PENGARUH KONSUMSI MINYAK SAWIT MENTAH (MSMn) TERHADAP PENERIMAAN SENSORI DAN KADAR RETINOL BINDING PROTEIN (RBP) DARAH RESPONDEN PROGRAM SAWITA
MICHAEL JEFFERSON
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Konsumsi Minyak Sawit Mentah (MSMn) terhadap Penerimaan Sensori dan Kadar Retinol Binding Protein (RBP) Darah Responden Program SawitA adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2013 Michael Jefferson NIM F24080122
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK MICHAEL JEFFERSON. Pengaruh Konsumsi Minyak Sawit Mentah (MSMn) terhadap Penerimaan Sensori dan Kadar Retinol Binding Protein (RBP) Darah Responden Program SawitA. Dibimbing oleh NURHENI SRI PALUPI dan FRANSISKA R. ZAKARIA. Program SawitA dilaksanakan sebagai bagian dari solusi defisiensi vitamin A dengan memanfaatkan minyak sawit mentah (MSMn) yang kaya karoten dan secara ilmiah terbukti memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh manusia. Penelitian ini berfokus pada penerimaan responden terhadap MSMn serta manfaat kesehatannya di Desa Babakan, Dramaga, dan Sukadamai Kabupaten Bogor. Home use test (HUT) dilakukan pada 72 responden yang mengonsumsi MSMn sebanyak 2 – 3 mL per hari selama 2 bulan. Mayoritas responden adalah ibu rumah tangga berumur 20 – 44 tahun dengan latar belakang pendidikan sekolah dasar.Tingkat penghasilan keluarga termasuk rendah (<250.000 rupiah) dan mempunyai keseragaman akses makanan. Hasil analisis sensori menunjukkan bahwa responden dapat menerima produk MSMn berdasarkan atribut warna (93%), rasa (96%), dan aroma (85%). Konsumsi 280 mL per bulan MSMn dapat meningkatkan RBP 8,55% pada responden Desa Sukadamai dan konsumsi 560 mL meningkatkan 33,70% di Desa Babakan, dan 43,44% di Desa Darmaga. Perbedaan konsumsi MSMn ini didasarkan pada pola pemakaian yang berbeda antar desa dan besar jumlah anggota keluarga yang ikut mengonsumsi. Berdasarkan paired t test, terdapat kenaikan signifikan konsentrasi RBP setelah intervensi (α<0.05). Besarnya asupan retinol berkorelasi positif dan signifikan terhadap kenaikan RBP (r=0,867, n=35, α<0.05). Dengan demikian tiap konsumsi MSMn terbukti dapat membantu memenuhi kebutuhan retinol pada responden program SawitA. Kata kunci: Minyak sawit mentah, Program SawitA, RBP, vitamin A.
ABSTRACT MICHAEL JEFFERSON. Effects of Crude Palm Oil Consumption toward Sensory Acceptance and Retinol Binding Protein (RBP) Concentration in Blood Respondent SawitA Program. Supervised by NURHENI SRI PALUPI dan FRANSISKA R. ZAKARIA. SawitA program is implemented in order to eliminate vitamin A deficiency utilizing CPO which is rich in carotenoid and scientifically proven to give health benefit to human body. This study focuses on the effect of CPO toward respondent acceptance and its health benefit in Babakan, Dramaga, and Sukadamai Village Bogor District. Home use test (HUT) was conducted to 72 respondents on consuming 2 – 3 mL per day CPO for 2 months. Most of the respondents are housewifes, on range 20-44 years old with elementary education backgrounds. Most of the family has low income (<250.000 rupiah) and high uniformity in food access. Acceptability analysis showed the respondent can accept CPO based on its colour (93%), taste (96%), and aroma (85%). By the consumption of 280 mL CPO will significantly increase RBP for 8,55% and 560 mL for 33,70-43,44% (α<0,05). The difference in CPO consumption is based on the difference in food consumption patten in each village and total family member who consumes CPO. Although CPO consumption is highly correlated to RBP increase (r=0,867, n=35,α<0.05). Thus, by consuming CPO is proven that it can help to fulfill retinol demand of respondents. Keywords: CPO, SawitA Program, RBP, vitamin A.
PENGARUH KONSUMSI MINYAK SAWIT MENTAH (MSMn) TERHADAP PENERIMAAN SENSORI DAN KADAR RETINOL BINDING PROTEIN (RBP) DARAH RESPONDEN PROGRAM SAWITA
MICHAEL JEFFERSON
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Pengaruh Konsumsi Minyak Sawit Mentah (MSMn) terhadap Penerimaan Sensori dan Kadar Retinol Binding Protein (RBP) Darah Responden Program SawitA Nama : Michael Jefferson NIM : F24080122
Disetujui oleh
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si Pembimbing I
Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr.Ir.Feri Kusnandar, M.Agr Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 ini ialah pemanfaatan minyak sawit mentah sebagai sumber vitamin A dengan judul Pengaruh Konsumsi Minyak Sawit Mentah (MSMn) terhadap Penerimaan Sensori dan Kadar Retinol Binding Protein (RBP) Darah Responden Program Sawita Penyelesaiaan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc selaku pembimbing serta Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr selaku dosen penguji yang banyak memberikan kritik dan saran dalam penelitian dan penulisan skripsi. 2. Pimpinan PT Smart Tbk sebagai penyandang dana sehingga program Sawita ini dapat terlaksana 3. Seluruh perangkat Desa Sukadamai, kader puskesmas, dan keseluruhan responden yang menyediakan diri ikut serta dalam program SawitA. 4. Tim Program SawitA: Kornelia, Azzahra, Gadis, Waryati, Melly, Misran, Eka, Euis, Arum, Ratna, Nursalim, atas segala kerjasama dan bantuannya selama program berjalan dan pembuatan skripsi 5. Teknisi laboratorium Biokimia Pangan dan laboratorium Kimia Pangan Departemen ITP Fakultas Teknologi Pertanian IPB atas segala bimbingannya selama analisis serta karyawan UPT dan Sekretariat ITP atas pelayanannya selama persiapan. 6. Mama, Papa, dan nonik atas semangat dan dukungannya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu. 7. Teman-teman Tacos ITP 45 dan teman-teman Kenanga 14 (Irwan, Irin, dan Monika) serta Natalia atas semangat dan kebersamaan selama ini. 8. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang memerlukannya.
Bogor, Mei 2013 Michael Jefferson
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
METODOLOGI PENELITIAN
2
Waktu dan Tempat
2
Bahan dan Alat
2
Metode Penelitian
2
Penetapan Responden
2
Sosialisasi Program SawitA
3
Pengumpulan Pengetahuan Awal dan Latar Belakang Responden
3
Intervensi dan Monitoring
4
Pengambilan Darah Responden
4
Analisis Retinol binding protein (Zakaria et al. 2006)
4
Pengolahan dan Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Karakteristik Sosiodemografis Responden
5
Pengetahuan Tentang Minyak Sawit dan Vitamin A
8
Perilaku Konsumsi Produk SawitA
8
Konsumsi Karoten dan Perkiraan Asupan Vitamin A
11
Retinol Binding Protein Responden
12
SIMPULAN DAN SARAN
14
Simpulan
14
Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
Error! Bookmark not defined. 18 20
DAFTAR TABEL Tabel 1 Usia responden (n=72)
6
Tabel 2 Peningkatan pengetahuan responden tentang minyak sawit dan vitamin A (n=72) 8 Tabel 3 Sebaran konsumsi produk SawitA dan asupan vitamin A yang berasal dari MSMn pada responden di Desa Babakan,Desa Darmaga, dan Desa Sukadamai 11 Tabel 4 Peningkatan retinol binding protein (RBP) sesudah intervensi
13
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Tahapan Penelitian
3
Gambar 2 Karakteristik responden berdasarkan kebiasaan konsumsi (n=72)
9
Gambar 3 Cara pengolahan bahan pangan dalam keluarga (n=72)
9
Gambar 4 Penerimaan sensori produk Sawita (n=72)
10
Gambar 5 Kadar retinol binding protein sebelum dan sesudah intervensi MSMn di (a) Desa Babakan; (b) Desa Darmaga; (c) Desa Sukadamai
12
Gambar 6 Korelasi asupan vitamin A dengan kenaikan RBP responden dengan n=35 (a); Perbaikan kesehatan yang dialami komsumen dengan n=72 (b)
14
DAFTAR LAMPIRAN Konsumsi SawitA, asupan vitamin A, kenaikan retinol binding protein
18
Analisis korelasi spearman dan signifikansi paired sample t -test
19
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian ini adalah bagian dari program SawitA. Program SawitA merupakan program terapan yang mengintroduksikan produk baru berbasis minyak sawit mentah (MSMn) yang secara alamiah mengandung provitamin A dan vitamin E yang sangat tinggi kepada masyarakat dilengkapi dengan informasi mengenai manfaat dan cara penggunaan produk tersebut (Zakaria 2011). Dalam proses pembuatan minyak goreng, kelapa sawit diektrakasi menghasilkan minyak kelapa sawit (CPO) kemudian dilakukan beberapa tahapan proses, yakni degumming, deodorisasi, fraksinasi, dan bleaching. Proses tersebut merusak karoten dan komponen minor lainnya. Minyak sawit mentah (MSMn) atau crude palm oil (CPO) memiliki kandungan karotenoid, tokoferol, dan tokotrienol tetap tinggi. MSMn mengandung pigmen karotenoid sebanyak 500-700 ppm, dimana sekitar 50%-nya adalah β-karoten (Stuijvenberg dan Benade 2000). Oleh karena kandungan karotenoid yang tinggi, MSMn sangat berpotensi untuk mengurangi masalah defisiensi vitamin A di Indonesia. Penggunaan minyak sawit merah untuk mengatasi masalah kekurangan vitamin A telah dilakukan di negara Afrika Selatan, kelompok sub-sahara 2 Afrika, Malaysia, dan India (Nestel dan Nalubola 2003). Produk minyak sawit mentah yang digunakan dalam penelitian merupakan produk yang dibuat melalui program Sawita dan diberikan secara gratis selama dua bulan kepada responden dari keluarga kurang mampu menurut data dari desa setempat serta disertai sosialisasi mengenai manfaat dan cara penggunaannya. Mengingat manfaat MSMn maka dilakukan pengujian produk setelah dikonsumsi untuk mengetahui penerimaan responden. Uji penggunaan produk di rumah (home use test) dilakukan agar saat responden mengkonsumsi MSMn sesuai dengan kondisi aktual responden saat di rumah Moskowitz et al (2012). Desa Babakan, Desa Darmaga, dan Desa Sukadamai dipilih secara sengaja dimana masyarakatnya masih tergolong prasejahtera. Serum retinol merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk mengukur status vitamin A seseorang (Baetenet al. 2004). Namun, retinol bersifat tidak stabil terutama panas dan cahaya, serta membutuhkan peralatan yang mahal dan rumit seperti HPLC (WHO 1994). Pengukuran retinol melalui konsentrasi retinol binding protein (RBP) memiliki korelasi dan validasi yang kuat (Fujita et al 2009) terlebih karena retinol dalam darah diangkut dalam porsi 1:1 oleh RBP. Selain itu, RBP dianggap lebih tahan panas dan cahaya, serta dalam pengukurannya membutuhkan peralatan yang lebih mudah dan murah (Gamble et al. 2001). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: (1) mengevaluasi tingkat penerimaan MSMn sebagai sumber dan media asupan vitamin A, (2) menganalisis konsentrasi retinol binding protein (RBP) pada plasma atau serum darah responden sebagai respon penyerapan vitamin A dalam tubuh, (3) menganalisis korelasi asupan MSMn terhadap kenaikan konsentrasi RBP.
2
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Mei 2011 hingga Juli 2011. Penelitian ini mengambil data primer di Desa Sukadamai dan data sekunder di Desa Babakan dan Desa Darmaga Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat selama 2 bulan (Mei – Juli 2011) dan dilanjutkan analisis kadar retinol binding protein dalam darah responden yang dilakukan di Laboratorium Biokimia Pangan dan Laboratorium Kimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dan Laboratorium Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam intervensi ini adalah produk SawitA yang berisi minyak sawit mentah (MSMn) yang dikemas dalam botol plastik bervolume 140 ml yang diproduksi oleh Tim Program SawitA Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor dan diberi nama minyak tumis. Pada analisis retinol binding protein, bahan yang digunakan meliputi sampel serum darah tiga belas responden dan dua puluh dua plasma darah yang diambil sebelum dan sesudah mengonsumsi MSMn, antibodi primer RBP C4 (Santa Cruz sc 48384) anti monoklonal mencit, antibodi sekunder antibodi HRP IgG anti mencit (ICL GGFC90P), larutan Tween 80, larutan PBST, larutan kasein, larutan ABTS, aquades. Alat yang digunakan adalah alat bantu untuk melakukan sosialiasi massal (penyuluhan) seperti brosur dan komik yang berisi cara pemakaian dan berbagai manfaat penggunaan produk SawitA. Untuk penelitian ini menggunakan kuesioner yang berfungsi sebagai alat bantu dalam melakukan wawancara pada responden saat dilakukan monitoring. Alat yang digunakan dalam analisis retinol biding protein meliputisyringe pengambil darah, eppendorf, freezer dengan suhu (-20 oC), 96 sumur ELISA plate reader, tabung sentrifus, aluminium foil, vortex mixer, sentrifuse, dan alat gelas. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam 6 tahap, yaitu (1) penetapan responden, (2) sosialisasi program SawitA, (3) pengambilan darah responden sebelum dan setelah mengkonsumsi produk, (4) pemberian produk di rumah, (5) monitoring, dan (6) analisis retinol binding protein pada plasma atau serum darah.Tahapan penelitian disajikan secara sederhana pada Gambar 1. Penetapan Responden Penetapan wilayah ditetapkan di Kecamatan Dramaga secara purposive berdasarkan data Dinas Kesehatan.Penetapan responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel acak sederhana (simple random sampling) dengan pendataan kepala keluarga prasejahtera (Zakaria 2011).
3
Penetapan responden Kecamatan Dramaga Bogor n=72
Analisis Biokimia
Penerimaan Sensori Pengumpulan data primer pengetahuan awal dan latar belakang responden
Persetujuan informed consent sebagai responden pengambilan darah (n=35)
Sosialisasi SawitA dan pertemuan massal
Pengambilan darah sebelum mengkonsumsi produk (n=35)
Intervensi
Data sekunder penerimaan konsumen Desa Darmaga dan Desa Babakan (Perdani 2012) (n=22)
Monitoring respon penerimaan konsumen terhadap sensori produk tiap minggu.
Pengambilan darah setelah mengkonsumsi produk (n=35)
Pengisian kuesioner pada awal, 2 minggu, 1 bulan, dan 2 bulan setelah intervensi
Analisis kadar RBP responden dengan ELISA( n=35)
Analisis persepsi dan penerimaan konsumen (n=72) (rasa, aroma, warna)
Pengolahan data menggunakan SPSS Analisis Bivariat paired t- test Analisis korelasi Spearman
Gambar 1 Tahapan penelitian Data primer diambil dari responden dari Desa Sukadamai RW 02 berjumlah 50 orang yang berasal dari 25 keluarga dimana seluruh responden bersama keluarganya turut mengonsumsi MSMn. Data sekunder diambil dari data yang diambil oleh Perdani (2012) mengenai penerimaan responden di Desa Darmaga (n=11) dan Desa Babakan (n=11). Pengujian ini tidak memakai placebo karena menurut NEAC (2009) pada ethical clearance pemberian plasebo tidak dianjurkan jika produk yang diujikan memberikan manfaat yang positif bagi kesehatan. Pengumpulan Pengetahuan Awal dan Latar Belakang Responden Data yang menggambarkan kondisi sosiodemografis meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, besar keluarga, pekerjaan, dan tingkat pendapatan dilakukan melalui wawancara. Responden diberikan beberapa pertanyaan berkaitan dengan pengetahuan responden tentang vitamin A dan kelapa sawit. Sosialisasi Program SawitA Tahap sosialisasi dilakukan pada warga yang telah bersedia untuk menjadi responden.Sosialisasi meliputi pengenalan kegiatan program sawitA, pemberian edukasi (sumber vitamin A, manfaat vitamin A bagi kesehatan, kelapa sawit, dan MSMn), serta pertemuan massal yang dilakukan selama tiga kali dalam dua bulan program sawitA berlangsung.
4
Intervensi dan Monitoring Kegiatan intervensi dan monitoring dilakukan setiap minggu selama dua bulan. Dalam kegiatan intervensi, peneliti mengantarkan produk SawitA langsung ke rumah responden.Tiap minggu konsumsi produk dipantau agar responden tidak kehabisan produk. Pada monitoring fasilitator melakukan wawancara dengan responden menggunakan alat kuesioner mengenai pola konsumsi responden dalam menggunakan produk. Kuesioner berisikan pertanyaan yang mencakup karakteristik responden; pengetahuan responden mengenai beberapa hal yaitu vitamin A, kelapa sawit, dan produk olahan minyak kelapa sawit; pola konsumsi keluarga responden sehari-hari; kondisi kesehatan keluarga responden; dan penerimaan responden terhadap MSMn. Penerimaan responden meliputi kesan responden terhadap produk, seperti tanggapan responden terhadap atribut warna, rasa, dan aroma dari produk, tanggapan responden terhadap kemasan produk, dan cara responden menggunakan produk sehari-hari. Pengisian kuesioner dilakukan pada 2 hari (awal), 2 minggu, 1 bulan, dan 2 bulan setelah intervensi. Pengambilan Darah Responden Tahap pengambilan darah dilakukan pada 35 responden sebelum dan setelah responden mengonsumsi produk sekitar dua bulan. Pengambilan darah dilakukan pada 13 responden ibu menyusui Desa Sukadamai diambil serum darah, sedangkan 11 responden Desa Babakan dan 11 responden Desa Darmaga diambil plasma darah ibu usia produktif. Sebelum dilakukan pengambilan darah, peneliti menjelaskan pada responden mengenai tujuan dilakukannya pengambilan darah. Responden selanjutnya harus dinyatakan sehat (tekanan darah) oleh petugas kesehatan dan menandatangani informed consent (surat persetujuan) untuk diambil darahnya sesuai dengan CIOMS (2002). Pengambilan darah dilakukan oleh dua orang perawat yang berasal dari Puskesmas Dramaga. Untuk sampel plasma, darah diambil dengan menggunakan venojack bervolume 10 mL yang telah berisi antikoagulan (EDTA). Sementara untuk sampel serum dengan menggunakan syringe sebanyak 12 ml tanpa antikoagulan. Sampel darah segera dibawa ke Laboratorium Biokimia Pangan, ITP, IPB untuk dilakukan tahap pemisahan. Sampel darah yang telah didapat kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifus kerucut steril dan disentrifus 1500 rpm selama 10 menit untuk sampel plasma dan 4000 rpm 30 menit untuk sampel serum. Sampel serum dan plasma yang telah diperoleh dimasukkan ke dalam tabung eppendorf dan disimpan pada suhu -25 oC. Analisis retinol binding protein (Zakaria et al. 2006) Sampel yang digunakan yaitu plasma atau serum darah dipakai dalam pengukuran RBP. Pengujian sampel dilakukan secara triplo. Sebanyak 100 µL sampel dimasukkan ke dalam mikroplate 96 sumur, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 1 jam. Cairan dalam mikroplate dibuang dengan cara membalik mikroplate dan dihentakkan dan dicuci dengan PBST yaitu larutan PBS dengan 0,05% Tween 20. Kasein 3% sebanyak 200 µL ditambahkan pada masing-masing sumur dan inkubasi pada 37°C selama 2 jam. Cairan dalam mikroplate dibuang dan dicuci dengan PBST. Kemudian ditambahkan 100 µL antibodi primer yang telah diencerkan (1:300) dimasukkan lalu inkubasi selama 1 jam pada suhu 37oC.Cairan
5
dalam mikroplate dibuang dan dicuci dengan PBST. Antibodi sekunder yang telah diencerkan (1:600) dimasukkan, lalu diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37 oC. Cairan dalam mikroplate dibuang dan dicuci dengan PBST. Substrat ABTS ditambahkan sebanyak 50 μl dan inkubasi pada suhu ruang selama 15 menit.Jika penambahan substrat ABTS ke dalam sumurdilakukan antara 2-3 menit. Substrat ABTS yang mengandung peroksida (H2O2) akan berinteraksi dengan enzim HRP pada antibodi sekunder sehingga akan terbentuk produk yang berwarna biru kehijauan. Intensitas warna terbentuk dapat dibaca dengan elisa reader pada panjang gelombang 450 nm. Pengolahan dan Analisis Data Karakteristik responden dianalisis secara deskriptif dalam ukuran persentase dengan menggunakan IBM SPSS 20. Analisis bivariat digunakan untuk melihat dan menganalisis perbedaan serta hubungan antara 2 variabel yaitu kadar retinol binding protein sebelum dan sesudah mengonsumsi MSMn. Kedua variabel tersebut dianalisis secara statistik menggunakan uji beda berpasangan (pairedsample t test) pada tingkat kepercayaan 95%. Korelasi antara perkiraan asupan vitamin A dengan kenaikan RBP dianalisis menggunakan korelasi Spearman.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Sosiodemografis Responden Karakter responden meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, besar keluarga, penghasilan per kapita per bulan, dan status kesehatan. Dari keseluruhan responden yang diambil datanya berjumlah 72 orang yang terdiri dari 11 responden dari Desa Babakan, 11 responden dari Desa Darmaga, dan 50 responden dari Desa Sukadamai. Usia dan Jenis Kelamin Responden yang difasilitasi berjumlah 72 responden yang terdiri dari 65 orang wanita (90%) dan 7 orang laki-laki (10%). Pemilihan responden wanita disebabkan dengan alasan kaum wanita yang merupakan kaum ibu berperan sebagai penentu nutrisi keluarga lewat pemenuhan konsumsi makanan keluarga sehari-hari. Argumen ini didukung oleh hasil penelitian Birch (2006) yang menunjukkan bahwa para ibu adalah gate-keepers bagi lingkungan makan anakanaknya yang berarti ibulah yang memutuskan membeli hingga menyiapkan makanan untuk keluarga. Faktor lainnya adalah posisi wanita sebagai pengurus rumah tangga menyebabkan avabilitas wanita di dalam rumah sehingga memudahkan penulis dalam mengambil informasi.Selain itu, pemilihan responden wanita dapat memudahkan untuk memperoleh informasi yang akurat mengenai pola konsumsi keluarga sehari-hari Kelompok usia mayoritas responden yang diambil adalah kelompok usia 20-44 tahun. Hasil usia disajikan pada Tabel 1. Usia dewasa konsumen secara
6
individu dapat memberikan penilaian secara benar dan logis serta mengerti produk yang akan dikonsumsi secara baik. Faktor lain adalah kemudahan dalam bertukar informasi baik dalam tujuan pengambilan informasi untuk data maupun pemberian informasi tambahan kepada responden sebagai salah satu bagian proyek Sawita ini. Pada responden balita dan anak-anak, pengambilan informasi diusahakan dilakukan melalui wawancara langsung, namun mempertimbangkan pada beberapa keterbatasan seperti faktor psikologi anak yang malu-malu saat diwawancara. Informasi dari ibu sang anak dianggap mewakili jawaban anak. Penelitian Skinner (2002) memperkuat premis bahwa kebiasaan dan pola makan anak dari balita hingga usia sekolah dipengaruhi oleh pola makan ibu. Tabel 1 Usia responden (n=72) Karakteristik Responden Balita (0 - 5 tahun) Anak-Anak (6 – 12 tahun) Remaja (13 – 19 tahun) Dewasa (20 – 44 tahun) Pra usia lanjut (45 – 59 tahun) Usia lanjut
Jumlah 6 (8,3%) 9 (12,5%) 2 (2,8%) 47 (65,3%) 6 (8,3%) 2 (2,8%)
Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan faktor yang dijadikan salah satu indikator dalam penilaian kualitas hidup manusia (Noorbaksh 1998). Tingkat pengetahuan mendasari pola pemilihan makanan dan usaha pemeliharaan kesehatan. Madanijah (2003) mengemukakan bahwa tingginya tingkat pendidikan orang tua memberi peluang lebih besar memperoleh pengetahuan tentang gizi dan tentang makanan sehat bagi keluarga, dimana atribut gizi suatu produk pangan menjadi penting bagimereka. Mayoritas responden belum mengecap pendidikan atau tidak menyelesaikan pendidikan SD (43,1%), menyelesaikan SD (26,4%), menyelesaikan SMP (12,5%), dan menyelesaikan SMA atau sederajat (18,1%). Meskipun mayoritas responden mengenyam pendidikan yang cukup memprihatinkan, tetapi ternyata pendidikan tidak mempengaruhi kemauan atau keinginan untuk belajar. Menurut pengamatan penulis, melalui sosialisasi dan pertemuan massal, responden muncul inisiatif tinggi untuk memperoleh informasi yang lebih dalam mengenai manfaat program Sawita ini sehingga diharapkan setelah program ada perubahan kesehatan yang lebih baik Pekerjaan Responden Mayoritas responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga (45,8%). Selain ibu rumah tangga, responden juga ada yang masih pelajar (5,6%), guru (1,4%), wiraswasta (9,7%), buruh (18,1%), dan tidak bekerja baik belum maupun sudah menginjak masa pensiun (19,4%). Responden ibu rumah tangga umumnya tidak berpenghasilan sehingga masih mengandalkan penghasilan dari kepala rumah tangga. Khusus Desa Sukadamai, responden yang bekerja sebagai buruh biasa bekerja sebagai buruh petik singkong (cukong). Status pekerjaan ibu berasosiasi secara positif dengan keragaman pangan anggota keluarga (Waysima 2011). Status ibu yang bekerja berhubungan dengan nilai
7
diversifikasi pangan para anggota keluarga yang lebihtinggi dibandingkan dengan status ibu yang tidak bekerja. Jumlah Anggota Keluarga Mayoritas keluarga responden memiliki jumlah anggota keluarga 5 (27%) dan 6 (27%) orang.Sisanya terdiri dari 3 orang (19%); 4 orang (19%); 7 orang (7%); dan 8 orang (1%). Hal ini menggambarkan keluarga responden yang digolongkan keluarga besar karena di dalam satu rumah tidak hanya berisi keluarga inti saja. Di lapangan penulis mengamati keluarga yang memiliki jumlah anak lebih dari dua orang atau keluarga yang masih tinggal bersama mertua atau orang tua. Adanya anggota keluarga yang tidak masuk pada usia produktif tentunya akan mempengaruhi beban yang perlu ditanggung dalam keluarga. Berkaitan dengan proyek Sawita ini, besarnya keluarga akan mempengaruhi besarnya asupan vitamin A dari produk dikarenakan dalam memberikan produk digunakan basis per keluarga responden. Penghasilan per Kapita Pendapatan keluarga berhubungan secara nyata dan positif dengan perilaku konsumsi pangan anggota keluarga (Soedikarijati 2001). Keluarga yang berpenghasilan cukup atau lebih tinggi akan lebih mudah dalam menentukan pilihan bahan pangan yang baik (Nasoetion & Riyadi 1995) dan cenderung mengonsumsi pangan yang lebih beragam (Soekirman 1994). Mayoritas responden memiliki penghasilan per kapita pada kisaran <250.000 rupiah (56,9%), <500.000 rupiah (33,3%), <750.000 rupiah (8,3%), dan <1.000.000 rupiah (1,4%). Sebagai contoh penghasilan sebagai cukong menghasilakn 20.000 rupiah per hari. Berdasarkan Biro Pusat Statistik Jawa Barat (2011) yang menentukan batas garis kemiskinan yaitu Rp 209.777,00, dapat dikatakan mayoritas responden termasuk keluarga prasejahtera.Kesulitan dalam memperoleh bahan makanan pokok maupun bahan makanan tambahan penunjang kesehatan, menimbulkan kemungkinan bagi responden untuk menderita penyakit-penyakit, termasuk KVA. Status Kesehatan Awal Keluarga Sebelum intervensi produk, responden diberikan pertanyaan mengenai kondisi kesehatan terkini serta riwayat penyakit. Mayoritas responden dinilai memiliki kesehatan yang baik (87,5%) dimana responden tidak dalam keadaan sakit maupun pernah sakit. Kondisi kesehatan responen lain memiliki riwayat kesehatan yang cukup baik (12,5%) disebabkan dalam kondisi pemulihan penyakit ISPA atau diare. Penelitian Misran (2011), Lestari, dan Julianti (2012) mendukung penggambaran responden di Desa Sukadamai bahwa terjadi keseragaman pendidikan di jenjang sekolah dasar, tingkat penghasilan di taraf prasejahtera, dan aktivitas responden ibu sebagai ibu rumah tangga yang tinggal di rumah. Penelitian lain pada responden di Desa Sinarsari (Larasati 2012), Neglasari (Fujiarti 2012), Cikarawang (Ria 2011), Babakan dan Dramaga (Nursalim 2012) dengan jumlah total responden 1033 orang juga mendukung keseragaman kondisi sosiodemografis di tingkat yang lebih luas, yakni Kecamatan Dramaga.
8
Pengetahuan Tentang Minyak Sawit dan Vitamin A Selain status kesehatan, responden juga diberikan pertanyaan untuk menguji pengetahuan responden mengenai minyak sawit dan vitamin A. Pengetahuan responden mengenai minyak sawit dan vitamin A disajikan pada Tabel 2. Mayoritas responden memiliki pengetahuan yang minim mengenai minyak sawit, namun sebagian besar responden mengetahui manfaat dan sumber vitamin A. Tabel 2 Peningkatan pengetahuan responden tentang minyak sawit dan vitamin A (n=72) Pertanyaan yang diajukan Pengalaman buruk dengan vitamin A Mengetahui fungsi vitamin A Mennyebutkan sumber vitamin A Mengenal MSMn Mengetahui manfaat MSMn Mengenal kelapa sawit Mengenal produk sawit
Persentase pengetahuan responden (%) Sebelum intervensi Sesudah intervensi 0 0 95,8 97,2 75 94,4 0 93,1 0 93,1 52,8 87,5 45,8 94,4
Mayoritas responden menyebutkan wortel dan buah sebagai sumber vitamin A dan tidak mengetahui bahwa minyak sawit merupakan sumber dan media penyerapan vitamin A yang baik. Informasi yang diberikan bahwa warna merah pada MSMn merupakan cikal bakal vitamin A, sama halnya seperti yang terdapat pada buah dan sayur berwarna kuning dan merah. Pemberian informasi mengenai manfaat minyak sawit mentah pada tiga tahap sosialiasi telah mampu meningkatkan pengetahuan responden hingga kisaran 87,5% - 97,2% yang berarti melalui sosialisasi yang diterapkan selama program SawitA dapat menambah pengetahuan responden pada khususnya mengenai manfaat minyak sawit mentah. Adanya peningkatan pada pengetahuan responden sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Madanijah (2003), bahwa dengan adanya pendidikan gizi, dalam hal ini sosialisasi, berdampak positif pada pengetahuan seseorang. Perilaku Konsumsi Produk SawitA Pelaksanaan uji ini menggunakan metode home use test yang menciptakan kondisi natural, terbebas dari campur tangan pihak peneliti sehingga hasil yang didapat bisa sangat bervariasi. Kecilnya tingkat pengontrolan dalam pelaksanaan uji ini menyebabkan sedikitnya hal yang bisa dilakukan untuk menjaga agar penggunaan produk sesuai dengan tujuan yang dimaksud.Bagi pihak pengembang produk, uji ini menghasilkan informasi mengenai karakteristik sensorik sebuah produk pada tahap preparasi, penyajian, dan evaluasi atau penilaian dalam kondisi yang tidak terkontrol. Uji ini dapat pula digunakan pada tahap awal formulasi produk, dimana tidak hanya mengukur penerimaan terhadap produk tetapi jugamengukur daya guna dari produk itu sendiri (Resurreccion 1998). Metode ini sangat cocok diujikan dengan satu atau dua produk, dalam penelitian ini adalah MSMn. Jumlah responden pada penelitian ini berjumlah 72 responden beserta keluarga sehingga telah sesuai dengan rekomendasi 75 – 100 responden menurut Meilgaard, Carr & Civile (1999).
9
Kebiasaan Konsumsi dalam Keluarga
Jumlah responden (%)
Dalam menentukan kebiasaan konsumsi keluarga, kaum ibu memegang peranan penting karena tugasnya utamanya dalam mengolah makanan untuk keluarga. Cara pengolahan mempengaruhi komponen gizi yang dapat diserap untuk memenuhi kebutuhan gizi seluruh anggota keluarga. Pada Gambar 2 disajikan karakteristik responden berdasarkan kebiasaan konsumsi pangan dalam keluarga. Nasi sebagai sumber karbohidrat utama diolah dengan direbus (70,8%) dan dikukus (29,2%). Lauk pauk yang biasa dikonsumsi adalah tempe, tahu, dan ikan asin diolah dengan digoreng (95,8%). Sayuran yang merupakan sumber vitamin A, seperti daun singkong, kangkung, bayam, kacang panjang, dan wortel sering diolah dengan cara ditumis (84,7%). Selain itu, sayuran juga dikonsumsi dengan dilalab atau dimakan mentah-mentah, yang merupakan kebiasaan penduduk Jawa Barat. 95.8
100 50
70.8
94.4
84.7
29.2
66.7 23.6 2.8 9.7 2.8
15.3
2.8 1.4
0 nasi
lauk
sayur
lalaban
cemilan
sering disukai
Jenis makanan dan cara pengolahan yang sering dilakukan
mentah
dikukus
ditumis
digoreng
direbus
dipanggang
tidak konsumsi
Persentase responden (%)
Gambar 2 Perilaku responden terhadap pengolahan pangan (n=72) Tingginya kebiasaan responden untuk menumis dan melalap merupakan kesempatan baik untuk menggunakan produk SawitA. Waktu panas yang singkat dari proses menumis akan menurunkan tingkat degradasi karoten baik yang terkandung pada MSMn maupun sayuran. Selama mengkonsumsi selama 2 bulan masa proyek, 98,6% responden mengaku mengonsumsi MSMn setiap hari, dan sisanya pernah tidak mengkonsumsi tiap hari. Dalam penggunaannya, cara-cara yang dipakai oleh responden disajikan pada Gambar 3. 100 50 0
0
36.1
100
80.6 0
0
langsung dikecrot* menumis nasi nasi uduk nasi dimakan goreng kuning
19.4
29.2
kue
untuk lainnya
Cara Konsumsi *) dikecrot adalah teknik menuang dengan menekan badan botol
Gambar 3 Cara pengolahan bahan pangan dalam keluarga (n=72) Mayoritas konsumen menggunakan MSMn dalam menumis (100%) dan membuat nasi goreng (80,6%). Sajian lain pada masakan lainnya bisa lewat pemberian langsung (36,1%) atau dalam masakan yang pembuatannya menggunakan teknis menumis untuk bumbu, seperti sop (29,2%). Kreativitas lainnya seperti pencampuran MSMn pada adonan kue (19,4%) karena memberikan
10
warna merah alami. Selain itu MSMn juga dicampur dengan minyak goreng umumnya dimaksudkan agar MSMn tidak cepat habis. Penerimaan Produk SawitA
2 bulan
2 minggu
88.9 95.9
1 bulan
93
4 hari
1 bulan
Aroma
84.7 91.6
2 bulan
93
2 minggu
2 bulan
Rasa
87.5 87.5
4 hari
93
1 bulan
88.9 87.5 88.9
2 minggu
100 80 60 40 20 0
4 hari
Penerimaan produk (%)
Produk SawitA merupakan produk pangan baru yang belum dikenal oleh masyarakat sehingga dilakukan pengujian tingkat penerimaan responden terhadap produk. Gambar 4 menyediakan informasi penerimaan MSMn selama proyek SawitA. Mayoritas responden mengaku tidak merasakan gangguan untuk atribut rasa dan warna, namun atribut aroma mendapatkan perhatian lebih. Responden memberikan respon “mau” yang tinggi pada ketiga atribut. Tingginya penerimaan produk tidak lepas dari pemberian informasi melalui sosialisasi. Pada atribut rasa dan warna terlihat tren penerimaan selama 2 bulan yang positif, namun aroma terlihat tren negatif meskipun tidak besar. Tren ini menggambarkan kecenderungan perilaku responden.
Warna
Gambar 4 Penerimaan sensori produk Sawita (n=72) Responden memberikan gambaran rasa MSMn tidak berbeda dari minyak pada umumnya.Adapun responden yang melaporkan respon rasa yang lebih gurih sehingga menambah nafsu makan. Mengenai warna, tentunya karena kandungan karoten, warna MSMn adalah merah dan warna ini memberikan pewarnaan pada tiap masakan yang diolah dengan MSMn. Aroma yang muncul adalah aroma khas MSMn yang terutama keluar pada proses pemanasan. Aroma ini disebabkan komponen beta ionone (Ketaren 2008). Tentunya informasi ini menjadi masukan penting dalam pengembangan produk berbasis MSMn berikutnya untuk memperhatikan atribut aroma yang dihasilkan. Penerimaan produk pangan tidak terjadi begitu saja, diperlukan konsumsi berulang-ulang agar terjadi peningkatan kesukaan. Diperlukan 15 kali pengulangan ke bayi untuk meningkatkan konsumsi lebih dari dua kali (Assah 2012). Dengan 98,6% responden mengonsumsi setiap hari selama 2 bulan, maka dirasa responden melakukan pengulangan yang cukup untuk dapat lebih menerima produk. Selain pengulangan, tingginya penerimaan ini dipengaruhi pula lewat penyuluhan informasi pada pertemuan massal. Penerimaan ini sejalan dengan penelitian Ria (2011) bahwa pengetahuan minyak sawit dan manfaat bagi kesehatan setelah dilakukan penyuluhan berkorelasi positif dengan sikap responden terhadap konsumsi MSMn. Produk MSMn diterima lebih lagi dengan pernyataan responden untuk melanjutkan konsumsi setelah program berakhir sebesar 93% dari total
11
responden dengan ragam alasan: telah merasakan manfaat (51,4%), percaya pada fasilitator (23,6%), dan agar dapat merasakan manfaatnya (18,1%). Pernyataan ini kembali didukung dengan berbagai penelitian respon penerimaan MSMn di Kecamatan Dramaga yang memberikan respon penerimaan dengan persentasi di atas 80% pada variabel rasa, aroma, dan warna. Perhitungan Konsumsi Karoten dan Perkiraan Asupan Vitamin A Pengukuran jumlah konsumsi SawitA dilakukan melalui pengamatan jumlah botol SawitA yang berisi 140 mL MSMn yang diberikan pada 1 keluarga. Perhitungan bobot yang dikonsumsi menggunakan pertimbangan bobot jenis MSMn yaitu 0,859-0,870 g/mL (Ketaren 2005) lalu dirata-rata. Angka konsumsi karoten didapat dengan mengalikan rata-rata konsumsi SawitA per orang per hari dengan kandungan karoten dalam MSMn yang menurut Choo et al. (1994) berkisar 600 ppm. Responden pada umumnya mengkonsumsi produk dengan diolah terlebih dahulu lewat pemanasan. Karoten merupakan komponen yang rentan terhadap proses pemanasan. Rismawati (2009) menyatakan terjadi penurunan kadar karotenoid total setelah pengggorengan pertama sebanyak 23,9%. Asupan retinol (RE per orang per hari) didapat dengan mempertimbangkan ketetapan oleh FAO/WHO (1988) dimana tingkat asupan <1000μg maka 4 μg β-karoten setara 1 μg retinol (atau 1 RE). Angka asupan vitamin A yang berasal dari konsumsi MSMn kemudian dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) vitamin A secara umum yaitu 500 RE. Pada responden di Desa Babakan dan Darmaga terpantau mengkonsumsi 4 botol atau 560 mL per bulan, sedangkan di Desa Darmaga sebesar 2-4 botol atau 280-560 mL per bulan. Jumlah SawitA yang diberikan kepada satu keluarga kemudian dibagi jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi produk meskipun bukan merupakan responden. Tabel 3 menyajikan konsumsi produk SawitA dan asupan vitamin A pada responden di Desa Babakan, Darmaga, dan Sukadamai. Tabel 3 Sebaran konsumsi produk SawitA dan asupan vitamin A dari MSMn pada responden di Desa Babakan,Desa Darmaga, dan Desa Sukadamai Responden Babakan Darmaga Sukadamai
JAK MSMn * (mL/bulan) 5 560 5 560 5 280
Konsumsi karoten (μg/orang/hari) 2150,247±617,562 1966,868±668,512 1167,740±310,735
Asupan karoten total 1636,338±469,965 1496,787±508,787 888,650±236,470
Asupan vit A (RE/orang/hari) 272,723±78,327 256,442±79,068 191,799±28,540
AKG (500 RE) 54,55±15,66% 51,29±15,81% 38,36±5,71%
* ) median jumlah anggota keluarga (JAK)
Melalui konsumsi 560 mL MSMn pada responden Desa Darmaga dan Babakan diperkirakan mampu mencukupi 54,55% dan 51,29% AKG vitamin A dengan rata-rata jumlah anggota keluarga 5 orang. Tingkat konsumsi 280 mL pada responden Desa Sukadamai dinilai mampu mencukupi 38,36% AKG dengan median jumlah anggota keluarga 5 orang. Perhitungan lengkap mengenai perkiraan konsumsi disajikan pada Lampiran 1.
12
Retinol Binding Protein Responden Konversi karoten menjadi retinol dilakukan di dalam hati. Retinol yang terekskresi dari jaringan penyimpan di hati beredar dalam darah terikat dengan RBP. Retinol diangkut dalam proporsi 1:1 oleh RBP. Fujita et al (2009) menyatakan bahwa jumlah retinol binding protein di plasma dan serum tidak jauh berbeda sehingga tidak akan memberikan kesalahan pembacaan. RBP dihasilkan sebagian besar oleh hati, namun dapat pula dihasilkan pada jaringan lemak. RBP menjadi salah satu jalur masuknya retinol ke jaringan tubuh melalui jalur reseptor RBP-retinol. Fujita et al (2009) menyatakan hubungan yang kuat antara konsentrasi RBP dan konsentrasi retinol. Berdasarkan hasil pengujian RBP menggunakan ELISA, nilai absorbansiRBP 31 responden di ketiga desa mengalami kenaikan sesudah intervensi yang memberikan dukungan bahwa terdapat kenaikan kadar retinol dalam darah setelah mengkonsumsi MSMn secara berbeda nyata (α<0,05). Hal ini sesuai dengan pernyataan Nestel dan Nalubola (2003) bahwa minyak sawit mentah yang dikonsumsi oleh responden dapat memperbaiki status vitamin A pada pengkonsumsinya, khususnya wanita (Canfield et al. 2001). (b) 0.15 Absorbansi RBP
Absorbansi RBP
(a) 0.15 0.1 0.05 0 1 2 3sebelum 4 5 6 7 sesudah 8 9 10 11 Responden
0.1 0.05 0 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 sebelum sesudah Responden
Absorbansi RBP
(c)0.1 0.05
0
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 sebelum intervensi sesudah intervensi Responden
Gambar 5 Kadar retinol binding protein sebelum dan sesudah intervensi MSMn di (a) Desa Babakan n=11; (b) Desa Darmaga n=11; (c) Desa Sukadamai n=13 Kenaikan ini sejalan dengan penelitian kadar beta karoten pada responden yang sama oleh Assah (2012) pada 16 responden di Desa Dramaga dan Babakan serta penelitian Lestari (2012) pada 4 responden di Desa Sukadamai yang mengalami kenaikan kadar beta karoten darah setelah mengonsumsi MSMn. Pada empat orang responden lainnya terdapat penurunan kadar RBP sesudah mengonsumsi MSMn. Beberapa mekanisme yang dapat menjelaskan penurunan konsentrasi RBP tersebut dapat disebabkan pengaruh hormon wanita pada masa menyusui (Fujita et al2009), inflamasi (Kanda et al 1990), infeksi cacing atau
13
patogen (Baeten 2004), dan respon fase akut (Gibney 2009). Segala bentuk penurunan kondisi kesehatan yang berhubungan erat dengan kesehatan hati seperti inflamasi, infeksi, dan chirrosis, akan berdampak pada penuruan kinerja hati yang berkorelasi dengan penurunan konversi retinol dan penurunan konsentrasi RBP. Smith (1971) menyatakan korelasi negatif konsentrasi RBP dengan glutamate oxaloasetat transaminase pada responden hepatitis. Penelitian Nursalim (2012) mengukur nilai C-RP penanda terjadinya inflamasi pada responden SawitA. Keempat responden menunjukkan penurunan nilai C-RP yang berarti tidak terjadi infeksi dan inflamasi. Faktor hormon wanita pada masa menyusui salah satunya tiroksin, memiliki hubungan yang erat dengan transportasi retinol. Pada kondisi tiroksin berlebih (hipertiroid) RBP darah akan menurun lebih rendah dari kondisi normal (Smith 1971). Hormon tiroksin wanita pada masa menyusui akan meningkat karena tiroksin bersama prolaktin membantu wanita dalam produksi ASI. Penelitian sejalan dengan penelitian Khaled (2012) yang mengukur kenaikan tiroksin pada domba betina pada masa awal menyusui. Kenaikan konsentrasi RBP pada kelompok responden per desa memberikan keragaman yang berbeda satu sama lain yang disebabkan beberapa faktor seperti asupan vitamin A per orang dan pola makan pendukung yang dipengaruhi tingkat pendapatan keluarga. Responden Desa Darmaga dan Desa Babakan memberikanrespon kenaikan RBP berturut-turut 43% dan 33%, sedangkan Desa Sukadamai memberikan respon kenaikan yang lebih rendah yaitu 12%. Konsumsi MSMn di Desa Babakan dan Desa Dramaga kepada 22 wanita usia bekerja pada kondisi non hamil dan non menyusui memberikan kenaikan retinol yang berbeda jauh dengan responden Sukadamai. Kondisi ini tentunya berkaitan dengan besarnya asupan karoten di Desa Babakan dan Desa Dramaga dua kali lipat konsumsi responden di Desa Sukadamai. Meskipun konsumsi MSMn di Desa Sukadamai lebih sedikit dan responden merupakan ibu menyusui yang sarat perubahan hormon, konsumsi MSMn terbukti memberikan kenaikan retinol pada 9 dari 13 responden. Selain itu penulis juga mencatat adanya pembagian suplemen vitamin A yang terdistribusi baik di Desa Sukadamai pada ibu-ibu hamil dan menyusui yang dapat menurunkan persentasi kenaikan dikarenakan tingginya kadar retinol sebelum intervensi. Tabel 4 menyajikan respon kenaikan RBP dari keseluruhan responden di tiga desa. Tabel 4 Peningkatan retinol binding protein (RBP) sesudah intervensi Responden Babakan (n=11) Dramaga (n=11) Sukadamai (n=9) Rata-rata (n=31)
Sebelum intervensi 0,074±0,011 0,080±0,020 0,066±0,005 0,074±0,014
Sesudah intervensi 0,099±0,015 0,112±0,018 0,070±0,008 0,096±0,021
Persentase peningkatan (%) 33,703±21.581 43,844±17,868 12,351±10,081 31,102±21,360
Hasil pengukuran kadar RBP ini dicocokan dengan pengukuran kadar retinol darah yang dilakukan pada responden yang sama oleh Perdani dan Julianti (2012) yang memberikan hasil kenaikan kadar retinol pada 17 responden di Desa Babakan dan Dramaga dan 2 responden di Desa Sukadamai. Rismarini (2013) yang mengukur kadar retinol ASI responden Desa Sukadamai memberikan dukungan dengan kenaikan signifikan. Pengukuran RBP dengan metode ELISA memberikan
14
100 80 60 40 20 0 -20 500
Persentase
Kenaikan RBP (%)
standar deviasi yang lebih rendah serta masih dalam toleransi sehingga dinilai lebih akurat dibandingkan metode pengukuran retinol dengan HPLC. Pengaruh keragaman asupan karoten per orang yang disajikan pada Gambar 6a, dipengaruhi jumlah anggota keluarga per rumah memberikan korelasi 0,867 (p<0.01) yang dinilai sangat kuat (Sarwono 2006) terhadap kenaikan retinol binding protein. Dengan minimnya ragam asupan sumber vitamin A selain MSMn, maka bioavabilitas MSMn dinilai tinggi. Meski memiliki sisi lemah dalam intervensi terutama pada standardisasi berat badan dan kondisi inflamasi responden (Fujita et al 2009), menurut hasil penelitian ini, MSM dinilai mampu memberikan efek positif kesehatan, khususnya pemenuhan vitamin A, yang tinggi. Selain pemenuhan vitamin A, penulis juga mencatat perbaikan kesehatan responden seperti perbaikan nafsu makan, kesehatan, dan penglihatan seperti yang disajikan pada Gambar 6b. Pada akhir proyek lebih dari 50% responden merasakan perbaikan nafsu makan dan kesehatan fisik, serta 22% responden yang merasakan perbaikan penglihatan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Misran (2011) yang menemukan kenaikan kapasitas antioksidan responden Desa Sukadamai setelah mengonsumsi MSMn. Perhitungan analisis speaman dapat dilihat pada Lampiran 2. 85 (b) 100 58 a) 71 r=0,867
80 60 40 20 0
49 29 15
51
Terasa Biasa saja lebih baik
1500
2500
Asupan karoten (μg)
Setelah 1 bulan konsumsi
58
78 42 42
22
Terasa Biasa saja lebih baik Setelah 2 bulan konsumsi
Nafsu makan Kesehatan fisik Penglihatan perbaikan kesehatan
Gambar 6(a) Korelasi asupan karoten dengan kenaikan RBP responden dengan n=35;(b) Perbaikan kesehatan yang dialami komsumen dengan n=72
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sebanyak 72 responden dapat menerima karakteristik sensori MSMn meliputi rasa, aroma, dan warna.Penerimaan adalah sebesar untuk atribut rasa dan warna yaitu 93 dan 96 persen, sedangkan untuk atribut aroma, responden merasakan gangguan bau menyengat saat menumis sehingga hanya 85 persen responden mau mengonsumsi. Penerimaan ini disebabkan konsumsi berulang dan dibantu penyuluhan informasi mengenai manfaat produk. Dengan konsumsi 280-560 mL MSMn, 72 responden mendapatkan asupan vitamin A yang berbeda terutama dipengaruhi besarnya jumlah anggota keluarga responden karena pemberian MSMn menggunakan basis keluarga. Melalui pengukuran konsentrasi retinol binding protein (RBP) sebanyak 31 responden dari 35 responden yang diuji sampel darahnya mengalami kenaikan konsentrasi RBP
15
setelah intervensi dengan hasil berbeda siginifikan (α<0,05). Berdasarkan analisis disajikan besarnya asupan MSMn berkorelasi positif 0,867 (p<0,05) terhadap kenaikan retinol binding protein 35 responden. Saran Diperlukan pencatatan yang lebih rinci mengenai perubahan kondisi kesehatan responden selama intervensi karena vitamin A sangat sensitif berdasarkan status kesehatan seseorang. Dengan demikian disarankan untuk menyamakan kondisi responden terutama berat badan dan status infeksi. Diperlukan modifikasi lebih lanjut pada proses produksi SawitA untuk menghilangkan aroma yang kurang disukai konsumen sehingga produk ini lebih siap untuk komersialisasi.
DAFTAR PUSTAKA [FAO/WHO] Food and Agriculture Organization/World Health Organization. 1988. Requirements of vitamin A, iron, folate, and vitamin B12. FAO Food And Nutrition Series no. 23. Rome (IT) : Food and Agri-culture Organization of the United Nations. [WHO/UNICEF] World Health Organization/UNICEF. 1994. Indicators for assessing vitamin A deficiency and their application in monitoring and evaluating intervention programmes. Geneva (CH): WHO. [CIOMS] Council for International Organizations of Medical Sciences.2002.International ethical guidelines for biomedical research involving human subjects. Switzerland: WHO Press. [NEAC] National Ethics Advisory Committee. 2009. Ethical Guidelines For Intervension Studies. Wellington: Ministry of Health. Assah YF. 2012. Pengaruh Konsumsi Minyak Sawit Mentah Terhadap Kadar Beta Karoten, Malonaldehida dan Aktivitas Enzim Xantin Oksidase Plasma Darah serta Penerimaan Produk oleh responden Prasejahtera di Desa Dramaga dan Babakan, Kabupaten Bogor [TESIS]. Bogor(ID): Fakultas Teknologi Pertanian Bogor. Baeten JM, Richardson BA, Bankson DD, Wener MH, Kreiss JK, Ludo L, Mandaliya K, Job JB, and McClelland RS. 2004. Use of serum retinolbinding protein for prediction of vitamin A Deficiency: effects of HIV-1 infection, protein malnutrition, and the acute phase response.Am J Clin Nutr 79:218 –25 Birch LL. 2006.Child feeding practices and the etiology of obesity. Obesity 14(3):343-344. Canfield ML. Kaqminsky GR dan Taren LD.2001. Red palm oil in maternal diet increase provitamin A carotenoid in breastmilk and serum in the mother infant death. J Nutr 40:30-38. Choo YM, Yap SC, Ong ASH, and Gog SH. 1994.Palm oil carotenoids.J Food and Nutr Bulletin 15(2): 130-136. Fujiarti E. 2012. Penerimaan Minyak Sawit Mentah (MSMn) sebagai Minyak Makan dan Pengaruhnya terhadap Konsentrasi Tokoferol Eritrosit pada
16
Responden Program Sawita[SKRIPSI].Bogor(ID): Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Fujita M, Brindle E, Rocha A, Shell‐Duncan B, Ndemwa P, O'Connor KA. 2009. Assessment of the relative dose‐response test based on serum retinol‐binding protein instead of serum retinol in determining lowhepatic vitamin A stores. Am J Clin Nutr 90:217‐24. Gamble MV, Ramakrishnan R, Palafox NA, Briand K, Berglund L, Blaner WS. 2001. Retinol binding protein as a surrogate measure for serum retinol: studies in vitamin A-deficient children from the Republic of the Marshall Islands. AmJ Clin Nutr 73:594–601. Julianti E. 2012. Penerimaan Konsumen Mengonsumsi Minyak Sawit Mentah dan Pengaruhnnya terhadap Kadar retinol Eritrosit: Kasus Program SawitA[SKRIPSI].Bogor(ID): Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Kanda Y, Yamamoto N, dan Yoshino Y. 1990.Utilization of vitamin A in rats with inflammation.Biochim.Biophys.Acta. 1034: 337 – 341. Ketaren S. 2005. Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.Jakarta : Universitas Indonesia Press. Ketaren S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.Jakarta : Universitas Indonesia Press. Khaled NF. dan Illek J. 2012. Changes in Selected Blood Minerals.Vitamins and Thyroid Hormones in Barky Ewes during Late Pregnancy, Post-Partum, and Early Lactation.J. App. Bio. Sc. 6(2):5-8. Larasati VA. 2012. Studi Hubungan Sikap dan Perilaku Mengonsumsi Produk Minyak Sawit di Desa Sinarsari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor[SKRIPSI].Bogor(ID): Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Madanijah S. 2003. Model pendidikan “Gi-Psi-Sehat” bagi ibu serta dampaknya terhadap perilaku ibu, lingkungan pembelajaran, konsumsi pangan dan status gizi anal usia dini [DISERTASI]. Bogor: Istitut Pertanian Bogor. Meilgaard M, Gail VC, B Thomas Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques.Boca Raton, Florida: CRC Press. Misran. 2012. Penerimaan Konsumen setelah Mengonsumsi Minyak Sawit Mentah (MSMn) dan Pengaruh Konsumsi terhadap Kapasitas Antioksidan Plasma dan Eritrosit di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor [SKRIPSI]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Moskowitz HR, Beckley JH, and Ressurection AVA. 2012. Sensory and Consumer Research in Food Product Design and Development, Second Edition. UK: Wiley-Blackwell. Nasoetion A, Riyadi H. 1995. Gizi terapan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Nestel P, Nalubola R. 2003. Red Palm Oil Is a Feasible and Effective Alternative Source of Dietary Vitamin A. USA: Micronutrient Global Leadership and International Life Sciences Institute Research Foundation. Noorbaksh F. 1998. The Human Development Index: some technical issues and alternative indices. J. Int. Dev. 10:589 – 605. Nursalim. 2012. Konsumsi Minyak Sawit Mentah (MSMn) dapat Diterima dan Memperbaiki Profil Lipid serta Menurunkan Kadar C-Reactive Protein (CRP) Plasma Ibu Usia Produktif di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor [TESIS]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
17
Perdani CG. 2012. Konsumsi Minyak Sawit Mentah Meningkatkan Kadar Retinol Plasma dan Menurunkan Aktivitas Enzim Penanda Kesehatan Hati pada Ibu Rumah Tangga dari Keluarga Prasejahtera di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor[TESIS]. Bogor(ID): Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Resurreccion Anna VA. 1998. Consumer Sensory Testing for ProductDevelopment. Gaithersburg Maryland: Aspen Publishers. Ria R.2011. Sikap Ibu dan Anak terhadap Konsumsi Minyak Sawit Merah di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor [SKRIPSI].Bogor(ID): Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Rismarini K. 2013. Pengaruh Konsumsi Produk Minyak Sawit Mentah dan Minyak Sawit Merah Tanpa Fraksinasi terhadap Penerimaan Sensori dan Kandungan Retinol Air Susu Ibu (ASI) pada Responden Program SawitA[SKRIPSI].Bogor(ID): Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Rismawati. 2009. Pengaruh Waktu Deodorisasi Terhadap Olein dan Stearin Minyak Sawit Merah Serta Aplikasinya Sebagai Medium Penggorengan Tempe dan Ubi Jalar Putih [SKRIPSI]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Sarwono J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Skinner JD, Carruth BR, Bounds W, Zeigler PJ. 2002. Do food related experiences in the first two years life predict dietary variety in school age children? J Nutr Educ Behav34: 310 – 315. Smith FR dan Goodman DS. 1971. The Effects of Diseases of the Liver, Thyroid, and Kidney on the Transport of Vitamin A in Human Plasma. Am J clin Inv 50: 2426 – 2436. Soedikarijati. 2001. Sosiobudaya Pangan, Konsumsi Pangan, dan Status Gizi Anak Balita Masyarakat IDT di Kecamatan Cilincing Kotamadya Jakarta Utara [TESIS]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Soekirman.1994. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Stuijvenberg VME, Benade AJS. 2000. South African Experience with the Use of Red Palm Oil to Improve the Vitamin A Status of Primary Schoolchildren. Food Nutr Bul 21(2). Waysima.2011. Peran Ibu pada Perilaku Makan Ikan Laut Siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Jepara dan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah [DISERTASI].Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Zakaria RF, Waysima, Soekarto ST, Aryudhani N, Kusrina R. 2011. Pemanfaatan Provitamin A Minyak Sawit Merah untuk Mengatasi Kekurangan Vitamin A di Masyarakat Indonesia (Program SawitA) [Laporan Akhir]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Zakaria RF, Worawattanamateekul W, Lawhavinit O. 2006. Production of fish serum products as substitute for fetal bovine serum in hybridoma cell cultures from surimi industrial waste. Kasetsart Journal (Natural Science) 40: 198-205
Responden
jumlah anggota keluarga
3 1 2 5 3 6 4 5 5 5 6 6 7 7 8 4 9 4 10 3 5 11 Rata-rata Babakan SD 12 5 13 5 14 7 15 5 16 3 5 17 18 6 19 6 20 8 21 6 22 3 Rata-rata Dramaga SD 4 23 24 6 25 5 3 26 27 4 28 6 5 29 30 3 31 7 32 5 33 4 34 6 35 3 Rata-rata Sukadamai SD
konsumsi sawita (mL/bulan)
Konsumsi Sawita ρ=0.859 g/mL
ρ=0.870 g/mL
560 560 560 560 560 560 560 560 560 560 560 5
5.345 3.207 2.672 3.207 3.207 2.672 2.291 4.009 4.009 5.345 3.207
5.413 3.248 2.707 3.248 3.248 2.707 2.320 4.060 4.060 5.413 3.248
560 560 560 560 560 560 560 560 560 560 560 5
3.207 3.207 2.291 3.207 5.345 3.207 2.672 2.672 2.004 2.672 5.345
3.248 3.248 2.320 3.248 5.413 3.248 2.707 2.707 2.030 2.707 5.413
280 280 280 280 280 280 280 280 560 280 280 280 280 5
2.004 1.336 1.603 2.672 2.004 1.336 1.603 2.672 2.291 1.603 2.004 1.336 2.672
2.030 1.353 1.624 2.707 2.030 1.353 1.624 2.707 2.320 1.624 2.030 1.353 2.707
rata-rata 5.379 3.227 2.690 3.227 3.227 2.690 2.305 4.034 4.034 5.379 3.227 3.584 1.029 3.227 3.227 2.305 3.227 5.379 3.227 2.690 2.690 2.017 2.690 5.379 3.278 1.114 2.017 1.345 1.614 2.690 2.017 1.345 1.614 2.690 2.305 1.614 2.017 1.345 2.690 1.946 0.518
Konsumsi karoten (μg/orang/hari) 3227.467 1936.480 1613.733 1936.480 1936.480 1613.733 1383.200 2420.600 2420.600 3227.467 1936.480 2150.247 617.562 1936.480 1936.480 1383.200 1936.480 3227.467 1936.480 1613.733 1613.733 1210.300 1613.733 3227.467 1966.868 668.512 1210.300 806.867 968.240 1613.733 1210.300 806.867 968.240 1613.733 1383.200 968.240 1210.300 806.867 1613.733 1167.740 310.735
Kehilangan akibat pemanasan (μg) 771.365 462.819 385.682 462.819 462.819 385.682 330.585 578.523 578.523 771.365 462.819 513.909 147.597 462.819 462.819 330.585 462.819 771.365 462.819 385.682 385.682 289.262 385.682 771.365 470.082 159.774 289.262 192.841 231.409 385.682 289.262 192.841 231.409 385.682 330.585 231.409 289.262 192.841 385.682 279.090 74.266
Asupan karoten total
Asupan vitamin A (RE/orang/hari)
2456.102 1473.661 1228.051 1473.661 1473.661 1228.051 1052.615 1842.077 1842.077 2456.102 1473.661 1636.338 469.965 1473.661 1473.661 1052.615 1473.661 2456.102 1473.661 1228.051 1228.051 921.038 1228.051 2456.102 1496.787 508.738 921.038 614.026 736.831 1228.051 921.038 614.026 736.831 1228.051 1052.615 736.831 921.038 614.026 1228.051 888.650 236.470
409.350 245.610 204.675 245.610 245.610 204.675 175.436 307.013 307.013 409.350 245.610 272.723 78.327 245.610 245.610 175.436 245.610 409.350 245.610 204.675 204.675 230.260 204.675 409.350 256.442 79.068 230.260 153.506 184.208 204.675 230.260 153.506 184.208 204.675 175.436 184.208 230.260 153.506 204.675 191.799 28.540
% AKG (500 RE) 81.87 49.12 40.94 49.12 49.12 40.94 35.09 61.40 61.40 81.87 49.12 54.545 15.665 49.12 49.12 35.09 49.12 81.87 49.12 40.94 40.94 46.05 40.94 81.87 51.288 15.814 46.05 30.70 36.84 40.94 46.05 30.70 36.84 40.94 35.09 36.84 46.05 30.70 40.94 38.360 5.708
18
18 Lampiran 1 Perkiraan asupan karoten dan vitamin A serta kenaikan retinol binding protein setelah mengonsumsi MSMn Retinol Binding Protein sebelum
sesudah
0.057 0.065 0.082 0.064 0.071 0.081 0.095 0.082 0.080 0.072 0.074 0.075 0.011 0.066 0.075 0.092 0.062 0.062 0.063 0.099 0.104 0.115 0.080 0.061 0.080 0.020 0.062 0.060 0.064 0.066 0.066 0.068 0.066 0.066 0.066 0.068 0.072 0.074 0.055 0.066 0.005
0.090 0.090 0.087 0.084 0.079 0.088 0.101 0.125 0.121 0.113 0.110 0.099 0.016 0.093 0.108 0.117 0.091 0.099 0.094 0.128 0.141 0.143 0.109 0.115 0.112 0.018 0.057 0.063 0.066 0.063 0.062 0.066 0.072 0.078 0.085 0.072 0.080 0.076 0.070 0.070 0.008
Kenaikan 59.292 37.692 6.748 32.283 12.057 8.642 5.789 52.439 51.572 56.250 47.973 33.704 21.581 41.985 44.966 27.869 46.774 58.871 49.206 28.788 35.096 23.913 37.107 87.705 43.844 17.868 -8.065 5.000 3.125 -4.545 -6.061 -2.941 9.091 18.182 28.788 5.882 11.111 2.703 27.273 12.351 10.081
19
Lampiran 2 Analisis korelasi dan signifikansi Tabel a. Analisis korelasi Spearman Correlations asupan Spearman's rho
asupan
Correlation Coefficient
RBP
1.000
.867**
.
.000
35
35
**
1.000
.000
.
35
35
Sig. (2-tailed) N RBP
Correlation Coefficient
.867
Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tabel b. Hasil uji t berpasangan retinol binding protein sebelum dan sesudah intervensi
Paired Samples Statistics Paired Samples Correlations Mean
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Pair 1 sesudah
.09219 35
.023224
.003926
sebelum
.07376 35
.013353
.002257
N Pair 1
sesudah & sebelum
Correlation
35
.683
Sig. .000
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Mean Pair 1 sesudah - sebelum .018433
Std. Deviation Std. Error Mean .017150
.002899
Lower .012542
Upper
t
df Sig. (2-tailed)
.024325 6.359 34
.000
20
RIWAYAT HIDUP Michael Jefferson. Lahir di Semarang, tanggal 26 Juni 1990. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Antonius Pitra dan Agustina Susiani. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SD Marsudirini Santo Yusup Semarang dan lulus pada tahun 2002. Kemudia penulis ,elanjutkan pendidikan di SLTP PL Domenico Savio Semarang dan lulus pada tahun 2005. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA Kolese Loyola Semarang dan lulus pada tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan dan menjadi anggota dari Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan dan International Association of Students in Agriculture and Related Sciences pada tahun 2008 – 2011.Pada tahun 2011 penulis mengikuti program pertukaran pelajar selama satu tahun di Universitas Hokkaido Jepang.