PENGARUH LATIHAN AEROBIK INTENSIF DAN ANAEROBIK EKSTENSIF TERHADAP KAPASITAS KERJA MAKSIMAL DAN AMBANG ANAEROBIK OLEH: DR. NUKHRAWI NAWIR, M.KES. ABSTRACT The purpose this randomized pre-test-post test control group study was too see the effects of aerobic intensive and anaerobic extensive step-up training on the maximal working capacity (MWC) and anaerobic threshold. The MWC and anaerobic threshold were taken from modification of conconi’s test for cyuclists. All test were taken at the beginning of this study (pre-test),at the end of 6 weeks (pre-test), at the end of 3 weeks (post-test 1), and at the end of 6 weeks (post-test 2) trainings. The control group was tested respectively. The data were processed using statistic software systac, at 5 % level significance, including analysis of varience (anova), mann whitney-U and kruskal wallis one way analysis. At the beginning no significant difference was noticed among the groups. There were significant increase on the MWC,s and anaerobic threshold,s of the trained groups by both the 3 and 6 weeks trainings.post-test 1 gave no significant difference among the trained groups. Post-test 2 gave significant difference for the MWC and highly significant for the anaerobic threshold. Thus both hypothesa that is aerobic intensive and anaerobic extensive and step-up training was more effective to inprove the MWC,s and anaerobic threshold. We conclude that the anaerobic extensive ste-up trining can inprove the MWC,s and anaerobic threshold betters than aerobic intensive trainings. Keywords : -
MWC ( Maximal Working Capacity) Anaerobic threshold Anaerobic intensive Anaerobic extencive 1
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Peningkatan kemampuan fisik dalam suatu program pembinaan olahraga pada berbagai cabang olahraga di Indonesia belum menjadi perhatian utama bagi para pelatih, sehingga beberapa cabang olahraga prestasinya belum mampu bersaing di tingkat regional dan internasional. Menurut Nossek (1982) bahwa untuk mencapai kinerja olahraga yang tinggi, persiapan fisik merupakan faktor dasar yang harus di capai terlebiah dahulu sebelum di lanjutkan dengan persiapan teknik,taktik, dan persiapan psikhis, karena dengan kemampuan fisik yang tinggi memudahkan seseorang atau atlet untuk mempelajari gerakan-gerakan teknik berbagai cabang olahraga. Ada beberapa komponen kemampuan fisik yang harus di tingkatkan kemampuannya, Astrand (1982) mengemukakan bahwa kemampuan fisik di tinjau dari konsep muskuler meliputi ; kekuatan, daya tahan, power, kecepatan, kelentukan, kelincahan, keseimbangan, dan kordinasi. Di tinjau dari konsep metabolik meliputi : daya aerobik dan daya anaerobik. Menurut Burke (1980) bahwa daya aerobik dan anaerobik juga di sebut dengan kapasitas kerja maksimal ( maximal working capacity). Penentuan dosis latihan dan evaluasi program latihan pada umumnya belum di laksanakan sebagaimana mestinya, hal ini dapat di lihat dengan belum di manfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang olahraga. Janssen (1989) dan Pate (1991) mengemukakan bahwa yang menentukan keberhasilan seorang atlet bukannya seberapa berat atau seberapa banyak seorang atlet itu berlatih, tetapi yang penting adalah keakuratan intensitas latihan yang digunakan. Untuk menentukan tingkat intensitas latihan seseorang atau atlet dalam latihan, maka salah satu parameter yang dapat di gunakan adalah ambang anaerobik (anaerobic threshold). Joyner (1993) mengemukakan bahwa pada masa sekarang ini tidak mungkin membicarakan kinerja ketahanan seseorang secara ilmiah, tanpa memperhatikan dengan seksama apa yang sekarang ini disebut sebagai “ ambang anaerobik” atau “ambang laktat”.
Sharkey dan Graetzer (1993) ; Joyner (1993),
mengemukakan bahwa ambang anaerobik atau ambang laktat adalah merupakan torlok 2
ukur untuk menentukan intensitas latihan dan sekaligus untuk menilai efek-efek pelatihan (evaluasi) Ambang anarobik adalah suatu intensitas latihan fisik dimana sistem energi aerobik tidak lagi melayani kebutuhan energy tubuh dan menjurus kearah meningkatya proses anaerobik dengan akibat meningkatkan kadar asam laktat (Janssen,1989). untuk meningkatkan nilai kapasitas kerja maksimal serta ambang anaerobik, maka di perlukan suatu program latihan yang tersusun secara sistematik dengan menggunakan
prinsip
latian
yang
benar.Burke
(1980)
dan
Bompa
(1994)
mengemukakan bahwa prestasi yang tinggi dalam olahraga di tentukan oleh kualitas latihan, bakat dan motivasi yang tinggi. Latihan harus di lakukan secara sistematik dalam waktu lama, di tingkatkan secara progresif dan bersifat individual dengan tujuan untuk mengembangkan komponen fisik, teknik, taktik dan mental. Maka daei itu agar tujuan latihan dapat tercapai, program latihan harus disusun secara cermat. Penyusunan program latihan kemampuan fisik tersebut di atas, harus tepat dan benar dengan memperhatikan parameter fisiologisnya. Parameter fisiologis dan alat pengukuran yang digunakan harus di sesuaikan dengan karakteristik gerakan atau sistem energi predominan setiap cabang olahraga (Fox, 1983). Melatih kemampuan fisik seorang atlet dalam suatu cabang olahraga prestasi harus merupakan suatu upaya yang sistematik untuk meningkatkan kemampuan fungsional atlet dalam aspek kemampuan fisik kemampuan fisik tersebut sesuai dengan tuntutan cabang olahraga yang di tekuninya, untuk mencapai suatu standar yang telah di tentukan (astrand, 1986). Salah satu bentuk latihan yang dapat meningkatkan kapasitas kerja maksimal serta ambang anaerobik adalah latihan interval, intensif dan ekstensif. Dalam latihan interval ini, berbagai variasi dapat di kembangkan baik olahraga yang membutuhkan system energy aerobik dan anaerobik. Bila ingin meningkatkan system anaerobik yang lebih dominan maka interval kerja di rancang agar dapat mencapai kapasitas anaerobik dinamis; beban kerja harus submaksimal atau paling tidak mendekati maksimal. Sebaliknya, bila ingin meningkatkan system aerobik maka intervalnya harus cukup lama agar dapat mencapai konsumsi oksigen maksimal dan memperlambat terjadinya kelelahan (astrand, 1986). 3
Latihan aerobik intensif dan anaerobik ekstensif adalah dua jenis latihan interval dengan
intensitas
berbeda.
Latihan
aerobik
intensif,
adalah
latihan
dengan
menggunakan daya aerobik maksimal, dan bekerja dengan intensitas 90% di bawah denyut nadi ambang anaerobik, sedangkan latihan anaerobik ekstensif adalah latihan dengan menggunakan daya anaerobik maksimal, dan bekerja dengan intensitas 110% di atas denyut nadi ambang anaerobik ( janssen, 1989). Banyak bentuk latihan aerobik intensif dan anaerobik ekstensif, antara lain bentuk latihan naik turun bangku dengan menggunakan interval latihan pendek dan panjang. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu di lakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengaruh latihan aerobik intensif dan anaerobik ekstensif terhadap peningkatan kapasitas kerja maksimal serta ambang anaerobic dengan beban ambang anaerobik. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : a. Apakah terdapat perbedaan pengaruh antara latihan aerobik intensif dan anaerobik ekstensif dengan naik turun bangku terhadap peningkatan kapasitas kerja maksimal (watt) b. Apakah terdapat perbedaan perbaikan ambang anaerobik dengan beban ambang anaerobik antara latihan aerobik intensif dan anaerobik ekstensif dengan naik tutun bangku. 3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah : a) Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kapasitas kerja maksi maksimal (watt) akibat latihan aerobik intentensif dan latihan anaerobik ekstensif serta ambang anaerobik dengan beban ambang anaerobik.
4
b) Untuk mengetahui mana yang lebih baik meningkatkan kapasitas kerja maksimal (watt) serta ambang anaerobik dengan beban ambang anaerobik antara latihan aerobik intensif dan latihan anaerobik ekstensif dengan naik turun bangku. 4. Manfaaat Penelitian Manfaat yang dapat di peroleh dari hasil penelitian ini terhadap atlet, pelatih dan Pembina olahraga sbb: a. Sebagai pedoman dalam memilih materi latihan untuk meningkatkan kapasitas kerja maksimal serta ambang anaerobik dengan beban ambang anaerobik dengan beban ambang anaerobik b. Sebagai acuan awal dan bahan evaluasi dalam membuat program latihan. B. METODE PENELITIAN 1. Jenis dan rancangan penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental lapangan, dan rancangan penelitian yang di gunakan adalah randomized pre-test post-test control group design, terdiri atas dua kelompok perlakuan dan satu kelompok kontrol. Pembagian kelompok di lakukan dengan cara matching ordinally paired. 2. Sampel Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 90 orang siswa putera SMU Negeri 12 Ujung Pandang, yang di bagi dalam 3 kelompok dan setiap kelompok terdiri atas 30 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling. 3. Variabel penelitian Variabel dalam penelitian ini terdiri atas : a. Variabel bebas ( perlakuan) a) Latihan aerobik intensif b) Latihan anaerobik ekstensif
5
b. Variabel tergantung a) Kapasitas kerja maksimal (watt) b) Ambang anaerobik dan beban Ambang anaerobik c. Variabel moderator a) Umur
d) panjang tungkai
b) Tinggi badan
e) kekuatan otot tungkai
c) Berat badan d. Variabel kendali
Jenis kelamin
4. Instrument penelitian Instrumen dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a) Stop watch (Casio Hs-1000 Japan) 3 buah dengan tingkat ketelitian 0.01 detik b) Polar Sport Tester Heart Rate Mobitor KAYTTO 4000 sebanyak 2 buah dengan tingkatan ketelitian 0.3 beats / detik. c) Pulsmeter ( model PU-102) 2 buah dengan tingkat ketelitian 0.3 beats / detik. d) Sepeda Ergocycle merek Monark 2 buah dengan tingkat ketelitian 0.5/seratus e) Pengukur tinggi badan dan berat badan (SMIC) 1 buah dengan tingkat ketelitian 0.1 milimeter. f) Bangku step up sebanyak 2 buah g) Metronome (taktelh piccolo) sebanyak 2 buah h) Legdynamometer sebanyak 2 buah dengan tingkat ketelitian 0.3/kg. 5. Teknik analisa data Berdasarkan rancangan yang digunakan dalam penelitian ini, maka teknik pengolahan data yang di gunakan adalah statistik deskriptif, anava (kruskal-wallis), dan uji-t (U-Mann-Whitney) dengan taraf signifikan 5% menggunakan SPSS 12 versi 12.
6
6. Prosedur penelitian a) Pemberian perlakuan Pada penelitian ini di berikan perlakuan berupa latihan selama 3 dan 6 minggu dengan frekuensi 3 x seminggu. b) Pelaksanaan pengukuran dan test 1. Pre-test (sebelum melakukan) Pada pre-test dilakukan pencatatan dan pengukuran variabel umur, tinggi badan, berat badan dan panjang tungkai, kapasitas daya maksimal, serta ambang anaerobik. 2. Post-test (setelah 3 minggu latihan), dan post-test (setelah 6 minggu latihan) Pada post-test 1 dan post-test 2 ini di lakukan pengukuran terhadap variabel berat badan, kekuatan otot tungkai, kapasitas kerja maksimal serta ambang anaerobik dengan beban ambang anaerobik.
3. Pengukuran kapasitas kerja maksimal serta ambang anaerobik dengan beban ambang anaerobik Pelaksanaan pengukuran kapasitas kerja maksimal serta ambang anaerobik dengan beban ambang anaerobik digunakan sepeda Ergometer Merek Monark dengan Conconi Test For Cyclists. Prosedur pelaksanaannya yang telah di modifikasi sebagai berikut : a. Subjek diminta mengayuh pedal dengan kecepatan 50 kayuhan per menit. Irama kayuhan ditetapkan dan di atur dengan metronom atau melihat jarum pada spedometer. b. Selama kerja frekuensi denyut nadi dimonitor setiap 1 menit c. Beban permulaaan di tetapkan 50 watt dan setiap 1 menit beban kerja di naikkan 10 watt (Janssen,1989). d. Beban yang di catat adalah setiap beban (watt) yang di pertahankan selama 1 menit
7
C. PEMBAHASAN DAN DISKUSI Setelah di beri perlakuan selama 3 dan 6 minggu maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut : Tabel 1. Perubahan Nilai Kapasitas Kerja Maksimal antar Kelompok pada pre-test, post-test 1, dan post-test 2. kel
antar waktu pengamatan
perbed mean
SD
KO
KKM0-KKM1 KKM0-KKM2 KKM1-KKM2
0.667 -0.667 -O.133
K1
KKM0-KKM1 KKM0-KKM2 KKM1-KKM2
K2
KKM0-KKM1 KKM0-KKM2 KKM1-KKM2
uji-t
ket
T
P
5.833 11.427 7.761
0.626 -0.320 -0.941
0.536 0.752 0.354
Tidak Bermakna
-9.655 -22.06 -12.41
6.258 9.016 5.766
-8.309 -13.182 -11.593
0.000 0.000 0.000
Sangat Bermakna
-18.66 -35.66 -17.00
10.743 13.566 9.523
-9.517 -14.401 -9.778
0.000 0.000 0.000
Sangat Bermakna
Tabel 2. Perbandingan nilai Kapasitas Kerja Maksimal antara kelompok 1 dan kelompok 2.
KELOMPOK
MEAN
SD
K1 K2
161.7241 175.6667
15.5997 15.2414
ANAVA
8
uji-t
P
T
P
0.000
-3.4711
0.0000
Tabel 3. Perubahan nilai ambang anaerobik dengan beban ambang anaerobik antar kelompok pada pre-test 1, dan post-test 2.
Antar waktu pengamatan Rank – 0 Rank - 1 Rank – 0 Rank – 2 Rank – 1 Rank - 2 Rank – 0 Rank - 1 Rank – 0 Rank – 2 Rank – 1 Rank - 2 Rank – 0 Rank - 1 Rank – 0 Rank – 2 Rank – 1 Rank - 2
Kel
K0
K1
K2
uji-t
rank sum 944.5000 885.5000 934.0000 896.0000 906.0000 924.0000 528.5000 1182.5000 450.5000 1260.5000 588.5000 1122.5000 527.0000 1303.0000 468.0000 1362.0000 574.0000 1256.0000
MWU 479.5000
P 0.6621
469.0000
0.7783
441.0000
0.8989
93.5000
0.0000
15.5000
0.0000
153.5000
0.0000
62.0000
0.0000
3.0000
0.0000
109.0000
0.0000
ket Tidak Bermakna Tidak Bermakna Tidak Bermakna Sangat Bermakna Sangat Bermakna Sangat Bermakna Sangat Bermakna Sangat Bermakna Sangat Bermakna
Tabel 4. Perbandingan nilai ambang anaerobik serta beban ambang anaerobik kelompok 1 dan kelompok 2.
KEL
rank sum
K1 K2
685.0000 1085.0000
KWT
uji-t
P
MWU
P
0.0000
250.0000
0.0050
9
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 1 dan 3 di atas, maka perubahan nilai kapasitas kerja maksimal dan nilai ambang anaerobik antar waktu pengamatan terdapat perbedaan yang sangat bermakna. Untuk itu kedua bentuk latihan yaitu latihan aerobik intensif dan anaerobik ekstensif berpengaruh terhadap peningkatan kapasitas kerja maksimal dan ambang anaerobik dengan
beban ambang anaerobic, karena
kedua bentuk latihan ini tergolong dalam latohan maksimal memberikan pengaruh terhadap tubuh seperti ; (1) peningkatan VO2 maksimal, (2) peningkatan curah jantung, (3) peningkatan volume sekuncupnya, dan (4) peningkatan kadar asam laktat (Fox,1993). Sedangkan pada latihan sub maksimal memberikan pengaruh terhadap tubuh seperti : (1) Pemakaian glikogen menurun dan pemakaian lemak meningkat (Gollik, 1982) (2) menurunnya akumulasi asam laktat dan meningkatnya ambang anaerobik. Pada orang yang terlatih ambang anaerobik sekitar 72% dari VO2 maksimal sedang pada orang yang tidak terlatih hanya berkisar 60% dari VO 2 maklsimalnya (3) peningkatan stroke volume (volume sekuncup), respon volume sekuncup meningkat, terutama akibat latihan daya tahan. Pada latihan daya tahan terjadi peningkatan kontralktilitas oto jantung dan peningkatan volume ventrikel (Davis,1985) (4) penurunan frekuensi denyut jantung, dimana respon denyut jantung selama latihan sub maksimal menurun. Akibat latihan daya tahan plasma katekolamin menurun begitu pula kepekaan otot jantung terhadap katekolamin menurun. Hal ini menyebabkan ransangan simpatis menurun atau ransangan parasimpatis meningkat sebagai adaptasi dari suatu layihan fisik yang di berikan dan (5) perubahan aliran darah ke otot, aliran darah ke otot saat latihan sub maksimal pada atlet lebih rendah daripada yang bukan atlet perkilogram berat otot pada beban yang sama. Hal ini mungkin disebabkan oleh ekstraksi oksigen akibat adanya perubahan biokimia di dalam otot (Fox,1993) Pada tabel 2 dan 4 terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara kedua bentuk latihan dimana latihan anaerobik ekstensif lebih meningkatkan kapasitas kerja maksimal serta memperbaiki ambang anaerobik dengan beban ambang anaerobic, hal ini sesuai hasil penelitian Pate (1992) bahwa latihan anaerobik dapat meningkatkan ambang rangsang kedua jenis serabut otot FT dan ST, sedangkan latihan aerobik hanya dapat meningkatkan ambang rangsang St saja. Di samping itu latihan anaerobik ekstensif ini jug adapt meningkatkan ketahanan otot terhadap asam laktat sedangkan 10
pada latihan aerobik intensif yang terjadi adalah dapat menurunkan kadar asam laktat di otot dan darah dengan bantuan oksigen (Janssen,1989; Fox,1993) D. KESIMPULAN Kesimpulan hasil penelitian adalah sebagai berikut : 1. Latihan aerobik instensif meningkatkan kapasitas kerja maksimal di bandingkan latihan anaerobik ekstensif. 2. Latihan anaerobik ekstensif lebih baik memperbaiki ambang anaerobik di bandingkan latihan aerobik intensif.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Astrand PD. And Rodahl K, 1986. Textbook of Work physiologycal basis of exercise,USA : McGraw-hill book company,pp. 330-341, 355-367,413-422. Bompa ot, 1994. Theory and methodology of training-the key atheletic performance. Toronto, Ontario: Kendall Hunt Pub. & co. 3, pp. 4-6, 49-50, 298. Bowers RW, and Fox El, 1992. Sport Physiology, Tokyo, Japan: WB Saunders College Publishing, pp. 3-36, 152, 167-196, 230. Burke EJ, 1980. Toward An Understand Of Human Performance, 2nd. Ed. New York: Ithaca, pp.2-5. Davis JA, 1985. Anaerobic Threshold: Review Of The Concept And Direction For Future Research. Med. Science, sport exerc. Vol 17: (1), pp.6-10 Fox EL, Bowers RW and Foss ML, 1993. The Physiological Basis Of Physical Education And Athletics, 4th ed, Philadelphia: Saunders College Publishing, pp. 12374. Gollnick PD, Saltin, 1982. Significance Of Skeletal Muscle Oxidative Enzyme Enchancement With Endurance Training. J. Clin Physiol. 2, pp.1-12. Higgins JE, Klainbaum AP, 1985. Introduction To Randomized Clinical Trials, Carolina: Family Health International, pp. 30-31. Janssen CR, 1989. Training Lactate Pulse-Rate, Finland: Polar Electro Oy. pp. 22. 95, 96. Joiner MJ, 1993. Guest Editorial, Med Sci Sport Exerc. Vol. 25, no. 10, pp. 1089-1090. 11
Nossek J, 1982. General Theory Of Training, Lagos. Pan Africa Press Ltd. pp.15, 69, 79. Pate RR, Mc Clenaghan B, Rotella P, 1984. Scientific Foundation Of Coaching, Philadelphia, USA: Sounders Company Publishing. pp. 94-291. Pate RR and Branch JD, 1992. Training For Endurancesport, Med. Sci. Sport Exerc. Vol. 24. No. 24 Supplement, pp. 340-343. Sharkey BJ and Graetzer DG, 1993. Specificity Of Exercise, Training, and Testing. In (durstein jl, ed). ACM’S Resource Manual For Guidelines For Exercise Testing And Prescripcion, Philadelphia: Lea & Febriger, pp. 82-92.
12