Artikel Penelitian
Pengaruh Latihan Penguatan Duduk-Berdiri dengan Periodisasi terhadap Gross Motor Function Measure Dimensi D dan E Cerebral Palsy Spastik Diplegi Tengku Misdalia,* Marina A Moeliono,* Ponpon Idjradinata** *Departemen Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung **Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung
Abstrak Pendahuluan: Cerebral Palcy (CP) adalah suatu gangguan gerak dan postur yang bersifat non-progresif pada perkembangan otak yang belum matang. Anak CP mempunyai gangguan kontrol motor selektif, spastisitas, dan kelemahan otot. Latihan yang diberikan selama ini berupa latihan lingkup gerak sendi pasif. Tujuan penelitian untuk melihat pengaruh latihan penguatan duduk-berdiri dengan periodisasi terhadap Gross Motor Function Measure (GMFM88) dimensi (D) dan (E) pada penderita CP spastik diplegi. Metode: Subjek penelitian CP spastik diplegi dengan GMFCS I, II, III berusia 7-14 tahun secara random dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok intervensi dan kontrol. Kelompok intervensi diberikan latihan penguatan duduk berdiri dengan periodisasi. Beban yang digunakan adalah 10 repetisi maksimal (RM) yang dihitung pada minggu pertama dan minggu ke-4. Kelompok kontrol diberi latihan lingkup gerak sendi pasif. Latihan dilakukan sebanyak 3 kali dalam seminggu selama 7 minggu. Latihan dilakukan di rumah subjek penelitian. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan kenaikan skor GMFM-88 dimensi D dan E pada kelompok intervensi lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (skor dimensi D 17,79 vs. 0,8; dimensi E 14,14 vs. 1,01). Kesimpulan: Kemampuan GMFM-88 dimensi D dan E penderita CP spastik diplegi yang diberi latihan penguatan duduk-berdiri dengan periodisasi lebih baik daripada kelompok kontrol. J Indon Med Assoc. 2012;62:397-401. Kata kunci: Cerebral Palcy, GMFM-88, latihan penguatan duduk-berdiri, periodisasi, repetisi maksimal. Korespondensi:
Tengku Misdalia, Email:
[email protected]
J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 10, Oktober 2012
397
Pengaruh Latihan Penguatan Duduk-Berdiri terhadap Gross Motor Function Measure
The Effect of Loaded Sit-to-Stand Exercise with Periodization in Dimension D and E Gross Motor Function Measure Spastic Diplegic Type of Cerebral Palsy Tengku Misdalia,* Marina A Moeliono,* Ponpon Idjradinata** *Physical and Rehabilitation Department, Hasan Sadikin **Pediatrics Department, Faculty Hasan Sadikin
Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran/ Hospital, Bandung of Medicine Universitas Padjadjaran/ Hospital, Bandung
Abstract Introduction: Cerebral Palsy is a non progressive disorder of movement and posture on immature brain. Children with celebral palsy will present selective loss of motor control, spasticity, and muscle weakness. Standard protocol in this area is passive range of motion which is not a strengthening exercise. This study aims to observe the influence of periodization loaded sit-tostand exercise for GMFM-88 dimension (D) and (E) of spastic diplegic cerebral palsy. Method: This study examined cerebral palsy of spastic diplegic type with level GMFCS I, II III, aged 7–14 years. Subjects were divided into intervention and control groups. Sit-to-stand exercise with 10 maximal repetition load was given periodically to intervention group then the result was measured on the first and fourth week. While control groups did passive range of motion exercise. All exercises were done three times in a week for seven weeks at their homes. Result: The result showed an increase of motor ability in intervention group in dimension D and E of GMFM-88 higher than to control group (dimension D 17.79 vs 0.82, dimension E scoring: 14.14 vs 1.01). Conclusion: Periodization of loaded sit-to-stand strenghtening exercise are able to improve GMFM -88 dimension D and E in cerebral palsy spastic diplegic are better than control group. J Indon Med Assoc. 2012;62:397-401. Keywords: Cerebral palsy, GMFM-88, Loaded sit-to- stand, Periodization, Maximal Repetition.
Pendahuluan Angka kejadian Cerebral Palcy (CP) tipe spastik dijumpai sebesar 75% dibandingkan dengan tipe CP pada umumnya. Angka ini hanya lebih sedikit dibanding CP tipe spastik quadriplegik, namun tipe spastik diplegi memiliki prognosis kemampuan ambulasi yang lebih baik daripada tipe spastik quadriplegi.1 Cerebral Palcy spastik diplegi pada anak menimbulkan kelainan pada fungsi motorik yang dapat berupa kelemahan, dan gerakan tidak terkontrol atau inkoordinasi. Kelainan ini dapat mengenai bagian otak lain sehingga dapat pula terjadi gangguan dalam fungsi penglihatan, pendengaran, komunikasi, dan kognitif tergantung dari letak lesi di otak.2 Penyakit ini memberikan gambaran anak dengan disabilitas yang kompleks. Pada anak CP perkembangan neurologis dan fungsionalnya akan terganggu dalam taraf yang berbeda. Hal tersebut mempengaruhi derajat hendaya, keterbatasan aktifitas, dan partisipasi anak.3 Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kekuatan otot berhubungan langsung dengan fungsi motor. Hasil 398
suatu program penguatan adalah peningkatan kekuatan otot yang akan meningkatkan nilai gross motor function measure (GMFM-88).5-7 Teori latihan ini adalah adanya periodisasi yang bertujuan menstimulasi adaptasi fisiologis dan psikologis (preparatory phase) untuk meningkatkan kapasitas performa (competitive phase), yang kemudian dilanjutkan dengan transition phase untuk relaksasi dan mempersiapkan tahap berikutnya.8GMFCS tingkat I, II, dan III yang berbeda tiap tingkat kemampuan motorik anak yang menunjukkan kemampuan fungsional berjalan secara mandiri.9 Motorik kasar (gross motor) adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk mengontrol otot-otot besar tubuh seseorang dalam melakukan aktivitas seperti duduk, merangkak, berjalan, berlari, dan aktivitas lainnya. Gerakan-gerakan ini berasal dari kelompok otot besar pada tungkai dan kaki serta gerakan pada tubuh. Perkembangan keterampilan motorik umumnya berkembang secara bersamaan seiring dengan aktifitas yang tergantung pada koordinasi keterampilan motorik kasar dan halus.10 Gerakan fungsional
J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 10, Oktober 2012
Pengaruh Latihan Penguatan Duduk-Berdiri terhadap Gross Motor Function Measure yang sering dilakukan pada anak CP dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari adalah dudukberdiri, gerakan tersebut melatih otot-otot ekstensor batang tubuh, panggul, lutut dan otot plantar fleksor pergelangan kaki. Program penguatan yang fungsional, yaitu resistance exercise dengan pola gerakan fungsional telah menunjukkan keefektifannya pada anak dengan CP, oleh karena itu, latihan penguatan pada anak CP tipe spastik diplegi diharapkan mampu memperbaiki kemampuan motorik pada anak dengan CP.1 Penelitian Liao1 di Taiwan menunjukkan bahwa dengan latihan penguatan duduk-berdiri dengan beban dapat menurunkan energy expenditure dan meningkatkan GMFM signifikan meskipun tidak signifikan meningkatkan kecepatan berjalan. Program latihan duduk-berdiri memiliki kelebihan yaitu praktis, murah, mudah dan efisien, namun, hal ini belum pernah dibuktikan di Indonesia terutama latihan dengan periodisasi dan dilakukan di rumah. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian ini untuk melihat efek terapi latihan penguatan duduk-berdiri dengan periodisasi terhadap GMFM-88 dimensi D dan E pada anak dengan CP tipe spastik diplegi. Metode Metode penelitian ini adalah studi intervensi dengan rancangan acak terkontrol sebelum dan sesudah intervensi. Penelitian dilakukan pada November 2011 sampai dengan Agustus 2012 setelah mendapat persetujuan etik dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Rekrutmen subjek penelitian dilakukan dengan metode total sampling, yaitu seluruh anak yang bersekolah di Yayasan Pembinaan anak Cacat (YPAC), SLB, dan sekolah inklusi di Bandung. Kriteria inklusi penelitian ini adalah anak dengan CP spastik diplegi berusia 7-14 tahun dengan GMFCS I-III, mampu berdiri dari posisi duduk secara mandiri dan mampu mempertahankan posisi berdiri selama lebih dari 5 detik tanpa jatuh, mampu memahami instruksi lisan, tidak ada keterbatasan lingkup gerak sendi pasif anggota gerak bawah, dan tidak mendapat latihan penguatan selama tiga bulan terakhir. Kriteria eksklusi subjek penelitian ialah anak yang telah diberikan intervensi ortopedi dalam enam bulan terakhir dan memiliki masalah medik yang menghalangi subjek penelitian dalam berpartisipasi. Subjek penelitian yang tidak melaksanakan latihan empat kali berturut-turut akan dikeluarkan dari penelitian ini. Semua orang tua subjek penelitian mendapatkan penjelasan mengenai program penelitian kemudian menandatangani surat persetujuan untuk turut serta dalam penelitian bila menyetujui untuk mengikuti penelitian. Anamnesis dan pemeriksaan fisis dilakukan oleh peneliti. Data dasar dalam penelitian merupakan GMFM-88 (Gross Motor Function Measure) yang memiliki 88 bagian tes yang disusun dalam lima bagian atau dimensi, yaitu dimensi (A) miring ke posisi J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 10, Oktober 2012
berguling, dimensi (B) duduk, dimensi (C) merangkak dan berlutut, dimensi (D) berdiri, dan dimensi (E) berjalan, berlari dan melompat.3 Pada penelitian ini digunakan data dasar GMFM-88 dimensi D yaitu berdiri dan E yaitu berjalan, berlari, dan melompat dilakukan oleh tenaga fisioterapi terlatih direkam dengan video kamera yang kemudian dinilai peneliti. Subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok secara acak dengan mengunakan amplop, yaitu kelompok intervensi yang mendapat latihan penguatan duduk-berdiri dengan periodisasi dan kelompok kontrol yang mendapat latihan lingkup gerak sendi pasif. Latihan dilakukan di rumah sebanyak tiga set tiap latihan, tiga kali per minggu selama tujuh minggu. Sebelum memulai latihan pasien harus cukup istirahat, dilakukan dua jam sesudah makan, dan pasien harus menjalani latihan dengan tenang dan tidak gelisah. Beban latihan pada kelompok intervensi diberikan 30% dari berat badan. Beban yang digunakan berupa besi batangan dengan berat beban 0,5 kg dan 1 kg yang dimasukkan ke dalam jaket. Berat beban yang diberikan ditentukan pada akhir minggu pertama dan pada akhir minggu ke-4 dari 10 repetisi maksimal (RM). Sebelum latihan, subjek penelitian melakukan pemanasan berupa gerakan peregangan otot-otot abduktor sendi panggul, ekstensor lumbar, plantar fleksor, pergelangan kaki, dan otot hamstring. Kemudian dilanjutkan latihan inti, yaitu latihan duduk-berdiri dengan beban dengan posisi sudut panggul 900, fleksi lutut 1050, dorsofleksi pergelangan kaki 150, kedua kaki dalam posisi sejajar dan tangan disilangkan di dada mengunakan kursi kayu yang tingginya disesuaikan dengan tinggi badan subjek setelah selesai latihan dilakukan pedinginan. Latihan dimulai dengan 40% beban dari 10 RM pada minggu kedua yang kemudian dinaikkan 10 % setiap minggunya dengan periodisasi. Setelah selesai latihan, caregiver orangtua subjek penelitian akan mengisi buku harian latihan dan peneliti dibantu oleh fisioterapi terlatih untuk mengontrol apakah subjek penelitian melakukan latihan. Setelah menjalani latihan tujuh minggu kemudian dilakukan kembali pelaksanaan tiap butir GMFM-88 dimensi D dan E oleh tenaga fisioterapi dengan mengunakan video kamera yang kemudian dinilai peneliti. Analisis data menggunakan perangkat lunak GMFM88 dengan variabel yang dinilai Dimensi D (berdiri) dan Dimensi E (berjalan, berlari dan melompat). Analisis statistik selanjutnya uji normalitas data numerik mengunakan Shapiro Wills Test untuk total sampling minimal kurang dari 50. Selanjutnya untuk membuktikan pengaruh latihan dudukberdiri dengan periodesasi dibandingkan dengan kelompok kontrol dalam memperbaiki kemampuan motorik dengan penilaian GMFM-88 dimensi D dan E antara sebelum dan sesudah latihan, dilakukan analisis statistik dengan uji t berpasangan berdistribusi normal dan wilcoxon test bila data tidak terdistribusi normal. Data yang diperoleh diolah dengan program komputer dengan kemaknaan hasil uji statistik ditentukan berdasarkan nilai p<0,05. 399
Pengaruh Latihan Penguatan Duduk-Berdiri terhadap Gross Motor Function Measure Hasil Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 23 orang dengan satu orang drop-out, yaitu 11 orang pada kelompok intervensi dan 11 orang pada kelompok kontrol. Karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 3. Perbandingan Kenaikkan Skor GMFM-88 Dimensi D dan E pada Kelompok Intervensi dan Kontrol GMFM
Perubahan Skor GMFM-88 Dimensi D Rerata (SD) 17,79 (7,98) Median 20,51 Rentang 2,58-25,69 Perubahan Skor GMFM-88 Dimensi E Rerata (SD) 14,14 (8,07) Median 13,89 Rentang 1,39-26,39
Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian Variabel
Kelompok Intervensi Kontrol (n=11) (n=11)
Usia Rerata (SD) Median Rentang Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Berat Badan Rerata (SD) Median Rentang Tinggi Badan Rerata (SD) Median Rentang GMFCS I II III Keterangan:
Nilai p*)
0,921**) 10,55 (2,4) 11 7 - 14
10,27 (2,97) 10 7 - 14
7 (63,6%) 4 (36,4%)
<0,001* 0,82 (0,94) 0,79 0,00-2,57 <0,001* 1,01 (1,40) 1,39 1,38-2,78
*Uji Mann-Whitney
5 (45,5%) 6 (54,5%)
Diskusi Subjek penelitian yang berusia 7-14 tahun dipilih dalam penelitian ini karena usia tersebut merupakan usia sekolah yang aktif di rumah, sekolah, dan komunitas. Dalam penelitian ini semua subjek dengan GMFCS yang berbeda-beda yaitu GMFCS tingkat I, II, III menunjukkan kemampuan fungsional yang sama yaitu berjalan secara mandiri sesuai dengan penelitian Pasalino, et al.9 Kekuatan otot didefinisikan sebagai tenaga yang dapat dihasilkan oleh otot atau sekelompok otot dalam satu kontraksi maksimal. Latihan akan mengakibatkan hipertropi yaitu ukuran otot mengakibatkan peningkatan kekuatan pada otot. Latihan resistensi dalam bentuk latihan duduk-berdiri dengan beban akan menaikkan kekuatan otot dengan tiga cara, yaitu 1) meningkatkan aktivitas neural dalam otot, 2) meningkatkan kekuatan otot dengan terjadinya hipertropi, dan 3) adaptasi fungsional.13 Kekuatan otot tergantung pada ukuran dan volume otot. Peningkatkan jumlah unit kontraktil (sarkomer) yang sejajar akan meningkatkan luas penampang otot sehingga meningkatkan produksi gaya otot tersebut. Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot adalah latihan beban atau melawan tahanan dengan cara mengangkat, mendorong atau
0,621**) 24,73 (7,4) 24 15 - 38
24,55 (10,52) 20 13 - 45 0,911***)
125,82 (14,17) 127 100 - 145
126,55 (15,93) 123 105 - 156
3 (27,3%) 7 (63,6%) 1 (9,1%)
2 (18,2%) 7 (63,6%) 2 (18,2%)
0,528 *)
*)Berdasarkan uji Chi square ** )Berdasarkan uji Mann-Whitney ***)Berdasarkan uji t tidak berpasangan
Tabel 2.
Penilaian GMFM-88 Dimensi D dan E pada Anak PS Spastik Diplegi Sebelum (To) dan Sesudah (T1) Latihan pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
GMFM
Dimensi D Rerata (SD) Median Rentang Dimensi E Rerata(SD) Median Rentang
p*)
Intervensi To
400
Nilai p *)
0,392 *)
Dari hasil penelitian didapatkan penilaian GMFM-88 dimensi D dan E sebelum latihan dan sesudah latihan tujuh minggu yang menunjukkan peningkatan nilai GMFM-88 dimensi D dan E pada kelompok intervensi dengan p<0,003 (lihat tabel 2). Kenaikan skor GMFM dimensi D dan E kemudian dibandingkan antara dua kelompok pada tabel 3 dan menunjukkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan skor GMFM-88 dimensi D pada kelompok intervensi.
*)
Kelompok Intervensi Kontrol (n=11) (n=11)
T1
p*)
Kontrol To
T1
68,76 (11,91) 69,23 43,59-84,62
85,55 (7,17) 87,18 43,06-79,17
0,003*
68,53 (27,16) 79,49 12,82-89,74
69,35 (27,62) 79,49 14,95-90,53
0,028*
67,17 (11,79) 69,44 43,06-79,19
81,31 (8,41) 81,94 59,72-91,67
0,003*
64,59 (27,52) 76,39 12,50-94,44
65,60 (27,16) 77,78 14,67-95,83
0,026*
Uji Wilcoxon Sign Rank
J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 10, Oktober 2012
Pengaruh Latihan Penguatan Duduk-Berdiri terhadap Gross Motor Function Measure menarik suatu beban. Beban atau tahanan dapat berasal dari luar atau dari tubuh sendiri.8,13 Intervensi pada penelitian berupa latihan dudukberdiri beban akan dinaikkan sedikit demi sedikit dengan dosis yang sesuai dan tidak akan berhenti pada satu beban tertentu, beban yang diberikan 10 RM sebanyak, 3 set dan dilakukan 2-3 kali/minggu.8,13,14 Penelitian ini menunjukkan peningkatan penilaian GMFM-88 dimensi D dan E pada kelompok intervensi (p<0,005). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh dengan latihan empat minggu terdapat peningkatan penilaian GMFM-88 dimensi E) tetapi tidak terjadi perbaikan penilaian GMFM-88 dimensi D. Penelitian lain yang mendukung adanya peningkatan kemampuan motorik yang dinilai melalui GMFM dengan latihan penguatan dudukberdiri dengan variasi waktu antara 6 minggu sampai 12 minggu.1,5 Latihan penguatan duduk-berdiri dengan beban akan melatih dan meningkatkan kekuatan anggota gerak bawah sehingga meningkatkan kapasitas fungsional untuk aktifitas sehari-hari.13,15 Spastisitas pada anak PS yang menyebabkan pemendekan otot bila disertai penurunan aktifitas fisik akan menyebabkan keterbatasan lingkup gerak sendi yang menimbulkan kontraktur. Untuk mempertahankan keadaan luas gerak sendi yang normal maka otot harus digerakkan sesuai luas gerak sendi secara teratur.16 Latihan lingkup gerak sendi konvensional memberikan manfaat pada penderita PS spastik diplegi untuk mencegah terjadinya kontraktur sendi dengan menjaga lingkup gerak sendi dan mempertahankan fleksibilitas otot. Latihan lingkup gerak sendi dapat memperbaiki nilai LGS (lingkup gerak Sendi) sekitar 20% jika dilakukan lima kali per minggu selama empat minggu.15 Penelian ini menunjukkan bahwa terdapat kenaikan skor GMFM-88 dimensi D dan E pada kelompok intervensi. Seperti diketahui dalam penelitian Liao et al1 dan Gan et al17, latihan penguatan duduk-berdiri dengan periodisasi selama enam minggu akan menaikan kekuatan otot sehingga kemampuan motorik menjadi lebih baik. Hal ini pun sesuai dengan penelitian Damiano dan Abel7 yang mendapatkan bahwa kekuatan otot anggota gerak bawah yang kuat mampu melakukan aktifitas motorik kasar lebih baik dan kemampuan berjalan. Hasil penelitian ini sesuai pula dengan penelitian Ross dan Engsberg18 yang menunjukkan hubungan kekuatan otot plantar fleksor dengan peningkatan kemampuan motorik pada GMFM dimensi D dan E. Kesimpulan Latihan penguatan duduk-berdiri dengan periodisasi selama tujuh minggu dapat meningkatkan kemampuan motorik pada anak dengan PS spastik diplegi dengan penilaian GMFM-88 dimensi D dan E.
J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 10, Oktober 2012
Daftar Pustaka 1.
2.
3.
4.
5.
6. 7.
8. 9.
10.
11.
12.
13. 14. 15.
16. 17.
18.
19.
Liao H-F, Liu Y-C, Lin Y-T. Effectiveness of loaded sit-to-stand resistance exercise for children with mild spastik diplegika: a randomized clinical trial. Arch Phys Med Rehabil. 2007;88:2531. Prevo AJH. Cerebral Palsy. In: Roeshadi DJ, Narendra MB, Soebadi RD, Iswanto, Marlina editors. Dutch foundation for post graduate courses in Indonesia; 20-22 November 1999. Surabaya: Airlangga University School of Medicine Dr. Soetomo Teaching Hospital; 1999. p. 92-7. Russell DJ, Rosenbaum PL, Avery LM, Lane M. Gross motor function measure (GMFM-66 and GMFM-88) user’s manual. Clinics in Developmental Medicine. London: Mac Keith Press; 2002. World Health Organization. ICF International classification of functioning, disability and health. World Health Organization. Geneva: World Health Organization; 2001. Engsberg JR, Ross SA, Collins DR. Increasing ankle strength to improve gait and function in children with cerebral palsy: a pilot study. Pediatr Phys Ther. 2006;18:266-75. Wiley ME. Lower-extremity strength profiles in spastic cerebral palsy. Dev Medicine & Child Neurology. 1998; 40:100-107. Damiano DL, Abel MF. Functional outcomes of strength training in spastic cerebral palsy. Arch Phys Med Rehabil. 1998;79:11925. Bompa TO, Haff GG. Periodization. Teory and Methhodology of Training. 5thed. USA: Human Kinetics; 2009. Palisano R, Rosenbaum P, Walter S, Russel D, Wood E. Gross Motor Functioning Classification system for Cerebral Palsy. Dev Med Child Neurol. 1997;39:214-23. Anggoro CS. Uji kesahihan dan Keabsahan Gross Motor Function Measure sebagai alat ukur fungsi Motorik Kasar pada Penderita Cerebral Palsy. Physiatrist [thesis]. Universitas Indonesia; 2011. Graham HK. Mechanisms of deformity. In: Management of the motor disorders of children with cerebral palsy. London: Mac Keith Press; 2004. p. 105-29. Anttila H. Evidence-based perspective on CP rehabilitation-reviews on physiotheraphy, physiotherapy-related motor-based intervention and ortotic devices [dissertation]. Finland: University of Helsinki; 2008. Miller F. Neurologic control of the musculoskeletal system.In: Cerebral Palsy. New York: Springer science; 2005. p. .95-143. Harsono. Coaching dan aspek-aspek psikologis dalam coaching. Jakarta: CV. Tambak Kesuma; 1998. Bandy W, Irion J, Dan Briggler M. The effect of time and frequency of static stretching of flexibility of the hamstring muscles, Journal of Athletic Training. 1977;36:44-9. Jenkins L. Mazimzing Lingkup Gerak Sendi In Older Adult. The journal on Active Aging. 2005;50-5. Gan SM, Liao HF. The reliability study and comparison of sit-tostand repetitive máximum capacity in children with cerebral palsy and children without disability. Formos J Phys Ther. 2002; 27:292-302. Ross SA, Engsberg JR. Relationship between spasticity, strength, gait, and the GMFM-66 in persons with spastic diplegia cerebral palsy. Arch Phys Med Rehabil. 2007;88:1114-20. Blundell SW, Sepherd RB, Dean CM, Adams RD, Cahill BM. Functional strength training in cererbal palsy: a pilot study of a group circuit training class for children age 4-8 years. Clin Rehabil. 2003;17:48-57.
401