PENGARUH LANJUT BIOAKUMULASI INSEKTISIDA ENDOSULFAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KONDISI HEMATOLOGIS IKAN MAS (Cyprinus carpio)
IMAM TAUFIK
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
ABSTRAK IMAM TAUFIK. Pengaruh Lanjut Bioakumulasi Insektisida Endosulfan Terhadap Pertumbuhan dan Kondisi Hematologis Ikan Mas (Cyprinus carpio). Dibawah bimbingan Dr. Ir. Eddy Supriyono, MSc.; Dr. Ir. Kukuh Nirmala, MSc.; dan Dr. Santosa Koesoemadinata, MSc.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh lanjut dari bioakumulasi insektisida endosulfan (C6 H6 Cl6O3S) terhadap laju pertumbuhan dan kondisi hematologis ikan mas. Penelitian dilakukan dalam enam taha p, yaitu: Uji stabilitas bahan aktif; Uji penentuan kisaran konsentrasi lehal; Uji definitif; Uji biokonsentrasi; Uji bioeliminasi; dan Uji subletal. Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Lengkap dengan menggunakan wadah berupa akuarium kaca. Bahan uji yang digunakan adalah formulasi insektisida dengan bahan aktif endosulfan yang berbentuk cairan berwarna kuning bening yang dapat larut dalam aseton. Hewan uji berupa ikan mas (Cyprinus carpio) stadia juvenil dengan ukuran bobot 0,81 ± 0,098 g/ekor yang diperoleh dari hasil pemijahan secara terkontrol. Sebelum digunakan hewan uji diadaptasikan selama 12 hari dalam kondisi laboratorium dan diberi pakan pellet dengan kandungan protein ± 43,96%. Pada uji stabilitas diaplikasikan endosulfan dengan konsentrasi 2,42 µg/l dalam air, kemudian diambil sample air pada jam ke 0, 24, 48, 72, dan 96 jam. Sample yang diperoleh selanjutnya di ekstraksi dan diidentifikasi menggunakan gas kromatografi (GC). Pada uji penentuan kisaran konsentrasi letal diaplikasikan 4 deret konsentrasi uji, yaitu: 0 (kontrol); 0,1; 1,0; 10,0 µg/l. Ikan uji sebanyak 10 ekor/wadah dengan pengamatan mortalitas pada jam ke: 0, 24, dan 48 jam setelah aplikasi. Pada uji definitif diaplikasikan 7 deret konsentrasi, yaitu: 0 (kontrol); 1,4; 1,9; 2,7; 3,7; 5,2; dan 7,2 µg/l. Ikan uji sebanyak 10 ekor per wadah dengan waktu pengamatan pada jam ke: 2, 4, 6, 8, 12, 24, 48, 72 dan 96 jam setelah aplikasi. Pada uji bioakumulasi diaplikasikan 3 konsentrasi endosulfan sebesar 10, 30, dan 50% dari nilai LC 50-96 jam dengan nilai konsentrasi, yaitu: 0 (kontrol); 0,24; 0,72; dan 1,20 µg/l dalam air. Ikan mas dipelihara dengan kepadatan 0,5 ekor/liter air atau 20 ekor dalam 40 liter air. Selama pemaparan ikan uji diberi pakan secara at satiation serta dilakukan pergantian air setiap 24 jam dengan konsentrasi bahan uji yang sama. Parameter yang diukur adalah: laju pertumbuhan, efisiensi pakan dan kondisi hematologis. Untuk kebutuhan analisa residu, sample ikan dan air diambil pada jam ke: 0, 4, 12, 24, 48, 96, 144, 192, 264 pemaparan. Sample selanjutnya diekstraksi dan dipekatkan dalam 10 ml aceton p.a untuk selanjutnya diidentifikasi menggunakan GC. Uji bioeliminasi dimulai setelah proses absorpsi dan akumulasi endosulfan ke dalam tubuh ikan mas mencapai kondisi stabil (steady state). Ikan yang telah terpapar dan mengakumulasi endosulfan sebesar 3,58 ± 0,1345 µg/kg selanjutnya dipindahkan ke dalam
air bersih tanpa bahan uji (clean water). Pengambilan ikan uji dilakukan pada hari ke 0, 5, 10 dan 15 pemeliharaan untuk selanjutnya diekstraksi dan diidentifikasi menggunakan GC dengan prosedur yang standar. Pada semua tahapan penelitian dilakukan pengukuran sifat fisika-kimia air yang meliputi: suhu, pH, O2 terlarut, CO2 dan amonia, untuk mengetahui kelayakannya sebagai media uji. Data uji stabilitas dianalisis secara regresi dan deskriptif, data uji penentuan kisaran konsentrasi letal dianalisis secara deskriptif, sedangkan data uji definitif dianalisis dengan bantuan program “probit analysis”. Residu endosulfan dalam ikan dan air dianalisis menurut petunjuk Komisi Pestisida (1977), laju penyerapan dan eliminasi ditentukan menurut petunjuk Specie dan Hamelink (1995), biokonsentrasi faktor dihitung menurut persamaan Montanes dan Hattum (1995). Untuk menghitung pertumbuhan digunakan persamaan Ricker (1975), sedangkan penentuan efisiensi pakan dihitung berdasarkan persamaan NRC (1983). Data yang diperoleh dari uji subletal dianalisis ragam dengan bantuan program statistik RPSS 10.0 for Window. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata laju peluruhan endosulfan dalam air adalah sebesar 0,81% per jam. Kisaran konsentrasi endosulfan terhadap ikan mas antara 1 µg/l (ambang bawah) dan 10 µg/l (ambang atas) dengan nilai LC 50-96 jam sebesar 2,42 (2,206 – 2,652) µg/l pada limit kepercayaan 95%. Bioakumulasi endosulfan dalam tubuh ikan mas yang dipaparkan pada konsentrasi 0,24; 0,72; dan 1,20 µg/l secara berurutan sebesar 2,04; 3,58 dan 4,24 µg/kg dengan laju penyerapan sebesar 0,79; 0,71; dan 0,43 µg/l per jam, serta nilai biokonsentrasi faktor (BCF) sebesar 8,56; 7,74 dan 4,69. Melalui analisis statistik terhadap data tersebut diketahui bahwa bioakumulasi endosulfan secara nyata berpengaruh terhadap laju penyerapan dan nilai BCF dalam tubuh ikan mas. Bioakumulasi endosulfan dalam tubuh ikan mas sebesar 2,04 µg/kg secara nyata menurunkan jumlah eritrosit; bioakumulasi sebesar 3,58 µg/kg mengurangi jumlah leukosit dan mereduksi pertumbuhan; dan pada konsentrasi bioakumulasi 4,24 µg/kg secara nyata meningkatkan kadar hematokrit dan hemoglobin dalam darah ikan mas.
Kata kunci: bioakumulasi, biokonsentrasi faktor, eliminasi, endosulfan, hematologi, ikan mas.
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul :
PENGARUH LANJUT BIOAKUMULASI INSEKTISIDA ENDOSULFAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KONDISI HEMATOLOGIS IKAN MAS (Cyprinus carpio)
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Desember 2005
Imam Taufik C 051020101
PENGARUH LANJUT BIOAKUMULASI INSEKTISIDA ENDOSULFAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KONDISI HEMATOLOGIS IKAN MAS (Cyprinus carpio)
IMAM TAUFIK
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perairan
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
Judul Tesis
:
Pengaruh Lanjut Bioakumulasi Insektisida Endosulfan Terhadap Pertumbuhan dan Kondisi Hematologis Ikan Mas (Cyprinus carpio).
Nama
:
Imam Taufik
NRP
:
C 051020101
Program Studi
:
Ilmu Perairan (AIR)
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc. Ketua
Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc. Anggota
Dr. Santosa Koesoemadinata, M.Sc. Anggota
Mengetahui, 2. Ketua Program Studi Ilmu Perairan
Dr. Chairul Muluk, M.Sc.
Tanggal Ujian : 1 Desember 2005
3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.
Tanggal Lulus :
i
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 Juli 1967 sebagai putera ke lima dari pasanga n H. Ali Muchtar (Alm) dan Yuhana (Almh). Jenjang pendidikan sampai dengan tingkat menengah atas, berturut -turut diselesaikan pada SD Negeri 1 Kotabatu, SMP Negeri 2, dan SMA Negeri 1 di Bogor. Pendidikan Strata 1 (S1) ditempuh pada Jurusan Perikanan, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin – Ujung Pandang dan lulus pada tahun 1992. Tahun 1994 sampai 1997 penulis bekerja sebagai Staf Peneliti pada Loka Penelitian Perikanan Pantai, Pusat Penelitian Perikanan Budidaya, di Gondol – Bali dan tergabung dalam kelompok peneliti Penyakit Ikan. Tahun
1997 sampai sekarang,
penulis bekerja sebagai Staf Peneliti pada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Pusat Riset Perikanan Budidaya, di Bogor dan tergabung dalam kelompok peneliti Lingkungan Budidaya & Toksikologi. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan studi S2 pada Program Studi Ilmu Perairan (AIR), Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
ii
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang selalu melimpahkan berkah dan hidayah-Nya sehingga penulis masih diberi kekuatan untuk melakukan segala aktivitas yang Insya Allah senantiasa ditujukan untuk mencari Ridho-Nya. Tesis dengan judul “Pengaruh Lanjut Bioakumulasi Insektisida Endosulfan terhadap Pertumbuhan dan Kondisi Hematologis Ikan Mas (Cyprinus carpio)” merupakan hasil penelitian yang disusun sebagai salah satu syarat yang dibebankan kepada penulis untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberi kontribusi dan sumbangsih bagi kepentingan pengelolaan lingkungan, khususnya yang berkaitan dengan pencemaran pestisida pada sumberdaya perikanan. Selama menjalani masa perkuliahan, pelaksanaan penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini, penulis telah mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menghaturkan terima kasih. Secara khusus ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis haturkan kepada: 1. Istriku tercinta Fetty Fatimah serta kedua putri-permata hatiku Iffi Rizkiya dan Fitta Fairuz Rahmani, atas segenap cinta dan ketulusan hati nan ikhlas yang telah dengan setia mendampingi penulis selama melaksanakan kuliah hingga selesai dan Insya Allah untuk selamanya. 2. Yang mulia: Apih (alm), Bapak dan Ummi yang telah memberikan do’a tulus sehingga penulis mendapat kekuatan lahir dan keteguhan bathin selama menjalani proses perkuliahan. 3. Bapak Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc. sebagai ketua Komisi Pembimbing, Bapak Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc. dan Bapak Dr. Santosa Koesoemadinata, M.Sc. sebagai Anggota Komisi Pembimbing, yang telah meluangkan waktu, tenaga, pemikiran bahkan materi untuk membantu, mengarahkan dan membimbing penulis mulai dari perkuliahan, penelitian hingga pembuatan tesis ini.
iii
4. Bapak Dr. Chairul Muluk, M.Sc. sebagai Ketua Program Studi Ilmu Perairan beserta seluruh Staf Dosen PPs-IPB yang telah memberikan arahan, materi kuliah serta bantuan administrasi selama penulis mengikuti perkuliahan. 5. Bapak Dr. S. Djokosetyanto, M.Sc. selaku Penguji Luar Komisi Pembimbing yang telah memberi pengarahan, masukan dan saran guna perbaikan tesis ini. 6. Bapak Drs. Sutrisno yang tak henti-hentinya memberi dukungan moril serta bantuan materil yang sangat besar sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan kuliah. 7. Bapak Dr. Asep Nugraha Ardiwinata, M.Si, Bapak Eman Sulaeman dan Bapak Aji M. Tohir yang telah membantu menganalisis sample penelitian di Laboratorium Toksikologi Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian, Bogor. 8. Teman-teman Program Studi Ilmu Perairan PPs-IPB: Ahmad Jauhari, Amrulla, Wahidah, Desi, Esti, Ricky serta yang lainnya, atas kerjasama, spirit dan kekompakannya. 9. Berbagai pihak yang belum disebutkan di atas dan telah membantu.
Akhir kata, Wabillahi Taufik Wal Hidayah Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh.
Bogor, Desember 2005
Penulis
iv
DAFTAR ISI halaman. HALAMAN PENGESAHAN
………………………………………
i.
………………………………………………
ii.
PRAKATA
………………………………………………………
iii.
DAFTAR ISI
………………………………………………………
v.
DAFTAR TABEL
……………………………………………………….
vii.
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR GAMBAR
……………………………………………….
viii.
DAFTAR LAMPIRAN
……………………………………………….
ix.
PENDAHULUAN Latar Belakang ……………………………………………… Pendekatan Masalah ……………………………………… Hipotesis ……………………………………………………… Tujuan Penelitian ……………………………………………… Manfaat Penelitian ………………………………………………
1. 4. 5. 5. 5.
TINJAUAN PUSTAKA Pestisida ……………………………………………………… Keberadaan Pestisida di Lingkungan Perairan ……………… Insektisida Organoklorin ……………………………………… Endosulfan ……………………………………………………… Penyerapan dan Eliminasi ……………………………………… Pertumbuhan ……………………………………………… Darah Ikan ……………………………………………………… Hematokrit ……………………………………………… Hemoglobin ……………………………………………… Sel darah merah (eritrosit) ……………………………… Sel darah putih (leukosit) ……………………………… Kualitas Air ………………………………………………………
6. 7. 12. 12. 15. 16. 17. 17. 18. 19. 19. 20.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ……………………………………………… Bahan dan Alat ……………………………………………… Persiapan Penelitian Wadah dan media …….……………………………….. Ikan uji ……………………………………………… Media uji ……………………………………………… Pelaksanaan Penelitian Uji stabilitas endosulfan dalam a ir ……………………… Bioakumulasi endosulfan ………………………………
22. 22. 23. 23. 24. 24. 25.
v
halaman. Uji toksisitas letal ……………………………… Uji bioakumulasi ……………………………… Uji bioeliminasi ……………………………… Bioakumulasi terhadap pertumbuhan ……………… Bioa kumulasi terhadap kondisi hematologis ……………… Kadar hematokrit (Ht) ……………………… Kadar hemoglobin (Hb) ……………………… Jumlah sel darah merah (eritrosit) ……………… Jumlah sel darah putih (leukosit) ……………… Analisis Data ………………………………………………
25. 26. 27. 28. 29. 29. 30. 30. 31. 31.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Uji stabilitas endosulfan dalam air ………………………. Toksisitas letal: Nilai LC50 ………………………………. Uji bioakumulasi endosulfan ………………………………. Uji bioeliminas i endosulfan ………………………………. Pertumbuhan ikan ………………………………………. Efisiensi pakan ………………………………………. Kondisi hematologis ………………………………………. Kualitas air ………………………………………………. Pembahasan ……………………………………………………….
34. 35. 37. 39. 40. 42. 43. 45. 46.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ……..……………………………………………….. Saran ……..………………………………………………………..
59. 59.
DAFTAR PUSTAKA
60.
………...………………………………………
vi
DAFTAR TABEL halaman. Tabel 1.
Klasifikasi pestisida berdasarkan toksisitasnya terhadap ikan ……….
9.
Tabel 2.
Nilai LC 50 insektisida endosulfan terhadap ikan mas pada setiap waktu pemaparan …………………………………………
36.
Model persamaan laju penyerapan insektisida endosulfan ke dalam tubuh ikan mas pada masing-masing konsentrasi perlakuan ………………………………………………..
38.
Tabel 3.
Tabel 4. Tabel 5.
Nilai laju penyerapan dan biokonsentrasi faktor insektisida endosulfan terhadap ikan mas pada masing-masing perlakuan
……….. 39.
Pertumbuhan ikan mas pada berbagai konsentrasi bioakumulasi endosulfan setelah 12 minggu pemaparan ……………………………
41.
Tabel 6.
Rata-rata nilai efisiensi pakan (%) ikan mas pada masing-masing perlakuan selama 12 minggu pemaparan …………………………… 43.
Tabel 7.
Rata-rata kadar hematokrit, hemoglobin, eritrosit dan leukosit ikan mas dengan bioakumulasi insektisida endosulfan yang berbeda setelah 12 minggu pemaparan ………………………….. 43.
Tabel 8.
Kisaran sifat fisika-kimia air pada uji toksisitas letal dan subletal insektisida endosulfan terhadap ikan mas ………………... 46.
vii
DAFTAR GAMBAR halaman. Gambar 1.
Dinamika pestisida dalam lingkungan ……………………………
10.
Gambar 2.
Konsekwensi penggunaan herbisida terhadap ekologi perairan. ….
11.
Gambar 3.
Struktur kimia endosulfan ………………………………………….
14.
Gamba r 4.
Prosentase peluruhan konsentrasi endosulfan dalam air pada setiap waktu pemaparan ……………………………………..
34.
Nilai LC 50 insektisida endosulfan terhadap ikan mas untuk setiap waktu pemaparan ……………………………………..
36.
Penyerapan endosulfan ke dalam tubuh ikan mas yang dipaparkan dalam larutan endosulfan sebesar 10% x LC50-96 jam dengan konsentrasi aktual rata-rata dalam air sebesar 0,24 (± 0,013) µg/l ……………………
37.
Penyerapan endosulfan ke dalam tubuh ikan mas yang dipaparkan dalam larutan endosulfan sebesar 30% x LC50-96 jam dengan konsentrasi aktual rata-rata dalam air sebesar 0,46 (± 0,088) µg/l ……………………..
37.
Penyerapan endosulfan ke dalam tubuh ikan mas yang dipaparkan dalam larutan endosulfan sebesar 50% x LC50-96 jam dengan konsentrasi aktual rata-rata dalam air sebesar 0,91 (± 0,020) µg/l ………..……………
38.
Eliminasi endosulfan dari tubuh ikan mas yang telah dipaparkan dalam larutan insektisida endosulfan sebesar 30% x LC50-96 jam dengan konsentrasi rata-rata bioakumulasi sebesar 3,58 µg/kg ………………………………….
40.
Gambar 10. Pertambahan bobot rata-rata individu ikan mas pada masing-masing perlakuan selama 12 minggu pemaparan ……..
41.
Gambar 5. Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
viii
DAFTAR LAMPIRAN halaman. Lampiran 1. Lampiran 2.
Prosedur analisis residu insektisida endosulfan pada sample air ………………... ……………………………..
66.
Prosedur analisis residu insektisida endosulfan pada sample daging ikan ……………………………………….
67.
Lampiran 3.
Mortalitas ikan mas (ekor) pada uji pendahuluan setelah waktu pemaparan (jam) …………………………………… 68.
Lampiran 4.
Motalitas ikan mas (ekor) pada uji lanjutan (definitife test) untuk setiap konsentrasi perlakuan (µg/l) setelah waktu pemaparan (jam) …………………………………..
69.
Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai LC 50-24 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas …………..
70.
Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai LC 50-48 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas …………..
70.
Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai LC 50-72 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas …………..
71.
Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai LC 50-96 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas …………..
71.
Analisis statistik terhadap laju penyerapan (Ku) dan biokonsentrasi faktor (BCF) insektisida endosulfan ke dalam tubuh ikan mas ………………………………………….
72.
Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9.
Lampiran 10. Bobot biomas ikan mas (g) yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu …………………………………………………. 73. Lampiran 11. Bobot biomas ikan mas (g) yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu (transformasi logaritma natural) ……..………..
74.
Lampiran 12. Bobot ikan mas (g/ekor) yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu ……………………………………….………… 75. Lampiran 13. Bobot ikan mas (g/ekor) yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu (transformasi logaritma natural) ………………. 76.
ix
halaman. Lampiran 14. Laju pertumbuhan individu harian (%) ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan pada setiap periode pemaparan (bulan) ………… …………………………...
77.
Lampiran 15. Data efisiensi pakan harian (FE) ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu pemaparan ………………………..
78.
Lampiran 16. Analisis statistik terhadap laju pertumbuhan individu (SGR) dan efisiensi pakan (FE) ikan mas setelah pemaparan 12 minggu …………………………………………………………. 79. Lampiran 17. Kadar hematokrit (Ht), hemoglobin (Hb), eritrosit dan leukosit ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu pemaparan ……………………………………… 80. Lampiran 18. Analisis statistik terhadap data hematologis (hematokrit, hemoglobin, eritrosit, leukosit) ikan mas setelah pemaparan 12 minggu ……………………………………
81.
x
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pestisida dewasa ini mempunyai peranan yang penting khususnya dalam bidang pertanian untuk memberantas jasad-jasad yang merusak tanaman dan hasil pertanian yang disimpan. Usaha meningkatkan produksi pertanian, baik kuantitatif maupun kualitatif, telah dipermudah dengan penggunaan pestisida (Soekardi et al., 1977). Walaupun konsep “pest management” atau “integrated pest control” dilakukan, dimana pestisida hendaknya digunakan sesedikit mungkin dan apabila diperlukan saja, namun pada umumnya usaha proteksi tanaman dilakukan dengan pertimbangan bahwa hama dan penyakit tanaman hanya dapat diberantas dengan mudah dan cepat dengan menggunakan pestisida yang efektif, sekalipun keadaan ini hanya dicapai untuk sementara. Oleh karena itu pemberantasan hama dan penyakit
tanaman hampir
senantiasa diartikan sebagai penggunaan pestisida, sehingga bermacam-macam pestisida banyak digunakan yang juga menimbulkan berbagai dampak negatif (Mulyani, 1973). Meningkatnya penggunaan pestisida telah menimbulkan kekhawatiran karena terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Menurunnya kualitas lingkungan karena kontaminasi oleh pestisida telah mengakibatkan timbulnya masalah-masalah baru yang harus segera diatasi. Kematian ikan di sawah, kolam atau sungai, makin jarangnya dijumpai jenis burung-burung tertentu, terjadinya resistensi hama maupun timbulnya eksplosi hama sekunder antara lain diduga sebagai akibat penggunaan pestisida yang tidak bijaksana (Mulyani, 1973).
1
Sifat penting yang dimilki suatu bahan aktif pestisida adalah daya racun atau toksisitas. Meskipun bahan kimia tersebut hanya dimaksudkan untuk mematikan suatu jenis hama tertentu tetapi pada hakekatnya bersifat racun untuk semua mahluk hidup. Hampir semua jenis pestisida tidak bersifat selektif dan mempunyai spektrum yang luas sebagai racun sehingga merupakan salah satu sumber pencemaran yang potensial khususnya bagi sumberdaya dan lingkungan perairan perikanan. Pestisida yang paling ideal adalah yang bersifat khusus dan dapat digunakan secara selektif terhadap hama sasaran saja, namun di seluruh dunia belum dijumpai pestisida yang demikian. Kebanyakan pestisida yang ada sebetulnya tidak bersifat selektif karena pestisida digunakan pada suatu ekosistim yang rumit dan kompleks sehingga setiap pemakaian pestisida juga dapat membunuh organisme bukan sasaran atau paling tidak mengganggu kehidupannya (Kadarsan, 1977). Endosulfan merupakan senyawa kimia dari golongan organoklorin yang banyak dipergunakan di Indonesia sebagai bahan aktif dalam berbagai formulasi insektisida yang diperdagangkan dengan beberapa nama dagang, antara lain: Thiodan, Fanodan, Akodan, dan Termisidan (Komisi Pestisida, 1990). Penggunaan endosulfan di Indonesia sebenarnya sudah dilarang sejak tahun 1996 melaui Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 473/KPTS/TP207/6/96, namun pada kenyataannya sampai saat ini masih banyak digunakan oleh petani karena insektisida endosulfan cukup efektif mengendalikan hama sasaran, harganya relatif murah dan mudah didapatkan (Sulaksono, 2001). Seperti pestisida organoklorin pada umumnya, endosulfan bersifat toksik terhadap organisme perairan termasuk ikan dan sangat persisten sehingga akan meninggalkan residu yang dapat mencemari lingkungan perairan. Hasil penelitian
2
Ekaputri (2001) membuktika n bahwa perairan sungai Ciliwung-Jawa Barat yang mengalir melewati daerah Bogor, Depok dan Jakarta mengandung residu insektisida endosulfan dengan konsentrasi berkisar antara 0,7-4,0 µg/l. Sedangkan Taufik et al., (2003) melaporkan bahwa perairan tambak serta saluran irigasi di Kabupaten BrebesJawa Tengah telah tercemar oleh endosulfan yang berasal dari limbah pertanian dan perkebunan dengan konsentrasi secara berturut-turut sebesar 2,7 mg/l dan 3,2 µg/l. Ikan yang terpapar dalam air yang tercemar oleh endosulfan dalam konsentrasi subletal akan menyerap bahan aktif tersebut melalui permukaan tubuh, membran insang dan difusi kutikular. Penyerapan akan berlangsung secara terus menerus sampai tercapai keadaan steady state yaitu kondisi dimana jumlah bahan uji yang diserap dan didepurasi per satuan waktu seimbang pada suatu konsentrasi bahan dalam air (Nagel dan Loskill, 1991). Residu endosulfan dalam air yang terserap oleh ikan akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh melalui proses bioakumulasi, hal ini dis ebabkan karena endosulfan termasuk insektisida golongan organoklorin yang memiliki sifat lipofilitas tinggi, yakni mudah terikat dalam jaringan lemak. Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan komoditas perikanan air tawar yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia, khususnya di daerah Jawa Barat. Ikan ini berpotensi untuk terkontaminasi oleh insektisida endosulfan karena pada umumnya dipelihara dalam kolam budidaya atau Karamba Jaring Apung (KJA) di waduk, dimana sumber airnya berasal dari aliran sungai yang berhubungan langsung dengan berbagai aktivitas pertanian yang banyak menggunakan pestisida.. Selain itu, ikan mas juga mempunyai kandungan lemak cukup tinggi sehingga akan lebih mudah mengakumulasi residu pestisida organoklorin (Edward, 1976).
3
Pendekat an Masalah Peningkatan penggunaan pestisida terutama dalam bidang pertanian telah menyebabkan pencemaran pada berbagai perairan. Hal ini terjadi karena pada umumnya aktivitas pertanian seperti tanaman padi di sawah akan menggunakan lingkungan perairan sebagai tempat pembuangan limbah cair (run off) yang masih mengandung residu pestisida. Akibat aktivitas tersebut maka lingkungan perairan tawar yang merupakan sumber air untuk berbagai kegiatan budidaya perikanan dapat tercemar oleh berbagai bahan aktif yang terkandung dalam formulasi pestisida. Endosulfan merupakan senyawa organoklorin yang banyak digunakan sebagai bahan aktif dalam formulasi insektisida pertanian. Penggunaan senyawa ini akan meninggalkan residu dalam lingkungan biotik maupun abiotik karena degradasi endosulfan sangat lambat di alam. Lebih lanjut, residu endosulfan mempunyai sifat yang mudah larut dalam lemak (lipofilik) sehingga dapat terserap dan terakumulasi dalam tubuh organisme (bioakumulasi) sehingga merupakan masalah dalam budidaya perikanan air tawar. Salah satu komoditi perikanan yang potensial tercemar oleh endosulfan adalah ikan mas karena pada umumnya ikan jenis ini dibudidayakan dalam kolam dan KJA dengan sumber air berasal dari sungai yang merupakan tempat pembuangan limbah cair pertanian. Oleh karena itu perlu diketahui bahaya yang dapat timbul pada ikan mas akibat terpapar dalam air yang tercemar endosulfan, baik pada konsentrasi letal maupun subletal. Estimasi toksisitas dan potensi bioakumulasi endosulfan serta pengaruh yang ditimbulkan terhadap ikan mas dapat diketahui melalui beberapa pengujian, seperti uji
4
hayati (bioassay), uji akumulasi, uji eliminasi dan uji subletal. Dalam kondisi subletal pengaruh lanjut dari bioakumulasi insektisida endosulfan dapat berdampak pada perubahan kondisi hematologis sehingga dalam jangka waktu tertentu akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan mas.
Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a). Insektisida endosulfan mempunyai toksisitas yang tinggi dan dapat terakumulasi di dalam tubuh ikan mas. b). Pengaruh lanjut dari bioakumulasi insektisida endosulfan pada konsentrasi tertentu dapat menghambat pertumbuhan ikan mas. c). Pengaruh lanjut bioakumulasi insektisida endosulfan dapat menyebabkan perubahan pada kondisi hematologis ikan mas.
Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh lanjut bioakumulasi insektisida endosulfan terhadap laju pertumbuhan dan kondisi hematologis ikan mas.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menentukan konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan yang masih dapat ditolerir oleh ikan mas. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai acuan bagi penetapan batas maksimum residu (BMR) pestisida dalam air yang ama n bagi ikan dan organisme perairan lainnya.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Pestisida Pestisida merupakan serangkaian senyawa alamiah dan sintetis berbagai unsur kimia yang memiliki kemampuan untuk membunuh organisme pengganggu, terutama ditujukan kepada jenis -jenis hama tertentu (Kusno, 1995). Menurut Lodang (1994) penggunaan
pestisida
disamping
dapat
memberikan
keuntungan
juga
dapat
menimbulkan kerugian (efek negatif). Keuntungan yang didapat antara lain: 1) dapat meningkatkan produksi pertanian dan hasil penen yang cepat; 2) aplikasi di lapangan relatif mudah; 3) dapat digunakan pada areal yang luas dalam waktu yang relatif singkat; 4) dapat diaplikasikan setiap waktu, dengan memperhatikan cuaca; 5) dapat diperoleh dengan mudah; 6) harga relatif murah dan memberikan keuntungan ekonomi. Efek negatif yang ditimbulkan dari penggunaan pestisida adalah: 1) mempertinggi resistensi hama sehingga memerlukan penggunaan pestisida yang lebih banyak dan lebih kuat; 2) membunuh mahluk lain yang bukan sasaran, termasuk predator ala mi yang berguna; 3) gangguan toksik pada manusia yang bertambah sehubungan dengan bertambahnya volume dan intensitas penggunaan insektisida; 4) produk pertanian akan mengandung residu pestisida yang dapat mengancam kesehatan para konsumen, terutama petani dan keluarganya; 4) kontaminasi global akibat mobilitas yang tinggi, terutama oleh pestisida persisten; 6) mengganggu keseimbangan dalam rantai makanan sehingga akan mengganggu ekosistem secara keseluruhan; 7) bertambahnya resiko efek sinergik interaksi antara bermacam-macam pestisida; 8) kemungkinan akan terjadi efek genetik jangka panjang akibat dosis subletal pestisida persisten.
6
Chau et al. (1982) menyatakan, pestisida dapat digolongkan menurut organisme sasarannya, bahan asal pestisida, cara kerja serta formulasi bahan aktifnya. Berdasarkan formulasi bahan aktifnya pestisida dapat dikelompokkan menjadi 6 golongan, yaitu: organoklorin, organofosfat, karbamat , turunan asam fenoksi alkoloid , triazin dan substansi urea. Berdasarkan kegunaannya pestisida da pat dibedakan menjadi: insektisida, herbisida, fungisida, rodentisida, akarisida, bakterisida, ovisida, algasida, nematosida dan molusisida (Ekha, 1993). Menurut struktur dan golongan zat kimianya pestisida dibagi menjadi pestisida alamiah dan pestisida sintetik. Dampak lingkungan penggunaan pestisida berkaitan erat dengan sifat dasar yang penting terhadap efektifitasnya sebagai pestisida. Pertama, pestisida cukup beracun untuk mempengaruhi seluruh kelompok taksonomi biota, termasuk mahluk bukan sasaran, sampai batas tertentu tergantung pada faktor fisiologis dan ekologis. Kedua, banyak jenis pestisida yang dapat bertahan terhadap degradasi lingkungan akibatnya dapat bertahan dalam suatu daerah yang diberi perlakuan, sehingga keefektifannya dapat diperkuat. Sifat ini juga memberikan pengaruh jangka panjang dalam ekosistim alamiah (Connel dan Miller, 1995).
Keberadaan Pestisida Di Lingkungan Perairan Perairan bertindak sebagai suatu tempat penampungan utama bagi residu pestisida yang persisten. Masuknya pestisida ke dalam perairan melalui berbagai jalur, antara lain: pemakaian langsung untuk membasmi hama tanaman, buangan limbah perkotaan dan industri, limpasan dari areal persawahan, pencucian melalui tanah, penimbunan aerosol dan partikulat, curah hujan dan penyerapan dari fase uap pada antar
7
fase udara-air (Connel dan Miller, 1995). Penyebaran pencemaran pestisida dalam lingkungan perairan sangat dipengaruhi oleh sejumlah proses pengangkutan interaktif, seperti penguapan, presipitasi dari udara, pencucian da n pengaliran. Aliran pembuangan pestisida beragam menurut laju arus air permukaan dan jenis tanah, sedangkan pencucian mula -mula tergantung pada adsorpsi/desorpsi antara konstituen tanah dan pergolakan air yang melaluinya (Robinson, 1973). Kelarutan suatu bahan aktif pestisida di dalam air merupakan faktor penting yang akan menentukan persistensinya di lingkungan perairan. Residu pestisida tidak hanya terdifusi ke dalam tanah tetapi juga ke dalam air, udara dan akhirnya akan mengkontaminasi rantai makanan kehidupan. Masalah ini perlu mendapat perhatian serius karena residu pestisida (insektisida) ada yang bersifat karsinogenik yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia (Ardiwinata et al., 1999). Pestisida yang masuk ke dalam perairan, terutama dari golongan klor-organik akan diserap oleh sedimen dasar perairan, plankton, algae, invertebrata perairan, tumbuhan air dan ikan. Insektisida klor-organik tidak larut dalam air dan residunya di dalam perairan ditemukan dalam bentuk partikulat tersuspensi yang lebih ba nyak terdapat dalam lumpur dan sedimen dasar perairan. Karena tidak larut dalam air maka persistensinya di lingkungan perairan dapat berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Residu pestisida klor-organik yang diserap oleh hewan air dapat terakumulasi di dalam jaringan tubuh karena pestisida tersebut memiliki sifat lipofitas yang tinggi sehingga mudah terikat dalam jaringan lemak dan akumulasi residu pestisida klor-organik pada ikan dipengaruhi oleh kandungan lemak (Edward, 1976). Ikan yang memiliki kandungan lemak yang tinggi akan lebih mudah mengakumulasi insektisida tersebut.
8
Penyerapan residu pestisida yang terdapat dalam perairan oleh hewan air dapat terjadi
melalui
berbagai
cara,
seperti
mengkonsumsi
makanan
yang
telah
terkontaminasi, pengambilan dari air melalui membran insang, difusi kutikular serta penyerapan langsung dari sedimen (Livingstone, 1977). Kusno (1995) mengemukakan bahwa penyerapan residu pestisida tergantung dari besarnya residu, sifat fisika -kimia, sifat bioakumulatif dan toksisitasnya, maka keracunan yang ditimbulkannyapun dapat bersifat akut maupun kronik. Menurut Edward (1976), rata -rata kenaikan residu pestisida dalam hewan akuatik mempunyai korelasi dengan aktivitas metabolisme, bobot badan, luas permukaan tubuh dan rantai makanannya. Berkenaan dengan bahaya yang ditimbulkan oleh pestisida terhadap ikan, para ahli telah mengklasifikasikan pestisida berdasarkan pada nilai LC50-96 jam :
Tabel 1. Klasifikasi pestisida berdasarkan toksisitasnya terhadap ikan Tingkat
LC50 -96 jam (ppm)
Evaluasi toksisitas
A B C D
<1 1 – 10 10 – 100 > 100
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah
Sumber: Komisi Pestisida (1983)
9
PESTISIDA Perairan : - Hidrolisa - Fotolisa - Oksidasi - Degradasi mikroba
absorpsi
Tanah/sedimen: - Fotolisa - Degradasi
Depsorpsi Leaching Run off penguapan
penguapan
deposiosi basah & kering
Mikroplankton
Zooplankton
Ikan kecil
Atmosfier: - Fotolisa - Reaksi
Tanaman: - Toksik - Residu - Terurai
pengendapan
Hama Predator Organisme
Herbivora
Omnivora
Karnivora Ikan besar MANUSIA
Gambar 1.
Dinamika pestisida dalam lingkungan. (Mustamin dan Ma’ruf, 1990 dalam Kusno, 1995).
10
Pengaruh penggunaan pestisida (herbisida) terhadap ekologi perairan dapat digambarkan secara skematik seperti di bawah ini. Penggunaan herbisida
Kematian tumbuhan
Peningkatan turbulensi Toksisitas langsung
Peningkatan penetrasi cahaya Penguraian materi tumbuhan Penurunan penetrasi cahaya
Kehilangan sumber makanan biota
Penurunan fotosintesis
Peningkatan respirasi
Perubahan kesetimbangan O2/CO2
Kehilangan substrat dan tempat berlindung (shelter) bagi biota
Pelepasan nutrien
Perubahan komposisi mikro atau makroflora
Terbentuknya detritus
Sumber makanan Kesetimbangan restorasi O2/CO2
Perubahan komunitas biota Gambar 2.
Konsekwensi penggunaan herbisida terhadap ekologi perairan (Hellawell, 1986).
11
Insektisida Organoklorin Insektisida organoklorin adalah suatu senyawa insektisida yang mengandung atom karbon, klor, hidrogen dan kadang-kadang oksigen (Sastroutomo, 1992). Golongan
organoklorin
dibagi
menjadi
tiga
sub
golongan
utama
yaitu
diklorodifenitrikloro etana (DDT), benzena heksaklorida (BHC) dan siklodiena. Insektisida organoklorin merupakan kelompok pestisida paling persisten yang pada dasarnya tidak mengalami perubahan di lingkungan dalam jangka waktu yang lama (ADB, 1987). Insektisida organoklorin mempunyai kelarutan yang rendah di dalam air dibanding dengan pelarut organik dengan ciri- ciri umum adalah: -
Mengandung atom-atom karbon, oksigen dan ikatan C-Cl
-
Mempunyai karbon rantai siklik, termasuk cincin benzena
-
Secara intermolekuler tidak memiliki tempat-tempat aktif
-
Bersifat nonpolar dan lipofilik.
Senyawa organoklorin berdampak negatif di alam karena kemampuannya untuk dapat bertahan lama di alam (persisten), bersifat racun karsinogen (dapat menyebabkan kangker), juga mengganggu saluran pernafasan bila terjadi kontak fisik langsung dengan kulit atau masuk melalui mulut dan berpengaruh terhadap sistim syaraf (Connel dan Miller, 1995). Organoklorin sangat sulit larut di dalam air (daya larut dibawah 1 mg/l), hanya lindane yang daya larutnya mencapai 7 mg/l (Edwards, 1976).
Endosulfan Endosulfan merupakan salah satu insektisida organoklorin golongan siklodien. Senyawa ini pertama kali ditemukan pada tahun 1959 dan di Indonesia digunakan pada
12
kegiatan pertanian dan kehutanan, diantaranya pertanian cabai, jagung, kopi, lada, tebu, teh dan tembakau. Endosulfan diperdagangkan dengan beberapa nama dagang seperti: Thiodan, Fanodan, Akodan, Termisidan dan lain-lain (Komisi Pestisida, 1990). Endosulfan ini berbentuk pekatan berwarna coklat yang dapat diemulsikan dalam air. Endosulfan mempunyai kelarutan yang rendah dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik. Endosulfan merupakan campuran dua isomer yaitu isomer alfa dan isomer beta. Waktu paruh endosulfan dalam air lebih kurang 4 hari, tetapi kondisi pH yang rendah akan memperpanjang waktu paruhnya. Dalam air endosulfan dapat didegradasi membentuk endosulfan alkohol yang dapat mematikan ikan. Di dalam tanah isomer alfa lebih cepat hilang dibanding isomer beta dan membentuk hasil degradasi berupa senyawa endosulfan sulfat (WHO, 1992 dalam Arianti, 2002). Pada ikan endosulfan didapatka n dalam bentuk alfa dan beta isomer serta endosulfan sulfat (Toledo dan Johnson, 1992). Endosulfan sulfat terdeteksi pada otak, insang, usus, ginjal, hati dan gonad. Kebanyakan biotransformasi dari alfa dan beta endosulfan terjadi di hati, dimana residu te rtinggi didapatkan (Nowak dan Akhmad, 1989). Struktur molekul senyawa endosulfan mempunyai bentuk heterosiklik yang secara
sintesis
dapat
diperoleh
melalui
reaksi
kondensasi
Diels-Alder
dari
heksaklopentadiena dan cis-2-buten-1.4-diol yang dilanjutkan tahap kedua yaitu pengubahan dari senyawa sulfit melalui persamaan reaksi dengan tionil klorida. Tahapan kondensasi Diels -Alder berlangsung pada perbedaan temperatur lebih dari 75oC, yaitu antara 125-250oC. Reaksi berlangsung dengan baik pada temperatur refluks dalam toluena 110 oC (Sittig, 1980).
13
Menurut Schoettger (1970) insektisida endosulfan termasuk senyawa kimia yang relatif persisten dalam lingkungan, seperti halnya insektisida toxaphene, aldrin, dieldrin dan endrin yang juga merupakan golongan klor-organik. Nama kimia endosulfan adalah 6,7,8,9,10,10-heksaklor-1,5,5a,6,9,9a -heksahidro-6,9,metano,2,4,3-benzo-dioksthiepin3-oksida, dan mempunyai rumus empiris C9H6 Cl6O3S dengan struktur kimia sebagai berikut:
Cl Cl Cl
S = O
Cl Cl
Gambar 3.
Cl Struktur kimia endosulfan (Schoettger, 1970)
Endosulfan dapat diserap melalui pencernaan, pernafasan dan kontak dengan kulit. Penambahan melalui oral atau parenteral akan cepat dikeluarkan melalui feces dan urine. Tanda-tanda hewan keracunan endosulfan dalan konsentrasi akut adalah neorogikal, hiperaktif dan kejang otot sampai akhirnya mati (UNEP, ILO, WHO, 1992). Keracunan endosulfan dapat menyebabkan terjadinya penghambatan (Na + = K+) ATP -ase terutama pada mitokondria akson sinaptik dan sedikit pada endoplasmik retikulum. Penghambatan ATP -ase berkaitan dengan Ca++ yang menyebabkan peningkatan pelepasan neurotransmiter (Tarumingkeng, 1992). Selanjutnya ADB (1987) menyatakan bahwa endosulfan dapat menimbulkan rangsangan pada sistim syaraf pusat dan menyebabkan terjadinya kejang. Karena sangat berbahaya bagi ikan, penggunaan endosulfan dibatasi, bahkan dibeberapa negara dilarang. Di Indonesia
14
penggunaan insektisida endosulfan sudah dilarang sejak tahun 1996 melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 473/KPTS/TP270/6/96, tetapi pada kenyataannya masih banyak digunakan oleh petani karena insektisida ini efektif mengendalikan hama sasaran, harganya murah dan mudah didapatkan (Sulaksono, 2001).
Penyerapan dan Eliminasi Masalah kompleks dari toksisitas pestisida adalah akumulasi dalam berbagai organisme akuatik karena ketika pestisida masuk ke dalam air maka secara cepat diabsorpsi oleh sedimen, plankton, alga, avertebra ta, vegetasi dan ikan. Laju penyerapan oleh invertebrata air dapat dihubungkan dengan aktivitas metabolisme, bobot tubuh, luas permukaan atau melalui tingkat trofik dalam rantai makanan (Edwards, 1976). Bioakumulasi adalah proses pengambilan bahan kimia dari lingkungan melalui beberapa atau semua jalur yang memungkinkan (melalui respirasi, pakan, kulit) dari beberapa sumber dalam lingkungan akuatik (air, suspensi, koloid atau partikulat organik karbon, sedimen, organisme lain) dimana bahan kimia tersebut berada. Sedangkan eliminasi merupakan proses pengurangan atau kehilangan suatu bahan aktif dari suatu organisme melalui mekanisme perpindahan aktif atau pasif termasuk difusi dan transformasi metabolik (Specie et al., 1997 dalam Pong-Masak, 2003). Respon farmakodinamik oleh organisme dapat menyerap suatu zat asing merupakan suatu fungsi konsentrasi steady-state dari bahan aktif secara biologi pada jaringan sasaran yang diperkirakan dalam keseimbangan dengan sirkulasi secara teratur. Perubahan konsentrasi secara teratur ditetapkan melalui laju absorpsi relatif dan eliminasi, dimana laju absorpsi dipengaruhi oleh jalur pengambilan (Wallace, 1992).
15
Biokonsentrasi merupakan suatu bagian dari akumulasi dimana bahan terlarut secara selektif diambil dari air dan dikonsentrasikan ke dalam jaringan. Secara khusus biokonsentrasi diaplikasikan pada konsentrasi suatu mineral dari air ke dalam ikan (Manahan, 1992). Rasio antara konsentrasi dalam jaringan organisme dengan konsentrasi dalam air dikenal dengan bioconcentration factor (BCF) yang merupakan suatu istilah untuk menggambarkan kadar suatu bahan kimia yang dapat terkonsentrasi dalam suatu jaringan organisme pada suatu lingkungan perairan sebagai hasil pemaparan bahan kimia tersebut dalam air. Nilai BCF pada kondisi steady state selama fase penyerapan adalah tingkat konsentrasi dalam satu atau beberapa jaringan organisme perairan yang terpapar dibagi dengan rata -rata konsentrasi bahan kimia dalam air selama pengujian (Rand dan Petrocelli, 1985). Sedangkan keadaan staedy state adalah suatu kondisi dimana jumlah bahan uji yang diserap dan didepurasi persatuan waktu seimbang pada suatu konsentrasi bahan yang diberikan dalam air (Negel dan Loskill, 1991).
Pertumbuhan Pertumbuhan ikan merupakan suatu pola kejadian yang kompleks dan melibatkan banyak faktor yang berbeda (Aziz, 1989). Proses pertumbuhan ikan pada mulanya berlangsung lambat, kemudian cepat dan akhirnya lambat kembali. Pertumbuhan yang demikian disebut pertumbuhan autocatalytic. Dengan demikian ikan muda akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibanding dengan ikan tua. Ikan tua tetap mengalami pertumbuhan, walaupun pertumbuhannya berlangsung secara lambat (Effendi, 1978).
16
Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang sukar dikontrol, antara lain meliputi: faktor keturunan (genetik), seks, umur, serta daya tahan terhadap penyakit dan parasit. Faktor eksternal adalah faktor luar yang meliputi: kompetisi pada populasi, makanan, tingkatan trofik, energi matahari, dan keadaan fisika kimia lingkungan (Effendi, 1979). Tekanan lingkungan yang disebabkan oleh pengaruh pestisida yang bersifat subletal juga merupakan faktor eksternal yang akan menyebabkan direduksinya pertumbuhan ikan (Schmittou, 1991).
Darah Ikan Darah ikan terdiri dari cairan plasma dan sel-sel darah yang terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit). Darah pada ikan berfungsi untuk mengedarkan zat makanan hasil pencernaan dan O2 ke sel-sel tubuh serta membawa hormon dan enzim ke organ yang memerlukannya (Lagler et al., 1977). Menurut Bond (1979), darah pada ikan berfungsi membawa ion-ion anorganik (Na + , Mg2+, Cl-) dan senyawa organik seperti hormon, vitamin dan beberapa protein plasma. Beberapa parameter yang dapat memperlihatkan perubahan pada darah adalah kadar hematokrit (Ht), kadar hemoglobin (Hb), jumlah sel darah putih (leukosit) dan jumlah sel darah merah (eritrosit) (Lagler et al., 1977)
Hematokrit (Ht) Parameter yang berpengaruh terhadap pengukuran volume eritrosit adalah hematokrit, yaitu persentase volume eritrosit di dalam darah atau merupakan
17
perbandingan antara volume sel darah merah dengan plasma darah (Bond, 1979). Kadar hematokrit dalam darah ikan dapat digunakan untuk me ndeteksi terjadinya anemia pada ikan. Apabila ikan terserang penyakit atau kehilangan nafsu makan karena sebab-sebab yang tidak jelas, kadar hematokrit akan menurun (Snieszko et al., 1974). Kadar hematokrit tidak selalu tetap nilainya (Randall, 1970). Pada ikan kadar hematokrit berkisar antara 5-60% (Snieszko et al., 1960) dan bila berada di bawah 30% menunjukkan defisiensi eritrosit (Bond, 1979). Sedangkan menurut Peter dan Cech (1990) dalam Affandi dan Tang (2002) kadar hematokrit dalam darah ikan mas pada kondisi normal adalah sebanyak 27,1%.
Hemoglobin (Hb) Sel darah merah mengandung hemoglobin. Molekul hemoglobin merupakan suatu protein dalam eritrosit yang terdiri atas protoporfirin, globin dan besi (Fe) bervalensi dua. Menurut Lagler et.al. (1977) , hemoglobin berperan dalam proses pengangkutan oksigen dalam darah dan kadar hemoglobin dalam darah ikan berkaitan dengan jumlah eritrosit. Menurut Lucky (1977) kadar hemoglobin dalam darah ikan teleostei berkisar antara 37% hingga 70% dan 100% Hb setara dengan 14 gram dalam 100 ml darah. Dalam keadaan sakit akut kadar Hb pada ikan akan turun hingga 27%. Angka (1990) memperoleh kadar hemoglobin (gram) per 100 cc volume darah pada ikan mas dewasa adalah 8,61/0,43 sampai 10,86/0,43 (gram per 100 cc volume darah), sedangkan Peter dan Cech (1990) dalam Affandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa kadar Hb dalam darah ikan mas adalah 6,40.
18
Sel darah merah (Eritrosit) Sel darah merah ikan mempunyai inti, berfungsi untuk mengikat oksigen. Eritrosit berwarna merah kekuningan, bentuknya lonjong, kecil dan berukuran sekitar 736 mikron (Lagler et al., 1977). Eritrosit yang matang berbentuk oval hingga bundar, inti yang kecil dengan sitoplasma dalam jumlah yang besar (Chinabut et al., 1991). Darah ikan sebagian besar terdiri dari sel-sel darah merah yang jumlahnya diperkirakan mencapai 4 juta sel/mm3. Sel darah merah ikan memiliki inti sel yang ukurannya bervariasi antar spesies. Sel darah merah tersebut banyak mengandung hemoglobin dan berfungsi membawa oksigen dari insang ke berbagai jaringan (Moyle dan Cech, 1988). Eritrosit yang sudah matang adalah sel berbentuk ellips berukuran panjang 13-16 mikron dan lebar 7 – 10 mikron. Pada ulasan pewarnaan Leischman-Giemsa, eritrosit ini mempunyai sitoplasma yang homogen. Inti terletak di tengah-tengah, juga membentuk ellips, berwarna merah keunguan dan mempunyai kromatin yang kompak (Affandi dan Tang, 2002). Volume sel darah merah dalam 100 cc volume darah pada ikan mas dewasa berkisar antara 30,92 K 0,43% dan 37,4 K 1,67 % dan jumlah sel darah merah per 1 cc darah ikan mas (1,61 K 0,06) x 106 sel sampai (2,04 K 0,09) x 106 sel (Angka, 1990). Menurut Peter dan Cech (1990) dalam Affandi dan Tang (2002), eritrosit yang terdapat dalam darah ikan mas dalam kondisi normal jumlahnya adalah 1,43 sel x 106/mm 3
Sel darah putih (Leukosit) Sel darah putih pada ikan tidak berwarna dengan jumlah berkisar antara 20.000 – 150.000 butir, dan dibedakan menjadi dua golongan yaitu agranulosit dan granulosit.
19
Agranulosit digolongkan menjadi limfosit, monosit dan trombosit, sedangkan granulosit dibagi menjadi basofil, eoseonofil dan neutrofil (Affandi dan Tang, 2002). Limfosit banyak terlihat apabila ada reaksi immunitas dengan perantaraan sel, monosit bersama -sama dengan makrofage jaringan setempat menghancurkan sisa-sisa jaringan yang mati dan penyebab penyakit sedangkan trombosit dapat menghasilkan tromboplastin yaitu sejenis enzim yang membuat polimer dan fibrinogen yang berperan dalam pembekuan darah. Neutrofil dapat meninggalkan pembuluh darah, mengandung vakuola yang berisi enzim yang digunakan oleh sel tersebut untuk menghancurkan organisme yang dimakannya (Robert, 1978). Sel-sel neutrofil nampaknya mempunyai fungsi fagositik atau sebagai sel fagosit, namun beberapa laporan menunjukkan bahwa fagositosis mungkin bukan merupakan fungsi utama (Affandi dan Tang, 2002).
Kualitas air Suhu sangat penting karena tidak hanya mempengaruhi aktivitas metabolik dan tingkah laku organisme dan pemaparan polutan (bahan pencemar) tetapi juga dapat mengubah keadaan fisik dan kimia dari polutan. Secara umum toksisitas dari polutan akan meningkat dengan peningkatan suhu (Mason, 1992). Suhu berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap faktor -faktor seperti aktivitas enzim, tingkat metabolisme maupun kadar oksigen. Tingkat penyerapan racun dapat lebih tinggi dengan adanya kenaikan suhu (Macek et al., 1969 dalam Arianti, 2002). Bahan polutan cenderung lebih beracun pada air dengan tingkat kesadahan rendah (soft) dengan nilai pH yang stabil, sedangkan kesadahan yang tinggi cenderung menurunkan toksisitas dari polutan dalam tiap nilai pH (Mason, 1992).
20
Toksisitas pestisida dalam air terhadap ikan akan meningkat dengan berkurangnya konsentrasi oksigen. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tingkat respirasi sehingga racun yang terekspos terhadap tubuh ikan akan semakin besar (Mason, 1992). Penurunan konsentrasi oksigen dan peningkatan konsentrasi CO2 dapat menyebabkan stress pada ikan sehingga ketahanan ikan terhadap insektisida akan turun, dengan demikian akan mempengaruhi toksisitas insektisida terhadap ikan (Arianti, 2002). Keberadaan amonia akan dapat mereduksi masukan oksigen ke dalam tubuh ikan yang disebabkan oleh rusaknya insang (Boyd, 1990). Selanjutnya menurut Arianti (2002), rendahnya oksigen terlarut dalam tubuh ikan akan meningkatkan toksisitas insektisida terhadap ikan.
21
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama enam bulan, dimulai dari bulan April hingga September 2004, bertempat di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya & Toksikologi, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar – Bogor; Laboratorium Kesehatan Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB (analisis darah); dan Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan (analisis residu pestisida)
Bahan dan Alat Bahan yang dipergunakan selama penelitian adalah sebagai berikut: a. Benih ikan mas yang berasal dari hasil pemijahan secara terkontrol dengan ukuran panjang total 3,65 ± 0,247 cm dengan bobot tubuh 0,81 ± 0,098 g/ekor. b. Insektisida Akodan 35 EC dengan kandungan bahan aktif endosulfan 350 g/liter. c. Pakan ikan, berupa pellet komersil dengan kandungan protein 43,96%. d. Aceton p.a sebagai pelarut dan KMnO4 (PK) 20 mg/l sebagai desinfektan pada wadah pengujian sebelum penelitian dilaksanakan. e. Bahan kimia untuk analisis residu pestisida, darah dan kualitas air. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi: a. Wadah pengujian berupa akuarium kaca yang terdiri dari: 28 unit berukuran 40 x 20 x 20 cm dan 16 unit berukuran 70 x 50 x 60 cm yang masing-masing dilengkapi dengan wadah/tandon pergantian air. b. Blower yang digunakan untuk airasi media uji.
22
c. Peralatan untuk pembuatan berbagai konsentrasi perlakuan: gelas ukur, pipet, labu takar dan bulp. d. Peralatan untuk perhitungan dan pengamatan parameter darah: jarum suntik, tabung dan sentrifius mikrohematokrit, skala hematokrit, hemometer, hemositometer, pipet, gelas objek dan penutup, mikroskop. f.
Timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram.
g. Peralatan pengukur parameter kualitas air: termometer, pH meter, DO meter.
Persiapan Penelitian Wadah dan media Sebelum penelitian berlangsung, wadah uji didesinfeksi dengan cara direndam dalam larutan PK pada konsentrasi 20 mg/l selama 24 jam (Angka, 1990). Wadah uji disusun secara paralel dalam rak-rak dan dilengkapi dengan penampungan air. Selama penelitian berlangsung media uji diberi airasi sehingga kadar oksigen terlarut tidak pernah di bawah nilai 60-70 persen saturasi. Karakteristik fisika -kimia media uji selama penelitian harus berada pada ambang kondisi yang baik bagi ikan uji dengan beberapa ketentuan sebagai berikut: fluktuasi suhu air tidak lebih dari 2 oC, kadar CO 2 bebas ≤ 10 mg/l, ammonia ≤ 1 mg/l, kesadahan total ≥ 15 mg/l (CaCO3 ) dan alkalinitas berkisar antara 50-200 mg/l.
Ikan uji. Ikan uji berasal dari induk yang sama atau satu pendederan, berukuran seragam dengan ketentuan ukuran individu ikan terbesar maksimal ≤ 1,5 kali ukuran individu
23
terkecil. Sebelum digunakan dalam penelitian, ikan uji terlebih dahulu diaklimatisasi selama 12 hari dalam kondisi laboratorium dan mortalitas ikan uji selama aklimatisasi harus ≤ 10% dari jumlah populasi.
Media uji Media uji yang digunakan adalah formulasi insektisida endosulfan, yaitu Akodan 35 EC, dengan konsentrasi tertentu di dalam air. Untuk mencapai konsentrasi perlakuan dilakukan pengenceran secara bertahap.
Pelaksanaan Penelitian Uji stabilitas endosulfan dalam air Pengujian bertujuan untuk mengetahui tingkat kestabilan konsentrasi insektisida endosulfan dalam air. Pe nurunan tingkat konsentrasi endosulfan akan dijadikan acuan untuk menentukan presentase dan interval waktu pergantian air bagi kestabilan konsentrasi perlakuan pada tahap pengujian selanjutnya. Insektisida endosulfan dianggap stabil sampai laju penurunan tingkat konsentrasi bahan kimia tersebut mencapai ≤ 20% dari konsentrasi awal (Koesoemadinata, 2003). Pengujian dilakukan dengan mengaplikasikan tingkat konsentrasi sebesar nilai LC 50-96 jam dengan dua kali ulangan. Penentuan konsentrasi larutan uji dite ntukan dengan mengacu pada rumus pengenceran sebagai berikut: V1. N1 = V2.N2
………………………………………
(1)
keterangan : N1 = konsentrasi endosulfan dalam larutan stok N2 = konsentrasi endosulfan yang diinginkan dalam media air
24
V1 = volume larutan stok yang akan diambil V2 = volume media air penelitian yang diinginkan Larutan endosulfan disebar merata pada permukaan air kemudian diaduk merata menggunakan pengaduk kaca. Selama uji stabilitas tidak dilakukan pergantian air dan pengambilan sampel (150 ml) dilakukan pada jam ke: 0 (sesaat setelah aplikasi), 24, 48, 72 dan 96 setelah aplikasi. Sampel dibawa ke laboratorium dalam kondisi dingin menggunakan cool box untuk kemudian diekstraksi sesuai dengan prosedur (Lampiran 1). Hasil akstraksi dipekatkan da lam 10 ml aceton p.a. dilanjutkan dengan identifikasi menggunakan gas kromatografi (GC) dan perhitungan konsentrasi (persamaan 4).
Bioakumulasi endosulfan Untuk mengetahui potensi akumulasi insektisida endosulfan dalam tubuh ikan mas ditentukan melalui be berapa tahap pengujian sebagai berikut:
Uji toksisitas letal Penelitian toksisitas letal meliputi percobaan untuk mencari nilai LC 50 dari insektisida endosulfan terhadap ikan mas yang ditentukan dengan metode uji hayati (bioassay) melalui dua tahap (Busvine, 1971): Pertama, uji pendahuluan untuk menentukan ambang daya racun letal insektisida terhadap ikan mas dengan cara “Critical Range” yaitu menentukan konsentrasi ambang atas (LC100 -24 jam) dan ambang bawah (LC0 -48 jam); Kedua: uji lanjutan yaitu untuk menentukan Median Lethal Concentration (LC50) yang besarnya berada antara nilai ambang atas dan ambang bawah yang dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut:
25
log (N/n) = k log (a/n)
………………………………
a/n = b/a = c/b = d/c = e/d = f/e = g/f = N/g
…………
(2) (3)
keterangan : N = konsentrasi ambang atas n = konsentrasi ambang bawah K = jumlah konsentrasi yang diuji (7) a, b, c, d, e, f, dan g adalah konsentrasi yang diuji dengan nilai a sebagai konsentrasi terkecil Konsentrasi-konsentrasi bahan uji tidak diverifikasi secara analisis kimia dan nilai-nilai LC50 ditentukan berdasarkan konsentrasi nominal insektisida endosulfan dalam wadah-wadah penelitian. Wadah yang digunakan dalam uji toksisitas letal berupa 28 unit akuarium kaca yang berukura n 40 x 20 x 20 cm. Masing-masing akuarium dilengkapi saluran pemasukan dan pengeluaran serta penampungan air pengganti. Banyaknya ikan uji pada setiap wadah penelitian berjumlah 10 ekor dengan waktu pemaparan selama 24, 48, 72 dan 96 jam dengan fariabel ya ng diukur adalah mortalitas ikan. Pada setiap konsentrasi pengujian dilakukan pengukuran terhadap sifat fisika-kimia media uji, yaitu pada awal pengujian (0 jam), pertengahan (48 jam) dan akhir pengujian (96 jam). Pengujian diulang apabila tingkat mortalitas ikan uji dalam kontrol > 10% (Komisi Pestisida, 1983)
Uji bioakumulasi Pengujian menggunakan wadah berupa 16 unit akuarium kaca berukuran 70 x 50 x 60 cm (p x l x t) yang masing-masing dilengkapi airasi dan diisi media uji sebanyak 40 liter. Setiap 3 akuarium dengan konsentrasi perlakuan yang sama dilengkapi dengan
26
wadah/tandon untuk membuat larutan uji sehingga lebih menjamin homogenitas larutan dan mempermudah saat pergantian air. Ikan uji ditebar sebanyak 20 ekor untuk setiap wadah (kepadatan: 1 ekor/2 liter) dan diberi pakan sampai kenyang (at-satiation). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan cara mengaplikasikan 4 deret konsentrasi insektisida endosulfan dalam media uji sebagai perlakuan, yaitu 0% (kontrol), 10, 30, da n 50% dari nilai LC50-96 jam yang masingmasing diulang sebanyak 3 kali. Pengambilan sample ikan sebanyak 30 g dan air (100 ml) untuk keperluan analisis residu dilakukan pada jam ke: 0 (awal), 4, 12, 24, 48, 96, 144, 192 dan 264 setelah pemaparan. Sample ikan ditempatkan dalam kantung plastik sedangkan sample air dimasukkan dalam botol, kemudian diekstraksi dan diidentifikasi di laboratorium dengan menggunakan GC. Kandungan residu endosulfan dalam sample ikan dan air yang teridentifikasi kemudian dihitung menggunakan persamaan 4. Setelah konsentrasi endosulfan dalam tubuh ikan mencapai kondisi stabil (steady state) untuk setiap perlakuan, maka konsentrasi tersebut digunakan sebagai dasar perlakuan berikutnya, dan pada saat itu pula dihitung nilai biokonse ntrasi faktor (persamaan 5 sampai 7).
Uji bioeliminasi Uji bioeliminasi dilakukan setelah penyerapan endosulfan dalam tubuh ikan uji mencapai konsentrasi stabil yang diketahui dari hasil uji bioakumulasi. Sebanyak 20 ekor ikan uji dipindahkan ke dalam akuarium berisi 40 liter air tanpa bahan uji (clean water). Selanjutnya, pengambilan sample ikan dilakukan pada hari ke-5, 10 dan 15
27
setelah pemeliharaan sebanyak 30 gr dan dianalisis seperti prosedur pada uji bioakumulasi sampai identifikasi (persamaan 4). Selama pemaparan ikan uji diberi makan secara at-satiation dan dilakukan pergantian air sebanyak 100% setiap 24 jam. Pengamatan sifat fisika -kimia air (suhu, pH, O 2 terlarut, CO2 bebas dan amonia) dilakuan setiap kali pengambilan sample.
Bioakumulasi terhadap pertumbuhan Pengujian dilakukan dengan metode uji hayati penggantian media uji (renewal test) yaitu melakukan pergantian air pemeliharaan setiap 24 jam dengan konsentrasi endosulfan yang sama untuk masing-masing perlakuan. Cara seperti ini menurut Yudha (1999) dan Koesoemadinata (2000) dapat dilakukan agar konsentrasi insektisida endosulfan dalam wadah pengujian relatif konstan. Sebagai perlakuan digunakan 4 konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan dalam tubuh ikan mas yang besarnya diketa hui berdasarkan hasil uji bioakumulasi, yaitu sebesar 0,00 (kontrol); 2,04; 3,58; dan 4,24 µg/kg. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali dan masing-masing perlakuan mempunyai satu wadah cadangan. Jumlah ikan uji ditebar dengan kepadatan 20 ekor setiap wadah (40 liter air) dengan waktu pemaparan selama 84 hari (12 minggu). Parameter pertumbuhan yang diukur adalah bobot biomas ikan uji yang dilakukan seminggu sekali. Pengaruh lanjut bioakumulasi endosulfan terhadap pertumbuhan ikan mas diukur melalui pende katan laju pertumbuhan individu harian selama 84 hari (persamaan 8). Parameter lain yang diukur adalah efisiensi pakan dari ikan uji pada setiap perlakuan dan dinyatakan dalam persen (%).
28
Selama penelitian hewan uji diberi makanan secara at satiation menggunakan pakan berupa pelet dengan kadar protein 43,96%. Pengukuran parameter fisika -kimia air dilakukan setiap minggu sebelum pengukuran bobot dilakukan yang meliputi: suhu air, pH, O2 terlarut, CO2 bebas dan amonia.
Bioakumulasi terhadap kondisi hematologis. Ikan mas yang telah dipaparkan dalam setiap perlakuan pada uji bioakumulasi terhadap pertumbuhan, masing-masing diambil darahnya untuk dilakukan pengamatan dan pengukuran terhadap parameter hematologis. Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan jarum suntik steril pada bagian vena caudalis. Sebelum digunakan, jarum suntik dibasahi dengan Na -sitrat 3,8% yang berfungsi sebagai anti koagulan. Terhadap darah ikan yang diperoleh dari masingmasing perlakuan dilakukan pengukuran parameter hematologis, meliputi kadar hematokrit, hemoglobin, serta jumlah sel darah merah dan sel darah putih.
Kadar hematokrit (Ht) Darah ikan dihisap dengan menggunakan tabung mikrohematokrit yang berlapis heparin yang dapat mencegah pembekuan darah dalam tabung, sampa i volume darah mencapai ¾ bagian tabung kemudian salah satu ujung tabung disumbat dengan critosea untuk selanjutnya disentrifus dengan kecepatan 8000 rpm selama 5 menit. Pengukuran kadar hematokrit dilakukan dengan membandingkan volume benda darah terhada p volume seluruh darah dengan menggunakan skala hematokrit dan dinyatakan dalam persentase hematokrit (% Ht).
29
Kadar hemoglobin (Hb) Pengukuran kadar hemoglobin pada prinsipnya adalah mengkonversikan hemoglobin dalam darah ke dalam bentuk asam hematin oleh asam klorida. Mula-mula darah dihisap menggunakan pipet sahli hingga mencapai skala 20 mm 3 , kemudian dipindahkan ke dalam tabung Hb yang berisi HCl 0,1 N sampai skala 10 (kuning). Didiamkan selama 3-5 menit agar Hb bereaksi dengan HCl membentuk asam hematin, kemudian diaduk dan ditambah akuades (sedikit demi sedikit) hingga warnanya sama dengan standar. Pembacaan skala dilakukan dengan melihat tinggi permukaan larutan yang dikocok dengan skala lajur g% yang menunjukkan banyaknya Hb dalam gram setiap 100 ml darah dan dinyatakan dalam persentase (% Hb) (Hesser, 1960 dalam Yudha, 1999).
Jumlah sel darah merah (eritrosit) Sample darah diencerkan dengan larutan Hayem untuk menghancurkan sel darah putih agar jumlah sel darah merah dapat dihitung. Pengenceran dilakukan dengan menggunakan pipet pencampur berskala maksimum 11 yang dilengkapi pengaduk. Darah dihisap dengan pipet hingga skala 1, kemudian dihisap larutan Hayem hingga skala 11 menggunakan pipet yang sama. Pipet digoyang selama 15 menit agar darah tercampur secara merata, sedangkan larutan pada ujung pipet yang tidak tercampur segera dibuang. Darah yang teraduk diteteskan ke dalam hemositometer yang dilengkapi gelas penutup hingga memenuhi seluruh permukaan yang berskala, selanjutnya dilakukan penghitungan dibawah mikroskop.
30
Jumlah sel darah putih (leukosit) Sample darah diencerkan dengan larutan Turks untuk menghancurkan sel darah merah
agar jumlah sel darah putih dapat dihitung. Untuk mengencerkan leukosit
digunakan pipet berskala maksimal 11 yang dilengkapi pengaduk. Mula-mula darah dihisap hingga skala 1, kemudian dilanjutkan dengan menghisap larutan Turks hingga skala 11. Pencampuran dilakukan dengan mengaduk pipet selama 15 menit hingga benar-benar homogen. Setelah pencampuran selesai, setetes campuran dimasukkan ke dalam permukaan hitung pada hemositometer kemudian ditutup dengan gelas penutup dan dilakukan penghitungan leukosit secara mikroskopis.
Analisis Data Data komulatif mortalitas ikan mas pada uji definitif dianalisis menggunakan analisis probit (Wallace, 1982) dengan bantuan program “probit analysis” untuk menentukan nilai LC50 pada waktu pemaparan 24, 48, 72 dan 96 jam. Data uji biokonsentrasi dan bioeliminasi dianalisis dengan mengacu pada petunjuk Spacie dan Hamelink dalam Ra nd dan Petrocelli (1985), sedangkan data sifat fisika-kimia air dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui kelayakannya sebagai media uji. Kandungan konsentrasi endosulfan dalam sample (air dan daging ikan) dihitung berdasarkan petunjuk Komisi Pestisida (1990) sebagai berikut:
(µg/kg) residu
=
C D F A x ---- x ---- x ---B E G
………….. (4)
31
keterangan: A B C D E F G
= = = = = = =
konsentrasi larutan standar (µg/ml) luas puncak standar (mm) lebar puncak sample (mm) volume larutan standar yang diinjeksi (µl) volume larutan sample yang diinjeksi (µl) volume pengenceran (ml) bobot awal sample analitik (g)
Nilai biokonsentrasi faktor (BCF) dihitung berdasarkan laju bioakumulasi dan bioeliminasi pada kondisi stabil (steady state) dengan rumus persamaan Montanes dan Hattum (1995) sebagai berikut: Ku
=
KdC f/Cw ………………………………….
(5)
Kd
=
ln Cf1 – ln Cf2/t1 – t2
…..………………..
(6)
BCF
=
Ku/Kd
…………………………………..
(7)
Ku Kd C f1
= = =
C f2
=
Cw
=
t BCF
= =
laju penyerapan (µg/l/jam) laju eliminasi (µg/l/jam) konsentrasi endosulfan dalam tubuh ikan pada awal pengamatan (µg/kg) konsentrasi endosulfan dalam tubuh ikan pada waktu t pengamatan (µg/kg) konsentrasi rataan endosulfan dalam air selama penyerapan (µg/l) waktu pengamatan (jam) Biokonsentrasi Faktor
keterangan:
Pertumbuhan individu ikan mas selama waktu pemaparan dalam uji bioakumulasi dihitung berdasarkan model laju pertumbuhan harian individu dengan rumus menurut Ricker (1975): G
= (ln Wt – ln W0)/∆ ∆t x 100%
G Wt
= laju pertumbuhan harian individu (%) = bobot rata-rata individu pada akhir pengamatan (g)
…………
(8)
keterangan:
32
W0 ∆t
= bobot rata-rata individu pada awal pengamatan (g) = waktu pemaparan (hari)
Efisiensi pakan ikan dari masing-masing perlakuan dihitung berdasarkan rumus NRC (1983) sebagai berikut: (Wt + D) – W0 FE
=
x 100%
…….………
(9)
F keterangan: FE W0 Wt D F
= = = = =
efisiensi pakan (%) rata-rata berat biomas ikan pada awal penelitian (g) rata-rata berat biomas ikan pada akhir penelitian (g) jumlah bobot ikan yang mati (g) jumlah pakan yang dikonsumsi (g)
Terhadap data laju pertumbuhan harian individu dan pertumbuhan populasi serta konsums i pakan harian dilakukan analisis statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap masing-masing parameter. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan digunakan analisis varian (anova) rancangan acak lengkap terhadap koefisiensi pertumbuhan dan konsumsi pakan (Steel dan Torrie, 1989). Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap setiap parameter hematologis dilakukan analisis ragam terhadap data Ht (%), jumlah Hb (g/100 ml), jumlah eritrosit (sel/ml) dan jumlah leukosit (sel/ml). Jika hasil Anova menunjukkan beda nyata maka dilanjutkan dengan uji Tukey untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan.
33
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian Uji stabilitas endosulfan dalam air Dari hasil pengukuran residu endosulfan dalam air yang diberikan perlakuan konsentrasi 2,42 µg/l (LC50-96 jam) menunjukkan bahwa laju peluruhan endosulfan dalam air relatif lambat, dimana dalam waktu pemaparan 96 jam prosentase peluruhan baru mencapai 62,8% (Gambar 4).
80
Laju peluruhan (%)
70 y = 0,6925x + 4,18 2 R = 0.9499
60 50 40 30
Endosulfan
20
Linear (Endosulfan)
10 0 0
24
48
72
96
Waktu pemaparan (jam)
Gambar 4. Prosentase peluruhan konsentrasi endosulfan dalam air pada setiap waktu pemaparan.
Dapat diketahui bahwa rata -rata peluruhan endosulfan dalam air setelah 24 jam adalah sebesar 19,44% dan setelah 72 jam mencapai 58,32%. Sedangkan nilai rata-rata laju peluruhan endosulfan dalam air adalah 0,81% per jam, dengan laju peluruhan konsentrasi aktual dalam air sebesar 0,0158 µg/l /jam.
34
Toksisitas letal: Nilai LC 50 Respon ikan mas terhadap deret konsentrasi endosulfan menunjukkan kepekaan mortalitas yang cukup tinggi.
Berdasarkan percobaan pendahuluan diketahui nilai
ambang bawah (LC 0-48 jam) adalah 1 µg/l, yaitu konsentrasi tertinggi insektisida endosulfan yang tidak mematikan ikan mas dalam waktu 48 jam. Sedangkan nilai ambang atas (LC100 -24 jam) adalah 10 µg/l, yaitu konsentrasi terendah insektisida endosulfan yang dapat mematikan 100% ikan mas dalam waktu 24 jam (Lampiran 3). Dari nilai kisaran tersebut dan melalui perhitungan dengan menggunakan persamaan (1), maka uji definitif dilakukan pada konsentrasi insektisida endosulfan sebesar: 1,4; 1,9; 2,7; 3,7; 5,2; dan 7,2 µg/l serta kontrol yaitu ikan mas yang dipelihara tanpa insektisida endosulfan sebagai pembanding. Pengamatan gejala klinis yang timbul dan pencatatan terhadap mortalitas ikan dilakukan pada waktu 2, 4, 6, 8, 12, 24, 48, 72 dan 96 jam setelah aplikasi. Setelah waktu pemaparan 12 jam ikan mas pada beberapa konsentrasi perlakuan mulai mengalami kematian, hingga jam ke -72 ikan uji pada perlakuan konsentrasi 7,2 µg/l telah mati 100% yang diikuti oleh perlakuan lain dengan prosentase kematian yang lebih rendah. Mortalitas ikan mas semakin meningkat dengan bertambahnya konsentrasi perlakuan dan waktu pemaparan. Pada kontrol tidak terlihat gejala klinis akibat keracunan dan tidak ditemukan ikan yang mati sampai waktu pemaparan 96 jam, hal ini menunjukkan bahwa media pemeliharaan (air) dan vitalitas ikan mas selama pengujian dalam kondisi yang baik (Lampiran 4).
35
Tabel 2.
Nilai LC50 insektisida endosulfan terhadap ikan mas pada setiap waktu pemaparan
Waktu pemaparan (jam)
Nilai LC 50 (µ µg/l)
24 48 72 96
5,29 (4,79 – 3,48 (3,09 – 2,78 (2,58 – 2,42 (2,20 –
Persamaan garis probit
5,83) 3,90) 2,98) 2,65)
y = 6,07 x y = 4,36 x y = 5,99 x y = 5,49 x
– – – –
5,47 1,73 3,66 2,61
Data mortalitas komulatif ikan mas pada uji definitif, selanjutnya dianalisis menggunakan analisis probit (Wallace, 1982) dengan bantuan program “probit analysis” untuk menentukan nilai LC 50 pada waktu pemaparan 24, 48, 72 dan 96 jam. Hasil analisis (Lampiran 5, 6, 7 dan 8) menunjukkan bahwa nilai LC 50 pada waktu pemaparan 24, 48, 72 dan 96 jam berturut-turut adalah: 5,29; 3,48; 2,78 dan 2,42 µg/l (Tabel 2). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu pemaparan akan semakin rendah nilai LC50 insektisida endosulfan terhadap ikan mas.
Konsentrasi endosulfan (µg/l)
6
LC50 5 4 3 2 1 0 24
48
72
96
Waktu pemaparan (jam)
Gambar 5. Nilai LC50 insektisida endosulfan terhadap ikan mas untuk setiap waktu pemaparan.
36
Uji bioakumulasi endosulfan Bioakumulasi adalah proses pengambilan (penyerapan) bahan kimia dari lingkungan melalui beberapa atau semua jalur yang memungkinkan (melalui respirasi, pakan, kulit) dari beberapa sumber dalam lingkungan akuatik (air, suspensi, koloid atau partikulat organik karbon, sedimen, organisme lain) dimana bahan kimia tersebut berada (Specie et al., 1997). Laju penyerapan insektisida endosulfan ke dalam tubuh ikan dan konsentrasi endosulfan dalam air pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6, 7 dan 8.
Konsentrasi endosulfan
6
Dalam ikan (ug/kg) Dalam air (ug/l)
5 4 3 2 1 0 0
4
12
24
48
96
144
192
264
Waktu pemaparan (jam)
Konsentrasi endosulfan
Gambar 6. Penyerapan endosulfan ke dalam tubuh ikan mas yang dipaparkan dalam larutan endosulfan sebesar 10% x LC50-96 jam dengan konsentrasi aktual rata-rata dalam air sebesar 0,24 ( ± 0,013) µg/l. 6
Dalam ikan (ug/kg) Dalam air (ug/l)
5 4 3 2 1 0 0
4
12
24
48
96
144
192
264
Waktu pemaparan (jam)
Gambar 7. Penyerapan endosulfan ke dalam tubuh ikan mas yang dipaparkan dalam larutan endosulfan sebesar 30% x LC50-96 jam dengan konsentrasi aktual rata-rata dalam air sebesar 0,46 ( ± 0,088) µg/l.
37
Konsentrasi endosulfan
6 5 4 3
Dalan ikan (ug/kg) Dalam air (ug/l)
2 1 0 0
4
12
24
48
96
144
192
264
Waktu pemaparan (jam)
Gambar 8. Penyerapan endosulfan ke dalam tubuh ikan mas yang dipaparkan dalam larutan endosulfan sebesar 50% x LC50-96 jam dengan konsentrasi aktual rata-rata dalam air sebesar 0,91 ( ± 0,020) µg/l.
Estimasi laju penyerapan insektisida endosulfan ke dalam tubuh ikan mas pada masing-masing konsentrasi untuk setiap waktu pemaparan dapat diperoleh melalui persamaan garis seperti pada Tabel 3.
Tabel 3.
Model persamaan laju penyerapan insektisida endosulfan ke dalam tubuh ikan mas pada masing -masing konsentrasi perlakuan
Konsentrasi endosulfan dalam air (µg/l)
Model persamaan
Nilai r
0,24 0,72 1,20
y = 0,8070 ln (x) + 0,5911 y = 1,6236 ln (x) + 0,2917 y = 1,7332 ln (x) + 1,0425
0,8637 0,9747 0,8974
Berdasarkan determinasi residu endosulfan dalam tubuh ikan mas pada kondisi stabil (steady state) dengan nilai rata -rata residu endosulfan dalam air, maka dapat diketa hui biokonsentrasi faktor (BCF) dengan nilai yang semakin kecil dengan bertambahnya konsentrasi insektisida endosulfan dalam air (Tabel 4).
38
Tabel 4.
Laju penyerapan dan biokonsentrasi faktor insektisida endosulfan terhadap ikan mas pada masing-masing perlakuan
Perlakuan (µ µg/l)
Laju penyerapan (µ µg/l /jam)
RUmax (µ µg/l)
RAav (µ µg/l)
Biokonsentrasi faktor
0,24 0,72 1,20
0,79 ± 0,003 a 0,71 ± 0,026 b 0,43 ± 0,002 c
2,04 ± 0,010 3,58 ± 0,134 4,24 ± 0,014
0,24 ± 0,013 0,46 ± 0,088 0,90 ± 0,020
8,56 a 7,74 b 4,69 c
Keterangan: - Angka dalam kolom sama yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05). - RUmax = Konsentrasi residu maksimum dalam tubuh ikan pada keadaan tetap. - RAav = Rata-rata konsentrasi residu dalam air selama penelitian.
Nilai BCF paling besar diperoleh pada ikan mas yang dipaparkan dalam perlakuan konsentrasi endosulfan 0,24 µg/l yaitu sebesar 8,56; disusul oleh perlakuan 0,72 µg/l kemudian 1,20 µg/l dengan nilai masing-masing sebesar 7,74 dan 4,69. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa laju penyerapan dan nilai biokonsentrasi faktor endosulfan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) antar perlakuan (Lampiran 9). Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan konsentrasi endosulfan dalam air secara signifikan akan berpengaruh terhadap laju penyerapan dan biokonsentrasi faktor endosulfan pada ikan mas.
Uji bioeliminasi endosulfan Bioeliminasi merupakan proses pengurangan atau kehilangan suatu bahan aktif dari suatu organisme melalui mekanisme perpindahan aktif atau pasif termasuk difusi dan transformasi metabolik (Specie et al., 1997 dalam Pong-Masak, 2003). Laju eliminasi endosulfan dari dalam tubuh ikan dengan konsentrasi bioakumulasi 3,58 µg/kg dapat ditentukan berdasarkan persamaan y = 0,221x + 5,31 (r = 0,9526).
39
Diketa hui bahwa rata-rata peluruhan endosulfan dalam tubuh ikan mas setelah 120 jam adalah 32,12% dan setelah 360 jam mencapai 74,77% atau sebesar 0,24% per jam. 90
Laju eliminasi (%)
80 y = 0,221 x + 5,31 r = 0.9526
70 60 50 40
Endosulfan
30 20
Linear
10 0 0
120
240
360
Waktu eliminasi (jam)
Gambar 9. Eliminasi endosulfan dari tubuh ikan mas yang telah dipaparkan dalam larutan insektisida endosulfan sebesar 30% x LC50 -96 jam dengan konsentrasi rata-rata bioakumulasi sebesar 3,58 µg/kg.
Pertumbuhan ikan Untuk melihat pengaruh lanjut biakumulasi endosulfan terhadap pertumbuhan dilakukan dengan cara memaparka n ikan mas selama 12 minggu dalam larutan endosulfan dengan tingkat bioakumulasi yang berbeda, yaitu: 0,00 µg/kg sebagai kontrol; 2,04; 3,58; dan 4,24 µg/kg. Dari hasil sampling yang dilakukan seminggu sekali terlihat bahwa bobot rata rata ikan mas pada masing-masing perlakuan bertambah sejalan dengan waktu pemaparan (Gambar 10). Data bobot biomas dan rata -rata individu ikan mas selama 12 minggu pada masing-masing perlakuan tertera pada Lampiran 10 dan 12. Data tersebut selanjutnya ditransformasi ke dalam bentuk logaritma natural (ln) untuk menghitung laju pertumbuhan spesifik dari masing-masing perlakuan (Lampiran 11 dan 13). Laju
40
pertumbuhan spesifik ikan mas paling tinggi diperoleh pada kontrol yaitu 1,65%, disusul oleh bioakumulasi endosulfan 2,04; 3,58; dan 4,24 µg/kg dengan nilai laju
Bobot rata-rata (g/ekor)
pertumbuhan spesifik berturut-turut sebesar 1,58; 1,34; dan 1,29%.
4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
0,00 µg/kg 2,04 µg/kg 3,58 µg/kg 4,24 µg/kg
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
Waktu pemaparan (minggu)
Gambar 10. Pertambahan bobot rata-rata individu ikan mas pada masingmasing perlakuan selama 12 minggu pemaparan.
Analisis statistik menunjukkan bahwa pengaruh lanjut bioakumulasi endosulfan berdampak nyata (P < 0,05) terhadap laju pertumbuhan spesifik ikan mas (Lampiran 16). Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antar perlakuan, analisis dilanjutkan dengan uji Tukey yang hasilnya disajikan pada Tabel 5 dan Lampiran 16.
Tabel 5.
Pertumbuhan ikan mas pada berbagai konsentrasi bioakumulasi endosulfan setelah 12 minggu pemaparan
Bioakumulasi (µg/kg)
Bobot awal (g/ekor)
Bobot akhir (g/ekor)
0,00 2,04 3,58 4,24
0,92 0,92 0,92 0,92
3,67 3,47 2,84 2,73
Laju pertumbuhan spesifik (%)* 1,65 1,58 1,34 1,29
± 0,04 a ± 0,04 a ± 0,11b ± 0,06b
*) Angka pada kolom sama yang diikuti huruf sama, menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)
41
Berdasarkan Tabel 5 dapat dikatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi bioakumulasi endosulfan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ikan mas. Secara statistik, laju pertumbuhan spesifik ikan pada kontrol (bioakumulasi 0,00 µg/kg) tidak berbeda dengan bioakumulasi 2,04 µg/kg tetapi keduanya berbeda nyata (P < 0,05) dengan bioakumulasi 3,58 dan 4,24 µg/kg, sedangkan antara bioakumulasi 3,58 dan 4,24 µg/kg tidak berbeda nyata. Hal tersebut membuktikan bahwa pengaruh lanjut bioakumulasi insektisida endosulfan dengan konsentrasi sebesar 3,58 µg/l atau lebih akan mempengaruhi laju pertumbuhan spesifik ikan mas.
Efisiensi Pakan Sebagaimana halnya pada hewan-hewan lain yang bersifat heterotrof, ikan membutuhkan energi baik untuk proses perawatan tubuh (maintenance), maupun untuk mempertahankan diri melalui proses yang aktif melawan perubahan lingkungan (homeostasi), aktivitas fisik dan tumbuh. Energi yang dibutuhkan untuk kegiatan – kegiatan tersebut berasal dari makanan yang dikonsumsi. Adanya fluktuasi dan ketersediaan makanan, kondisi perairan dan kondisi ikan berpengaruh terhadap besarnya energi yang dikonsumsi oleh ikan, sehingga energi yang dikonsumsi tersebut dapat lebih besar atau lebih kecil dari energi yang dibelanjakannya. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan atau penurunan energi t umbuh (Affandi dan Tang, 2002). Nilai efisiensi pakan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan perbandingan antara pertambahan bobot biomas ikan mas dengan jumlah pakan yang dikonsumsi (Tabel 6). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa nilai efisiens i pakan ikan mas
42
tidak berbeda nyata (P>0,05), baik antara kontrol dengan perlakuan maupun antara perlakuan satu dengan perlakuan yang lain (Lampiran 16).
Tabel 6.
Rata-rata nilai efisiensi pakan (%) ikan mas pada masing-masing perlakuan selama 12 minggu pemaparan
Bioakumulasi (µg/kg)
Bobot biomas awal (g)
Bobot biomas akhir (g)
Jumlah pakan (g)
Efisiensi pakan (%)
0,00 2,04 3,58 4,24
18,40 ± 0,35 18,43 ± 0,21 18,40 ± 0,17 18,43 ± 0,25
73,47 ± 3,81 69,43 ± 2,50 56,83 ± 4,75 54,53 ± 3,52
104,75 ± 12,36 93,82 ± 10,95 85,93 ± 15,83 79,51 ± 8,17
52,92 ± 5,33 a 54,49 ± 5,26 a 45,14 ± 3,90 a 45,45 ± 1,08 a
*) Angka pada kolom sama yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak beda nyata (P > 0,05)
Kondisi Hematologis Data hematologis ikan mas dengan konse ntrasi bioakumulasi berbeda yang dipaparkan selama 12 minggu dapat dilihat pada Tabel 7 dan Lampiran 17. Hasil analisis statistik (Lampiran 18) menunjukkan bahwa bioakumulasi insektisida endosulfan pada ikan mas berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap kadar hematokrit (Ht), hemoglobin (Hb), eritrosit dan leukosit.
Tabel 7.
Bio akumulasi (µg/kg) 0,00 2,04 3,58 4,24
Rata-rata kadar hematokrit, hemoglobin, eritrosit dan leukosit ikan mas setelah 12 minggu pemaparan
Hematokrit (%) 14,52 ± 20,05 ± 20,00 ± 22,53 ±
4,37a 4,65a b 2,36a b 1,82b
Kondisi hematologis*) Hemoglobin Eritrosit (g/100 ml) (10 3 sel/mm3) 4,82 ± 2,83 ± 5,53 ± 7,70 ±
1,52a b 0,62a 1,96b c 0,87c
1764,7 ± 706,7 ± 403,3 ± 500,0 ±
764,4a 64,1b 91,8b 185,5b
Leukosit (sel/mm3) 10.942 ± 1.987b c 15.042 ± 4.050c 7.758 ± 2.114 a b 5.658 ± 2.096 a
*) Angka pada kolom sama yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak beda nyata (P > 0,05)
43
Kadar hematokrit yang paling tinggi terdapat dalam darah ikan mas pada bioakumulasi 4,24 µg/kg disusul oleh bioakumulasi 2,04; 3,58; dan 0,00 µg/kg dengan prosentase secara berurutan sebesar 22,53; 20,05; 20,00; dan 14,52%. Dari hasil analisis statistik ternyata kadar hematokrit pada bioakumulasi 4,24 µg/kg berbeda nyata (P<0,05) dengan kontrol (0,00 µg/kg) tetapi tidak berbeda dengan bioakumulasi 2,04 dan 3,58 µg/kg. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengaruh lanjut biakumulasi insektisida endosulfan sebesar 4,24 µg/kg secara nyata dapat meningkatkan prosentase hematokrit darah pada ikan mas. Kadar hemoglobin darah paling tinggi ditemukan pada konsentrasi bioakumulasi 4,24 µg/kg (7,70 g/100 ml), disusul oleh bioakumulasi 3,58 µg/kg (5,53 g/100 ml), 0,00 µg/kg (4,82 g/100 ml) dan 2,04 µg/kg (2,83 g/100 ml). Secara statistik kontrol (0,00 µg/kg) berbeda nya ta (P<0,05) dengan bioakumulasi 4,24 µg/kg tetapi tidak berbeda dengan bioakumulasi 2,04 dan 3,58 µg/kg; bioakumulasi 2,04 µg/kg berbeda nyata dengan bioakumulasi 3,58 dan 4,24 µg/kg
tetapi tidak dengan kontrol. Hal
tersebut menunjukkan bahwa biakumulasi endosulfan cenderung meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah ikan mas. Berbeda dengan kadar hematokrit dan hemoglobin, jumlah eritrosit dalam darah ikan cenderung berkurang dengan bertambahnya konsentrasi bioakumulasi endosulfan. Jumlah eritrosit darah pada kontrol (0,00 µg/kg) (1.746,7 x 103 sel/mm3) berbeda nyata dengan bioakumulasi 2,04 µg/kg
(706,7 x 103 sel/mm 3 ); 3,58 µg/kg (403,3 x 103
sel/mm 3) dan 4,24 µg/kg (500,0 x 10 3 sel/mm3), sedangkan antara bioakumulasi 2,04; 3,58; dan 4,24 µg/kg tidak beda nyata. Ini berarti bahwa bioakumulasi endosulfan
44
secara nyata dapat berpengaruh terhadap jumlah eritrosit darah ikan mas, tetapi pengaruh tersebut tidak berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi bioakumulasi. Jumlah leukosit tertinggi ditemukan pada ikan dengan konsentrasi bioakumulasi 2,04 µg/kg yaitu sebesar 15.042 sel/mm 3 meski tidak berbeda dengan kontrol (10.942 sel/mm 3) tetapi beda nyata (P<0,05) dengan bioakumulasi 3,58 µg/kg (7.758 sel/mm 3) dan 4,24 µg/kg (5.658 sel/mm 3); kontrol beda nyata dengan bioakumulasi 4,24 µg/kg; dan bioakumulasi 3,58 µg/kg tidak beda nyata dengan 4,24 µg/kg. Dapat dikatakan bahwa pengaruh lanjut bioakumulasi endosulfan pada ikan mas dengan konsentrasi sebesar 4,24 µg/l secara signifikan dapat menurunkan jumlah leukosit dalam darah.
Kualitas Air Pengukuran kualitas media uji meliputi sifat fisika-kimia air, yaitu: suhu, pH, oksigen terlarut, kandungan CO2 bebas dan amonia total selama penelitian berlangsung, baik pada toksisitas letal maupun pada uji bioakumulasi. Data fisika -kimia air tersebut selengkapnya tercantum pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa sifat fisika kimia air selama penelitian berlangsung dalam kondisi baik dengan konsentrasi kisaran yang masih di dalam nilai ambang batas (NAB) untuk perikanan. Hal ini dimungkinkan karena penelitian dilakukan di dalam laboratorium secara terkontrol serta pergantian air yang dilakukan setiap 24 jam. Dengan demikian hasil pengukuran beberapa parameter biologis seperti pertumbuhan, sintasan, kondisi hematologis dan histologis ikan mas tidak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pemeliharaan tetapi hanya disebabkan oleh toksisitas endosulfan sebagai perlakuan.
45
Tabel 8.
Kisaran sifat fisika-kimia air pada uji toksisitas letal dan subletal insektisida endosulfan terhadap ikan mas Konsentrasi (µg/l)
Uji
Lethal
Sublethal
NAB Keterangan:
0,0 1,4 1,9 2,7 3,7 5,2 7,2
Suhu (oC) 26 26 26 26 26 26 26
pH 7,5 7,5-8,0 7,5-8,0 7,5 7,5 7,5 7,5-8,0
0,00 0,24 0,72 1,20
25-27 25-27 25-27 25-27
7,5 7,5 7,5 7,5
25-32 1)
6-9 3)
Parameter DO (mg/l) 5,2-7,2 5,8-7,2 5,6-7,6 5,6-7,8 5,7-7,6 5,6-6,8 5,0-7,2
CO 2 (mg/l) 1,0-8,4 1,3-8,9 1,3-8,6 1,1-8,4 1,5-8,2 0,7-8,8 2,0-6,4
Amonia (mg/l) 0,02-0,34 0,02-0,34 0,03-0,32 0,02-0,33 0,02-0,34 0,02-0,34 0,03-0,33
5,8-7,4 5,2-6,6 5,8-7,8 5,2-7,2
1,8-8,9 1,8-6,9 1,4-6,4 1,5-6,6
0,04-0,18 0,05-0,11 0,05-0,13 0,05-0,18
5-9 3)
10 2)
< 2,20 3)
NAB = Nilai Ambang Batas 1) Menurut Boyd (1982) 2) Menurut Boyd (1988) 3) Berdasarkan Chapman (1992), NAB untuk perikanan
Pembahasan Laju peluruhan endosulfan dalam air yang diketahui dari uji stabilitas merupakan acuan untuk menentukan periode pergantian air pada pengujian berikutnya. Pergantian air dimaksudkan untuk menjaga kestabilan konsentrasi larutan uji selama penelitian berlangsung. Secara teoritis, konsentrasi larutan uji dapat dianggap konsisten atau stabil dalam air apabila peluruhannya dalam periode tertentu tidak lebih dari 20% sehingga toksisitas dari larutan uji yang digunakan dapat diukur melalui respon biologis pada hewan uji. Melalui uji stabilitas diketahui bahwa laju peluruhan endosulfan dalam air cukup lambat yaitu sebesar 0,81% per jam dan mencapai peluruhan 19,44% setelah waktu
46
pemaparan 24 jam (Gambar 4). Lambatnya laju peluruhan tersebut menurut ADB (1987) disebabkan karena endosulfan termasuk kedalam kelompok pestisida yang paling persisten dan tidak mengalami perubahan di lingkungan dalam waktu yang lama serta mempunyai kelarutan yang rendah dalam air. Menurut Edwards (1976), senyawa organoklorin sangat sulit larut di dalam air (daya larut di bawah 1 mg/l), hanya lindane yang daya larutnya mencapai 7 mg/l. Berdasarkan hasil tersebut maka pergantian air pada pengujian selanjutnya dilakukan setiap interval 24 jam sebanyak 100%. Sistem pergantian air semi-statis ini merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan akurasi dan reprodusibilitas hasil pengujian toksisitas. Menurut Kanazawa (1981), metode semi-statis merupakan pendekatan metode baku yaitu metode continuous -flow yang umum digunakan untuk mempertahankan konsentrasi bahan kimia agar stabil selama pengujian. Pada percobaan dengan semi-statis umumnya terjadi perbedaan antara konsentrasi nominal dengan konsentrasi aktual yang besarnya berkisar antara 30-45% (Schimmel et al., 1977). Menurut Brungs (1973), perbedaan atau fluktuasi tersebut disebabkan karena materi yang diuji sangat berbeda sifat degradasi, volatil, dan kelarutan oksigen maupun sifat fisika-kimia lainnya. Oleh karena itu pergantian air penelitian secara semi-statis setiap 24 jam dimaksudkan agar konsentrasi endosulfan serta sifat fisika kimia air selama penelitian tetap konstan. Hasil pengamatan pada uji toksisitas letal menunjukkan bahwa gejala klinis akibat keracunan insektisida endosulfan timbul pada ikan setelah waktu pemaparan 4 jam terutama pada konsentrasi endosulfan sebesar 5,2 dan 7,2 µg/l. Gejala yang timbul tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Schoettger (1970) dimana ikan berenang
47
tidak teratur dengan sesekali menghentak dan kejang-kejang serta mengeluarkan lendir secara berlebihan dari permukaan tubuhnya, warna kulit memucat dengan frekwensi pergerakan operculum menjadi lebih sering tetapi tidak beraturan. Gejala tersebut menurut Connel dan Miller (1995) merupakan tanggapan yang terjadi pada saat zat-zat fisika atau kimia mengganggu proses sel atau subsel dalam mahluk hidup sampai suatu batas yang menyebabkan kematian secara langsung. Kematian ikan mas pada uji toksisitas letal disebabkan karena masuknya endosulfan ke dalam tubuh melalui penyerapan langsung lewat kulit dan pengambilan dari air melalui membran insang. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penghambatan ATP -ase terutama
pada mitokondria akson sinaptik dan sedikit pada endoplasmik
retikulum. Penghambatan ATP -ase berkaitan dengan Ca++ yang menyebabkan peningkatan pelepasan neurotransmiter (Tarumingkeng, 1992). Selain itu, kematian ikan juga disebabkan karena endosulfan mampu menimbulkan rangsangan pada sistem syaraf pusat sehingga menyebabkan terjadinya kejang (ADB, 1987). Sedangkan menurut Arianti (2002) endosulfan yang masuk ke dalam tubuh ikan akan mengganggu keseimbangan sodium (Na) dan Potasium (K) dalam sel syaraf sehingga sistim syaraf tidak stabil yang mengakibatkan ikan tidak mampu mengendalikan kontraksi otot sebagai akibat dari rangsang otak yang berlebihan sehingga menyebabkan kejangkejang. Melalui metode bioassay diketahui bahwa nilai LC50-96 jam insektisida terhadap ikan mas sangat rendah yakni sebesar 2,42 (2,206-2,652) µg/l (Tabel 2). Berdasarkan ketentuan Komisi Pes tisida (1983), ternyata toksisitas insektisida endosulfan terhadap ikan mas diklasifikasikan ke dalam golongan A yaitu pestisida yang memiliki toksisitas
48
sangat tinggi dengan nilai LC 50-96 jam < 1 mg/l (Tabel 1). Tingginya daya racun ini menurut Dubey et al. (1991) dalam Sutrisno et al. (2002) disebabkan antara lain karena proses metabolisme senyawa endosulfan dalam tubuh ikan hanya mampu terurai menjadi endosulfan sulfat yang masih bersifat toksik pada ikan. Nilai LC50-96 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas pada penelitian ini lebih rendah dibanding hasil yang diperoleh Koesoemadinata (2000) yakni sebesar 12,9 µg/l. Hal ini diduga disebabkan karena berbedaan ukuran hewan uji, dimana ikan mas yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai bobot rata-rata 0,8 ± 0,09 g/ekor sedangkan pada penelitian Koesoemadinata berukuran lebih besar yaitu 1,4 ± 0,2 g/ekor. Menurut Durham (1975), spesies dan ukuran atau stadia akan berpengaruh terhadap dampak lingkungan (environmental impact) pestisida terhadap ikan dan organisme perairan. Sehubungan dengan hal tersebut, hasil penelitian Singh (1982) membuktikan bahwa nilai LC50 endosulfan berbanding lurus terhadap ukuran dan bobot tubuh ikan Heteropneustes fossilis dimana semakin besar ukuran dan semakin berat bobot tubuh ikan maka nilai LC50 semakin besar. Hal ini antara lain disebabkan karena pada umumnya semakin besar ukuran ikan dalam spesies yang sama akan semakin tinggi kemampuannya untuk memetabolisme bahan beracun yang masuk ke dalam tubuhnya dan mengekskresikan melalui urine dan feses. Toksisitas insektisida endosulfan terhadap ikan mas lebih tinggi dibanding terhadap ikan lele dumbo dengan nilai LC50 -96 jam sebesar 17,13 µg/l (Yudha, 1999). Hal ini disebabkan karena perbedaan morfologis dari kedua jenis ikan, dimana proses respirasi pada ikan lele dumbo selain melalui insang juga dilakukan dengan arborescent
49
organ yang dapat mengambil oksigen langsung dari udara sehingga kontaminasi endosulfan melalui membran insang lebih rendah. Karena toksisitasnya sangat tinggi bagi ikan maka penggunaan endosulfan sangat dibatasi bahkan dibeberapa negara dilarang. Di Indonesia penggunaan insektisida endosulfan dibatasi pada areal yang tidak berhubungan dengan perairan, dan dilarang dipergunakan di persawahan melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 473/KPTS/TP 270/6/96 meskipun pada kenyataannya masih banyak digunakan oleh petani (Sulaksono, 2001). Selain sangat toksik terhadap ikan dan organisme air lainnya, insektisida endosulfan juga cukup persisten dan bersifat lipofilik (= suka akan lemak) atau hidropobik (= tidak suka air) dengan nilai log K OW = 4,7 (Greve dan Wit, 1979; Gill et al., 1991) sehingga mudah terikat dalam lemak. Laju penyerapan endosulfan ke dalam tubuh ikan mas pada ke -3 perlakuan semakin meningkat dengan bertambahnya waktu pemaparan (Gambar 6, 7, 8). Pada perlakuan B dengan konsentrasi aktual endosulfan dalam air 10% x LC50-96 jam peningkatan akumulasi endosulfan terjadi sampai dengan waktu pemaparan 48 jam dan selanjutnya konstan/stabil (steady state) setelah konsentrasi bioakumulasi mencapai 2,04 µg/l, sedangkan pada perlakuan C (30% x LC 50-96 jam) dan D (50% x LC50-96 jam) kondisi steady state terjadi setelah waktu pemaparan 144 jam dengan konsentrasi bioakumulasi masing-masing sebesar 3,58 dan 4,24 µg/l. Pada kondisi steady state penyerapan, distribusi dan detoksikasi endosulfan dalam tubuh ikan mas baik melalui proses penyerapan maupun eliminasi melalui berbagai jalur telah mencapai kesetimbangan maksimal.
50
Dari hasil pengukuran dengan GC terbukti bahwa konsentrasi residu endosulfan dalam air perlakuan selama pemaparan relatif stabil yang menunjukkan adanya proses dinamika endosulfan dalam air akibat sistem pergantian air secara semi statis setiap 24 jam. Kondisi ini sesuai dengan ketetapan OECD (1981) dalam Nagel dan Loskill (1991) bahwa konsentrasi suatu substansi selama pengujian biokonsentrasi seharusnya dalam keadaan stabil sehingga laju penyerapan bahan kimia uji dapat terjadi sampai mencapai keseimbangan. Keseimbangan konsentrasi (steady state) dapat terjadi disebabkan karena adanya proses biokimia seperti absorpsi, distribusi, penimbunan dan eliminasi/ekskresi bahan kimia aktif yang telah mencapai kapasitas optimal (Toledo dan Johnson, 1992). Pada kondisi ini nilai determinasi dari perbandin gan antara laju penyerapan (ku) dan laju eliminasi (kd) endosulfan dalam tubuh ikan berada dalam kesetimbangan tetap, dan dinamakan sebagai nilai bioconcentration factor (BCF). Berdasarkan determinasi residu endosulfan dalam tubuh ikan mas pada keadaan stabil yang diperbandingkan dengan nilai rata-rata konsentrasi endosulfan dalam air, maka diperoleh nilai biokonsentrasi faktor yang nominalnya berbanding terbalik dengan konsentrasi aplikasi endosulfan dalam air (Tabel 4). Semakin tinggi aplikasi endosulfan dalam air maka akan menghasilkan nilai BCF yang semakin rendah, dan sebaliknya. Fenomena tersebut terjadi karena ikan mas mempunyai kemampuan yang terbatas untuk melakukan proses penyerapan, biotransformasi, distribusi serta penimbunan endosulfan dalam tubuh. Ikan mas yang dipaparkan dalam larutan dengan konsentrasi rendah akan memgabsorpsi endosulfan secara maksimal sedang yang dipaparkan dalam konsentrasi lebih tinggi hanya mampu mengabsorpsi sebagian dari endosulfan yang tersedia.
51
Menurut Extoxnet (2004) dalam Pong-Masak (2003), semakin tinggi nilai BCF suatu bahan kimia dalam suatu biota menunjukkan bahwa potensi bioakumulasi maupun biomagnifikasi substansi tersebut semakin besar. Selain itu, nilai BCF yang semakin tinggi dapat merupakan indikator pengaruh negatif suatu bahan kimia beracun terhadap ekosistim dan keamanan pangan. Dari hasil perhitungan, ternyata nilai BCF insektisida endosulfan pada ikan mas yang dipaparkan dalam konsentrasi endosulfan sebesar 30% dari nilai LC50-96 jam adalah sebesar 7,74. Nilai ini lebih tinggi dibanding nilai BCF triklorofon pada udang windu dalam kondisi yang sama yaitu sebesar 1,337 (Pong-Masak, 2003). Menurut Nagel dan Loskill (1991), nilai BCF dalam organisme akuatik dengan nilai yang < 100 menunjukkan bahwa bahan kimia yang diuji tidak memiliki potensi akumulasi secara langsung. Bahkan menurut Chemicals Stakeholder Forum (2001) dalam Pong-Masak (2003), nilai BCF < 500 diklasifikasikan sebagai bahan kimia yang kurang berpotensi terakumulasi walaupun harus didukung oleh data-data pengaruh subletal lainnya. Rendahnya nilai BCF endosulfan pada ikan mas menurut Mercier (1991) dan ADB (1987), disebabkan karena endosulfan yang masuk ke dalam jaringan tubuh sebagian besar akan segera dimetabolisme dan diekskresikan me lalui urin dan fases. Selain itu ikan mas juga termasuk jenis ikan yang mempunyai kemampuan detoksikasi tinggi sehingga dapat memetabolisir dan menetralisir racun secara cepat. Pertumbuhan ikan merupakan suatu pola kejadian yang kompleks dan melibatkan ba nyak faktor yang berbeda (Aziz, 1989). Kondisi ini dipengaruhi oleh faktor internal yang sukar dikontrol seperti: genetik, seks, umur serta daya tahan
52
terhadap penyakit dan parasit; serta faktor eksternal yang meliputi makanan, energi matahari dan keadaan fisika kimia lingkungan (Effendi, 1979). Dalam uji subletal, pertumbuhan ikan mas paling tinggi diperoleh pada kontrol dengan nilai laju pertumbuhan spesifik sebesar 1,65% disusul oleh perlakuan bioakumulasi 2,04; 3,58; dan 4,24 µg/l secara berturut -turut sebesar 1,58; 1,34; dan 1,29% (Tabel 5). Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh lanjut bioakumulasi endosulfan dapat menghambat pertumbuhan dan pada konsentrasi 3,58 µg/l secara signifikan akan menurunkan laju pertumbuhan spesifik ikan mas. Hasil seperti ini juga terjadi pada penelitian Sutrisno (2002) terhadap ikan nila berukuran 1,5 g/ekor yang dipaparkan dalam konsentrasi endosulfan sebesar 0,00; 0,001; 0,005; dan 0,010 mg/l dimana pada akhir pemaparan menghasilkan laju pertumbuhan spesifik sebesar 1,31; 1,02; 1,03 dan 0,98%. Dari hasil pengukuran bobot ikan yang dilakukan seminggu sekali diketahui bahwa terhambatnya pertumbuhan ikan mas pada konsentrasi bioakumulasi endosulfan sebesar 3,58 dan 4,24 µg/kg terjadi pada minggu ke-2 waktu pemaparan ya itu setelah tercapai kondisi stabil (Gambar 10). Hal ini menunjukkan bahwa bioakumulasi insektisida endosulfan dalam tubuh ikan mas pada kondisi stabil secara signifikan akan berpengaruh lanjut terhadap laju pertumbuhan spesifik ikan mas. Terhambatnya pertumbuhan disebabkan oleh faktor eksternal berupa polutan endosulfan dalam media pemeliharaan dan faktor internal yaitu terganggunya proses fisiologis dan metabolisme tubuh akibat bioakumulasi endosulfan. Pengaruh subletal endosulfan merupakan tekanan lingkungan bagi ikan mas sehingga
ikan
tersebut
akan
mereduksi
pertumbuhannya
(Schmittou,
1991).
53
Tereduksinya pertumbuhan ikan mas juga dapat terjadi karena: (1) endosulfan yang terakumulasi menyebabkan organ tubuh ikan mengalami gangguan sehingga mengurangi na fsu makan yang mengakibatkan laju konsumsi pakan menurun, dan (2) pemanfaatan energi yang berasal dari makanan lebih banyak digunakan untuk mempertahankan diri (maintenance) dari tekanan lingkungan serta mengganti bagian sel yang rusak akibat bahan asing (endosulfan) sehingga kelebihan energi dari penggunaan untuk proses tersebut sangat sedikit yang dimanfaatkan untuk menambah bobot tubuh. Hal tersebut diperkuat dengan hasil perhitungan efisiensi pakan dari masing-masing perlakuan yang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 6). Secara normal sekitar 70% nilai energi yang berasal dari makanan diprioritaskan dan dipergunakan untuk pemeliharaan jaringan tubuh, tetapi apabila ikan sakit atau mengalami gangguan lingkungan akan mempengaruhi ikan menggunakan energi untuk mempertahankan hidupnya lebih besar dari biasanya (Waren, 1971). Selain itu, menurut Heat (1987) polutan (termasuk endosulfan) dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku makan, cara makan, penyerapan, pencernaan, asimilasi, ekskresi dan perubahan pada tingkat hormonal yang akhirnya berpengaruh terhadap pertumbuhan. Faktor internal yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan adalah darah, karena darah pada ikan berfungsi untuk mengedarkan zat makanan hasil pencernaan dan O2 ke sel-sel tubuh serta membawa hormon dan enzim ke organ yang memerlukannya. Beberapa parameter yang dapat memperlihatkan perubahan pada darah adalah kadar hematokrit (Ht), kadar hemoglobin (Hb), jumlah sel darah merah (eritrosit) dan jumlah sel darah putih (leukosit) (Lagler et al., 1977).
54
Peningkatan kadar hematokrit dan hemoglobin dalam darah ikan mas dengan bertambahnya konsentrasi bioakumulasi (Tabel 7) dipicu oleh kontaminasi, absorpsi dan akumulasi insektisida endosulfan ya ng menyebabkan stress pada ikan mas sehingga hormon-hormon stress seperti cortisol dan epinephrine, masuk ke dalam peredaran darah dan menyebabkan kontraksi limpa meningkat. Peningkatan kontraksi limpa ini akan mengakibatkan terjadinya pelepasan sel-sel darah merah sehingga nilai hematokrit dan hemoglobin juga turut meningkat (El-Deen dan Rogers, 1992). Dengan meningkatnya nilai hematokrit dan hemoglobin maka ikan akan memaksimalkan pengikatan oksigen yang masuk dalam jaringan darah sehingga dengan peningkatan Hb maka sel darah merah akan mengangkut oksigen 30 – 100 kali (Fujaya, 1999). Berbeda dengan hematokrit dan hemoglobin, jumlah eritrosit dan leukosit dalam darah ikan mengalami penurunan yang signifikan (P<0,05) dibanding kontrol (Tabel 7). Berkurangnya jumlah eritrosit diduga disebabkan karena terjadinya kerusakan sel-sel darah akibat pengaruh negatif radikal bebas, sebab menurut Wijaya (1976) dalam Yudha (1999) suatu bahan toksik atau racun dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang pada gilirannya dapat menimbulkan pelepasan protein heme, yang akan bereaksi dengan peroksidase dan melepaskan ion Fe 2+. Dengan adanya ion Fe 2+ akan terjadi reaksi Fenton dan menghasilkan radikal bebas hidroksil (OH o) yang sangat reaktif. Radikal hidroksil tersebut dapat merusak DNA, protein dan asam lemak tak jenuh (poli unsaturated fatty acids) yang merupakan komponen penting fosfolipid penyusun membran sel. Serangan radikal hidroksil terhadap membran sel dapat menimbulkan reaksi berantai yang terus berlanjut yang disebut peroksida lipid. Akibat akhir dari reaksi berantai tersebut adalah terputusnya rantai asam lemak menjadi berbagai senyawa
55
yang bersifat toksik terhadap sel, seperti aldehid dan berbagai hidrokarbon, yang dapat mengakibatkan kerusakan membran sel yang parah dan membahayakan kehidupan sel. Jumlah leukosit dalam darah ikan mas berkurang secara nyata dibanding kontrol ketika bioakumulasi endosulfan mencapai konsentrasi 3,58 dan 4,24 µg/l. Menurut Heat (1987), pengurangan jumlah leukosit sebagai respon terhadap stress merupakan karakteristik semua jenis vertebrata. Respon tersebut dipengaruhi oleh hormon corticosteroid dan bersifat nonspesifik, sebagai akibat adanya suatu stressor baik yang berasal dari dalam maupun karena faktor lingkungan. Selanjutnya menurut Mc Leay (1973) dalam Dick dan Dixon (1985), peningkatan sekresi corticosteroid melalui rangsangan langsung dengan adrenocorticotropin pada ikan dapat menyebabkan terjadinya penurunan jumlah limfosit dalam darah (lymphopenia) maupun berkurangnya jumlah trombosit dalam darah (thrombopenia). Faktor lain yang cukup menentukan akurasi hasil penelitian disamping toksisitas endosulfan dan pakan
adalah lingkungan pemeliharaan, dalam hal ini kondisi air
sebagai media pemeliharaan ikan uji. Sifat fisika-kimia air yang perlu diperhatikan untuk penelitian toksisitas bahan beracun, khususnya pestisida adalah: suhu air, pH air, O2 terlarut, CO2 bebas dan ammonia. Suhu air sangat penting karena tidak hanya mempengaruhi aktivitas metabolik dan tingkah laku organisme dan pemaparan polutan (bahan pencemar), tetapi juga dapat mengubah keadaan fisik dan kimia dari polutan. Secara umum toksisitas dari polutan akan meningkat sejalan dengan peningkatan suhu air (Mason, 1992). Selama penelitian dilaksanakan, baik pada uji letal maupun uji subletal, suhu air relatif stabil yang berkisar antara 25-27 o C (Tabel 8). Nilai ini masuk dalam kisaran Nilai Ambang Batas (NAB)
56
untuk perikanan, bahkan menurut Boyd (1988) kisaran tersebut cukup mendukung bagi kehidupan ikan mas. Kestabilan suhu air pada penelitian ini juga memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Komisi Pestisida (1983) yaitu fluktuasinya tidak lebih dari 2oC. pH adalah konsentrasi ion (H+ ) yang menunjukkan suasana air, apakah bersifat asam atau basa, nilai pH ini akan berpengaruh terhadap degradasi pestisida dimana laju degradasi akan lambat pada pH di bawah 6,0. Nilai pH air selama penelitian adalah antara 7,5-8,0 (Tabel 8). Kondisi ini sangat mendukung karena menurut Effendi (2000), pH air yang baik untuk budidaya ikan pada kolam air tenang adalah sekitar 7,0-8,8. Konsentrasi oksigen terlarut pada uji letal berkisar 5,0-7,8 mg/l, sedangkan pada uji subletal sebesar 5,2-7,8 mg/l (Tabel 8). Konsentrasi oksigen terlarut seperti ini menurut Chapman (1992) termasuk ke dalam kisaran yang baik bagi pemeliharaan ikan. Sejumlah polutan akan menjadi lebih toksik pada konsentrasi oksigen yang rendah karena pada kondisi tersebut proses respirasi akan meningkat sehingga racun yang terekspos terhadap tubuh ikan juga semakin besar (Mason, 1992). Menurunnya konsentrasi oksigen akan meningkatkan konsentrasi CO 2 dalam air yang dapat menyebabkan stress pada ikan. Kondisi stress dapat menurunkan resistensi ikan terhadap insektisida, dengan demikian akan mempengaruhi toksisitas endosulfan terhadap ikan (Arianti, 2002). Oleh karena itu dalam pengujian toksisitas terhadap organisme ikan menurut Komisi Pestisida (1983) kadar CO 2 bebas dalam air harus ≤ 10 ppm. Kriteria tersebut terpenuhi oleh kondisi air selama penelitian ini dimana kandungan CO2 bebas dalam air berkisar antara 0,7-8,9 mg/l (Tabel 8). Kandungan ammonia dalam air pada uji letal berkisar antara 0,02-0,34 mg/l sedangkan pada uji subletal berkisar antara 0,04-0,18 mg/l (Tabel 8). Kedua nilai
57
kisaran tersebut masih jauh di bawah NAB untuk perikanan yaitu sebesar <2,20 mg/l (Chapman, 1992). Kadar ammonia di atas NAB dapat mereduksi masukan oksigen yang disebabkan oleh rusaknya insang, menambah energi untuk keperluan detoksikasi, mengganggu osmoregulasi dan mengakibatkan kerusakan fisik pada jaringan (Boyd, 1990). Rendahnya oksigen di dalam tubuh akibat tereduksi oleh ammonia akan meningkatkan toksisitas insektisda endosulfan terhadap ikan (Arianti 2002).
58
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Dari serangkaian penelitian serta pembahasan yang tela h dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Insektisida endosulfan memiliki toksisitas sangat tinggi terhadap ikan mas dengan nilai LC50-96 jam sebesar 2,42 (2,206-2,652) µg/l. 2. Bioakumulasi insektisida endosulfan pada ikan mas semakin meningkat dengan bertambahnya konsentrasi dan waktu pemaparan hingga mencapai steady state. 3. Pengaruh lanjut bioakumulasi insektisida endosulfan sebesar 3,58 µg/kg atau lebih secara signifikan dapat menurunkan laju pertumbuhan ikan mas. 4. Pengaruh lanjut bioakumulasi insektisida endosulfan dapat berdampak terhadap kondisi hematologis ikan mas, yaitu meningkatkan kadar hematokrit (Ht) dan hemoglobin (Hb) serta menurunkan jumlah eritrosit dan leukosit.
Saran Penelitian sebaiknya dilanjutkan dengan waktu pe maparan yang lebih panjang, misalnya satu siklus hidup ikan mas, sehingga dapat diperoleh data yang lebih lengkap mengenai pengaruh lanjut bioakumulasi insektisida endosulfan terhadap perkembangan gonad, potensi reproduksi, fekunditas dan kondisi biokimia dalam tubuh ikan mas.
59
DAFTAR PUSTAKA ADB. 1987. Handbook on the use of pesticides in Asia-Pasific Region. Asian Development Bank. Affandi, R., dan U.M. Tang. 2002. Fisiologi hewan air. Unri Press. Pekanbaru, Riau, Indonesia. 217 h. Angka, S.L. 1990. The pathology of walking catfish, Clarian batrachus, infected intraperitoneally with Aeromonas hydrophila . AFS. Ardiwinata, A.N., S.Y. Jatmiko dan E.S. Harsanti. 1999. Monitoring residu insektisida di Jawa Barat. Dalam “Menunjang Produksi Padi Berwawasan Lingkungan”. Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan Peningkatan Produktivitas Padi di Lahan Sawah. Bogor, 21 April 1999. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hal. 91-105. Arianti, F.D. 2002. Toksisitas insektisida endosulfan terhadap ikan nila (Oreochromis niloticus) dalam lingkungan air tawar. Tesis. Program Pascasarjana, IPB. Bogor. 87 hal. Aziz, K.A. 1989. Pendugaan stok populasi ikan tropis. Institut Pertanian Bogor. 88 hal. Bond, C.E. 1979. Biology of fish. W.B. Saunders Company. Philadelphia. 512 hal. Boyd, C.E. 1982. Water quality management in aquaculture and fisheries science. Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam. 312 hal. Boyd, C.E. 1988. Water quality in warmwater fish pond. Faurth Printing. Aubur n Aniversity Agricultural Experiment Station. Alabama. USA. 359 hal. Boyd, C.E. 1990. Water quality in pond for aquaculture. Brimingham Publishing Co., Alabama. 482 hal. Brungs, W.A. 1973. Continous-flow bioassays with aquatic organisms: Procedures and applications. Biological method for the assessment of water quality, ASTM STP 528, American Society for Testing and Materials. p. 117-126. Busvine, J.R. 1971. A critical review of techniques for testing insecticides. Common Wealth Agricultural Boreoux. 345 hal. Chapman, D. 1992. Water quality assessment. A guide to use of biota, sediment and water in environmental monitoring. Chapman & Hall. London. 585 hal.
60
Chau, A.S.Y., B.K. Afghan and J.W. Robinson. 1982. Analisis of pesticides in water, Vol. I. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida. Chinabut, S., C. Limsuwan dan P. Kitsawat. 1991. Histology of walking catfish, Clarias batrachus. IDRC. Connel, D.W. and G.J. Miller. 1995. Kimia dan ekotoksikologi pencemaran. Penerbit Univ. Indonesia, Jakarta. hal 331-341. Dick, P.T., dan D.G. Dixon. 1985. Cange in circulating blood cell levels of rainbow trout, Salmo gairdneri Richardson, following acute and chronic exposure to copper. J. Fish. Biol. 26:475-481. Durham, W.F. 1975. Toxicology dangerous properties of industrials. Van nosran Reinhold. Co. New York. Edwards, C.A. 1976. Persistent pesticides in the environment. CRC Press. Ohio. 170 hal. Edwards, C.A. 1977. Nature and origins of pollution of aquatic systems by pesticides, pp: 11-38. In Khan, M.A.Q. (Eds.) Pesticides in Aquatic Environments. Plenum Press, New York. Effendi, H.I. 1979. Metode biologi perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 hal. Effendi, M.I. 1978. Biologi perikanan bagian I: Studi natural histori. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. 105 hal. Ekaputri, L.S. 2001. pola penyebaran spasial dan temporal bahan organik, logam berat dan pestisida di perairan sungai Ciliwung. Disertasi Program Pascasarjana, Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, IPB. 148 hal. Ekha, I. 1993. Dilema pestisida tragedi revolusi hijau. Kanisius. Jakarta. El-Deen, M.A.S., dan W.A.. Rogers. 1992. Acute toxicity and some hematological change in grass carp exposed to diquat. J. Aquatic Animal Health. 4:277-280. Fujaya, Y. 1999. Bahan Pengajaran Fisiologi Ikan. Jur. Perikanan Fak. Ilmu Kelautan dan Perikanan, Univ. Hasanuddin. Ujung Pandang. Gill, T.S., J. Pande dan H. Tewari. 1991. Effect endosulfan on the blood and organ chemistry of freshwater fish, Borbus conchonius Hemilton. Ecotox. Environ. Safety. 21:80-91. Greve, P.A., dan S.L. Wit. 1979. Endosulfan in the Rhine river. J. Wat. Poll. Control Fed. 43 (12): 2338-2348.
61
Heath, A.G. 1987. Water pollution and fish physiology. CRC Ress Inc. Boca Raton, Florida. 245 hal. Hellawel, J.M. 1986. Biological indicators of freshwater pollution and environmental management. Elsevier Applied Science Publisher. London. Kadarsan, S. 1977. Pengaruh Samping Pestisida terhadap Hewan Vertebrata Bukan Sasaran. Aspek Pestisida di Indonesia. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor. Edisi Khusus No. 3: 401-418. Kanazawa, J. 1981. Bioconcentration potential of pesticides by aquatic organisms. Japan Pesticide Information. No. 39: 12-16. Koesoemadinata, S. 2000. Toksisitas akut insektisida endosulfan, klorpirifos, dan klorfluazuron pada tiga jenis ikan air tawar dan udang galah. JPPI. 4(3-4): 3643. Koesoemadinata, S. 2003. Metode standar pengujian toksisitas pestisida terhadap ikan. Komisi Pestisida. Dirjen Bina Sarana Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta . 75 hal. Komisi Pestisida. 1983. Pedoman umum pengujian laboratorium toksisitas letal pestisida pada ikan untuk keperluan pendaftaran. Departemen Pertanian. Jakarta. 18 hal. Komisi Pestisida. 1990. Pedoman pengujian residu pestisida dalam hasil pertanian; Pelaksanaan ketentuan batas maksimum residu pestisida. Direktoran Perlindungan Tanaman Pangan, Departemen Pertanian RI. Kusno, H. 1995. Pengantar toksikologi lingkungan. Dirjen Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 133 hal. Lagler, K.F. , J.E. Bardach, R.R. Miller dan D.R. Passino. 1977. Ichtyology. John Willey and Sons Inc. New York. 506 hal. Livingstone, R.J. 1977. Review of current literature concerning the accute and chronic effect of pesticides on aquatic organism. CRC Crit. Rev. Environ. Control. Lodang, H. 1994. Gambaran penggunaan pestisida pada pertanian (Kasus di Kecamatan Baraka, Kab. Enrekang). Lingkungan dan Pembangunan. Jurnal Pusat Studi Lingkungan Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia. Vol. 14(2): 89-98. Lucky, Z. 1977. Method for the diagnosis of fish diseases. Amerind Publishing Co. New York.
62
Manahan, S.E. 1992. Toxicological chemistry (Second edition). Lewis Publishers Inc. Florida. 449 hal. Mason, C.F. 1992. Biology of fresh water pollution. Long Man Inc. London. 250. hal. Mercier, M. 1991. Organochlorine pesticide. Pergamon Press. New York.237 hal. Montanes, J.F.C., and B.V. Hattum. 1995. Bioconcentration of chlorpyrifos by the freshwater isopod, Asellus aquaticus (L). in outdoor experimental ditches. J. of Environme ntal Pollution 83: 137-146. Moyle, P.B., dan J.J. Cech. 1988. Fishes and introduction to ichthyology. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey. 559 hal. Mulyani. 1973. Peraturan pestisida. Laporan Direktorat Perlindungan Tanaman, Jakarta. 6 hal. Nage l R., dan R. Loskill. 1991. Bioaccumulation in aquatic system; contribution to the assessment. Prooceding of an International Workshop, Berlin. VCH Publishers Inc. New York. 238 hal. National Research Council. 1983. Nutrient requirement of warm water animals. National Academic of Sciencis, Washington D.C. 102 p. Nowak, B., dan Ahmad, N.J. 1989. Environ., Sci. Health B, (24): 97-109. Pong-Masak, P.R. 2003. Toksisitas akut, biokonsentrasi dan bioeliminasi serta waktu paruh insektisida triklorfon pada udang windu, Penaeus monodon Fab. Tesis. Program Pascasarjana, IPB. Bogor. 68 hal. Rand, G. M. and S.R. Petrocelli. 1985. Fundamentals of aquatic toxicology, Method and Application. Hemisphere Publishing Coorporation, Woshington DC. 666 hal. Ricker, W.E. 1975. Computation and interpretation of biological statistic of fish population. Ull. Fish. Res. Board Can, No. 119-382 hal. Robert, R.J. 1978. Fish pathology. Iowa State University Press. Ames, Iowa. hal 3-10. Robinson, J. 1973. Dynamic of pesticides residues in the enviroment. Dalam C.A. Edwards (ed). Environmental Pollution by Pesticides. Plenum. Press, London. 459 hal. Sastroutomo, S. 1992. Pestisida, dasar-dasar dan dampak penggunaannya. Gramedia, Jakarta.
63
Schimmel, S.C., J.M. Patrick, Jr. dan A.J. Wilson, Jr. 1977. Acute toxicity and bioconcentration of endosulfan by estuarine animals. In F.L. Mayer dan J.L. Hamelink Eds. “Aquatic toxicology and hazard evaluation”. American Society for Testing and Materials: 241-235. Schmittou, H.R. 1991. Budidaya ka ramba, suatu metode ikan di Indonesia. Auburn University. Schoettger, R.A. 1970. Aquatic toxicology of thiodan in saveral fish and aquatic invertebrates. United Astates Development of the Interior Fish and Wildlife Service, Bureau of Sport Fisheries and W ildlife. Woshington D.C. 31 hal. Singh, B.B. dan A.S. Narain. 1982. Acute toxicity of thiodan to catfish (Heteropneustes fossilis). Bull. Environm. Contam. Toxicol. Vol. 28: 122-127. Sitting, M. 1980. Endosulfan. Manufactor and toxic materials control encyclopedia. Noyes dat Crops. USA. Snieszko, S.F., J.E. Camper, F.J. Howard dan L.L. Pettijohn. 1974. The effect of enviromental stress on outbreak of infection disease of fish. J. Fish. Biol. (6):197-208. Steel, R.G.D., dan J.H. Torrie. 1989. Prinsip da n prosedur statistika suatu pendekatan biometrik. PT. Gramedia, Jakarta. 748 hal. Sulaksono, I.C. 2001. Kajian jenis dan tingkat residu insektisida serta pengaruhnya terhadap komunitas makrozoobentos di sentra produksi padi Pantai Utara Jawa Barat. Tesis . Program Pascasarjana, IPB. Bogor. 98 hal. Sutrisno, S. Koesoemadinata dan O. Praseno. 2002. Toksisitas dan tingkat absorpsi insektisida endosulfan dan klorpirifos pada ikan nila (Oreochromis niloticus) di laboratorium. JPPI. Vol. 8, No. 5. Tarumingkeng, R.C. 1992. Insektisida: sifat, mekanisme kerja dan dampak penggunaannya. Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta.235 hal. Taufik, I., S. Koesoemadinata, Sutrisno dan A. Nugraha. 2003. Tingkat akunmulasi residu pestisida pertanian di perairan tambak. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol. 9 (4): 53-61. Toledo, M.C.F., dan C.M. Jonsson. 1992. Bioaccumulation and elimination of endosulfan in zebra fish, Branchydanio rerio. Pesticide Science Vol 36: 207211. UNEP, ILO, dan WHO. 1992. Endosulfan 40. WHO. Geneva.
64
Wallace, K.B. 1982. Specie -selective toxicity of organophosphorus insecticides: A pharmacodynamic phonomenon. In Organophosphates, Chemistry, Fate and Effect. Academic Press, New York. hal 79-105. Waren, C.E. 1971. Biologi and water pollution central. W.D. Sounders. Co. Philadelpia. Yudha, I.G. 1999. Toksisitas akut dan pengaruh subletal endosulfan terhadap pertumbuhan dan kondisi hematologis ikan lele dumbo (Clarian gariepinus). Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 60 hal.
65
Lampiran 1. Prosedur analisis residu insektisida endosulfan pada sample air.
Contoh air (200 ml)
Masukkan dalam corong pemisah 500 ml + 30 ml n-heksan p.a Kocok kuat-kuat (stirrer ± 1')
Air (bawah)
n-heksan (atas)
+ 30 ml n-heksan Kocok kuat-kuat (stirrer ± 1')
Aqueous (bawah)
Buang
n-heksan (atas)
Labu bundar 250 ml
Rotary evaporator, 50o C sampai ± 1 ml
Kolom Sodium Sulfat anhidrat; 5 cm
Tabung uji + pelarut aceton hingga volume 10 ml
Siap ke GC atau tahap derivatisasi
66
Lampiran 2. Prosedur analisis residu insektisida endosulfan pada sample daging ikan
10 g contoh (sudah halus)
Homogeneser 30', 100 rpm + pelarut aceton p.a 50 ml
Disaring ke dalam labu bundar Rotary evaporator, 40-50o C hingga kering + 30 ml n-heksan p.a Corong pisah 150 ml + 30 ml asetonitril p.a Kocok kuat -kuat (stirrer ± 1')
n-heksan (atas)
asetonitril (bawah)
+ 30 ml asetonitril p.a kocok kuat -kuat (stirrer ± 1') Labu bundar 300 ml
n-heksan (atas)
Asetonitril (bawah)
Rotary evaporator, 60-70o C hingga kering
+ 30 ml n-heksan p.a Buang Kolom florisil 5 g (setelah diaktivasi 5 jam, 120 oC) Bilas dgn 50 ml n-heksan + aceton ( 9:1)
Rotary evaporator
Masukkan dalam tabung uji dengan pelarut aceton p.a hingga volume 10 ml
Siap ke GC atau tahap derivatisasi
67
Lampiran 3. Mortalitas ikan mas (ekor) pada uji pendahuluan setelah waktu pemaparan (jam) Bahan uji
: Akodan 35 EC
Hewan uji
: Ikan mas
Tanggal Bahan aktif Konsentrasi Stok larutan
: : : :
Bobot rata-rata Panjang rata-rata Jumlah Sumber
: 0,81 g : 3,65 cm : 10 ekor/10 liter : Inris Cijeruk
Konsentrasi (µg/l)
31 Mei 2004 Endosulfan 350.000 mg/l 100 mg/l
Nomor Wadah 101 201 301
0 0 0 0
Waktu Pemaparan (jam) 24 0 0 0
48 0 0 0
0, 10
102 202 302
0 0 0
0 0 0
0 0 0
1,00
103 203 303
0 0 0
0 0 0
0 0 0
10,00
104 204 304
0 0 0
10 10 10
10 10 10
0,00
Konsentrasi ambang bawah (LC0-48 jam)
:
1,0 µg/l
Konsentrasi ambang atas (LC100-24 jam)
:
10,0 µg/l
Berdasarkan persamaan log (N/n) = k log (a/n)
………………………………
a/n = b/a = c/b = d/c = e/d = f/e = g/f = N/g
…………
(1) (2)
maka deret konsentrasi pada uji lanjutan (devinitife test) yang besarnya antara ambang bawah (1,0 µg/l) dan ambang atas (10 µg/l) adalah: 0; 1,4; 1,9; 2,7; 3,7; 5,2 dan 7,2 µg/l.
68
Lampiran 4. Motalitas ikan mas (ekor) pada uji lanjutan (definitife test) untuk setiap konsentrasi perlakuan (µg/l) setelah waktu pemaparan (jam). Bahan uji
: Akodan 35 EC
Hewan uji
: Ikan mas
Tanggal Bahan aktif Konsentrasi Stok larutan
: : : :
Bobot rata-rata Panjang rata-rata Jumlah Sumber
: 0,81 g : 3,65 cm : 10 ekor/10 liter : Inris Cijeruk
14 Juni 2004 Endosulfan 350.000 mg/l 100 mg/l
Konsentrasi (µg/l)
Nomor Wadah
0
Waktu Pemaparan (jam) 24 48 72
96
0
101 201 301
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
1,4
102 202 302
0 0 0
0 0 0
1 0 0
1 0 0
2 1 2
1,9
103 203 303
0 0 0
0 0 0
1 1 1
2 2 2
3 5 4
2,7
104 204 304
0 0 0
1 1 1
2 2 2
3 3 3
4 5 4
3,7
105 205 305
0 0 0
3 2 4
6 4 6
6 6 7
6 7 7
5,2
106 206 306
0 0 0
4 5 5
6 7 7
8 8 8
9 9 9
7,2
107 207 307
0 0 0
6 8 7
9 10 10
10 10 10
10 10 10
69
Lampiran 5. Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai LC50-24 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas. Konsentrasi (µ µg/l) 1,4 1,9 2,7 3,7 5,2 7,2
Jumlah ikan yang di uji (ekor) 30 30 30 30 30 30
Prakiraan garis probit: Chi2 (DF = 4; CL = 95%) Chi2 hitung Nilai nominal LC50 Limit kepercayaan 95%
Jumlah ikan yang mati (ekor) 0 0 3 9 14 21
Log X
Probit Y
1,146 1,278 1,431 1,568 1,716 1,857
1,601 1,601 3,719 4,477 4,916 5,525
Y = -5,468 + 6,073 X = 9,456 = 8,278 = 5,291 = 4,789 – 5,835
Lampiran 6. Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai LC50-48 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas. Konsentrasi (µ µg/l) 1,4 1,9 2,7 3,7 5,2 7,2
Jumlah ikan yang di uji (ekor) 30 30 30 30 30 30
Prakiraan garis probit: Chi2 (DF = 4; CL = 95%) Chi2 hitung Nilai nominal LC50 Limit kepercayaan 95%
Jumlah ikan yang mati (ekor) 1 3 6 16 20 29
Log X
Probit Y
1,146 1,278 1,431 1,568 1,716 1,857
3,680 3,719 4,159 5,084 5,431 6,835
Y = -1,728 = 4,365 X = 9,456 = 5,253 = 3,478 = 3,094 – 3,908
70
Lampiran 7. Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai LC50-72 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas. Konsentrasi (µ µg/l) 1,4 1,9 2,7 3,7 5,2 7,2
Jumlah ikan yang di uji (ekor) 30 30 30 30 30 30
Prakiraan garis probit: Chi2 (DF = 4; CL = 95%) Chi2 hitung Nilai nominal LC50 Limit kepercayaan 95%
Jumlah ikan yang mati (ekor) 1 6 9 19 24 30
Log X
Probit Y
1,146 1,278 1,431 1,568 1,716 1,857
3,680 4,159 4,477 5,340 5,842 8,500
Y = -3,657 + 5,995 X = 9,456 = 20,849 = 2,780 = 2,587 – 2,987
Lampiran 8. Analisis probit (Wallace, 1982) untuk menentukan nilai LC50-96 jam insektisida endosulfan terhadap ikan mas. Konsentrasi (µ µg/l) 1,4 1,9 2,7 3,7 5,2 7,2
Jumlah ikan yang di uji (ekor) 30 30 30 30 30 30
Prakiraan garis probit: Chi2 (DF = 4; CL = 95%) Chi2 hitung Nilai nominal LC50 Limit kepercayaan 95%
Jumlah ikan yang mati (ekor) 5 12 13 20 27 30
Log X
Probit Y
1,146 1,278 1,431 1,568 1,716 1,857
4,034 4,748 4,833 5,431 6,283 8,500
Y = -2,607 + 5,498 X = 9,456 = 2,924 = 2,418 = 2,206 – 2,652
71
Lampiran 9. Analisis statistik terhadap laju penyerapan (Ku) dan biokonsentrasi faktor (BCF) insektisida endosulfan ke dalam tubuh ikan mas pada berbagai konsentrasi perlakuan. ANOVA
Sumbe r keragaman KU
Perlakuan Acak Total Perlakuan Acak Total
BCF
Jumlah kwadrat .281 2.294E-03 .284 33.336 .258 33.594
db
Kwadrat tengah 2 9 11 2 9 11
F
P
.141 2.549E-04
551.823
.000
16.668 2.870E-02
580.689
.000
Uji Tu key
Variabel
KU
(I) Perlakuan .240
(J) Selisih rata-rata Standar Perlakuan (I-J) kesalahan
.720 7.6500E-02* 1.200 .35625* .720 .240 -7.65000E-02* 1.200 .27975* 1.200 .240 -.35625* .720 -.27975* BCF .240 .720 .82900* 1.200 3.87650* .720 .240 -.82900* 1.200 3.04750* 1.200 .240 -3.87650* .720 -3.04750* * Nilai selisih rata-rata berbeda nyata pada P<0,05.
1.1290E-02 1.1290E-02 1.1290E-02 1.1290E-02 1.1290E-02 1.1290E-02 .11980 .11980 .11980 .11980 .11980 .11980
P
.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
Selang kepercayaan 95% Batas bawah Batas atas 4.4977E-02 .10802 .32473 .38777 -.10802 -4.49771E-02 .24823 .31127 -.38777 -.32473 -.31127 -.24823 .49452 1.16348 3.54202 4.21098 -1.16348 -.49452 2.71302 3.38198 -4.21098 -3.54202 -3.38198 -2.71302
Ku
Perlakuan N Nilai Ku rata-rata* 1 2 (µ µ g/l) 1.200 4 .43150 .720 4 .71125 .240 4 Sig. 1.000 1.000 * Angka rata-rata dalam kolom yang sama men unjukkan tidak beda nyata (P>0,05).
3
.78775 1.000
BCF
Perlakuan N Nilai BCF rata-rata* (µ µ g/l) 1 2 1.200 4 4.69000 .720 4 7.73750 .240 4 Sig. 1.000 1.000 * Angka rata-rata dalam kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05).
3
8.56650 1.000
72
Lampiran 10. Bobot biomas ikan mas (g) yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu.
Bioakumulasi Ulangan (µg/kg) 0.00
1
2
3
4
9
10
11
12
1
18.8
23.6
24.0
28.5
30.3
33.9
36.2
44.5
52.6
56.4
62.0
68.3
77.6
2
18.2
24.1
26.5
27.3
28.3
30.8
33.1
37.9
42.2
47.8
54.3
63.9
72.7
18.2
22.7
22.8
24.8
26.3
31.4
34.5
38.7
43.7
48.8
58.2
65.6
70.1
3 Rataan St. dev. 2.04
18.6 18.5
21.4 20.8
23.9 23.8
27.0 27.2
28.3 28.4
31.8 30.0
35.7 33.7
42.3 41.1
48.4 46.5
52.8 51.6
58.1 57.3
64.6 61.1
72.3 68.3
3
18.2
21.1
23.8
25.2
26.6
28.9
30.7
34.5
38.6
46.3
52.8
59.5
67.7
18.43 21.10 23.83 26.47 27.77 30.23 33.37 39.30 44.50 50.23 56.07 61.73 69.43 0.21 0.30 0.06 1.10 1.01 1.46 2.52 4.20 5.20 3.46 2.86 2.61 2.50
1
18.5
21.0
21.9
22.6
23.0
25.7
28.8
31.7
34.5
38.9
46.4
53.9
58.4
2 3
18.2 18.5
21.8 22.2
23.5 23.0
23.9 23.7
24.6 24.9
29.6 28.1
32.5 31.6
35.1 34.1
36.2 36.4
44.8 42.2
50.4 46.2
54.0 48.8
60.6 51.5
Rataan St. dev. 4.24
18.40 23.47 24.43 26.87 28.30 32.03 34.60 40.37 46.17 51.00 58.17 65.93 73.47 0.35 0.71 1.89 1.89 2.00 1.64 1.55 3.60 5.62 4.70 3.85 2.22 3.81
1 2 Rataan St. dev.
3.58
Sampling Minggu ke5 6 7 8
0
18.40 21.67 22.80 23.40 24.17 27.80 30.97 33.63 35.70 41.97 47.67 52.23 56.83 0.17 0.61 0.82 0.70 1.02 1.97 1.93 1.75 1.04 2.96 2.37 2.97 4.75
1
18.7
22.0
22.6
23.9
25.1
28.4
32.7
34.6
36.8
41.6
66.5
51.9
58.4
2
18.4
21.8
23.1
24.0
24.5
27.4
29.3
30.7
32.1
36.2
40.6
47.1
53.7
3 Rataan St. dev.
18.2 21.7 23.1 24.1 24.6 26.3 31.7 32.1 34.0 36.5 41.4 45.3 51.5 18.43 21.83 22.93 24.00 24.73 27.37 31.23 32.47 34.30 38.10 49.50 48.10 54.53 0.25
0.15
0.29
0.10
0.32
1.05
1.75
1.98
2.36
3.03 14.73
3.41 26.08
73
Lampiran 11. Bobot biomas ikan mas (g) yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu (transformasi logaritma natural). . Biokonsentrasi Ulangan (µg/kg) 0.00 1
2.02
3.58
4.24
Sampling Minggu ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2.934 3.161 3.178 3.350 3.411 3.523 3.589 3.795 3.963 4.032 4.127 4.224 4.352
2
2.901 3.182 3.277 3.307 3.343 3.428 3.500 3.635 3.742 3.867 3.995 4.157 4.286
3
2.901 3.122 3.127 3.211 3.270 3.447 3.541 3.656 3.777 3.888 4.064 4.184 4.250
Rataan
2.912 3.155 3.194 3.289 3.341 3.466 3.543 3.695 3.827 3.929 4.062 4.188 4.296
St. dev.
0.019 0.030 0.076 0.071 0.071 0.051 0.045 0.087 0.118 0.090 0.066 0.034 0.051
1 2
2.923 3.063 3.174 3.296 3.343 3.459 3.575 3.745 3.879 3.967 4.062 4.168 4.281 2.918 3.035 3.170 3.303 3.346 3.401 3.517 3.745 3.839 3.944 4.048 4.113 4.224
3
2.901 3.049 3.170 3.227 3.281 3.364 3.424 3.541 3.653 3.835 3.967 4.086 4.215
Rataan
2.914 3.049 3.171 3.275 3.323 3.408 3.506 3.677 3.791 3.915 4.026 4.122 4.240
St. dev.
0.011 0.014 0.002 0.042 0.037 0.048 0.076 0.118 0.121 0.070 0.052 0.042 0.036
1 2
2.918 3.045 3.086 3.118 3.135 3.246 3.360 3.456 3.541 3.661 3.837 3.987 4.067 2.901 3.082 3.157 3.174 3.203 3.388 3.481 3.558 3.589 3.802 3.920 3.989 4.104
3 Rataan
2.918 3.100 3.135 3.165 3.215 3.336 3.453 3.529 3.595 3.742 3.833 3.888 3.942 2.912 3.076 3.126 3.152 3.184 3.323 3.432 3.515 3.575 3.735 3.863 3.955 4.038
St. dev.
0.009 0.028 0.036 0.030 0.043 0.071 0.063 0.053 0.029 0.071 0.049 0.058 0.085
1
2.929 3.091 3.118 3.174 3.223 3.346 3.487 3.544 3.605 3.728 4.197 3.949 4.067
2
2.912 3.082 3.140 3.178 3.199 3.311 3.378 3.424 3.469 3.589 3.704 3.852 3.983
3
2.901 3.077 3.140 3.182 3.203 3.270 3.456 3.469 3.526 3.597 3.723 3.813 3.942
Rataan
2.914 3.083 3.133 3.178 3.208 3.309 3.440 3.479 3.534 3.638 3.875 3.872 3.997
St. dev.
0.014 0.007 0.013 0.004 0.013 0.038 0.057 0.060 0.069 0.078 0.279 0.070 1.666
74
Lampiran 12. Bobot ikan mas (g/ekor) yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu. Bioakumulasi Ulangan (µg/kg) 0.00 1
2.04
3.58
4.24
Sampling Minggu ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0.940 1.180 1.200 1.425 1.515 1.695 1.810 2.225 2.630 2.820 3.100 3.415 3.880
2
0.910 1.205 1.325 1.365 1.415 1.540 1.655 1.895 2.110 2.390 2.715 3.195 3.635
3
0.910 1.135 1.140 1.240 1.315 1.570 1.725 1.935 2.185 2.440 2.910 3.280 3.505
Rataan St. dev.
0.920 1.173 1.222 1.343 1.415 1.602 1.874 2.018 2.308 2.550 2.908 3.297 3.673 0.017 0.035 0.094 0.094 0.100 0.082 0.078 0.180 0.281 0.235 0.193 0.111 0.190
1 2
0.930 1.070 1.195 1.350 1.415 1.590 1.785 2.115 2.420 2.640 2.905 3.230 3.615 0.925 1.040 1.190 1.360 1.420 1.500 1.685 2.055 2.325 2.580 2.865 3.055 3.415
3
0.910 1.055 1.190 1.260 1.330 1.445 1.535 1.725 1.930 2.315 2.640 2.975 3.385
Rataan St. dev.
0.922 1.055 1.192 1.323 1.388 1.512 1.668 1.965 2.225 2.512 2.803 3.087 3.472 0.010 0.015 0.003 0.055 0.051 0.073 0.126 0.210 0.260 0.173 0.143 0.130 0.125
1 2
0.925 1.050 1.095 1.130 1.150 1.285 1.440 1.585 1.725 1.945 2.320 2.695 2.920 0.910 1.090 1.175 1.195 1.230 1.480 1.625 1.755 1.810 2.240 2.520 2.700 3.030
3 Rataan
0.925 1.110 1.150 1.185 1.245 1.405 1.580 1.705 1.820 2.110 2.310 2.440 2.575
St. dev
0.920 1.083 1.140 1.170 1.208 1.390 1.548 1.682 1.785 2.098 2.383 2.612 2.842 0.009 0.031 0.041 0.035 0.051 0.098 0.096 0.087 0.052 0.148 0.118 0.149 0.237
1
0.935 1.100 1.130 1.195 1.255 1.420 1.635 1.730 1.840 2.080 2.325 2.595 2.920
2
0.920 1.090 1.155 1.200 1.225 1.370 1.465 1.535 1.605 1.810 2.030 2.355 2.685
3
0.910 1.085 1.155 1.205 1.230 1.315 1.585 1.605 1.700 1.825 2.070 2.265 2.575
Rataan
0.922 1.092 1.147 1.200 1.237 1.368 1.562 1.623 1.715 1.905 2.142 2.405 2.727 0.013 0.008 0.014 0.005 0.016 0.053 0.087 0.099 0.118 0.152 0.160 0.171 0.176
St. dev
75
Lampiran 13. Bobot ikan mas (g/ekor) yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu (transformasi logaritma natural) Biokonsentrasi Ulangan Sampling Minggu ke(µg/kg) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0.00 1 -0.062 0.165 0.182 0.354 0.415 0.528 0.593 0.800 0.967 1.037 1.131 1.228 1.356
2.04
3.58
4.24
2
-0.094 0.186 0.281 0.311 0.347 0.432 0.504 0.639 0.747 0.871 0.999 1.162 1.291
3
-0.094 0.127 0.131 0.215 0.274 0.451 0.545 0.660 0.782 0.892 1.068 1.188 1.254
Rataan
-0.083 0.159 0.198 0.293 0.345 0.470 0.624 0.700 0.832 0.933 1.066 1.193 1.300
St. dev.
0.019 0.030 0.076 0.071 0.071 0.051 0.045 0.088 0.118 0.090 0.066 0.033 0.052
1 2
-0.073 0.068 0.178 0.300 0.347 0.464 0.579 0.749 0.884 0.971 1.066 1.174 1.285 -0.078 0.039 0.174 0.307 0.351 0.405 0.522 0.720 0.844 0.948 1.053 1.117 1.228
3
-0.094 0.053 0.174 0.231 0.285 0.368 0.428 0.545 0.657 0.839 0.971 1.090 1.219
Rataan
-0.082 0.053 0.175 0.279 0.328 0.412 0.510 0.671 0.795 0.919 1.030 1.127 1.244
St. dev.
0.011 0.015 0.002 0.042 0.037 0.048 0.076 0.110 0.121 0.071 0.052 0.043 0.036
1 2
-0.078 0.049 0.091 0.122 0.140 0.251 0.365 0.461 0.545 0.665 0.842 0.991 1.072 -0.094 0.086 0.161 0.178 0.207 0.392 0.486 0.562 0.593 0.806 0.924 0.993 1.109
3 Rataan
-0.078 0.104 0.140 0.170 0.219 0.340 0.457 0.534 0.599 0.747 0.837 0.892 0.946 -0.083 0.080 0.131 0.157 0.189 0.328 0.436 0.519 0.579 0.739 0.868 0.959 1.042
St. dev.
0.009 0.028 0.036 0.030 0.043 0.071 0.063 0.053 0.029 0.071 0.049 0.058 0.085
1
-0.067 0.095 0.122 0.178 0.227 0.351 0.492 0.548 0.610 0.732 0.844 0.954 1.072
2
-0.083 0.086 0.144 0.182 0.227 0.315 0.382 0.429 0.473 0.593 0.708 0.857 0.988
3
-0.094 0.082 0.144 0.186 0.207 0.274 0.461 0.473 0.531 0.602 0.728 0.818 0.946
Rataan
-0.082 0.088 0.137 0.182 0.220 0.313 0.445 0.483 0.538 0.642 0.760 0.876 1.002
St. dev.
0.014 0.007 0.013 0.004 0.012 0.038 0.057 0.060 0.069 0.078 0.073 0.070 0.064
76
Lampiran 14. Laju pertumbuhan individu harian (%) ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan pada setiap periode pemaparan (bulan) Bioakumulasi
Ulangan
Wo (g)
Bulan I Wt (g) SGR (%)
Bulan II Wt (g) SGR (%)
Bulan III Wt (g) SGR (%)
0.00
1 2 3 Rataan St. dev.
0.940 0.910 0.910 0.920 0.017
1.515 1.415 1.315 1.415 0.100
1.70 1.58 1.31 1.530 0.20
2.630 2.110 2.185 2.308 0.281
1.84 1.50 1.56 1.633 0.18
3.880 3.635 3.505 3.673 0.190
1.69 1.65 1.61 1.650 0.04
2.04
1 2 3 Rataan St. dev.
0.930 0.925 0.910 0.922 0.010
1.415 1.420 1.330 1.388 0.051
1.50 1.53 1.35 1.460 0.10
2.420 2.325 1.930 2.225 0.260
1.71 1.65 1.34 1.567 0.20
3.615 3.415 3.385 3.472 0.125
1.62 1.55 1.56 1.577 0.04
3.58
1 2 3 Rataan St. dev.
0.925 0.910 0.925 0.920 0.009
1.150 1.230 1.245 1.208 0.051
0.78 1.08 1.06 0.973 0.17
1.725 1.810 1.820 1.785 0.052
1.11 1.23 1.21 1.183 0.06
2.920 3.030 2.575 2.842 0.237
1.37 1.43 1.22 1.340 0.11
4.24
1 2 3 Rataan St. dev.
0.935 0.920 0.910 0.922 0.013
1.255 1.225 1.230 1.237 0.016
0.94 1.11 1.06 1.037 0.09
1.840 1.605 1.700 1.715 0.118
1.21 0.99 1.11 1.103 0.11
2.920 2.685 2.575 2.727 0.176
1.36 1.28 1.24 1.293 0.06
(µg/kg)
77
Lampiran 15. Data efisiensi pakan (FE) ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu pemaparan Bioakumulasi (µg/kg) 0.00
Ulangan 1 2 3 Rataan Std. dev.
Wo (g) 18.8 18.2 18.2 18.40 0.35
Wt (g) 77.6 72.7 70.1 73.47 3.81
Pakan (g) 117.01 92.3 104.95 104.75 12.36
Efisiensi Pakan (%) 50.25 59.05 49.45 52.92 5.33
2.04
1 2 3 Rataan Std. dev.
18.6 18.5 18.2 18.43 0.21
72.3 68.3 67.7 69.43 2.50
100.03 100.25 81.17 93.82 10.95
53.68 49.68 60.10 54.49 5.26
3.58
1 2 3 Rataan Std. dev.
18.5 18.2 18.5 18.40 0.17
58.4 60.6 51.5 56.83 4.75
97.54 92.34 67.90 85.93 15.83
40.91 45.92 48.60 45.14 3.90
4.24
1 2 3 Rataan Std. dev.
18.7 18.4 18.2 18.43 0.25
58.4 53.7 51.5 54.53 3.52
87.76 79.34 71.43 79.51 8.17
45.24 44.49 46.62 45.45 1.08
78
Lampiran 16. Analisis statistik terhadap laju pertumbuhan individu harian (SGR) dan efisiensi pakan (FE) ikan mas setelah pemaparan 12 minggu. ANOVA
SGR
FE
Sumber keragaman Perlakuan Acak Total Perlakuan Acak Total
Jumlah kwadrat .275 3.693E-02 .312 215.509 144.866 360.375
db 3 8 11 3 8 11
Kwadrat tengah 9.179E-02 4.617E-03
F 19.882
71.836 18.108
3.967
P .000
.053
Uji Tukey
Variabel
(I) (J) Selisih rata-rata Standar BioBio(I-J) kesalahan akumulasi akumulasi SGR .00 2.04 7.333E-02 5.548E-02 3.58 .3100* 5.548E-02 4.24 .3567* 5.548E-02 2.04 .00 -7.3333E-02 5.548E-02 3.58 .2367* 5.548E-02 4.24 .2833* 5.548E-02 3.58 .00 -.3100* 5.548E-02 2.04 -.2367* 5.548E-02 4.24 4.667E-02 5.548E-02 4.24 .00 -.3567* 5.548E-02 2.04 -.2833* 5.548E-02 3.58 -4.6667E-02 5.548E-02 FE .00 2.04 -1.5700 3.4745 3.58 7.7633 3.4745 4.24 7.4667 3.4745 2.04 .00 1.5700 3.4745 3.58 9.3333 3.4745 4.24 9.0367 3.4745 3.58 .00 -7.7633 3.4745 2.04 -9.3333 3.4745 4.24 -.2967 3.4745 4.24 .00 -7.4667 3.4745 2.04 -9.0367 3.4745 3.58 .2967 3.4745 * Nilai selisih rata-rata berbeda nyata pada P<0,05
P
.576 .002 .001 .576 .012 .004 .002 .012 .834 .001 .004 .834 .967 .194 .217 .967 .104 .117 .194 .104 1.000 .217 .117 1.000
Selang kepercayaan 95% Batas bawah Batas atas -.1043 .2510 .1323 .4877 .1790 .5343 -.2510 .1043 5.900E-02 .4143 .1057 .4610 -.4877 -.1323 -.4143 -5.9005E-02 -.1310 .2243 -.5343 -.1790 -.4610 -.1057 -.2243 .1310 -12.6967 9.5567 -3.3634 18.8901 -3.6601 18.5934 -9.5567 12.6967 -1.7934 20.4601 -2.0901 20.1634 -18.8901 3.3634 -20.4601 1.7934 -11.4234 10.8301 -18.5934 3.6601 -20.1634 2.0901 -10.8301 11.4234
SGR
Bioakumulasi N Nilai SGR rata-rata* ( µg/kg) 1 2 4.24 3 1.2933 3.58 3 1.3400 2.04 3 1.5767 .00 3 1.6500 Sig. .834 * Angka rata-rata dalam kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)
.576
79
Lanjutan FE
Bioakumulasi N Nilai FE rata- rata* ( µg/kg) 1 3.58 3 45.1533 4.24 3 45.4500 .00 3 52.9167 2.04 3 54.4867 Sig. .104 * Angka rata-rata dalam kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)
Lampiran 17. Kadar hematokrit (Ht), hemoglobin (Hb), eritrosit dan leukosit ikan mas yang dipaparkan dengan berbagai konsentrasi bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu.
No.
Hematokrit (%)
Eritrosit (103 sel/mm3 )
Hemoglobin (g/100ml)
A
B
C
D
A
B
C
D
C
D
1
20.58
12.31
17.50
21.53
3.2
3.2
3.0
8.2
2,910
630
380
550
13,900
21,450
6,500
3,350
2
9.3
21.54
19.19
24.46
3.1
2.3
4.1
8.0
1,180
820
410
590
8,650
12,300
11,150
6,550
3
11.21
26.15
24.26
24.62
7.1
3.0
7.8
6.0
890
670
560
310
10,300
11,350
5,650
5,250
4
18.31
18.50
20.65
22.72
5.6
3.8
7.5
8.4
1,800
720
320
800
12,350
18,550
9,300
8,450
5
12.25
19.32
18.46
21.96
4.7
2.2
4.5
8.0
2,270
690
310
420
11,300
12,450
6,200
7,100
6
15.45
22.46
19.93
19.86
5.2
2.5
6.3
7.6
1,430
710
440
330
9,150
14,150
7,750
3,250
Rataan
14.52
20.05
20.00
22.53
4.82
2.83
5.53
7.70
1,746.7 706.7 403.3 500.0
10,942
15,042
7,758
5,658
St.dev
4.37
4.65
2.36
1.82
1.52
0.62
1.96
0.87
746.37
1987
4050
2114
2096
Keterangan: A : B : C : D :
A
B
C
D
Leukosit (sel/mm3 )
64.1
91.8 185.5
A
B
Kontrol Konsentrasi bioakumulasi 2,04 µg/kg Konsentrasi bioakumulasi 3,58 µg/kg Konsentrasi bioakumulasi 4,24 µg/lkg
80
Lampiran 18. Analisis statistik terhadap data hematologis (hematokrit, hemoglobin, eritrosit, leukosit) ikan mas setelah pemaparan 12 minggu. ANOVA
Sumber keragaman Hematokrit
Hemoglobin
Eritrosit
Leukosit
Perlakuan Acak Total Perlauan Acak Total Perlakuan Acak Total Perlakuan Acak Total
Jumlah kwadrat 205.937 247.826 453.764 72.645 36.395 109.040 6876583.333 3020000.000 9896583.333 300541666.667 146068333.333 446610000.000
db
Kwadrat tengah 3 20 23 3 20 23 3 20 23 3 20 23
F
P
68.646 12.391
5.540
.006
24.215 1.820
13.307
.000
2292194.444 151000.000
15.180
.000
100180555.556 7303416.667
13.717
.000
81
Lanjutan Uji Tukey
Variabel Ht
(I) (J) Selisih rata-rata Bioakumulasi Bioakumulasi (I-J) .00
2.04 -5.5300 3.58 -5.4817 4.24 -8.0083 2.04 .00 5.5300 3.58 4.833E-02 4.24 -2.4783 3.58 .00 5.4817 2.04 -4.8333E-02 4.24 -2.5267 4.24 .00 8.0083 2.04 2.4783 3.58 2.5267 Hb .00 2.04 1.9833 3.58 -.7167 4.24 -2.8833 2.04 .00 -1.9833 3.58 -2.7000 4.24 -4.8667 3.58 .00 .7167 2.04 2.7000 4.24 -2.1667 4.24 .00 2.8833 2.04 4.8667 3.58 2.1667 Eritrosit .00 2.04 1040.0000 3.58 1343.3333 4.24 1246.6667 2.04 .00 -1040.0000 3.58 303.3333 4.24 206.6667 3.58 .00 -1343.3333 2.04 -303.3333 4.24 -96.6667 4.24 .00 -1246.6667 2.04 -206.6667 3.58 96.6667 Leukosit .00 2.04 -4100.0000 3.58 3183.3333 4.24 5283.3333 2.04 .00 4100.0000 3.58 7283.3333 4.24 9383.3333 3.58 .00 -3183.3333 2.04 -7283.3333 4.24 2100.0000 4.24 .00 -5283.3333 2.04 -9383.3333 3.58 -2100.0000 * Nilai selisih rata-rata berbeda nyata pada P<0,05.
Standar kesalahan 2.0323 2.0323 2.0323 2.0323 2.0323 2.0323 2.0323 2.0323 2.0323 2.0323 2.0323 2.0323 .7788 .7788 .7788 .7788 .7788 .7788 .7788 .7788 .7788 .7788 .7788 .7788 224.3509 224.3509 224.3509 224.3509 224.3509 224.3509 224.3509 224.3509 224.3509 224.3509 224.3509 224.3509 1560.2795 1560.2795 1560.2795 1560.2795 1560.2795 1560.2795 1560.2795 1560.2795 1560.2795 1560.2795 1560.2795 1560.2795
P
Selang kepercayaan 95% Batas bawah Batas atas
.059 -11.2185 .061 -11.1702 .004 -13.6968 .059 -.1585 1.000 -5.6402 .622 -8.1668 .061 -.2068 1.000 -5.7368 .608 -8.2152 .004 2.3198 .622 -3.2102 .608 -3.1618 .083 -.1966 .794 -2.8966 .007 -5.0633 .083 -4.1633 .012 -4.8799 .000 -7.0466 .794 -1.4633 .012 .5201 .052 -4.3466 .007 .7034 .000 2.6867 .052 -1.3269E-02 .001 412.0483 .000 715.3817 .000 618.7150 .001 -1667.9517 .542 -324.6183 .794 -421.2850 .000 -1971.2850 .542 -931.2850 .972 -724.6183 .000 -1874.6183 .794 -834.6183 .972 -531.2850 .071 -8467.1769 .207 -1183.8436 .014 916.1564 .071 -267.1769 .001 2916.1564 .000 5016.1564 .207 -7550.5102 .001 -11650.5102 .546 -2267.1769 .014 -9650.5102 .000 -13750.5102 .546 -6467.1769
.1585 .2068 -2.3198 11.2185 5.7368 3.2102 11.1702 5.6402 3.1618 13.6968 8.1668 8.2152 4.1633 1.4633 -.7034 .1966 -.5201 -2.6867 2.8966 4.8799 1.327E-02 5.0633 7.0466 4.3466 1667.9517 1971.2850 1874.6183 -412.0483 931.2850 834.6183 -715.3817 324.6183 531.2850 -618.7150 421.2850 724.6183 267.1769 7550.5102 9650.5102 8467.1769 11650.5102 13750.5102 1183.8436 -2916.1564 6467.1769 -916.1564 -5016.1564 2267.1769
82
Lanjutan Hematokrit (Ht) N Bioakumulasi ( µg/kg) .00 3.58 2.04 4.24 Sig. * Angka rata-rata dalam kolom yang
Jumlah Ht rata -rata * 6 6 6 6
1 14.5167 19.9983 20.0467
2 19.9983 20.0467 22.5250
.059 sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)
.608
Hemoglobin (Hb)
Bioakumulasi ( µg/kg) 2.04 .00 3.58 4.24 Sig. * Angka rata-rata dalam kolom yang
N 6 6 6 6
1 2.8333 4.8167
Jumlah Hb rata -rata* 2 4.8167 5.5333
.083 sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)
3
5.5333 7.7000 .794
.052
Eritrosit
Bioakumulasi ( µg/kg) 3.58 4.24 2.04 .00 Sig. * Angka rata-rata dalam kolom yang
N
Jumlah Eritrosit rata-rata* 1 2 6 403.3333 6 500.0000 6 706.6667 6 1746.6667 .542 sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)
1.000
Leukosit
Bioakumulasi ( µg/kg) 4.24 3.58 .00 2.04 Sig. * Angka rata-rata dalam kolom yang
N 6 6 6 6
1 5658.3333 7758.3333
Jumlah Leukosit rata -rata* 2 7758.3333 10941.6667
.546 sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)
3
10941.6667 15041.6667 .207
.071
83