Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
PENGARUH LINGKUNGAN KERJA, KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA KEPALA SEKOLAH DASAR NEGERI KECAMATAN KRAMAT JATI JAKARTA TIMUR THE EFFECT OF WORK ENVIRONMENT, LEADERSHIP AND WORK MOTIVATION ON THE PERFORMANCE OF STATE ELEMENTARY SCHOOL PRINCIPALS IN KRAMAT JATI THE SUBDISTRICT OF EAST JAKARTA NANI HANIFAH * ABSTRACT The objective of this research is to study the effects of work environment, leadership and work motivation on the performance of state elementary school principals in Kramat Jati the subdistrict of East Jakarta. The research was conducted by survey method with path analysis. The sample size was 59 principals of state elementary schools, by using the simple random sampling technicque.The results of the research are as follows: (1) there is a direct effect of the work environment toward work motivation; (2) there is a direct effect of leadership on work motivation; (3) there is a direct effect of the work environment on the performance of the principals; (4) there is a direct effect of the leadership on performance of the principals; (5) there is a direct effect of the work motivation on performance principals. Based on the findings of this research that the performance of state elementary school prinscipals in Kramat Jati the subdistrict of East Jakarta was significantly influenced by work environment, leadership and work motivation. It could be concluded that enhanching performance of principals would be determined by increasing the work environment, leadership and work motivation. Keywords: work environment, leadership, motivation, school-principal’s performance PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 4 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
*
negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Depdiknas: 2003:8) Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, salah satu faktor yang sangat penting yang menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan adalah kinerja atau unjuk kerja kepala sekolah sebagai seorang pemimpin, pendidik, pendorong dan pengawas. Kinerja kepala SD Negeri kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur, terlihat pada keberhasilan mencapai tujuan, keberhasilan memanfaatkan sumber daya
Dosen Universitas Indraprasta PGRI Jakarta
248
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
dan dana, keberhasilan membina kerja sama dan keberhasilan memotivasi personil sekolah untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pengajaran dan pendidikan di sekolah. Untuk mencapai keberhasilan tersebut kepala sekolah dituntut mempunyai kemampuan manajerial yang handal. Kemampuan tersebut harus diimbangi dengan kepribadian yang matang, penuh percaya diri, sabar disiplin, dan tanggung jawab. dan dapat dipercaya. Kenyataan yang diperoleh, beberapa kepala sekolah menunjukkan kinerja yang rendah, seperti di SDN Kramat Jati 09 pagi Jakarta Timur, kepala sekolah menyelewengkan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan BOP (Bantuan Operasional Pendidikan) pada tahun 2011. Juga di SDN Rawamangun 12 (RSBI: Rintisan Sekolah Berstandar Internasional), kepala sekolah menyelewengkan dana BOS I jabatannya BOP untuk kepentingannya sendiri. SDN Malaka Jaya 06 Duren Sawit, Jakarta Timur, nyaris ambruk (atap ditopang balok). Enam (6) SDN di Jakarta Timur akan dilikuidasi (ditutup) oleh Dinas Pendidikan karena hanya memiliki 100 siswa, pada mulanya banyak siswa, lama kelamaan berkurang disebabkan orang tua tidak mau menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut. Berdasarkan berita yang diperoleh, di Yogyakarta 16 kepala SDN terancam menjadi guru biasa karena kualitasnya menurun. Di SDN Campur Reja 2 Bojonegoro, kepala sekolah didesak mundur dari jabatannya oleh orang tua murid karena sering memarahi guru dan murid dengan kata-kata yang menyakitkan. Di SDN 1 Sawangan Banyumas, atap sekolah nyaris roboh. Di SDN Kramat Jati 09 pagi Jakarta Timur, kepala sekolah menyelewengkan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan BOP (Bantuan Operasional Pendidikan) pada tahun 2011.
Ada juga contoh sekolah yang menunjukkan kinerja kepala sekolah yang Tinggi, seperti di SDN Batu Ampar 01 pagi, cukup berprestasi dalam menang lomba antar sekolah dan berhasil membenahi lingkungan yang semrawut menjadi rapi dan bersih dengan penerapan disiplin yang tinggi. Juga di SDN Dukuh 09 Kramat Jati, Jakarta Timur dari SD percontohan menjadi RSBI dengan akreditasi A+ (amat baik sekali). Dari beberapa contoh sekolah yang kinerja kepala sekolahnya rendah dan tinggi di atas, menjadi pertanyaan, faktor-faktor apakah yang mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja kepala sekolah? Apakah lingkungan kerjanya yang kondusif atau kurang kondusif? Apakah faktor kepemimpinan yang berhasil membina atau kurang berhasil membina kepala sekolah? Apakah faktor motivasi kerja yang rendah atau tinggi pada kepala sekolah sehingga meningkatkan kinerjanya?.atau ada faktorfaktor lain yang mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja kepala sekolah? Lingkungan kerja yang kondusif yang didukung oleh kelengkapan dan sarana/prasarana yang bermutu, sekolah yang cukup luas, bersih, teduh, terang, tenang, aman dan terjalinnya hubungan yang harmonis antar personil sekolah dapat memotivasi untuk meningkatkan kinerja kepala sekolah. Dengan adanya motivasi kerja yang tinggi, kepala sekolah menjadi rajin dan semangat dalam bekerja. Juga kepemimpinan dalam hal ini atasan kepala sekolah yang dapat membina kepala sekolah dan membantu memecahkan masalahmasalah di sekolah dapat meningkatkan kinerja kepala sekolah. Tetapi jika sekolah dalam lingkungan kerja buruk, panas, kotor, kurang lengkap dan kurang baik keadaan sarana/prasarana sehingga tidak nyaman dan komunikasi tidak lancar, kelompok kerja tidak kompak dan hubungan interpersonal tidak menyenangkan. Kepemimpinan yang
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
249
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
tidak membina kepala sekolah dengan baik, hal ini tidak memotivasi kepala sekolah untuk bersemangat dan giat bekerja dalam mengelola sekolah. Berarti kepala sekolah kurang mempunyai motivasi yang tinggi untuk memajukan sekolah. Faktor-faktor tersebut menjadi masalah yang menghambat pencapaian tujuan sekolah dan berpengaruh terhadap kinerja kepala sekolah. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas dan berdasarkan uraian yang telah dikemukakan maka perlu diadakan penelitian tentang pengaruh lingkungan kerja, kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap kinerja kepala sekolah. B. Identifikasi Masalah Dalam mengkaji masalah penelitian, perlu dilakukan identifikasi masalah yaitu: 1. Apakah lingkungan kerja berpengaruh langsung terhadap motivasi kerja? 2. Apakah kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap motivasi kerja? 3. Apakah lingkungan kerja berpengaruh langsung terhadap kinerja kepala sekolah? 4. Apakah kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap kinerja kepala sekolah? 5. Apakah motivasi kerja berpengaruh langsung terhadap kinerja kepala sekolah? 6. Apakah kepuasan kerja berpengaruh langsung terhadap kinerja kepala sekolah? 7. Apakah stres berpengaruh langsung terhadap kinerja kepala sekolah? C. Pembatasan Masalah Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kepala sekolah tapi karena keterbatasan waktu, dana dan tenaga yang diperlukan maka perlu dibuat pembatasan masalah. Dalam hal ini peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh lingkungan kerja, kepemimpinan dan 250
motivasi kerja sekolah.
terhadap kinerja kepala
D. Perumusan Masalah Untuk memperjelas masalah penelitian, dibuat perumusan masalah yaitu 1. Apakah lingkungan kerja berpengaruh langsung terhadap motivasi kerja? 2. Apakah kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap motivasi kerja? 3. Apakah lingkungan kerja berpengaruh langsung terhadap kinerja kepala sekolah? 4. Apakah kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap kinerja kepala sekolah? 5. Apakah motivasi kerja berpengaruh langsung terhadap kinerja kepala sekolah? E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Manajemen Pendidikan: Hasil penelitian diharapkan akan menambah wawasan bahwa dengan menggunakan analisis jalur dapat memberi gambaran betapa besar pengaruh lingkungan kerja, kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap kinerja kepala sekolah dan peningkatan kinerja kepala sekolah harus diimbangi dengan peningkatan lingkungan kerja, kepemimpinan dan motivasi kerja. 2. Bagi Atasan Kepala Sekolah: Memberi gambaran kepada atasan kepala sekolah bahwa kepemimpinan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kinerja kepala sekolah sehingga ditingkatkan usaha-usaha untuk meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap kepala sekolah. 3. Bagi Kepala Sekolah: Sebagai masukan kepada kepala sekolah bahwa lingkungan kerja , kepemimpinan dan motivasi kerja berpengaruh besar terhadap kinerjanya sehingga kepala sekolah meningkatkan usaha-usaha untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, meningkatkan kepemimpinan dan
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
motivasi kerjanya, hal ini berdampak positif bagi guru dan keberhasilan sekolah. 4. Bagi peneliti: Hasil penelitian berguna bagi peneliti untuk menjawab semua pertanyaan dan keraguan tentang kinerja kepala sekolah bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kepala sekolah adalah lingkungan kerja, kepemimpinan dan motivasi kerja dan peneliti mendapatkan pengetahuan yang mendalam tentang teori-teori yang berhubungan dengan kinerja, lingkungan kerja, kepemimpinan dan motivasi kerja serta memperdalam pengetahuan tentang pengolahan data penelitian khususnya tentang analisis jalur. 5. Bagi masyarakat pendidikan Hasil penelitian ini memberi wawasan tentang kinerja kepala sekolah yang dipengaruhi oleh lingkungan kerja, kepemimpinan dan motivasi kerja dan dapat dijadikan rujukan untuk penelitian pendidikan selanjutnya bagi anggota masyarakat yang berminat meneliti. LANDASAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teori 1. Kinerja Kinerja terjemahan dari kata job performance yang dapat disamakan artinya dengan unjuk kerja yang diukur dari seberapa efisien dan efektif seorang manajer dalam mencapai suatu tujuan. Seperti yang dikatakan oleh James AF Stoner and Edward Freeman (1995:6): “managerial performance: the measure of how efficient and effective a manager is how well he or she determinance and achieves appropriate objectives. Efisien manager is one who achieves out put or result that measure up to the input (labor, material and time) used to achieve them. Managers who are able to minimize the cost of the resources needed to achieve goals are
acting efficiently. Efectiveness is involves choosing right goal Kepala sekolah dalam hal ini sebagai seorang manajer, mengelola sekolah. Kinerja kepala sekolah adalah unjuk kerja yang ditampilkan oleh kepala sekolah sebagai ukuran seberapa efisien dan efektif seorang kepala sekolah dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepala sekolah yang efisien dan efektif adalah kepala sekolah yang menggunakan tenaga, waktu, sarana/prasarana dan biaya seminimal mungkin untuk mencapai tujuan sekolah dengan hasil seoptimal mungkin. Menurut Jason A. Colquitt, Jeffry A. Lapine dan Michael J. Wesson (2009:57): “Job performance is the set of employee behavior that contribute to organizational goal accomplishment”. Perilaku pegawai yang mendukung pencapaian suatu tujuan dalam organisasi adalah usaha dan cara menyelesaikan pekerjaan sehingga penyelesaian pekerjaan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya Jason A. Colquitt, Jeffry A. Lapine dan Michael J. Wesson mengatakan, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja adalah budaya organisasi, struktur organisasi, kepemimpinan, proses kelompok, kepribadian, kemampuan, kepuasan kerja, stress dan motivasi, kepercayaan, keadilan, etika, pembelajaran dan membuat keputusan. Menurut Donnelly, Gibson and Ivancevich dalam Performance Appraisal dalam Veithzal Rivai (2005:15) mengatakan bahwa kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja kepala sekolah menunjukkan keberhasilan kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya mengelola sekolah dan mencapai tujuan sekolah. Untuk mencapai kinerja yang baik, kepala sekolah harus mempunyai kemampuan tinggi dalam bidang pengelolaan sekolah.
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
251
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
Seperti juga yang dikatakan oleh Stephen P.Robbins (1987:231) bahwa kinerja adalah tolak ukur keberhasilan dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Fred Luthans (1995:354) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah perilaku/gaya pemimpin (mengarahkan,mendukung, keikutsertaan, orientasi pencapaian/prestasi, sifat-sifat pegawai (lokus kendali, kemampuan), persepsi dan motivasi pegawai, dan lingkungan (sifat-sifat tugas, system wewenang formal, kelompok kerja pokok). Dikatakan pula oleh Robert Krietner dan Angelo Kinichi bahwa kinerja dipengaruhi oleh perbedaan individual dan kebutuhannya, dukungan dan latihan dari pemimpin dalam hal ini supervisor, tujuan kinerja, karakteristik tugas. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi motivasi dalam hal ini berupa usaha-usaha yang keras yang dilakukan oleh seseorang dalam bekerja. Selain itu kinerja juga dipengaruhi oleh lingkungan kerja dan hambatan dari luar lingkungan. Stephen P. Robbins (1998:362) mengatakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh perilaku pemimpin (mengarahkan, orientasi pencapaian, partisipasi, dukungan), faktorfaktor lingkungan (struktur tugas, system wewenang formal, kerja kelompok) dan faktor-faktor bawahan (lokus kendali, pengalaman, kemampuan tanggapan). Berikutnya Stephan P. Robbins (1998:529) mengatakan pula: “factors like temperature, noise level, and the physical layout of the work space influence an employee’s performance. The following briefly summarizes the evidence linking the physical environment and work space design to employee performance and satisfaction”. Kinerja pegawai dipengaruhi oleh faktor-faktor: temperatur, tingkat kegaduhan, dan rancangan fisik tempat kerja. Suhu ruangan yang terlampau panas atau dingin, pengap atau segar, lingkungan 252
tempat kerja yang tenang,atau berisik/gaduh dan rancangan fisik tempat kerja yang berantakan atau rapi, sempit atau luas, akan berpengaruh terhadap kinerja dan kepuasan seorang pegawai. Dengan kata lain lingkungan kerja fisik berpengaruh terhadap kinerja dan kepuasan kerja. Dikatakan pula oleh Jerald Greenberg dan Robert A. Baron (1990:122): “This is important to recognize that expectancy theory views motivation as just one of several determinants of job performance. Motivation, combined with a person’s skiil and abilities, role perceptions and opportunities, influences job performance”. Kalimat di atas menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menentukan dan mempengaruhi kinerja yaitu motivasi, kemampuan dan kesempatan. Faktor-faktor tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, saling berkaitan, saling mendukung untuk mencapai suatu kinerja yang tinggi. Daniel C. Feldman and Hugh J. Arnold (1983:261) mengatakan, “…the individual job and how jobs could be designed to maximize the motivation, satisfaction and productivity of individual organization members”. Kinerja dapat dilihat dari produktivitas dapat dimaksimalkan oleh rancangan kerja. Di dalam rancangan kerja yang merancang lingkungan kerja fisik dan psikis supaya nyaman dan menyenangkan yang dapat meningkatkan motivasi, kepuasan dan produktivitas secara maksimal. Dalam arti bahwa ada pengaruh antara lingkungan kerja dengan motivasi, kepuasan dan kinerja atau dapat dikatakan bahwa lingkungan kerja mempengaruhi motivasi, kepuasan dan kinerja. Selanjutnya Daniel C. Feldman dan Hugh J.Arnold (1983:24) menuturkan bahwa kinerja adalah perilaku atau kegiatan individu yang sesuai dengan harapan atau keinginan organisasi di mana dia bekerja.
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
Robert Kreitner dan Angelo Kinichi (1995:143) mengatakan,“Performance is affected by work environment, which include such as row materials,broken equipment”.. Dari kutipan di atas menjelaskan bahwa kinerja dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang di dalamnya terdapat lingkungan kerja fisik yang mempunyai barang-barang dan peralatan bermutu rendah, rusak, tidak dapat digunakan berpengaruh pada kinerja yang rendah pula. Lingkungan kerja psikis yang menyenangkan berupa hubungan yang harmonis antar pegawai dan pemimpin dapat memotivasi pegawai untuk meningkatkan kinerjanya. Seperti yang dikatakan oleh Ivancevich (2010:162), “Work environment describes the working condition of the job, the location of the job, and other relevant characteristics of the immediate work environment such as hazards and noise levels” Kondisi lingkungan kerja yang sejuk, sehat, nyaman, lokasi tempat kerja yang strategis, mudah terjangkau dan tempat kerja yang aman dan tenang, semua itu menggambarkan lingkungan kerja yang keadaannya baik yang akan memotivasi pegawai untuk lebih giat bekerja sehingga meningkatkan kinerja pekerja. Stephan P. Robbins (1998:529) mengatakan: “factors like temperature, noise level, and the physical layout of the work space influence an employee’s performance. The following briefly summarizes the evidence linking the physical environment and work space design to employee performance and satisfaction” Pegawai yang biasa kerja keras di bawah keadaan yang tidak mendukung seperti, temperatur yang tinggi, kurang pencahayaan, polusi udara, atau ruang kerja yang sempit dan berantakan, kurang privasi ( pegawai tidak punya meja/lemari sendiri) dibandingkan dengan ruang kerja fisik yang
aman, sehat dan menyenangkan, sehingga dapat mempengaruhi kinerja. Selanjutnya Daniel C. Feldman dan Hugh J. Arnold (1983:257) mengatakan, “Effects of work design on the motivation, performance, and satisfactions of individuals”.. Kinerja dipengaruhi oleh rancangan kerja di dalamnya termasuk rancangan ruang dan penataan ruangan tempat kerja, ruang yang banyak ventilasi, luas dan cukup tinggi menimbulkan kenyamanan sehingga berakibat pada timbulnya semangat kerja yang mendorong seseorang giat bekerja atau termotivasi untuk mencapai prestasi kerja atau kinerja yang maksimal. Sedangkan Griffin (1998:389) berpendapat,“Performance is determined by three thing: ability, motivation and environment”. Faktor-faktor yang menentukan kinerja adalah kemampuan, motivasi dan lingkungan. Kemampuan berupa pengetahuan dan keterampilan yang dipunyai seorang pegawai dan motivasi atau dorongan berupa semangat kerja serta. lingkungan yang didalamnya terdapat lingkungan kerja fisik berupa keadaan suhu yang nyaman, aman, segar, bersih, tertata rapi dan peralatan yang lengkap dan bermutu baik, dan lingkungan kerja psikis berupa dukungan dan kerja sama yang kompak serta komunikasi yang lancer, akan memotivasi dan meningkatkan kinerja pegawai. Selanjutnya Daniel C. Feldman dan Hugh J. Arnold (1983:257) mengatakan, “Effects of work design on the motivation, performance, and satisfactions of individuals”. Kinerja dipengaruhi oleh rancangan kerja yang di dalamnya termasuk rancangan ruang kerja agar aman dan nyaman dan rancangan tugas berupa pembagian tugas sesuai dengan keahlian pegawai,
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
253
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
berpengaruh juga terhadap motivasi dan kinerja pegawai. Robert G. Owen (1990:143) mengatakan tentang Fiedler’s Contingency Theory of Leadership, “Leader affect group performance by means of verbal or gestural behavior which communicates the leades’s direction, evaluation and attitudes to the group member. Kinerja kelompok dapat dipengaruhi oleh seorang pemimpin dengan lisannya yaitu mengarahkan, memberi petunjuk, memberi nasehat. Dengan perbuatannya yaitu mencontohkan cara kerja dan perbuatan yang baik agar diikuti oleh pegawainya. Pemimpin mengadakan penilaian rutin terhadap pekerjaan kelompok, juga sikap anggota kelompok yang mendukung, mau kerjasama sehingga kinerja kelompok meningkat. Smith dalam Mulyasa (2004:136) mengatakan bahwa kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatru proses. Kinerja atau performansi dapat diartikan sebagai prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil kerja atau unjuk kerja. Callhan dan Clark dalam Mulyasa (2004:141-143) mengatakan pula bahwa faktor-faktor dominan yang menentukan keberhasilan suatu organisasi atau lembaga antara lain upaya menanamkan kerja sama dan motivasi. Keberhasilan kepala sekolah dalam membina tenaga kependidikan dihubungkan dengan efektifitas kerja dalam hal keberhasilan menanamkan kerja sama dan keberhasilan dalam memotivasi personil sekolah. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam menjalankan tugasnya secara efektif dan efisien dengan indikator: keberhasilan mencapai tujuan, keberhasilan memanfaatkan sumber daya dan dana,
254
keberhasilan membina kerja sama dan keberhasilan memotivasi. 1.
Lingkungan Kerja Lingkungan kerja merupakan keadaan di tempat kerja meliputi lingkungan fisik dan psikhis yang sangat mempengaruhi motivasi kerja dan kinerja pegawai. Richard H. Hall (1990:199)mengatakan:“Environment we mean, all phenomena that are eksternal to potentially or actually influence the population under study (is organization). Sedangkan menurut John Ivancevich(2007: 33), lingkungan kerja adalah keadaan sekeliling tempat bekerja di luar maupun di dalam lingkungan suatu organisasi yang di dalamnya terdapat faktorfaktor yang mempengaruhi suatu organisai. Faktor-faktor lingkungan luar (external Environment): peraturan dan hukum pemerintah, prosedur dan pengerahan serikat pekerja, kondisi ekonomi nasional dan internasional, daya saing, kekuatan tenaga kerja, lokasi organisasi. Faktor-faktor lingkungan dalam (internal environment): strategi, tujuan, budaya organisasi, tugas, kelompok kerja, gaya dan pengalaman pemimpin. Perbedaan antara pendapat Richard H. Hall bahwa pengertian lingkungan hanya ada lingkungan luar saja di luar organisasi tetapi menurut Ivancevich, pengertian lingkungan ada dua yaitu lingkungan luar dan lingkungan dalam organisasi yang di dalamnya terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi organisasi. Sedangkan menurut Robert N. Lussier (1996: 393), lingkungan kerja yang dimaksud adalah lingkungan dalam (internal environment) yang di dalamnya terdapat iklim organisasi yang terdiri dari dimensi: struktur, tanggung jawab, ganjaran, kehangatan hubungan interpersonal, dukungan, identitas organisasi dan kesetiaan, resiko. Dimensi-dimensi tersebut lebih cenderung ke lingkungan psikis, jika
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
dibandingkan dengan pendapat Stephen P. Robbins di bawah ini lebih cenderung ke lingkungan fisik.255 Stephan P. Robbins (1998:529) mengatakan: “factors like temperature, noise level, and the physical layout of the work space influence an employee’s performance. The following briefly summarizes the evidence linking the physical environment and work space design to employee performance and satisfaction” Pegawai yang biasa kerja keras di bawah keadaan yang tidak mendukung seperti, temperatur yang tinggi, kurang pencahayaan, polusi udara, atau ruang kerja yang sempit dan berantakan, kurang privasi ( pegawai tidak punya meja/lemari sendiri) dibandingkan dengan ruang kerja fisik yang aman, sehat dan menyenangkan, sehingga dapat mempengaruhi kinerja. Stephen P. Robbins (1998:361) mengatakan: “The Path Goal Theory: in the environment that are outside the control of the subordinate (task structure, formal authority system, work group). Environmental factor determine the type of leader behavior require as a complement if the subordinate outcomes are to be maximized”. Duane Schultz dan Sydney Ellen Schultz (2006:288) mengemukakan: “These are just some of physical characteristics of a work environment that can determine how well we are able to job do our jobs. Whatever our task-whether we are trying to study, repair an engine or sell a computer- our surroundings can affect our skill, motivation and satisfaction.” Duane Schultz dan Sydney Schultz mengatakan pula bahwa lingkungan kerja fisik seperti tempat kerja (work sites), ukuran tempat parkir, lokasi gedung, penyinaran, suara, bank, taman, toko, rumah sakit, fitness center, rancangan kantor tempat kerja, lokasi dan ukuran kantor.
Dikatakan pula oleh Duane Schultz dan Sydney Schultz,“Environmental psychology: the study of the effect of workplace design or behavior and attitude. The field of environmental psychology is concerned with the relationship between people and their physical environmental.” Lingkungan kerja psikis juga mempengaruhi motivasi dan kinerja pegawai seperti struktur tugas yang diberikan dari seorang pemimpin mudah dipahami, mudah dikerjakan dan sistem wewenang yang diberikan untuk mengerjakan tugas dengan penuh tanggung jawab serta kelompok kerja yang mendukung, saling membantu, saling bekerja sama. Dalam hal ini membutuhkan pemimpin yang percaya dan memberi kesempatan sepenuhnya kepada pegawai untuk memaksimalkan hasil kerjanya. Daniel C. Feldman and Hugh J. Arnold (1983:261) mengatakan, “…the individual job and how jobs could be designed to maximize the motivation, satisfaction and productivity of individual organization members”. Di dalam rancangan kerja (work design) terdapat rancangan kerja fisik, ruang kerja dirancang sedemikian rupa sehingga aman dan nyaman dan rancangan kerja psikis berupa rancangan tugas yang disesuaikan dengan keahlian dan mudah dilaksanakan sehingga dapat meningkatkan motivasi, kepuasan dan produktivitas atau kinerja secara maksimal seorang pegawai.Dalam arti bahwa lingkungan kerja mempengaruhi motivasi dan kinerja pegawai. Dikatakan pula oleh Daniel C. Felman dan Hugh J. Arnold (1983:246): “Working condition that also influence motivation and satisfaction” Karyawan lebih senang bekerja pada kondisi kerja yang menyenangkan baik fisik maupun psikis. Ruang kerja yang terlalu panas atau pencahayaan terlalu sedikit, terlalu bising, dapat menyebabkan tidak menyenangkan pada fisik. Udara tidak
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
255
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
bersih atau ventilasi yang kurang, dapat membahayakan fisik. Karyawan lebih senang bekerja jika peralatan dan perlengkapan memadai. Kondisi psikis yang menyenangkan berupa terjalinnya hubungan interpersonal yang erat, saling mendukung dan saling membantu dalam kesulitan dapat memotivasi dan meningkatkan kinerja pegawai. Claude Levy Leboyer (1984:17) mengatakan:“Environmental psychology developed rapidly under the pressure of event and psychologists have taken risks in this new discipline, it has been in an attempt to respond to the problems posed by architects, planners, economists and/or legislators. “ Gedung/kelas yang dibangun berdasarkan kebijakan pemerintah yang dilaksanakan oleh arsitek mempengaruhi personil sekolah secara psikologis yang dapat memotivasi dan membuat kinerja meningkat atau menurun tergantung dari hasilnya yang nyaman atau kurang. Claude Levy Leboyer mengatakan pula bahwa penelitian lingkungan dengan memperhatikan pengaruh lingkungan fisik pada perilaku manusia, contoh: studi kualitas dan kuatitas laboratorium, kebisingan, temperatur, atau kelembaban mengubah kinerja. Lingkungan fisik sangat mempengaruhi perilaku yaitu motivasi dan kinerja dalam bekerja. Semakin baik keadaan lingkungan fisik tempat bekerja, semakin dapat memotivasi dan meningkatkan kinerja. Kondisi kerja yang buruk, udara pengap, penerangan kurang, suara bising dan panas, mempengaruhi fisik dan psikhis karyawan. Kepala jadi pusing, sesak nafas, kegerahan dan lemas. Bekerja jadi tidak tenang, gelisah, mengeluh, membuat tidak konsentrasi dalam bekerja, hal ini menyebabkan ketidakpuasan dalam bekerja dan menurunkan kinerja.
256
Robert Kreitner dan Angelo Kinichi (1995:143) mengatakan: “Performance is affected by work environment, which include such as row materials,broken equipmen”. Robert Kreitner dan Angelo Kinichi (1995:192) mengatakan pula,“Work environment characteristics (team work and conflict)” Dari kutipan di atas menjelaskan bahwa lingkungan kerja fisik yang di dalamnya mempunyai barang-barang dan peralatan yang bermutu rendah, peralatan pendukung pekerjaan tidak dapt dipakai sehingga karyawan tidak dapat maksimal dalam bekerja, hal ini akan berpengaruh pada kinerja yang rendah pula. Lingkungan kerja psikhis ditandai dengan adanya kelompok kerja yang kompak, saling berkomunikasi, akan memotivasi untuk meningkatkan kinerja pegawai tetapi jika terdapat konflik yang berkepanjangan tidak cepat diselesaikan, misalnya persaingan tidak sehat, saling menjatuhkan, saling bermusuhan, hal ini akan berpengaruh terhadap motivasi dan kinerja yang buruk. Selanjutnya Daniel C. Feldman dan Hugh J. Arnold (1983:257) mengatakan: “Effects of work design on the motivation, performance, and satisfactions of individuals” Rancangan kerja di dalamnya termasuk rancangan ruang dan penataan ruangan tempat kerja seperti: keluasan, ketinggian, ventilasi ruang berpengaruh terhadap motivasi, kinerja dan kepuasan kerja pegawai. Sedangkan Griffin (1998:389) berpendapat: “Performance is determined by three thing: ability, motivation and environment” Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan kerja fisik dan psikis. Lingkungan fisik seperti: penataan ruang, bahan, peralatan yang mendukung kelancaran bekerja untuk pencapaian suatu
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
tujuan. Dalam lingkungan psikis, hubungan interpersonal yang baik, kerja sama yang kompak, Mutu lingkungan kerja ini sangat menentukan dan berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Menurut Griffin (1998:395) tentang the two factor theory oleh Frederick Herzberg, penyebab kepuasan dan ketidakpuasan pegawai: “Note that the factors influencing the satisfaction are called motivation factors and that they are related specifically to the work content. The other set of factors (the ones causing dissatisfaction) Herzberg called hygiene factors: they are related to the work environment: working conditions must be safe” Kondisi kerja yang aman dari bahaya, kondisi kerja yang sehat, membuat pegawai mendapatkan kepuasan dalam bekerja sehingga memotivasi pegawai untuk dapat bekerja dengan giat yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja pegawai. Dapatlah dijelaskan bahwa kondisi kerja yang baik, misalnya udara segar, sehat, dan tenang, membuat pegawai menjadi nyaman sehingga akan didapat kepuasan kerja tapi jika kondisi kerja yang buruk, misalnya: lingkungan kerja bising, panas, berantakan, maka pegawai merasa tidak aman dan nyaman sehingga tidak mendapat kepuasan kerja sehingga pegawai tidak termotivasi untuk giat bekerja, hal ini berpengaruh terhadap penurunan kinerja pegawai. Selanjutnya Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (1998:125) mengatakan: “The key is that if employees don’t like their work environment, they’ll respond somehow as consequences of job dissatisfaction” Lingkungan kerja yang tidak menyenangkan, mungkin karena udara di ruangan tempat kerja panas, peralatan berantakan,rusak dan membahayakan, membuat pegawai merasa tidak nyaman, tidak aman dan tidak puas. Keadaan dan perasaan yang tidak menyenangkan ini seperti hubungan interpersonal yang kaku,
tidak saling membantu dan tidak saling komunikasi, ditanggapi oleh pegawai dengan berbagai cara, antara lain dengan menghentikan pekerjaannya, keluar dari ruangan, mencari kegiatan lain yang lebih menyenangkan atau tetap mengerjakan pekerjaannya tapi dengan hasil yang kurang baik, yang pasti berpengaruh terhadap kinerjanya. Jadi lingkungan kerja atau kondisi kerja yang tidak menyenangkan tidak memberi kepuasan kerja kepada pegawai sehingga pegawai tidak termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya. Lingkungan fisik berpengaruh terhadap kepuasan dan produktivitas kerja, syaratnya suhu udara tempat bekerja sejuk, segar, nyaman dan sirkulasi udara lancar, terbuka, mudah mengalir sehingag tidak pengap. Dikatakan pula oleh Robert G. Owens (1987:115): “working conditions can be sources of dissatisfaction and working conditions can expect to reduce dissatisfaction” Kondisi kerja yang tidak menyenangkan berpengaruh pada ketidakpuasan tapi kondisi kerja yang menyenangkan, misalnya: udara di tempat bekerja sejuk, peralatan tersusun rapi, perlengkapan untuk bekerja bermutu baik dan lengkap, juga berpengaruh menurunkan atau mengurangi ketidakpuasan tersebut menjadi kepuasan kerja bagi seorang atau kelompok pekerja. Jika pegawai merasa senang bekerja karena berada dalam kelompok kerja yang kompak, akan merasakan kepuasan dalam bekerja sehingga memotivasi untuk giat bekerja yang mengakibatkan peningkatan pada kinerja. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah keadaan tempat kerja secara fisik dan psikis yang dapat mempengaruhi motivasi dan kinerja seseorang dengan indikator: penataan ruang/gedung, penggunaan teknologi, sarana penunjang,struktur tugas, komunikasi, kerja sama dan dukungan.
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
257
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
2.
Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Seperti dikatakanoleh James A.F Stoner dan R. Edward Freeman (1978:472-475): “Leadership is the process of directing and influencing the task related activities of the group members. Leadership styles is the various patterns of behavior favored by leaders during the process of directing and influencing workers” Pemimpin yang memberi tugas, memberi bimbingan dan arahan kepada bawahan, hal ini sangat berpengaruh terhadap hasil kerja bawahan. Dengan gayanya seorang pemimpin berusaha mempengaruhi bawahan agar mau menuruti kehendaknya untuk mencapai suatu tujuan. Fred Luthans (1995:354) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah perilaku pemimpin (mengarahkan,mendukung, keikutsertaan, orientasi pencapaian/prestasi). Dalam kepemimpinan faktor perilaku seperti: mengarahkan, mendukung, keikutsertaan dan orientasi pencapaian untuk mencapai prestasi yang tinggi sangat penting untuk menghasilkan kinerja yang tinggi. Dikatakan pula Stephen P. Robbins (1989:362) bahwa kinerja dipengaruhi oleh perilaku pemimpin yaitu mengarahkan, orientasi pencapaian, keikutsertaan dan dukungan. Dalam kepemimpinan yang terpenting adalah perilaku pemimpin yang mengarahkan, orientasi pencapaian/prestasi, keikutsertaan, dukungan penuh kepada bawahan, yang berpengaruh terhadap kinerjanya. Dikatakan pula oleh james A.F. Stoner dan R. Edward Freeman (1995:9): “Leading invoves directing, influencing and
258
motivating employees to perform essensial tasks” Seorang pemimpin mempengaruhi pegawainya agar pegawainya mau mengerjakan tugas-tugas dan bersama-sama mencapai tujuan organisasi. Proses mempengaruhi langsung oleh pemimpin dengan mengawasi, menegur, mengajari, dan membina pegawai sehingga pegawai termotivasi untuk giat bekerja dengan penuh semangat agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan. John R. Schermerhorn, Jr (1999:4) mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan proses memberikan inspirasi oarang lain untuk bekerja keras guna menyelesaikan tugas-tugas yang penting merupakan salah satu topik manajemen yang paling populer. Kepemimpinan akan membangun komitmen dan antusias yang diperlukan orang untuk menerapkan bakat mereka sepenuhnya guna membantu menyelesaikan rencana dan pengendalian yang tidak lain adalah memastikan segala sesuatunya berubah menjadi semestinya. Pemimpin-pemimpin besar membuat hal-hal yang luar biasa dapat dilakukan di dalam organisasi dengan memberikan inspirasi dan memotivasi orang lain ke arah tujuan yang sama. Kepemimpinan adalah salah satu dari fungsi-fungsi manajemen yaitu pengarahan, fungsi manajemen yang lain adalah perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian. Dalam pengarahan seorang pemimpin, mendorong orang lain untuk bekerja keras dan mengarahkan usaha-usaha mereka ke arah tujuan yang telah ditetapkan bersama. Kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang visioner yaitu seseorang yang memiliki perasaan yang jelas tentang masa depan dan suatu pemahaman tentang tindakan yang dibutuhkan agar berhasil mencapainya. Kepemimpinan melibatkan upaya memiliki
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
visi dan mampu mengubahnya menjadi kenyataan. Dikatakan pula oleh John R. Schermerhorn, Jr (1999:5): Lima prinsip visi kepemimpinan: (1).Tantangan adalah proses: jadilah pioner: mendorong inovasi dan mendukung orang-orang dengan ide-ide. (2).Bersemangat/antusias: memberi inspirasi kepada orang lain melalui semangat pribadi untuk membagi bersama. (3). Menolong orang lain untuk bertindak: jadilah pemain tim dan mendukung usaha dan bakat orang lain. (4). Kumpulkan teladan: memberikan model peran yang konsisten mengenai bagaimana orang lain dapat dan harus bertindak. (5). Menghargai prestasi: memberi suasana di tempat kerja dan membuat apa yang dirasakan sama seperti yang dipikirkan. Seorang pemimpin bukan hanya memerintah dan menginginkan hasil kerja yang baik tetapi ikut membantu, memberi semangat, dan menghargai prestasi bawahan walaupun belum maksimal, kemudian membimbingnya memperbaiki hasil kerja bawahan agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan. James L. Gibson, John M. Ivancevich, James H. Donnelly Jr and Robert Konopaske (2006:315) mengatakan: “personality traits a leadership is alertness, energy level, energy level, tolerance for stress, emotional maturity,original,personal integrity, and self convidence are associated with effective leadership” Kepemimpinan yang efektif terletak pada cara seorang manajer menggunakan kekuasaan untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Kekuasaan adalah kemampuan untuk membuat orang lain mau melakukan sesuatu yang anda kehendaki. Kekuasaan adalah kemampuan untuk membuat segala sesuatu terjadi sesuai dengan kehendak anda. Kebutuhan akan kekuasaan penting demi keberhasilan eksekutif. Namun kebutuhan akan kekuasaan ini bukan untuk kepuasaan seorang pemimpin tapi kebutuhan akan
kekuasaan merupakan keinginan untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain demi kebaikan kelompok atau organisasi keseluruhan. Sisi kekuasaan yang positif ini merupakan dasar bagi kepemimpinan yang efektif. Gerald Greenberg dan Robert A. Baron (1990:478-479) mengatakan: “Leadership is the process whereby one individual influences other group members toward the attainment of defined group or organizational goals. Leader is an individual within a group or an organization who wields the most influence over others.The vertical Dyad Linkage (VDL) is theory calls attention to the fact that leaders often have different relationship with different subordinates. These relationship, in turn, may strongly affect subordinates satisfaction, performance and perceptions of the leader” Seorang pemimpin dikatakan dapat memimpin dengan baik jika ia dapat mempengaruhi bawahannya untuk bekerja bersama-sama mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Dalam teori Vertikal Dyad Linkage (VDL), ada perbedaan hubungan dengan bawahan yang berbeda artinya pemimpin memperlakukan masing-masing bawahan dengan berbeda sesuai dengan kemampuan, sifat dan sikap, hal ini dapat berpengaruh besar terhadap kepuasan dan kinerja bawahan. Daniel C. Feldman dan Hugh J. Arnold (1983:297-303) mengatakan: “Leadership is best thought of as a mutual influence process. Leadership has naturally focused on the ways in which leaders influence their subordinates, It also needs to be recognized that what subordinates do ( in terms of their satisfaction, productivity, etc).The researchers had to study the relationships between the various patterns of leader behavior and the performance and satisfaction of subordinate”
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
259
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
Peneliti telah mempelajari hubungan antara macam-macam pola tingkah laku pemimpin dan kinerja serta kepuasan bawahan). Dari kalimat di atas dapatlah dijelaskan bahwa tingkah laku seorang pemimpin yang tergambar pada macam-macam pola tingkah lakunya, dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan kinerja bawahan yang dipimpinnya. Dikatakan pula oleh Daniel C. Fieldman and Hugh J. Arnold (1983:6): “Directive leadership will increase motivation and performan” Perhatian, bimbingan, dorongan dan pujian yang diberikan oleh pemimpin akan memotivasi bawahan untuk giat dan bersemangat dalam bekerja, hal ini akan meningkatkan kinerja bawahan. Selanjutnya Daniel C. Fieldman dan Hugh J. Arnold (1983:319-322) mengatakan: “Path Goal Theory: The basic idea behind the theory is that a leader can influence the satisfaction, motivation, and performance of subordinate primarily. Numerous studies have found that directive leadership will increase motivation and satisfaction for subordinates working on an ambiguous task” Tugas-tugas yang berat yang dibebankan kepada bawahan akan menjadi ringan dan dikerjakan dengan senang hati oleh bawahan karena diarahkan oleh pemimpin sehingga menimbulkan motivasi yang tinggi dari bawahan untuk mengahasilkan kinerja yang tinggi pula. Robert Krietner dan Angelo. Kinichi (1995:161-164) mengatakan: .“Manager affect employee effort and performance by providing feedback and by reinforcing employee behavior with consequences. Four types on inputs affect employee effort and performance, individual differences and needs, supervisory support and external constrains”
260
Empat tipe dalam masukan yang mempengaruhi usaha-usaha dan kinerja adalah perbedaan individu dan kebutuhannya, dukungan pengawasan dan desakan luar) Robert Krietner dan Angelo Kinichi (1995:438-440) mengatakan pula: “Path Goal Theory: leader behavior is acceptable when employees view it as a source of satisfaction or as paving way to future satisfaction. Graen’s VDL model: model underscores the importance of training managers to improve leader member relation. Ideally, this should enchance the job satisfaction and performance of employees” Seorang pemimpin dengan gaya kepemimpinannya harus mampu mengarahkan, mempengaruhi dan memotivasi karyawannya agar mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Gibson, Ivancevich. Donnelly dan Konopaske (2006:313-318): “The leadership definition implies that it involves the use of influence and that all interpersonal relationship can involve leadership. A second element in the definition involves the importance of being a change agent being able to affect follower behavior and performance.” Gibson, Ivancevich. Donnelly dan Konopaske (2006:333) mengatakan pula: “The path goal model deals with specific leader behaviors and how they might affect employee satisfaction. As the ability to influence followers leadership involves the use of power and the acceptance of the leader by the followers. This ability to influences followers is related to the followers need satisfaction” Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi pegawai dengan segala cara yang dilakukan oleh pemimpin, dengan kata-kata, perbuatan, dan kebijakan yang telah ditetapkan agar pegawai mau melaksanakan kehendaknya yang
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
dituangkan ke dalam tujuan–tujuan yang telah disepakati bersama. Selain hal tersebut, ada hal lain yaitu hubungan antarpersonil yang dipupuk menjadi hubungan kekeluargaan antara pemimpin dengan pegawai, antara pegawai dengan pegawai sehingga memotivasi atau mendorong karyawan menyadari tugas dan kewajibannya. Kedua hal tersebut akan membuat perubahan dan dapat mempengaruhi tingkah laku pegawai kearah yang lebih baik sehingga meningkatkatkan kinerjanya. Sedangkan pemimpin yang memusatkan pada kerja, melakukan kepemimpinannya dengan kekuasaan, paksaan, ganjaran berupa hadiah bagi karyawan yang berprestasi baik, hukuman bagi karyawan yang melanggar peraturan dan berprestasi rendah akan memotivasi karyawan untuk lebih giat bekerja. Yang dipentingkan oleh pemimpin model ini adalah hasil kerja yang baik. Dengan kekuasaan, ganjaran dan paksaan yang dilakukan oleh pemimpin, akan berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Stephen P. Robbins (1989:347) berpendapat: “Leadership is the ability to influence a group toward the achievement of goal. The conclusions arrived at by the Michigan researchers strongly favored the leaders who were employee oriented in their behavior. Employee oriented leaders were associated with higher group productivity and higher job satisfaction. Productivity oriented leaders tended to associated with low group productivity and lower job satisfaction” Pemimpin yang berorientasi karyawan adalah pemimpin yang menekankan hubungan antar pribadi. Sedangkan pemimpin yang berorientasi produksi adalah pemimpin yang menekankan aspek teknik atau tugas dari pekerjaan. Kedua jenis orientasi pemimpin ini berpengaruh terhadap kinerja dan kepuasan kerja. Pemimpin yang lebih berpengaruh terhadap kinerja dan
kepuasan kerja yang tinggi adalah pemimpin yang berorientasi karyawan. Fred Luthans (1995:341) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi bawahan agar mau melakukan pencapaian suatu tujuan. Ia juga mengemukakan tentang tipe kepemimpinan menurut studi kepemimpinan Iowa yaitu pemimpin otoriter sangat suka memerintah dan tidak mengijinkan partisipasi. Pemimpin ini memberi perhatian kepada individu hanya ketika memuji dan mengeritik tetapi mencoba bersikap ramah. Pemimpin demokratis mendukung diskusi kelompok dan pengambilan keputusan. Pemimpin ini mencoba bersikap obyektif dalam memberi pujian dan kritik serta memiliki semangat untuk menjadi satu dengan kelompok. Pemimpin laissez faire memberi kebebasan penuh pada kelompok. Pemimpin ini tidak memiliki sifat sebagai seorang pemimpin. Ada saatnya seorang pemimpin harus otoriter terutama jika keputusan harus diambil dengan cepat. Kadang seorang pemimpin harus memberi kebebasan sepenuhnya kepada bawahan untuk mengembangkan kreatifitas dalam berkarya. Fred Luthans (1995:352) mengemukakan pula bahwa teori path goal menjelaskan dampak perilaku pemimpin pada motivasi, kepuasan dan kinerja bawahan dan pemimpin kharismatik menghasilkan kinerja pengikut melebihi dari yang diharapkan serta kepemimpinan trasformasional membawa keadaan menuju kinerja tinggi pada organisasi yang menghadapi tuntutan pembaharuan dan perubahan. Kepemimpinan menurut path goal, kharismatik, transformasi menjelaskan tentang perilaku pemimpin yang berdampak pada peningkatan motivasi sehingga kinerja pegawai meningkat. Menurut Mulyasa (2004:98): kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah mempunyai peran sebagai edukator,
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
261
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
manajer, supervisor, administrator, leader, inovator, motivator. Peran, kemampuan dan tugas kepala sekolah sebagai educator (pendidik) adalah mampu menyusun dan melaksanakan program pembelajaran/layanan bimbingan konseling (BK), mampu membimbing guru, mampu membimbing karyawan, mampu membimbing siswa, mampu mengembangkan staf, mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, mampu memberi contoh mengajar dan membimbing. Kepala sekolah sebagai manajer harus mampu menyusun program kerja, mampu menyusun organisasi kepegawaian, mampu memberi arahan, mampu mengoptimalkan sumber daya sekolah. Kepala sekolah sebagai supervisor harus mampu menyusun program supervisi, mampu melaksanankan program supervisi pendidikan. Kepala sekolah sebagai administrator harus mampu mengelola administrasi proses belajar pembelajaran dan bimbingan konseling, mampu mengelola administrasi kesiswaan, mampu mengelola administrasi ketenagaan, mampu mengelola admistrasi keuangan, mampu mengelola administrasi sarana dan prasarana., mampu mengelola administrasi persuratan. Kepala sekolah sebagai leader harus memiliki kepribadian yang kuat, memahami kondisi guru, karyawan dan siswa, memahami visi dan misi sekolah, mampu mengambil keputusan, mampu berkomunikasi. Kepala sekolah sebagai innovator harus mampu melaksanakan pekerjaannya konstruktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional dan obyektif. Kepala sekolah sebagai motivator harus mampu mengatur lingkungan fisik, mampu mengatur suasana kerja, mampu melaksanakan disiplin, mampu mendorong tenaga kependidikan kearah 262
profesionalisme, mampu memberi penghargaan. Robbins dan Judge (1998:455) mengatakan: “In Transformational leader, considerations, intellectual stimulation, inspirational motivation and idealized influence all result in extra effort from worker, higher productivity, higher morale and satisfaction. A review of 87 studies testing transformational leadership found that it was related to the motiovation and satisfaction of followers” Menurut Gibson, Ivancevich, Donnelly (1997:172): “Managers can influence employees motivation” Perilaku manajer atau pemimpin dari mulai cara bicaranya, pengambilan keputusannya, tingkah lakunya memotivasi pegawai untuk bekerja lebih baik sehingga kinerja pegawai meningkat. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah aktifitas mempengaruhi bawahan agar mau bekerja sama mencapai suatu tujuan secara efektif dan efisien dengan indikator: mengarahkan, mendukung, berpartisipasi dan berorientasi pada prestasi. 3.
Motivasi Kerja Motivasi kerja adalah dorongan dari dalam atau luar untuk melakukan usahausaha dengan giat, tekun dan sungguhsungguh dalam bekerja untuk mencapai suatu tujuan kerja. Ivancevich (2007:56) mengatakan bahwa motivasi kerja adalah seperangkatsikap yang enerjik, mengarahkan dan menopang perilaku seseorang untuk mencapai tujuan-tujuan dalam bekerja dan jauh dari kesantaian. Seseorang yang mempunyai sikap yang enerjik akan giat dalam bekerja, tekun, penuh semangat, tidak mau santai, tidak berdiam diri saja tapi berusaha dengan keras untuk mencapai tujuan dalam bekerja.
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
Griffin (1998:389) mengatakan: “Motivation is an iterative process affecting the inner needs or drives that energize, channel and maintain behavior. Performance is determined by three things: ability,motivation and environment.” Pendekatan-pendekatan dalam motivasi yaitu the traditional approach, the human relations approach dan the human resource approach.The traditional approach (faktor uang memotivasi pegawai). The human relation approach (faktor kerja sama, saling membantu). The human resource approach, (faktor manusia sebagai sumber yang harus dimotivasi). Kemudian Griffin (1998:391) mengatakan: “Factors cause motivation: labor leades often argue that workers can be motivated by more pay, shorter working hours and improved working conditions. And some behavioral scientists suggest that motivation can be enhanced by providing employees with more autonomy and greater responsibility” James L. Gibson, dkk (1997:138-139) menjelaskan tentang Herzberg’s Two Factor Theory yaitu kepuasan kerja hasil dari adanya motivasi instrinsik dan ketidakpuasan kerja berasal dari tidak mempunyai motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik (satiesfiers or motivator factors) yaitu perasaan keberhasilan, pekerjaan yang berart, kesempatan untuk maju, ditingkatkan tanggung jawab, pengakuan, penghargaan, kesempatan untuk berkembang. Motivasi ekstrinsik (dissatiesfiers or hygiene factors) yaitu pembayaran, status, keamanan kerja, kondisi kerja, keuntungan tambahan, kebijakan dan prosedur, hubungan interpersonal. Menurut Daniel C. Feldman dan Hugh J. Arnold (1983:6): “Three strategies managers can use to increase employee motivation: setting goals, reinforcement behaviors that are desired by organization,
providing positive role models for subordinates. Job design will influence employee motivation and satisfaction most strongly. Directive leadership will increase motivation and performance”. Dikatakan pula oleh Daniel C. Feldman dan Hugh J. Arnold (1983:6) bahwa motivasi ada yang eksternal (gaji, pengawasan, kerjasama), dan internal (variasi tugas.rincian tugas, tugas yang berarti, tanggung jawab, otonomi, feedback). Motivasi kerja internal adalah motivasi yang dibangkitkan sendiri oleh pemegang jabatan kerja dan dilengkapi oleh faktorfaktor luar seperti pembayaran, pengawasan dan kerja sama. Ketika motivasi kerja internal tinggi, kinerja baik, membangkitkan perasaan positif. Sebaliknya kinerja buruk memastikan perasaan negatif (Daniel C. Feldman dan Hugh J. Arnold: 1983:55). Daniel C. Feldman dan Hugh J. Arnold (1983:246) mengatakan pula: “Working condition that also influence motivation and satisfaction” Kondisi kerja yang menyenangkan dari lingkungan kerja fisik berupa keadaan sarana dan prasarana yang lengkap dan dalam keadaan baik serta suasana yang menyenangkan, tenang, aman, segar, terang dan lingkungan kerja psikis seperti kerja sama kelompok, komunikasi yang lancar. Hal ini akan berpengaruh terhadap motivasi yaitu mendorong, memberi semangat kepada pegawai untuk berusaha semaksimal mungkin agar menghasilkan hasil kerja yang baik. Robert G.Owens (1991:143) mengatakan tentang Contingency Theories Of Leadership: “The concept of effectiveness in leadership has much to do with the motivation of followers. Effective leadership is marked by followers being motivated to do what the leader indicates. Although succesfull leaders can undoubtedly move people, effective leaders motivate people to want to move in the desired ways because
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
263
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
they find it rewarding and satisfying to do so” Seorang pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang mencapai tujuan yang diinginkan. Keefektifan seorang pemimpin jika dapat memotivasi, menggerakkan pegawai agar mau melakukan pekerjaan dengan bersemangat, dengan imbalan yang diterimanya sehingga merasakan kepuasan. Jadi motivasi dipengaruhi oleh kepemimpinan dan mempengaruhi kepuasan pegawai. Steven L. McShane dan Mary Ann Von Glinow (2008:134) mengatakan: “Motivating is the forces within a person that affect his or her direction, intensity and persistence of voluntary behavior. Motivation begins with individual need. Physiological needs are inisially the most important and people are motivated to satisfy them first” Dengan motivasi yang tinggi orang akan berusaha dengan penuh semangat untuk memenuhi kebutuhan fisik terlebih dahulu daripada kebutuhan lainnya, seperti: kebutuhan untuk makan, minum, tempat tinggal, kesehatan, biologis. Setelah dipenuhi kebututuhan fisik tersebut orang merasakan kepuasan. Selanjutnya orang akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Sedangkan Jerald Greenberg dan Robert A. Baron (1990:130) mengatakan: “Motivation as the set processes that arouse, direct and maintain human behavior toward attaining some goal. When people perform jobs that incorporate high levels of the five core job dimentions, they should feel highly motivated, perform high quality work, be highly satisfied with their jobs, be absent infrequently and be unlikely to resign” Dengan motivasi yang tinggi tujuan akan tercapai. Akan menghasilkan kinerja yang tinggi jika memadukan lima inti tugas yaitu variasi tugas, rincian tugas, tugas yang berarti, otonomi, dan feedback sehingga 264
motivasi pegawai tinggi, akan menghasilkan kinerja yang tinggi dan kepuasan yang tinggi pula mengakibatkan pegawai menjadi rajin dan betah tidak keluar dari kerja (menurut The Job Characteristics model) Gareth R. Jones dan Jennifer M. George (2003:405) mengemukakan: “Motivation may be defined as psychological forces that determine the direction of a person’s behavior in an organization, a person’s level of effort and a person’s level of persistence in the face of obstacles. Motivation can come from intrinsic or extrinsic sources. Intrinsically motivated behavior is performed from come the work itself. Extrinsically Motivated behavior is behavior that is performed to acquire material or social reward or to avoid punishmen” Motivasi menentukan tingkat semangat, gairah kerja, ketekunan dan ketegaran menghadapi rintangan pada diri seseorang, apakah rendah, sedang atau tinggi. Motivasi mempengaruhi perilaku seseorang. Contoh perilaku yang dimotivasi dari dalam: pekerjaan menyenangkan, menantang, sesuai dengan kemampuan, mempunyai otonomi, rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan. Contoh perilaku yang dimotivasi dari luar: seseorang menampilkan kinerja yang baik demi mendapatkan kenaikan gaji, pujian atau takut kena sangsi/hukuman. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja dan manajer atau pemimpin berpengaruh terhadap peningkatan motivasi kerja dan motivasi yang dilakukan oleh manajer atau pemimpin dapat mempengaruhi peningkatan kepuasan kerja pegawai. Menurut Angelo Kinicki dan Robert Kreitner (1995:165): “Motivation is defined as those psychological processes that cause the arousal, direction and persistence of voluntary, gol oriented action.”
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
Gibson, Ivancevich Donnely (1997:126139) mengemukakan tentng teori-teori kebutuhan dalam motivasi: Maslow’s Need Hierarchy: (1).Kebutuhan Fisik (Psysiological): makan, minum, tempat tinggal, pakaian, kesehatan, sex. (2). Kebutuhan rasa aman (safety dan security). (3). Kebutuhan memiliki, sosial, cinta (belongingness, sosial and love).(4). Kebutuhan akan penghargaan (esteem). (5). Kebutuhan mengembangkan diri (self actualization) Alderfer’s ERG Theory: (1). Kebutuhan diakui keberadaannya (existence). (2). Kebutuhan akan hubungan dengan orang lain (relatedness). (3). Kebutuhan akan pertumbuhan (growth) Herberg’s Two Factor Theory: (1). Motivators: kebutuhan pengakuan/penghargaan (recognition), kebutuhan berprestasi (achievement), kebutuhan akan pertumbuhan dalam usaha (growth), kebutuhan akan kemajuan (advancement), tanggungjawab (responsibility). (2). Hygiene Conditions: kebutuhan gaji/upah (salary),.kebutuhan suasana kerja yang menyenangkan, kebutuhan keamanan kerja (job sequrity), kebutuhan hubungan interpersonal yang bermutu (quality interpersonal relation) McClelland’s Learned Needs Theory: (Kebutuhan bergabung dengan orang lain (affiliation). Kebutuhan akan kekuasaan (power), kebutuhan berprestasi (achievement). Marihot Manullang (2006:165) mengatakan bahwa motivasi kerja tidak lain dari sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja, motivasi kerja adalah pendorong semangat kerja. Sedangkan menurut Ernest J. McCormick dalam Anwar Prabu Mangkunegara menjelaskan: “Work motivation is defined as conditions which influence the arousal, direction and
maintenance of behavior relevant in work settings”. Untuk meningkatkan motivasi kerja, faktor lingkungan kerja sangat berperan. Lingkungan kerja yang nyaman dapat meningkatkan motivasi kerja. Wahjosumijo (2003:175) mengatakan, sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang di dalamnya terdapat: suasana sekolah yang tertib, indah,aman,hubungan personil yang akrab,ruang kelas tertata rapi,peralatan pendidikan lengkap, dukungan dari masyarakat berupa dana dan sarana. Berdasarkan uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah dorongan dari dalam atau luar diri untuk giat penuh ketekunan dan kesungguhan dalam bekerja sehingga menghasilkan kinerja yang tinggi dengan indikator: giat berupaya, bekerja terarah, tekun bekerja, semangat bekerja dan ingin berprestasi B. Kajian Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho In Saputro pada tahun 2006 di Pusat Diklat Kehutanan di Indonesia dengan 80 sampel tentang kinerja widyaswara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung positif yang signifikan perilaku kepemimpinan terhadap kinerja widyaswara. Kemudian terdapat pengaruh langsung positif yang signifikan motivasi dengan kinerja widyaswara. Dikatakan pula terdapat pengaruh langsung positif yang signifikan perilaku kepemimpinan terhadap motivasi. Juga hasil perhitungan menunjukkan terdapat pengaruh lagsung positif yang signifikan lingkungan kerja terhadap motivasi. Selanjutnya penelitian dilakukan oleh Witler Slamat Halomoan Silitonga pada tahun 2006 di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri dengan sampel 60 pegawai eselon IV. Hasil
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
265
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
perhitungan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan kepemimpinan terhadap motivasi kerja. Kemudian hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung positif yang signifikan kepemimpinan terhadap iklim organisasi (yang di dalam nya terdapat lingkungan kerja). Demikian pula terdapat pengaruh positif yang signifikan kepemimpinan terhadap kinerja. Selanjutnya terdapat pengaruh langsung positif yang singnifikan motivasi kerja terhadap iklim organisasi (yang di dalamnya terdapat lingkungan kerja). Kemudian terdapat pengaruh langsung positif yang signifikan motivasi kerja terhadap kinerja. C. Kerangka Berpikir 1. Pengaruh lingkungan Kerja Terhadap Motivasi kerja Lingkungan kerja yang terdiri dari lingkungan kerja fisik dan psikis sangat berpengaruh terhadap motivasi kerja pegawai berupa lokasi tempat kerja yang strategis, mudah dijangkau oleh angkutan umum, dekat dengan jalan raya, membuat perasaan senang sehingga bersemangat dan memotivasi atau mendorong untuk giat bekerja. Kelengkapan dan keadaan sarana/prasarana berupa perlengkapan, peralatan termasuk media elektronik, media cetak dan alat peraga yang lengkap dan terawat baik, tersusun rapi membuat perasaan senang sehingga memotivasi untuk rajin dan giat bekerja. Prasarana berupa gedung, ruangan, lapangan yang cukup luas, terawat dengan baik membuat perasaan senang dan suasana lingkungan fisik sekolah yang tenang, sejuk, terawat dengan baik, bersih, aman, dan nyaman akan menyenangkan dalam bekerja sehingga memotivasi untuk bekerja lebih bersemangat.
266
Lingkungan psikis yang menyenangkan karena terjalinnya hubungan yang baik antar pegawai dengan pemimpin, kerja sama yang kompak, komunikasi yang lancar, saling mendukung, saling membantu, dan tugas yang diberikan sesuai dengan keahliannya serta diberikan wewenang, tanggung jawab yang jelas sehingga hal ini akan memotivasi pegawai untuk bekerja lebih giat, semangat, dan bersungguhsungguh. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diduga bahwa lingkungan kerja fisik berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja. Dengan kata lain variabel lingkungan kerja fisik berpengaruh langsung positif terhadap variabel motivasi kerja. 2. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja Kepemimpinan adalah kemampuan seorang pemimpin mempengaruhi bawahan untuk mencapai suatu tujuan. Dalam proses mempengaruhi agar bawahan mau melakukan kehendak pemimpin, seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan yang handal, motivasi yang tinggi dan kpribadian yang baik. Kemampuan yang handal yang harus dimiliki pemimpin adalah kemampuan dalam bidangnya yaitu kemampuan mensupervisi yaitu mengawasi, menilai, memperbaiki dan membina bawahan agar lebih baik lagi dalam bekerja. Kemampuan mengambil keputusan yang cepat dan benar serta kemampuan berkomunikasi/berinteraksi. Pemimpin harus mempunyai motivasi yang tinggi yaitu mempunyai semangat, dorongan dan dukungan yang tinggi dalam bekerja sehingga semangat, dorongan, dukungan ini diberikan kepada bawahan. Pemimpin juga harus mempunyai kepribadian yang kuat, teguh, sabar, telaten, teliti, pemaaf dan berpikiran positif.
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
Dengan kemampuan-kemampuan tersebut pemimpin mengajarkan, memberi petunjuk cara kerja yang benar, mengawasi, memperbaiki dan membina bawahan dengan sabar, telaten, memberi dorongan, semangat dan dukungan kepada bawahan. Hubungan yang dekat dan erat antara pemimpin dan bawahan tersebut membuat bawahan merasa senang dan bersemangat. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diduga bahwa kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja. Dengan kata lain variabel kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap variabel motivasi kerja. 3. Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap kinerja kepala sekolah. Lingkungan kerja terdiri dari lingkungan kerja fisik dan psikis. Lingkungan kerja fisik seperti lokasi tempat kerja yang strategis, mudah dijangkau, dekat dengan jalan raya akan membuat senang dan rajin datang sehingga meningkatkan kinerja. Sarana penunjang kerja seperti peralatan laboratorium, olah raga, kesehatan, kesenian, media pengajaran, alat peraga, buku, komputer, meja kursi, lemari yang cukup, lengkap, terpelihara, bermutu baik mendorong untuk berinisiatif, kreatif dan berinovatif. Prasarana seperti gedung, laboratorium, perpustakaan, ruang kelas, ruang komputer, ruang kesenian, toilet, kantin, lapangan olah raga, taman, dalam keadaan bersih, segar, ventilasi atau AC yang cukup baik, penataan yang rapi, ukuran ruang cukup luas, aman tidak membahayakan, terpelihara dengan baik, membuat rasa nyaman, membuat kepala menjadi dingin tidak pusing, nafas lancar, badan menjadi segar tidak lemas, jiwa menjadi semangat, pikiran terang, dapat konsentrasi sehingga meningkatkan kinerja semaksimal mungkin. Lingkungan kerja psikis seperti hubungan harmonis antar pegawai dan pemimipin, kerja sama kelompok yang
kompak, saling mendukung, saling membantu, komunikasi yang lancar akan meningkatkan kinerja, tetapi jika sarana penunjang kerja tidak lengkap bahkan tidak ada, rusak, bermutu rendah, tidak terpelihara, berantakan, hal ini membuat malas bekerja. Begitu juga gedung yang rusak, ruangan yang sempit, kotor, pengap, panas, tidak terpelihara dengan baik, serta lingkungan yang ribut, membahayakan, tidak sehat, membuat takut, tidak nyaman, tidak tenang, dan terjadi konflik berkepanjangan yang tidak cepat diselesaikan, saling menjatuhkan, tidak ada kerja sama dalam kelompok, tidak saling membantu dan mendukung sehingga kinerja kepala sekolah akan memburuk. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diduga bahwa lingkungan kerja berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah. Dengan kata lain variabel lingkungan kerja berpengaruh langsung positif terhadap variabel kinerja kepala sekolah. 4. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja kepala sekolah Pemimpin disyaratkan harus mempunyai kemampuan dan mempunyai sifat teladan bagi bawahannya. Kemampuan yang handal dibidangnya sehingga mampu mengajarkan cara kerja yang benar. Kemampuan manajerial yang tinggi sehingga mampu mengatur pegawai dengan baik. Pemimpin yang mempunyai sifat jujur, adil, bertanggung jawab, berani mengambil keputusan, berjiwa besar, dapat mengendalikan diri, dapat menjadi contoh teladan. Pemimpin yang memahami kondisi bawahan, menerima kritik, saran dan usul, sehingga timbul perasaan setia atau loyal, hal ini dapat meningkatkan kinerja Pemimpin yang memiliki dan memahami visi dan misi sehingga dalam melaksanakan program kerja apapun hambatannya akan tetap menuju pada visi dan misi yang telah disepakati, hal ini
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
267
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
akan tetap mempertahan kinerja untuk tetap melaksanakan tujuan sesuai dengan visi dan misi. Pemimpin yang dapat mengambil keputusan dengan tepat, cepat, adil dan bijaksana, secara sendiri atau bersama sehingga dapat pula meningkatkan kinerja kepala sekolah. Pemimpin yang mampu berkomunikasi secara lisan dan tulisan dengan lancar berarti terdapat hubungan interpersonal yang erat sehingga pesan dan keinginan pemimpin dapat disampaikan dan dilaksanakan dengan cepat.. Keinginan dan permasalahan yang ada dapat dipecahkan bersama-sama sehingga dapat mencapai hasil kerja yang lebih baik. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diduga bahwa kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah. Dengan kata lain variabel kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap variabel kinerja kinerja kepala sekolah. 5. Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Kepala Sekolah Motivasi kerja adalah kekuatan dari dalam diri berupa dorongan yang kuat untuk melakukan usaha-usaha dengan giat, tekun dan bersungguh-sungguh dalam bekerja untuk mencapai hasil kerja yang maksimal. Motivasi kerja tersebut dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan baik fisik maupun psikhis. Kebutuhan-kebutuhan tersebut menjadi motivator untuk rajin bekerja dan mencapai hasil yang maksimal sehingga kebutuhan-kebutuhan tersebut terpenuhi. Jika perasaan keberhasilan, pekerjaan yang berarti, kesempatan untuk maju dan berkembang, diberikan tanggung jawab dan otonomi penuh, adanya pengakuan, penghargaan terhadap hasil kerja, terpenuhi. Begitu juga pembayaran yang sesuai, diberikan status kepegawaian yang jelas, lingkngan kerja dan keamanan kerja yang 268
mendukung, kebijakan yang adil, hubungan interpersonal, kerja sama yang baik dan pengawasan yang baik, terpenuhi, akan menjadi motivator untuk mendorong agar lebih giat, lebih tekun, lebih bersungguhsungguh dalam mencapai prestasi kerja yang baik . Berdasarkan uraian di atas maka dapat diduga bahwa motivasi kerja berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah. Dengan kata lain variabel motivasi kerja berpengaruh langsung positif terhadap variabel kinerja kepala sekolah. D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berpikir, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: 1. Lingkungan kerja berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja. 2. Kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja. 3. Lingkungan kerja berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah. 4. Kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah. 5. Motivasi kerja berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah.
METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Pengaruh lingkungan kerja terhadap motivasi kerja. 2. Pengaruh kepemimpinan terhadap motivasi kerja. 3. Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja kepala sekolah. 4. Pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja kepala sekolah. 5. Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja kepala sekolah.
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar (SD) Negeri Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur pada bulan November sampai Januari 2011. C. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survei dan kausal dengan teknik analisis jalur (path analysis) yang akan menganalisis keterkaitan antar variabel terhadap variabel lainnya. D. Model Teoretik Berdasarkan teori teori yang telah dijelaskan dalam kajian teoretik maka dibuatlah model teori yang menggambarkan keterkaitan antar variabel
X (3) P41
(1) P31
(5) P43
X
X
(4) P42 X
Keterangan: X1: Lingkungan Kerja X2: Kepemimpinan X3: Motivasi Kerja X4: Kinerja Gambar 2: Model Teoretik Analisis Jalur 1. Lingkungan kerja berpengaruh terhadap motivasi kerja. 2. Kepemimpinan berpengaruh terhadap motivasi kerja. 3. Lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja kepala sekolah. 4 Kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja kepala sekolah.
langsung langsung langsung langsung
5. Motivasi berpengaruh langsung terhadap kinerja kepala sekolah E. Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kepala SD Negeri Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur. Populasi terjangkau sebanyak 75 orang, digunakan sebagai kerangka sampel. Untuk mengambil sampel menggunakan teknik simple random sampling. Penentuan jumlah sampel diambil dari daftar tabel yang dikembangkan oleh Isaac dan Michael dalam Sugiyono (2004:99). Dari tabel tersebut didapat sampel sebanyak 59 orang kepala sekolah. F. Instrumen Penelitian Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner atau angket, berupa sejumlah pertanyaan tertulis yang mempunyai beberapa alternatif jawaban yang salah satu jawabannya harus dipilih oleh responden (kepala sekolah). Alternatif jawaban diberi nilai 5 sampai 1 untuk memperoleh data penelitian tentang variabel lingkungan kerja (X1), kepemimpinan (X2), motivasi kerja (X3) dan kinerja kepala sekolah (X4). 1. Vari abel Kinerja (X4) a. Defi nisi Konseptual Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam menjalankan tugasnya secara efektif dan efisien dengan indikator: keberhasilan mencapai tujuan, keberhasilan memanfaatkan sumber daya dan dana, keberhasilan membina kerja sama dan keberhasilan memotivasi. b. Definisi Operasional Kinerja adalah penilaian kepala seksi (kasi) dinas, kordinator pengawas dan pengawas sebagai rater, diperoleh setelah mengisi angket tentang hasil kerja yang dicapai kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya secara efektif dan efisien, dengan indikator: keberhasilan mencapai tujuan, keberhasilan memanfaatkan sumber daya
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
269
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
dan dana, keberhasilan membina kerja sama dan keberhasilan memotivasi. 2. Vari abel Lingkungan Kerja (X1) a. Defi nisi Konseptual Lingkungan kerja adalah keadaan tempat kerja secara fisik dan psikis yang dapat mempengaruhi motivasi dan kinerja seseorang, dengan indikator: penataan ruang/gedung, penggunaan teknologi, sarana penunjang,struktur tugas, komunikasi, kerja sama dan dukungan. b.
Defi nisi Operasional Lingkungan kerja adalah penilaian kepala sekolah yang diperoleh setelah mengisi angket tentang keadaan tempat kerja secara fisik dan psikis yang dapat mempengaruhi motivasi dan kinerja kepala sekolah, dengan indikator: penataan ruang/gedung, penggunaan teknologi, mutu barang, struktur tugas, komunikasi, kerja sama, dukungan. 3. Vari abel Kepemimpinan (X2) a. Defi nisi Konseptual Kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi bawahan agar mau bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan secara efektif dan efisien dengan indikator: mengarahkan, mendukung, berpartisipasi dan berorientasi pada prestasi. b. Defi nisi Operasional Kepemimpinan adalah penilaian kepala sekolah terhadap kepemimpinan kepala seksi (kasi) dinas sebagai atasan kepala sekolah, diperoleh setelah mengisi angket tentang aktivitas mempengaruhi bawahan agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien, dengan indikator: mengarahkan, mendukung, berpartisipasi dan berorientasi pada prestasi. 270
4.
Vari abel Motivasi Kerja (X3)
a.
Defi
nisi Konseptual Motivasi kerja adalah dorongan dari dalam atau luar untuk giat, penuh ketekunan dan kesungguhan dalam bekerja sehingga menghasilkan kinerja yang tinggi dengan indikator:.giat berupaya, bekerja terarah, tekun bekerja, semangat bekerja dan ingin berprestasi b.
Defi nisi Operasional Motivasi kerja adalah penilaian kepala sekolah setelah mengisi angket tentang dorongan dari dalam atau luar untuk giat penuh ketekunan dan kesungguhan dalam bekerja sehingga menghasilkan kinerja yang tinggi, dengan indikator: giat berupaya, bekerja terarah, tekun bekerja, semangat bekerja dan ingin berprestasi G. Uji Coba Instrumen Uji coba instrumen dilakukan untuk menguji validitas dan menghitung reliabilitas butir instrumen. 1. Peng ujian Validitas Tujuan uji validitas butir instrumen penelitian adalah untuk melihat gambaran tentang kesahihan butir instrumen dengan rumus Product Moment. Kriteria valid/sahih atau tidaknya butir soal itu dikonsultasikan dengan tabel r yaitu nilai r hitung > dari r tabel maka butir dinyatakan valid/sahih, tetapi bila r hitung < dari r tabel maka butir dinyatakan tidak valid atau gugur dengan taraf signifikan pada α = 0,05. Dari pengujian validitas hasil uji coba instrumen kinerja, diperoleh 20 butir valid dari 35 butir, yang tidak valid (drop) sebanyak 15 butir. Untuk instrumen lingkungan kerja, diperoleh 30 butir valid dari 35 butir, yang tidak valid sebanyak 5 butir. Untuk instrumen kepemimpinan, diperoleh 27 butir valid dari 35 butir, yang
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
tidak valid (drop) sebanyak 8 butir. Untuk instrumen motivasi kerja diperoleh 26 butir valid dari 35 butir, yang tidak valid (drop) sebanyak 9 butir. 2. Perh itungan Reliabilitas Reliabilitas instrumen penelitian menunjuk pada asumsi bahwa suatu instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat penyaring data, jika butir-butir instrumen tersebut sudah reliabel. Perhitungan reliabilitas dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Dari perhitungan reliabilitas hasil uji coba diperoleh nilai reliabilitas variabel kinerja yaitu 0,67. Nilai reliabilitas untuk variabel lingkungan kerja adalah 0,94. Nilai reliabilitas untuk variabel kepemimpinan adalah 0,94. Sedangkan nilai reliabilitas untuk variabel motivasi kerja adalah 0,96 H. Teknik Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan inferensial. Analisis data secara deskriptif merupakan pengolahan data hasil penelitian dengan tujuan agar kumpulan data itu bermakna. Deskripsi data ini terdiri atas penyajian data, penampilan ukuran/tendensi sentral dan ukuran/tendensi penyebaran. Penyajian data hasil penelitian dengan tabel atau daftar, gambar (diagram atau grafik). Ukuran sentral ditampilkan dalam bentuk mean (rata-rata), median (nilai tengah), modus (data yang sering muncul). Sedangkan ukuran penyebaran meliputi range (rentangan), deviasi (simpangan), varians dan standar deviasi (simpangan baku). Analisis inferensial atau induktif adalah pengolahan data untuk menguji hipotesis, yang selanjutnya untuk generalisasi dari sampel ke populasi, menggunakan analisis jalur (path analysis). Sebelum menggunakan analisis jalur, dilakukan uji persyaratan analisis yaitu uji normalitas, uji linieritas dan uji signifikansi.
Sedangkan untuk menghitung koefisien jalur dengan menggunakan koefisien korelasi dari masing-masing hubungan kausal. Variabel dalam penelitian hubungan kausal ini terbagi dua yaitu variabel terikat (endogen) dan variabel bebas (eksogen). Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas yaitu variabel kinerja kepala sekolah (X4). Sedangkan variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat yaitu variabel lingkungan kerja (X1), variabel kepemimpinan (X2), variabel motivasi kerja (X3) I. Hipotesis Statistik: 1. H0 : P31 ≤0 H1 : P31 > 0 2. H0 : P32 ≤ 0 H1 : P32 > 0 3. H0 : P41 ≤0 H1 : P41 > 0 4. H0 : P42 ≤0 H1 : P42 > 0 5. H0 : P43 ≤ 0 H1 : P43 > 0 Keterangan: 1. H0:Lingkungan kerja tidak berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja. H1:Lingkungan kerja berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja. 2. H0:Kepemimpinan tidak berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja. H1:Kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja. 3. H0:Lingkungan kerja tidak berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah. H1:Lingkungan kerja berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah. 4. H0:Kepemimpinan tidak berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah.
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
271
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
H1:Kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah. 5. .H0:Motivasi kerja tidak berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah. H1:Motivasi kerja berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah HASIL PENELITIAN Setelah melalui proses pengumpulan data, selanjutnya dilakukan analisis data yang dibahas secara berturut-turut meliputi: deskripsi data hasil penelitian untuk masingmasing variabel, pengujian persyaratan analisis, pengujian hipotesis dan pembahasan serta keterbatasan penelitian. A. Deskripsi Data Hasil Penelitian 1. Kinerja Kepala Sekolah (X4) Data kinerja kepala sekolah mempunyai skor minimum 72 dan skor maksimum 92, berdasarkan aturan Sturges untuk membuat daftar distribusi frekuensi, rentang skor adalah 20, banyaknya kelas adalah 7, sehingga panjang kelas interval adalah 3. Dari hasil perhitungan data variabel kinerja kepala sekolah, diperoleh mean sebesar 84,18 median: 82,08 modus: 82,30 varians: 21,637 dan standar deviasi: 4,652. Data di atas menunjukkan bahwa frekuensi/jumlah responden terbanyak yaitu 18 responden pada interval kelas nomor 4 dengan skor 81 – 83 atau sebesar 30,52 %. Pengelompokan besaran nilai di atas merupakan nilai pembulatan dari rata-rata 3 orang raters yang telah diuji reliabilitasnya dengan menggunakan rumus anava Hoyt Penyebaran (distribusi) skor variabel kinerja kepala sekolah ditampilkan pada histogram berikut:
2. Lingkungan Kerja (X1) Data lingkungan kerja mempunyai skor minimum 104 dan skor maksimum 124, 272
berdasarkan aturan Sturges untuk membuat daftar distribusi frekuensi, rentang skor adalah 20, banyaknya kelas adalah 7, sehingga panjang kelas interval adalah 3. Dari hasil perhitungan data variabel lingkungan kerja, diperoleh mean sebesar 114, median: 114,60 modus: 114,64, varians: 21,36 dan standar deviasi: 4,62. Data di atas menunjukkan bahwa frekuensi/jumlah responden terbanyak yaitu 15 responden pada interval kelas nomor 4 dengan skor 113–115 atau sebesar 25,42%. Penyebaran (distribusi) skor variabel lingkungan kerja ditampilkan pada histogram berikut: 3. Kepemimpinan (X2) Data kepemimpinan mempunyai skor minimum 99 dan skor maksimum 119, berdasarkan aturan Sturges untuk membuat daftar distribusi frekuensi, rentang skor adalah 20, banyaknya kelas adalah 7, sehingga panjang kelas interval adalah 3. Dari hasil perhitungan data variabel kepemimpinan, diperoleh mean sebesar 108,50 median: 186,34 modus: 108,50 varians: 24,81 dan standar deviasi: 4,98. Data di atas menunjukkan bahwa frekuensi/jumlah responden terbanyak yaitu 14 responden pada interval kelas nomor 4 dengan skor 108 - 110 atau sebesar 27,12%. 4. Motivasi Kerja (X4) Data motivasi kerja mempunyai skor minimum 98 dan skor maksimum 118, berdasarkan aturan Sturges untuk membuat daftar distribusi frekuensi, rentang skor adalah 20, banyaknya kelas adalah 7, sehingga panjang kelas interval adalah 3. Dari hasil perhitungan data variabel motivasi kerja, diperoleh mean sebesar 107,57 median: 107,58 modus: 107,36 varians: 21,70 dan standar deviasi: 4,66. Data di atas menunjukkan bahwa frekuensi/jumlah responden terbanyak yaitu
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
18 responden pada interval kelas nomor 4 dengan skor 107 - 109 atau sebesar 30,51 %. B. Pengujian Persyaratan Analisis Untuk melakukan analisis jalur (path analysis) data dari variabel-variabel penelitian harus memenuhi syarat: normalitas, linearitas dan signifikasi. Untuk itu perlu dilakukan uji normalitas data, uji linearitas dan signifikansi koefisiensi regresi. 1. Uji Normalitas Galat Taksiran Uji normalitas galat taksiran dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan uji Liliefors. Kemudian membandingkan nilai hitung (Lhitung) yang didapat dengan nilai α = 0,05, dengan ketentuan Ltabel taraf sebagai berikut: Data berdistribusi normal jika H0 diterima yaitu jika nilai Lhitung lebih kecil dari nilai Ltabel dan data tidak berdistribusi normal jika H0 ditolak yaitu jika nilai Lhitung lebih besar dari nilai Ltabel: H0 : data berdistribusi normal, jika nilai Lhitung< Ltabel H1 : data tidak berdistribusi normal, jika nilai Lhitung > Ltabel Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas galat taksiran (pada lampiran uji persyaratan analisis), didapat hasil sebagai berikut: a. Uji Normalitas Galat taksiran Variabel Motivasi Kerja (X3) atas Lingkungan Kerja (X1) Dari hasil perhitungan uji normalitas galat taksiran variabel X3 atas X1, didapat L hitung atau L0 = 0,105 lebih kecil dari L tabel atau Lt = 0,1153 (L0< Lt) dengan α =0,05 n= 59 maka terima H0 atau tolak H1 sehingga dapat disimpulkan bahwa skor galat taksiran X3 atas X1 berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
b. Uji Normalitas Galat taksiran Variabel Motivasi Kerja (X3) atas Kepemimpinan (X2) Dari hasil perhitungan uji normalitas galat taksiran variabel X3 atas X2, didapat L hitung atau L0 = 0,114 lebih kecil dari L tabel atau Lt = 0,1153 (L0< Lt) dengan α =0,05 n= 59 maka terima H0 atau tolak H1 sehingga dapat disimpulkan bahwa skor galat taksiran X3 atas X2 berasal dari populasi yang berdistribusi normal. c. Uji Normalitas Galat taksiran Variabel Kinerja Kepala Sekolah (X4) atas Lingkungan Kerja (X1) Dari hasil perhitungan uji normalitas galat taksiran variabel X4 atas X1, didapat L hitung atau L0 = 0,111 lebih kecil dari L tabel atau Lt = 0,1153 (L0< Lt) dengan α =0,05 n= 59 maka terima H0 atau tolak H1 sehingga dapat disimpulkan bahwa skor galat taksiran X4 atas X1 berasal dari populasi yang berdistribusi normal d. Uji Normalitas Galat taksiran Variabel KInerja Kepala Sekolah (X4) atas Kepemimpinan (X2) Dari hasil perhitungan uji normalitas galat taksiran variabel X4 atas X2, didapat L hitung atau L0 = 0,112 lebih kecil dari L tabel atau Lt = 0,1153 (L0< Lt) dengan α =0,05 n= 59 maka terima H0 atau tolak H1 sehingga dapat disimpulkan bahwa skor galat taksiran X4 atas X2 berasal dari populasi yang berdistribusi normal. e. Uji Normalitas Galat taksiran Variabel KInerja Kepala Sekolah (X4) atas Motivasi Kerja (X3) Dari hasil perhitungan uji normalitas galat taksiran variabel X4 atas X3, didapat L hitung atau L0 = 0,113 lebih kecil dari L tabel atau Lt = 0,1153 (L0< Lt) dengan α =0,05 n= 59 maka terima H0 atau tolak H1 sehingga dapat disimpulkan bahwa skor galat taksiran X4 atas X3 berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 2. Uji Signifikansi dan Uji Linieritas Regresi dan Korelasi
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
273
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
a.
Motivasi Kerja (X3) atas Lingkungan Kerja (X1) Setelah dilakukan perhitungan dan analisis terhadap persamaan regresi motivasi kerja atas lingkungan kerja maka hasil yang diperoleh dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut: Dari tabel di atas terlihat harga Fhitung regresi sebesar 57,667 sedangkan Ftabel α=0,05 (1,57) sebesar 4,02 dan, Ftabel α=001 (1,57) sebesar 7,12. Karena Fhitung> Ftabel maka dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi yang berbentuk X3 = 18,990 + 0,777 X1 adalah sangat signifikan. Sedangkan harga Fhitung tuna cocok sebesar 0,153 dan harga Ftabel α: sebesar 1,94danF 0,05(15,42) tabel α: 0,01(15,42) sebesar 2,54. Karena Fhitung< Ftabel maka dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi yang berbentuk X3 = 18,990 + 0,777 X1 adalah linier. .Besarnya keberartian hubungan antar variabel ditentukan oleh koefisien 2 determinasi (r ) yaitu sebesar 0,564 artinya motivasi kerja ditentukan oleh Lingkungan kerja sebesar 56,40 %. b.
Motivasi Kerja (X3) atas Kepemimpinan (X2) Setelah dilakukan perhitungan dan analisis terhadap persamaan regresi motivasi kerja atas kepemimpinan maka hasil yang diperoleh dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut: Dari tabel di atas terlihat harga Fhitung regresi sebesar 147,544 sedangkan Ftabel α=0,05 (1,57) sebesar 4,02 dan, Ftabel α=001 (1,57) sebesar 7,12. Karena Fhitung> Ftabel maka dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi yang berbentuk X3 = 32,702 + 0,690 X2 adalah sangat signifikan. Sedangkan harga Fhitung tuna cocok sebesar 1,803 dan harga Ftabel α: 1,90danFtabel α: 0,01(15,42) 0,05(17,40)sebesar sebesar 2,49. Karena Fhitung< Ftabel maka dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi 274
yang berbentuk X3 = 32,702 + 0,690 X2 adalah linier. Besarnya keberartian hubungan antar variabel ditentukan oleh koefisien determinasi (r2) yaitu sebesar 0,087 artinya motivasi kerja ditentukan oleh kepemimpinan sebesar 8,70 %. c. Kinerja Kepala Sekolah (X4) atas Lingkungan Kerja (X1) Setelah dilakukan perhitungan dan analisis terhadap persamaan regresi kinerja kepala sekolah atas lingkungan kerja, maka hasil yang diperoleh dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut: Dari tabel di atas terlihat harga Fhitung regresi sebesar 28,429 sedangkan Ftabel α=0,05 (1,57) sebesar 4,02 dan, Ftabel α=001 (1,57) sebesar 7,12. Karena Fhitung> Ftabel maka dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi yang berbentuk X4 = 25,51 + 0,496 X1 adalah sangat signifikan. Sedangkan harga Fhitung tuna cocok sebesar 0,138 dan harga Ftabel α: 1,94danFtabel α: 0,01(15,42) 0,05(15,42)sebesar sebesar 2,54. Karena Fhitung< Ftabel maka dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi yang berbentuk X4 = 25,51 + 0,496 X1 adalah linier. Besarnya keberartian hubungan antar variabel ditentukan oleh koefisien determinasi (r2) sebesar 0,333 artinya kinerja kepala sekolah ditentukan oleh lingkungan kerja sebesar 33,3 %. d.
Kinerja Kepala Sekolah (X4) atas Kepemimpinan (X2) Setelah dilakukan perhitungan dan analisis terhadap persamaan regresi kinerja kepala sekolah atas lingkungan kerja, maka hasil yang diperoleh dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
kinerja kepala sekolah ditentukan oleh motivasi kerja sebesar 68,40 %. Dari tabel di atas terlihat harga Fhitung regresi sebesar 119,4 sedangkan Ftabel α=0,05 (1,57) sebesar 4,02 dan, Ftabel α=001 (1,57) sebesar 7,12. Karena Fhitung> Ftabel maka dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi yang berbentuk X4 = 8,60 + 0,677 X2 adalah sangat signifikan. Sedangkan harga Fhitung tuna cocok sebesar 1,640 dan hargaFtabel α: sebesar 1,90danF 0,05(17,40) tabel α: 0,01(15,42) sebesar 2,49. Karena Fhitung< Ftabel maka dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi yang berbentuk X4 = 8,60 + 0,677 X2 adalah linier. Besarnya keberartian hubungan antar variabel ditentukan oleh koefisien 2 determinasi (r ) yaitu sebesar 0,712 artinya kinerja kepala sekolah ditentukan oleh kepemimpinan sebesar 71,20 %. e. Kinerja Kepala Sekolah (X4) atas Motivasi Kerja (X3) Setelah dilakukan perhitungan dan analisis terhadap persamaan regresi kinerja kepala sekolah atas motivasi kerja, maka hasil yang diperoleh dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut: Dari tabel di atas terlihat harga Fhitung regresi sebesar 204,344 sedangkan Ftabel α=0,05 (1,57) sebesar 4,02 dan, Ftabel α=001 (1,57) sebesar 7,12. Karena Fhitung> Ftabel maka dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi yang berbentuk X4 = 66,08+ 0,148 X3 adalah sangat signifikan. Sedangkan harga Fhitung tuna cocok sebesar 0,269 dan harga Ftabel α: sebesar 1,89danF 0,05(16,41) tabel α: 0,01(16,41) sebesar 2,46. Karena Fhitung< Ftabel maka dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi yang berbentuk X4 = 66,08 + 0,148 X3 adalah linier. Besarnya keberartian hubungan antar variabel ditentukan oleh koefisien determinasi (r2) yaitu sebesar 0,684 artinya
C. Pengujian Model Dalam pengujian model pengaruh adalah melakukan analisis jalur (path analysis). Berdasarkan model pengaruh yang dibentuk secara teoretik akan diperoleh model diagram jalur sebagai berikut: Model Diagram Jalur
Gambar 3: Model Hubungan Struktural Antar Variabel Dari diagram jalur diperoleh lima koefisien jalur yaitu P31, P32, P41, P42,P43 dan enam koefisiensi korelasi yaitu r12, r13, r23, r14, r24, r34. Nilai koefisien korelasi untuk setiap jalurnya yang disajikan dalam bentuk matriks sebagai berikut: Tabel 16: Rangkuman Hasil Perhitungan Koefisiensi Korelasi Koefisien Korelasi Matrik X1 X2 X3 X4 X1 1 0,377 0,751 0,677 X2 1 0,355 0,844 X3 1 0,827 X4 1 Hasil Pengujian Koefisien Jalur Model Struktural
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
275
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
Untuk menguji koefisien jalur dibagi dua yaitu struktur model pertama yaitu P31, P32 dan struktur model kedua yaitu P41, P42, P43. Pengujian koefisien jalur masingmasing model struktural terdapat pada lampiran hal. 241 Rangkuman hasil pengujian koefisien jalur dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 17: Rangkuman Hasil Pengujian KoefisienJalur Jalur Koefisien thitung ttabel ttabel Keterangan Jalur (0,05) (0,01) P31 0,746 2,666** 1,67 2,39 Sangat Signifikan P32 0,330 2,179* 1,67 2,39 Signifikan P41 0,601 7,675** 1,67 2,39 Sangat Signifikan P42 0,231 2,950** 1,67 2,39 Sangat Signifikan P43 0,550 7,023** 1,67 2,39 Sangat Signifikan Keterangan:
Jika digambarkan bentuk struktur model kedua dan masing-masing nilai koefisien jalur sebagai berikut:
Gambar 5: Bentuk struktur model kedua Jika digambarkan bentuk struktur model pertama dan kedua sebagai berikut:
** = Koefisien jalur sangat signifikan * = Koefisien jalur signifikan 1.
Struktur Model Pertama Jika digambarkan bentuk struktur model pertama dan masing masing nilai koefisien jalur sebagai berikut:
Gambar 4: Bentuk struktur model pertama 2.
Struktur Model Kedua 276
Gambar 6: Bentuk struktur model pertama dan kedua D. Pengujian Hipotesis 1. Terdapat pengaruh langsung positif lingkungan kerja (X1) terhadap motivasi kerja (X3) Hipotesis yang diuji adalah H0 : P43 ≤ 0 H1 : P43> 0 Tolak H0 jika thitung > ttabel Dari perhitungan didapat koefisien jalur P31 = 0,746 dengan thitung = 9,577 > ttabel (0,05) = 1,67 dan ttabel (0,01) = 2,39 maka tolak H0 sehingga koefisien jalur dinyatakan sangat
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja. 2. Terdapat pengaruh langsung positif kepemimpinan (X2) terhadap motivasi kerja (X3) Hipotesis yang diuji adalah H0 : P43 ≤ 0 H1 : P43> 0 Tolak H0 jika thitung > ttabel Dari perhitungan didapat koefisien jalur P32 = 0,330 dengan thitung = 3,767 > ttabel (0,05) = 1,67 dan ttabel (0,01) = 2,39 maka tolak H0 sehingga koefisien jalur dinyataka sangat signifikan, maka dapat simpulkan bahwa kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja. 3. Terdapat pengaruh langsung positif lingkungan kerja (X1) terhadap kinerja kepala sekolah (X4) Hipotesis yang diuji adalah H0 : P43 ≤ 0 H1 : P43> 0 Tolak H0 jika thitung > ttabel Dari perhitungan didapat koefien jalur P41 = 0,601 dengan thitung = 7,675 > ttabel (0,05) = 1,67 dan ttabel (0,01) = 2,39 maka tolak H0 sehingga koefisien jalur dinyatakan sangat signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah.
4. Terdapat pengaruh langsung positif kepemimpinan (X2) terhadap kinerja kepala sekolah (X4) Hipotesis yang diuji adalah H0 : P43 ≤ 0 H1 : P43> 0 Tolak H0 jika thitung > ttabel Dari perhitungan didapat koefisien jalur P42 = 0,231 dengan thitung = 2,950 > ttabel (0,05) = 1,67 dan ttabel (0,01) = 2,39 maka tolak H0 sehingga koefisien jalur dinyatakan signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah. 5. Terdapat pengaruh langsung positif motivasi kerja (X3) terhadap kinerja kepala sekolah (X4) Hipotesis yang diuji adalah H0 : P43 ≤ 0 H1 : P43> 0 Tolak H0 jika thitung > ttabel Dari perhitungan didapat koefisien jalur P43 = 0,550 dengan thitung = 7,023 > ttabel (0,05) = 1,67 dan ttabel (0,01) = 2,39 maka tolak H0 sehingga koefisien jalur dinyatakan sangat signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja perpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah. E. Pembahasan Hasil Penelian 1. Pengaruh Lingkungan Kerja terhdap motivasi kerja. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan tolak H0 berarti terdapat pengaruh antara variabel satu dengan variabel lainnya sehingga koefisien jalur P31 menunjukkan bahwa lingkungan kerja (X1) berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja (X3). Lingkungan kerja yang nyaman di SDN kecamatan Kramat Jati terlihat pada gedung dan ruangan yang layak pakai, kebersihan dan keasrian lingkungan, peralatan yang lengkap,hubungan, kerjasama yang erat antar personil sekolah, saling membantu dan peduli, sehingga kepala sekolah termotivasi untuk membina personil sekolah dengan penuh semangat, seperti di SDN Batu Ampar 01 pagi. Demikian pula di SDN lainnya di lingkungan kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur. Hasil penelitian ini sesuai teori yang dikatakan oleh Daniel C.Feldman dan Hugh J.Arnold bahwa pekerjaan seseorang dan bagaimana pekerjaan tersebut dapat dirancang untuk memaksimalkan motivasi, kepuasan dan produktivitas seorang anggota organisasi. Selanjutnya dikatakan pula
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
277
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
bahwa pengaruh rancangan kerja pada motivasi, kinerja dan kepuasan kerja seseorang.Kemudian dikatakan bahwa kondisi kerja juga mempengaruhi motivasi dan kepuasan. Dengan kata lain pekerjaan yang dirancang sedemikian rupa, seperti waktu, tempat bekerja, kerja sama dengan teman kerja dirancang senyaman mungkin,hal ini menciptakan lingkungan kerja yaitu kondisi kerja yang nyaman. Jika seseorang bekerja di lingkungan kerja yang nyaman mengakibatkan tingginya motivasi kerja. Dari hasil penelitian dan teori-teori yang telah dikemukan meyakinkankan bahwa lingkungan kerja berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja kepala sekolah di SDN kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur. 2. Pengaruh kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan tolak H0 berarti terdapat pengaruh antara variabel satu dengan variabel lainnya sehingga koefisien jalur P32 menunjukkan bahwa kepemimpinan (X2) berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja (X3). Kepemimpinan yang dimaksud adalah atasan kepala sekolah yaitu Kepala Seksi (Kasi) Suku Dinas kecamatan Kramat Jati yang selalu mengarahkan, membina kepala sekolah di lingkungannya sehingga kepala sekolah termotivasi untuk terus meningkatkan prestasi sekolahnya, seperti di SDN Cililitan 01 pagi, dengan penuh semangat kepala sekolah membina personil sekolah. Demikian pula dengan SDN lainnya di lingkungan kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh James A.F Stoner dan R. Edward Freeman bahwa kepemimpinan terlibat mengarahkan, mempengaruhi, dan memotivasi pegawai menuju pencapaian tugas-tugas mereka. Kemudian Daniel C. Fieldman dan Hugh J. 278
Arnold mengatakan bahwa kepemimpinan yang mengarahkan akan meningkatkan motivasi dan kinerja. Dikatakan pula oleh Fred Luthans dalam Path Goal Teori bahwa pemimpin dapat mempengaruhi motivasi, kepuasan dan kinerja bawahan. Pemimpin yang mengarahkan akan meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja pekerja. Menurut Gibson, Ivancevich, Donnelly, para manajer dapat mempengaruhi motivasi pegawai. Dari hasil penelitian dan teori-teori yang telah dikemukan, meyakinkankan bahwa kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja kepala sekolah di SDN Kramat Jati Jakarta Timur. 3. Pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja kepala sekolah. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan tolak H0 berarti terdapat pengaruh antara variabel satu dengan variabel lainnya sehingga koefisien jalur P41 menunjukkan bahwa lingkungan kerja (X1) berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah (X4). Lingkungan kerja yang nyaman di SDN kecamatan Kramat Jati terlihat pada gedung dan ruangan yang layak pakai, kebersihan dan keasrian lingkungan, peralatan yang lengkap,hubungan dan kerjasama yang erat antar personil sekolah, saling membantu dan peduli, hal ini berpengaruh terhadap kinerja kepala sekolah yang menunjukkan keberhasilan dalam kelulusan dan keberhasilan dalam lomba prestasi belajar dan meningkatkan status sekolah menjadi RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional) seperti di SDN Dukuh 09 pagi. Demikian pula di SDN lainnya di lingkungan kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Stephen P. Robbins bahwa faktor-faktor seperti temperatur, tingkat kegaduhan, rancangan fisik tempat kerja mempengaruhi kinerja pegawai. Disimpulkan menunjukkan hubungan
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
lingkungan fisik dan rancangan tempat kerja dengan kinerja pegawai dan kepuasan. Sedangkan menurut Robert Krietner dan Angelo Kinichi, Kinerja dipengaruhi oleh lingkungan kerja, termasuk seperti barangbarang yang rusak, peralatan yang rusak. Dikatakan pula oleh Griffin bahwa kinerja ditentukan oleh tiga hal yaitu kemampuan, motivasi dan lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian dan teoriteori yang telah dikemukakan meyakinkan bahwa lingkungan kerja berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah di SDN kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur. 4. Pengaruh Kepemimpinan terhadap kinerja kepala sekolah. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan tolak H0 yang artinya terdapat pengaruh antara variabel satu dengan variabel lainnya sehingga koefisien jalur P42 menunjukkan bahwa kepemimpinan (X2) berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala Kepemimpinan yang sekolah (X4). dimaksud adalah atasan kepala sekolah yaitu Kepala Seksi (Kasi) Suku Dinas kecamatan Kramat Jati yang selalu mengarahkan, membina kepala sekolah di lingkungannya sehingga kinerja kepala sekolah meningkat yang ditunjukkan dengan peningkatan prestasi di sekolahnya yaitu tingkat kelulusan yang tinggi dan memenangkan lomba antar sekolah, seperti di SDN Cililitan 01 pagi. Demikian pula dengan SDN lainnya di lingkungan kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh James A.F Stoner dan R. Edward Freeman bahwa kepemimpinan terlibat mengarahkan, mempengaruhi, dan memotivasi pegawai menuju kinerja mereka. Kemudian Daniel C. Fieldman dan Hugh J. Arnold mengatakan bahwa kepemimpinan yang mengarahkan akan meningkatkan motivasi dan kinerja. Dikatakan pula oleh Fred Luthans dalam
Path Goal Teori bahwa pemimpin dapat mempengaruhi motivasi, kepuasan dan kinerja bawahan. Sedangkan menurut Gibson, Ivancevich, Donnelly dan Konopaske, pemimpin mempengaruhin tingkah laku dan kinerja pegawai. Berdasarkan hasil penelitian dan teoriteori yang telah dikemukakan meyakinkan bahwa kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah di SDN kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur. 5. Pengaruh motivasi terhadap kinerja kepala sekolah Hasil pengujian hipotesis menunjukkan tolak H0 berarti terdapat pengaruh antara variabel satu dengan variabel lainnya sehingga koefisien jalur P43 menunjukkan bahwa motivasi kerja (X3) berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah (X4). Kepala sekolah yang mempunyai motivasi tinggi untuk membina personil sekolah dan penuh semangat dalam mengelola sekolah akan meningkatkan kinerjanya, hal ini terlihat pada prestasi yang diperoleh di sekolahnya dengan angka kelulusan yang tinggi, keberhasilan dalam lomba antar sekolah dan keberhasilan dalam disiplin, seperti SDN Kramat Jati 01 pagi. Demikian pula di SDN lainnya di lingkungan kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Fred Luthans: dalam model teori the path goal bahwa motivasi mempengaruhi kinerja. Robert Krietner dan Angelo Kinichi mengatakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh motivasi. Juga dikemukakan oleh Jerald Greenberg dan Robert A. Baron bahwa dalam teori expectancy, motivasi adalah salah satu yang menentukan kinerja. Sedangkan menurut Griffin, salah satu yang menentukan kinerja adalah motivasi. F.
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Keterbatasan Penelitian
279
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
Penelitian ini mempunyai keterbatasan karena hanya meneliti tiga variabel yang mempengaruhi kinerja kepala sekolah yaitu lingkungan kerja, kepemimpinan dan motivasi kerja, padahal masih banyak lagi variabel-variabel lain yang mempengaruhi kinerja kepala sekolah.
6.
Dapatlah disimpulkan bahwa lingkungan kerja,kepemimpinan dan motivasi kerja berpengaruh langsung positif terhadap kinerja Kepala Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur.
B. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Lingkungan kerja berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja. Artinya lingkungan kerja yang kondusif yaitu lingkungan kerja yang menyenangkan, mengakibatkan meningkatnya motivasi kerja kepala sekolah. 2. Kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja. Artinya peningkatan kualitas kepemimpinan dapat mengakibatkan peningkatan pada kualitas motivasi kerja kepala sekolah. 3. Lingkungan kerja berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah. Artinya lingkungan kerja yang kondusif yaitu lingkungan kerja yang menyenangkan mengakibatkan meningkatnya kinerja kepala sekolah. 4. Kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah. Artinya peningkatan kualitas kepemimpinan dapat mengakibatkan peningkatan kinerja kepala sekolah. 5. Motivasi kerja berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah. Artinya peningkatan kualitas motivasi kerja dapat mengakibatkan peningkatan kinerja kepala sekolah.
280
Implikasi Berdasarkan hasil penelitian dapat dipaparkan implikasi sebagai berikut: 1. Lingkungan kerja berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja. Jika ingin meningkatkan motivasi kerja maka dibutuhkan perbaikan lingkungan kerja. Secara fisik lingkungan kerja sekolah dibersihkan, dibangun, diperbaiki, peralatan dilengkapi supaya nyaman dan asri. Lingkungan kerja secara psikhis, ditingkatkan kerja samanya, komunikasinya, kepeduliannya terhadap sesama, saling membantu sehingga menimbulkan suasana kerja yang menyenangkan, hal ini akan meningkatkan motivasi kerja kepala sekolah di SDN kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur. 2. Kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja. Jika ingin meningkatkan motivasi kerja maka dibutuhkan peningkatan kepemimpinan menjadi kepemimpinan yang mengarahkan, mendukung, berpartisipasi dan berorientasi pada prestasi sehingga meningkatkan semangat atau motivasi kerja kepala sekolah di SDN kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur. 3. Lingkungan kerja berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah. Jika ingin meningkatkan kinerja kepala sekolah maka dibutuhkan perbaikan lingkungan kerja. Secara fisik lingkungan kerja sekolah dibersihkan, dibangun, diperbaiki, peralatan dilengkapi supaya
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
nyaman dan asri. Lingkungan kerja secara psikhis, ditingkatkan kerja samanya, komunikasinya, kepeduliannya terhadap sesama, saling membantu sehingga menimbulkan suasana kerja yang menyenangkan, hal ini akan meningkatkan kinerja kepala sekolah di SDN kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur. 4. Kepemimpinan berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah. Jika ingin meningkatkan kinerja kepala sekolah maka dibutuhkan peningkatan kepemimpinan. Kepemimpinan yang mengarahkan, mendukung, berpartisipasi dan berorientasi pada prestasi mengakibatkan meningkatnya kinerja kepala sekolah di SDN kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur. 5. Motivasi kerja berpengaruh langsung positif terhadap kinerja kepala sekolah. Jika ingin meningkatkan kinerja kepala sekolah maka dibutuhkan peningkatan motivasi kerja. Motivasi kerja dapat meningkat jika lingkungan kerja terasa nyaman di dalamnya terdapat suasana kerja yang menyenangkan dan kepemimpinan yang mengarahkan, mendukung, berpartisipasi dan berorientasi pada prestasi, hal ini akan meningkatkan motivasi kerja kepala sekolah di SDN kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur. C. Saran Berdasarkan data-data yang diperoleh dari lapangan, ada beberapa saran yang dapat dijadikan bahan masukan bagi kepala sekolah SDN Kramat Jati Jakarta Timur yaitu: 1. Hendaknya kepala sekolah lebih berusaha untuk meningkatkan kelulusan agar mencapai 100% dengan lebih mengintensifkan program pendalaman materi, meningkatkan kedisiplinan, dan mengintensifkan kegiatan supervisi.
2.
Hendaknya gedung sekolah ditingkatkan pemeliharaannya, ruang, lorong sekolah ditingkatkan kebersihannya dan menanam tanaman di sekeliling sekolah agar menjadi asri. Hendaknya melengkapi peralatan belajar elektronik, olah raga dan meningkatkan perawatannya. Komunikasi dan kerja sama dengan personil sekolah hendaknya ditingkatkan. Peningkatan hal-hal tersebut akan membuat lingkungan kerja yang menyenangkan sehingga meningkatkan motivasi kerja dan kinerja kepala sekolah. 3. Hendaknya kepala seksi suku dinas sebagai atasan kepala sekolah lebih mengarahkan, memberi petunjuk, membimbing, mendukung, memberi semangat, perhatian, ikut serta dalam upaya pencapaian tujuan sehingga kepala sekolah termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya Pada proses pemilihan kepala seksi suku dinas dan pengawas, hendaknya diseleksi ketat sehingga menghasilkan pemimpinpemimpin yang bermutu tinggi. 4. Hendaknya kepala sekolah meningkatkan motivasi kerjanya dengan berusaha hadir tepat waktu, membimbing personil sekolah dengan penuh semangat dan sabar, giat melengkapi sarana dan prasarana sekolah sehingga usaha-usaha yang penuh semangat ini meningkatkan kinerja kepala sekolah DAFTAR PUSTAKA
Alberta. Physical Environment. Http://www.seniora.gov.ab.ca.2008. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
281
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
Atmodiwirio, Soebagio. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Ardadizya Jaya, 2000. Best, John W. Metodologi Penelitian Pendidikan. Diterjemahkan oleh Sanapiah Faisal dan Mulyadi Guntur Waseso. Surabaya: Usaha Nasional, 1982. Depdiknas. Pengukuran Kinerja Sekolah, Kepala Sekolah SMA. Banten: LPMP. Dinas Pendidikan Dasar. Penilaian Kinerja Guru SD, SMP Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: Dinas Pendas, 2005. Evans, James R. Total Quality Management, Organization and Strategy. Canada: South-Western Thomson, 2005. Feldman, Daniel C and Hugh J. Arnold. Managing Individual And Group Behavior In Organization. USA: McGrow Hill, 1983. Feldman, Robert S. Adjusment Applying Psychology in a Complex World. New York: McGraw-Hilll Book, 1999. Franken, Robert. E. Human Motivation. California: Brook Pulishing, 1992. George, Jennifer M. and Gareth R. Jones. Understanding and managing Organizational Behavior. New Jersey: Prentice Hall, 2005. Gordon, Richard R., Gordon H. Brower, Robert B. Zajonc and Elizabeth Hall. Psychology Today. New York: Random House, 1986. Gibson, James L., James H. Donelly Jr, John M. Ivancevich. Manajemen, Edisi Kesembilan Jilid 2. Terjemahan. Jakarta: Erlangga, 1997. Gibson, James L., John M. Ivancevich, James H. Donnelly Jr, Robert Konopaske. Organization. New york: Mc Graw Hill, 2006. Greenberg, Jerald and Robert A. Baron. Behavior In Organizations, Fourth Edition.
282
Griffin. Manajement. Boston: Houghton, 1998. http://WWW.00.Cities.Com./batoegajah/Mi ol 14806d.htm. http://WWW.JPnn.Com/Index.php?mib:beri tadetail& id:63483. http://WWW.detiknews.Com/read/2010/01/ 26/151413/1286362/10. http://yogyaeducation.Co.id/?p=421 Ivancevich, John M. Human Resource Management. Singapore: McGraw Hill, 2007. Jones, Garet R. And Jennifer M. George. Contempory Management. USA: McGraw Hill-Irwin, 2003. Kartono, Kartini. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2004. Kritner, Robert and Angelo Kinicki. Organizational Behavior. Chicago: Irwin, 1995. Luthans, Fred, Organizational Behavior, Seventh Edition. Singapore: McGraw-Hill, 1995. Mangku negara, Anwar Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005. McCormick, Ernest J. And Joseph Tiffin. Industrial Psychology. New Jersey. Prentice-Hall, 1994. McShone, Stevwn L. And Mary Ann Von Glinow. Oganization Behavior. USA:.McGraw Hill,2008. Mullins, Laurie J. Manajement and Organizational Behavior. Edinbergh Gate Harlow: Prentice-Hall, 2005. Mulyasa, E. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004. Murwani, Santosa R. Analisis Jalur. Jakarta: PPS UNJ, 2004/2005.
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
Jurnal Ilmiah Education Management Volume 1 Nomor 2 Juni 2011
Nitisemito, Alex S. Manajemen Personalia. Jakarta: Galia Indonesia, 1982, Owen, Robert G. Organizational Behavior In Education. Boston: Allyn & Bacon, 1991. Pangewa, Maharuddin. Perilaku Keorganisasian. Jakarta: Depdiknas, 2004. Permadi, Dadi. Kepemimpinan Mandiri (Profesional) Kepala Sekolah. Bandung: Sarana Panca Karya, 1998. PPS UNJ. Pedoman Penulisan Tesis & Disertasi. Jakarta: PPS UNJ, 2005. Purwanto, M. Ngalim. Administrasi dan Supervisi. Bandung, Remaja Rosdakarya, 2008. Riduwan dan Engkos Ahmad Kuncoro. Analisis Jalur (Path Analysis). Bandung: Alfabeta, 2008. Rizal, Velthzal, Ahmad Fauzi Mohd. Basri. Performance Appraisal. Jakarta: Raja Grafindo Persada,2003. Robbins, Stefhen P. Organizational Behavior. New Jersey: Prentice Hall, 1989. Robbins, Stephen P. Prilaku Organisasi Jilid 2 Edisi Bahasa Indonesia Jakarta: Gramedia, 2003. Robbins, Stephen P. And Timothy Judge. Organizational Behavior. USA: Pearson, 1998. Sallis, Edward. Total Quality Management in Education. London: Kogan Page, 1993. Schermerhon, John R. Manajemen Buku I Edisi Bahasa Indonesia Yogyakarta: Andy, 1999). Soetjipto and Rafis Kosasi. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta, 1999. Stoner, James A.F and R. Edward Freeman. Management. New Jersey: Prentice Hall, 1995. Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta, 2004.
Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997. Usman, Moh. Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998. Wirawan. Teori kepemimpinan. Jakarta: Bangun Indonesia/Uhamka , 2003.
© 2012 Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ
283