Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No.2 Th. 2014
PENGARUH KONSENTRASI PEKTIN DAN KARAGENAN TERHADAP MUTU PERMEN JELY JAHE (The Effect of Concentration of Pectin and Carrageenan on The Quality of Ginger Jelly Candy) Wirda Juwita P*1, Herla Rusmarilin1, Era Yusraini1 1)
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian USU Jl. Prof. Dr. A. Sofyan No. 3 Kampus USU Medan 20155 *) Email :
[email protected] Diterima 23 Oktober 2010/ Disetujui 14 Maret 2014
ABSTRACT The research was conducted to find the effect of concentration of pectin and carrageenan on the quality of ginger jelly candy. This research was using completely randomized design with two factors i.e.: concentration of pectin (P): 0.8%, 0.9%, 1.0%, 1.1% and concentration of carrageenan (K): 2%, 3%, 4%. The parameters analyzed were moisture content, total acid, total soluble solid, crude fiber content, ash content, scores of colour and texture, and hedonic colour, taste, and texture. The results showed that the concentration of pectin had highly significant effect on moisture content, total acid, total soluble solid, crude fiber content, ash content, scores of colour and texture, and hedonic colour, taste, and texture. The concentration of carrageenan had highly significant effect on moisture content, total acid, total soluble solid, crude fiber content, ash content, scores of colour and texture, and hedonic taste and texture, and had significant effect on the hedonic colour. The interaction between concentration pectin and carrageenan had highly significant effect on score of texture and hedonic taste, and had significant effect on moisture content, crude fiber content, and score of colour. The best concentration of pectin and carrageenan had been viewed through the hedonic of the product. The concentration of pectin of 1.0% and carrageenan of 3% had a better outcome on the quality of ginger jelly candy. Key words: Concentration of carrageenan, concentration of pectin, ginger jelly candy
ketersediaan jahe untuk dibuat menjadi permen jely. Latar belakang pemilihan pektin sebagai bahan pembentuk gel dalam pembuatan permen jely jahe adalah karena pada pembuatan permen jely harus dipenuhi tiga syarat pembentukan gel yaitu pektin, gula, dan asam, serta dapat pula dengan penambahan bahan penstabil lainnya. Apabila ketiganya dicampur dan disertai perlakuan pemanasan, maka akan terjadi pembentukan gel. Pada jahe terdapat pektin dalam jumlah yang sedikit, maka perlu ditambah pektin dari luar sebagai bahan pembentuk gel, sedangkan karagenan dipilih sebagai penstabilnya agar dihasilkan permen jely yang kokoh dan kenyal. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh empat taraf konsentrasi pektin dan tiga taraf konsentrasi karagenan terhadap mutu permen jely jahe dan untuk menghasilkan taraf konsentrasi pektin dan karagenan yang tepat dalam pembuatan permen jely jahe.
PENDAHULUAN Jahe sudah dikenal luas oleh masyarakat, paling banyak digunakan sebagai bumbu dapur, lalu sebagai ramuan obat tradisional. Jahe memiliki aroma yang khas dikarenakan minyak atsiri yang dikandungnya dan rasa yang spesifik yaitu rasa pedas yang berasal dari senyawa oleoresin. Kandungan oleoresin membuat jahe memiliki efek khasiat untuk tubuh, seperti obat masuk angin, gangguan pencernaan, sebagai analgesik, antipiretik, anti inflamasi, obat nyeri sendi dan otot karena rematik, tonikum, obat sakit tenggorokan, obat batuk, dan lain-lain (Syukur, 2001). Konsumsi jahe secara kontinyu diperlukan untuk mendapatkan manfaat jahe bagi kesehatan. Jahe yang memiliki rasa pedas sulit dimakan dalam bentuk segar, maka diperlukan diversifikasi pangan dalam bentuk permen jely. Menurut data dari Badan Pusat Statistik produksi jahe di Indonesia tahun 2012 yaitu 113.851.227 kg dan di Sumatera Utara yaitu 8.742.173 kg. Produksi jahe yang besar dapat menjamin
42
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No.2 Th. 2014
Variable mutu yang diamati adalah kadar air (AOAC, 1990), total asam (Ranganna, 1977), total padatan terlarut (AOAC, 1990), kadar serat kasar (Sudarmadji et al., 1989), kadar abu (Sudarmadji et al., 1989), uji skor (Soekarto, 1985) yaitu warna permen jely (skala 1: coklat, 2: coklat kekuningan, 3: kuning kecoklatan, 4: kuning, 5: kuning terang) dan tekstur permen jely (skala 1: tidak kenyal, 2: agak kenyal, 3: hampir kenyal, 4: kenyal, 5: sangat kenyal), serta uji hedonik (Soekarto, 1985) meliputi warna, rasa, dan tekstur permen jely (skala 1: tidak suka, 2: agak suka, 3: suka, 4: sangat suka, 5: amat sangat suka).
METODOLOGI Bahan yang digunakan dalam penelitian ini Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang jahe emprit, gula pasir, pektin, karagenan, dan jeruk nipis. Bahan kimia yang digunakan adalah bahan kimia untuk analisa total asam dan untuk analisa kadar serat kasar. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk analisa kadar air, untuk analisa total asam, untuk analisa total padatan terlarut, untuk analisa kadar abu, untuk analisa kadar serat kasar, dan untuk membuat permen jely jahe. Rimpang jahe disortasi dan dipisahkan dari kulit dagingnya lalu dicuci bersih dan diiris tipis. Rimpang jahe diblender dengan perbandingan rimpang jahe dan air matang yaitu 1 : 2, kemudian disaring dengan kain saring. Pektin dengan perlakuan P1 (0,8%), P2 (0,9%), P3 (1,0%), dan P4 (1,1%) dan karagenan dengan perlakuan K1 (2%), K2 (3%), dan K3 (4%) dicampurkan ke dalam gula pasir 60% dari berat sari. Pemilihan taraf konsentrasi pektin dan karagenan didapat dari penelitian pendahuluan dimana kisaran konsentrasi tersebut di atas sudah mulai dapat dan dapat membentuk permen jely yang kokoh. Sari jahe sebanyak 200 gram, perasan jeruk nipis 10% dari berat sari, dan campuran pektin, karagenan, dan gula sesuai dengan perlakuan dimasukkan ke dalam panci. Dimasak dan dilakukan pengadukan selama pemasakan. Campuran diaduk terus sampai mendidih, lalu diangkat dan dituang ke dalam cetakan. Kemudian permen jely yang telah tercetak dikeringkan dalam oven blower selama 87 jam dengan suhu 60°C. Permen jely jahe dilapisi dengan tepung gula dan dikemas dengan aluminium foil, kemudian dianalisa.
Analisis Data Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor, yaitu konsentrasi pektin yang dilambangkan dengan P sebagai faktor I dengan 4 taraf perlakuan yaitu P1 = 0,8%, P2 = 0,9%, P3 = 1,0%, dan P4 = 1,1%. Faktor II adalah konsentrasi karagenan dengan 3 taraf perlakuan yaitu K1 = 2%, K2 = 3%, dan K3 = 4%. Setiap perlakuan dibuat dalam 3 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda nyata atau sangat nyata diuji dengan uji lanjut menggunakan uji Least Significant Range (LSR).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi pektin dan karagenan memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati seperti yang terlihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Pengaruh konsentrasi pektin terhadap parameter yang diamati Konsentrasi pektin Pengamatan P1 = 0,8% P2 = 0,9% P3 = 1,0% Kadar air (%) 15,66aA 12,82bB 11,21cC Total asam (%) 0,25cC 0,35bB 0,36bAB Total padatan terlarut (°Brix) 61,33cC 64,44bB 66,44bAB Kadar serat kasar (%) 0,32dD 0,39cC 0,53bB Kadar abu (%bk) 0,51cC 0,53cC 0,64bB Nilai skor: Warna (numerik) 3,54aA 3,36bB 3,19cC Tekstur (numerik) 2,50dD 3,26cC 3,58bB Nilai hedonik: Warna (numerik) 3,66aA 3,46bB 3,21cC Rasa (numerik) 3,49cC 3,68abAB 3,79aA Tekstur (numerik) 3,22cB 3,31bcB 3,49bAB
P4 = 1,1% 9,22dD 0,39aA 68,67aA 0,77aA 0,95aA 2,61dD 4,05aA 3,00dD 3,58bcBC 3,71aA
Keterangan: Angka di dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan. Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).dengan uji LSR
43
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No.2 Th. 2014
Tabel 2. Pengaruh konsentrasi karagenan terhadap parameter yang diamati Pengamatan Kadar air (%) Total asam (%) Total padatan terlarut (°Brix) Kadar serat kasar (%) Kadar abu (%bk) Nilai skor: Warna (numerik) Tekstur (numerik) Nilai hedonik: Warna (numerik) Rasa (numerik) Tekstur (numerik)
K1 = 2% 13,20aA 0,32bB 63,00bB 0,43cC 0,58bB
Konsentrasi karagenan K2 = 3% 12,10bB 0,34abAB 65,83aA 0,50bB 0,62bB
K3 = 4% 11,39cB 0,36aA 66,83aA 0,58aA 0,77aA
3,34aA 2,86cB
3,14bB 3,51bA
3,03cC 3,68aA
3,45aA 3,30cC 2,90bB
3,33abAB 3,91aA 3,63aA
3,22bB 3,69bB 3,77aA
Keterangan: Angka di dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan. Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).dengan uji LSR
pengental, yang ditambahkan ke dalam bahan makanan dapat memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan serta meningkatkan viskositas bahan dan mengurangi kadar air bahan itu sendiri (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Semakin banyak konsentrasi pektin dan karagenan di dalam bahan maka jumlah padatan akan semakin banyak dan kadar air bahan akan menurun. .
Kadar Air (%) Dari Tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa konsentrasi pektin dan karagenan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai kadar air permen jely. Hubungan antara pektin dan karagenan terhadap kadar air permen jely jahe dapat dilihat pada Gambar 1 Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan P1 (0,8%) dan perlakuan K 1 (2%). Pektin dan karagenan sebagai pengemulsi, pemantap,
Gambar 1. Hubungan interaksi konsentrasi pektin dan karagenan terhadap kadar air permen jely jahe. total asam semakin meningkat (Winarno, 2004). Hubungan konsentrasi karagenan terhadap total asam dapat dilihat pada Gambar 3, dimana total asam tertinggi diperoleh pada perlakuan K3 (4%). Semakin tinggi konsentrasi karagenan maka kadar total asam semakin meningkat. Karagenan membentuk gel dengan ion-ion yang merupakan dasar dalam penggunaannya di bidang pangan dan dikarenakan karagenan itu sendiri yang bersifat asam, sehingga semakin banyak karagenan maka total asam akan meningkat (Cahyadi, 2006).
Total Asam Dari Tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa konsentrasi pektin dan konsentrasi karagenan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai total asam permen jely. Hubungan konsentrasi pektin terhadap total asam dapat dilihat pada Gambar 2, dimana total asam tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 (1,1%). Semakin tinggi konsentrasi pektin maka total asam semakin meningkat. Hal ini disebabkan pektin bersifat asam, sehingga semakin banyak pektin yang ditambahkan maka
44
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No.2 Th. 2014
Gambar 2. Hubungan kosentrasi pektin terhadap total asam permen jely jahe
Gambar 3. Hubungan konsentrasi karagenan terhadap total asam permen jely jahe
akan meningkatkan jumlah komponen yang larut dalam air pada produk tersebut. Penambahan pektin yang merupakan komponen larut air menyebabkan total padatan terlarut akan meningkat. Hubungan konsentrasi karagenan dapat dilihat pada Gambar 5, dimana nilai total padatan terlarut permen jely tertinggi diperoleh pada perlakuan K1 (2%). Semakin tinggi konsentrasi karagenan maka total padatan terlarut semakin meningkat. Karagenan merupakan penstabil dan pengental polisakarida yang dapat menstabilkan suspensi, hal ini menyebabkan total padatan terlarut semakin meningkat (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Total Padatan Terlarut Dari Tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa konsentrasi pektin dan konsentrasi karagenan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai total padatan terlarut permen jely. Hubungan konsentrasi pektin dapat dilihat pada Gambar 4, dimana nilai total padatan terlarut permen jely tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 (1,1%). Semakin tinggi konsentasi pektin maka total padatan terlarut akan semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan literatur Wikipedia (2013) yang menyatakan bahwa pektin merupakan serat kasar yang larut dalam air, sehingga penambahan pektin dalam suatu produk pangan
Gambar 4. Hubungan konsentrasi pektin terhadap total padatan terlarut permen jely jahe
Gambar 5. Hubungan konsentrasi karagenan terhadap total padatan terlarut permen jely jahe
45
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No.2 Th. 2014
P4 (pektin 1,1%) dan perlakuan K3 (karagenan 4%). Pektin dan karagenan merupakan hetero polisakarida, peningkatannya akan berpengaruh terhadap peningkatan kadar serat karena hetero polisakarida adalah polisakarida penguat tekstur yang tidak dapat dicerna oleh tubuh, tetapi merupakan serat pangan (dietary fiber) yang dapat menstimulasi enzim-enzim pencernaan (Winarno, 2004).
Kadar Serat Kasar Dari Tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa konsentrasi pektin dan karagenan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap nilai kadar serat kasar permen jely. Hubungan antara pektin dan karagenan terhadap kadar serat kasar permen jely jahe dapa tdilihat pada Gambar 6, dimana nilai kadar serat kasar permen jely tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan
Gambar 6. Hubungan interaksi konsentrasi pektin dan karagenan terhadap kadar serat kasar permen jely jahe
yang mengandung mineral yang cukup tinggi seperti Na, Ca, K, Cl, Mg, Fe, S, dan terutama iodium (Sukri, 2006). Hal ini berpengaruh pada kandungan kadar abu bahan.
Kadar Abu Dari Tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa konsentrasi pektin dan konsentrasi karagenan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai total padatan terlarut permen jely. Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa nilai kadar abu permen jely tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 (1,1%), dimana semakin tinggi konsentrasi pektin yang ditambahkan maka kadar abu semakin meningkat. Hal ini disebabkan jumlah pektin yang semakin meningkat mampu mengikat lebih banyak mineral dari bahan, air, dan padatanpadatan terlarut, sehingga meningkatkan kadar abu (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Hubungan konsentrasi karagenan dapat dilihat pada Gambar 8, dimana nilai kadar abu permen jely tertinggi diperoleh pada perlakuan K3 (4%). Semakin tinggi konsentrasi karagenan maka kadar abu semakin meningkat. Karagenan dibuat dari rumput laut yang termasuk bahan pangan
Nilai Skor Warna Dari Tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa konsentrasi pektin dan karagenan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai uji skor warna permen jely. Hubungan antara pektin dan karagenan terhadap nilai skor warna permen jely jahe dapat dilihat pada Gambar 9, dimana warna permen jely yang tertinggi diperoleh pada perlakuan P4K3 (konsentrasi pektin 1,1% dan karagenan 4%) dengan nilai 2,33 (coklat kekuningan - kuning kecoklatan). Interaksi pektin dan karagenan terhadap nilai skor warna dikarenakan pektin dan karagenan dapat larut dalam air, membentuk larutan kental. Hal ini dapat mempengaruhi warna produk (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Gambar 7. Hubungan konsentrasi pektin terhadap kadar abu permen jely jahe
46
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No.2 Th. 2014
Gambar 8. Hubungan konsentrasi karagenan terhadap kadar abu permen jely jahe ŷ3 = 1,6B+1,645 r = 0,992
Gambar 9. Hubungan interaksi konsentrasi pektin dan karagenan terhadap nilai skor warna permen jely jahe molekulnya. Makin luas pembentukan double helix maka kekuatan gel meningkat, sehingga dapat meningkatkan tekstur produk (Wikidoc, 2013). Mekanisme terbentuknya double helix, yaitu pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer karagenan dalam larutan menjadi random coil (acak). Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Samsuari, 2006).
Nilai Skor Tekstur Dari Tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa konsentrasi pektin dan karagenan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai uji skor tekstur permen jely. Hubungan antara pektin dan karagenan terhadap nilai skor tekstur permen jely jahe dapat dilihat pada Gambar 10, dimana tekstur permen jely yang tertinggi diperoleh pada perlakuan P4K3 (konsentrasi pektin 1,1% dan karagenan 4%) dengan nilai 4,36 (kenyal - sangat kenyal). Pektin dan karagenan meningkatkan nilai skor tekstur dikarenakan kemampuan pembentukan gel, terkait dengan pembentukan struktur double helix atau tiga dimensi di antara rantai-rantai
Gambar 10. Hubungan interaksi konsentrasi pektin dan karagenan terhadap nilai skor tekstur permen jely jahe nyata (P<0,05) terhadap nilai hedonik warna permen jely. Hubungan konsentrasi pektin terhadap nilai hedonik warna dapat dilihat pada Gambar 11, dimana nilai hedonik warna permen jely tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 (0,8%).
Nilai Hedonik Warna Dari Tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa konsentrasi pektin memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) dan konsentrasi karagenan memberikan pengaruh yang berbeda
47
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No.2 Th. 2014
Gambar 11. Hubungan konsentrasi pektin terhadap nilai hedonik warna permen jely jahe
Gambar 12. Hubungan konsentrasi karagenan terhadap nilai hedonik warna permen jely jahe
Gambar 13. Hubungan interaksi konsentrasi pektin dan karagenan terhadap nilai hedonik rasa permen jely jahe dilihat bahwa nilai hedonik tekstur permen jely tertinggi diperoleh pada perlakuan K3 (4%). Semakin tinggi konsentrasi pektin dan karagenan maka nilai hedonik tekstur semakin meningkat. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi pektin dan konsentrasi karagenan maka tekstur permen jely menjadi lebih kenyal, semakin kenyal permen jely maka semakin disukai panelis. Hal ini menunjukkan penilaian hedonik tekstur dalam permen jely didasarkan pada struktur makanan dan proses pengunyahan (Foegeding, 2007).
Nilai Hedonik Tekstur Dari Tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa konsentrasi pektin dan karagenan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai hedonik tekstur permen jely. Hubungan konsentrasi pektin dan konsentrasi karagenan terhadap nilai hedonik tekstur dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15. Dari Gambar 14 dapat dilihat bahwa nilai hedonik tekstur permen jely tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 (1,1%). Dari Gambar 15 dapat
48
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No.2 Th. 2014
Gambar 14. Hubungan konsentrasi pektin terhadap nilai hedonik tekstur permen jely jahe
Gambar 15. Hubungan konsentrasi karagenan terhadap nilai hedonik tekstur permen jely jahe
Astawan, 2007. Nangka Sehatkan Mata. http://cybermed.cbn.net.id [09 Maret 2012].
KESIMPULAN 1.
2.
3.
Perbandingan tepung biji nangka dengan tepung tapioka memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap setiap parameter. Jumlah sodium bikarbonat memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, nilai organoleptik kerenyahan dan derajat pengembangan Interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, nilai organoleptik kerenyahan danderajat pengembangan.
AOAC, 1984.Official Methods of Analysis of the Association of Office Analytical Chemists, Association of Official Analytical Chemists, Washington, D.C. Departemen Kesehatan R.I., 1972. Pati Singkong. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Haryadi, 1994. Physical Characteristics and Acceptability of the Kerupuk Crackers from Different Starches.Indo Fd. & Nutr.Pro. 1 (1): 23-26.
DAFTAR PUSTAKA
Juanda, D. dan B. Cahyono, 2000. Ubi Jalar, Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius, Yogyakarta.
Almatsier, S., 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Media Pustaka Utama, Jakarta.
Moorthy, S.N. 2004. Tropical Sources of Starch. Di dalam: Ann Charlotte Eliasson (ed). Starch in food. Structure, Function, and Application. CRC Press, Baco Raton, Florida.
Anneahira, 2010. Beragam Manfaat Buah Nangka. http://www.anneahira.com [20 Maret 2012]. AOAC, 1984.Official Methods of Analysis of the Association of Office Analytical Chemists, Association of Official Analytical Chemists, Washington, D.C.
Pratiningsih, Y., Tamtarin dan S. Djulaikah, 2003. Pengaruh Proporsi Tapioka-Tepung Gandum dan Lama Perebusan Terhadap Sifat-sifat Kerupuk Tahu.Jurnal Ftp Universitas Jember, Jember.
Astawan, M., 2003. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.
49
Ilmu dan Teknologi Pangan
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No.2 Th. 2014
Rahman, M.A., 2007. Mempelajari Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Tapioka dan Mocal (Modified Cassava Flour) Sebagai Penyalut Kacang pada Produk Kacang Salut. IPB, Bogor.
Swinkels, 1985.Source of Starch, Its Chemistry and Physics. Di dalam : G.M.A.V. Beynum dan J.A Roels (eds.). Starch Conversion Technology.Marcel Dekker, Inc., New York.
Robertson J. D Radcliff, PE Bouton, PV Harris, dan WR Shorthose, 1986. Comparison of some properties of meat from young buffalo (Bubalis bubalis) and Catle. J. Food. Sci 51:45.
Wariono, H. 1999. Mekanisme Teknologi Pembuatan Kerupuk. Balai Pengembangan Makanan Phytokimia, Badan Penelitian dan Pengembangan Indusrti, Departemen Perindustrian, Jakarta.
Soekarto, S.T., 1981. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. PUSBANG-TEPA IPB. Bogor.
Wikipedia, 2012. Natrium bikarbonat. http://id.wikipedia.org/ [03September 2012]. Winarno, F.G., 1995. Enzim Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Somaatmadja D., 1976. Kimia Pangan. Biro Penataran. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sudarmadji, S., B. Haryona, dan Suhardi, 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
50