PENGARUH LABA, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, DAN ARUS KAS TERHADAP KONDISI FINANCIAL DISTRESS (Studi Kasus pada Perusahaan Pertambangan Sub sektor Batubara, Logam, dan Mineral lainnya yang Terdaftar di BEI) Oleh : Linang Yunanto PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA Abstrak Financial distress merupakan tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh laba, pertumbuhan perusahaan, dan arus kas terhadap kondisi financial distress. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan pertambangan sub sektor batubara dan sub sektor logam dan mineral lainnya yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2014-2015. Sampel ditentukan dengan metode purposive sampling sehingga diperoleh 23 perusahaan sampel. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah laba, pertumbuhan perusahaan, arus kas, dan financial distress. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: laba berpengaruh negatif dan signifikan dalam memprediksi kondisi financial distres. Pertumbuhan perusahaan dan arus kas tidak berpengaruh dalam memprediksi kondisi financial distress. Kata kunci: Financial distress, laba, pertumbuhan perusahaan, dan arus kas
Penurunan harga batubara terjadi mulai tahun 2011 sampai dengan tahun 2015. Penurunan harga batubara disebabkan kelebihan suplai di pasar internasional. Terjadinya kelebihan suplai karena menurunnya permintaan impor batubara dari Cina dan India yang sedang mengalami penurunan ekonomi. Kelebihan suplai batubara juga dikarenakan pemerintah Cina merilis kebijakan pembatasan impor batubara berkalori rendah demi menjaga kelestarian lingkungan. Dampak dari masalah menurunnya harga batubara di atas adalah pendapatan dari penjualan batubara akan menurun dan perolehan laba juga semakin menurun. Jika
PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara penghasil tambang terbesar di dunia. Hal tersebut membuat Indonesia menjadi salah satu produsen dan eksportir logam, mineral, dan batubara yang diperhitungkan internasional. Namun pada dua tahun terakhir industri pertambangan logam, minerial, dan batubara mengalami kelesuan. Kelesuan industri pertambangan batubara di Indonesia dikarenakan penurunan harga batubara dari tahun 2011 sampai dengan 2015 secara terus-menerus. Kelesuan industri pertambangan logam dan mineral dikarenakan mulai berlaku efektif Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. 1
(financial distress) yang akan menimbulkan kebangkrutan perusahaan. Julius (2015) menguji pengaruh financial leverage, firm growth, laba dan arus kas terhadap financial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa arus kas berpengaruh untuk memprediksi financial distress. Aminah (2015) menentukan prediksi kondisi financial distress. Hasil penelitian menunjukkan bahwa arus kas berpengaruh tidak signifikan terhadap prediksi kondisi financial distress pada perusahaan food and beverage. Mas’ud dan Srengga (2012) melakukan penelitian mengenai analisis rasio keuangan untuk memprediksi kondisi financial distress. Hasil penelitian menunjukkan bahwa arus kas dari aktivitas operasi berpengaruh terhadap kondisi financial distress pada perusahaan Manufaktur. Berdasarkan penelitian di atas peneliti akan menggunakan variabel arus kas karena arus kas tidak konsisten dalam memprediksi kondisi financial distress. Berdasarkan masalah penurunan harga batubara dan kebijakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang berlaku efektif sejak 12 januari 2014 peneliti akan menggunakan variabel laba dan pertumbuhan perusahaan. Alasan peneliti menggunakan variabel laba dan pertumbuhan perusahaan karena dalam kebijakan tersebut mungkin yang sangat berpengaruh dalam perusahaan adalah penjualan dan laba perusahaan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel yang digunakan, perusahaan yang diteliti, dan periode waktu penelitian. Berdasarkan uraian latar belakang di atas peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Laba, Pertumbuhan Perusahaan, Dan Arus Kas Terhadap Kondisi Financial Distres. Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat pengaruh laba, pertumbuhan perusahaan, dan arus kas terhadap kondisi financial distress pada perusahaan pertambangan sub sektor
biaya produksi semakin meningkat dan harga penjualan semakin menurun, hal itu dapat menyebabkan kerugian perusahaan. Masalah di atas jika terjadi terus-menerus akan mengakibatkan financial distress bahkan dapat mengakibatkan kebangkrutan perusahaan. Setelah berlakunya UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009 pemegang kontrak karya wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun. Kontrak karya terjadi apabila adanya kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk suatu perjanjian tertulis antara pemerintah Indonesia dengan kontraktor asing sematamata dan/atau merupakan patungan antara badan hukum asing dengan badan hukum domestik untuk melakukan kegiatan eksploitasi di bidang pertambangan umum dalam jangka waktu tertentu. UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009 mulai berlaku pada 12 Januari 2009 sehingga berlaku efektif pada 12 Januari 2014. Setelah berlaku efektif pada 12 Januari 2014 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 memberi dampak negatif untuk industri pertambangan. Dampak negatif terjadi karena di dalam isi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, perusahaan pertambangan mineral dan batubara tidak boleh mengekspor mineral mentah (ore). Perusahaan pertambangan mineral dan batubara wajib mengolah dan memurnikan hasil pertambangan di dalam negeri. Dampak dari regulasi ini adalah banyak bahan mentah tambang yang tidak dapat terjual karena tidak boleh mengekspor dan belum bisa membangun fasilitas smelter pemurnian hasil tambang. Oleh sebab itu, pendapatan dari penjualan akan menurun dan perolehan laba juga akan menurun bahkan dapat mengalami kerugian. Karena prospek perusahaan sangat tergantung dari keadaan ekonomi secara keseluruhan yang mempengaruhi perusahaan menghasilkan laba, apabila tidak ditangani secara serius akan berdampak buruk pada perusahaanperusahaan pertambangan. Dampak buruk salah satunya adalah kesulitan keuangan 2
batubara dan sub sektor logam dan mineral lainnya yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2014-2015?. Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai peneliti adalah: Untuk menguji secara empiris pengaruh laba, pertumbuhan perusahaan, dan arus kas terhadap kondisi financial distress pada perusahaan pertambangan sub sektor batubara dan sub sektor logam dan mineral lainnya yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2014-2015.
eksternal perusahaan karena pertumbuhan yang baik merupakan tanda bagi perkembangan perusahaan. Dari sudut pandang investor, pertumbuhan suatu perusahaan merupakan tanda perusahaan memiliki aspek yang menguntungkan. Berdasarkan aspek tersebut investor akan mengharapkan perkembangan yang lebih baik dari tingkat pengembalian investasi yang dilakukan. Julius (2015) pertumbuhan perusahaan sebagai pengukur kemampuan perusahaan untuk mempertahankan posisi ekonominya dalam pertumbuhan perekonomian maupun dalam industri atau pasar produk tempatnya beroperasi. Tingginya pertumbuhan perusahaan akan menunjukkan bahwa perusahaan dapat terus meningkatkan ukuran perusahaan dan dapat berekspansi kedepannya. Menurut Elim dan Yusfarita (2010) tingkat pertumbuhan adalah tingkat kenaikan penjualan dari tahun ke tahun, di mana semakin tinggi pertumbuhan perusahaan maka perusahaan akan semakin banyak mengandalkan pada modal eksternal. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung akan lebih banyak menggunakan hutang dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai pertumbuhan yang lambat. Menurut Harahap (2011) arus kas merupakan suatu laporan yang memberikan informasi yang relevan tentang penerimaan kas dan pengeluaran kas suatu perusahaan suatu periode tertentu, dengan mengklasifikasikan transaksi pada aktivitas: operasi, investasi, pendanaan. Hubungan Laba dengan Financial Distress Whitaker (1999) dalam Almilia (2006) menyatakan bahwa suatu perusahaan dapat dikatakan dalam kondisi financial distress apabila perusahaan tersebut mempunyai laba bersih negatif selama beberapa tahun. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa jika perusahaan mempunyai laba positif maka perusahaan tersebut dalam kondisi sehat,
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS Menurut Platt dan Platt (2002) financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang dialami suatu perusahaan, yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Financial distress pada umumnya ditandai dengan ketidakmampuan perusahaan memenuhi kewajiban-kewajibannya, terutama kewajiban yang bersifat jangka pendek termasuk kewajiban likuiditas, dan juga termasuk kewajiban dalam solvabilitas. Menurut Prihadi (2014) laba merupakan ukuran kinerja suatu perusahaan. Laba yang diperoleh dapat diakumulasikan menjadi saldo. Laba diakumulasikan sebagai laba ditahan atau dibagi sebagai deviden. Sifat saldo laba adalah akumulatif. Saldo laba menunjukkan jumlah laba yang belum dibagi kepada pemilik. Sedangkan menurut Belkaoui (2000) laba akuntansi secara operasional didefinisikan sebagai perbedaan antara pendapatan yang direalisasikan yang berasal dari transaksi suatu periode dan berhubungan dengan biaya historis. Helfert (1997) menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan merupakan dampak arus dana perusahaan dari perubahan operasional yang disebabkan oleh pertumbuhan atau peningkatan volume usaha. Menurut Safrida (2008) pertumbuhan perusahaan sangat diharapkan oleh pihak internal maupun 3
sebaliknya jika perusahaan tersebut mempunyai laba negatif maka perusahaan tersebut dalam kondisi tidak sehat atau mengalami financial distress. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aminah (2015), Zulandari (2015), Natariasari dan Indarto (2014), dan Wahyuningtyas (2010) menunjukkan bahwa laba berpengaruh terhadap kondisi financial distress. Berdasarkan analisis dan temuan hasil penelitian terdahulu maka hipotesis penelitian dinyatakan sebagai berikut: H1: Laba mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap kondisi financial distress. Hubungan Pertumbuhan Perusahaan dengan Financial Distress Menurut Julius (2015) pertumbuhan perusahaan merupakan kemampuan perusahaan dalam meningkatkan ukurannya. Suatu perusahaan yang sedang berada pada tahap pertumbuhan akan membutuhkan dana yang besar. Kebutuhan dana semakin besar, maka perusahaan akan cenderung menahan sebagian besar labanya. Laba yang ditahan akan digunakan untuk keperluan ekspansi dan pertumbuhan perusahaan itu sendiri. Apabila perusahaan mengalami kegagalan dalam proses ekspansi tersebut, maka akan mengakibatkan beban perusahaan, karena harus menutup pengembalian biaya ekspansi. Semakin besar risiko perusahaan makin besar pula kemungkinan perusahaan itu mengalami kondisi financial distress. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2013), dan Radiansyah (2013) menunjukkan bahwa pertumbuhan perusahaan mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap financil distress. Berdasarkan analisis dan temuan hasil penelitian terdahulu maka hipotesis penelitian dinyatakan sebagai berikut: H2: Pertumbuhan perusahaan mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap kondisi financial distress.
Hubungan Arus Kas dengan Financial Distress Menurut damodaran (1997) dalam Hidayat (2013) salah satu penyebab financial distress adalah kesulitan arus kas. Kesulitan arus kas, disebabkan oleh tidak seimbangnya antara penerimaan yang bersumber dari penjualan dengan pengeluaran untuk pembelanjaan dan terjadinya kesalahan pengelolaan arus kas oleh manajemen dalam pembiayaan operasional perusahaan sehingga arus kas perusahaan berada pada kondisi defisit. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa jika perusahaan memiliki aliran penerimaan kas tinggi maka perusahaan tersebut dikatakan sehat, sebaliknya jika perusahaan memiliki aliran penerimaan kas yang rendah bahkan lebih rendah dari aliran kas keluarnya maka perusahaan tersebut tidak sehat atau sedang mengalami financial distress bahkan mengalami kebangkrutan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Julius (2015), Radiansyah (2013), dan Mas’ud dan Srengga (2012) menunjukkan bahwa arus kas berpengaruh terhadap financial distress. Berdasarkan analisis dan temuan hasil penelitian terdahulu maka hipotesis penelitian dinyatakan sebagai berikut: H3: Arus kas mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap kondisi financial distress. METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan pertambangan sub sektor batubara dan sub sektor logam dan mineral lainnya yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2014-2015 yang berjumlah 32 perusahaan. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dengan tujuan untuk mendapatakan sampel yang representatif sesuai kriteria yang ditentukan. Kriteria pruposive sampling yang digunakan antara lain: Perusahaan pertambangan sub sektor batubara dan sub sektor logam dan mineral lainnya yang 4
terdaftar di BEI tahun 2014-2015, Perusahaan pertambangan sub sektor batubara dan sub sektor logam dan mineral lainnya yang selalu menerbitkan anual report auditan di BEI tahun 2014-2015, Perusahaan pertambangan sub sektor batubara dan sub sektor logam dan mineral lainnya yang melakukan penjualan pada periode 2013-2015. Setelah dilakukan pruposive sampling diperoleh 23 perusahaan untuk dijadikan sampel dalam penelitian. Financial Distress Financial distress dalam penelitian ini menggunakan definisi Asquith (1994) yang menyatakan bahwa perusahaan yang menalami financial distress adalah perusahaan yang memiliki interest coverage ratio (ICR) kurang dari 1 (satu). ICR dihitung dengan membandingkan (EBIT) terhadap biaya bunga. Variabel financial distress dinyatakan dalam bentuk dummy, nilai 1 (satu) untuk perusahaan dalam kondisi financial distress. Sedangkan nilai 0 (nol) untuk perusahaan dalam kondisi non financial distress. ICR =
aktivitas operasi terhadap total aset yaitu total arus kas operasi dibagi dengan total aktiva (Aminah, 2015). Arus Kas =
Laba
Ln
Dalam perhitungan laba penelitian ini menggunakan rasio laba terhadap total asset yaitu laba sebelum pajak (EBT) dibagi dengan total asset (Kadir, 2014). Laba =
+
TEKNIK ANALISIS DATA Metode analisis yang diguakan dalam penelitian ini adalah regresi logistik. Regresi logistik adalah regresi yang digunakan untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel dependen dapat diprediksi dengan variabel independen. Metode ini digunakan untuk penelitian yang variabel dependen-nya bersifat kategorikal dan variabel independen-nya campuran antara metrik dan nonmetrik. Teknik analisis dalam mengolah data ini tidak memerlukan lagi uji normalitas dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya (Ghozali, 2011). Analisis regresi logistik digunakan untuk menguji apakah variabel-variabel laba, pertumbuhan perusahaan, dan arus kas berpengaruh terhadap kondisi financial distress. Model analisisnya sebagai berikut: (
)
=
+
EBT +
+ εi
Langkah-langkah dalam pengujian regresi logistik adalah sebagai berikut (Ghozali, 2011): Menilai Kelayakan Model regresi (Goodness of Fit Test) Kelayakan model regersi dinilai menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test sama dengan atau kurang dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak yang berarti ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodness Fit model tidak baik karena model tidak dapat memprediksi observasinya. Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar dari 0,05 maka hipotesis nol diterima dan berarti model mampu memprediksi nilai
Pertumbuhan Perusahaan Dalam penelitian ini pertumbuahan perusahaan diukur menggunakan rasio pertumbuhan penjualan. Harahap (2008) merumuskan pertumbuhan penjualan sebagai berikut; jumlah penjualan suatu periode dikurangi jumlah penjualan tahun sebelumnya dibagi penjualan tahun sebelumnya. Sales Firm = Arus Kas Arus kas adalah aliran kas masuk dan aliran kas keluar. Dalam perhitungan arus kas menggunakan rasio arus kas dari 5
observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya (Ghozali, 2011). Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit) Dalam menilai kelayakan keseluruhan model, dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: Chi Square ( ) Tes statistik chi square digunakan berdasarkan pada fungsi likelihood pada estimasi model regresi. Penggunaan nilai untuk keseluruhan model terhadap data dilakukan dengan membandingkan nilai 2Log Likehood pada saat model hanya memasukkan konstanta dengan nilai -2Log Likehood (Block Number = 0) dengan pada saat mode memasukkan konstanta dan variabel bebas -2Log Likehood (Block Number = 1). Apabila nilai -2Log Likehood (Block Number = 0) lebih besar dari nilai -2Log Likehood (Block Number = 1), maka keseluruhan model menunjukkan model regresi yang baik. Penurunan Log Likehood menunjukkan model semakin baik (Ghozali, 2011) Koefisien Determinan (Naglkerke R Square) Naglkerke R Square merupakan pengujian untuk mengetahui seberapa besar variabel independen mampu menjelaskan dan mempengaruhi variabel dependen. Nilai Naglkerke R Square bervariasi antara 1 (satu) sampai dengan 0 (nol). Jika nilai Naglkerke R Square semakin mendekati 1 maka model dianggap semakin goodness of fit, sementara jika semakin mendekati 0 maka model dianggap tidak goodness of fit (Ghozali, 2011). Tabel Klasifikasi Tabel Klasifikasi digunakan untuk menghitung nilai estimasi yang benar (correct) dan salah (incorrect). Pada kolom terdapat dua nilai prediksi dari variabel dependen yaitu financial distress dan non financial distress, sedangkan pada baris menunjukkan nilai observasi sesungguhnya dari variabel dependen. Pada model sempurna, maka semua kasus
akan berada pada diagonal dengan ketetapan peramalan 100% (Ghozali, 2011). Menguji Koefisien regresi Pada regresi logistik digunakan uji wald untuk menguji signifikansi konstanta setiap variabel independen yang masuk ke dalam model. Oleh karena itu, apabila uji wald terlihat signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka koefisien regresi adalah signifikan pada tingkat kepercayaan 5%. Uji wald, digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap kemungkinan perusahaan berada pada kondisi financial distress (Ghozali, 2011). HASIL ANALISIS DATA Hasil Uji Kelayakan Model Regresi Hosmer and Lemeshow Test Step Chi-square
Df
Sig.
1 1,340 7 0,987 Sumber: Data Sekunder diolah, 2017 Berdasarkan table Homser and Lemeshow Test diperoleh nilai Chi-square sebesar 1,340 dengan probabilitas signifikan sebesar 0,987 yang nilainya jauh lebih besar dari 0,05. Dengan tingkat signifikan lebih besar dari 0,05 maka hipotesis nol diterima, berarti tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dikatakan fit. Hasil Uji Keseluruhan Model -2 Log Likelihood pada Block 0 dan Block 1 Interatio -2 Like Interatio -2 Like n likelihood n likelihood Step 0 61,578 Step 1 10,987 Sumber: Data Sekunder diolah, 2017 Berdasarkan tabel di atas, pada Block Number = 0 (Beginning Block) yaitu model awal dengan konstanta tanpa memasukkan variabel bebasnya diperoleh nilai -2 Log Likelihood sebesar 61,578. Sedangkan Block Number = 1 (Method = Enter) yaitu model akhir dengan memasukkan konstanta dan variabel bebas, 6
nilai -2 Log Likelihood turun menjadi 10,987. Penurunan nilai -2 Log Likelihood di atas menunjukkan bahwa model regresi layak digunakan. Model Summary
Angka yang dihasilkan dari pengujian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Konstanta (a) Berdasarkan tabel di atas, dari hasil uji analisis regresi logistik dapat dilihat konstanta sebesar -3,208 menunjukkan bahwa tanpa adanya pengaruh dari variabel bebas yaitu laba, pertumbuhan perusahaan, dan arus kas maka probabilitas financial distress akan menurun sebesar 3,208. Laba (X1) Berdasarkan table di atas, Laba mempunyai nilai signifikan sebesar 0,029 < 0,05. Dan nilai wald test menunjukkan angka 4,792 yang lebih besar dibandingkan dengan X tabel df 1 yaitu sebesar 3,841. Nilai signifikan yang berada dibawah 0,05 dan nilai wald test berada diatas nilai X tabel menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan laba terhadap kondisi financial distress. Hal ini menunjukkan bahwa pada model regresi logistik hipotesis 1 diterima. Koefisien regresi laba mempunyai nilai sebesar 86,546 yang artinya jika variabel laba meningkat sebesar satu satuan maka probabilitas financial distress akan mengalami penurunan sebesar 86,546, dengan anggapan bahwa variabel lainnya tetap. Pertumbuhan Perusahaan (X2) Berdasarkan tabel di atas, Pertumbuhan perusahaan mempunyai nilai signifikan sebesar 0,639 > 0,05. Dan nilai wald test menunjukkan angka 0,220 yang lebih kecil dibandingkan dengan X tabel df 1 yaitu sebesar 3,841. Nilai signifikan yang berada di atas 0,05 dan nilai wald test berada di bawah nilai X tabel menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan pertumbuhan perusahaan terhadap kondisi financial distress. Hal ini menunjukkan bahwa pada model regresi logistik hipotesis 2 ditolak. Arus Kas (X3) Berdasarkan tabel di atas, Arus kas mempunyai nilai signifikan sebesar 0,196 > 0,05. Dan nilai wald test menunjukkan angka 1,670 yang lebih kecil dibandingkan
-2 Log Cox & Snell Nagelkerk Step likelihood R Square e R Square 1 10,987a 0,667 0,904 Sumber: Data Sekunder diolah, 2017 Berdasarkan tabel di atas, nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,904 dapat diartikan bahwa 90,4 persen variabel terkait dapat dijelaskan oleh variabel bebas, sedangkan sisanya sebesar 9,6 persen dipengaruhi oleh variabel lain diluar model. Hasil diatas nilai nagelkerke R Square mendekati 1 maka model dianggap goodness of fit. Classification Tablea Berdasarkan tabel klasifikasi, menurut prediksi perusahaan yang mengalami financial distress adalah 18(1+17) perusahaan, sedangkan menurut observasi sesungguhnya perusahaan yang mengalami financial disress sebanyak 17 perusahaan. Maka ketepatan model ini adalah 17/18 atau 94,4 persen. Menurut prediksi perusahaan yang mengalami non financial distress adalah 28(27+1) perusahaan, sedangkan menurut observasi sesungguhnya perusahaan yang mengalami non financial distress sebanyak 27 perusahaan. Maka ketetapan model ini adalah 27/28 atau 96,4 persen. Uji Analisis Regresi Logistik X1 X2 X3 Cons
B -86,546 -1,615 27,66 -3,208
S.E. Wald Df Sig 39,535 4,792 1 0,029 3,445 0,22 1 0,639 21,402 1,67 1 0,196 2,303 1,94 1 0,164
Pengujian dilakukan dengan regresi logistik untuk menguji ada tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Berdasarkan tabel di atas diperoleh persamaan regresi logistik sebagai berikut: Y= -3,208 + (-86,546)X1 + (-1,615)X2 + (27,660)X3 7
dengan X tabel df 1 yaitu sebesar 3,841. Nilai signifikan yang berada diatas 0,05 dan nilai wald test berada di bawah nilai X tabel menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan pertumbuhan perusahaan terhadap kondisi financial distress. Hal ini menunjukkan bahwa pada model regresi logistik hipotesis 3 ditolak.
pengaruh terhadap kondisi financil distress. Penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa semakin rendah pertumbuhan perusahaan maka semakin tinggi risiko perusahaan dalam kondisi financial distress. Alasan diperoleh hasil yang tidak signifikan karena turunnya penjualan dari tahun ke tahun tidak langsung berpengaruh terhadap kondisi financial distres, tetapi hanya mempengaruhi besarnya laba yang diperoleh. Naiknya penjualan dari tahun ke tahun jika perusahaan tersebut sudah berada pada kondisi financial distress juga tidak akan mengubah kondisi menjadi non financial distress tetapi hanya memperkecil kondisi financial distress. Pengaruh Arus Kas terhadap Financial Distress Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa arus kas tidak berpengaruh terhadap kondisi financial distress pada perusahaan pertambangan sub sektor batubara dan sub sektor logam dan mineral lainnya. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Aminah (2015), dan Wahyuningtyas (2010) yang menunjukkan bahwa arus kas tidak berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress. Penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa salah satu penyebab financial distress adalah kesulitan arus kas. Kesulitan arus kas disebabkan oleh tidak seimbangnya antara aliran penerimaan kas yang bersumber dari penjualan dengan aliran pengeluaran kas untuk pembelanjaan dalam pembiayaan operasional perusahaan sehingga arus kas perusahaan berada pada kondisi defisit. Alasan diperoleh hasil yang tidak signifikan karena aliran penerimaan kas maupun pengeluaran kas pada aktivitas operasi tidak menentu. Aliran penerimaan kas lebih besar dari aliran pengeluaran kas tetapi perusahaan berada pada kondisi financial distress, dan sebaliknya aliran penerimaan kas lebih kecil dari aliran pengeluaran kas tetapi perusahaan tersebut tidak berada pada kondisi financial
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Pengaruh Laba terhadap Financial Distress Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa laba berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress pada perusahaan pertambangan sub sektor batubara dan sub sektor logam dan mineral lainnya. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Aminah (2015), Natariasari & Indarto (2014), dan Wahuningtyas (2010) yang menunjukkan bahwa laba berpengaruh signifikan terhadap financial distress. Penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa suatu perusahaan dapat dikatakan dalam kondisi financial distress apabila perusahaan tersebut mempunyai laba bersih negatif selama beberapa tahun. Alasan dierolehnya hasil yang negatif dan signifikan karena kondisi keuangan pada perusahaan tergantung dengan perolehan laba yang diterima. Jika perusahaan selalu memperoleh laba maka semakin kecil resiko perusahaan tersebut dalam kondisi financial distress. Jika perusahaan tidak memperoleh laba atau memperoleh laba negatif selama beberapa periode maka resiko terjadinya kondisi financial distress semakin besar. Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan terhadap Financial Distress Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan pertambangan sub sektor batubara dan sub sektor logam dan mineral lainnya. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Julius (2015) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan perusahaan tidak mempunyai 8
distress. Berkaitan dengan laba, mengapa laba berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress tetapi arus kas operasi tidak, karena arus kas dari aktivitas operasi besar kecilnya tidak sama dengan laba/rugi operasi. Pendapatan yang diterima dan biaya-biaya yang dikeluarkan pada laporan laba/rugi tidak selalu sama dengan penerimaan dan pembayaran pada laporan arus kas dari aktivitas operasi. Laba operasi negatif tetapi arus kas dari aktivitas operasi positif, dan sebaliknya laba operasi positif tetapi arus kas dari aktivitas operasi negatif.
pertambangan sub sektor batubara dan sub sektor logam dan mineral lainnya. Bagi investor, sebaiknya harus teliti dalam menganalisa perusahaan yang mempunyai resiko mengalami financial distress sehingga keputusan investasi dapat menghasilkan keuntungan sesuai yang diharapkan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menganalisis laba karena dalam penelitian ini variabel tersebut memiliki pengaruh yang signifikan. Bagi pemerintah, sebaiknya mengkaji ulang regulasi Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009 karena menyebabkan banyak perusahaan pertambangan sub sektor batubara dan sub sektor logam dan mineral lainnya berada dalam kondisi financial distress bahkan mengalami kebangkrutan. Tindak Lanjut Penelitian ini terbatas tahun pengamatan dikarenakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 berlaku efektif pada tahun 2014 sehingga peneliti hanya dapat mengambil tahun sampel pengamatan 2 tahun (2014-2015). Keterbatasan sampel penelitian membuat hasil penelitian kurang maksimal. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya diharapkan menambah tahun pengamatan agar hasilnya lebih maksimal. Peneliti ini hanya memakai tiga variabel independen, yaitu laba, pertumbuhan perusahaan, dan arus kas sehingga model dalam penelitian ini mampu menjelaskan variasi dalam variabel dependen sebesar 90,4 %. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya diharapkan untuk menambah variabel independen lain misalnya ukuran perusahaan, status dewan komisaris, atau perputaran persediaan agar presentasi model yang dijelaskan lebih tinggi dan maksimal.
PENUTUP Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai signifikan laba terhadap financial distress sebesar 0,029 lebih kecil dari alpha 0,05, berarti bahwa laba dapat digunakan dalam memprediksi kondisi financial distress pada perusahaan pertambangan sub sektor batubara dan sub sektor logam dan mineral lainnya yang terdaftar di BEI tahun 2014-2015. Dengan demikian, semakin tinggi laba maka probabilitas perusahaan mengalami financial distress semakin kecil. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai signifikan pertumbuhan perusahaan terhadap financial distress sebesar 0,639 lebih besar dari alpha 0,05 dan nilai signifikan arus kas terhadap financial distress sebesar 0,196 lebih besar dari alpha 0,05. Hasil analisi dapat diartikan bahwa Pertumbuhan perusahaan dan arus kas tidak dapat digunakan dalam memprediksi kondisi financial distress pada perusahan pertambangan sub sektor batubara dan sub sektor logam dan mineral lainnya yang terdaftar di BEI tahun 20142015. Saran Bagi peneliti selanjutnya, sebaiknya memperluas atau menambah objek penelitian agar hasil penelitian dapat digunakan pada perusahaan lain dan tidak hanya digunakan pada perusahaan
DAFTAR PUSTAKA Abdul Kadir. 2014. “Analisis Laba dan Arus Kas dalam Memprediksi Financial Distress pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Ilmu sosial, Vol 6, No 2. 9
Analisis Multinominal Logit”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol 7 No 1. Mas’ud, I., dan Srengga, R. M. 2012. "Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Tredaftar di Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Akuntansi Universitas Jember, Vol 10, No 2. Mesisti Utami. 2013. “Pengaruh Aktivitas, Leverage, dan Pertumbuhan Perusahaan dalam Memprediksi Financial Distress”. ISSUE, Vol 1, No 3. Muhammad Aris Hidayat. 2013. Prediksi Financial Distress Perusahaan Manufaktur di Indonesia. Semarang: Universitas Diponegoro. Natariasari, R., dan Indarto, M. 2014. “Manfaat Laba dan Arus Kas untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress”. Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan, Vol 4, No 11. Nining Zulandari. 2015. “Analisis Pengaruh Model Laba dan Model Arus Kas dalam Memprediksi Kondisi Financial Distres pada Perusahaan Transportasi yang Terdaftar di bursa Efek indonesia”. Padang: Universitas Andalas. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Platt, H. D dan Platt, M. B. 2002. “Predicting Corporate Financial Distress: Reflections on Chice-Based Sample Bias”. Journal of Economics and Finance, Vol 26, No 2. Siti Aminah. 2015. “Manfaat Laba dan Arus Kas dalam Menentukan Prediksi Kondisi Financial Distress”. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, Vol 4, No 5. Toto Prihadi. 2014. Analisis Laporan Keuangan: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: PPM. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Asquith, P., Gertner, R., dan Scharfstein, D. 1994. “Anatomy Of Financial Distress: An Examination Of JunkBond Issuers*”. The Quarterly Journal of Economic, Vol 109, Issue 3. Bagus Radiansyah. 2014. “Pengaruh Efisiensi Operasi, Arus Kas Operasi, dan Pertumbuhan Perusahaan dalam Memprediksi Financial Distress”. ISSUE, Vol 2, No 1. Eli Safrida. 2008. “Pengaruh Struktur Modal dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur di Bursa efek Jakarta”. Tesis. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Elim, M. A., dan Yusfarita. 2010. “Pengaruh Struktur Aktiva, Tingkat Pertumbuhan Penjualan, dan ROA terhadap Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta”. EFEKTIF Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol 1, No1. Fitria Wahyuningtyas. 2010. “Penggunaan Laba dan Arus Kas untuk Memprediksi Kondisi Financal Distress (Studi Kasus pada Perusahaan bukan Bank yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2005-2008)”. Semarang: Universitas Diponegoro. Frans Julius. 2015. “Pengaruh Financial Leverage, Firm Growth, Laba, dan Arus Kas Terhadap Financial Distress”. JOM Fekon, Vol 4, No 1. Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: BP Universitas Diponegoro. Harahap, S. 2008. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. . 2011. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Helfert, E. A., dan Sumiharti, Y(ed). 1997. Keuangan-Teknik Analisis. Jakarta: Erlangga.. Luciana Spica Almilia. 2006. “Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Go-Public dengan Menggunakan 10
11