Riky Priangga dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):365-373, April 2013
PENGARUH LEVEL PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP PRODUKSI BAHAN KERING DAN IMBANGAN DAUN-BATANG RUMPUT GAJAH DEFOLIASI KEEMPAT (THE LEVEL EFFECT OF LIQUID ORGANIC FERTILIZER : THEIR EFFECTS ON DRY MATTER PRODUCTION AND LEAF TO STEM RATIO OF ELEPHANT GRASS AT 4ND DEFOLIATION) Riky Priangga, Suwarno dan Nur Hidayat* Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto *Corresponding author :
[email protected] ABSTRAK Penelitian bertujuan mengkaji level pemberian pupuk organik cair pada rumput gajah varietas hawai terhadap produksi bahan kering dan imbangan daun-batang defoliasi keempat. Materi yang digunakan adalah rumput Gajah (Pennisetum purpureum) varietas hawai, lahan seluas 233,44 m2 di lahan Pastura Experimental Farm. Penelitian dilakukan secara eksperimental yang dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Ada 7 perlakuan, masing-masing memperlakukan diulang 3 kali. Perlakuan adalah tanpa pupuk cair organik hanya 21 liter air (R0), Pupuk cair organik I dosis 10,5 ml/21 liter air(setara 13 mg N/ha/defoliasi) (R1), Pupuk cair organik I dosis 31,5 ml/21 liter air(setara 39 mg N/ha/defoliasi) (R2), Pupuk cair organik I dosis 63 ml/21 liter air(setara 78 mg N/ha/defoliasi) (R3), Pupuk cair organik II dosis 10,5 ml/21 liter air(setara 2 mg N/ha/defoliasi) (R4), Pupuk cair organik II dosis 31,5 ml/21 liter air(setara 6 mg N/ha/defoliasi) (R5),dan Pupuk cair organik II dosis 63 ml/21 liter air(setara 12 mg N/ha/defoliasi) (R6).Pembuatan pupuk organik cair dengan bahan dasar urin dan slury dengan menggunakan metode nano. Variabel yang diukur yaitu produksi bahan kering dan imbangan daun-batang. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pupuk organik cair berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap produksi BK dan imbangan daun-batang. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengaruh pupuk organik cair I (urin) dosis 13 mg N/ha/defoliasi sebesar 121,287 ton/ha/defoliasi dan pupuk organik cair II (slury) yang baik , pada level perlakuan (R6) yaitu pada pupuk organik cair II (slury) 12 mg N/ha/defoliasi yakni sebesar 104,317 ton/ha/defoliasi dalam penelitian ini, memberikan pengaruh terhadap produksi bahan kering dan imbangan daun-batang rumput gajah varietas Hawai. Kata kunci : Pupuk Organik Cair, Produksi Bahan Kering, Imbangan Daun-Batang ABSTRACT The study was aimed to assess the level of Liquid Organic Fertilizers : their Effects on Dry Matter Production And Leaf to Stem Ratio of Elephant Grass at 4th defoliation. The materials used were elephant grass (Pennisetum purpureum) variety of Hawai, land area of 233.44 m2 on the Pastures of Exp-farm. This experiment used experimental method design according to Completely Randomized Design. There were 7 treatments , each of treat was repeated 3 times. The were treatments without liquid organic fertilizer only 21 liters of water(R0), liquid organic fertilizer I level 10,5 ml/21 liters of water (equal 13 mg N/ha/defoliasi) (R1), liquid organic fertilizer I level 31,5 ml/21 liters of water (equal 39 mg N/ha/defoliasi) (R2), liquid organic fertilizer I level 63 ml/21 liters of water (equal 78 mg N/ha/defoliasi) (R3), liquid organic fertilizer II level 10,5 ml/21 liters of water (equal 2 mg
365
Riky Priangga dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):365-373, April 2013
N/ha/defoliasi) (R4), liquid organic fertilizer II level 31,5 ml/21 liters of water (equal 6mg N/ha/defoliasi) (R5), liquid organic fertilizer II level 63 ml/21 liters of water (equal 12 mg N/ha/defoliasi) (R6).The variables measured were dry matter production and leaf to stem ratio. The results of analysis of variance showed that the liquid organic fertilizer did not affect significantly (P> 0.05) on the production of dry matter and leaf to stem ratio. Based on the results of this study it is concluded that of liquid organic fertilizer I (urine) doses of 13 mg N/ha/ defoliation similar to amount 121,287 ton/ha/ defoliation and liquid organic fertilizer (slurry) is good, the level treatments (R6) namely of liquid organic fertilizer II (slurry) 12 mg N/ha/ defoliation namely equaled to 104.317 ton/ha/ defoliation in this study, did not give any effect on the production of dry matter and the proportion of leaf to stem ratio of elephant grass, Hawai Variety. Keywords: Liquid Organic Fertilizers, Dry Matter Production, Leaf to Stem Ratio PENDAHULUAN Pertumbuhan hijauan pakan ternak dipengaruhi oleh unsur hara. Untuk menjaga kesuburan tanah perlu dilakukan dengan pemupukan. Sumarsono (2005) menyatakan keberhasilan pertumbuhan hijaun pakan ternak tercermin dari tinggi rendahnya produksi dan kualitas hijauan. Rumput gajah (Pennisetum purpureum) varietas hawai yang memiliki produksi dan berkualitas tinggi. Produksi rumput gajah varietas hawai pada kondisi ideal mencapai 290 ton bahan segar/ha/th (Soegiri et al.,1982). Sistem pemanfaatan limbah ternak sebagai pupuk organik pada hijauan pakan ternak semakin lama semakin berkembang. Upaya untuk mengataasi masalah pencemaran lingkungan dapat dilakukan dengan pemanfaatan limbah ternak. Limbah urin sapi dan slury dapat diolah menjadi pupuk organik cair mempunyai efek jangka panjang yang baik karena dapat memperbaiki struktur tanah dan mengandung lengkap. Salah satu teknologi yang diterapkan pada proses pembuatan pupuk organik cair dengan bahan baku urin dan slury adalah teknologi nano Teknologi nano merupakan ilmu yang berhubungan dengan benda-benda dengan ukuran 1 hingga 100 nm, memiliki sifat yang berbeda dari bahan asalnya dan memiliki kemampuan untuk mengontrol atau memanipulasi dalam skala atom (Kuzma and VerHage, 2006). Teknologi nano bermanfaat dalam banyak hal, antara lain; meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan bahan alami dalam tanah, mempelajari mekanisme dan dinamika hara di dalam tanah. Dengan demikian, pembuatan pupuk organik cair dengan teknologi nano di harapkan molekul kimiawi menjadi lebih kecil sehingga mudah terserap oleh tanaman. Supardi (2001) menyatakan pupuk organik cair memberikan beberapa keuntungan, misalnya pupuk ini dapat digunakan dengan cara menyiramkannya ke akar ataupun di semprotkan ke tanaman dan menghemat tenaga. Sehingga proses penyiraman dapat menjaga kelembaban tanah. Pupuk organik cair dalam pemupukan jelas lebih merata, tidak akan terjadi penumpukan konsentrasi pupuk di satu tempat, hal ini disebabkan pupuk organik cair 100 persen larut. Sehingga secara cepat mengatasi defesiensi hara dan tidak
366
Riky Priangga dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):365-373, April 2013
bermasalah dalam pencucian hara juga mampu menyediakan hara secara cepat (Musnamar, 2005). MATERI DAN METODE Lokasi Penelitian dilakukan di lahan Pastura Experimental Farm dan Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Ternak Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Materi Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian terdiri tanaman rumput gajah varietas hawai periode defoliasi ke empat yang sudah ditanam dari lahan seluas 233,44 m² yang terbagi dalam 21 petak dengan luas tiap petak 6 m2 (2 x 3 m2) jarak antar petak 80 cm dan jarak antar stek (70 cm x 40cm). Jumlah stek awal yang diperlukan sebanyak 21 stek/petak. Materi yang digunakan berupa pupuk organik cair dengan bahan dasar urin dan slury. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental. Produksi bahan kering merupakan bobot rumput yang telah dikeringkan dalam oven selama 1 hari pada suhu 1050C dan beratnya stabil. Imbangan daun dan batang merupakan perbandingan antara daun dan batang yang ditunjukan dengan banyaknya jumlah dan berat daun serta batang yang telah dipanen dalam bentuk kering . Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perlakuan sebagai berikut R0 = Tanpa pupuk cair organik hanya 21 liter air sebagai control; R1 = Pupuk cair organik I dosis 10,5 ml/21 liter air(setara 13 mg N/ha/defoliasi); R2 = Pupuk cair organik I dosis 31,5 ml/21 liter air(setara 39 mg N/ha/defoliasi); R3 = Pupuk cair organik I dosis 63 ml/21 liter air(setara 78 mg N/ha/defoliasi); R4 = Pupuk cair organik II dosis 10,5 ml/21 liter air(setara 2 mg N/ha/defoliasi); R5 = Pupuk cair organik II dosis 31,5 ml/21 liter air(setara 6 mg N/ha/defoliasi); R6 = Pupuk cair organik II dosis 63 ml/21 liter air(setara 12 mg N/ha/defoliasi) Keterangan : Pupuk cair organik I = Pupuk organik cair terbuat dari urin sapi bunting Pupuk cair organik II = Pupuk organik cair terbuat dari slury Model : Yij = µ + αi + εij Keterangan : Yijk = Variable yang diamati dari perlakuan ke I dan ulangan ke j µ = Rataan αi = Pengaruh perlakuan urine maupun slury ke-i ( i = 1,2,3,4,5,6,7 ) εij = Pengaruh pengacakan dari perlakuan ke i ulangan ke j ( j = 1,2,3 )
367
Riky Priangga dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):365-373, April 2013
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian 107 meter diatas permukaan laut. Badan Litbang Pertanian (1996) menyatakan bahwa rumput gajah dapat tumbuh pada ketinggian 0 sampai dengan 3000 meter diatas permukaan laut dengan curah hujan 1000 mm/tahun, tahan kekeringan dan tidak tahan terhadap genangan air, rumput gajah dapat tumbuh pada jenis tanah dari struktur ringan, sedang sampai berat. Kelembaban tanah hasil pengukuran menggunakan soil tester di lokasi penelitian ratarata 67 %. Menurut Mcllroy (1976) menyatakan bahwa rumput dan legum dapat tumbuh optimum pada kelembaban tanah yang sedang (sekitar 60 persen). Kelembaban harus diperhatikan, sebab kelembaban sangat diperlukan dalam memperkirakan berapa lama persediaan air dalam tanah yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman (Goeswono, 1979). Air merupakan faktor penting dalam mekanisme penyerapan unsur hara oleh akar. Disamping itu dalam suasana lembab perakaran tanaman akan menjadi lebat. Kelembaban ini sangat penting bagi penyerapan Ca dan Mg dalam suasana kering (Goeswono, 1979). Rinsema (1983) menyatakan bahwa persyaratan pH tanah yang dikehendaki oleh tanaman sangat bervariasi, kebanyakan tanaman tumbuh kurang baik pada pH kurang dari 5. Lokasi penelitian dari hasil pengukuran pH tanah berkisar pH rata-rata 6,2. Sarief (1989) menyatakan bahwa tanah yang memiliki pH tanah antara 5,5 sampai 7,5 (mendekati netral) mengandung unsur hara dalam jumlah cukup banyak didalam tanah. Berdasarkan hal tersebut maka pH tanah pada lokasi penelitian termasuk kategori yang cukup baik (pH netral) untuk pertumbuhan tanaman khususnya rumput gajah. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Direktorat Bina Produksi Ternak (1992) bahwa untuk mencapai pertumbuhan dan produksi yang tinggi pada tanaman rumput membutuhkan pH tanah 5,0 sampai 7,0. Pada kondisi ini perkembangan akar akan normal dan kehidupan mikroorganisme tanah berada dalam aktivitas yang baik sehingga proses perombakan bahan organik atau dekomposisi berjalan normal (Whiteman et al., 1974). Nilai pH tanah yang terlalu tinggi diatas 9,0 atau pH tanah yang terlalu rendah dibawah 4,0 sudah merupakan racun bagi akar tanaman. Keasamaan tanah menentukan hara-hara tanah menjadi mudah tidaknya larut dalam air untuk dapat digunakan bagi pertumbuhan tanaman. Hasil analisis tanah di lokasi penelitian mengandung unsur nitrogen total 0,218 %, bahan organik 4,359 %, fosfor 1,478 ppm %, dan kalium 0,195 me % (Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Unsoed, 2012). Kondisi tanah tersebut tergolong kesuburan yang sedang. Soepardi (1977) menyatakan bahwa kesuburan tanah yang cukup baik untuk tanaman memiliki kandungan nitrogen tanah 0,20-0,50%, bahan organik 4,00 %, fosfor 0,01-0,20 % dan kalium 0,17-3,30 %. Menurut Winarso (2005) kelebihan nitrogen akan meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman, tetapi akan memperpendek masa generatif. Upaya meningkatkan produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan unsur hara dalam tanah. Unsur hara tersebut, diantaranya yaitu hidrogen, oksigen, karbon, nitrogen, potasium, phospor, sulfur, magnesium, dan besi. Karbon, oksigen dan hidrogen dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang banyak, namun karena ketersediaannya yang
368
Riky Priangga dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):365-373, April 2013
cukup terpenuhi dari air dan udara menyebabkan ketiga unsur tersebut kurang mendapat perhatian dalam mempertimbangkan kebutuhan zat hara (Maynard, et al., 1979). Sedangkan zat hara lainnya harusdiperhatian dalam upaya peningkatan produksi tanaman. Hal ini disebabkan ketersediaan unsur tersebut didalam tanah sangat terbatas. Penelitian ini dilakukan di daerah tropis dengan suhu udara lokasi penelitian berkisar antara 21,40 C - 310 C. Sarief (1989) menyatakan bahwa kisaran maksimum pertumbuhan tanaman antara 150 C dan 400 C, temperatur tersebut terendah dan tertinggi, bila temperatur lebih tinggi dari kisaran temperatur tertinggi maka pertumbuhan akan terhambat dan bahkan akan terhenti, umumnya temperatur terbaik untuk pertumbuhan tanaman, juga terbaik untuk pertumbuhan organisme tanah. Jika temperatur menurun pada kisaran 5 sampai 350 C maka laju fotosintesis cenderung akan menurun. Temperatur lebih dari 370C umumnya mengakibatkan proses fotosintesis tanaman turun dengan cepat dan akan berhenti melakukan fotosintesis pada temperature 430C. Produksi Bahan Kering Rumput Gajah Produksi bahan kering rumput gajah setelah diberi perlakuan 7 (tujuh) level pupuk organik cair yang dipotong pada defoliasi keempat dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi Bahan Kering Rumput Gajah Varietas Hawai pada Defoliasi Keempat setelah Pemupukan dengan Pupuk Organik Cair Rataan Produksi Standar Deviasi Perlakuan (mg/ha/defoliasi) (ton/ha/defoliasi) R0 (0mg/ha/defoliasi) 59.557 37.992 R1 (13mg/ha/defoliasi) 121.287 41.816 R2 (39mg/ha/defoliasi) 49.533 13.239 R3 (78mg/ha/defoliasi) 79.610 52.718 R4 (2mg/ha/defoliasi) 47.650 19.021 R5 (6mg/ha/defoliasi) 83.210 9.833 R6 (12mg/ha/defoliasi) 104.317 13.781 Keterangan : R0 = Tanpa Pupuk organik cair R1,R2, dan R3 = Pupuk organik cair I terbuat dari urin sapi bunting R4,R5, dan R6 = Pupuk organik cair II terbuat dari slury Hasil analisis variansi RAL menunjukan bahwa pemupukan dengan pupuk organik cair berpengaruh tidak berbeda nyata terhadap produksi bahan kering rumput gajah varietas hawai (P>0,05), hasil analisis dapat dilihat pada lampiran 1. Produksi bahan kering rumput gajah varietas hawai mengalami peningkat dan penurunan sejalan dengan bahan dosis pupuk organik cair. Hal ini disebabkan karena memiliki jumlah komposisi kandungan pupuk organik yang berbeda sesuai dengan tingkat pemberian pupuk organik cair pada semua perlakuan.
369
Riky Priangga dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):365-373, April 2013
Produksi Bahan Kering (ton/ha/defoliasi)
140 120 100 80 tanpa pupuk 60
Pupuk organik cair I
40
Pupuk organik cair II
20 0 0 mg
13 mg
39 mg
78 mg
2 mg
6 mg
12 mg
Level Pupuk Organik Cair (mgN/ha/defoliasi) Gambar 1. Level Pemberian Pupuk Organik Cair terhadap Produksi Bahan Kering Rumput Gajah Varietas Hawai pada Defoliasi Keempat Berdasrkan gambar 1, produksi bahan kering rumput gajah varietas hawai terendah pada level pada pupuk organik cair II (slury) 2 mg N/ha/defoliasi yakni sebesar 47,650 ton/ha/defoliasi. Menurunannya produksi bahan kering pada level 2 mg N/ha/defoliasi antara tanaman tanpa pupuk organik cair, hal ini disebabkan level yang diberikan menghambat pertumbuhan terhadap tamanan rumput gajah dan kandungan unsur hara pupuk organik II (slury) pada level 2 mg N/ha/defoliasi jumlahnya sedikit. Sehingga jumlah pupuk yang diberikan pada level 6 mg dan 12 mg mengalami tahap peningkatan terhadap produksi bahan kering. Jatmiko dan Arieyanti (2011) menyatakan bahwa kandungan unsur hara dalam limbah (slury) hasil pembuatan biogas terbilang lengkap tetapi jumlahnya sedikit sehingga perlu ditingkatkan kualitasnya dengan penambahan bahan lain yang mengandung unsur hara makro dan penambahan mikroorganisme yang menguntungkan seperti mikroba penambat nitrogen. Sehingga penggunaan pupuk organik cair II (slury) yang baik , pada level 12 mg N/ha/defoliasi yakni sebesar 104.317 ton/ha/defoliasi. Berdasarkan gambar 1. produksi bahan kering rumput gajah varietas hawai yang cenderung pada level pupuk organik cair I (urin) 13 mg N/ha/defoliasi sebesar 121.287 ton/ha/defoliasi, sedangkan pada level 39 mg mengalami penurunan dan 78 mg mengalami tahap peningkatan terhadap produksi bahan kering. Meningkatnya produksi bahan kering pada level pupuk organik cair I (urin) 13 mg N/ha/defoliasi, karena level kandungan unsur hara memiliki jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan rumput gajah, sedangkan turunnya produksi bahan kering disebabkan kelebihan level yang diberikan pada tanaman rumput gajah. Dwi dkk (2006) menyatakan bahwa setiap tanaman dosis yang diberikan akan mempengaruhi besar kecilnya kandungan hara dalam pupuk tersebut, tetapi belum dapat dijamin bahwa semakin besar dosis yang diberikan akan semakin 370
Riky Priangga dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):365-373, April 2013
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Sebab tanaman juga memiliki batas dalam penyerapan hara untuk kebutuhan hidupnya. Begitu pula menurut pendapat Djiwosaputro (1990), bahwa tanaman akan tumbuh dengan baik apabila unsur hara yang diberikan berada dalam jumlah yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Selain itu juga pada dosis tersebut dapat memenuhi hara yang lebih baik bagi pertumbuhan tanaman. Imbangan Daun-Batang Rumput Gajah Imbangan daun-batang rumput gajah setelah diberi perlakuan 7 (tujuh) level pupuk organik cair yang dipotong pada defoliasi keempat dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Imbangan Daun-Batang Rumput Gajah Varietas Hawai pada Defoliasi Keempat setelah Pemupukan dengan Pupuk Organik Cair Perlakuan Rataan Standar Deviasi R0 1,090 0,265 R1 0,990 0,128 R2 2,190 1,672* R3 1,517 0,472 R4 1,517 0,344 R5 0,937 0,047 R6 1,267 0,783* Berdasarkan tabel 6. maka dapat dikatakan bahwa rataan imbangan daun- batang rumput gajah tertinggi terdapat pada perlakuan (R2) yaitu pada pupuk organik cair I (urin) level 39 mg N/ha/defoliasi yakni sebesar 2,190±1,672 Sedangkan terendah pada perlakuan (R5) yaitu pada dosis 6 mg N/ha/defoliasi yakni sebesar 0,937±0,047 pada defoliasi keempat. Poniman dan Mujiono (2004) menyatakan bahwa rumput gajah akan tumbuh dengan baik bila kondisi yang dikehendaki terpenuhi seperti kesuburan tanah, sumber air dan iklim. Kesuburan tanah tidak ada artinya bila sumber air dan iklim tidak terpenuhi. Hasil analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa pengaruh level pupuk organik cair terhadap imbangan daun-batang berbeda tidak nyata (P>0,05). Pada pengaruh perlakuan pupuk organik cair tidak berpengaruh nyata terhadap imbangan daun batang rumput gajah varietas hawai pada defoliasi ke empat. Lamb et al.(2003), menyatakan bahwa imbangan daun dan batang dapat dipengaruhi oleh bobot produksi segar tanaman, besar kecilnya kandungan bahan kering daun dan batang. Imbangan daun dengan batang dapat di pengaruhi oleh bobot produksi segar tanaman, besar kecilnya kandungan bahan kering dalam daun dan batang. SIMPULAN Berdasarkan hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa pada budidaya rumput gajah dengan pemupukan pupuk organik cair I (urin) dosis 13 mg N/ha/defoliasi sebesar 121.287 ton/ha/defoliasi dan pupuk organik cair II (slury) yang baik , pada level perlakuan
371
Riky Priangga dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):365-373, April 2013
(R6) yaitu pada pupuk organik cair II ( slury) 12 mg N/ha/defoliasi yakni sebesar 104.317 ton/ha/defoliasi dapat meningkatkan produksi BK. Hasil analisis menunjukan bahwa pemupukan dengan pupuk organik cair berpengaruh tidak berbeda nyata terhadap produksi bahan kering rumput gajah dan imbangan daun-batang rumput gajah varietas hawai (P>0,05) DAFTAR PUSTAKA Badan Litbang Pertanian. 1996. Mengenal Jenis Hijauan Makanan Ternak. Badan Penelitian dan Pengambangan Pertanian. BPTP Gedong Johor. Sumatera Utara. Direktorat Bina Produksi Ternak. 1992. Petunjuk Budidaya Hijauan Makanan Ternak. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta. Hal 28-29. Djiwosaputro, D., 1990. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia, Jakarta. Dwi,C.O., Rejeki,A dan Teguh,S. 2006. Pengaruh Dosis Pupuk Organik Cair dan Macam Tanah Terhadap Pertumbuhan Awal Mahkota Dewa (Phalleria Macrocorpa). Universitas Tunas Pembangunan. Surakarta. hal 10. Goeswono, S., 1979. Sifat dan Ciri tanah. Jilid 2. Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Jatmiko dan Arieyanti, 2011. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Biogas (Pemanfaatan Limbah Biogas di Desa Sukoharjo Kecamatan Margorejo). Kantor Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Pati. Hall, M.H., R.C Stout, and W.s Smiles. 2002. Affect of Foliar Fertilizer and Growth Regulators on Alfafa Yield and Quality. Plant Management Network. P- 1-12. Kuzma
J and VerHage P. 2006. Nanotechnology in Agriculture and Food Production,Anicipated Application. Project on Emerging Nanotecnologies. Washington. Woodrow Wilson International Center for Scholars.
Lamb, J.F.S., c.c. Sheaffer, and D.A. Samac. 2003. Alfalfa : Population Density and Harvest Maturity Effeck on Leaf and Stem in Alfalfa. Agronomy Journal. Vol. 95. P : 635-641. Maynard, L.A., J . K. Loosli, H. F . Hintz and R.G . Warner . 1979 . Animal Nutrition . l td Ed . Tata McGraw-Hill Publishing Co. Ltd . New Delhi. Mc Ilroy, R. J. 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Terjemahan : S. Musnamar, E. 2005. Pupuk Organik Cair dan Padat, Pembuatan dan Pengaplikasiannya. Penebar Swadaya. Jakarta. Poniman dan Mujiono, 2004. Bertanam Rumput Gajah. Balai Pustaka. Jakarta. Rinsema, W. T. 1983. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. Sarief, S.1989. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. Soegiri, J., H. S. Ilyas dan Damayanti. 1982. Mengenal Beberapa Jenis Hijauan Makanan Ternak Tropik. Direktorat Bina Produksi Peternakan, Departemen Peternakan, Jakarta. Supardi, Agus. 2001.”Aplikasi pupuk Cair hasil Fermentasi Kotoran PadatKambing Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica Junceal)”.Skrip Surakarta:FKIP UMS.
372
Riky Priangga dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):365-373, April 2013
Sumarsono, 2005. Peranan Pupuk Organik Untuk Perbaikan Penampilan dan Produksi Hijauan Rumput Gajah Pada Tanah Cekaman Salinitas dan Kemasaman, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Whiteman, P. C., L. R. Humphreys and N. H. Monteith. 1974. A Cource Manuaaal in Tropical Pasture Science. Aust. Vice-Chancellor Committee, Watson Ferguson and Co. Ltd., Brisbane.
373