PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, ……. (Petra Surya Mega Wijaya dan Jonatan Herdioko)
PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, CITRA, DAN KEPUASAN TERHADAP LOYALITAS ATAU KEINGINAN BERPINDAH PENUMPANG BUS TRANSJOGJA Petra Surya Mega Wijaya Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Duta Wacana Jalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo Nomor 5-25 , Yogyakarta ,55224 E-mail :
[email protected]
Jonathan Herdioko Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Duta Wacana Jalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo Nomor 5-25 , Yogyakarta ,55224 E-mail :
[email protected]
ABSTRACT This research is not only focused on satisfaction, but also the variables that form satisfaction, which are core quality, relational quality, image, and perceived value. The modeling on this research is objected on the TransJogja transportation mode. The problem formulation on the research here are core quality, service quality, image, and perceived value which relates with satisfaction, and how satisfaction relates to loyalty and switching intention. There were 200 TransJogja passengers randomly chosen in this research and the data processing uses SEM (Structural Equation Model). The results show that only core quality and relational quality are significant to satisfaction, while image and perceived value does not relate to satisfaction. Satisfaction does not also relate to loyalty and switching intention. Keywords: core quality, relational quality, image, perceived value, satisfaction, loyalty, switching intention, TransJogja, SEM
121
JRMB, Volume 5, No. 2, Desember 2010
PENDAHULUAN Daerah Istimewa Yogyakarya (DIY) sebagai salah satu propinsi di Indonesia memiliki berbagai daya tarik bagi wisatawan, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Sejumlah predikat disandang oleh Yogyakarta, diantaranya kota pelajar, kota budaya dan kota pariwisata. Sebagai kota pelajar, Yogyakarta sedikitnya memiliki mahasiswa sedikitnya 250.000 ribu (http://bisnisukm.com), walaupun dikhawatirkan jumlah ini akan terus menurun berkaitan dengan isu-isu miring terkait masalah sosial mahasiswa dan pelajar di Yogyakarta (http://news.okezone.com). Sebagai kota budaya, Yogyakarta yang merupakan salah satu ikon budaya di Pulau Jawa masih memiliki sejumlah Kraton dan berbagai peninggalan sejarahnya, selain itu juga masih terpeliharanya dengan baik gedung-gedung tua peninggalan Belanda di beberapa lokasi. Daya tarik inilah yang kemudian membuat Yogyakarta menjadi kota tujuan wisata di Indonesia selain Bali. Obyek wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta dirasakan cukup lengkap yaitu mulai dari wisata Gunung Merapi yang masih sangat aktif hingga wisata pantainya. Perkembangan di Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut membuat pemerintah daerah perlu untuk menyiapkan sarana transportasi yang nyaman dan murah bagi penggunanya. Salah satu kebijakan yang awalnya menuai banyak kritik dari masyarakat khususnya pelaku tranportasi umum adalah pemberlakukan model transportasi bus TransJogja. TransJogja adalah sebuah sistem transportasi bus cepat, murah, dan ber-AC di seputar Kota Yogyakarta dan sebagian Kabupaten Sleman. Proyek ini merupakan salah satu bagian dari program penerapan bus rapid transit (BRT) yang dicanangkan departemen perhubungan. Sistem ini dioperasikan pada awal bulan Maret 2008 (http://id.wikipedia.org/wiki/TransJogja). Sistem yang menggunakan bus (berukuran sedang) ini menerapkan sistem tertutup, dalam arti penumpang tidak dapat memasuki bus tanpa melewati gerbang pemeriksaan, seperti juga TransJakarta. Selain itu, diterapkan sistem pembayaran yang berbeda-beda: sekali jalan, tiket pelajar, dan tiket umum berlangganan. Ada dua macam tiket yang dapat dibeli oleh penumpang, yaitu tiket sekali jalan (single trip), dan tiket umum
122
PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, ……. (Petra Surya Mega Wijaya dan Jonatan Herdioko)
berlangganan. Tiket ini berbeda dengan karcis bus biasa karena merupakan kartu pintar (smart card). Karcis akan diperiksa secara otomatis melalui suatu mesin yang akan membuka pintu secara otomatis. Penumpang dapat berganti bus tanpa harus membayar biaya tambahan, asalkan masih dalam satu tujuan. Sebagai komponen dari sistem transportasi terpadu bagi Kota Yogyakarta dan daerah-daerah pendukungnya, sistem ini menghubungkan titik-titik penting di Yogyakarta yaitu stasiun kereta api, terminal bus, bandara, sekolah, kampus, rumah sakit, pasar, dan sejumlah obyek wisata. Penelitian mengenai TransJogja menjadi sesuatu yang menarik untuk dilakukan guna menganalisis tingkat kepuasan bagi penggunanya dan perilaku setelahnya ,yaitu apakah para penumpang tersebut akan loyal atau berpindah ke model transportasi lainnya. Salah satu teori yang dikembangkan oleh Mc. Dougall and Levesque (2000) mengenai dimensi kualitas yaitu core quality dan relational quality dapat digunakan untuk mengukur terbentuknya kepuasan. Selain kedua dimensi kualitas tersebut, penelitian ini mencoba untuk memasukkan variabel image dan perceived value sebagai variabel lain yang diduga dapat menjadi variabel anteseden kepuasan. Jaminan untuk mendapatkan pembelian ulang dari konsumen dapat diperoleh melalui kesetiaan atau loyalitas konsumen. Disamping itu, konsumen yang setia akan dapat menjadi alat promosi berbiaya rendah bagi perusahaan namun memiliki pengaruh yang besar untuk mempengaruhi konsumen lainnya. Konsumen yang setia akan merekomendasikan sesuatu yang berkinerja baik kepada konsumen lain dan rekomendasi yang diberikan dianggap tidak dilatarbelakangi oleh kepentingan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa kesetiaan konsumen lebih penting daripada kepuasaan konsumen. Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka penelitian ini mengajukan rumusan masalah sebagai berikut : apakah kualitas inti, kualitas relasional, citra, dan persepsi nilai mempengaruhi kepuasan. Kemudian apakah kepuasan mempengaruhi loyalitas dan keinginan berpindah penumpang bus TransJogja.
123
JRMB, Volume 5, No. 2, Desember 2010
TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Karakteristik Jasa Menurut Kotler (2000), jasa adalah aktivitas atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tanpa wujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Hal tersebut didukung oleh Loverlock (2001) yang menyatakan bahwa meskipun jasa terkait dengan barang secara fisik dalam proses penyediaannya, namun apa yang dihasilkan oleh jasa tersebut pada dasarnya bersifat tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan. Jasa berbeda dengan barang, hal ini dikarenakan adanya empat karakteristik jasa yang unik yang membedakan antara jasa dan barang (Kotler,2000). Keempat karakteristik jasa tersebut yaitu : (1) tidak berwujud, artinya jasa tidak dapat dilihat, dikecap, dirasakan, didengar, atau dicium sebelum dibeli, (2) tidak terpisahkan, berarti bahwa jasa tidak dapat dipisahkan baik antara produksi maupun konsumsi atau antara penyedia jasa maupun pengguna jasa, (3) tidak tahan lama, artinya jasa tidak dapat disimpan atau dijual atau dipakai kemudian, dan (4) beraneka ragam, berarti mutu saja tergantung pada siapa yang menyediakan jasa disamping waktu, tempat, dan bagaimana jasa tersebut disediakan. Mittal dan Lassar (1998) menyatakan tentang jenis dari jasa yang didasarkan pada tingkat hubungan interpersonal antara penyedia jasa dan pengguna jasa dengan karakteristik yang berbeda. Pertama, jasa dengan tingkat hubungan interpersonal yang tinggi (high contact). Biasanya jenis jasa ini ditujukan pada diri seseorang, misalkan perawatan kesehatan. Kedua, jasa dengan tingkat hubungan interpersonal rendah (low contact). Jenis jasa ini biasanya ditujukan pada apa yang dimiliki oleh seseorang, misalnya jasa perawatan kendaraan. Kualitas Jasa Kualitas jasa digambarkan oleh Cronin dan Taylor (1992) sebagai bentuk sikap yang terkait dan tidak sama dengan kepuasan. Kualitas jasa adalah konsep yang abstrak dan tidak mudah untuk dipahami, tidak seperti kualitas barang yang dapat diukur secara obyektif dengan
124
PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, ……. (Petra Surya Mega Wijaya dan Jonatan Herdioko)
indikator-indikator yang tampak seperti keawetan/ketahanan produk (Parasuraman, Zeithaml, & Berry, 1998). Hal ini dikarenakan jasa memiliki karakteristik unik yang membedakannya dengan barang seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Core quality merupakan kualitas dari jasa yang diberikan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa (McDougall & Levesque, 2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen tidak mempersepsikan kualitas secara unidimensionalitas jasa tetapi berdasarkan faktor-faktor ganda yang relevan dengan konteksnya. Sebagai contoh untuk menilai kualitas dari sebuah mobil, yang dipertimbangkan adalah daya tahan, fungsi, prestice, kemudahan perbaikan, kemudian pemakaian dan ketangguhan. Sedangkan untuk menilai kualitas suatu makanan, yang menjadi bahan pertimbangan adalah cita rasa, aroma, kebersihan, keindahan, dan kesehatan (Zeithaml, 1988 & Bitner, 1990). Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Cronin dan Taylor (1992) yang menyatakan bahwa penentuan item-item pengukuran kualitas jasa pada suatu industri dimungkinkan untuk berbeda dengan industri yang lain. Komponen kualitas jasa merupakan aspek-aspek yang dievaluasi oleh konsumen untuk membentuk keseluruhan penilaian mengenai suatu jasa (McDougall & Levesque, 2000). Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988) sebagai pelopor penelitian telah mengidentifikasi dimensi spesifik kualitas jasa. Riset mereka memperkenalkan lima dimensi spesifik kualitas jasa yang dapat diaplikasi pada berbagai variasi konsteks jasa, yang meliputi reliability, responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles. Kualitas memiliki hubungan erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Selain itu perusahaan juga dapat meningkatkan pangsa pasarnya melalui pemenuhan kualitas yang bersifat customer driven. Hal ini akan memberikan keunggulan harga dan customer value (Tjiptono,2000). Menurut Bounds (dalam Tjiptono, 2000) customer value merupakan kombinasi dari manfaat dan pengorbanan yang terjadi apabila pelanggan menggunakan suatu barang atau jasa guna memenuhi kebutuhan tertentu. Menurut Zeithaml dan Betner (2003), kepuasan konsumen dipengaruhi oleh spesifikasi jasa maupun kualitas jasa. Dalam proses evaluasi, kualitas jasa berbeda dari waktu ke waktu antara orang satu
125
JRMB, Volume 5, No. 2, Desember 2010
dengan orang lain dan antara budaya yang satu dengan budaya yang lain. Hal tersebut dikarenakan harapan seseorang akan kualitas bersifat dinamis. Kualitas produk atas jasa yang dapat memuaskan konsumen di masa yang akan datang harus dipertimbangkan oleh penyedia jasa dalam membahas hubungan antar kualitas dan kepuasan konsumen, bukan kriteria jasa seperti apa yang seharusnya diberikan, tetapi lebih didasarkan pada persepsi konsumen akan jasa. Kualitas Relasional Hal-hal yang harus dipertimbangkan oleh penyedia jasa dalam membuat keputusan berkenaan dengan penyedia jasa untuk konsumen meliputi , yaitu kapan, dimana, dan bagaimana suatu jasa diberikan kepada konsumen (Lovelock, 2001). Keputusan tersebut sangat dipengaruhi oleh segmen pasar mana yang akan dilayani oleh penyedia jasa. Masing-masing penyedia jasa pasti memiliki pertimbanganpertimbangan tertentu berkaitan dengan proses penyediaan jasa tersebut. Sejumlah perusahaan jasa dalam menyediakan jasanya ada yang beroperasi baik 24 jam per hari, beroperasi setiap hari, hari-hari tertentu, maupun jam tertentu. Hal tersebut sangat tergantung dari jenis jasa yang ditawarkan. Sebagai contoh adalah rumah sakit dan hotel bintang 5 yang beroperasi 24 jam per hari. Jasa transportasi kapal dan kereta api jarak jauh mungkin tidak akan pernah berhenti beroperasi dalam beberapa hari. Kemudian restoran tertentu hanya beroperasi pada hari dan jam-jam tertentu. Banyak penyedia jasa yang menaruh perhatian pada pemilik pendesain tempat penyediaan jasa ini. Pada kenyataannya banyak penyedia jasa mendapatkan manfaat dari hal ini karena persepsi pengguna jasa terhadap jasa yang ditawarkan dapat dibentuk melalui tempat dimana penyedia jasa beroperasi. Misalnya suatu toko yang menjual baju-baju bisa menciptakan suatu persepsi bahwa barang-barang yang dijual di toko tersebut berkualitas dan berharga malah apabila toko tersebut didesain dengan mewah.
126
PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, ……. (Petra Surya Mega Wijaya dan Jonatan Herdioko)
Persepsi Nilai Konsumen membuat penilaian atas apa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan. Penilaian konsumen atas nilai dari suatu barang atau jasa tergantung dari apa yang mereka korbankan, baik biaya moneter maupun non moneter, dikaitkan dengan manfaat dari barang dan jasa tersebut (Zeithaml, 1988). Persepsi nilai digunakan oleh konsumen untuk mengelompokkan berbagai aspek suatu jasa yang kemudian dibandingkan dengan apa yang ditawarkan oleh penyedia jasa lain (McDougall & Levesque, 2000). Nilai yang diterima konsumen adalah kualitas jasa yang diterima konsumen dibandingkan dengan harga atau biaya yang mereka keluarkan (Hallowell, 1996). Hal tersebut hanya berlaku pada satu penyedia jasa saja , tetapi terkadang konsumen juga membandingkan antara penyedia jasa yang satu dengan yang lain. Menurut Kotler (2000), nilai bagi konsumen adalah selisih antara jumlah nilai pelanggan dengan biaya total konsumen. Zeithaml (1998) mengusulkan bahwa persepsi nilai merupakan keseluruhan penilaian konsumen tentang manfaat produk berdasarkan atas persepsi konsumen tentang manfaat produk serta berdasarkan atas persepsi apa yang diberikan dan apa yang diterima. Penelitian Zeithaml (1998) mengusulkan bahwa nilai jasa dapat dipertimbangkan untuk melibatkan trade off antara evaluasi konsumen mengenai manfaat penggunaan jasa dengan biaya dari jasa tersebut. Setelah konsumen membuat penilaian, konsumen akan membuat keputusan berdasarkan pada penilaian tersebut. Keputusan yang dibuat oleh konsumen akan mempengaruhi perilaku konsumen, apakah konsumen akan membeli barang atau jasa yang ditawarkan atau tidak. Konsumen akan puas apabila kinerja barang atau jasa sesuai atau lebih dari yang diharapkan. Konsumen akan merasa tidak puas apabila kinerja barang atau jasa tidak sesuai dengan harapannya (Kotler, 2000). Citra Menurut Mardalis (2002), citra (image) dapat diartikan sebagai suatu tanggapan atau gambaran yang diperoleh dari sebuah perusahaan melalui iklan, media, promosi, dan pemasaran. Selain itu, citra juga dapat dipersepsikan dengan prestise yang dirasakan oleh konsumen karena produk yang digunakan tidak dapat diimitasi oleh produk pesaingnya.
127
JRMB, Volume 5, No. 2, Desember 2010
Diyakini bahwa semakin tinggi citra positif yang tertanam dibenak konsumen terhadap suatu produk maka semakin tinggi kepuasannya pada saat menggunakan produk tersebut. Shimp (2003:12) berpendapat bahwa “Citra merek (brand image) dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul di benak konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu”. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan kepada suatu merek, sama halnya ketika kita berpikir tentang orang lain”. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa citra merek dapat positif maupun negatif di dalam benak seseorang, tergantung pada persepsi masing-masing orang terhadap merek itu sendiri. Menurut Aaker (dalam Simamora,2002:96) bahwa “Citra merek adalah seperangkat asosiasi unik yang ingin diciptakan atau dipelihara oleh pemasar. Asosiasi-asosiasi itu menyatakan apa sesungguhnya merek dan apa yang dijanjikan kepada konsumen”. Merek merupakan simbol dan indikator dari kualitas sebuah produk. Oleh karena itu, merek-merek produk yang sudah lama akan menjadi sebuah citra bahkan simbol status bagi produk tersebut yang mampu meningkatkan citra pemakainya. Kepuasan Konsumen Produk dan jasa merupakan suatu kesatuan dari bermacam-macam atribut yang membentuknya, dimana masing-masing atribut mempunyai pengaruh yang berbeda-beda dalam memberikan tingkat kepuasan kepada pemakai produk dan jasa tersebut. Kepuasan merupakan salah satu bentuk sikap. Menurut Kotler (2000), kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara prestasi produk yang dirasakan dengan yang diharapkannya. Kepuasan adalah semacam langkah perbandingan antara pengalaman dengan hasil evaluasi, dimana dapat menghasilkan sesuatu yang nyaman secara rohani, bukan nyaman karena dibayangkan atau diharapkan. Puas atau tidak puas bukan merupakan emosi melainkan sesuatu hasil evaluasi dari emosi. Penelitian mengenai kepuasan konsumen menjadi topik sentral dalam dunia riset pasar yang berkembang pesat. Konsep berpikir bahwa kepuasan konsumen akan mendorong meningkatnya profit adalah bahwa konsumen yang puas akan
128
PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, ……. (Petra Surya Mega Wijaya dan Jonatan Herdioko)
bersedia membayar lebih untuk produk yang diterima dan lebih bersifat toleran akan kenaikan harga. Hal ini tentunya akan meningkatkan margin perusahaan dan kesetiaan konsumen pada perusahaan. Konsumen yang puas akan membeli produk lain yang dijual oleh perusahaan, sekaligus menjadi “pemasar” efektif melalui word of mouth yang bernada positif. Hal ini dapat membantu meningkatkan penjualan dan kredibilitas perusahaan, namun perlu diingat bahwa ternyata peningkatan market share tidak selamanya sesuai dengan peningkatan kepuasan konsumen. Bahkan, dalam banyak hal atau kasus yang terjadi adalah justru kebalikannya, semakin besar market share sebuah perusahaan justru kepuasan konsumen semakin menurun. Meningkatnya market share, paling tidak sampai pada titik tertentu, memang dapat mencapai economies of scale (biasanya perusahaan mencapai titik paling optimal) dan sebagai hasilnya perusahaan dapat memberikan “harga yang relatif murah” pada konsumen yang menjadi salah satu faktor kepuasan. Namun, pada sisi lain meningkatnya jumlah konsumen atau perluasan segmen dapat mengakibatkan turunnya kualitas pelayanan yang diberikan. Loyalitas Kepuasan konsumen tidak cukup bagi perusahaan. Perusahaan tidak memiliki jaminan bahwa konsumen yang puas akan melakukan pembelian ulang pada penyedia jasa yang lain. Menurut Rust dan Zahorik (dalam Mittal & Lassar, 1998) terdapat dua alasan mengapa kepuasan selalu berdampak pada loyalitas, yaitu (1) konsumen yang tidak puas mungkin akan loyal pada penyedia jasa tertentu apabila tidak ada alternatif penyedia jasa lain yang lebih baik, dan (2) konsumen yang puas bersedia menjadi pelanggan bagi penyedia jasa lain untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik. Terdapat dua dimensi loyalitas konsumen, yaitu behavioral dan attitudinal (Hallowel, 1996;Dharmmesta,1999). Dimensi perilaku (behavioral) menunjukkan kesediaan konsumen untuk melakukan pembelian ulang pada merek atau penyedia jasa yang sama setiap waktu dan mereka merekomendasikan pada pihak lain, dimana hal tersebut merupakan indikator dari kesetiaan konsumen. Sedangkan dimensi sikap (attitudinal) menunjukkan perasaan seseorang yang menciptakan rasa
129
JRMB, Volume 5, No. 2, Desember 2010
suka dan sayang terhadap suatu barang, jasa atau organisasi. Dengan kata lain, dimensi ini menunjukkan preferensi terhadap suatu merek atau jasa tertentu. Dan perasaan ini didefinisikan sebagai tingkat loyalitas seseorang. Niat Berpindah Penyedia Jasa Konsumen merasa tidak puas terhadap suatu jasa tertentu karena harapannya terhadap jasa tersebut tidak terpenuhi. Dengan kata lain, suatu jasa telah gagal melakukan fungsinya sebagaimana yang diharapkan. Terdapat dua hal yang mungkin terjadi apabila konsumen merasa tidak puas atas jasa yang dikonsumsinya. Pertama, konsumen akan mengeluh terhadap apa yang telah mereka terima. Kedua, konsumen tidak memberikan keluhan atas jasa yang diperoleh. Tidak selamanya ketidakpuasan menjadi penyebab berpindahnya konsumen dari satu penyedia jasa ke penyedia jasa yang lain. Terdapat banyak faktor atau alasan yang menyebabkan berpindahnya jasa (service switching). Namun tidak semua perpindahan jasa terjadi karenanya. Bitner (1990) menyatakan bahwa factor waktu, ada tidak adanya uang, sedikitnya alternatif, biaya berpindah (switching cost), dan kebiasaan mungkin juga akan berpengaruh pada kesetiaan terhadap suatu penyedia jasa. Sedangkan Dharmmesta (1999) menyatakan bahwa perbedaan harga atau ketersediaan barang berkaitan dengan kesetiaan terhadap suatu merek. Zeithaml dan Bitner (2003) menyatakan bahwa konsumen yang memiliki true relationship dengan penyedia jasa akan lebih memaafkan atas kejelekan jasa dan memiliki kemungkinan yang kecil untuk berpindah ke penyedia jasa yang lain. True relationship adalah hubungan dimana konsumen mendapatkan kontak ulang dari penyedia jasa yang sama dari waktu ke waktu. Keputusan berpindah ke penyedia yang lain bukan merupakan suatu keputusan yang terjadi secara mendadak, namun terjadi karena kegagalan jasa yang tertumpuk secara kumulatif. Kualitas Inti dan Kepuasan Konsumen Beberapa penelitian memusatkan perhatiannya pada pengidentifikasian dimensi atau komponen kualitas jasa yang akan mempengaruhi bagaimana konsumen mengevaluasi dan membentuk penilaian jasa secara keseluruhan (Parasuraman,1988; Brown et
130
PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, ……. (Petra Surya Mega Wijaya dan Jonatan Herdioko)
al.,1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya dimensi kualitas jasa tersebut telah membantu para manajer dalam mengidentifikasi pentingnya memastikan usaha-usaha yang dilakukan untuk menghasilkan jasa yang tepat pada saat yang tepat dan untuk memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan konsumen atas suatu jasa (McDougall & Levesque, 2000). Kualitas jasa memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan konsumen. Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1998) mengemukakan dalam penelitiannya bahwa tingginya kualitas jasa yang diterima konsumen akan meningkatkan kepuasannya. Demikian juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Cronin, Brady dan Hult (2000) yang menyatakan bahwa kepuasan konsumen akan dipengaruhi oleh tingkat kualitas jasa yang diterima. Namun tidak semua kualitas dapat menciptakan kepuasan konsumen pada semua jenis jasa. Bagi jasa dengan hubungan interpersonal yang tinggi antara penyedia jasa dan pengguna jasa, kualitas fungsional/relasional lebih merupakan pendorong terciptanya kepuasan konsumen daripada kualitas inti. Sedangkan jasa dengan hubungan interpersonal yang rendah, kualitas inti lebih merupakan pendorong terciptanya kepuasan konsumen dibandingkan kualitas relasional. Berdasarkan pemaparan di atas, maka hipotesis yang dibangun adalah: H1: Kualitas inti memiliki pengaruh yang positif pada terbentuknya kepuasan pelanggan TransJogja. Kualitas Relasional dan Kepuasan Konsumen Faktor yang mempengaruhi kualitas jasa selain kualitas lingkungan fisik dan kualitas jasa yang dihasilkan adalah kualitas interaksi atau kualitas relasional (Zeithaml & Bitner, 2003). Menurut Gronroos, Morgan dan Pierce (dalam McDougall & Levesque, 2000), kualitas relasional adalah cara bagaimana jasa diberikan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa. Pihak yang terlibat di dalam proses penyediaan jasa, dalam hal ini adalah karyawan, dapat mempengaruhi kualitas relasional. Terdapat bukti bahwa kualitas relasional baik yang dihasilkan dari karyawan yang puas akan berpengaruh pula pada kepuasan konsumen (Zeithaml & Bitner, 2003). Kegagalan proses
131
JRMB, Volume 5, No. 2, Desember 2010
penyediaan jasa yang dapat berdampak pada kepuasan konsumen dapat disebabkan karena sejumlah faktor kinerja yang berasal dari karyawan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Mittal dan Lassar (1998) yang menguji pengaruh kualitas relasional terhadap kepuasan konsumen. Hipotesis yang dibangun dari kondisi tersebut adalah: H2: Kualitas relasional memiliki pengaruh yang positif pada terbentuknya kepuasan pelanggan TransJogja. Persepsi Nilai dan Kepuasan Konsumen Persepsi nilai sangat sulit untuk ditentukan dan diukur. Menurut Hallowell (1996), secara umum persepsi nilai merupakan perbandingan antara jasa yang diterima dibandingkan dengan harga atau biaya yang dikeluarkan oleh konsumen. Konsumen membuat penilaian terhadap apa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan dan membuat keputusan berdasarkan pada penilaian tersebut. Kepuasan konsumen merupakan hasil dari persepsi nilai yang diterima oleh konsumen (Hallowell,1996). Kepuasan konsumen akan terjadi apabila kinerja barang atau jasa sesuai atau lebih baik dari yang diharapkan dan konsumen akan merasa tidak puas apabila kinerja barang atau jasa tidak sesuai dengan yang diharapkan (Kotler,2000) Hasil riset membuktikan bahwa konsumen yang merasa menerima nilai uang sesuai dengan apa yang telah mereka korbankan akan lebih puas daripada konsumen yang tidak merasakan kesesuaian tersebut (Zeithaml, 1988). Hal tersebut juga dinyatakan oleh Ravald dan Gronroos (1996) bahwa persepsi nilai berpengaruh langsung terhadap kepuasan konsumen terkait dengan penyediaan jasa. Perusahaan berusaha memperbaiki kepuasan konsumennya dengan menambah nilai pada barang atau jasa utamanya (Ravald & Gronroos, 1996). Berdasarkan pada kenyataan tersebut, maka hipotesis yang dibangun adalah: H3: Persepsi nilai memiliki pengaruh yang positif pada terbentuknya kepuasan pelanggan TransJogja. Citra dan Kepuasan Konsumen Menurut Kotler dan Keller (2006), citra (image) didefinisikan sebagai persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya. Citra
132
PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, ……. (Petra Surya Mega Wijaya dan Jonatan Herdioko)
diyakini dapat mempengaruhi terbentuknya sikap terhadap sesuatu yang dikonsumsinya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati (2007) yang mencoba untuk melakukan penelitian terhadap nasabah perbankan milik pemerintah, terdapat pengaruh yang signifikan antara citra dan sikap. Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2007) pada industri cafe di Yogyakarta mencoba untuk menghubungkan variabel citra terhadap kepuasan konsumen. Hasil penelitian yang didapatkan bahwa tidak ada pengaruh antara citra dan kepuasan konsumen. Penelitian ini mencoba untuk melakukan pengujian ulang terhadap pengaruh citra pada kepuasan konsumen. Berdasarkan pada kenyataan tersebut maka hipotesis yang dibangun adalah: H4: Citra memiliki pengaruh yang positif pada terbentuknya Kepuasan Penumpang TransJogja. Kepuasan Konsumen dan Loyalitas atau Niat Berpindah Penyedia Jasa Menurut Jones dan Sasser (dalam McDougall & Levesque, 2000), tujuan utama sebagian besar perusahaan jasa saat ini adalah mencapai kepuasan konsumen. Pada dasarnya kepuasan konsumen atas barang atau jasa akan berpengaruh pada pola perilaku konsumen selanjutnya. Hal ini ditunjukkan konsumen setelah terjadi proses pembelian (Kotler, 2000). Hal tersebut didukung oleh Liljander dan Strandvik (Ravald & Gronroos,1996) yang menyatakan bahwa studi-studi terbaru menunjukkan bahwa kepuasan konsumen merupakan prediktor yang lebih baik atas niat konsumen untuk melakukan pembelian ulang dibandingkan kualitas jasa secara keseluruhan. Penelitian yang dilakukan oleh Cronin dan Taylor (1992) menguji variabel mana yang memiliki pengaruh lebih kuat terhadap pembelian ulang antara kualitas jasa dan kepuasan. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa kepuasan memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap pembelian ulang dibandingkan kualitas jasa. Konsumen akan menunjukkan kemungkinan yang lebih besar untuk kembali membeli barang atau jasa yang sama dan cenderung memberi referensi yang baik terhadap barang atau jasa tersebut kepada orang lain apabila merasa puas. Konsumen akan menolak untuk kembali ke penyedia jasa tersebut atau
133
JRMB, Volume 5, No. 2, Desember 2010
berusaha mencari penyedia jasa yang lain yang dapat memberikan jasa sesuai dengan harapannya apabila merasa tidak puas (Lopiyoadi, 2002). Niat untuk berpindah penyedia jasa atau niat untuk setia merupakan dua konstruk yang berbeda, karena pada saat bersamaan pengguna jasa yang setia dapat berganti ke penyedia jasa lain yang dapat memberikan jasa yang lebih baik. Hal tersebut dapat dikarenakan kebutuhan dan keinginan pengguna jasa tidak diikuti oleh penyedia jasa, sehingga pengguna jasa akan memilih penyedia jasa yang dapat memenuhi apa yang diinginkan dan dibutuhkan.Sehingga untuk mengetahui perilaku mana yang memiliki kemungkinan terjadi lebih besar antara pergantian penyedia jasa dan loyalitas terhadap penyedia jasa tertentu, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H5: Kepuasan memiliki pengaruh yang positif pada terbentuknya loyalitas penumpang TransJogja. H6: Kepuasan memiliki pengaruh yang negatif pada terbentuknya keinginan berganti jasa transportasi lain penumpang TransJogja. Model Teoritis Penelitian Berdasarkan pada keterkaitan antar variabel penelitian dan hipotesis yang dibangun, maka model penelitian yang terbentuk seperti pada Gambar 1.
Sumber: McDougall & Levesque (2000) dan Kusumawati (2007)
Gambar 1. Model Penelitian
134
PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, ……. (Petra Surya Mega Wijaya dan Jonatan Herdioko)
METODA PENELITIAN Populasi dan Penentuan Sampel Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian (Kuncoro, 2001;103). Populasi penelitian ini adalah semua orang yang pernah menggunakan jasa bus TransJogja dalam jangka waktu 3 bulan terakhir karena dengan jangka waktu tersebut diharapkan penumpang tersebut masih dapat mengingat pengalamannya menggunakan bus TransJogja dan belum ada perubahan yang cukup signifikan dari pelayanan yang diberikan oleh operator bus tersebut. Dengan perhitungan bahwa jumlah populasi penelitian ini sangat banyak dan tidak diketahui dengan jelas jumlahnya, maka akan digunakan sebagian dari populasi tersebut sebagai sampel penelitian. Sampel adalah suatu bagian himpunan dari populasi (Kuncoro, 2001;103). Penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan metode random sampling, yaitu diambil secara acak dari populasi yang telah ditentukan sebelumnya. Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 200 sampel karena berhubungan dengan kecukupan data yang dibutuhkan oleh alat analisis penelitian ini. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode random sampling. Pengambilan sampel dengan metode ini bertujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif. Pengambilan sampel dilakukan di tempat-tempat umum seperti kampus, halte bus TransJogja dan tempat-tempat yang dirasa cukup mewakili populasi dalam pengambilan sampel. Definisi Operasional Variabel-variabel Penelitian 1. Kualitas inti (core quality) adalah kualitas yang diberikan oleh operator bus TransJogja kepada pelanggannya. 2. Kualitas relasional (relational quality) adalah bagaimana jasa diberikan oleh operator bus TransJogja kepada pelanggannya. 3. Persepsi nilai (perceived value) adalah kualitas jasa yang diterima konsumen dibandingkan dengan harga atau biaya yang mereka keluarkan untuk menggunakan bus TransJogja.
135
JRMB, Volume 5, No. 2, Desember 2010
4. Citra (image) dapat diartikan sebagai suatu tanggapan atau gambaran konsumen yang ditangkapnya setelah melihat iklan, media, promosi, dan upaya-upaya pemasaran lainnya yang dilakukan oleh operator bus TransJogja. 5. Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa pelanggan yang berasal dari perbandingan antara kesannya dengan harapanharapannya terhadap kinerja bus TransJogja. 6. Loyalitas adalah kesediaan penumpang bus TransJogja untuk menggunakan kembali bus tersebut dan memberikan rekomendasi kepada orang lain. 7. Keinginan berpindah adalah keinginan penumpang bus TransJogja untuk menggunakan jasa transportasi lain karena merasa bahwa operator bus TransJogja kurang memberikan pelayanan yang baik. Pengukuran dan Alat Ukur Pengukuran variabel-variabel dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dengan skala Likert yang tercermin melalui 5 skala yaitu 1 untuk jawaban sangat tidak setuju sampai dengan 5 untuk jawaban sangat setuju. Bagian ini merupakan analisis kuesioner yang telah disebarkan kepada seluruh responden penelitian. Sebanyak 200 kuesioner dibagikan kepada sejumlah penumpang bus TransJogja, baik yang ada di shelter bus ataupun di tempat-tempat umum di Yogyakarta. Penyebaran yang acak ini bertujuan supaya jawaban responden dapat beragam dari sejumlah karakteristik yang diajukan dalam penelitian ini. Jika penyebaran kuesioner hanya di sejumlah shelter bus TransJogja dikuatirkan jawaban bisa mengarah pada satu jawaban yaitu loyalitas pada Bus TransJogja, sedangkan pilihan moda transportasi juga mengarah pada non Bus TransJogja. Uji Validitas Penelitian ini menggunakan pengujian validitas yang dilakukan dengan menggunakan confirmatory factor analysis karena kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini pernah digunakan pada penelitian sebelumnya sehingga tinggal diuji kembali validitasnya. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah instrumen atau alat ukur
136
PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, ……. (Petra Surya Mega Wijaya dan Jonatan Herdioko)
yang digunakan masih bisa digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan. Uji Reliabilitas Selain itu, dilakukan juga uji reliabilitas dengan menggunakan koefisien Cronbach’s alpha. Pengujian ini bertujuan untuk menguji konsistensi instrument-instrumen yang digunakan dalam penelitian ini. Instrumen tersebut dikatakan reliable jika koefisien Cronbach’s alpha menunjukkan hasil lebih besar atau sama dengan 0,60 dan corrected item-total correlation minimal sebesar 0,50 (Sekaran, 1992; Hair, et al., 1998). Teknik Pengujian Hipotesis Penelitian ini menggunakan alat analisis structural equation model (SEM). SEM adalah sekumpulan teknik-teknik statistikal yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang rumit secara simultan (Ferdinand, 2002:6). Jadi, kelebihan SEM dibandingkan dengan alat analisis lainnya adalah bahwa SEM dapat menghitung secara bersamaan penelitian yang menggunakan variabel yang multidimensional seperti pada model penelitian yang digunakan. HASIL PENELITIAN Semua kuesioner yang dibagikan telah kembali dan dapat digunakan untuk analisis data. Respon rate sebesar 100% tersebut disebabkan karena responden mengisi kuesioner langsung ditunggu oleh penyebar kuesioner dan dikembalikan saat itu juga. Sebelum dilakukan analisis hasil olah data untuk menjawab hipotesis yang diajukan, maka dilakukan pengujian kuesioner dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas. Hasil Uji Validitas Seperti yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya bahwa pengujian validitas penelitian ini menggunakan confirmatory factor analysis karena kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini pernah digunakan pada penelitian sebelumnya sehingga tinggal diuji kembali
137
JRMB, Volume 5, No. 2, Desember 2010
validitasnya. Sebuah indikator dikatakan valid jika memiliki nilai atau loading factor sedikitnya 0.5 (Sekaran, 1992; Hair, et al., 1998). Pengujian validitas menggunakan program AMOS 4.01. Adapun hasil pengujian validitas dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Hasil Uji Validitas Standardized Regression Weights: KI1 <----- KI KI2 <----- KI KI3 <----- KI KI4 <----- KI KI5 <----- KI KR1 <----- KR
Estimate 0.654 0.815 0.782 0.704 0.802 0.205
KR2 <----- KR KR3 <----- KR KR4 <----- KR PN1 <----- PN PN2 <----- PN PN3 <----- PN PN4 <----- PN C1 <------- C C2 <------- C C3 <------- C K1 <------- K K2 <------- K K3 <------- K K4 <------- K K5 <------- K K6 <------- K KB1 <----- KB KB2 <----- KB KB3 <----- KB KB4 <----- KB
0.882 0.854 0.837 0.662 0.855 0.890 0.860 0.766 0.408 0.680 0.717 0.850 0.855 0.820 0.815 0.744 0.557 0.636 0.453 0.761
138
PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, ……. (Petra Surya Mega Wijaya dan Jonatan Herdioko)
L1 <------- L L2 <------- L L3 <------- L L4 <------- L L5 <------- L
0.670 0.663 0.703 0.617 0.589
Pada Tabel 1. terlihat bahwa hampir semua indikator yang digunakan dalam kuesioner memenuhi kriteria uji validitas yaitu minimal 0.5, namun ada beberapa indikator yang tidak memenuhi nilai minimal yaitu Kualitas Relasional 1 (KR1) dengan nilai 0.205, Citra 2 (C2) bernilai 0.408, dan indikator Keinginan Berpindah 3 (KB3) dengan nilai 0.453. Berdasarkan standar minimal yang tidak dapat dipenuhi oleh ketiga indikator tersebut, maka dengan terpaksa ketiga indikator tersebut tidak dapat diikutsertakan dalam pengujian tahap berikutnya yaitu uji reliabilitas. Hasil Uji Reliabilitas Uji reliabilitas penelitian ini menggunakan koefisien Cronbach’s alpha. Instrumen tersebut dikatakan reliable jika alat ukur tersebut menunjukkan hasil yang konsisten yaitu jika koefisien Cronbach’s alpha menunjukkan hasil lebih besar atau sama dengan 0,60 (Sekaran, 1992; Hair, et al., 1998). Adapun hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Nilai Alpha Kualitas Inti (KI) 0.866 Kualitas Relasional (KR) 0.776 Persepsi Nilai (PN) 0.886 Citra (C) 0.628 Kepuasan (K) 0.913 Keinginan Berpindah (KB) 0.697 Loyalitas (L) 0.782 Pada Tabel 2 terlihat bahwa semua nilai alpha lebih besar dari 0.6 sehingga dapat dikatakan bahwa semua variabel yang diteliti dalam
139
JRMB, Volume 5, No. 2, Desember 2010
penelitian ini telah memenuhi standar uji reliabilitas. Langkah selanjutnya adalah dari semua indikator yang lolos uji validitas dan uji reliabilitas, akan dilanjutkan pada pengujian hipotesis. Indikator Komposit Penelitian ini menggunakan indikator komposit karena jumlah sampel yang dapat dikumpulkan lebih kecil dari estimated parameternya. Dalam penelitian ini terdapat 83 estimated parameter (lihat lampiran 4). Menurut Hair et al., 1998, jumlah responden antara 5 sampai dengan 10 kali estimated parameter, yang jika dikaitkan dengan penelitian ini maka jumlah minimal responden adalah 83 x 5 yaitu sebesar 415. Namun pada kenyataannya penelitian ini hanya mendapatkan responden yang layak untuk dianalisis sebanyak 200 responden. Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Purwanto (2002), akan digunakan factor score dan factor loading yang dihasilkan pada saat dilakukan confirmatory factor analysis dengan menggunakan program AMOS 4.01 untuk menghasilkan ukuran indikator komposit sebagai corresponding latent constract. Factor score dikalikan dengan nilai jawaban tiap indikator akan menghasilkan indikator rata-rata tertimbang atau indikator kompositnya (indikator tunggal). Dalam kenyataannya, sangat tidak mungkin indikator tunggal digunakan untuk mengukur variabel, sehingga diperlukan estimasi atas measurement error term, yang ditetapkan melalui (1-α) σ2 dan lambda term (λ) diestimasi dengan α1/2σ. Pada penelitian ini, variabel yang dapat dikomposit adalah Kualitas Inti, Kualitas Relasional, Persepsi Nilai, Kepuasan, Keinginan Berpindah, dan Loyalitas karena memiliki indikator sedikitnya 3. Sedangkan untuk variabel Citra tidak dapat dikomposit karena hanya memiliki 2 indikator karena dari 3 indikator yang digunakan hanya ada 2 yang layak untuk digunakan untuk penelitian lanjutan. Hasil perhitungan lambda dan error term disajikan pada Tabel 3.
140
PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, ……. (Petra Surya Mega Wijaya dan Jonatan Herdioko)
Tabel 3 Nilai Lambda dan Error Term Konstruk
Indikator Komposit KICom KRCom PNCom Kcom KBCom Lcom
Kualitas Inti Kualitas Relasional Persepsi Nilai Kepuasan Keinginan Berpindah Loyalitas
Lambda 0.5 0.73 0.5 0.54 0.33 0.46
Error Term 0.04 0.07 0.03 0.03 0.04 0.06
Evaluasi Terpenuhinya Asumsi Normalitas Pengujian SEM sangat sensitif pada data yang terdistribusi secara tidak normal karena akan menaikkan chi-square dan mendorong hasil yang bias (Ferdinand, 2000; Hair et al., 1998). Rules of thumb yang biasa digunakan adalah apabila nilai kritisnya melebihi 2.58 berarti kita dapat menolak asumsi normalitas pada probability level 0.01 (Hair et al., 1998). Dengan menggunakan program AMOS 4.01, hasil uji normalitas data dapat disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Assesment of Normality C3 C1 KICom Lcom KBCom Kcom PNCom KRCom Multivariate
Min 1.000 1.000 0.763 1.757 0.506 0.861 1.556 0.928
Max 5.000 5.000 3.840 4.540 2.530 4.305 3.890 4.640
Skew -0.123 -0.308 -0.468 0.274 -0.287 0.022 -0.147 -0.232
141
C.R -0.708 -1.775 -2.704 1.582 -1.656 0.128 -0.851 -1.339
Kurtosis 0.135 1.065 -0.311 -0.018 0.357 -0.181 -0.149 -0.636 6.628
C.R 0.390 3.075 -0.896 -0.051 1.031 -0.524 -0.430 -1.836 3.705
JRMB, Volume 5, No. 2, Desember 2010
Berdasarkan pada Tabel 4, uji normalitas secara univariate hampir semuanya terpenuhi karena semua nilai C.R. tidak ada yang lebih besar dari 2.58 kecuali pada KICom yang memiliki nilai -2.704. Penelitian ini tetap menggunakan variabel KICom walaupun tidak memenuhi standar nilai CR sehingga dapat dikatakan sebagai salah satu kelemahan data yang ada dalam penelitian ini. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab sebelumya bahwa dalam analisis SEM tidak terdapat alat uji statistik tunggal untuk menguji tingkat kesesuaian model, oleh karena itu digunakan beberapa indeks sebagai indikator kesesuaian secara bersama yaitu 2 – Chi-Square, RMSEA, GFI, AGFI, TLI, CFI, dan NFI. Berdasarkan hasil perhitungan kriteria goodness of fit dari model yang diestimasi, disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Goodness of Fit Model Goodness of fit index 2 -Chi-Square 2 -Significance probability Relative 2 (CMIN/DF) GFI AGFI TLI CFI NFI RMSEA
Nilai Kritis Diharap Kecil 0.05 2.00 0.80 0.90 0.90 0.90 0.90 0.08
Indeks 20.431 0.117 1.459 0.975 0.937 0.932 0.966 0.906 0.048
Keterangan Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Nilai 2 sebesar 20.431, dengan tingkat signifikansi 0.117 model dapat diterima secara statistik karena menghasilkan goodness of fit yang baik pada semua kriteria yang disyaratkan, walaupun sampel yang tersedia tidak memenuhi estimated parameter-nya. Sementara untuk
142
PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, ……. (Petra Surya Mega Wijaya dan Jonatan Herdioko)
indeks-indeks goodness of fit yang lain menunjukkan bahwa model pengukuran menunjukkan nilai kesesuaian yang baik. Evaluasi Hubungan Kausalitas Seperti yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan alat analisis SEM (stuctural equetion model) karena model penelitiannya berjenjang sehingga tidak dapat menggunakan regresi biasa. Pengujian hipotesis menggunakan program AMOS 4.01, dengan gambar pengujian modelnya seperti terlihat pada Gambar 2.
0.04 1
e1
0.5
KICom
z2
KI 0.03 e6
1 0.07 1
e2
KRCom
0.73
z1
KR
1
KB
0.33
KBCom
1
0.04 e7
Kcom
1 0.54
K 0.03 1
e3
0.5
PNCom
z3
PN
1
L
e5 e4
1 1
C3 C1
1
0.46
Lcom
1
0.06 e8
C
Gambar 2. Uji Model Penelitian Setelah kriteria goodness of fit dapat dipenuhi atas model struktural yang diestimasi, maka selanjutnya dapat dianalisis hubungan kausalitas dalam model tersebut. Hubungan kausalitas dikatakan signifikan apabila nilai parameter estimasi kedua konstruk memiliki nilai C.R. lebih besar atau sama dengan 1.96 dengan taraf signifikansi 0.05 (5%) atau nilai C.R. lebih besar atau sama dengan 2.00 untuk taraf signifikansi sebesar 0.01 (1%), sedangkan jika nilai C.R. lebih kecil dari
143
JRMB, Volume 5, No. 2, Desember 2010
1.96 maka memiliki hubungan kausalitas yang lemah (Suryanto, Sugiyanto, & Sugiarti, 2002). Berdasarkan kriteria tersebut, dalam sub bab berikut akan dianalisa hubungan kausalitas terkait dengan hipotesis penelitian yang telah dirumuskan dalam bab sebelumnya. Hasil perhitungan regression weight disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 Structural Equation Model – Regression Weights Keterangan Kualitas Inti Kepuasan Kepuasan Citra Persepsi Nilai Kepuasan Kualitas Relasional Kepuasan Kepuasan Keinginan Berpindah Kepuasan Loyalitas Keterangan: * signifikan pada level 0.01
CR 6.031* -0.559 0.627 5.323* -1.303 0.288
PEMBAHASAN Berdasarkan pada hasil olah data yang disajikan pada Tabel 6, berikut ini akan disajikan pembahasan dari masing-masing hubungan antar variabel yang diuji pada penelitian ini. Pengaruh Variabel Kualitas Inti terhadap Kepuasan Pada Tabel 6. terlihat bahwa Kualitas Inti memiliki pengaruh yang sangat kuat pada pembentukan kepuasan pada penumpang bus TransJogja dengan nilai CR sebesar 6.031 atau lebih besar dari 2.00. Temuan ini dapat dipahami karena kondisi bus TransJogja yang relatif bagus, interior yang mewah, penggunaan AC, lokasi sherter yang strategis dan jadwal kedatangan serta keberangkatan bus yang tepat waktu membuat para penumpang merasa nyaman menggunakan moda transportasi ini. Berdasarkan pada temuan ini maka hipotesis 1 yang menyatakan bahwa kualitas inti memiliki pengaruh yang positif dan signifikan pada terbentuknya kepuasan pelanggan TransJogja terbukti.
144
PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, ……. (Petra Surya Mega Wijaya dan Jonatan Herdioko)
Pengaruh Variabel Kualitas Relasional terhadap Kepuasan Kualitas relasional juga memiliki pengaruh yang signifikan pada pembentukan variabel kepuasan pada penumpang bus TransJogja. Hal ini didasarkan pada nilai CR yang sebesar 5.323. Sehingga pernyataan pada hipotesis 2 yaitu kualitas relasional memiliki pengaruh yang positif dan signifikan pada terbentuknya kepuasan pelanggan TransJogja terbukti. Kualitas relasional terdiri atas jam operasi bus yang menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Yogyakarta, jumlah penumpang yang dibatasi maksimal sesuai dengan kapasitas bus, keramahan kru bus, dan ketertiban sopir bus di jalan raya yang tidak ugal-ugalan membuat para penumpang bus TransJogja merasa nyaman dalam menggunakan moda transportasi ini sehingga membuat mereka selalu puas jika menggunakan bus ini. Pengaruh Variabel Persepsi Nilai terhadap Kepuasan Temuan yang menarik dari pengolahan data antara variabel Persepsi Nilai dengan Kepuasan adalah tidak ada pengaruh yang signifikan diantara kedua variabel tersebut karena memiliki nilai CR hanya 0.627 atau lebih kecil dari 1.96, sehingga pernyataan di hipotesis 3 yaitu persepsi nilai memiliki pengaruh yang positif dan signifikan pada terbentuknya kepuasan pelanggan TransJogja tidak terbukti. Persepsi nilai dalam penelitian ini adalah mengenai penetapan harga atau tiket penumpang TransJogja. Terdapat dua jenis penetapan harga tiket yang diberlakukan, yaitu tiket umum sebesar Rp 3.000,- per perjalanan, dan bagi penumpang yang berlangganan akan dikenakan tariff Rp 2.700,- per penumpang per perjalanan untuk penumpang umum dan mahasiswa, sedangkan bagi pelajar dikenakan tariff Rp 2.000,- per penumpang per perjalanan. Sejumlah pengguna bus TransJogja menganggap kebijakan tiket berlangganan sebesar Rp 2.700,- kurang berpengaruh pada mereka kecuali dikenai tarif Rp 2.500,- atau sama dengan tarif bus umum. Di sisi lain, sejumlah penumpang juga menginginkan tarif bus TransJogja disamakan dengan bus umum karena mayoritas pengguna bus ini adalah pelajar dan mahasiswa yang rata-rata tidak terlalu berlebih pada sisi keuangan.
145
JRMB, Volume 5, No. 2, Desember 2010
Pengaruh Variabel Citra terhadap Kepuasan Variabel Citra berkaitan dengan promosi yang dilakukan oleh operator bus TransJogja sehingga keberadaan bus ini dapat semakin dipahami oleh masyarakat Jogjakarta. Promosi dapat dilakukan di internet dan koran lokal, namun masyarakat merasa bahwa bus TransJogja sangat minim dalam melakukan sosialisasi kecuali warna bus yang sangat dominan bila dibandingkan dengan operator bus lainnya yang beroperasi di Yogyakarta. Hal inilah yang menyebabkan variabel Citra tidak signifikan mempengaruhi kepuasan penumpang bus TransJogja karena memiliki nilai CR sebesar -0.559 (lihat Tabel 6), sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 4 yang menyatakan bahwa Citra memiliki pengaruh yang positif dan signifikan pada terbentuknya Kepuasan penumpang TransJogja tidak terbukti. Pengaruh Variabel Kepuasan terhadap Loyalitas Loyalitas merupakan tujuan utama perusahaan untuk mempertahankan pelanggannya, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan perusahaan. Pelanggan yang loyal pada perusahaan, selain selalu setia menggunakan produk perusahaan juga akan menjadi agen pemasaran yang handal bagi perusahaan untuk mempengaruhi pelanggan lainnya untuk menggunakan produk perusahaan. Namun pelanggan yang menjadi agen pemasaran tersebut tidak mendapatkan gaji dari perusahaan atas kerjanya. Penelitian mengenai penumpang bus TransJogja menyatakan bahwa walaupun para penumpang bus ini merasa puas menggunakan TransJogja, namun mereka tidak loyal pada bus tersebut. Hal ini berdasarkan nilai CR yang hanya 0.288 atau lebih kecil 1.96 sebagai batas bawah hubungan tersebut dinyatakan memiliki pengaruh yang signifikan. Dari hasil tersebut maka hipotesis 5 yang menyatakan bahwa kepuasan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan pada terbentuknya loyalitas penumpang TransJogja tidak terbukti. Sejumlah pendapat dari para penumpang yang disurvei menyatakan bahwa untuk ukuran Yogyakarta yang tidak seluas wilayah Jakarta, penggunaan bus hanya sebagai alternatif kedua jika para penumpang ini tidak memiliki alat transportasi secara pribadi, misalkan sepeda motor. Yogyakarta sebagai kota pelajar dan pariwisata memiliki
146
PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, ……. (Petra Surya Mega Wijaya dan Jonatan Herdioko)
daya tarik tersendiri pada wisatawan yang semakin hari semakin banyak masuk ke Yogyakarta sehingga jalan raya semakin padat dan cenderung macet pada jam tertentu khususnya pada pagi hari saat jam masuk sekolah dan siang hari saat jam pulang sekolah pelajar. Penggunaan bus menjadi kurang efektif untuk modal transportasi karena para penumpang menjadi terlambat masuk sekolah atau kantor karena jalan raya yang macet. Inti dari penjelasan bagian ini adalah bahwa walaupun para penumpang bus TransJogja merasa puas namun mereka belum merasa tergantung pada penggunaan bus karena faktor jalanan yang macet dan lebih mudah menggunakan transportasi pribadi yaitu sepeda motor. Pengaruh Variabel Kepuasan terhadap Keinginan Berpindah Hipotesis terakhir penelitian ini menyatakan bahwa kepuasan memiliki pengaruh yang negatif dan siginifikan pada terbentuknya keinginan berganti jasa transportasi lain penumpang TransJogja tidak terbukti. Hal ini didasarkan pada hasil oleh data yang disajikan pada Tabel 6. yang memberikan nilai CR sebesar -1.303 atau lebih kecil daripada nilai -1.96. Temuan ini memberikan bukti bahwa walaupun penumpang bus TransJogja tidak loyal menggunakan jasa bus TransJogja namun mereka juga tidak mau berpindah atau kembali lagi ke moda transpostasi bus umum lainnya yang memberikan pelayanan lebih buruk daripada bus TransJogja. Sesuai dengan pembahasan sebelumnya, bahwa masyarakat Yogyakarta masih memandang moda transportasi bus kota adalah alternatif kedua jika mereka memiliki alat transportasi pribadi khususnya sepeda motor. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan pada pengolahan data yang dilakukan menggunakan program AMOS versi 4.01, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh yang signifikan antar sejumlah variabel yang diteliti yaitu: a. Kualitas Inti terhadap Kepuasan
147
JRMB, Volume 5, No. 2, Desember 2010
b. Kualitas Relasional terhadap Kepuasan 2. Terdapat pengaruh yang tidak signifikan antar sejumlah variabel yang diteliti yaitu: a. Persepsi Nilai terhadap Kepuasan b. Citra terhadap Kepuasan c. Kepuasan terhadap Loyalitas d. Kepuasan terhadap Keinginan Berpindah Keterbatasan Penelitian Penelitian memiliki sejumlah kelemahan atau keterbatasan yang membuat penelitian ini kurang sempurna. Adapun keterbatasan tersebut diantaranya adalah: 1. Jumlah responden penelitian yang masih kurang banyak karena penelitian ini membutuhkan sedikitnya 415 responden, sedangkan data yang dikumpulkan hanya sebanyak 200 responden, sehingga data yang ada harus dilakukan komposit. 2. Masih ada data yang tidak normal yaitu Kualitas Inti walaupun sudah melalui proses komposit data. Saran Bagi Penelitian Lanjutan Berdasarkan pada keterbatasan penelitian di atas, maka saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah: 1. Menambah jumlah responden sehingga tidak perlu dilakukan komposit data. 2. Memperbaiki kembali pertanyaan yang diajukan kepada responden supaya data yang didapatkan diharapkan dapat normal sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan oleh pengujian SEM, walaupun indicator yang digunakan telah valid dan reliable.
DAFTAR PUSTAKA Brown, T.J., Churchill, J.R., Gilbert, A., & Peter, J.P., 1993, Improving the Measurement of Service Quality, Journal of Retailing, 69(1): 127-147.
148
PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, ……. (Petra Surya Mega Wijaya dan Jonatan Herdioko)
Bitner, M.J., 1990, Evaluating Service Encounters: the Effect of Physical Surrounding and Employee Responses, Journal of Marketing, 54 (April): 69-82. Cooper, D.R., & Emory, W.C., 1995, Business research methods, 5th Ed, Richard D. Erwin, Chichago, USA. Cronin, Jr., J.J., & Taylor, S.A., 1992, Measuring Service Quality: A Reexamination and Extension, Journal of Marketing, 56 (July): 5568. Cronin, Jr., J.J., Brady, M.K., & Hult, G.T.M., 2000, Assessing the Effect of Quality, Value, and Customer Satisfaction in Consumer Behavioral Intentions in Service Environments, Journal of Retailing, 76(2): 193-218. Dharmmesta, B.S., 1999, Loyalitas Pelanggan: Sebuah Kajian Konseptual sebagai Panduan bagi Peneliti, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 14(3): 73-88. Ferdinand, A., 2002, Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen, Bandung. Hair, J.F, Jr., Anderson, R.E., Tatham, R.L., & Black, W.C., 1998, Multivariate Data Analysis, 5th Ed, Prentice-Hall International, Inc. Hallowell, R., 1996, The Relationship of Customer Satisfaction, Customer Loyalty, and Profitability: an Empirical Study, International Journal of Service Industry Management, 7(4): 27-42. http://bisnisukm.com/belanja-mahasiswa-diy-capai-rp300-miliar-per bulan.html http://id.wikipedia.org/wiki/TransJogja
149
JRMB, Volume 5, No. 2, Desember 2010
http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/02/24/1/86358/juml ah-penerimaan-mahasiswa-pt-di-yogyakarta-terus-turun Kotler, P., 2000, Manajemen Pemasaran, Edisi Milenium, PT Prenhallindo, Jakarta: Pearson Education Asia. Kotler, P., & Keller, K.L., 2006, Marketing Management, 12th Ed, Upper Saddle River, New Jersey, Prentice-Hall Inc. Kuncoro, M., 2001, Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi, Yogyakarta: UPP-AMP YKPN. Kusumawati, R., 2007, “Analisis Pengaruh Image, Kualitas yang dipersepsikan, Harapan Nasabah pada Kepuasan Nasabah dan Pengaruh Kepuasan Nasabah pada Loyalitas Nasabah dan Perilaku Beralih Merek”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 1(1): 53-62. Lupiyoadi, R., 2001, Manajemen Pemasaran Jasa: Teori dan Praktik, Penerbit Salemba Empat, Jakarta Lovelock, C,. 2001, Service Marketing, 4th Ed., Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall International Inc. Mardalis, A., 2002, Peran Citra Perusahaan dalam Mempengaruhi Nasabah untuk Memilih Suatu Bank, Benefit, 6(1): 8-15. McDougall, Gordon, H.G., & Levesque, T., 2000, Customer Satisfaction With Service : Putting Percieved Value Into the Equation, Journal of Service Marketing, 14(5): 392-410. Mittal, B., & Lassar, W.M., 1998, Why Do Customer Swicth? The Dinamics of Satisfaction versus Loyalty, Journal of Service Marketing, 12(3): 177-194.
150
PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, ……. (Petra Surya Mega Wijaya dan Jonatan Herdioko)
Parasuraman, A., Zeithaml, V.A., & Berry, L.L., 1988, SERQUAL: A Multiple-Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality, Journal of Retailing, Vol. 64(1): 14-40. Purwanto, B.M., 2002, The effect of salesperson stress factor on the job performance. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 17 (2): 150-169. Ravald, A., & Gronroos, C., 1996, The Value Concept and Relational Marketing, European of Marketing, 30(2): 19-30. Sekaran, U., 1992, Research Methods For Business: A Skill-Building Approach, 2nd Ed, John Wiley & Sons Inc, Singapore. Shimp, A., 2003, Periklanan Promosi Aspek Tambahan Komunikasi Terpadu. Jakarta: Erlangga. Simamora, B., 2004, Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Suryanto, L., Sugiyanto, FX., & Sugiarti., 2002, Analisis faktor-faktor pembentuk persepsi kualitas layanan untuk menciptakan kepuasan dan loyalitas nasabah (studi empiris pada kantor cabang BRI Semarang-Pattimura). Jurnal Bisnis Strategi, 9, Juli, 33-46. Wijaya, P.S.M., 2007, Pengaruh Citra, Kualitas Relasional, dan Persepsi Nilai Terhadap Sikap, Loyalitas Serta Keinginan untuk Berpindah pada Industri Café di Yogyakarta, Jurnal Siasat Bisnis, 12(1): 39-46. Zeithaml, V.A., 1988, Customer Perceptions of Price, Quality, and Value: a Means-end Model and synthesis of Evidence, Journal of Marketing, 52(July): 2-22
151