PENGARUH AROMA IKAN TUNA PADA UMPAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KOLAM PEMANCINGAN
HARIADI RACHMAN
SKRIPSI
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PENGARUH AROMA IKAN TUNA PADA UMPAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KOLAM PEMANCINGAN
HARIADI RACHMAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
PENGARUH AROMA IKAN TUNA PADA UMPAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KOLAM PEMANCINGAN Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Juni 2008
Hariadi Rachman C54103017
ABSTRAK
HARIADI RACHMAN. Pengaruh Aroma Ikan Tuna pada Umpan terhadap Hasil Tangkapan Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Kolam Pemancingan. Dibimbing oleh Wazir Mawardi. Salah satu proses yang paling berpengaruh dalam meracik umpan yaitu mengatur komposisi aroma. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah komposisi aroma ikan tuna dapat berpengaruh terhadap hasil tangkapan dan berpengaruh pula terhadap kecepatan ikan dalam merespon umpan. Data penelitian dianalisis secara statistik dan hasilnya dibahas berdasarkan tingkah laku ikan mas. Adapun data tersebut dianalisis dengan menggunakan rancangan acak lengkap single factor. Hasil penelitian menunjukkan, aroma ikan tuna memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil tangkapan ikan mas (Cyprinus carpio). Umpan dengan komposisi aroma tuna sebesar 0% mendapatkan jumlah tangkapan sebanyak 34 ekor. Umpan dengan komposisi aroma ikan tuna sebesar 5% mendapatkan jumlah tangkapan sebanyak 65 ekor, dan umpan dengan komposisi aroma ikan tuna sebesar 10% mendapatkan jumlah tangkapan sebanyak 31 ekor. Hal tersebut diperkuat oleh uji statistik dimana Fhitung > Ftabel. Komposisi aroma ikan tuna juga dapat berpengaruh terhadap kecepatan ikan dalam merespon umpan. Umpan dengan komposisi aroma ikan tuna sebesar 5% ternyata lebih cepat direspon oleh ikan mas.
Kata kunci : Aroma umpan, ikan mas (Cyprinus carpio), kolam pemancingan
Judul penelitian :
Pengaruh Aroma Ikan Tuna pada Umpan terhadap Hasil Tangkapan Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Kolam Pemancingan
Nama mahasiswa :
Hariadi Rachman
NRP
:
C54103017
Program studi
:
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Disetujui, Komisi Pembimbing
Ir. Wazir Mawardi NIP. 131 953 482
Diketahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799
Tanggal lulus : 25 Maret 2008
KATA PENGANTAR Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul penelitian ini adalah “Pengaruh Aroma Ikan Tuna pada Umpan terhadap Hasil Tangkapan Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Kolam Pemancingan”. Penelitian tentang pengaruh aroma ikan tuna pada umpan sama sekali belum pernah dilakukan. Skripsi ini membahas tentang pengaruh komposisi aroma ikan tuna pada umpan terhadap hasil tangkapan ikan mas di kolam pemancingan dan kecepatan ikan mas dalam merespon umpan tersebut.
Bogor, Juni 2008
Hariadi Rachman
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada 1)
Allah SWT atas segala nikmat dan limpahan rahmatNya;
2)
Bapak Ir. Wazir Mawardi, M.Si selaku Komisi Pembimbing atas segala bimbingan dan arahan yang telah diberikan;
3)
Bapak Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc dan Bapak Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi., M.Si atas segala arahan dan bantuannya;
4)
Bapak Ir. M Dahri Iskandar, M.Si dan Bapak Ir. Ronny Irawan Wahyu, M.Phill selaku dewan penguji;
5)
Bapak Dr. Ir. Budi H Iskandar, M.Sc yang telah memberi banyak semangat kepada saya;
6)
Bapak Dr. Ir. Fedi A Sondita, M.Sc atas arahan dan dukungannya;
7)
Bapak Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc atas segala didikan yang pernah diberikan;
8)
Kedua orang tua dan adik-adik yang saya sayangi;
9)
Keluarga besar HM. Wasir S di Bumiayu;
10)
Keluarga besar M. Amron di Bumiayu.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 2 Januari 1986 dari ayah Nana Suhendar dan ibu Wiwi Kristanti. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMUN 1 Bumiayu dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti menjadi Koordinator bidang keamanan ODF 2006. Penulis juga pernah menjabat sebagai Bendahara II HIMAFARIN periode 2003-2004 dan KOMTI (Komandan Tingkat) Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Angkatan 40 periode 2003-2004. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi yang berjudul “Pengaruh Aroma Ikan Tuna pada Umpan terhadap Hasil Tangkapan Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Kolam Pemancingan”.
DAFTAR ISI halaman KATA PENGANTAR………………………………………………………
i
UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………………….
ii
RIWAYAT HIDUP…………………………………………………………
iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………..
iv
DAFTAR TABEL………………………………………………………….
vi
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….
vii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….
viii
1.
2.
3.
4.
PENDAHULUAN………………………………………………………
1
1.1. Latar Belakang……………………………………………………… 1.2. Tujuan………………………………………………………………. 1.3. Manfaat Penelitian…………………………………………………..
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………...
3
2.1. Ikan Mas……………………………………………………………. 2.1.1. Habitat Ikan Mas……………………………………………... 2.1.2. Kebiasaan Makan Ikan Mas………………………………….. 2.2. Organ Penciuman Ikan……………………………………………... 2.3. Reaksi Penciuman Ikan terhadap Bau……………………………… 2.4. Tingkah Laku Ikan Mendekati Umpan……………………………... 2.5. Peralatan……………………………………………………………. 2.6. Lokasi Memancing………………………………………………….
3 4 4 5 7 8 9 9
METODOLOGI………………………………………………………...
11
3.1. Waktu dan Tempat………………………………………………….. 3.2. Alat dan Bahan……………………………………………………... 3.3. Metode Penelitian…………………………………………………... 3.4. Analisis Data………………………………………………………...
11 11 12 14
HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………
17
4.1. Jumlah Tangkapan………………………………………………….. 4.2. Kecepatan Respon Ikan terhadap Umpan (t0)………………………. 4.3. Lama Ikan Memainkan Umpan (t1)………………………………… 4.4. Lama Penarikan Ikan dari Kolam (t2)………………………………. 4.5. Pengaruh Waktu terhadap Hasil Tangkapan………………………... 4.6. Pembahasan ………………………...………………………............
17 20 22 24 25 26
5.
KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………
29
5.1. Kesimpulan………………………………………………………… 5.2. Saran………………………………………………………………..
29 29
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..
30
DAFTAR TABEL
halaman 1. Komponen pengamatan perlakuan ke-i ulangan ke- j Yij............................. 2
Analisis sidik ragam untuk perbedaan aroma umpan terhadap hasil tangkapan ikan mas....................................................................................
14 15
DAFTAR GAMBAR
halaman 1. Ikan mas………………………………………………………………….
3
2. Denah pemancing di kolam pemancingan Gedebage……………………
11
3. Pancing dengan bahan fiberglass………………………………………..
11
4. Diagram hasil tangkapan per jenis umpan ...............................................
17
5. Histogram bobot tangkapan total per jenis umpan….…………………...
18
6. Histogram bobot tangkapan rata-rata per jenis umpan…….....................
18
7. Histogram perbandingan hasil tangkapan antara umpan tanpa aroma tuna dengan umpan beraroma tuna ..................................................................
18
8. Histogram perbandingan t0 pada masing-masing jenis umpan.................
20
9.
Tipe gerakan pelampung bila dimakan oleh ikan mas..............................
22
10. Tipe gerakan pelampung bila dimakan oleh ikan seribu...........................
23
11. Histogram perbandingan t1 pada masing-masing jenis umpan................
23
12. Histogram perbandingan t2 pada masing-masing jenis umpan.................. 24 13. Proses penarikan ikan dari kolam..............................................................
25
14. Grafik pengaruh waktu terhadap hasil tangkapan.....................................
26
DAFTAR LAMPIRAN
halaman 1. Ikan Hasil Tangkapan................................................................................
31
2. Gambar bahan dan alat...............................................................................
32
3. Data mentah penelitian..............................................................................
33
4. Uji organoleptik…………………………………………………………..
45
5. Perhitungan 1 RAL……………………………………………………….
46
6. Uji 1 BNT………………………………………………………………...
47
7. Perhitungan 2 RAL……………………………………………………….
48
8. Uji 2 BNT………………………………………………………………...
49
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Memancing merupakan salah satu kegiatan untuk mendapatkan suatu target tangkapan, dalam hal ini adalah ikan. Dalam pelaksanaannya, memancing mempunyai berbagai tujuan tertentu, misalnya untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Tujuan lain dari memancing adalah untuk komersial. Orang dengan tujuan ini akan menjual hasil tangkapannya kepada orang lain. Namun, banyak juga orang yang melakukan kegiatan memancing atas dasar hobi. Kegiatan inilah yang lebih dikenal dengan nama sport fishing. Sport fishing dapat dilakukan di mana saja, baik di perairan laut atau di perairan darat (tawar). Secara umum lokasi memancing dapat dibedakan menjadi dua lokasi, yaitu lokasi alam dan buatan. Lokasi alam meliputi daerah laut, sungai, rawa, situ, telaga, dan danau. Adapun lokasi buatan meliputi empang, balong, dan kolam pemancingan yang memang sengaja dibuat untuk memenuhi kebutuhan para penggemar olahraga memancing. Dewasa ini jumlah penggemar olahraga memancing semakin bertambah, khususnya pemancing di kolam pemancingan. Hal ini dapat diindikasikan dari semakin bertambahnya jumlah kolam pemancingan yang ada, khususnya di wilayah Kotamadya Bandung, Jawa Barat. Keadaan tersebut dapat disebabkan oleh banyaknya penggemar sport fishing di laut yang beralih ke kolam pemancingan. Fenomena ini dapat terjadi karena jarak kota Bandung yang cukup jauh dari laut ataupun kondisi laut yang akhir-akhir ini sering tidak menentu. Namun selain itu, ada faktor lain yang memicu maraknya sport fishing di kolam pemancingan, yaitu faktor tantangan. Tantangan itu muncul karena para pemancing saling berlomba untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Untuk memperoleh hasil yang baik, ada beberapa faktor yang cukup berpengaruh dalam kegiatan memancing di kolam. Faktorfaktor tersebut terdiri atas faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal misalnya saja cuaca, kecerahan kolam, kepadatan ikan, dan peralatan. Adapun faktor internal yaitu ketrampilan, pengalaman, dan pengetahuan pemancing terhadap
karakteristik jenis ikan yang akan ditangkap. Pengetahuan tentang karakteristik ikan dapat meliputi kebiasaan makan ikan dan umpan apa saja yang disukai oleh ikan tersebut. Hal ini menjadi sangat penting karena umpan merupakan salah satu kunci sukses atau tidaknya suatu kegiatan memancing. Dari pengamatan yang dilakukan di berbagai kolam pemancingan, para pemancing terlihat sangat teliti dan berhati-hati dalam meramu umpan buatan, khususnya dalam pemberian aroma. Mereka bahkan menggunakan gelas ukur untuk menuangkan aroma tersebut. Hal ini tentu sangat menarik untuk diteliti karena sampai sejauh ini belum ada penelitian yang membahas pengaruh aroma ikan tuna terhadap hasil tangkapan ikan mas. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan apakah komposisi aroma ikan tuna pada umpan berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan mas (Cyprinus carpio). Ikan mas dipilih karena pada umumnya di kolam pemancingan itulah umpan beraroma biasa dipakai. Alasan lain mengapa dipilih ikan mas sebagai target tangkapan yaitu karena sifat ikan mas yang rakus. Mereka memakan apa saja yang berada di dasar, pertengahan, ataupun permukaan perairan, seperti tumbuhan air, lumut, cacing, keong, dan larva serangga (Harian global, 2006). Hal ini semakin menarik untuk diteliti karena jika telah diketahui bahwa ikan mas sangat rakus dalam hal makanan, namun mengapa masih banyak orang yang mencoba untuk membuat resep umpan yang baru dengan mengubah komposisi aromanya.
1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui apakah komposisi aroma ikan tuna pada umpan dapat berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan mas (Cyprinus carpio) di kolam pemancingan; dan 2. Mengetahui apakah komposisi aroma ikan tuna berpengaruh terhadap kecepatan ikan mas dalam merespon umpan.
1.3. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian adalah sebagai informasi kepada pemancing tentang komposisi aroma ikan tuna yang banyak disukai oleh ikan mas. 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ikan Mas Weber dan Beaufort (dalam Saanin, 1984) menyatakan bahwa ikan mas termasuk ke dalam famili Cyprinidae, sub famili Cyprininae, genus Cyprinus, dan spesies Cyprinus carpio. Menurut Sumantadinata (1981), ikan mas mempunyai ciri-ciri badan memanjang dan agak pipih, lipatan mulut dengan bibir yang halus. Ikan mas sangat beragam dalam warna seperti merah, hitam, hijau, kuning muda, putih, biru keperakan, coklat keemasan, dan berbelang-belang seperti campuran dari beberapa macam warna. Selain warna, dari bentuk badan, sirip, dan sisik dikenal pula beberapa sebutan bagi strain ikan mas seperti ikan mas kumpay, ikan mas kancara domas, ikan mas punten, ikan mas kaca, dan ikan mas sinyonya. Ikan mas sinyonya mempunyai ciri-ciri badan relative panjang, warna kuning muda, mata sipit sampai tertutup oleh suatu selaput kulit. Ikan mas ini juga dikenal mempunyai pertumbuhan yang relatif baik (Sumantadinata, 1981). Adapun dalam taksonomi hewan, klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut : Kelas
: Osteichthyes
Anak kelas
: Actinopterygii
Bangsa
: Cypriniformes
Suku
: Cyprinidae
Marga
: Cyprinus
Jenis
: Cyprinus carpio
Gambar 1. Ikan Mas (Cyrinus carpio)
Sumber : Anonim, 2006
2.1.1. Habitat Ikan Mas Ikan mas berasal dari daratan Asia dan telah lama dibudidayakan sebagai ikan konsumsi oleh bangsa Cina sejak 400 tahun SM. Penyebarannya merata di daratan Asia, Eropa, sebagian Amerika Utara, dan Australia. Pembudidayaan ikan mas di Indonesia banyak ditemui di Jawa dan Sumatra dalam bentuk empang, balong, maupun keramba terapung yang diletakkan di danau atau waduk besar. Budidaya modern di Jawa Barat menggunakan sistem air deras untuk mempercepat pertumbuhannya. Habitat aslinya di alam meliputi sungai berarus tenang sampai sedang dan di area dangkal danau. Perairan yang disukai tentunya yang banyak menyediakan pakan alaminya. Ceruk atau area kecil yang terdalam pada suatu dasar perairan adalah tempat yang sanagat ideal untuk ikan mas. Bagian-bagian sungau yang terlindungi rindangnya pepohonan dan tepi sungai di mana terdapat runtuhan pohon yang tumbang dapat menjadi tempat favoritnya (Anonim, 2006). Ikan mas di daerah tropis dapat dipelihara sampai daerah 1000 meter di atas permukaan laut, walaupun daerah yang baik berkisar pada ketinggian 150 sampai dengan 600 meter di atas permukaan laut (Hura dan Pillay, 1962). Selanjutnya menurut Bardach et al. (1972), suhu air yang optimal untuk ikan mas berkisar antara 200 C sampai dengan 250 C. Adapun menurut Huet (1971), suhu optimum untuk pertumbuhan ikan mas berkisar antara 200 C sampai dengan 280 C. Pada umumnya ikan mas tergolong spesies yang tahan terhadap perubahan suhu dan lingkungan, baik pada saat fase telur maupun setelah dewasa. Selain itu, ikan mas dapat beradaptasi dengan perairan yang bersifat asam dan beralkalin serta mudah mentolerir salinitas sampai 20 promil (Bardach et al., 1972).
2.1.2. Kebiasaan Makan Ikan Mas Makanan merupakan fungsi yang sangat penting bagi organism. Fungsi dasar tersebut adalah untuk pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi. Berdasarkan kebiasaan makanannya, ikan dapat digolongkan menjadi ikan karnivor, herbivor, dan omnivor. Penggolongan ini didasarkan atas morfologi
pencernaannya. Ikan karnivor mempunyai panjang usus kurang dari 100% panjang tubuhnya. Adapaun ikan herbivor mempunyai panjang usus lebih dari 100% panjang tubuhnya (Nikolsky, 1963). Huet (1971) menyatakan bahwa ciri khas dari ikan karnivor yaitu terdapatnya lambung dan usus yang pendek. Adapun pada ikan omnivor tidak ada lambung tetapi ususnya lebih panjang. Dengan melihat kebiasaan makanan tersebut, maka dapat ditentukan beberapa hal, antara lain gi\i alamiah ikan, hubungan ekologi di antara organism di suatu perairan seperti bentuk-bentuk pemangsaan, saingan, dan rantai makanan sehingga makanan dapat menjadi faktor yang menentukan bagi populasi, pertumbuhan, dan kondisi ikan (Effendie, 1979). Selanjutnya Effendie (1979) menerangkan bahwa jenis makanan suatu spesies ikan tergantung pada umur, tempat, dan waktu. Ikan mas adalah ikan omnivor yang lebih mengarah pada makanan yang berasal dari sumber hewani. Menurut Hura dan Pillay (1962), makanan ikan mas pada waktu muda adalah protozoa dan crustacea yang berukuran kecil. Setelah kira-kira berukuran panjang 10 cm, makanan ikan mas tersebut terdiri dari hewan air yang hidup di dasar perairan seperti Chironomidae, Ephermeridae, Tricoptera, dan Mollusca. Selain itu, ikan mas juga memakan tanaman yang telah membusuk dan epipiton. Makanan alami ikan mas muda adalah zooplankton, adapun pada hidup selanjutnya ikan mas memakan invertebrata dasar. Makanan alami di alam yang dikonsumsi ikan mas meliputi algae, ikan kecil, cacing, terrestrial invertebrates, detritus, dan tanaman yang membusuk (Bardach et al., 1972). Menurut Ma’ruf (1980), kebiasaan makanan ikan mas terdiri dari beberapa kelompok makanan, yaitu alga (diatom desmid, filamentous algae, dan nonfilamentous algae), crustacean, rotifer, protozoa, oligochaeta, mollusca, dan insekta. Selain itu juga ditemukan makanan berupa hancuran tanaman dan bahan yang tidak teridentifikasi. Selanjutnya Ma’ruf (1980) menyatakan bahwa berdasarkan Index of Preponderance, makanan utama ikan mas terdiri dari crustacean dan filamentous algae. Adapun hancuran tanaman dan diatom merupakan makanan yang kedua.
2.2. Organ Penciuman Ikan
Seperti halnya pada hewan yang lain, penerima rangsangan untuk penciuman ikan adalah Olfactory bulb (Wilson dan Westerman, 1967 diacu dalam Hoar dan Randall, 1970). Fujaya (2004) mengemukakan bahwa secara umum olfaktori ikan serupa dengan organ nasal pada manusia, namun lubang hidung pada ikan jarang terbuka ke rongga mulut. Dasar dari lubang hidung dibentuk oleh epithelium penciuman atau mukosa berupa lipatan/ lamella berbentuk ros. Susunan bentuk dan tingkatan perkembangan lamella sangat bervariasi pada setiap spesies. Organ penciuman ikan sangat berbeda dengan hewan lain, organ ini menggambarkan tingkat perkembangan dan habitat ekologis. Evans (1940) mengemukakan Cyclostome pada ikan adalah monorhinal, yaitu mempunyai satu organ penciuman pada satu lubang hidung. Pada spesies ikan teleost, antara organ penciuman dengan organ pernafasan tidak berhubungan langsung. Brown (1957) juga mengatakan bahwa pada kelompok ikan bertulang keras, kedua lubang olfaktori selalu berada di dorso anterior bagian depan kepala ikan dan tidak berhubungan langsung dengan laju pernafasan. Brown (1957) mengungkapkan bahwa selama ikan berenang terutama pada saat air masuk ke mulut pada saat bernafas, air tersebut akan keluar melalui masing-masing lubang organ penciuman. Selama ikan berenang, air memasuki bagian anterior dan keluar melalui posterior naris (Evans, 1940). Brown (1957) juga mengungkapkan pada semua jenis ikan, setiap lubang olfaktori mempunyai dua lubang yang terpisah, anterior inlet dan posterior outlet, sehingga pada saat ikan berenang, air masuk dan keluar melalui kedua lubang tersebut. Sebagian besar hewan bertulang belakang, letak olfactory bulb berdekatan dengan dinding rongga hidung dan bidang olfaktorinya pendek. Akan tetapi, pada jenis ikan bertulang keras, letak olfactory bulb dipisahkan dari teleacephalon oleh bidang olfactory yang panjang (Schnitzlein, 1964; Nieuwenhuys, 1967 diacu dalam Hoar dan Randall, 1970). Reseptor pembau mendeteksi rangsangan kimia dalam bentuk signal elektrik yang berasal dari gerakan silia, disebabkan oleh arus yang lemah yang melewati lamella, selanjutnya informasi tersebut diteruskan ke sistem syaraf pusat
(Fujaya, 2004). Adoran dan Ludwig (1938) diacu dalam Brown (1957) menyatakan bahwa olfactory bulb dihubungkan oleh otak bagian depan oleh urat syaraf yang berukuran panjang sekitar 2 cm. Rangsangan kimiawi diteruskan ke otak oleh neuron reseptor penciuman melalui serangkaian molekuler yang teratur. Proses tersebut dimulai dengan adanya bau yang mengenai permukaan mukosa (Hara, 1992 dalam Pitcher, 1993). Penciuman ikan juga sangat sensitive terhadap bahan organik maupun anorganik. Ikan dapat mengenal bau mangsa, predator, dan spesies sejenisnya. Bau-bau tersebut larut dalam air dan merangsang reseptor pada organ olfaktoris ikan sehingga menimbulkan reaksi terhadap ikan tersebut. Percobaan secara fisiologi membuktikan bahwa : 1) Apabila organ olfaktoris pada ikan hiu dirusak maka kemampuan ikan akan hilang untuk menangkap mangsanya. 2) Apabila mata ikan hiu dirusak, sedangkan organ olfaktorisnya masih tetap baik, maka ikan hiu tersebut masih dapat menangkap mangsanya dengan cepat. 3) Pada konsentrasi 0.0001 ppm ikan hiu sensitive terhadap bau. Berdasarkan percobaan-percobaan di atas dapat disimpulkan bahwa indera penciuman adalah yang paling sensitif bagi ikan (Syandri, 1988). Gunarso (1985) menyatakan bahwa bau-bauan walau bagaimana lemahnya dapat berpengaruh terhadap tingkah laku ikan.
2.3. Reaksi Penciuman Ikan terhadap Bau Menarik perhatian dengan menggunakan umpan merupakan cara pertama yang dilakukan manusia untuk menangkap ikan (Gunarso, 1985). Jenis rangsangan untuk menarik perhatian ikan dapat dibagi menjadi lima, yaitu : 1) Rangsangan kimiawi, yaitu rangsangan yang akan merangsang indera penciuman dan perasa, 2) Rangsangan berdasarkan penglihatan, yaitu rangsangan yang diberikan atau ditimbulkan untuk merangsang penglihatan sebagai akibat dari gerak, bentuk, maupun warna,
3) Rangsangan berdasarkan pendengaran, yaitu rangsangan yang ditimbulkan untuk indera pendengaran dan peraba, 4) Rangsangan listrik, yaitu memberikan rangsangan pada kemampuan merasakan arus listrik, 5) Rangsangan berupa tempat-tempat berlindung untuk mengumpulkan ikan. Dalam perikanan pancing, jenis rangsangan yang paling berpengaruh dalam keberhasilan penangkapan ikan adalah rangsangan kimia yang berasal dari umpan. Umpan yang baik adalah umpan yang dideteksi oleh ikan pada jarak yang lebih jauh. Rangsangan penglihatan dapat membantu ikan menemukan lokasi umpan.
2.4. Tingkah Laku Ikan Mendekati Umpan Syandri (1985) mengartikan tingkah laku sebagai perubahan-perubahan ikan dalam kedudukan, tempat, arah, maupun sifat lahiriah suatu makhluk hidup yang mengakibatkan suatu perubahan dalam hubungan antara makhluk tersebut dengan lingkungannya, yang pada gilirannya juga berpengaruh kembali pada makhluk itu sendiri. Mulyadi (2001) diacu dalam Fridudin (2007) menambahkan bahwa tingkah laku sehingga reflek ataupun respon ikan terhadap segala bentuk gerak yang berpola sesuai dengan jenis stimulant yang mempengaruhinya. Dengan demikian mempelajari tingkah laku ikan perlu dilakukan untuk menentukan langkah-langkah dalam merancang alat tangkap yang sesuai dengan jenis ikan yang akan menjadi tujuan penangkapan, menentukan jenis alat tangkap yang akan dioperasikan, waktu penangkapan, dan sebagainya. Menurut Ferno dan Olsen (1994), ada empat fase tingkah laku ikan terhadap umpan dan pancing, yaitu : 1) Timbul selera Fase ini dimulai pada saat ikan mulai bereaksi terhadap adanya rangsangan bau. Kemudian ikan akan menggunakan organ olfaktorisnya utnuk mendeteksi jarak atau keberadaan umpan. 2) Menemukan lokasi Setelah fase pertama, ikan-ikan akan berorientasi untuk dapat mencari lokasi umpan yang telah dideteksinya melalui organ chemoreceptor ataupun organ deteksi lainnya. Biasanya pada tahap ini ikan-ikan akan menggunakan organ
penglihatannya untuk menemukan umpan. Pada fase ini arus juga memegang peranan penting bagi keberhasilan ikan dalam menemukan makanan tersebut karena arus merupakan media transfer bau yang baik dalam perairan. 3) Fase masuknya makanan ke dalam mulut ikan Pada fase ini ikan akan berhasil menemukan umpan dan memasukannya ke dalam mulut. Hal yang sangat berpengaruh dalam fase ini adalah ukuran dan bentuk umpan, di mana umpan yang terlalu besar tidak akan termakan oleh ikan yang berukuran kecil. Menurut Atema (1980) diacu dalam Ferno dan Olsen (1994), ikan akan menggunakan penglihatannya dan mechanoreceptor untuk mengidentifikasi dan memutuskan makan yang layak atau tidak untuk dimakan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Lokkerborg (1996) yang mengatakan bahwa sosok umpan yang tampak oleh penglihatan merupakan faktor penting dalam penerimaan umpan. 4) Memakan umpan Fase ini merupakan fase di mana ikan memakan umpan. Pada saat uptake, ikan
akan
memakan
umpan
apabila
merasa
cocok,
tetapi
akan
mengeluarkannya lagi apabila dirasa tidak cocok untuk dimakan.
2.5. Peralatan Pada dasarnya untuk memancing ikan mas tidak dibutuhkan peralatan yang khusus. Sebatang bamboo yang diraut dengan kenur yang telah diberi mata kail di ujungnya sudah cukup memadai. Namun di era modern ini, di mana banyak terdapat industry penghasil peralatan memancing yang membuat alat pancing lebih spesifik, maka tidak ada salahnya bila menggunakan peralatan hasil industry tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk kepraktisan, kecepatan, kepekaan, maupun kemudahan penggunaannya (Anonim, 2006).
2.6. Lokasi Memancing Lokasi untuk memancing ikan mas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu lokasi alam dan lokasi buatan. Lokasi alam meliputi daerah perairan seperti sungai, rawa, situ, telaga, danau, dan waduk-waduk besar pengairan. Lokasi buatan meliputi empang, kolam pemancingan, balong, dan lainnya yang sengaja
dibuat untuk memenuhi kebutuhan para pemancing ikan mas ini. Untuk memenuhi kebutuhan pemancing, kolam pancing diisikan terlebih dahulu ikan mas sesuai dengan perjanjian yang biasanya tidak tertulis. Ada beberapa sistem yang diterapkan pada empang, yaitu harian, kiloan, borongan, dan lomba. Untuk lokasi buatan, banyak ditemukan di pulau Jawa dan Sumatera. Namun untuk lokasi alam jumlahnya tidak terlalu mencolok karena kondisi alam yang banyak terkontaminasi oleh limbah industry (Anonim, 2006).
3. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2007 di kolam pemancingan Gedebage, Kotamadya Bandung, Provinsi Jawa Barat. Adapun luas kolam tersebut yaitu 13 x 7 meter. Umpan A
Pemancing 1
Umpan B
Pemancing 2
Umpan C
Pemancing 3
Gambar 2. Denah pemancing di kolam pemancingan gedebage
3.2. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pancing berbahan fiberglass dengan panjang 120-180 cm, penggulung, kenur ukuran 0,03, pelampung, kail nomor 5, korang, stopwatch, meteran, dan timbangan. Adapun bahan yang dipakai adalah pelet dengan bahan dasar ubi, aroma tuna, keju, telur asin, kroto.
PANCING Gambar 3. Pancing dengan bahan fiberglass
3.3. Metode Penelitian Dalam penelitian ini dilakukan pemancingan dengan menggunakan tiga buah alat pancing dengan model dan ukuran yang sama. Dalam pemancingan ini tentu sangat dibutuhkan orang yang sudah mahir dalam teknik memancing. Oleh karena itu, untuk kegiatan pemancingan eksperimental ini dilakukan oleh tiga orang profesional untuk menekan tingkat kesalahan dalam teknik memancing. Masing-masing pancing diberi umpan yang berbeda komposisi aroma tunanya. Pancing tersebut kemudian dioperasikan dan kembali diangkat ketika ikan sudah merespon dan memakan umpannya. Untuk lebih memperkecil tingkat kesalahan, ketiga orang tersebut secara bergantian memancing dengan menggunakan jenis umpan yang berbeda-beda. Setelah itu dicatat kecepatan ikan dalam merespon umpan dan apabila ikan mas tertangkap, dicatat juga jenis umpan yang dimakan oleh ikan tersebut. Respon ikan terhadap umpan dapat dilihat dari pelampung yang bergerak naik turun secara perlahan. Kegiatan ini dilakukan sebanyak dua ratus kali ulangan. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan pemancingan eksperimental ini : 1.
Membuat tiga jenis ramuan umpan yang memiliki bahan baku sama yaitu 50 gram pellet, 1 potong keju berukuran 1x1x1 cm, ½ butir kuning telur asin, dan 50 gram kroto, hanya berbeda pada komposisi aroma tunanya yaitu masing-masing 0 gram (0%) sebagai kontrol, 2,5 gram (5%), dan 5 gram (10%). Persentase tersebut merupakan perbandingan antara komposisi aroma tuna dengan bahan baku utamanya, yaitu pellet. Aroma tuna di pilih karena sudah biasa digunakan oleh para pemancing setempat.
2.
Melakukan pemancingan eksperimental di kolam berukuran 13 x 7 x 1 meter. Kolam yang digunakan merupakan kolam tenang yang berarti bahwa tidak ada air yang masuk ataupun keluar. Pemancingan dilakukan dengan menggunakan tiga buah alat pancing dengan model dan ukuran yang sama. Dalam pemancingan ini tentu sangat dibutuhkan orang yang sudah mahir dalam teknik memancing. Oleh karena itu, untuk kegiatan pemancingan eksperimental ini dilakukan oleh tiga orang profesional untuk menekan tingkat kesalahan dalam teknik memancing. Untuk menghindari bias yang
disebabkan oleh tingkat ketrampilan pemancing yang berbeda, maka ketiga orang pemancing tersebut melakukan pergantian terhadap masing-masing jenis umpan (rolling system). Masing-masing pancing diberi umpan yang berbeda komposisi aroma tunanya. Pancing tersebut kemudian dioperasikan dan kembali diangkat ketika ikan sudah merespon dan memakan umpannya. Namun apabila umpan tersebut sama sekali tidak didekati atau dimakan ikan, maka pancing akan diangkat setelah mencapai waktu 10 menit. Waktu maksimum ini ditentukan karena setelah 10 menit, terdapat kemungkinan umpan sudah meluruh. 3.
Mencatat kecepatan ikan dalam merespon umpan. Respon ikan terhadap umpan t0 (searching time) dihitung pada saat umpan diturunkan ke kolam sampai ikan mendekati umpan. Hal ini dapat terlihat dari pelampung yang bergerak naik turun secara perlahan. Kemudian dilihat juga waktu yang dibutuhkan ikan dari mulai mendekati umpan sampai umpan tersebut dimakan t1 (finding time), dan lama waktu penarikan ikan t2 (fighting time).
4.
Dilakukan pengukuran terhadap bobot ikan hasil tangkapan.
5.
Ikan yang sudah tertangkap tidak dimasukkan lagi ke dalam kolam, namun dipisahkan ke tempat penampungan hasil tangkapan yang disebut korang. Untuk menjaga peluang keberhasilan dalam pemancingan, setiap 15 sampai 30 menit sekali dimasukkan lagi ikan-ikan yang berasal dari kolam yang berada di sebelah kolam pemancingan dengan jumlah yang sama dengan ikan yang tertangkap pada saat sebelumnya.
6.
Untuk memastikan tingkat kepekatan aroma dari umpan tersebut, dilakukan uji organoleptik terhadap umpan dengan menggunakan 15 orang. Kelima belas orang tersebut akan mencium ketiga jenis umpan dan memberikan skor 1-3 pada setiap jenis umpannya.
7.
Kegiatan pemancingan dilakukan sebanyak 200 kali ulangan untuk setiap perlakuan.
3.4. Analisis Data Ikan yang tertangkap dikelompokkan berdasarkan umpan yang dimakan. Kemudian dilakukan pengukuran untuk mengetahui bobot ikan yang tertangkap. Untuk menganalisa adanya pengaruh aroma umpan terhadap hasil tangkapan dan kecepatan respon ikan t0, digunakan analisis ragam klasifikasi satu arah yang dijelaskan dalam persamaan yang terdapat pada Walpole (1995) :
yij = μ + λi + ∑ ij
Keterangan :
yij = Hasil tangkapan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
μ = Rataan umum peubah ke-y λi = Pengaruh perlakuan ke-i
∑ ij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i
dan ulangan ke-j
Tabel 1. Komponen pengamatan perlakuan ke-i ulangan ke- j Yij
Perlakuan Ulangan 1
2
3 ...............................................................i
1
y11
y21
y31
yi1
2
y12
y22
y32
yi2
3
y13
y23
y33
yi3
y1j
y2j
y3j
. . j
yij
Σ Hipotesis, cara pengambilan keputusan H0 = μ1 = μ 2 = 0 (tidak ada pengaruh perlakuan ke-i ulangan ke-j H1 = minimal ada nilai tengah perlakuan yang mempengaruhi hasil tangkapan
Bila Fhitung > Ftabel maka tolak H0, berarti terdapat perbedaan nyata antara aroma umpan dengan hasil tangkapan. Bila Fhitung < Ftabel maka terima H0, berarti hasil tangkapan pada masing-masing jenis umpan tidak berbeda nyata. Perhitungan secara manual dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
ΣYij2 = Y112 + Y212+ .......+ Yij2
(∑ Y ) FK =
2
ij
pn
∑Y JKP =
2
- FK
i
r
JKT = ∑ Yij - FK 2
JKS = JKT – JKP
Tabel 2. Analisis sidik ragam untuk perbedaan aroma umpan terhadap hasil tangkapan ikan mas Sumber Keragaman
Db
JK
KT
Fhit
Perlakuan
t -1
JKP
JKP/dbs
KTP/KTS
Galat
t(r - 1)
JKS
JKS/dbs
Total
rt - 1
JKT
Kaidah pengambilan keputusan hipotesis yaitu apabila Fhitung > Ftabel maka tolak H0, tetapi apabila Fhitung < Ftabel maka gagal tolak H0. Jika dari uji hipotesis didapatkan keputusan tolak H0, maka untuk mengetahui perlakuan mana (umpan A, B, dan C) yang memiliki nilai berbeda nyata diperlukan uji lanjutan. Uji lanjutan yang digunakan yaitu uji beda nyata terkecil (BNT) BNTα = tα/2 x √(2 x KTS)/ n Dimana
:
tα/2
: nilai
KTS
: kuadrat tengah sisa; dan
n
: jumlah ulangan.
t yang diperoleh dari tabel t pada taraf nyata α;
Keputusan apakah suatu perlakuan berbeda nyata atau tidak didapatkan dengan cara membandingkan selisih nilai tengah antar perlakuan terhadap nilai BNT. Bila selisih nilai tengah perlakuan dan kontrol lebih besar dari nilai BNT berarti perlakuan berbeda nyata pada taraf α, sebaliknya bila nilai tengah perlakuan lebih kecil dari nilai BNT berarti perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf α. Adapun untuk menganalisa pengaruh aroma umpan terhadap t1 (finding
time) dan t2 (fighting time) cukup menggunakan metode statistik mean atau rataan. Hal ini disebabkan oleh tidak semua Yij memperoleh nilai t1 dan t2nya. t1 dan t2 tidak dapat diperoleh ketika umpan tersebut tidak didekati sama sekali oleh ikan. Oleh karena itu menurut Walpole (1995), rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : µ = Σni = 1(xi) n dimana µ= nilai rata-rata;
xi= nilai data; dan n = jumlah data
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Jumlah Tangkapan Pada penelitian ini, ikan mas yang tertangkap berjumlah 130 ekor. Jumlah tersebut diperoleh dari umpan A sebanyak 34 ekor, umpan B 65 ekor, dan umpan C sebanyak 31 ekor. Di bawah ini merupakan diagram yang menunjukkan banyaknya hasil tangkapan berdasarkan jenis umpannya.
Umpan C (10%) 24%
Umpan A (0%) 26%
Umpan B (5%) 50%
Gambar 4. Diagram hasil tangkapan per jenis umpan Untuk bobot tangkapan, untuk semua hasil tangkapan mempunyai berat total 28.640 gram atau sekitar 28,64 kilogram. Hasil tersebut diperoleh dari umpan A seberat 7410 gram, umpan B 14.140 gram, dan umpan C 6910 gram. Setelah diperbandingkan antara bobot dan jumlah tangkapan, maka dapat diperoleh bobot rata-rata pada masing-masing umpan, yaitu umpan A seberat 217,9 gram, umpan B 217,5 gram, dan umpan C 222 gram. Berikut ini merupakan histogram yang menunjukkan bobot hasil tangkapan berdasarkan jenis umpannya.
Gambar 5. Histogram bobot tangkapan total per jenis umpan
Gambar 6. Histogram bobot rata-rata ikan tangkapan per jenis umpan Dari data di atas, dapat dilihat terdapat perbedaan yang cukup mencolok pada jumlah tangkapan dan bobot total tangkapan untuk masing-masing jenis umpan. Namun pada umpan jenis A sebagai kontrol dan umpan B perbedaannya tidak terlalu mencolok. Jika diperbandingkan antara umpan dengan dan tanpa aroma, maka diperoleh hasil 34 ekor untuk umpan tanpa aroma dan 96 ekor untuk umpan beraroma.
Gambar 7. Histogram perbandingan hasil tangkapan antara umpan tanpa aroma tuna dengan umpan beraroma tuna
Data di atas menunjukkan bahwa ternyata ikan mas lebih memilih umpan yang memakai aroma tuna dibandingkan dengan umpan tanpa aroma tuna. Hal ini dapat dimungkinkan karena aroma tuna yang digunakan, khususnya pada umpan B lebih dapat menarik perhatian ikan mas. Selain aroma yang lebih menarik, umpan B mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi dibanding umpan A. Protein itu sendiri berasal dari aroma yang berbahan baku ikan tuna. Fakta tersebut tentu cukup sesuai dengan Hura dan Pillay (1962) yang menyatakan bahwa ikan mas lebih mengarah kepada makanan yang bersumber pada protein hewani. Hal yang menarik untuk dicermati adalah hasil tangkapan dengan menggunakan umpan C. Umpan C merupakan umpan yang menggunakan kadar aroma tertinggi, yaitu 5 gram (10%). Walaupun menggunakan kadar aroma tertinggi, namun justru hasil tangkapan umpan C tergolong paling sedikit jika dibandingkan dengan kedua jenis umpan yang lain. Jika mengacu pada rujukan, tentu hal ini sangat bertentangan. Keadaan ini dapat disebabkan oleh tingginya komposisi aroma pada umpan C, sehingga aroma yang ditimbulkan pun sangat menyengat. Aroma yang sangat menyengat itu diduga tidak disukai oleh ikan. Hal inilah yang menyebabkan umpan C cukup jarang didekati oleh ikan. Berdasarkan data dan tabel statistik di atas, dapat disimpulkan bahwa komposisi aroma tuna dapat berpengaruh terhadap hasil tangkapan. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah komposisi aroma tuna yang tidak terlalu banyak, namun sangat berbeda dalam hal tangkapan. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, walaupun jumlah komposisi aromanya hanya berbeda sedikit, namun aroma yang ditimbulkan pada masing-masing umpan sangat berbeda. Hal tersebut dapat dibuktikan dari uji organoleptik terhadap 15 orang untuk menentukan tingkat aroma pada tiap-tiap jenis umpan. Masing-masing jenis umpan diberi nilai 1-3 untuk diketahui tingkat aromanya. Semakin tinggi nilai suatu umpan, maka aroma yang ditimbulkan oleh umpan akan semakin menyengat. Dari hasil uji organoleptik diperoleh nilai umpan A 1,2, umpan B 2,2, dan umpan C 3. Hasil uji ini menunjukkan bahwa umpan B beraroma lebih menyengat dari umpan A dan umpan C beraroma paling menyengat dari dua jenis umpan yang lain. Perbedaan
aroma inilah yang mungkin menyebabkan hasil tangkapan pada masing-masing umpan dapat berbeda. Hasil uji organoleptik dapat dilihat pada lampiran 5. Untuk lebih memenuhi kaidah statistik, untuk membuktikan bahwa komposisi aroma tuna dapat berpengaruh terhadap hasil tangkapan, maka digunakanlah analisis sidik ragam. Dari analisis tersebut, didapat JKT= 4.956.149, JKS= 4.789.639, dan JKP= 166.510,3 sehingga didapat Fhitung= 10,3773 dan
Ftabel= 3,0101. Karena Fhitung > Ftabel, maka dapat disimpulkan bahwa ternyata komposisi aroma tuna dapat berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan. Adapun perhitungan lebih rincinya dapat dilihat pada lampiran 6. Karena Fhitung > Ftabel , maka dilakukan uji lanjutan BNT untuk mengetahui umpan mana yang ternyata paling berpengaruh. Dari hasil uji BNT didapat hasil bahwa umpan yang paling berpengaruh adalah umpan B (5%).
Perhitungan lengkap dapat dilihat pada
lampiran 7.
4.2. Kecepatan Respon Ikan Terhadap Umpan (t0)/ Searching Time Kecepatan respon ikan terhadap umpan t0 (searching time) merupakan lama waktu dari umpan mulai dilempar sampai dengan ikan mendekati umpan. Dari hasil penelitian didapat bahwa untuk t0 (searching time) umpan A memakan waktu rata-rata 6,90 menit, umpan B 5,57 menit, dan umpan C 6,99 menit. Berikut ini adalah histogram t0 rata-rata pada tiap-tiap jenis umpan.
Gambar 8. Histogram perbandingan t0 pada masing-masing jenis umpan Berdasarkan data dan gambar di atas, dapat dilihat bahwa umpan B dapat lebih meningkatkan kecepatan respon ikan terhadap umpan. Hal tersebut dapat dilihat dari rataan waktu umpan B yang lebih singkat dibandingkan dengan kedua jenis umpan yang lain. Umpan A dan C mempunyai waktu tunggu yang hampir sama dan lebih lama jika dibandingkan dengan umpan B.
Biasanya semakin bagus umpannya, t0 (searching time) yang dibutuhkan semakin kecil. Nilai t0 yang semakin singkat menunjukkan ikan menyukai umpan tersebut sehingga memperbesar peluang untuk mendapatkan ikan. Namun yang menjadi catatan, t0 yang dimaksud di sini yaitu t0 di mana ikan mas benar-benar mendekati atau memakan umpan tersebut, bukan t0 yang disebabkan oleh faktor lain seperti dimakan oleh ikan kecil atau akibat meluruhnya umpan sehingga pemancing harus lebih sering mengganti umpannya. Berdasarkan data yang diperoleh, t0 (searching time) tercepat di dapat pada umpan B dengan waktu 0,91 menit atau setara dengan 54 detik. Keadaan ini menunjukkan bahwa begitu umpan dilempar ke kolam, ikan langsung mendekati umpan tersebut. Adapun t0 terlama yaitu 10 menit yang terdapat pada ketiga jenis umpan. Waktu 10 menit memang sepertinya sudah menjadi standar bagi para pemancing untuk kembali menarik pancingnya, biasanya umpan tersebut sudah tidak menarik perhatian ikan. Apabila pada menit ke-10 tersebut, pancing tidak segera ditarik maka peluang untuk memperoleh ikan akan semakin kecil. Hal tersebut dapat terjadi karena umpan yang meleleh terkena reaksi kimia dengan air ataupun sudah habis dimakan oleh ikan-ikan kecil yang memang banyak terdapat di kolam itu. Terdapat pula t0 (searching time) kurang dari 10 menit namun tetap tidak mendapatkan hasil tangkapan. Hal tersebut terjadi karena pada menit-menit sebelumnya umpan telah habis dimakan oleh ikan namun pemancing kurang cepat dalam menyentakkan pancingnya, sehingga ikan dapat dengan mudah meloloskan diri. Kemungkinan lain yang didapatkan adalah pemancing segera menarik pancingnya kurang dari 10 menit, bahkan 5 menit sekalipun walaupun umpannya belum didekati oleh ikan karena pemancing merasa bahwa umpannya sudah habis sehingga dia perlu segera mengganti dengan umpan yang baru untuk kemudian dilakukan ulangan yang berikutnya. Apabila dilihat dari nilai waktunya, perbedaan antara t0A, t0B, dan t0C memang tidak terpaut jauh, hanya sekitar satu sampai dua menit saja. Namun perbedaan waktu yang kecil itu menyebabkan peluang keberhasilan pemancingan yang berbeda. Hal ini dapat terbukti dari hasil tangkapannya yang berbeda cukup jauh. Untuk membuktikan apakah komposisi aroma tuna dapat berpengaruh
terhadap t0 yang dapat mempengaruhi hasil tangkapan pada akhirnya, maka digunakanlah analisis sidik ragam. Dari analisis tersebut diperoleh JKT= 3.852,96, JKS= 3.599,48, dan JKP= 253,49 sehingga didapat Fhitung= 21,0214 dan
Ftabel= 3,0108. Karena Fhitung > Ftabel, maka dapat disimpulkan bahwa ternyata komposisi aroma tuna dapat berpengaruh nyata terhadap t0 yang dapat mempengaruhi hasil tangkapan pada akhirnya. Adapun perhitungan lebih rincinya dapat dilihat pada lampiran 8. Adapun berdasar uji lanjutan BNT didapat hasil bahwa yang paling berpengaruh nyata adalah umpan B. Perhitungan lebih rinci dapat dilihat pada lampiran 9.
4.3. Lama Ikan Memainkan Umpan (t1)/ Finding Time
Finding Time (t1) dihitung mulai dari ikan mendekati umpan sampai dengan ikan memakan umpan tersebut atau sampai pemancing menyentakkan pancingnya. Namun dalam tahap ini pemancing harus sangat teliti dalam menyentak pancingnya apabila terlihat pergerakan dari pelampung. Hal ini disebabkan oleh banyaknya ikan kecil yang biasa disebut dengan ikan seribu (Poecilia reticulata) yang terdapat di kolam. Gambar 9 dan 10 memperlihatkan perbedaan gerakan pelampung apabila didekati oleh ikan mas atau ikan seribu.
Gambar 9. Tipe gerakan pelampung bila dimakan oleh ikan mas
Gambar 10. Tipe gerakan pelampung bila dimakan oleh ikan seribu Berdasarkan gambar di atas dapat terlihat bahwa pelampung akan bergerak ke atas dan ke bawah dengan gerakan yang cukup halus bila umpannya dimakan oleh ikan mas. Namun bila yang memakan umpan tersebut ikan seribu maka pelampung akan bergerak ke arah kiri dan kanan. Berdasarkan penelitian diperoleh untuk umpan A, finding time (t1) rata-rata yang diperoleh yaitu 31,5 detik. Adapun untuk umpan B rata-ratanya 31,89 detik, dan umpan C 33,9 detik.
Gambar 11. Histogram perbandingan finding time (t1) pada masing-masing jenis umpan
Jika dilihat dari histogram di atas, tampak perbedaan pada hasil finding time (t1), namun bila dilihat dari satuan waktunya, maka perbedaan itu sangatlah kecil. Perbedaan t1 (finding time) pada masing-masing umpan hanyalah sekitar 1 sampai 3 detik saja. Hal tersebut terjadi karena memang sifat dari ikan mas itu sendiri yang apabila sudah mendekati umpan, maka ikan itu jarang sekali menghindar dari umpan tersebut. Sampai sejauh ini belum ada literatur yang mendukung fakta tersebut. Kenyataan ini hanya didapatkan dari pengalaman-pengalaman yang diperoleh para pemancing selama bertahun-tahun. Dari data di atas maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara komposisi aroma tuna pada umpan terhadap finding time (t1).
4.4. Lama Penarikan Ikan dari Kolam (t2)/ Fighting Time
Fighting time (t2) dihitung mulai dari ikan memakan umpan tersebut atau dari pemancing menyentakkan pancingnya sampai ikan dingkat dari kolam. Dari penelitian diperoleh untuk umpan A, t2 rata-rata yang diperoleh yaitu 6,67 detik. Adapun untuk umpan B rata-ratanya 7,9 detik, dan umpan C 8,1 detik.
Gambar 12. Histogram perbandingan t2 pada masing-masing jenis umpan Jika dilihat dari histogram di atas, tidak tampak perbedaan yang cukup signifikan pada hasil t2 nya. Apabila dikonversikan ke satuan detik, maka perbedaan t2 pada masing-masing umpan hanyalah sekitar 1 detik saja. Hal ini dapat disebabkan oleh tiga hal. Yang pertama adalah bobot ikan. Semakin besar bobot ikan maka waktu yang dibutuhkan untuk menarik pancing akan semakin
besar. Penyebab kedua adalah perlawanan dari ikan. Perlawanan dari ikan belum tentu disebabkan oleh faktor ukuran ikan, namun dari tingkat keagresifan ikan yang biasanya berbeda pada tiap individu ikan. Semakin besar perlawanan yang diberikan oleh ikan, maka waktu yang dibutuhkan pun akan semakin lama. Penyebab terakhir adalah posisi mata pancing. Semakin dekat posisi mata pancing dengan posisi pemancing, biasanya waktu yang dibutuhkan akan semakin cepat. Pada penelitian ini, waktu yang dibutuhkan t2 tergolong singkat. Hal ini disebabkan oleh ukuran kolam yang relatif kecil. Hal ini tentu mempermudah pemancing dalam melakukan penarikan ikan. Dengan demikian, pada penelitian ini komposisi penyedap aroma pada umpan ikan mas tidak terlalu berpengaruh terhadap waktu yang dibutuhkan untuk menarik ikan dari kolam ke darat.
Gambar 13. Proses penarikan ikan dari kolam
4.5. Sebaran Hasil Tangkapan terhadap Hasil Pancingan Ikan mas merupakan salah satu jenis ikan diurnal. Ikan diurnal adalah ikan yang mencari makan di waktu siang hari. Oleh karena itu, penelitian ini pun dilakukan pada siang hari, walaupun pada kenyataannya banyak pemancing yang melakukan pemancingan di malam hari dengan bantuan lampu. Meskipun ikan mas tergolong ke dalam ikan diurnal, pada kenyataannya tidak semua jam di siang hari ikan mas mau memakan umpan.
Gambar 14. Grafik pengaruh waktu terhadap hasil tangkapan Berdasarkan Gambar 14 dapat dilihat bahwa untuk semua jenis umpan mendapatkan hasil yang berbeda pada tiap jamnya. Persamaan pada ketiga jenis umpan tersebut yaitu sekitar pukul 12.00-13.00 jumlah tangkapannya tidak terlalu signifikan. Keadaan seperti di atas sebetulnya dapat dijelaskan secara ilmiah. Pada pukul 13.00-14.00 cuaca di kolam pada saat penelitian begitu terik. Cuaca seperti itu tentu turut berpengaruh juga terhadap suhu kolam yang akan semakin meningkat. Karena suhu dalam kolam meningkat, maka ikan akan bereaksi dengan bergerak-gerak sehingga tidak berkonsentrasi terhadap makanan (Susanto,2002). Berdasarkan Gambar 14 dapat dilihat pula bahwa umpan B sangat baik digunakan pada waktu pagi dan siang hari sekitar pukul 14.00-15.00, namun sangat tidak baik digunakan setelah petang hari. Umpan A dan C relatif sama untuk tiap-tiap waktunya. Kedua jenis umpan ini dapat menjadi umpan alternatif setelah petang hari.
4.6. Pembahasan Dewasa ini jumlah penggemar olahraga memancing semakin bertambah, khususnya pemancing di kolam pemancingan. Hal ini dapat diindikasikan dari semakin bertambahnya jumlah kolam pemancingan yang ada, Tantangan muncul karena para pemancing saling berlomba untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
Dari pengamatan yang dilakukan di berbagai kolam pemancingan, para pemancing terlihat sangat teliti dan berhati-hati dalam meramu umpan buatan, khususnya dalam pemberian aroma. Mereka bahkan menggunakan gelas ukur untuk menuangkan aroma tersebut. Pembuatan tiga jenis ramuan umpan yang memiliki komposisi bahan baku sama yaitu 50 gram pellet, 1 potong keju berukuran 1x1x1 cm, ½ butir kuning telur asin, dan 50 gram kroto, hanya berbeda pada komposisi aroma tunanya yaitu masing-masing 0 gram (0%) sebagai kontrol, 2,5 gram (5%), dan 5 gram (10%). Persentase tersebut merupakan perbandingan antara komposisi aroma tuna dengan bahan baku utamanya, yaitu pellet. Aroma tuna di pilih karena sudah biasa digunakan oleh para pemancing setempat. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa umpan dengan menggunakan aroma ikan tuna memperoleh hasil tangkapan yang lebih tinggi dibandingkan umpan yang tidak menggunakan aroma tambahan. Umpan A memperoleh total tangkapan 7410 gram dengan bobot rata-rata 217.9 gram/ikan. Umpan B memperoleh total tangkapan 14.140 gram dengan bobot rata-rata 217.5 gram/ikan. Umpan C memperoleh total tangkapan 6910 gram dengan bobot ratarata 222 gram/ikan. Berdasarkan statistik di atas, dapat disimpulkan bahwa komposisi aroma tuna dapat berpengaruh terhadap hasil tangkapan. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah komposisi aroma tuna yang tidak terlalu banyak, namun sangat berbeda dalam hal tangkapan. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa umpan B beraroma lebih menyengat dari umpan A dan umpan C beraroma paling menyengat dari dua jenis umpan yang lain. Perbedaan aroma inilah yang menyebabkan hasil tangkapan pada masing-masing umpan dapat berbeda. Berdasarkan analisis sidik ragam untuk membuktikan pengaruh komposisi aroma ikan tuna terhadap hasil tangkapan, didapat JKT= 4.956.149, JKS= 4.789.639, dan JKP= 166.510,3 sehingga didapat Fhitung= 10,3773 dan Ftabel= 3,0101. Karena Fhitung > Ftabel, maka dapat disimpulkan bahwa ternyata komposisi aroma tuna dapat berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan. Berdasarkan hasil uji BNT didapat hasil bahwa umpan yang paling berpengaruh adalah umpan B (5%).
Penelitian juga dilakukan untuk melihat pengaruh aroma ikan tuna terhadap
searching time (t0), fining time (t1), dan fighting time (t2). Perbedaan waktu antara t0A, t0B, dan t0C memang tidak terpaut jauh, hanya sekitar satu sampai dua menit saja. Namun perbedaan waktu yang kecil itu menyebabkan peluang keberhasilan pemancingan yang berbeda. Hal ini dapat terbukti dari hasil tangkapannya yang berbeda cukup jauh. Dari analisis sidik ragam diperoleh JKT= 3.852,96, JKS= 3.599,48, dan JKP= 253,49 sehingga didapat Fhitung= 21,0214 dan Ftabel= 3,0108. Karena Fhitung > Ftabel, maka dapat disimpulkan bahwa ternyata komposisi aroma tuna dapat berpengaruh nyata terhadap t0 yang dapat mempengaruhi hasil tangkapan pada akhirnya. Berdasarkan uji lanjutan BNT didapat hasil bahwa yang paling berpengaruh nyata adalah umpan B. Berdasarkan data maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara komposisi aroma tuna pada umpan terhadap finding time (t1). Hal ini disebabkan perbedaan finding time (t1) pada masing-masing umpan hanyalah sekitar 1 sampai 3 detik saja. Hal tersebut terjadi karena memang sifat dari ikan mas itu sendiri yang apabila sudah mendekati umpan, maka ikan itu jarang sekali menghindar dari umpan tersebut. Hal-hal yang berpengaruh terhadap fighting time (t2) adalah bobot ikan, perlawanan ikan, dan posisi mata pancing. Sehingga aroma ikan tidak berpengaruh terhadap fighting time (t2).
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Aroma ikan tuna pada umpan berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan. Untuk umpan tanpa aroma ikan tunajumlah tangkapannya sebanyak 34 ekor. Umpan dengan komposisi aroma sebesar 2,5 gram memperoleh hasil tangkapan sebanyak 65 ekor dan umpan dengan komposisi penyedap aroma sebesar 5 gram memperoleh hasil tangkapan sebanyak 34 ekor. Hasil uji statistik diperoleh Fhitung = 10,3773 lebih besar dari Ftabel = 3,0101; 2. Komposisi penyedap aroma berpengaruh terhadap waktu respon ikan hingga mendekati umpan.. Namun komposisi penyedap aroma sama sekali tidak berpengaruh terhadap waktu yang dibutuhkan dari saat ikan mulai mendekati umpan sampai memakan umpan tersebut, dan lama waktu penarikan ikan dari kolam sampai ke darat.
5.2. Saran Saran penulis dari penelitian ini adalah : 1. Perlu kehati-hatian dalam meramu komposisi umpan ikan mas karena perbedaan sedikit saja dapat berpengaruh terhadap hasil tangkapan; dan 2. Perlu diadakan penelitian lanjutan dengan menggunakan ukuran ikan dan jenis aroma yang berbeda
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2006. Memancing Ikan Mas. Http://www.geocities.com Bardach JE., Ryther JH., and Mc Larney WO. 1972. The Farming and Husbandry of Freshwater and Marine Organism. New York : Interscience a Division of John Wiley and Sons. Brown ME. 1957. The Physiology of Fishes Vol. II : Behaviour. Academic Press Inc. Publisher. New York. Effendie MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Bogor : Yayasan Dewi Sri. Evans DH. 1940. The Physiology of Fishes. CRC Press. Boca Raton, Florida. Evin. Berburu Ikan Mas.http://www.harian-global.com/news.php?item,(13 Juli 2006). Ferno dan Olsen. 1994. Marine Fish Behaviour and Abundance Estimation. Fishing News Book. England. Fridudin. 2007. Respon Penciuman Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) Terhadap Penggunaan Jenis Umpan Mati dan Lama Perendaman pada Skala Laboratorium. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang. Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan: Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rineka Cipta. Jakarta. Gunarso W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metode dan Taktik Penangkapan. Diktat mata kuliah Tingkah Laku Ikan (tidak dipublikasikan). Bogor. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hoar WS. dan Randall DJ. 1970. Fish Physiology Vol. IV. The Nervous System, Circulation, and Respiration. Academic Press Inc. San Diego, California. Huet M. 1971. Text Book of Fish Culture. Breeding and Cultivation of Fish. Fishing News (Broks) Ltd. Hura SL., and Pillay TVR. 1962. Handbook on Fish Culture in The Indo-Pasific Region. FAO Fisheries Biology Technical Paper No. 14. Ma’ruf NSA. 1980. Kebiasaan Makan Ikan Mas dan Ikan Tambakan di Kolam yang Dipupuk TSP dan Kotoran Ayam serta Campuran Keduanya. Karya Ilmiah. Fakultas Perikanan IPB.
Nikolsky GV. 1963. The Ecology of Fishes. London and New York : Academic Press. Pitcher TJ. 1993. Behaviour of Teleost Fishes. Chepman and Hall. London. Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I. Bogor : Bina Cipta. Sumantadinata, K. 1981. Pengembangbiakan Ikan-Ikan Peliharaan di Indonesia. Jakarta : Sastra Hudaya. Suryotrisongko H. 2006. Umpan Resep Juara Galatama Http://www.hatma.info/? P= 65-21 k (14 Oktober 2006).
Ikan
Mas.
Sutanto K. dan Retno W. 2002. Memelihara Ikan Bersama Ayam. Jakarta : Penebar Swadaya. 82 hlm. Syandri H. 1988. Tingkah Laku Ikan. Fakultas Perikanan. Universitas Bung Hatta. Padang. Walpole RE. 1995. Pengantar Statistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 515 hlm.
Lampiran 1 Gambar ikan Hasil Tangkapan 1.1. Ikan Mas ( Cyprinus carpio)
1.2. Ikan Mas pada saat Tertangkap
Lampiran 2 Gambar bahan dan Alat 2.1. Pancing
Joran dan gulungan
2.2. Umpan
Lampiran 3 Data Mentah Penelitian 3.1. Data Tangkapan Pengaruh Umpan Terhadap Hasil Tangkapan (dalam gram) Umpan A Umpan B Umpan C 0 210 0 0 200 0 210 250 0 0 0 0 200 0 0 0 230 250 0 250 0 0 200 0 0 0 0 0 0 0 250 0 230 0 200 0 0 0 0 230 250 0 0 200 0 210 210 0 0 0 0 0 210 0 0 0 0 0 200 0 230 0 0 0 200 0 0 0 210 0 0 0 250 0 0 0 0 0 0 0 0 200 0 0 0 230 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 210 230 0 0 0 0 0 0 200 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 250 0 0 0 210 0 0 0 0 200 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 250 0 230 0 0 0 250 0 200 0 0 200
200 0 250 0 0 0 0 230 0 0 0 0 0 0 0 0 210 230 0 0 0 0 250 230 210 0 230 0 210 0 230 0 0 250 0 200 0 0 200 0 0 0 250 210 200 250 230 250 200 200
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 250 200 0 0 0 0 200 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 250 0 0
0 0 0 0 250 0 0 0 0 0 200 0 0 210 0 210 0 0 0 0 200 0 0 0 0 200 0 0 0 230 0 0 250 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
250 0 0 0 200 0 210 200 200 0 200 0 250 200 210 210 0 0 0 0 0 0 0 200 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 250 0 0 0 0 200 0 0 0 0 250 0 0 0 0 200
210 0 200 0 0 0 0 250 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 230 0 250 200 200 0 250 0 200 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 210
0 0 200 0 200 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 200 0 0 0 0 240 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 210 0 200 0 0 0 230 0 200 0 0
0 210 0 0 0 0 210 0 0 0 0 0 0 0 0 200 200 230 210 200 0 250 0 200 0 0 200 0 250 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 250 200 0 0
0 210 0 0 0 0 200 0 0 0 0 0 0 0 0 250 0 230 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 210 230 0 0 250 200 0 0 200 0 0 0 0 0 0 250 0 0 210 0 0
200 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
0 200 0 0 250 0 0
Lanjutan lampiran 3 3.2. Pengaruh Jenis Umpan terhadap t0,t1,t2
t0 (mnt)
Umpan A t1 t2 (dtk) (dtk)
t0 (mnt)
Umpan B t1 t2 (dtk) (dtk)
t0 (mnt)
Umpan C t1 t2 (dtk) (dtk)
3.00
0
0
0.91
30
0
3.00
0
0
4.00
0
0
1.61
22
0
4.00
0
0
5.92
42
7
2.50
20
0
5.92
0
0
5.00
0
0
2.00
0
0
6.00
0
0
5.25
27
4
2.00
0
0
7.00
0
0
6.00
0
0
1.98
27
24
7.00
24
7
6.00
0
0
3.70
15
0
8.00
0
0
7.00
0
0
4.03
39
0
3.58
0
0
7.00
0
0
4.00
0
0
4.00
0
0
8.00
0
0
4.00
0
0
4.00
0
0
3.58
20
4
5.00
0
39
5.75
39
9
4.00
0
0
3.93
17
0
6.00
0
0
4.00
0
0
4.00
56
0
6.56
0
0
5.75
33
7
2.50
31
0
5.00
0
0
6.00
75
0
4.76
32
0
6.00
0
0
6.56
21
6
3.83
31
0
7.00
0
0
5.00
0
0
4.00
0
0
8.50
0
0
6.00
0
0
4.00
24
0
6.97
0
0
7.00
0
0
4.00
0
0
6.00
0
0
8.50
0
0
4.91
41
0
6.00
0
0
6.97
15
6
5.00
0
0
7.00
0
0
6.00
0
0
5.15
24
0
6.75
0
0
6.00
0
0
6.00
0
21
7.00
21
8
7.00
0
0
6.00
0
0
7.00
0
0
6.75
18
4
8.00
0
0
7.33
0
0
7.00
0
0
10.00
0
0
8.00
0
0
7.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
7.33
31
6
10.00
0
0
10.00
0
0
7.00
0
0
10.00
19
0
10.00
0
0
7.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
8.00
0
0
8.50
0
0
10.00
0
0
8.00
0
0
10.00
0
0
8.50
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
8.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
9.00
0
0
8.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
9.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
7.25
44
44
10.00
44
7
10.00
0
0
5.00
0
0
7.25
0
0
10.00
0
0
6.00
0
0
5.00
0
0
7.25
42
5
7.00
0
0
7.00
0
0
8.00
0
0
7.00
0
0
7.00
0
0
9.00
0
0
5.91
54
0
10.00
0
0
10.00
0
0
6.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
6.28
39
0
10.00
0
0
10.00
0
0
7.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
7.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
7.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
8.00
0
0
10.00
0
0
8.00
0
0
6.71
30
0
10.00
0
0
8.00
0
0
6.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
6.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
7.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
6.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
6.00
0
0
7.00
0
0
10.00
0
0
6.00
0
0
7.00
0
0
10.00
0
0
6.00
0
0
7.00
0
0
10.00
0
0
3.28
0
0
7.00
0
0
10.00
0
0
3.00
24
0
6.00
0
0
7.75
0
0
2.00
19
0
3.28
0
0
5.00
24
7
4.00
0
24
3.00
24
13
5.00
0
0
4.00
0
21
2.00
21
5
5.83
0
0
5.00
0
0
4.00
0
0
4.00
0
0
2.25
0
0
4.00
0
0
5.00
18
6
2.81
37
0
5.00
0
0
5.00
0
0
0.91
27
0
2.25
0
0
5.00
0
0
2.00
15
37
2.81
37
11
5.00
0
0
2.04
0
0
8.00
0
0
6.00
0
0
3.00
31
0
9.00
0
0
4.00
36
10
3.00
0
0
10.00
0
0
5.00
0
0
3.18
21
0
10.00
0
0
5.00
0
0
2.95
0
0
10.00
0
0
5.00
0
0
3.00
20
0
10.00
0
0
5.00
0
0
3.00
0
0
10.00
0
0
8.00
0
0
4.03
0
0
10.00
0
0
7.00
0
0
4.00
39
0
8.00
0
0
5.00
0
0
2.28
0
0
8.00
0
0
5.00
0
0
3.00
29
0
10.00
0
0
6.61
0
0
3.00
0
0
10.00
0
0
5.00
0
0
4.00
0
0
10.00
0
0
4.33
48
13
2.53
36
0
10.00
0
0
5.00
0
0
3.08
0
0
10.00
0
0
5.00
17
8
4.11
0
0
10.00
0
0
5.00
0
0
2.35
0
0
10.00
0
0
5.42
0
0
1.73
15
0
6.00
0
0
5.00
0
0
2.13
45
0
6.00
0
0
5.00
20
8
2.00
23
0
7.00
0
0
3.28
0
0
2.00
55
0
7.00
0
0
5.00
12
6
2.00
39
0
8.00
0
0
5.00
0
0
2.00
36
20
3.58
20
4
5.00
0
0
1.98
27
0
4.00
0
0
5.00
40
7
3.70
15
0
4.00
0
0
5.00
0
0
4.03
39
33
5.75
33
7
5.00
0
0
4.00
0
75
6.00
75
0
5.00
0
0
4.00
0
22
6.56
22
6
5.00
0
0
5.00
0
0
5.00
0
0
5.25
27
4
3.93
17
0
6.00
0
0
6.00
0
0
4.00
56
0
7.00
0
0
6.00
0
0
2.50
31
0
8.50
0
0
7.00
0
0
4.76
33
15
6.97
15
6
7.00
0
0
3.83
32
0
7.00
0
0
8.00
0
0
4.00
0
0
7.00
0
0
3.58
20
4
4.00
24
0
8.00
0
0
4.00
0
0
4.00
0
0
8.00
0
0
4.00
0
0
4.91
41
0
10.00
0
0
5.75
33
7
0.91
30
0
10.00
0
0
6.00
75
0
1.61
22
0
10.00
0
0
6.56
21
6
2.50
20
0
10.00
0
0
5.00
0
0
2.00
0
0
10.00
0
0
6.00
0
0
2.00
0
0
10.00
0
0
7.00
0
0
6.00
0
0
10.00
0
0
8.50
0
0
8.00
0
0
10.00
0
0
7.33
32
6
10.00
0
0
10.00
0
0
7.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
7.00
0
0
10.00
0
0
5.00
0
0
8.00
0
0
10.00
21
0
4.00
0
0
8.00
0
0
10.00
0
0
4.00
0
0
6.97
15
6
8.50
0
0
5.00
0
0
6.00
0
0
10.00
0
17
3.93
17
6
6.00
0
0
10.00
0
56
4.00
56
0
7.00
0
0
8.00
0
31
2.50
31
11
6.75
18
4
9.00
0
33
4.76
33
9
7.00
0
0
10.00
0
31
3.83
31
9
7.00
0
0
10.00
0
0
4.00
0
0
7.25
42
5
10.00
0
24
4.00
24
8
8.00
0
0
10.00
0
0
4.00
0
0
9.00
0
0
7.25
44
41
4.91
41
9
10.00
0
0
5.00
0
0
8.00
0
0
10.00
0
0
6.00
0
0
8.00
0
0
10.00
0
0
7.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
7.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
5.91
54
0
10.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
8.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
8.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
7.25
44
0
10.00
0
0
10.00
0
0
5.00
0
0
5.00
0
0
10.00
0
0
6.00
0
0
6.00
0
0
10.00
0
0
7.00
0
0
7.00
0
0
10.00
0
0
7.00
0
0
7.00
0
0
10.00
0
0
5.91
54
54
5.91
54
7
10.00
0
0
6.00
0
0
6.00
0
0
7.75
0
0
6.28
39
39
6.28
39
6
5.00
24
7
7.00
0
0
7.00
0
0
7.00
0
0
7.00
0
0
7.00
0
0
7.33
32
6
7.00
0
0
7.00
0
0
7.00
0
0
8.00
0
0
8.00
0
0
7.00
0
0
6.71
30
30
6.71
30
8
8.00
0
0
6.00
0
0
6.00
0
0
8.00
0
0
6.00
0
0
6.00
0
0
10.00
0
0
7.00
0
0
7.00
0
0
10.00
0
0
6.00
0
0
6.00
0
0
10.00
0
0
6.00
0
0
6.00
0
0
10.00
0
0
6.00
0
0
6.00
0
0
10.00
0
0
5.00
0
0
5.00
0
0
10.00
0
0
2.25
0
0
2.25
0
0
10.00
0
0
2.81
37
40
4.00
40
12
10.00
0
0
0.91
27
0
2.28
0
0
10.00
0
0
2.00
15
29
3.00
29
8
10.00
0
0
2.04
0
0
3.00
0
0
5.00
0
0
3.00
31
0
8.00
0
0
5.83
0
0
3.00
0
0
8.00
0
0
4.00
0
0
3.18
21
0
10.00
0
0
5.00
18
6
2.95
0
0
10.00
0
0
5.00
0
0
3.00
21
0
10.00
0
0
5.00
0
0
3.00
0
0
10.00
0
0
5.00
0
0
4.03
0
0
10.00
0
0
6.00
0
0
4.00
40
0
10.00
0
0
4.00
37
10
2.28
0
0
10.00
0
0
5.00
0
0
3.00
29
18
5.00
18
6
5.00
0
0
3.00
0
12
5.00
12
6
5.00
0
0
8.00
0
0
5.00
0
0
5.00
0
0
8.00
0
0
5.00
0
0
8.00
0
0
10.00
0
41
5.00
41
7
7.00
0
0
10.00
0
15
5.00
15
11
5.00
0
0
10.00
0
0
8.00
0
0
5.00
0
0
10.00
0
0
7.00
0
0
6.61
0
0
10.00
0
22
5.00
22
12
5.00
0
0
10.00
0
0
5.00
0
0
4.33
49
13
10.00
0
0
6.61
0
0
5.00
0
0
10.00
0
0
5.00
0
0
5.00
16
8
10.00
0
0
4.33
0
0
5.00
0
0
10.00
0
0
5.00
0
0
5.42
0
0
5.00
0
0
5.00
0
0
5.00
0
0
5.83
0
29
5.00
29
5
5.00
20
8
4.00
0
0
5.42
0
0
3.28
0
0
5.00
20
0
5.00
0
0
5.00
12
6
5.00
12
46
5.00
46
6
5.00
0
0
5.00
0
0
3.28
0
0
5.00
0
0
5.00
0
0
5.00
0
0
5.00
41
7
5.00
41
0
2.35
0
0
5.00
0
0
5.00
0
54
1.73
54
13
5.00
0
0
5.00
0
0
5.00
0
0
5.00
0
0
5.00
0
0
5.00
0
0
5.00
0
0
5.00
0
15
2.00
15
8
5.00
0
0
5.00
0
0
5.00
0
0
10.00
0
0
10.00
0
0
5.00
0
0
Lampiran 4 Uji Organoleptik Nama hendra ade emod diki hendri ilham vicky ayu sonhaji ikam abuy nakur latif anom ririn jumlah Rata2
A
B 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 18 1.2
C 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 33 2.2
Dimana : 1≤ x <2 : kurang menyengat 2≤ x <3 : normal x≥3 : sangat menyengat
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 45 3
Lampiran 5 Uji Statistik Pengaruh komposisi penyedap terhadap hasil tangkapan
ΣYij2 = Y112 + Y212+ .......+ Yij2
∑Y JKP =
2
- FK= 166.510,3
i
r
JKT = ∑ Yij - FK = 4.956.149 2
JKS = JKT – JKP = 4.789.639
ANOVA Source of Variation Between Groups Within Groups
166510.3 4789639
2 597
Total
4956149
599
SS
df
MS
F
P-value
F crit
83255.17 8022.846
10.37726
3.71E-05
3.010815
Lampiran 6 Uji BNT Uji lanjut diperlukan untuk mendapatkan keputusan apakah suatu perlakuan berbeda nyata atau tidak yaitu dengan cara membandingkan selisih nilai tengah perlakuan dengan BNT. Diketahui nilai tengah perlakuan adalah Umpan A : 37 Umpan B : 71,05 Umpan C : 34,55 Adapun nilai BNT sebesar : BNTα = tα/2 x √(2 x KTS)/ n = 2,04841 x √(2 x 8022,85)/200 = 18,35 Bila dihitung selisih A-B = 34,05 A-C = 2,45 B-C = 36,5
Lampiran 7 Uji statistik pengaruh komposisi penyedap terhadap kecepatan respon ikan terhadap umpan
ΣYij2 = Y112 + Y212+ .......+ Yij2 JKT = ∑ Yij - FK = 3.852,962 2
JKS = JKT – JKP = 3.599,475 JKP = 253,4875
ANOVA Source of Variation Between Groups Within Groups
253.4875 3599.475
2 597
Total
3852.962
599
SS
df
MS 126.7437 6.029271
F 21.0214
P-value
F crit
1.51E-09
3.010815
Lampiran 8 Uji BNT Uji lanjut diperlukan untuk mendapatkan keputusan apakah suatu perlakuan berbeda nyata atau tidak yaitu dengan cara membandingkan selisih nilai tengah perlakuan dengan BNT. Diketahui nilai tengah perlakuan adalah Umpan A : 6,90 Umpan B : 5,57 Umpan C : 6,99 Adapun nilai BNT sebesar : BNTα = tα/2 x √(2 x KTS)/ n = 2,04841 x √(2 x 6,0293)/200 = 0.5029 Bila dihitung selisih A-B = 1,33 A-C = 0,09 B-C = 1,42