Proses Kimia Ramah Lingkungan ISSN 1410-9891
Pengaruh Konsentrasi Nitrat Sebagai Sumber Nitrogen dalam Media Kultur Terhadap Pembentukan Asam Arakidonat dari Mikroalga Porphyridium cruentum. Ni Wayan Sri Agustini dan I N. K. Kabinawa Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong 16911 e-mail :
[email protected] ABSTRAK Porphyridium cruentum merupakan mikroalga laut yang masuk ke dalam divisi Rhodophyta. Salah satu produk komersial yang dihasilkan mikroalga ini adalah Asam Arakidonat (AA). Untuk mendapatkan kadar AA optimum diperlukan kondisi lingkungan dan ketersediaan unrsur nutrisi yang optimal pula. Penelitian ini menggunakan variasi konsentrasi larutan kalium nitrat sebagai sumber nitrogen dalam media kultur. Variasi konsentrasi larutan kalium nitrat yang digunakan adalah pada botol 1 (A): 0.5g/L, botol 2 (B): 1.0 g/L, botol 3 (C): 1.5 g/L, botol 4 (D): 2.0 g/L. Analisis yang dilakukan adalah pengukuran kadar asam arakidonat dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dari biomassa kering pada beberapa fase pertumbuhan yaitu saat fase logaritmik, stasioner, dan fase deklinasi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa penambahan larutan kalium nitrat sebesar 1.5 g/l akan mempengaruhi optimasi kadar asam arakidonat optimum yaitu 0.99 % dari biomassa kering pada fase logaritmik. ABSTRACT Porphyridium cruentum is a sea water microalgae that classified to Rhodophytha.. The one of commercial product from this microalgae is Arachidonic acid (AA). To get the optimum of AA content, requires good environmental and optimum chemical availability. These researches use as a source of nitrogen the variation of KNO3 concentration. Concentration of KNO3 are 0.5 g/l; 1.0 g/l; 1.5 g/l and 2.0 g/l. To make a description of AA content have been done by analysis AA content that used HPLC from dry biomass at several growth phase of P. cruentum (logarithmic, stationary and declination phase). The result of this observation shown that the added 1.5 g/l of KNO3 will take the optimum AA content (0.99 % from dry biomass at logarithmic phase) PENDAHULUAN Eksplorasi mikroalga selain digunakan sebagai usaha diversifikasi pangan, juga dimaksudkan untuk memberdayakan lahan yang tidak layak untuk pertanian konvensional. Di kawasan tropika seperti Indonesia, banyak terdapat lahan tandus yang kering dengan suhu yang tinggi, serta air berkadar garam tinggi. Kondisi ini sangat kondusif untuk pertumbuhan mikroalga. Beberapa hasil penelitian mengemukakan bahwa dalam sel mikroalga tertentu mengandung senyawa seperti protein, karbohidrat, serat, lemak, vitamin dan PUFA (PolyUnsaturated Fatty Acid) atau asam lemak tak jenuh majemuk. PUFA sebagai salah satu produk yang dihasilkan dilaporkan dapat menurunkan tekanan darah dan juga mencegah terjadinya serangan jantung. (Cohen, Z., 1990) Salah satu mikroalga merah potensial yang menghasilkan PUFA adalah Porphyridium cruentum. Jenis PUFA yang dihasilkan Porphyridium cruentum adalah asam lemak dengan jumlah atom karbon 14 sampai 20, dimana asam arakidonat adalah yang dominan yaitu sebesar 2 % dari biomassa kering. WHO tahun 1990 merekomendasikan kebutuhan lemak sebanyak 15-30% dari total kalori. Asam arakidonat merupakan salah satu asam lemak esensial yang dibutuhkan oleh tubuh sementara tubuh tidak dapat memproduksinya sehingga harus dikonsumsi lewat makanan. Asam lemak ini bekerja sebagai prekursor dalam pembentukan prostaglandin, tromboksan, leukotrin, komponen ASI (Air Susu Ibu), dan pada saat ini asam arakidonat merupakan bahan yang ditambahkan dalam makanan bayi, contohnya dalam formula susu bayi sebanyak 1,65%. Berdasarkan hal tersebut di atas, dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi asam lemak dalam mikroalga. Menurut Vonshak, 1988, kandungan asam lemak pada mikroalga Porphyridium cruentum sangat tergantung pada kondisi lingkungan dan media kultur yang dapat mempengaruhi pertumbuhannya.(Sunita, 2003 ; Wilson, C.L., et. all., 1964 ; Bodavary, 1984) Pada kultur mikroalga dibutuhkan berbagai macam unsur anorganik, baik sebagai hara makro (N, K, P, S, Na, Si dan Ca) maupun hara mikro (Fe, Zn, Cu, Mg, Mo, Co, B, dll). Unsur N, P, S penting untuk pembentukan protein, dan K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat. Fe dan Na berperan untuk pembentukan klorofil,
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
1
Proses Kimia Ramah Lingkungan ISSN 1410-9891 sedangkan Si dan Ca merupakan bahan untuk pembentukan dinding sel atau cangkang. Pertumbuhan mikroalga sangat erat kaitannya dengan ketersediaan hara makro dan mikro serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain intensitas cahaya, suhu, tekanan osmose, pH dan konsentrasi nutrisi dalam media.(Becker, 1994) Nitrogen merupakan makronutrisi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan Porphyridium cruentum dalam kegiatan metabolisme sel yaitu proses transportasi, katabolisme, asimilasi dan khususnya biosintesis protein karena dengan adanya reaksi enzimatik yang dihasilkan oleh protein maka dapat mengkonversi lemak menjadi asam lemak. (Borowitzka, 1988 ; Particia, 1983; Ohta, S. et all., 1992) Asam lemak dalam mikroalga termasuk intraseluler karena terdapat di dalam sel yaitu kloroplas dan pembentukannya dipengaruhi oleh adanya transportasi nitrat melalui proses asimilasi. Nitrat sebagai sumber nitrogen dalam media kultur ditransport secara langsung ke dalam sel dengan adanya rangsang ATP-ase dari Cl- dan sebelum diasimilasi nitrat direduksi menjadi ion ammonium melalui tahapan: NO3- → NO2- → NH4+ Ion ammonium ini diasimilasi membentuk asam amino (prekursor protein) dan asam amino-asam amino yang bergabung menjadi makromolekul atau protein inilah yang akan mengkonversi lemak menjadi asam lemak dengan reaksi enzimatik. Kimball berpendapat bahwa ada hubungan metabolisme antara karbohidrat, protein, dan lemak yakni kompetisi asetil ko-A, yang merupakan prekursor pada beragam jalur biosintesis, seperti lemak, protein, dan karbohidrat (Kimbal, J.W., 1991). Jalur biosintesis lemak mikroalga pada prinsipnya sama dengan jalur biosintesis yang terjadi pada tanaman tinggi. Pada Porphyridium cruentum, asam linoleat (18:2ω6) dikonversi menjadi asam arakidonat melalui tahapan sebagai berikut: 18:2ω6 → 18:3ω6 → 20:3ω6 → 20:4ω6 asam linoleat asam linolenat asam arakidat asam arakidonat Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah optimum nitrogen dalam media kultur yang dapat menghasilkan asam arakidonat tertinggi. Sebagai sumber nitrogen pada penelitian ini digunakan larutan kalium nitrat.
Metodologi Bahan Penelitian Porphyridium cruentum diperoleh dari Puslit Oseanografi-LIPI, Jakarta dan disimpan pada laboratorium Akuakultur, Puslit Bioteknologi-LIPI Cibinong, Bogor. Cara Kerja Pembuatan media kultur Media kultur yang digunakan adalah media Becker, dengan memodifikasi konsentrasi larutan kalium nitrat yaitu 0.5 g/L, 1.0 g/L, 1.5 g/L, dan 2.0 g/L. Komposisi media Becker adalah media yang mengandung kalium nitrat 1.0 g/L(Botol 2). digunakan sebagai kontrol seperti terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Variasi konsentrasi larutan kalium nitrat dalam media Komposisi NaCl MgSO4.7H2O MgCl2.6H2O CaCl2.2H2O KNO3 KH2PO4 NaHCO3 Tris HCl (1M,pH 6-7) Lar (Fe+EDTA)10 % Mikroelemen
Botol 1
Botol 2
Botol 3
Botol 4
27 g/L 6,6 g/L 5,6 g/L 1,5 g/L 0,5 g/L 0,07 g/L 0,04 g/L 20 mL/L 1 mL/L 1 mL /L
27 g/L 6,6 g/L 5,6 g/L 1,5 g/L 1 g/L 0,07 g/L 0,04 g/L 20 mL/L 1 mL/L 1 mL /L
27 g/L 6,6 g/L 5,6 g/L 1,5 g/L 1,5 g/L 0,07 g/L 0,04 g/L 20 mL/L 1 mL/L 1 mL /L
27 g/L 6,6 g/L 5,6 g/L 1,5 g/L 2 g/L 0,07 g/L 0,04 g/L 20 mL/L 1 mL/L 1 mL /L
Inokulasi sel Porphyridium cruentum yang telah diketahui kepadatan biomassanya diinokulasi pada 4 media kultur dengan konsentrasi larutan nitrat yang berbeda. Kepadatan biomassa awal pada masing-masing perlakuan adalah 0.103. Kultivasi menggunakan sumber cahaya berupa lampu TL dengan intensitas cahaya sebesar 2500 lux, suhu 25oC dan aerasi secara terus menerus dengan karbondioksida 1%. Selama kultivasi setiap
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
2
Proses Kimia Ramah Lingkungan ISSN 1410-9891 hari dilakukan pengambilan contoh yang berupa suspensi dari setiap botol untuk perhitungan kepadatan biomassa dan pembuatan kurva pertumbuhan. Penetapan kepadatan biomassa dan pembuatan kurva pertumbuhan Porphyridium cruentum Kepadatan biomassa diukur dengan menggunakan metode turbidimetri. Suspensi kultur dari setiap botol diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 680 nm. Serapan yang didapat menunjukkan kepadatan biomassa yang merupakan pertumbuhan Porphyridium cruentum. Dibuat kurva pertumbuhan yang merupakan hubungan antara masa kultivasi (sebagai absis) dan kepadatan biomassa (sebagai ordinat). Pada setiap fase pertumbuhan dilakukan pengambilan contoh.
Analisis kuantitatif asam arakidonat secara KCKT Uji kesesuaian sistem Uji kesesuaian sistem dilakukan untuk mengetahui apakah alat, metode dan sistem KCKT merupakan suatu kesatuan sehingga dapat memberikan hasil yang baik. SB SBR = x 100 % X ∑ ( Xi - X ) dimana: SB = -------------------n–1 Keterangan : SB = simpangan baku SBR = simpangan baku relatif Xi = luas area pada masing-masing pengukuran X = luas area rata-rata n = jumlah pengukuran Uji kesesuaian sistem memenuhi syarat apabila simpangan baku relatif 2,0 % atau kurang. Penetapan kadar Larutan uji Sejumlah suspensi kultur disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit, endapan yang didapat dikeringkan dalam oven dengan suhu 70oC selama 24 jam diperoleh biomassa kering. Sejumlah biomassa kering ditimbang saksama dimasukkan ke dalam labu bulat. Kemudian ditambah etanol, n-heksan dan 1 tetes asetil klorida. Disonikasi selama 15 menit dengan kecepatan 40 Hz lalu direfluks dengan suhu 70oC selama 2 jam, disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Filtrat disaring dan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam flakon dan ditambahkan fase gerak hingga 300µL. (untuk setiap 100 mg biomassa kering ditambah 5 mL etanol dan 5 mL n-heksan) Cara penetapan: Sejumlah 5 µL larutan uji dan larutan baku pembanding disuntikkan ke dalam kromatograf dan diukur luas areanya dengan kondisi sebagai berikut: Fase diam : C18 Bondapack (3,9 x 300 mm) Isi kolom : Okta Desil Silane (C18H37-Si)10 µm Fase gerak : Asetonitril : buffer fosfat (9:1) pH 2,20 Laju alir : 1,0 mL/menit Detektor : uv 206 nm Cara perhitungan: Kadar asam arakidonat dalam biomassa kering dinyatakan dalam % b/b dihitung dengan rumus: Au x Cb Kadar = ------------- x f p x V Ab Keterangan : Au = luas area larutan uji Ab = luas area baku pembanding Cb = konsentrasi baku pembanding (µg/mL) Cu = konsentrasi zat uji (µg/mL) fp = faktor pengenceran V = volume akhir (mL)
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
3
Proses Kimia Ramah Lingkungan ISSN 1410-9891
Hasil dan Pembahasan 1. Penetapan kepadatan biomassa dan pembuatan kurva pertumbuhan Porphyridium cruentum Pola pertumbuhan mikroalga pada dasarnya dapat dilihat dengan berbagai cara yaitu dengan menghitung kepadatan biomassa secara gravimetri, turbidimetri, dan menghitung jumlah sel dibawah mikroskop dengan menggunakan haemasitometer. Pembuatan kurva pertumbuhan berdasarkan kepadatan biomassa dengan metode gravimetri memiliki kelemahan yaitu antara sel-sel yang hidup dan yang mati ikut terhitung. Sedangkan dengan menggunakan haemasitometer sulit dilakukan karena meskipun Porphyridium cruentum merupakan mikroalga uniseluler namun kadang-kadang terikat dalam suatu lendir sehingga penyebarannya tidak merata. Pada penelitian ini, pembuatan kurva pertumbuhan dilakukan dengan metode turbidimetri dengan spektrofotometer karena hasilnya lebih baik. Kepadatan biomassa awal pada masing-masing perlakuan ditunjukkan dengan besarnya serapan yaitu 0.103. Berdasarkan hasil yang diperoleh selama 20 hari pengamatan (gambar 1) ternyata setelah 24 jam masa kultivasi kepadatan biomassa pada semua perlakuan mengalami peningkatan dimana serapannya berkisar 0.105 0.181, sehingga terlihat sel tidak mengalami fase adaptasi, hal ini dikarenakan sel-sel mikroalga yang diinokulasikan dari stok kultur telah berada pada fase logaritmik. 3
Kepadatan biomassa
2 .5 2 1 .5 1 0 .5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
m a s a k u lt iv a s i ( h a r i)
0 . 5 g /l
1 .0 g /l
1 .5 g /l
2 .0 g /l
Gambar 1. Kurva pertumbuhan Porphyridium cruentum selama 20 hari masa kultivasi Pada gambar 1. juga terlihat, selama 20 hari masa kultivasi kepadatan biomassa pada botol 1 (konsentrasi nitrat 0.5 g/L) sangat kecil jika dibandingkan dengan ketiga media kultur lainnya dan mencapai fase logaritmik pada hari ke-7 dan kemudian mengalami fase stasioner pada hari ke-14, fase deklinasi dicapai setelah hari ke19. Rendahnya kepadatan biomassa pada botol 1 (konsentrasi nitrat 0.5 g/L) dibandingkan dengan media Becker sebagai kontrol disebabkan oleh ketersediaan unsur nitrogen yang tidak optimum sehingga tidak mampu merangsang petumbuhan mikroalga tersebut dengan baik dan sesuai dengan pendapat Roman bahwa kadar nitrogen yang rendah dalam media akan menurunkan produktivitas sel alga (Michael, R. R., 1980). Kepadatan biomassa pada media Becker (botol 2) sebagai kontrol dengan konsentrasi nitrat 1 g/l, mencapai fase logaritmik pada hari ke-8 dan selanjutnya sel mengalami fase stasioner setelah hari ke-13 dan kemudian fase deklinasi dicapai setelah hari ke-18. Rendahnya biomassa yang diperoleh pada botol 2 dibandingkan dengan botol 3 (konsentrasi nitrat 1.5 g/L) disebabkan oleh ketersediaan unsur nitrogen dalam medium yang rendah, sehingga sel tidak dapat melakukan proses biosintesa dan metabolisme secara maksimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Becker (1994) rendahnya unsur nitrogen sebagai makronutrisi dapat menjadi sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan sel. Produksi biomassa pada botol 4 (konsentrasi nitrat 2.0 g/L) mencapai fase logaritmik pada hari ke-6 dan selanjutnya sel mengalami fase stasioner setelah hari ke-12. Fase deklinasi dicapai setelah hari ke- 18. Kepadatan biomassa pada botol 4 (konsentrasi nitrat 0.5 g/L) sangat cepat dibandingkan dengan ketiga media yang lain tetapi cepat pula mengalami penurunan disebabkan ketersediaan unsur nitrogen yaitu konsentrasi larutan kalium nitrat yang besar sehingga memungkinkan biosintesis dan metabolisme sel yang cepat namun setelah habis digunakan tidak mampu mencukupi pertumbuhan sel sehingga cepat mengalami penurunan. Kepadatan biomassa Porphyridium cruentum tertinggi diperoleh pada botol 3 (konsentrasi nitrat 1.5 g/L) dan mencapai fase logaritmik pada hari ke-7 setelah itu sel mengalami fase stasioner pada hari ke-14. Fase deklinasi dicapai setelah hari ke-19. Tingginya kepadatan biomassa pada botol 3 (konsentrasi nitrat 1.5 g/L)
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
4
Proses Kimia Ramah Lingkungan ISSN 1410-9891 dibandingkan dengan media Becker sebagai kontrol dan medium lainnya. Berdasarkan hasil yang diperoleh, nitrogen sebagai salah satu unsur makronutrien bagi alga yang sangat diperlukan untuk berbagai proses asimilasi dalam sel, namun ketersediaannya dalam medium dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel (Michael, R. R., 1980). 2. Uji Kesesuaian Sistem Sejumlah 10 µL larutan etil arakidonat standar 83,33 bpj disuntikkan sebanyak 5 kali, kemudian diolah dan hasilnya diperoleh simpangan baku sebesar 16981.11 dan simpangan baku relatif 0.41 %. Nilai simpangan baku relatif telah memenuhi persyaratan nilai standar untuk uji kesesuaian sistem yaitu kurang dari 2.0 %. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peralatan (KCKT) dan metode analisis dalam penelitian ini dapat digunakan untuk menganalisis kadar etil arakidonat yang terdapat pada mikroalga merah Porphyridium cruentum. Tabel 2. Hasil uji kesesuaian sistem pada penyuntikan larutan etil arakidonat standar 83,33 bpj No. 1 2 3 4 5
Luas area pada kromatogram
∑x
X
SB
SBR
4173014 4158182 4198845 4189265 4195146
20914452
4182890.4
16981.11
0.41%
3. Kadar Asam Arakidonat pada tiap Fase Pertumbuhan Asam lemak merupakan metabolit primer komponen lemak yang mempunyai peranan langsung dalam kehidupan mikroorganisme atau yang berfungsi untuk pertumbuhan sel-sel mikroorganisme, komponen membran sel, produk cadangan, serta sumber energi. Asam lemak dipecah dari lemak dengan adanya reaksi enzimatik melalui proses asimilasi. Asam arakidonat yang diidentifikasi dalam penelitian ini diesterifikasi dengan penambahan etanol membentuk etil arakidonat dan asetil klorida sebagai katalisator. Sedangkan n-heksan untuk menarik lemak dalam sel Porphyridium cruentum. Analisis secara KCKT menggunakan fase diam kolom C18, fase gerak asetonitril-buffer fosfat (9:1) pH 2,20 dan detektor uv 206 nm menunjukkan kondisi optimum dalam penelitian ini. Hasil analisis yang dilakukan pada tiap fase pertumbuhannya dapat dilihat pada gambar 2. Pada gambar 2 terlihat bahwa kadar asam arakidonat saat fase logaritmik pada botol 1 (konsentrasi nitrat 0.5 g/L), botol 2 (konsentrasi nitrat 1.0 g/L), botol 3 (konsentrasi nitrat 1.5 g/L), dan botol 4 (konsentrasi nitrat 2.0 g/L) berturut-turut 0.29 %, 0.79 %, 0.99 %, dan 0.90 %, sedangkan pada botol 1 sebesar 0.29 %. Penambahan konsentrasi nitrat hingga 1.5 g/L meningkatkan kadar asam arakidonat, sedangkan penambahan konsentrasi nitrat 2.0 g/L pada fase logaritmik kadar asam arakidonat menurun kembali, hal ini menguatkan pendapat Fogg bahwa kemampuan asimilasi sel alga tercapai pada saat sel sedang giat melaksanakan proses metabolisme yakni fase logaritmik (Linawati, dkk., 1996).
K adar A s am A r a k id o n a t (% )
1 0 .9 0 .8 0 .7 0 .6 0 .5 0 .4 0 .3 0 .2 0 .1 0 1
2
3
F as e P e rtu m b u h an 0 .5 g /l
Keterangan : 1= Fase logaritmik
2 = Fase stasioner
1 .0 g /l
1 .5 g /l
2 .0 g /l
3 = Fase deklinasi
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
5
Proses Kimia Ramah Lingkungan ISSN 1410-9891 Gambar 2. Kadar asam arakidonat Porphyridium cruentum pada tiap fase pertumbuhan (logaritmik, stasioner, dan deklinasi) Setelah sel mencapai fase stasioner, kadar asam arakidonat pada botol 1 (konsentrasi nitrat 0.5 g/L) memperoleh hasil yang maksimum dibandingkan dengan media lainnya yaitu 0.62 % sedangkan kadar asam arakidonat pada botol 2 (konsentrasi nitrat 1.0 g/L), botol 3 (konsentrasi nitrat 1.5 g/L), dan botol 4 (konsentrasi nitrat 2.0 g/L) berturut-turut adalah 0.61 %, 0.54 %, dan 0.11 %. Tingginya kadar asam arakidonat dalam fase stasioner pada botol 1 (konsentrasi nitrat 0.5 g/L) kemungkinan disebabkan karena sel tidak mampu melakukan proses asimilasi dengan maksimum pada fase logaritmik karena batas maksimum penggunaan unsur nitrogen dari media oleh sel, atau terjadi penghambatan proses biosintesis dan akibatnya produksi protein menurun. Penurunan protein akan menurunkan aktivitas untuk terjadinya reaksi enzimatik dalam mengkonversi lemak menjadi asam lemak (Linawati, dkk. 1996). Setelah sel mengalami fase deklinasi (penurunan) kadar asam arakidonat saat fase deklinasi pada semua kultur pada media percobaan mengalami penurunan dibandingkan saat sel pada fase logaritmik dan stasioner, yaitu sebesar 0.08 %, 0.15 %, 0.11 %, dan 0.05 %. Hal ini dikarenakan sel yang sudah tua dan kondisi lingkungan yang tidak mendukung diantaranya pH yang semakin turun sehingga tidak memungkinkan Porphyridium cruentum untuk hidup. Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, ternyata kadar asam arakidonat yang tertinggi diperoleh pada botol 3 (konsentrasi nitrat 1.5 g/L) yaitu sebesar 0.99 % saat fase logaritmik. Hal ini dikarenakan ketersediaan unsur nitrogen sebagai makronutrisi yang optimum, sehingga dalam metabolisme pembentukan protein meningkat dan kemampuan menghasilkan enzim yang dapat mengkonversi lemak menjadi asam lemak juga meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya pengaruh konsentrasi larutan kalium nitrat sebagai sumber nitrogen yang merupakan makronutrisi menyebabkan perbedaan pertumbuhan sel dalam melakukan metabolismenya (Paul, G. F., 1983). 4. Analisis Data Analisis data dilakukan secara statistik pengaruh konsentrasi nitrat sebagai sumber nitrogen pada pembentukan asam arakidonat dengan menggunakan uji ANOVA satu arah dan uji lanjut Tukey HSD, hasilnya menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi nitrat sebagai sumber nitrogen pada pembentukan asam arakidonat, berbeda nyata pada taraf kemakmuran 5 % (α 0.05) untuk masing-masing fase pertumbuhan seperti terlihat pada tabel 3. Tabel 3. Hasil uji Analisis variansi Porphyridium cruentum pada berbagai konsentrasi nitrat selama 20 hari masa kultivasi Sumber varian do JKG F α 0.099800 6 Botol 1 (0.5 g/L) 0.607 0.018 0.120794 6 Botol 2 (1.0 g/L) 0.161651 6 Botol 3 (1.5 g/L) 0.172646 6 Botol 4 (2.0 g/L) Total 24 Berdasarkan hasil uji ANOVA satu arah diketahui bahwa dari data pengaruh konsentrasi nitrat sebagai sumber nitrogen pada pembentukan asam arakidonat dengan dua kali ulangan, terdapat perbedaan yang nyata dan untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan atau tidak dilakukan uji lanjut (Metode Tukey HSD) dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Hasil uji lanjut kadar asam arakidonat pada tiap fase pertumbuhan dalam berbagai konsentrasi nitrat (metode Tukey HSD) Fase logaritmik (0.5 g/L) (1.0 g/L) (1.5 g/L) (2.0 g/L) Botol 1 (0.5 g/L) S S S Botol 2 (1.0 g/L) S TS TS Botol 3 (1.5 g/L) S TS TS Botol 4 (2.0 g/L) S TS TS Fase stasioner (0.5 g/L) (1.0 g/L) (1.5 g/L) (2.0 g/L) Botol 1 (0.5 g/L) TS S S Botol 2 (1.0 g/L) TS S S Botol 3 (1.5 g/L) S S S
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
6
Proses Kimia Ramah Lingkungan ISSN 1410-9891 Botol 4 (2.0 g/L) Fase deklinasi
S
(0.5 g/L) Botol 1 (0.5 g/L) Botol 2 (1.0 g/L) S Botol 3 (1.5 g/L) S Botol 4 (2.0 g/L) S Keterangan : S = signifikan : TS = tidak signifikan
S
S
-
(1.0 g/L) S S S
(1.5 g/L) S S S
(2.0 g/L) S S S -
Kesimpulan Konsentrasi nitrat sebagai sumber nitrogen dalam media kultur mempengaruhi pembentukan asam arakidonat. Konsentrasi nitrat sebesar 1,5 g/L dalam media kultur menghasilkan asam arakidonat tertinggi yaitu 0,99 % (b/b) dari biomassa kering Fase logaritmik ( 7-9 hari masa kultivasi ) fase pertumbuhan yang menghasilkan asam arakidonat tertinggi. Ucapan terimakasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Sdr. Evi dan Afriastini yang telah membantu pada penelitian ini, dan Ibu Lili Panggabean yanh telah memberikan P. cruentum Daftar pustaka Becker., E.W. (1994) "Biotechnology and Microbiology. "1st. ed. Cambridge: Cambridge University Press; hal. 11, 13, 19, 24-25, 42. Borowitzka M.A. (1988). "Fats oil and hydrocarbons. In Microalgal Biotechnology". M.A Borowitzka and L.J Borowitzka; Cambridge: Cambridge University Press; hal. 268-277. Budavary S, editor, The Merck Index. 11th ed. New York: Merck & Co. Inc;1989. hal. 786. Cohen,Z (1990). "The Production Potential of Eicopentaeonic and Arachidonic Acids by The Red Alga Porphyridium cruentum". American Oil Chemists Society. 1990;67(12):916-920. Cresswell R.C, Ress TAV, Shah N (1989). Algal and Cyanobacterial Biotechnology. Longman Scientific and Technical; hal. 6. Hardjito Linawati, Fitrisia F, Amini S (1996). "Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Pertumbuhan Mikroalga Laut Porphyridium cruentum dan Pembentukan Asam Lemak Eikosapentanoat dan Arakidonat". Biokimia Laut. 1996;(2):31-37. Henry C, Sherman CD (1962). Chemistry of Food and Nutrition, 8th ed, New York : The Macmillan Company; hal 32, 33, 559. Kimball, J.W. (1991) "Biology." Jilid 1 Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga. hal. 188. Michael R.Roman (1980). Nitrogenous Nutrition of Marine Invertebrates. Cambridge: Cambridge University Press; hal. 364. Ohta Souichi (1992). "Sustained Production of Arahidonic and Eicosapentaeonic Acid by the Red Alga Porphyridium cruentum cultured in a Light/Dark Cycle". Fermentation and Bioengineering 1992;74(6):398-402. Patricia A.W. Phytoplankton Nitrogen Metabolism. Oregon: Academic Press; 1983. hal. 309-313. Paul G. Falkowski (1983). " Enzymology of Nitrogen Assimilation". New York: Academic Press; hal. 841-843. Stewart WDP (1974). Algal Physiology and Biochemistry, Botanical Monographs Vol.10. Oxford London Edinburgh Melbourne: Blackwell Scientific Publication; 1974. hal. 244-245.
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
7
Proses Kimia Ramah Lingkungan ISSN 1410-9891 Vonshak, A.(1989). Porphyridium. In Microalgae Biotechnology. M.A Borowitzka and L.J Borowitzka L.J:1988. Cambridge: Cambridge University Press; hal. 122-127. Wilson Carl. L., Loomis Walter E., Croasdale Hannah T (1964). "Botany". United States of America: Library of Congress Card Number; hal.1952.
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
8