)
Kelas 2 (n=17)
Total
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah (orang) (%) (orang) (%) (orang)
Persentase (%)
0 14 9
0.00 60.87 39.13
1 13 3
5.88 76.47 17.65
1 27 12
2.50 67.50 30.00
1 16 6
4.35 69.57 26.09
0 14 3
0 82.35 17.65
1 30 9
2.50 75.00 22.50
0 19 4
0.00 82.61 17.39
2 12 3
11.76 70.59 17.65
2 31 7
5.00 77.50 17.50
15 8
65.22 34.78
13 4
76.47 23.53
28 12
70.00 30.00
Penerimaan Penilaian efektivitas majalah pada dimensi penerimaan secara keseluruhan pada kategori tinggi sebesar 30 persen dan kategori sedang sebesar 70 persen. Pada kelas 1 responden menilai penerimaan pada kategori sedang sebesar 65.22 persen dan kategori tinggi sebesar 34.78 persen sedangkan pada kelas 2 kategori kategori sedang sebesar 76.47 persen dan kategori tinggi sebesar 23.53 persen.
Selektivitas Selektivitas meliputi dua indikator yaitu frekuensi membaca dan banyaknya artikel yang dibaca. Data sebaran responden berdasarkan selektivitas pada kelompok Dengan Pemberian Majalah dapat dilihat pada Tabel 12. Frekuensi membaca Hasil penelitian menunjukkan, frekuensi membaca secara keseluruhan pada kategori rendah sebesar 60 persen dan kategori sedang sebesar 40 persen. Pada kelas 1 responden dengan kategori rendah sebesar 47.83 persen dan kategori sedang sebesar 52.17 persen sedangkan pada kelas 2 responden pada kategori rendah sebesar 76.47 persen dan kategori sedang sebesar 23.53 persen.
45 Banyaknya artikel yang dibaca Hasil penelitian menunjukkan, banyaknya artikel yang dibaca secara keseluruhan pada kategori rendah sebesar 75 persen dan kategori sedang sebesar 25 persen. Pada kelas 1 responden dengan kategori rendah sebesar 82.61 persen dan kategori sedang sebesar 17.39 persen sedangkan pada kelas 2 responden pada kategori rendah sebesar 64.71 persen dan kategori sedang sebesar 35.29 persen. Tabel 12 Jumlah dan persentase APIP kelompok Dengan Pemberian Majalah berdasarkan selektivitas di Bogor tahun 2016 Kelas1 (n=23) Selektivitas Frekuensi Membaca Rendah (<60) Sedang (60-80) Banyaknya Artikel Rendah (<60) Sedang (60-80)
Jumlah (orang)
Kelas 2 (n=17)
Persentase Jumlah Persentase (%) (orang) (%)
Total (n=40) Jumlah Persentase (orang) (%)
11 12
47.83 52.17
13 4
76.47 23.53
24 16
60.00 40.00
19 4
82.61 17.39
11 6
64.71 35.29
30 10
75.00 25.00
Pengetahuan APIP tentang Fraud Pengetahuan Awal APIP Pengetahuan awal APIP mengenai fraud baik pada kelompok Dengan Pemberian Majalah maupun kelompok Tanpa Pemberian Majalah secara keseluruhan masih rendah dimana kategori rendah mencapai 88.75 persen dan kategori sedang sebesar 11.25 persen. Komposisi pada masing-masing kelas bervariasi dimana pada kelompok Dengan Pemberian Majalah kategori rendah sebesar 85 persen dan kategori sedang sebesar 15 persen. Pada kelompok Tanpa Pemberian Majalah kategori rendah sebesar 92.5 persen dan kategori sedang sebesar 7.5 persen (Tabel 13). Tabel 13 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan pengetahuan awal tentang fraud di Bogor tahun 2016 Pengetahuan Awal
Rendah (<60) Sedang (60-80)
Dengan Pemberian Majalah (n=40)
Tanpa Pemberian Majalah (n=40)
Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) 34 6
85.00 15.00
37 3
92.50 7.50
Total Jumlah (orang)
Persentase (%)
71 9
88.75 11.25
Hal ini dapat terjadi karena APIP yang menjadi subyek penelitian merupakan auditor yang baru menempati unit kerja Inspektorat dan sebagian besar belum pernah memeroleh materi fraud karena penelitian dilakukan pada saat awal diklat sebelum jadwal audit investigasi yang mencakup materi fraud diberikan.
46 Walaupun beberapa APIP mengaku pernah mendapatkan materi fraud melalui Pelatihan di Kantor Sendiri (PKS) namun materi yang disajikan pada majalah KP dinilai lebih komprehensif dan aktual sehingga masih sedikit APIP yang mampu memberikan jawaban yang tepat. Pengetahuan Akhir APIP Pengetahuan akhir APIP tentang fraud secara keseluruhan pada kategori rendah mencapai 81.25 persen dan kategori sedang sebesar 18.75 persen serta belum ada yang mencapai kategori tinggi. Komposisi pada masing-masing kelas bervariasi dimana pada kelompok Dengan Pemberian Majalah kategori rendah sebesar 72.5 persen dan kategori sedang sebesar 27.5 persen. Pada kelompok Tanpa Pemberian Majalah kategori rendah sebesar 81.25 persen dan kategori sedang sebesar 18.75 persen (Tabel 14). Tabel 14 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan pengetahuan akhir tentang fraud di Bogor tahun 2016 Pengetahuan Akhir
Dengan Pemberian Majalah (n=40) Jumlah (orang)
Rendah (<60) Sedang (60-80)
29 11
Tanpa Pemberian Majalah (n=40)
Total
Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase (%) (orang) (%) (orang) (%) 72.50 27.50
36 4
90.00 10.00
65 15
81.25 18.75
Peningkatan/Penurunan Pengetahuan APIP Uji eksperimen pemberian majalah menunjukkan perbedaan peningkatan pengetahuan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Pada kelompok Dengan Pemberian Majalah terjadi peningkatan pengetahuan responden sebesar 39 (rataan 0.98) sedangkan pada kelompok Tanpa Pemberian Majalah justru terjadi penurunan sebesar -13 (rataan -0.33). Data peningkatan/penurunan pengetahuan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Total skor dan rataan peningkatan/penurunan pengetahuan APIP tentang fraud di Bogor tahun 2016 Pengetahuan
Dengan Pemberian Majalah (n=40) Total Skor
Pengetahuan Awal Pengetahuan Akhir Peningkatan/penurunan
251 290 39
Rataan 6.28 7.25 0.98
Tanpa Pemberian Majalah (n=40) Total Skor 235 222 -13
Rataan 5.88 5.55 -0.33
Penurunan pada pada kelompok Tanpa Pemberian Majalah disebabkan responden belum menerima materi mengenai fraud sehingga mengalami kebingungan dalam memilih jawaban yang tepat. Penurunan pengetahuan responden pada kelompok Tanpa Pemberian Majalah paling banyak pada pertanyaan arti rasionalisasi sebagai unsur fraud triangle dan istilah pelayanan yang menentukan batas waktu bagi setiap permohonan masing-masing sebanyak
47 empat orang. Pertanyaan lain yang juga mengalami penurunan adalah penyebab utama terjadinya fraud berdasarkan riset oleh Mort Ditterhofer serta pengkategorian fraud masing-masing sebanyak tiga orang. Tabel 16 Hasil uji t berpasangan peningkatan pengetahuan APIP tentang fraud pada kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor tahun 2016 Nilai Rata-rata Pre-test 6.28
Post-test 7.25
Uji t berpasangan Selisih 0.98
Nilai t hitung 2.831*
Keterangan: * berbeda nyata pada α ≤ 0.05
Hasil uji t berpasangan pada kelompok Dengan Pemberian Majalah (Tabel 16) menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pengetahuan yang nyata dengan dibuktikan nilai thitung sebesar 2.831> dari ttabel 2.042 (α ≤ 0.05). Pemberian majalah kepada responden pada kelompok perlakuan mampu meningkatkan pengetahuan walaupun masih dalam persentase yang kecil. Peningkatan skor pengetahuan tertinggi pada pertanyaan istilah red flag sebagai gejala terjadinya fraud dalam suatu organisasi sebanyak empat belas orang, pertanyaan mengenai unit kerja yang melakukan penilaian tingkat risiko dan upaya mitigasi atas risiko kecurangan secara periodik sebanyak enam orang serta pertanyaan mengenai definisi fraud, faktor yang berkontribusi paling besar dalam mengungkap kecurangan dalam organisasi maupun perbedaan tingkatan korupsi sebagai salah satu bentuk fraud masing-masing sebanyak lima orang. Namun demikian, sebagian besar APIP masih belum sepenuhnya mengerti mengenai materi yang disajikan dalam majalah KP. Peningkatan pengetahuan yang masih rendah disebabkan frekuensi membaca dan jumlah artikel yang dibaca masih rendah. Hal ini disebabkan jadwal diklat yang padat dan materi diklat yang dinilai cukup berat. Selain itu sebagian APIP menilai daya tarik majalah masih perlu ditingkatkan khususnya pada penggunaan bahasa dan desain majalah khususnya cover dan judul (headline). Materi majalah KP sebagian besar mengulas teori tentang fraud, perkembangan pendeteksian dan pencegahan fraud serta penelitian terkait fraud masih banyak menggunakan istilah asing karena merujuk pada buku-buku maupun penelitian dari luar negeri.
Sikap APIP tentang Fraud Sikap Awal APIP Sikap awal responden secara keseluruhan terhadap fraud cukup baik dimana 43.75 persen pada kategori sedang dan sebanyak 56.25 persen pada kategori tinggi. Pada kelompok Dengan Pemberian Majalah kategori sedang sebesar 40 persen dan kategori tinggi sebesar 60 persen sedangkan kelompok Tanpa Pemberian Majalah kategori sedang sebesar 47.5 persen dan kategori tinggi sebesar 52.5 persen. Data sikap awal APIP tentang fraud dapat dilihat pada Tabel 17. Walaupun APIP yang menjadi subyek penelitian masih baru bertugas dan belum mendapat materi fraud, namun secara umum APIP telah memeroleh materi pengendalian internal maupun pencegahan korupsi baik berupa briefing dari pimpinan, sosialisasi maupun pelatihan di kantor sendiri. Hal tersebut telah
48 membentuk sikap positif APIP untuk mendukung upaya pendeteksian dan pencegahan fraud. Tabel 17 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan sikap awal tentang fraud di Bogor tahun 2016 Sikap Awal
Sedang (60-80) Tinggi (>80)
Dengan Pemberian Majalah (n=40)
Tanpa Pemberian Majalah (n=40)
Total
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah (orang) (%) (orang) (%) (orang) 16 24
40.00 60.00
19 21
47.50 52.50
Persentase (%)
35 45
43.75 56.25
Sikap Akhir APIP Sikap akhir responden secara keseluruhan pada kategori sedang mencapai 40 persen dan kategori tinggi sebesar 60 persen serta tidak ada yang termasuk kategori rendah. Kelompok Dengan Pemberian Majalah terbagi dalam kategori sedang sebanyak 30 persen dan kategori tinggi sebanyak 70 persen sedangkan pada kelompok Tanpa Pemberian Majalah berimbang antara kategori sedang dan tinggi masing-masing 50 persen. Data sikap akhir APIP tentang fraud dapat dilihat pada Tabel 18 berikut: Tabel 18 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan sikap akhir tentang fraud di Bogor tahun 2016 Sikap Akhir
Sedang (60-80) Tinggi (>80)
Dengan Pemberian Majalah (n=40)
Tanpa Pemberian Majalah (n=40)
Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
12 28
30.00 70.00
20 20
50.00 50.00
32 48
40.00 60.00
Peningkatan/Penurunan Sikap APIP Uji eksperimen pemberian majalah juga menunjukkan perbedaan peningkatan sikap antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Pada kelompok Dengan Pemberian Majalah terjadi peningkatan sikap responden sebesar 69.84 (rataan 1.75) sedangkan pada kelompok Tanpa Pemberian Majalah justru terjadi penurunan sebesar -1.34 (rataan -0.03). Peningkatan/penurunan sikap APIP disajikan pada Tabel 19. Hal ini disebabkan responden pada kelompok Tanpa Pemberian Majalah mengalami keraguan terhadap pernyataan yang diajukan khususnya sikap mengenai keharusan APIP dalam memperhatikan perubahan gaya hidup auditee dan menjadikannya sebagai dasar evaluasi lebih mendalam terhadap sistem pengendalian atas risiko fraud serta keharusan APIP dalam membangun kesadaran untuk bersikap jujur dan mengatakan adanya kecurangan di dalam organisasi.
49 Tabel 19 Total skor dan rataan peningkatan/penurunan sikap APIP tentang fraud di Bogor tahun 2016 Dengan Pemberian Majalah (n=40)
Sikap
Total Skor Sikap Awal Sikap Akhir Peningkatan/Penurunan
1642.00 1711.84 69.84
Tanpa Pemberian Majalah (n=40)
Rataan 41.05 42.80 1.75
Total Skor
Rataan
1636.51 1635.17 -1.34
40.91 40.88 -0.03
Hasil uji t berpasangan pada kelompok Dengan Pemberian Majalah sesuai Tabel 20 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan sikap yang nyata dengan dibuktikan nilai thitung sebesar 3.077 > dari ttabel 2.042 (α ≤ 0.05). Peningkatan sikap APIP rata-rata sebesar 1.75 disebabkan rata-rata sikap awal APIP sudah baik selain itu dengan membaca majalah tidak dengan serta merta meningkatkan sikap APIP, banyak faktor lain yang menjadi bahan pertimbangan. Misalnya pada pernyataan mengenai responden merasa bertanggung jawab dalam pendeteksian fraud secara keseluruhan mengalami penurunan sebesar dua. Namun demikian secara kelembagaan, keyakinan responden bahwa APIP harus mampu memberikan jaminan bahwa seluruh sistem pengendalian fraud berjalan efektif meningkat sebesar enam belas. Hasil FGD menyatakan, walaupun dengan membaca majalah ilmiah KP, responden semakin menyadari bahwa APIP harus mampu memberikan jaminan bahwa seluruh sistem pengendalian fraud berjalan efektif namun responden secara pribadi menyadari sikap tanggung jawab terhadap pendeteksian fraud masih merupakan hal yang tidak mudah karena sistem yang ada baik independensi, SDM, maupun anggaran dan sarana prasarana yang belum optimal sehingga harus menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Gamar dan Djamhari (2015) menyatakan keberhasilan mengurangi fraud masih sangat membutuhkan peningkatan kompetensi auditor internal dan komitmen pimpinan. Tabel 20 Hasil uji t berpasangan peningkatan sikap APIP tentang fraud pada kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor tahun 2016 Nilai Rata-rata Pre-test 41.05
Uji t berpasangan
Post-test
Selisih
Nilai t hitung
42.80
1.75
3.077*
Keterangan: * berbeda nyata pada α ≤ 0.05
Pernyataan bahwa deteksi kasus korupsi berjamaah dapat ditingkatkan dengan mekanisme whistleblowing, jaminan bagi pengadu dan jaminan penanganan pengaduan secara transparan juga meningkat sebesar sepuluh, namun pada saat FGD berlangsung, sebagian responden masih mengalami keraguan bahwa mekanisme whistleblowing pada implementasinya dapat berjalan secara optimal karena dinilai belum sepenuhnya independen dimana pimpinan unit kerja biasanya masih ikut dalam struktur. Peningkatan skor juga terjadi pada pernyataan bahwa perubahan gaya hidup auditee harus menjadi perhatian APIP dan harus menjadi dasar evaluasi lebih mendalam terhadap sistem pengendalian atas risiko fraud sebesar sembilan.
50 Berdasarkan data di atas, hipotesis pertama pada penelitian ini diterima. Hal ini terlihat dari adanya perbedaan efek majalah berupa peningkatan pengetahuan dan sikap tentang fraud yang nyata antara responden kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol, sehingga dapat disimpulkan majalah KP mampu meningkatkan efek majalah berupa pengetahuan dan sikap APIP tentang fraud. Hal ini relevan dengan penelitian Yusnita (2015) juga menyatakan media booklet mampu meningkatkan pengetahuan tentang pembuatan pupuk organik cair pada anak-anak dan penelitian Fransiska dan Sumartono (2011) yang membuktikan hubungan antara perhatian mahasiswa terhadap majalah Lentera dengan tingkat pengetahuan mahasiswa tentang isi majalah tersebut. Labbe dan Fortner (2001) juga menyimpulkan pelanggan menggunakan majalah lingkungan E/The Environmental Magazine sebagai alat memperkuat keyakinan dan nilai atau penggunaan untuk identitas pribadi, serta setidaknya untuk memperkuat kebiasaan yang telah ada. Adapun penelitian Bhattacharya (2016) menunjukkan paparan media cetak baik koran maupun maupun majalah secara teratur berhubungan dengan sikap penolakan terhadap kekerasan antara suami istri, namun media cetak mungkin tidak memiliki pengaruh terhadap sikap pria yang memiliki keyakinan yang sangat kuat mengenai pembenaran kekerasan antara suami istri.
Citra Profesionalitas Lembaga Citra Profesionalitas Lembaga Awal Citra profesionalitas lembaga awal secara keseluruhan terhadap Pusdiklatwas BPKP sangat baik dimana 35 persen pada kategori sedang dan sebanyak 65 persen pada kategori tinggi. Pada kelompok Dengan Pemberian Majalah kategori sedang sebesar 37.5 persen dan kategori tinggi sebesar 62.5 persen sedangkan kelompok Tanpa Pemberian Majalah kategori sedang sebesar 32.5 persen dan kategori tinggi sebesar 67.5 persen (Tabel 21). Tabel 21 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan citra profesionalitas lembaga awal di Bogor tahun 2016 Citra Profesionalitas Lembaga Awal Sedang (60- 80) Tinggi (>80)
Dengan Pemberian Majalah (n=40)
Total
Tanpa Pemberian Majalah (n=40)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
15 25
37.50 62.50
13 27
32.50 67.50
28 52
35.00 65.00
Citra Profesionalitas Lembaga Akhir Citra profesionalitas lembaga akhir responden secara keseluruhan pada kategori sedang mencapai 30 persen dan kategori tinggi sebesar 70 persen serta tidak ada yang termasuk kategori rendah. Pada kelompok Dengan Pemberian Majalah kategori sedang sebesar 35 persen dan kategori tinggi sebesar 65 persen sedangkan kelompok Tanpa Pemberian Majalah kategori sedang sebesar
51 25 persen dan kategori tinggi sebesar 75 persen. Data citra profesionalitas lembaga akhir disajikan pada Tabel 22 berikut: Tabel 22 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan citra profesionalitas lembaga akhir di Bogor tahun 2016 Citra Profesionalitas Lembaga Akhir Sedang (60- 80) Tinggi (>80)
Dengan Pemberian Majalah (n=40) Jumlah (orang)
Tanpa Pemberian Majalah (n=40)
Persentase Jumlah (%) (orang)
14 26
35.00 65.00
Persentase (%)
10 30
Total Jumlah Persentase (orang) (%)
25.00 75.00
24 56
30.00 70.00
Peningkatan Citra Profesionalitas Lembaga Peningkatan citra profesionalitas lembaga pada kelompok Dengan Pemberian Majalah sebesar 3 (rataan 0.07) dan pada kelompok Tanpa Pemberian Majalah juga terjadi peningkatan sebesar 5 (rataan 0.13). Data citra profesionalitas lembaga akhir dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Total skor dan rataan peningkatan citra profesionalitas lembaga di Bogor tahun 2016 Citra Profesionalitas Lembaga
Dengan Pemberian Majalah (n=40)
Tanpa Pemberian Majalah (n=40)
Total Skor
Total Skor
Citra Awal Citra Akhir Peningkatan
529 532 3
Rataan 13.23 13.30 0.07
Rataan
539 544 5
13.48 13.60 0.13
Peningkatan citra profesionalitas lembaga pada kelompok Dengan Pemberian Majalah dan pada kelompok Tanpa Pemberian Majalah terjadi pada pernyataan Pusdiklatwas mempunyai komitmen yang kuat dalam mendukung sektor pengawasan masing-masing sebesar empat. Pernyataan Pusdiklatwas BPKP merupakan lembaga profesional dalam menyelenggarakan diklat pengawasan pada kelompok Dengan Pemberian Majalah justru menurun sebesar satu sedangkan pada kelompok Tanpa Pemberian Majalah tidak berubah. Adapun pernyataan Pusdiklatwas layak menjadi contoh standarisasi penyelenggaraan diklat bagi lembaga diklat lain pada kelompok Dengan Pemberian Majalah tidak berubah sedangkan pada kelompok Tanpa Pemberian Majalah meningkat sebesar satu. Tabel 24 Hasil uji t berpasangan peningkatan citra profesionalitas lembaga pada APIP kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor tahun 2016 Nilai rata-rata
Uji t berpasangan
Pre-test
Post-test
Selisih
Nilai t hitung
13.23
13.30
0.07
0.476tn
Keterangan:
tn
tidak berbeda nyata
52 Hasil uji t berpasangan pada kelompok Dengan Pemberian Majalah seperti disajikan pada Tabel 24 di atas, dengan nilai thitung sebesar 0.476 < dari ttabel 2.042 (α ≤ 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat peningkatan citra profesionalitas lembaga yang nyata. Pemberian majalah ilmiah Kampus Pengawasan dalam penelitian ini belum terbukti mampu meningkatkan citra lembaga Pusdiklatwas BPKP, persepsi APIP terhadap citra lembaga sejak awal sudah tinggi dan hanya mengalami peningkatan pada pernyataan Pusdiklatwas BPKP mempunyai komitmen yang kuat dalam mendukung sektor pengawasan sedangkan pada pernyataan Pusdiklatwas BPKP merupakan lembaga profesional dalam menyelenggarakan diklat pengawasan justru mengalami penurunan. Citra Profesionalitas Pengajar Citra Profesionalitas Pengajar Awal Citra profesionalitas pengajar awal secara keseluruhan sangat baik dimana 38.75 persen pada kategori sedang dan sebanyak 61.25 persen pada kategori tinggi. Pada kelompok Dengan Pemberian Majalah kategori sedang sebesar 35 persen dan kategori tinggi sebesar 65 persen sedangkan kelompok Tanpa Pemberian Majalah kategori sedang sebesar 42.5 persen dan kategori tinggi sebesar 57.5 persen (Tabel 25). Tabel 25 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan citra profesionalitas pengajar awal di Bogor tahun 2016 Citra Pengajar Awal
Dengan Pemberian Majalah (n=40) Jumlah (orang)
Sedang (60- 80) Tinggi (>80)
14 26
Tanpa Pemberian Majalah (n=40)
Total
Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase (%) (orang) (%) (orang) (%) 35.00 65.00
17 23
42.50 57.50
31 49
38.75 61.25
Citra Profesionalitas Pengajar Akhir Citra profesionalitas pengajar akhir responden secara keseluruhan pada kategori sedang mencapai 43.75 persen dan kategori tinggi sebesar 56.25 persen serta tidak ada yang termasuk kategori rendah. Pada kelompok Dengan Pemberian Majalah kategori sedang sebesar 40 persen dan kategori tinggi sebesar 60 persen sedangkan kelompok Tanpa Pemberian Majalah kategori sedang sebesar 47.5 persen dan kategori tinggi sebesar 52.5 persen. Data dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Jumlah dan persentase APIP berdasarkan citra profesionalitas pengajar akhir di Bogor tahun 2016 Citra Pengajar Akhir Sedang (60- 80) Tinggi (>80)
Dengan Pemberian Majalah (n=40) Jumlah (orang) 16 24
Tanpa Pemberian Majalah (n=40)
Total
Persentase (%)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
40.00 60.00
19 21
47.50 52.50
35 45
43.75 56.25
53 Peningkatan/Penurunan Citra Profesionalitas Pengajar Skor peningkatan citra profesionalitas pengajar oleh responden dari dua pernyataan pada kelompok Dengan Pemberian Majalah 3 (rataan 0.08) dan pada kelompok Tanpa Pemberian Majalah terjadi penurunan sebesar -5 (rataan -0.13). Skor pernyataan widyaiswara pada Pusdiklatwas BPKP merupakan pengajar profesional dalam mendukung penyelenggaraan diklat pengawasan pada kelompok Dengan Pemberian Majalah meningkat sebesar dua sedangkan pada kelompok Tanpa Pemberian Majalah menurun sebesar empat. Adapun skor pernyataan widyaiswara pada Pusdiklatwas BPKP berkomitmen untuk terusmenerus mengembangkan kompetensinya pada kelompok Dengan Pemberian Majalah meningkat sebesar satu sedangkan pada kelompok Tanpa Pemberian Majalah justru menurun sebesar satu. Peningkatan dan penurunan citra profesionalitas pengajar disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Total skor dan rataan peningkatan/penurunan citra profesionalitas pengajar di Bogor tahun 2016 Dengan Pemberian Majalah(n=40)
Citra Pengajar
Total Skor Citra Awal Citra Akhir Peningkatan
Tanpa Pemberian Majalah(n=40)
Rataan
363 366 3
Total Skor 9.08 9.15 0.08
Rataan
360 355 -5
9.00 8.88 -0.13
Hasil uji t berpasangan pada kelompok Dengan Pemberian Majalah (Tabel 28) menunjukkan bahwa tidak terdapat peningkatan citra pengajar yang nyata dengan dibuktikan nilai thitung sebesar 0.476 < dari ttabel 2.042 (α ≤ 0.05). Persepsi APIP terhadap pernyataan widyaiswara Pusdiklatwas BPKP merupakan pengajar profesional dalam mendukung penyelenggaraan diklat pengawasan maupun pernyataan widyaiswara pada Pusdiklatwas BPKP berkomitmen untuk terus-menerus mengembangkan kompetensinya tidak meningkat secara signifikan. Tabel 28 Hasil uji t berpasangan peningkatan citra profesionalitas pengajar pada APIP kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor tahun 2016 Nilai rata-rata Pre-test 9.08 Keterangan:
tn
Uji t berpasangan
Post-test
Selisih
Nilai t hitung
9.15
0.07
0.476 tn
tidak berbeda nyata
Dari data di atas, maka hipotesis kedua pada penelitian ditolak. Hal ini terlihat dari tidak adanya perbedaan citra yang nyata pada responden sebelum dan sesudah membaca majalah KP, sehingga dapat disimpulkan majalah KP belum mampu meningkatkan citra organisasi, baik pada profesionalitas lembaga maupun pengajar. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Pasaribu (2015) dimana media internal berupa portal mampu meningkatkan citra organisasi PT Dirgantara Indonesia. Hal ini dapat diakibatkan perbedaan karakteristik dimana media portal khusus sebagai media kehumasan sedangkan majalah KP berfungsi ganda yaitu sebagai majalah ilmiah dan majalah kehumasan.
54 Merujuk pada penelitian Wood (2006) mengenai konsep excellence house journal di Afrika Selatan yang mengedepankan hubungan penting antara organisasi dengan lingkungannya, sebaiknya jurnal internal menyajikan konten yang bersifat internal meliputi visi dan misi organisasi, budaya organisasi, kebijakan dan karyawan maupun konten yang bersifat eksternal seperti politik, sosial, ekonomi, lingkungan dan hukum. Sedangkan penelitian Kiousis et al. (2007) menyatakan terdapat beberapa atribut untuk mengukur pengaruh agendabuilding dan agenda-setting pemberitaan di media massa terhadap reputasi perusahaan yaitu meliputi produk dan layanan, kinerja keuangan, lingkungan tempat kerja, tanggung jawab sosial, visi dan kepemimpinan serta hubungan emosional. Majalah KP khususnya pada edisi yang digunakan pada penelitian, dalam penyajiannya terlihat konten kehumasan masih sangat minim dimana hanya terdapat satu berita reportase kegiatan Pusdiklatwas, galeri foto kegiatan rapat kerja, rubrik insan kampus dan rubrik waktu rehat. Ke depan pengelola majalah KP harus mampu menyeimbangkan konten antara artikel ilmiah sebagai prasyarat majalah ilmiah maupun konten kehumasan untuk memenuhi tujuan pemeliharaan dan peningkatan citra organisasi. Penambahan konten kehumasan terutama berita reportase kegiatan Pusdiklatwas khususnya mengenai penyelenggaraan diklat yang terkini maupun inovasi-inovasi yang telah dilakukan dalam mengembangkan produk dan layanan Pusdiklatwas sebagai lembaga diklat yang handal di bidang pengawasan, kinerja keuangan untuk mendukung akuntabilitas dan transparansi Pusdiklatwas sebagai Badan Layanan Umum serta lingkungan tempat kerja baik kualitas widyaiswara dan SDM pendukung maupun sarana dan prasarana fisik. Selain itu, redaksi dapat menambahkan artikel mengenai kegiatan tanggung jawab sosial kepada masyarakat sekitar serta cerita true story pengalaman penugasan sebagai seorang auditor yang inspiratif untuk memperkuat hubungan emosional.
Pengaruh Karakteristik APIP, Kebutuhan Informasi, Penilaian Efektivitas Majalah dan Selektivitas terhadap Efek Majalah dan Citra Organisasi Pengaruh Karakteristik APIP terhadap Efek Majalah dan Citra Organisasi Tabel 29 menunjukkan nilai koefisien regresi indikator komitmen organisasi sebesar 10.504 berpengaruh nyata terhadap efek majalah berupa peningkatan pengetahuan. Hal ini relevan dengan pernyataan Bagia et al. (2015) bahwa komitmen organisasi merupakan perwujudan dari kerelaan seseorang dalam bentuk pengikatan diri dengan organisasi yang digambarkan oleh besarnya usaha (tenaga, waktu, dan pikiran) atau semangat belajar yang berkelanjutan untuk mencapai visi bersama. APIP menganggap unit kerja Inspektorat merupakan unit kerja yang strategis karena berfungsi sebagai pengawas internal bagi unit kerja lain. Sebagian responden bahkan mengajukan diri untuk pindah ke Inspektorat karena berharap dapat lebih meningkatkan idealisme dan profesionalisme. Hasil pengujian juga menunjukkan indikator lain pada peubah karakteristik pembaca yaitu penghasilan berpengaruh nyata terhadap efek majalah berupa peningkatan sikap. Semakin tinggi penghasilan responden akan meningkatkan independensi sebagai auditor internal sehingga semakin mudah meningkatkan
55 sikap terhadap upaya pencegahan dan deteksi fraud. Penghasilan APIP terdiri dari komponen gaji dan tunjangan kinerja dimana besaran gaji sama sesuai jenjang kepangkatan namun tunjangan kinerja berbeda-beda sesuai kemampuan APBN/APBD masing-masing kementerian dan pemerintah daerah. Secara umum kesejahteraan APIP di daerah masih memprihatinkan, karena besaran tunjangan kinerja juga dipengaruhi komitmen kepala daerah dalam memposisikan dan memberdayakan unit kerja Inspektorat. Hal ini patut menjadi perhatian pengambil kebijakan agar ke depan dapat meningkatkan kesejahteraan APIP secara simultan sesuai kinerja dan anggaran yang tersedia. Indikator motivasi meningkatkan kompetensi juga berpengaruh nyata terhadap efek majalah berupa peningkatan sikap. Motivasi yang tinggi akan menggerakkan APIP untuk meningkatkan kompetensi melalui berbagai hal baik mengikuti diklat, seminar, workshop maupun mengakses media. Responden menyadari pentingnya kompetensi dalam mendukung penugasan yang bersifat dinamis serta untuk kemajuan karirnya sebagai APIP. Semakin tinggi motivasi APIP untuk meningkatkan kompetensi pada saat membaca majalah maka semakin tinggi peningkatan sikap dalam mencegah dan mendeteksi fraud. Terlebih saat ini dimana setiap unit kerja APIP didorong untuk meningkatkan level IACM, tentu pimpinan unit kerja juga diharapkan mampu memberikan motivasi kepada setiap APIP untuk terus meningkatkan kompetensinya. Tabel 29 Nilai koefisien regresi karakteristik APIP terhadap efek majalah dan citra organisasi pada kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor tahun 2016 Karakteristik APIP Umur Jenis kelamin Pendidikan PenghasilanX25 Komitmen organisasi Komitmen profesi Motivasi meningkatkan kompetensi
Efek majalah KP(β) Pengetahuan
Citra (β)
Sikap
Lembaga
Pengajar
0.024 0.359 -0.070 0.033 10.504** 0.663
-0.267 -2.108 -0.923 0.002** -1.757 9.579
-0.055 -0.015 -0.382 0.019 4.103** -1.579
-0.042 -0.162 -0.406 0.007 1.840 -1.558
4.872
21.352**
-0.718
1.475
Keterangan: **berpengaruh nyata pada p ≤ 0.05
β = koefisien regresi linear sederhana
Peubah karakteristik pembaca berpengaruh nyata terhadap peningkatan citra berupa profesionalitas lembaga, yaitu pada indikator komitmen organisasi dengan koefisien regresi sebesar 4.103. Semakin tinggi komitmen organisasi APIP pada saat membaca majalah maka semakin besar peningkatan citra profesionalitas lembaga Pusdiklatwas BPKP. Hal ini juga didukung kerjasama yang baik selama ini antara Inspektorat dan Pusdiklatwas BPKP baik pada penyelenggaraan diklat maupun bimtek yang menunjang peran APIP.
56 Pengaruh Kebutuhan Informasi terhadap Efek Majalah dan Citra Organisasi Kebutuhan informasi tidak berpengaruh terhadap peningkatan efek majalah baik pada peningkatan pengetahuan maupun sikap. Peubah kebutuhan informasi juga tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan citra baik citra profesionalitas lembaga maupun pengajar. Hal ini disebabkan kebutuhan informasi semua responden tergolong tinggi pada semua jenis informasi. Selain itu, telah tersedia sumber informasi lain seperti buku, pedoman, peraturan dan sebagainya. Hasil regresi kebutuhan informasi disajikan pada Tabel 30. Tabel 30 Nilai koefisien regresi kebutuhan informasi APIP terhadap efek majalah dan citra organisasi pada kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor tahun 2016 Kebutuhan Informasi Pengawasan internal Profesi auditor internal Kebijakan dan peraturan pemerintah Hasil penelitian pengawasan
Efek majalah KP(β) Pengetahuan -4.778 5.748 4.084 0.178
Citra (β)
Sikap 1.552 16.654 -3.115
Lembaga 2.625 1.589 -3.581
-12.830
-0.589
Pengajar 2.962 -2.472 -1.371 -0.292
Keterangan: β = koefisien regresi linear sederhana
Kebutuhan informasi tertinggi pada kebijakan dan peraturan pemerintah, diikuti pengetahuan mengenai pengawasan internal dan perkembangan profesi auditor internal serta terakhir hasil penelitian. Responden menyatakan pentingnya pengetahuan mengenai kebijakan dan peraturan pemerintah karena banyaknya peraturan perundang-undangan yang baru dan sering tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan sebelumnya. Hal tersebut membutuhkan kajian yang mendalam agar auditor mampu memahaminya secara menyeluruh dan menjadikannya sebagai pedoman dalam melakukan audit. Pengetahuan mengenai pengawasan internal juga sangat dibutuhkan responden mengingat perkembangan ilmu di bidang pengawasan yang sangat dinamis. Kebutuhan informasi mengenai profesi auditor internal juga dianggap penting untuk menunjang pengembangan karir dan kompetensi auditor. Selain itu ketersediaan media sejenis yang masih sangat jarang menjadikan tingginya kebutuhan tersebut. Adapun kebutuhan informasi mengenai hasil penelitian juga dinilai penting untuk mendukung keterkaitan teori dengan implementasi di lapangan. Hal ini menjadi masukan berharga bagi pengelola majalah ilmiah KP dimana saat ini mayoritas konten berupa hasil penelitian pada rubrik Karya Tulis Ilmiah sedangkan kebutuhan informasi responden tertinggi justru kajian mengenai kebijakan dan peraturan pemerintah. Hasil penelitian yang merupakan sarana pengembangan diri widyaiswara ke depan dapat dipublikasikan secara tersendiri melalui jurnal ilmiah. Publikasi melalui jurnal ilmiah diharapkan dapat menyasar responden berbasis kompetensi dan latar belakang keilmuan yang lebih tinggi.
57 Pengaruh Penilaian Efektivitas Majalah terhadap Efek Majalah dan Citra Organisasi Penilaian efektivitas majalah berpengaruh nyata terhadap peningkatan efek majalah khususnya indikator daya tarik terhadap peningkatan pengetahuan dan indikator pemahaman terhadap peningkatan sikap. Namun peubah penilaian efektivitas majalah tidak terbukti berpengaruh nyata terhadap peningkatan citra baik citra profesionalitas lembaga maupun pengajar. Hasil regresi penilaian efektivitas majalah dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31 Nilai koefisien regresi penilaian efektivitas majalah APIP terhadap efek majalah dan citra organisasi pada kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor tahun 2016 Penilaian Efektivitas Majalah Daya Tarik Pemahaman Keterlibatan Diri Penerimaan
Efek majalah KP(β) Pengetahuan 8.746** 0.697 -1.655 -0.218
Keterangan: **berpengaruh nyata pada p ≤ 0.05 *berpengaruh nyata pada p≤ 0.1
Sikap 12.498 13.883* 7.067 9.908
Citra (β) Lembaga 2.251 1.697 0.264 -0.024
Pengajar 0.547 0.189 1.613 1.874
β = koefisien regresi linear sederhana
Hasil pengolahan data pada indikator daya tarik khususnya pernyataan mengenai penggunaan gaya bahasa menarik karena menggunakan bahasa ilmiah menunjukkan skor 77 yang termasuk kategori sedang. Pada saat FGD berlangsung, sebagian responden mengaku penyampaian dalam bahasa ilmiah kurang menarik karena banyak menggunakan istilah yang sulit dan asing. Penggunaan bahasa ilmiah populer dapat menjadi alternatif. Hal ini relevan dengan pernyataan Wijana (2013) bahwa untuk mewadahi kalangan yang ingin menikmati informasi ilmiah dalam situasi yang agak santai dengan bahasa yang tidak terlalu ketat mematuhi norma yang terlalu formal penulis perlu mengkreasikan jenis wacana tertentu yang lazim disebut wacana ilmiah populer. Bahasa populer menghendaki istilah yang dikenal secara umum dan berlaku di kalangan masyarakat awam, bukan istilah yang sulit, asing atau yang mengagumkan tapi tidak dimengerti (Soeseno 1993). Demikian juga pada pernyataan pemilihan desain majalah khususnya cover cukup menarik, hasil pengolahan data menunjukkan skor 78.5 yang termasuk kategori sedang. Hasil FGD menyimpulkan responden juga mengharapkan peningkatan kualitas desain majalah khususnya cover maupun headline. Ilustrasi pada media publikasi telah menjadi bentuk penyampaian pesan lewat bertutur secara visual yang lebih kuat daripada tulisan serta dapat membangun persepsi bagi yang melihatnya, khususnya ilustrasi pada sampul muka merupakan pemberi identitas sekaligus menarik perhatian sehingga membutuhkan sinergi antara penulis dengan seniman (Adi 2014). Pembuatan desain majalah KP saat ini masih dilakukan secara mandiri oleh pengelola majalah, ke depan perlu melibatkan seniman/ tenaga yang mempunyai keahlian di bidang desain. Pemilihan judul juga diharapkan dapat lebih atraktif sehingga mampu menarik minat pembaca. Indikator pemahaman juga terbukti berpengaruh nyata terhadap peningkatan sikap. Hasil pengolahan data pada indikator pemahaman khususnya pernyataan penggunaan narasi mudah dipahami serta penggunaan tabel, gambar dan ilustrasi
58 semakin meningkatkan pemahaman menunjukkan skor 80 dan 79.5 yang termasuk kategori sedang. Pada saat FGD responden menyatakan penggunaan narasi dan penggunaan tabel, gambar dan ilustrasi cukup membantu meningkatkan pemahaman, namun demikian pemahaman tiap-tiap responden berbeda-beda sesuai kemampuan kognitif, afektif serta latar belakang pendidikan yang tidak semuanya berasal dari jurusan ekonomi. Dua indikator lain, baik keterlibatan diri maupun penerimaan walaupun mayoritas pada kategori sedang tidak terbukti berpengaruh nyata terhadap efek majalah berupa peningkatan pengetahuan dan sikap APIP tentang fraud. Namun demikian responden menilai konten yang disajikan pada majalah ilmiah KP cukup menimbulkan rasa keterlibatan diri karena pesan yang disampaikan benar-benar sesuai dengan peran dan tanggungjawab APIP terhadap fraud (Tabel 11). Hasil FGD menyatakan, responden mengharapkan artikel ilmiah juga dikaitkan dengan kasus-kasus yang sedang menjadi pusat perhatian khususnya yang menyangkut peran APIP baik di pusat maupun daerah. Responden juga mengusulkan adanya rubrik tanya jawab dengan narasumber widyaiswara, yang dapat menampung pertanyaan maupun masukan dari pembaca terkait penugasan yang ada baik yang bersifat assurance maupun consulting. Selain itu, responden juga berharap dapat berpartisipasi mengirim artikel ilmiah maupun tulisan lainnya sebagai sarana pengembangan diri sesuai yang disyaratkan dalam penilaian angka kredit bagi jabatan fungsional auditor. Demikian halnya dengan indikator penerimaan dimana responden menilai pesan yang disampaikan telah sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku pada profesi auditor (Tabel 11). Pengaruh Selektivitas terhadap Efek Majalah dan Citra Organisasi Peubah selektivitas baik indikator frekuensi membaca maupun jumlah artikel yang dibaca berpengaruh nyata terhadap efek majalah yaitu pada indikator peningkatan pengetahuan namun tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan sikap maupun peningkatan citra baik profesionalitas lembaga dan pengajar (Tabel 32). Selektivitas pembaca secara keseluruhan masih tinggi dimana frekuensi membaca dan jumlah artikel yang dibaca masih rendah yang disebabkan padatnya jadwal diklat. Hasil FGD juga menyimpulkan responden mengharapkan hardcopy majalah KP dapat didistribusikan ke seluruh unit kerja APIP sehingga seluruh APIP dapat membaca majalah secara langsung secara kontinyu tidak terbatas hanya pada saat mengikuti diklat. Pemberian majalah KP secara online melalui facebook APIP, ke depan dapat juga diunggah pada media lain khususnya website bpkp.go.id agar dapat diakses sewaktu-waktu dan menjangkau seluruh APIP yang tersebar di seluruh Indonesia maupun masyarakat luas. Tabel 32 Nilai koefisien regresi selektivitas APIP terhadap efek majalah dan citra organisasi pada kelompok Dengan Pemberian Majalah di Bogor tahun 2016 Selektivitas Frekuensi Membaca Jumlah Artikel
Efek majalah KP(β) Pengetahuan 0.278** 0.301**
Keterangan: **berpengaruh nyata pada p ≤ 0.05
Sikap 0.881 1.188
Citra (β) Lembaga -0.208 0.064
Pengajar -0.282 0.130
β = koefisien regresi linear sederhana
59 Dari analisis regresi yang dikemukakan, terlihat hipotesis ketiga pada penelitian ini diterima. Hal ini dibuktikan dengan adanya pengaruh karakteristik APIP, penilaian efektivitas majalah dan selektivitas kelompok perlakuan terhadap peningkatan efek majalah berupa pengetahuan dan sikap APIP tentang fraud serta karakteristik APIP terhadap peningkatan citra khususnya citra profesionalitas lembaga. Implikasi teori dari penelitian ini memperkuat teori uses and effect bahwa media mampu memberikan efek khususnya pada pengetahuan dan sikap pembaca, serta selain kebutuhan informasi terdapat peubah lain yang berpengaruh, khususnya karakteristik pembaca, penilaian efektivitas media dan selektivitas. Pengelola media khususnya majalah ke depan harus mampu meningkatkan mutu dan komposisi penyajian konten, bahasa maupun desain menurut karakteristik pembacanya dan aksesbilitas terhadap media tersebut. Implikasi praktis yang dapat diterapkan oleh pengelola Majalah Ilmiah KP adalah meningkatkan jumlah halaman untuk mengakomodasi keseimbangan konten, baik artikel ilmiah maupun konten kehumasan, meningkatkan daya tarik majalah, baik penggunaan bahasa ilmiah populer maupun peningkatan desain majalah, serta meningkatkan aksesbilitas dengan memperluas distribusi majalah ke seluruh unit kerja APIP maupun mengunggah secara online melalui website bpkp.go.id. Selain itu, pemerintah sebaiknya mengatur kembali regulasi secara lebih komprehensif khususnya penyusunan Undang-undang terkait pengawasan internal pemerintah dan pimpinan unit kerja selaku pengambil kebijakan agar lebih mendorong komitmen organisasi, motivasi maupun kesejahteraan APIP sehingga mampu memperkuat independensi dan kompetensi APIP.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pengetahuan awal APIP tentang fraud masih rendah sedangkan sikap awal tentang tanggung jawab pencegahan dan pendeteksian fraud sudah baik, perlakuan majalah KP terbukti mampu memberikan efek berupa peningkatan pengetahuan dan sikap APIP tentang fraud dibanding kelompok kontrol. Peningkatan pengetahuan masih kecil, disebabkan daya tarik majalah yang perlu ditingkatkan dan selektivitas yang tinggi sedangkan sikap APIP walaupun meningkat namun masih mengalami dilema karena sistem yang ada belum sepenuhnya mendukung baik independensi, SDM, anggaran maupun sarana prasarana. 2. Perlakuan majalah KP tidak terbukti mampu meningkatkan citra organisasi baik berupa peningkatan profesionalitas lembaga dan pengajar dibanding kelompok kontrol karena kurangnya konten kehumasan, walaupun demikian citra organisasi awal maupun akhir mayoritas pada kategori tinggi. 3. Peubah karakteristik APIP, penilaian efektivitas majalah dan selektivitas kelompok perlakuan terbukti berpengaruh terhadap efek majalah, sedangkan citra organisasi hanya dipengaruhi karakteristik APIP.
60 Saran 1. Penggunaan bahasa ilmiah baku perlu diubah menjadi bahasa ilmiah populer yang disertai dengan peningkatan desain cover dan judul majalah untuk meningkatkan daya tarik majalah. 2. Meningkatkan kajian mengenai kebijakan dan peraturan pemerintah yang merupakan kebutuhan informasi tertinggi bagi APIP serta memisahkan sebagian hasil penelitian dalam publikasi jurnal ilmiah untuk menyasar responden berbasis kompetensi dan latar belakang keilmuan yang lebih tinggi. 3. Meningkatkan isi yang mendukung peningkatan citra organisasi meliputi produk dan layanan, kinerja keuangan, lingkungan tempat kerja, tanggung jawab sosial, visi dan kepemimpinan serta hubungan emosional. 4. Meningkatkan aksesbilitas majalah baik melalui distribusi hardcopy ke seluruh unit kerja APIP maupun mengunggah melalui website bpkp.go.id. 5. Pemerintah sebaiknya mengatur kembali regulasi terkait pengawasan internal pemerintah dan pimpinan unit kerja APIP agar lebih mendorong komitmen organisasi, motivasi maupun kesejahteraan APIP sehingga mampu memperkuat independensi dan kompetensi APIP. 6. Perlu dilakukan penelitian lanjutan menggunakan metode eksperimen faktorial dengan variasi bahasa dan desain majalah untuk menggali lebih dalam lagi unsur-unsur yang memengaruhi efektivitas majalah.
DAFTAR PUSTAKA AAIPI. 2014. Produk unggulan; standar audit intern Pemerintah Indonesia, kode etik auditor Intern Pemerintah Indonesia dan pedoman telaah sejawat AAIPI. [internet]. [diunduh 2015 Nov 18]. Tersedia pada: http://aaipi.or.id/produk/. Adi D. 2014. Memaknai bahasa visual pada ilustrasi bergambar Soeharto di sampul muka majalah Tempo. Humaniora. 5(2):612-623. Aloise-Young P, Slater MD, Cruickshank CC. 2006. Mediators and moderators of magazine advertisement effect on adolescent cigarette smoking. Journal of Health Communication. 11(3):281-300. Al Shami AM. 2013. Uses and effect of religious programs among Yemeni audiences. Jurnal Komunikasi Islam. 03(02):179-225. Amalia YT. 2014. Pengaruh motif penggunaan media internal Excellence terhadap kepuasan informasi karyawan PT. Bank Riau Kepri. JOM FISIP. 1(2):1-13. Anugerah R. 2014. Peranan Good Corporate Governance dalam pencegahan fraud. Jurnal Akuntansi. 3(1):101-113. Ardianto E. 2009. Public Relations; Pendekatan Praktis untuk menjadi Komunikator, Orator, Presenter dan Juru Kampanye Handal. Bandung[ID]: Widya Padjadjaran. Bagia IW, Yudiaatmaja F, Yulianthini NY. 2015. Model konseptual kinerja individual pegawai pemerintah daerah kabupaten yang berbasis
61 kompetensi, komitmen organisasi dan motivasi kerja. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora. 4(1):509-522. Bertrand J. 1978. Communications Pretesting. Chicago[US]:The Community and Family Study Center, The University of Chicago. Bhattacharya H. 2016. Mass media exposure and attitude towards spousal violance in India. The Social Science Journal. [internet]. [Diunduh pada 2016 Sept 5]. Tersedia pada: http://dx.doi.org/10.1016/j.soscij.2016.02.011. Black J, Bryant J,Thompson S. 1998. Introduction Media Communication. New York[US]: Mc Graw Hills. BPKP. 2014. Keputusan Bersama Kepala Pusbin JFA dan Kepala Pusdiklatwas BPKP Nomor:Kep-82/JF/1/2014 dan Kep-168/DL/2/2014 tentang Kurikulum Diklat Fungsional Auditor. Jakarta[ID]:BPKP. Bryant J, Zillmann D. 2002. Media Effects; Advances in Theory and Research. New Jersey[US]: Lawrence Erlbaum Associates Inc. Cangara H. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta[ID]:PT RajaGrafindo Persada. Creswell JW. 2012. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta[ID]: Pustaka Pelajar. Cutlip SM, Center AH, Broom GM. 2005. Effective Public Relations:Merancang dan Melaksanakan Kegiatan Kehumasan dengan Sukses. Jakarta[ID]: PT Indeks Kelompok Gramedia. Delia RP. 2012. Analisis determinan yang memengaruhi loyalitas pembaca majalah wanita. [tesis]. Jakarta[ID]:UI. Denham BE. 2006. Effects of mass communication attitudes toward anabolic steroids: an analysis of high school seniors. Journal of Drug Issues.[internet]. [Diunduh pada 2015 Nov 24]. Tersedia pada: http://jod.sagepub.com/content/36/4/809. Effendi S, Tukiran. 2012. Metode Penelitian Survey. Jakarta[ID]: LP3ES. Effendy OU. 1999. Humas suatu Studi Komunikologis. Bandung[ID]: PT. Remaja Rosdakarya. Erina C, Darwanis, Zein B. 2012. Pengaruh integritas, obyektivitas, kerahasiaan dan kompetensi terhadap kinerja aparat pengawasan internal pemerintah (studi pada Inspektorat Aceh). Jurnal Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala.2(1):15-27. Fransiska, Sumartono. 2011. Hubungan antara tingkat perhatian dengan tingkat pengetahuan mahasiswa Universitas Bina Nusantara pada majalah Lentera YCAB. Jurnal Komunikologi. 8(1):11-26. Fuad K. 2015. Pengaruh independensi, kompetensi, dan prosedur audit terhadap tanggung jawab dalam pendeteksian fraud. Jurnal Dinamika Akuntansi.7(1):10-17. Gamar N, Djamhari A. 2015. Auditor internal sebagai “dokter” fraud di Pemerintah Daerah. Jurnal Akuntansi Multiparadigma. 6(1):107-123. Hamad I, Ichtiat HQ, Zulham. 2001. Political educations through the mass media? asurvey of Indonesian University students. Asia Pasific Media Educator Issue. No.11:55-71. Haryati. 2007. Ketika parpol mengiklankan kandidatnya di televisi. MediaTor. 8(2):271-278.
62 Isaac S, Michael WB. 1982. Handbook in Research and Evaluation. San Diego[US]: EdITS publishers. Jefkins F, Yadin D. 2014. Public Relations. Edisi Kelima. Jakarta[ID]: Erlangga. Kasali R. 2005. Manajemen Public Relations; Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta[ID]: Pustaka Utama Grafiti. Kemp JE, Carraher R, Szumski RF, Card WR. 1975. Planning and Producing Audiovisual Materials. Third Edition. New York[US]: Thomas Y. Crowell. Kiousis S, Popescu C, Mitrook M. 2007. Understanding influence on corporate reputation: an examination of public relations efforts, media coverage, public opinion, and financial performance from an agenda-building and agenda-setting perspective. Journal of Public Relations Research. 19(2):147-165. Labbe CP, Fortner RW. 2001. Perceptions of the concerned reader: an analysis of The Subscribers of E/The Environmental Magazine. The Journal of Environmental Education. 32(3):41-46. Lubis EE. 2012. Peran humas dalam membentuk citra Pemerintah (studi kasus Humas Pemprov Riau). Jurnal Ilmu Administrasi Negara. 12(1):51-60. Luqman Y.2013. Peran dan posisi hubungan masyarakat sebagai fungsi manajemen perguruan Tinggi Negeri di Semarang. Jurnal Interaksi. 2(1):1-10. MenPAN RB. 2011. Peraturan Menpan RB No 30 Tahun 2011 tentang Pedoman Tata kelola Kehumasan di Lingkungan Instansi Pemerintah. Jakarta[ID]: KeMenPAN RB. Michaelson D, Stacks DW. 2011. Standardization in public relations measurement and evaluation. Public Relations Journal.Spring. 5(2):1-22. Mustikasari DP. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraud di sektor pemerintahan Kabupaten Batang. Accounting Analysis Journal. 2(3):250258. Mykkänén M, Vos M. 2015. The contribution of public relations to organizational decision making insight from literature. Public Relation Journal. 9(2):1-17. Nasution I. 2009. Peranan media massa dalam pendidikan politik dan implikasinya terhadap ketahanan nasional: studi kasus berita wacana pencalonan Presiden-Wakil Presiden 2009 pada Surat Kabar Rakyat Merdeka 2007-2008. [tesis]. [internet] [Diunduh pada 2015 Des 8]. Tersedia pada: http://www.etd.repository.ugm.ac.id/index.php. Nova F. 2011. Crisis Public Relations. Jakarta[ID]: PT Raja Grafindo Persada. Nurhaida I, Hariyanto SP, Junaidi A, Syah P. 2007. Merancang media hiburan buku cergam menjadi media belajar untuk alat bantu komunikasi. MediaTor. 8(1):51-64. Nurudin. 2011. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta[ID]: PT Rajagrafindo Persada. Pankratow M, Berry TR, Mc Hugh TF. 2013. Effect of reading health and appearance exercise magazines articles on perceptions of attractiveness and reasons for exercise. PloS ONE 8(4):e61894. DOI: 10.1371/journal.pone.0061894 Pasaribu Z. 2015. Pengaruh penggunaan media internal Portal PT Dirgantara Indonesia terhadap citra perusahaan. Jurnal Sosioteknologi. 4(1):61-70.
63 Pickett K.H.S. 2003. The Internal Auditing Handbook. Hoboken, New Jersey[US]: John W. Wiley & Sons, Inc. Prawati B. 2003. Keterpakaian koleksi majalah ilmiah Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian oleh peneliti Badan Litbang Pertanian. Jurnal Perpustakaan Pertanian. 12(1):26-31. Pusdiklatwas BPKP. 2015. Laporan Kinerja Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP Tahun 2014 Nomor: LAP-89/DL/2/2015. Bogor:Pusdiklatwas BPKP. Rahmat J. 2003. Psikologi Komunikasi. Bandung[ID]: PT Remaja Rosdakarya. Refdi. 2013. Pengaruh kompetensi, indepedensi, kepatuhan pada kode etik dan motivasi terhadap kualitas audit Aparat Inspektorat Se-Provinsi Riau. Jurnal SOROT. 8(2):120-132. Retnoningsih E, Utami DP. 2013. Penerapan knowledge management pada perguruan tinggi (studi kasus AMIK BSI Purwokerto). Prosiding SNST ke4 Tahun 2013 Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang: 152158 Rombe E. 2011. Hubungan citra hotel dan kepercayaan pelanggan: survey pelanggan Hotel Melati di Sulawesi Tengah. Jurnal Bisnis & Manajemen. 5(1):92-99. Ruslan R. 2007. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi. Jakarta[ID]: PT. RajaGrafindo Persada. Santosa MH. 2016. Strategi pengembangan sistem audit internal pemerintah dalam rangka tata kelola yang lebih baik.[disertasi]. Bogor[ID]: IPB. Sardi. 2012. Tingkat adopsi artikel topik dan efek komunikasi majalah pertanian (kasus pembaca Majalah Trubus di Jakarta Selatan).[tesis]. Bogor[ID]: IPB. Setyanto AE. 2005. Memperkenalkan kembali metode eksperimen dalam kajian komunikasi. Jurnal Ilmu Komunikasi. 3(1):37-48. Simanjuntak BH. 2015. Grand Design Peningkatan Kapabilitas APIP. Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2015.13 Mei 2015. Jakarta: BPKP.[Internet].[Diunduh pada 2015 Nov 15]. Tersedia pada: http://apip.bpkp.go.id/kapabilitasapip/ Sosiawan EA. 2011. Penggunaan situs jejaring sosial sebagai media interaksi dan komunikasi di kalangan mahasiswa. Jurnal Ilmu Komunikasi. 9(1):60-75. Soeseno S. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk Majalah. Jakarta[ID]: PT Gramedia Pustaka Utama. Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung[ID]: Penerbit Alfabeta. Sukanto E. 2007. Perbandingan persepsi antara kelompok auditor internal, akuntan publik, dan auditor pemerintah terhadap penugasan audit kecurangan (fraud audit) dan profil auditor kecurangan (fraud auditor). [tesis]. Semarang[ID]: UNDIP. Sukmana H. 2012. Analisis manajemen kehumasan dalam membangun kredibilitas atas perubahan peran dan fungsi organisasi (studi kasus BPKP). [tesis]. Jakarta[ID]:UI. Sulastri, Simanjuntak BH. 2014. Fraud pada sektor pemerintah berdasarkan faktor keadilan kompensasi, sistem pengendalian internal, dan etika organisasi pemerintah (studi empiris dinas pemerintah Provinsi DKI Jakarta). ejournal Magister Akuntansi Trisakti.1(2):199-227.
64 Sunarwan B. 2013. Pola penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di lingkungan masyarakat pedesaan; survey pada komunitas anggota penerima PNPM Provinsi Jambi. Jurnal Studi Komunikasi dan Media. 17(2):149-162. Tambunan K. 2014. Pemetaan majalah ilmiah terbitan Indonesia. Jurnal Dokumentasi dan Informasi.35(1):41-52. Tranggono RP, Kartika A. 2008. Pengaruh komitmen organisasional dan profesional terhadap kepuasan kerja auditor dengan motivasi sebagai variabel intervening. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. 15(1):80-90. Tuanakotta TM. 2007. Audit Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta[ID]: LP FEUI. Wasesa SA, Macnamara J. 2010. Strategi Public Relations. Jakarta[ID]: PT.Gramedia. West R, Turner L. 2007. Introducing Communication Theory; Analysis and Application Third Edition. New York[US]: Mc GrawHill. Wibowo T. 2012. Hallmark Profesionalisme APIP di Indonesia. Majalah Warta Pengawasan. 19(3):11-16. Wijana IDP. 2013. Pemakaian Bahasa dalam Karya Ilmiah Populer. Jurnal Arbitrer. 1(1):19-36. Wilcox D, Cameron G, Ault P, Agee W. 2003. Public Relations; Strategies and Tactics Seventh Edition.Boston[US]: Pearson Education,Inc. Wood E. 2006. Excellent in-house journals in South Africa: case studies of five leading publications. [disertasi]. Potchfstroom[tZA]:North-West University. Potchfstroom Campus. Yusnita T. 2015. Pengaruh visualisasi dan isi caption pada buklet pembuatan pupuk organik cair terhadap peningkatan pengetahuan siswa di Kota Bogor. Jurnal Komunikasi Pembangunan. 13(1):1-10. Zu’amah S. 2009. Indepedensi dan kompetensi auditor pada opini audit (studi kasus BPK Jateng). Jurnal Dinamika Akuntansi 1(2):145-154.
65
LAMPIRAN
66 Lampiran 1. Tabel Uji validitas dan reliabilitas A.Uji validitas dan reliabilitas kuesioner karakteristik APIP Jumlah Pearson Correlation Soal1
.631
Sig. (2-tailed)
.001
N
25
Pearson Correlation Soal2
.635
Sig. (2-tailed)
25
Pearson Correlation
.741
Sig. (2-tailed)
25
Pearson Correlation
.701
Sig. (2-tailed)
25 .495
Sig. (2-tailed)
.012 25 *
Pearson Correlation
.416
Sig. (2-tailed)
.038
N
25
Pearson Correlation Jumlah
*
Pearson Correlation
N
Soal6
**
.000
N
Soal5
**
.000
N
Soal4
**
.001
N
Soal3
**
1
Sig. (2-tailed) N
25
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .561
6
67 B.Uji validitas dan reliabilitas kuesioner Kebutuhan Informasi Jumlah Pearson Correlation Soal1
.867
Sig. (2-tailed)
.000
N
25
Pearson Correlation Soal2
.863
Sig. (2-tailed)
25
Pearson Correlation
.844
Sig. (2-tailed)
25
Pearson Correlation
.758
Sig. (2-tailed)
25
Pearson Correlation
.698
Sig. (2-tailed)
25
Pearson Correlation
.693
Sig. (2-tailed)
25
Pearson Correlation
.763
Sig. (2-tailed)
**
.000
N
25
Pearson Correlation Jumlah
**
.000
N
Soal7
**
.000
N
Soal6
**
.000
N
Soal5
**
.000
N
Soal4
**
.000
N
Soal3
**
1
Sig. (2-tailed) N
25
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .893
7
68 C.Uji validitas dan reliabilitas kuesioner Penilaian Efektivitas Majalah Jumlah Pearson Correlation Soal1
Sig. (2-tailed)
.734
.000
N
25
Pearson Correlation Soal2
Sig. (2-tailed)
.711
25
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
.642
25
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
.774
25
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
.765
25
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
.803
25
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
.601
**
.001
N
25
Pearson Correlation Jumlah
**
.000
N
Soal7
**
.000
N
Soal6
**
.000
N
Soal5
**
.001
N
Soal4
**
.000
N
Soal3
**
1
Sig. (2-tailed) N
25
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha .838
N of Items 7
69 D.Uji validitas dan reliabilitas kuesioner Selektivitas Jumlah Pearson Correlation Soal1
.796
Sig. (2-tailed)
.000
N
25
Pearson Correlation Soal2
.820
Sig. (2-tailed)
**
.000
N
25
Pearson Correlation Jumlah
**
1
Sig. (2-tailed) N
25
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.467
2
E.Uji reliabilitas lembar pre-test dan post-test pengetahuan Reliability Statistics Cronbach's
Cronbach's
Alpha
Alpha Based on
N of Items
Standardized Items .382
.422
15
70 F.Uji validitas dan reliabilitas lembar pre-test dan post-test sikap Total5 Pearson Correlation sikap1
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation sikap3
Pearson Correlation
Pearson Correlation
Pearson Correlation
Pearson Correlation
Pearson Correlation
Pearson Correlation
Pearson Correlation
25 ** .610
25 ** .701 .000
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
Total
25 ** .667
.001
Sig. (2-tailed) N
sikap10
25 ** .636
.000
Sig. (2-tailed) N
sikap9
25 ** .729
.001
Sig. (2-tailed) N
sikap8
25 ** .752
.000
Sig. (2-tailed) N
sikap7
25 ** .516
.000
Sig. (2-tailed) N
sikap6
.000 25 ** .525
.008
Sig. (2-tailed) N
sikap5
25 ** .679
.007
Sig. (2-tailed) N
sikap4
**
.005
Sig. (2-tailed)
sikap2
.549
25 1
Sig. (2-tailed) 25
N
Reliability Statistics Cronbach's Alpha .810
N of Items 10
71 G.Uji validitas dan reliabilitas lembar pre-test dan post-test citra Total6 Pearson Correlation citra1
.844
Sig. (2-tailed)
.000
N
25
Pearson Correlation citra2
.844
Sig. (2-tailed)
25
Pearson Correlation
.934
Sig. (2-tailed)
25
Pearson Correlation
.873
Sig. (2-tailed)
25
Pearson Correlation
.873
Sig. (2-tailed)
**
.000
N
25
Pearson Correlation Total
**
.000
N
citra5
**
.000
N
citra4
**
.000
N
citra3
**
1
Sig. (2-tailed) N
25
Reliability Statistics Cronbach's Alpha .922
N of Items 5
72 Lampiran 2 Hasil analisis komparatif (Mann-Whitney) Karakteristik APIP Kelompok Perlakuan dan Kontrol Ranks Kelompok
Umur
Jenis_kelamin
Pendidikan
Penghasilan
Komitmen_org
Komitmen_prof
Motivasi
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Kelompok Perlakuan
40
33.11
1324.50
Kelompok Kontrol
40
47.89
1915.50
Total
80
Kelompok Perlakuan
40
36.50
1460.00
Kelompok Kontrol
40
44.50
1780.00
Total
80
Kelompok Perlakuan
40
38.00
1520.00
Kelompok Kontrol
40
43.00
1720.00
Total
80
Kelompok Perlakuan
40
44.25
1770.00
Kelompok Kontrol
40
36.75
1470.00
Total
80
Kelompok Perlakuan
40
40.74
1629.50
Kelompok Kontrol
40
40.26
1610.50
Total
80
Kelompok Perlakuan
40
40.41
1616.50
Kelompok Kontrol
40
40.59
1623.50
Total
80
Kelompok Perlakuan
40
38.51
1540.50
Kelompok Kontrol
40
42.49
1699.50
Total
80
a
Test Statistics Umur
Jenis_
Pendidikan
Penghasilan
kelamin Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2tailed)
504.500
Komitmen_ Komitmen_ org
prof
Motivasi
640.000
700.000
650.000
790.500
796.500
720.500
1324.500 1460.000
1520.000
1470.000
1610.500
1616.500
1540.500
-2.851
-1.787
-1.305
-1.458
-.098
-.035
-.796
.004
.074
.192
.145
.922
.972
.426
73 Lampiran 3 Hasil Uji t berpasangan Paired Samples Statistics Mean
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
pgth_post
7.25
40
1.958
.310
pgth_pre
6.28
40
2.148
.340
sikap_post
42.80
40
4.429
.700
sikap_pre
41.05
40
3.562
.563
lemb_post
13.30
40
1.400
.221
lemb_pre
13.23
40
1.405
.222
pgjr_post
9.15
40
1.027
.162
pgjr_pre
9.08
40
.944
.149
Pair 1
Pair 2
Pair 3
Pair 4
Paired Samples Correlations N
Correlation
Sig.
Pair 1
pgth_post & pgth_pre
40
.440
.004
Pair 2
sikap_post & sikap_pre
40
.616
.000
Pair 3
lemb_post & lemb_pre
40
.747
.000
Pair 4
pgjr_post & pgjr_pre
40
.491
.001
Paired Samples Test Paired Differences Mean
t
pgth_post - pgth_pre
Pair 2
Sig.
Std.
Std.
95% Confidence
(2-
Deviation
Error
Interval of the
tailed)
Mean
Difference Lower
Pair 1
df
Upper
.975
2.178
.344
.278
1.672
2.831
39
.007
sikap_post - sikap_pre
1.746
3.589
.567
.598
2.894
3.077
39
.004
Pair 3
lemb_post - lemb_pre
.075
.997
.158
-.244
.394
.476
39
.637
Pair 4
pgjr_post - pgjr_pre
.075
.997
.158
-.244
.394
.476
39
.637
74 Lampiran 4 Hasil Uji Regresi 1 Uji regresi karakteristik APIP a. Uji regresi karakteristik APIP terhadap peningkatan pengetahuan Coefficients Unstandardized
Standardized
Coefficients Model 1
B
(Constant)
a
Coefficients
Std. Error
Beta
t
Sig. -
-13.789
4.926
umur
.024
.080
.048
.301
.766
jenis kelamin
.359
.679
.083
.529
.601
-.070
.931
-.012
-.075
.941
3.300E-8
.000
.020
.123
.903
10.504
4.184
.401
2.510
.017
.663
3.168
.032
.209
.835
4.872
3.368
.260
1.447
.158
pendidikan penghasilan komitmen organisasi komitmen profesi motivasi
.009
2.800
b. Uji regresi karakteristik APIP terhadap peningkatan sikap Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model (Constant) umur jenis kelamin pendidikan penghasilan komitmen org komitmen profesi motivasi
B
Std. Error -17.696
12.444
-.267
.203
-2.108
Coefficients Beta
t
Sig.
-1.422
.165
-.200
-1.314
.198
1.716
-.184
-1.228
.228
-.923
2.353
-.061
-.392
.697
2.065E-6
.000
.466
3.054
.005
-1.757
10.571
-.025
-.166
.869
9.579
8.004
.174
1.197
.240
21.352
8.509
.430
2.509
.017
75 c. Uji regresi karakteristik APIP terhadap peningkatan citra profesionalitas lembaga Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Coefficients
Std. Error
(Constant)
-.190
2.373
umur
-.055
.039
jenis kelamin
-.015
pendidikan
Beta
t
Sig. -.080
.937
-.239
-1.418
.166
.327
-.008
-.047
.963
-.382
.449
-.148
-.852
.400
1.908E-7
.000
.250
1.480
.149
komitmen org
4.103
2.016
.342
2.035
.050
komitmen prof
-1.579
1.526
-.166
-1.035
.309
-.718
1.623
-.084
-.443
.661
penghasilan
motivasi
d. Uji regresi karakteristik APIP terhadap peningkatan citra profesionalitas pengajar Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model (Constant) 1
B
Std. Error .164
2.537
umur
-.042
.041
jenis kelamin
-.162
pendidikan
Coefficients Beta
t
Sig. .065
.949
-.183
-1.018
.316
.350
-.082
-.462
.647
-.406
.480
-.157
-.847
.403
7.158E-8
.000
.094
.519
.607
komitmen org
1.840
2.155
.153
.854
.400
komitmen prof
-1.558
1.632
-.164
-.955
.347
1.475
1.735
.172
.850
.402
penghasilan
motivasi
76 2 Uji regresi kebutuhan informasi a. Uji regresi kebutuhan informasi terhadap peningkatan pengetahuan Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model
B
Std. Error
(Constant) 1
-3.772
3.396
pengetahuan
-4.778
4.878
profesi
5.748
kebijakan penelitian pengawasan
Coefficients Beta
t
Sig.
-1.111
.274
-.225
-.980
.334
4.508
.338
1.275
.211
4.084
5.153
.195
.793
.433
.178
2.856
.013
.062
.951
b. Uji regresi kebutuhan informasi terhadap peningkatan sikap Coefficients
Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
1(Constant)
Std. Error .550
9.282
1.552
13.333
profesi
16.654
kebijakan
Beta
t
Sig. .059
.953
.027
.116
.908
12.320
.369
1.352
.185
-3.115
14.085
-.056
-.221
.826
-12.830
7.806
-.343
-1.644
.109
pengetahuan
penelitian pengawasan
a
c. Uji regresi kebutuhan informasi terhadap peningkatan citra profesionalitas lembaga Coefficients
Model 1(Constant)
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error .069
1.620
pengetahuan
2.625
2.327
profesi
1.589
kebijakan penelitian pengawasan
a
Beta
t
Sig. .042
.966
.269
1.128
.267
2.150
.204
.739
.465
-3.581
2.458
-.373
-1.457
.154
-.589
1.362
-.091
-.432
.668
77 d. Uji regresi kebutuhan informasi terhadap peningkatan citra profesionalitas pengajar Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
1.156
1.581
pengetahuan
2.962
2.271
profesi
-2.472
kebijakan penelitian pengawasan
Coefficients Beta
t
Sig. .731
.470
.304
1.304
.201
2.098
-.317
-1.178
.247
-1.371
2.399
-.143
-.571
.571
-.292
1.329
-.045
-.220
.827
3 Uji regresi penilaian efektivitas majalah a. Uji regresi penilaian efektivitas majalah terhadap peningkatan pengetahuan Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model
B
Std. Error
(Constant) 1
-4.959
3.468
daya tarik
8.746
4.232
.697
Beta
t
Sig.
-1.430
.162
.372
2.067
.046
3.485
.037
.200
.843
-1.655
2.915
-.103
-.568
.574
-.218
4.109
-.011
-.053
.958
pemahaman keterlibatan diri
Coefficients
penerimaan
b. Uji regresi penilaian efektivitas majalah terhadap peningkatan sikap Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model
B
Std. Error
1 (Constant)
-32.189
7.772
daya tarik
12.498
9.483
pemahaman
13.883
keterlibatan diri penerimaan
Coefficients Beta
t
Sig.
-4.142
.000
.200
1.318
.196
7.809
.280
1.778
.084
7.067
6.532
.166
1.082
.287
9.908
9.208
.186
1.076
.289
78 c. Uji regresi penilaian efektivitas majalah terhadap peningkatan citra lembaga Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model
B
Std. Error
1 (Constant)
-3.241
1.596
daya tarik
2.251
1.947
pemahaman
1.697
keterlibatan diri penerimaan
Coefficients Beta
t
Sig.
-2.031
.050
.209
1.156
.256
1.603
.198
1.058
.297
.264
1.341
.036
.197
.845
-.024
1.891
-.003
-.013
.990
d. Uji regresi penilaian efektivitas majalah terhadap peningkatan citra pengajar Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model
B
1 (Constant)
Std. Error -3.389
1.563
daya tarik
.547
1.907
pemahaman
.189
keterlibatan diri penerimaan
Coefficients Beta
t
Sig.
-2.169
.037
.051
.287
.776
1.570
.022
.120
.905
1.613
1.313
.220
1.228
.228
1.874
1.851
.204
1.012
.318
4 Uji regresi penilaian selektivitas a. Uji regresi selektivitas terhadap peningkatan pengetahuan Standardized Unstandardized Coefficients Model (Constant) 1
B
Std. Error -.158
.364
frekuensimembaca
.278
.098
jumlahartikel
.301
.101
Coefficients Beta
t
Sig. -.433
.667
.546
2.827
.008
.575
2.980
.005
79 b. Uji regresi selektivitas terhadap peningkatan sikap Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
(Constant)
B
Coefficients
Std. Error -1.159
2.350
.881
1.259
1.188
1.132
frekuensi membaca jumlah artikel
Beta
t
Sig. -.493
.625
.134
.700
.488
.200
1.049
.301
c. Uji regresi selektivitas terhadap peningkatan citra lembaga Coefficients
Model 1
a
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
(Constant) frekuensi membaca jumlah artikel
Std. Error .371
.419
-.208
.225
.064
.202
Beta
t
Sig. .884
.382
-.183
-.924
.362
.063
.319
.751
d. Uji regresi selektivitas terhadap peningkatan citra pengajar Coefficients
Model 1(Constant) frekuensi membaca jumlah artikel
a
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error .399
.415
-.282
.223
.130
.200
Beta
t
Sig. .961
.343
-.248
-1.267
.213
.127
.648
.521
80 Lampiran 5 Foto-Foto Penelitian
Foto-foto Saat Pre-test Kelas Perlakuan 1
Kelas Perlakuan 2
Kelas Kontrol 1
Kelas Kontrol 2
81
Foto-foto Post-test Kelas Perlakuan 1
Kelas Perlakuan 2
Kelas Kontrol 1
Kelas Kontrol 2
82
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bandung pada tanggal 19 Desember 1979, merupakan putri pertama dari tiga bersaudara pasangan Pratikto dan Surati. Pendidikan Menengah Atas diselesaikan di SMU N 1 Temanggung pada tahun 1997 dan pendidikan strata-1 (S1) pada Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka pada tahun 2004. Penulis berkarir di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sejak tahun 1999, pertama kali bertugas pada Biro Kepegawaian dan Organisasi pada BPKP Pusat, selanjutnya mutasi ke Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Barat (tahun 2002 s.d. 2006) dan sekarang bertugas pada Bagian Humas dan Hubungan Antar Lembaga Biro Hukum dan Humas BPKP Pusat. Pendidikan Strata-2 (S2) pada program studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Institut Pertanian Bogor ditempuh penulis sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan di bidang komunikasi dalam rangka mendukung tugas sehari-hari pada Humas BPKP. Penulis mendapatkan beasiswa penuh dari program Scholarship Program for Strengthening Reforming Institutions SPIRIT Bappenas Intake 2014. Artikel dengan judul Pengaruh Majalah Ilmiah Kampus Pengawasan terhadap Pengetahuan, Sikap APIP tentang Fraud, dan Citra Organisasi sebagai bagian dari tesis ini akan dipublikasikan pada jurnal Komunikasi Pembangunan (KMP) bulan Februari 2017.