Volume 18, Nomor 1, Hal. 69-80 Januari – Juni 2016
ISSN:0852-8349
PENGARUH KONSENTRASI INDOLE BUTYRIC ACID (IBA) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK TEMBESU (Fagraea fragransRoxb.) Hamzah, Rike Puspitasari Tamin, Siti Napisah Fakultas Kehutanan Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo-Darat Jambi 36361 Email :
[email protected] ABSTRAK Tembesu is one of local plants that has a potential to be developed in South of Sumatera. Generative propagation of tembesu take a long time to get a seedling that ready to plant. Vegetative propagation is the alternative to propagation of tembesu. One of the most effective vegetative propagation’s technic is cutting. The influence of combination treatment between plant growth regulator and time of soaking able to stimulate growth of tembesu cutting. One of plant growth regulator that can increasing the root growth is Indole Butyric Acid (IBA). This research aims to know the best influence of consentration of IBA dan time of soaking for growth of tembesu cutting. This research applied group random design with two factor and repeated three times. First factor is consentration of IBA 100 ppm, 300 ppm, and 500 ppm. Second factor is time of soaking 1 hour, 2 hours, and 3 hours. The result showed that consentration of IBA and time of soaking has a interaction for percentage of alive cuttings but not interacted for the other variable. Consentration of IBA 500 ppm and time of soaking 2 hours give a higher percentage of alive cuttings than the other combination treatments. Keywords : Cutting, plant growth regulator, IBA, tembesu PENDAHULUAN Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.) merupakan salah satu jenis tanaman lokal yang cukup potensial untuk dikembangkan di daerah Sumatera Bagian Selatan (Sumatera Selatan, Jambi dan Lampung) karena jenis ini merupakan jenis asli di daerah tersebut. Tembesu mempunyai keunggulan baik dalam sisi ekologi maupun nilai ekonominya karena telah lama dikenal masyarakat. Kayu tembesu memiliki kayu teras berwarna coklat sampai kuning muda dengan kayu gubal yang berwarna lebih muda. Tekstur kayunya halus sampai agak halus. Permukaan kayu agak mengkilap (Lemmensl., 1995). Kayu tembesu berbau keasam-asaman dengan
tebal kulit 10 mm, agak keras, tidak mudah retak, kuat dan tahan lama, dapat bertahan berpuluh-puluh tahun (Heyne, 1987). Di wilayah Sumatera Bagian Selatan, masyarakat yang menggunakan produkberbahan baku kayu tembesu, umumnya identik dengan kelompok masyarakat menengah ke atas karena harganya yang relatif tinggi. Menurut IUCN (2013), tembesu termasuk ke dalam jenis yang terancam punah (endangered). Perbanyakan tembesu secara generatif memakan waktu yang relatif lama hingga diperoleh bibit yang siap tanam, yaitu sekitar 10 bulan. Selain itu, permasalahan lainnya adalah buah yang tidak tersedia setiap saat serta resiko kematian di persemaian yang cukup tinggi akibat serangan penyakit 69
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
(Hamzah, 11 Maret 2014, komunikasi pribadi). Berdasarkan hal tersebut maka perlu dikembangkan teknik perbanyakan alternatif lainnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan bibit tembesu, salah satunya adalah melalui perbanyakan vegetatif.Salah satu teknik perbanyakan vegetatif yang secara teknis cukup mudah dan sederhana serta tidak membutuhkan biaya produksi dan investasi yang besar adalah setek. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan setek adalah penggunaan zat pengatur tumbuh. Menurut Hartmann and Kaster., (1997), zat pengatur tumbuh yang paling berperan padapengakaran setekadalah Auksin. Pemberian IBA sebagai salah satujenis auksin sintetis, terbukti dapat meningkatkan perakaran. Pada perbanyakan dengan setek dikenal pula metode perendaman. Penentuan konsentrasi tergantung dari lamanya bahan setek direndam dan jenis tanamannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh interaksi antara konsentrasi IBA dan lama perendaman serta masing-masing perlakuan terbaik terhadap pertumbuhan setek tembesu. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di pembibitan Fakultas Kehutanan Universitas Jambi kampus Pinang Masak, Desa Mendalo Darat Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi. Ketinggian tempat penelitian adalah ± 35 meter di atas permukaan laut (dpl). Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan mulai dari bulan Oktober 2014 sampai bulan Februari 2015.
80
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah setek tembesu (Fagraea fragrans Roxb.) yang berasal dari pohon induk di areal kampus Universitas Jambi, hormon IBA (IndoleButyric Acid), dan pasir. Alat yang digunakan adalah rumah setek, gunting setek, pisau, mistar, gelas ukur, ember plastik, timbangan analitik, hand sprayer, oven, alat tulis dan kamera. Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), yang terdiri dari tiga kelompok. Dasar pengelompokan adalah letak urutan cabang pada pohon. Cabang pertama sebagai kelompok satu, cabang kedua sebagai kelompok dua dan cabang ketiga sebagai kelompok tiga. Pola perlakuan faktorial yang terdiri atas dua faktor. Faktor yang pertama adalah konsentrasi Indole Butyric Acid (IBA), terdiri atas 3 perlakuan yaitu 100 ppm, 300 ppm dan 500 ppm. Faktor yang kedua adalah lama perendaman bahan setek dalam larutan Indole Butyric Acid (IBA), terdiri atas 3 perlakuan yaitu 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Dengan demikian diperoleh 9 kombinasi perlakuan. Masing-masing kombinasi diulang sebanyak 3 kali, setiap satuan percobaan memiliki 10 tanaman setek.Pada setiap satuan percobaan diambil 3 tanaman sebagai sampel dan 1 tanaman sebagai sampel destruktif. Jumlah setek yang dibutuhkan dalam percobaan ini adalah 270 setek. Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan Tempat Penanaman Setek Tempat penanaman setek yang digunakan adalah bak tanam berbentuk persegi panjang yang terdapat di dalam rumah setek dengan panjang 7 meter
Hamzah.,dkk: Pengaruh Konsentrasi Indole Butyric Acid (IBA) dan Lama Perendaman Terhadap Pertumbuhan Setek Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.)
dan lebar 1 meter. Bak tanam terlebih dahulu dibersihkan dari tanaman pengganggu, batu-batuan dan kotoran lainnya. 2. Persiapan Media Tanam Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasir yang telah dibersihkan dari kotoran dan setelah itu dimasukkan ke dalam bak tanam. Pembersihan media dilakukan dengan cara pengayakan sehingga kotorankotoran seperti batu dan ranting terpisah dari media pasir yang akan digunakan. 3. Perlakuan Setek Pengambilan Bahan Setek Bahan setek diambil dari pemotongan ranting tanaman tembesu yang berasal dari pohon induk di areal kampus Universitas Jambi dengan menggunakan gunting setek. Pohon induk yang dipilih adalah pohon induk yang memiliki kriteria yang hampir serupa dengan diameter antara 11 cm – 16 cm. Cabang yang diambil adalah cabang pertama, kedua dan ketiga sesuai dengan kelompok masingmasing. Dari setiap cabang, yang digunakan sebagai bahan setek adalah ranting kelima. Setek yang diambil adalah nodus ketiga sampai nodus keempat dari ujung ranting. Setek yang telah dipotong direndam dalam air untuk menjaga kelembaban serta kandungan airnya. Daun yang terdapat pada setek dibuang dan disisakan dua helai daun. Daun tersebut kemudian dipotong hingga bagian yang tersisa pada setek hanya 30% untuk mengurangi transpirasi. Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Selanjutnya setek direndam dalam konsentrasi IBA sesuai dengan perlakuan selama 1 jam, 2 jam, dan 3 jam. Perendaman dilakukan dengan cara merendam setek tembesu sedalam 2 cm dari pangkal setek di dalam larutan IBA.
4. Penanaman Setelah direndam dalam waktu yang telah ditentukan, setek kemudian ditanam dengan kedalaman 2 cm pada media pasir di dalam bak tanam yang telah disiapkan. 5. Pemeliharaan Pemeliharaan setek meliputi kegiatan penyiraman, penyiangan gulma serta pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan setiap hari atau tergantung dengan kelembaban media setek. Penyiangan terhadap gulma dilakukan secara manual dengan cara mencabut gulma yang tumbuh pada media setek. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan anti jamur dan dilakukan sebelum penanaman untuk mencegah jamur. Analisis Data Untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati, maka data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA), kemudian dilanjutkan dengan uji orthogonal polynomial. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara konsentrasi IBA yang diberikan dengan lama perendaman terhadap pertumbuhan setek tembesu. Interaksi terjadi pada satu variabel pengamatan yaitu persentase setek hidup. Pada variabel pengamatan yang lain yaitu persentase setek bertunas, persentase setek berakar, waktu muncul tunas, jumlah tunas yang muncul, panjang tunas, jumlah daun, berat kering tunas dan berat kering akar tidak terjadi interaksi.
79
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
Persentase Setek Hidup Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan konsentrasi IBA dan lama perendaman berpengaruh nyata terhadap persentase setek tembesu yang hidup. Masing-
masing faktor juga menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Rata-rata persentase setek hidup pada beberapa konsentrasi dan lama perendaman disajikan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Rata-Rata Persentase Setek Hidup Konsentrasi IBA i1(100 ppm) i2(300 ppm) i3(500 ppm) Pengaruh Utama Lama Perendaman
Lama Perendaman (IBA) p1 (1 jam) p2 (2 jam) p3 (3 jam) 33.33 B 66.67 A 60.00 A P Q P 40.00 A 40.00 A 26.67 A P R R 56.67 B 93.33 A 30.00 C P P QR 43.33 QR
66.67 P
Pengaruh Utama Konsentrasi 53.33 A 35.56 B 60.00 A
38.89 R
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada arah baris (A,B,C) dan pada arah kolom (P,Q,R) berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%.
Pada Tabel 1 terlihat bahwa perlakuan konsentrasi dan lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap persentase hidup setek tembesu. Pada konsentrasi IBA 100 ppm perendaman 2 jam dan 3 jam akan menghasilkan persentase setek hidup yang sama. Akan tetapi apabila lama perendaman diturunkan menjadi 1 jam maka persentase setek hidup jadi menurun. Pada konsentrasi IBA 300 ppm, lama perendaman tidak berpengaruh pada persentase setek hidup. Pada konsentrasi IBA 500 ppm, perendaman selama 2 jam akan meningkatkan persentase setek hidup, tetapi apabila lama perendaman dinaikkan menjadi 3 jam, persentase setek hidup menurun. Pada lama perendaman 1 jam, konsentrasi IBA tidak berpengaruh terhadap persentase setek hidup. Pada lama perendaman 2 jam, persentase setek hidup tertinggi terdapat pada konsentrasi IBA 500 ppm. Dan pada lama perendaman 3 jam, konsentrasi IBA 100 ppm dapat menghasilkan persentase hidup yang tinggi. Tetapi 80
apabila konsentrasi IBA dinaikkan menjadi 300 ppm dan 500 ppm, persentase setek hidup akan menurun. Hasil uji orthogonal polynomial menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA dan lama perendaman memberikan interaksi yang berbeda nyata terhadap persentase hidup setek tembesu. Pada konsentrasi IBA 100 ppm, perendaman selama 2 jam dan 3 jam memberikan persentase setek hidup lebih tinggi dibandingkan dengan lama perendaman 1 jam. Pada konsentrasi IBA 300 ppm, lama perendaman tidak memberikan pengaruh terhadap persentase setek. Pada konsentrasi IBA 500 ppm, lama perendaman 2 jam menghasilkan persentase setek hidup yang tinggi. Saat lama perendaman dinaikkan menjadi 3 jam, persentase setek hidup akan menurun. Hal ini diduga karena waktu perendaman selama 3 jam telah melebihi kapasitas tanaman setek dalam menyerap IBA. Lama perendaman dan konsentrasi IBA dapat memberikan hasil yang berbeda. Semakin lama perendaman, semakin banyak kesempatan tanaman untuk
Hamzah.,dkk: Pengaruh Konsentrasi Indole Butyric Acid (IBA) dan Lama Perendaman Terhadap Pertumbuhan Setek Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.)
menyerap zat pengatur tumbuh, namun karena pengaruh pemberian auksin bersifat hiperbolik, perendaman yang terlalu lama akan berakibat terbakarnya bagian sel-sel akar sehingga akan mengurangi kemampuan setek untuk hidup (Faridah, 2000). Sejalan dengan penelitian Suparis (2014), yang menyatakan bahwa lama perendaman 20 menit menghasilkan persentase hidup setek cendana yang lebih tinggi dibandingkan dengan lama perendaman 10 menit dan 30 menit. Pada lama perendaman 1 jam, konsentrasi IBA tidak berpengaruh terhadap persentase setek hidup. Pada lama perendaman 2 jam, konsentrasi IBA 500 ppm dapat meningkatkan persentase setek hidup. Pada setek yang memiliki kadar auksin lebih tinggi, lebih mampu menumbuhkan akar dan menghasilkan persen hidup setek lebih tinggi daripada setek yang memiliki kadar yang rendah. Sebagaimana diketahui bahwa auksin adalah jenis hormon penumbuh yang dibuat oleh tanaman dan berfungsi sebagai katalisator dalam metabolisme dan berperan sebagai penyebab
perpanjangan sel (Nababan, 2009). Saat konsentrasi IBA diturunkan menjadi 300 ppm, hasil persentase setek hidup menurun. Hal ini diduga karena pada konsentrasi 300 ppm, tanaman tidak mampu menyerap IBA dengan baik. Selain itu, ada kemungkinan terganggunya tanaman akibat faktor lain. Pertumbuhan setek dipengaruhi oleh interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan (Hartman dan Ketser, 1997). Faktor genetik terutama meliputi kandungan cadangan makanan dalam jaringan setek, ketersediaan air, umur tanaman (pohon induk), hormon endogen dalam jaringan setek, dan jenis tanaman. Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan penyetekan antara lain media perakaran, kelembaban, suhu, intensitas cahaya dan teknik penyetekan. Persentase Setek Berakar Rata-rata persentase setek berakar pada konsentrasi IBA dan lama perendaman disajikan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Rata-Rata Persentase Setek Berakar Konsentrasi IBA i1 (100 ppm) i2 (300 ppm) i3 (500 ppm) Pengaruh Utama Lama Perendaman
Lama Perendaman IBA p1 (1 jam)
p2 (2 jam)
p3 (3 jam)
6.67 6.67 6.67
3.33 0.00 16.67
10.00 3.33 6.67
6.67
6.67
6.67
Persentase setek berakar tidak dianalisis secara statistik karena terdapat beberapa data yang tidak dapat terpenuhi. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap persentase setek berakar menunjukkan bahwa persentase setek berakar tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi
Pengaruh Utama Konsentrasi 6.67 3.33 10.00
IBA 500 ppm dan lama perendaman 2 jam. Pada perlakuan konsentrasi IBA 300 ppm dan lama perendaman 2 jam tidak ditemukan setek tembesu yang berakar. Sedangkan berdasarkan konsentrasi IBA yang diberikan, ratarata persentase setek berakar tertinggi adalah pada konsentrasi 500 ppm (i3). 79
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
Pada perlakuan lama perendaman, ratarata persentase setek berakar sama pada masing-masing perlakuan. Persentase Setek Bertunas Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi IBA dan lama perendaman tidak berinteraksi terhadap persentase tunas setek
tembesu. Faktor yang memberikan pengaruh yang nyata hanya terdapat pada faktor Konsentrasi IBA tetapi tidak pada faktor lama perendaman. Rata-rata persentase setek bertunas pada konsentrasi IBA dan lama perendaman disajikan pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Rata-Rata Persentase Setek Bertunas Konsentrasi IBA i1 (100 ppm) i2 (300 ppm) i3 (500 ppm) Pengaruh Utama Lama Perendaman
Lama Perendaman IBA p1 (1 jam) p2 (2 jam) p3 (3 jam) 26.67 13.33 40.00
46.67 26.67 40.00
46.67 23.33 20.00
26.67 P
37.78 P
30.00 P
Pengaruh Utama Konsentrasi 40.00 A 21.11 B 33.33 AB
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada arah baris (A,B,C) dan pada arah kolom (P,Q,R) tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%
Tabel 3 memperlihatkan bahwa konsentrasi IBA 100 ppm nyata lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi IBA 300 ppm dan 500 ppm. Tabel 3 juga menunjukkan bahwa lama perendaman berbeda tidak nyata terhadap persentase tunas setek tembesu. Pengaruh utama konsentrasi IBA berbeda nyata pada variabel persentase setek bertunas. Pada Tabel 3 terlihat bahwa konsentrasi IBA 100 ppm memberikan rata-rata persentase setek bertunas paling tinggi. Jika konsentrasi dinaikkan menjadi 300 ppm, persentase setek bertunas akan menurun. Sama halnya dengan persentase setek hidup, konsentrasi 300 ppm kemungkinan tidak dapat diserap dengan baik oleh setek tembesu dan terdapat faktor luar
80
yang ikut mempengaruhi. Untuk tanaman/bahan setek yang tidak bisa memunculkan tunas dikarenakan bahan setek yang membusuk dan juga adapula bahan setek yang dormansi sehingga batang setek tidak mampu memunculkan tunas (Santoso 2011). Waktu Muncul Tunas (Hari) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara konsentrasi IBA dan lama perendamanterhadap waktu muculnya tunas setek tembesu. Masing-masing faktor juga tidak menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata terhadap waktu muncul tunas setek tembesu. Rata-rata waktu muncul tunas pada konsentrasi IBA dan lama perendaman disajikan pada Tabel 4 berikut.
Hamzah.,dkk: Pengaruh Konsentrasi Indole Butyric Acid (IBA) dan Lama Perendaman Terhadap Pertumbuhan Setek Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.)
Tabel 4. Rata-Rata Waktu Muncul Tunas Setek Tembesu (hari) Konsentrasi IBA i1 (100 ppm) i2 (300 ppm) i3 500 ppm) Pengaruh Utama Lama Perendaman
Lama Perendaman IBA p1 (1 jam) p2 (2 jam) p3 (3 jam) 43.83 42.83 61.78
66.33 50.45 56.94
56.00 76.33 52.11
49.48 P
57.91 P
61.48 P
Pengaruh Utama Konsentrasi 55.39 A 56.54 A 56.94 A
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada arah baris (A,B,C) dan pada arah kolom (P,Q,R) tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%.
Pada variabel waktu muncul tunas, jumlah tunas yang muncul, panjang tunas, jumlah daun dan berat kering akar tidak terjadi interaksi antara konsentrasi IBA dan lama perendaman. Masing-masing faktor tunggal juga memberikan pengaruh yang tidak nyata. Suparis (2014), menyatakan bahwa lama perendaman yang tinggi pada konsentrasi tertentu akan mengakibatkan sel-sel tersumbat sehingga akan menghambat air dari media yang digunakan untuk proses pelarutan cadangan makanan yang akan digunakan untuk proses fisiologisnya sehingga akan mengganggu awal munculnya tunas. Jumlah tunas yang muncul pada setiap setek rata-rata
hanya satu. Hal ini sejalan dengan penelitian Santoso (2011), yang menyatakan bahwa rata-rata tunas yang muncul dari setiap perlakuan hanya satu. Jumlah Tunas yang Muncul Hasil analisis ragam terhadap ratarata jumlah tunas yang muncul menunjukkan interaksi antara konsentrasi IBA dan lama perendaman berbeda tidak nyata. Masing-masing faktor tunggal juga menunjukkan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap jumlah tunas yang muncul pada setek tembesu. Rata-rata jumlah tunas yang muncul pada konsentrasi IBA dan lama perendaman disajikan pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Rata-Rata Jumlah Tunas Yang Muncul Konsentrasi IBA i1 (100 ppm) i2 (300 ppm) i3 (500 ppm) Pengaruh Utama Lama Perendaman
Lama Perendaman IBA p1 (1 jam) p2 (2 jam) p3 (3 jam) 1.22 0.78 1.33
1.67 0.89 1.00
1.56 1.67 1.11
1.11 P
1.18 P
1.44 P
Pengaruh Utama Konsentrasi 1.48 A 1.11 A 1.15 A
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada arah baris (A,B,C) dan pada arah kolom (P,Q,R) tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%.
Pada Tabel 5 terlihat bahwa faktor tunggal konsentrasi IBA memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata. Begitu pula dengan faktor lama perendaman, berbeda tidak nyata terhadap jumlah tunas setek tembesu.
Jumlah tunas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kandungan karbohidrat, unsur hara (terutama Nitrogen) serta konsentrasi auksin dan sitokinin. Kemampuan setek memunculkan tunas biasanya hanya 79
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
muncul pada 1 nodus saja karena cadangan makanan yang masih terbatas, setelah tanaman mempunyai banyak energi yang dihasilkan dari daun yang berfotosintesis dari tunas awal, biasanya muncul tunas lagi dari nodus yang lain (Santoso, 2011). Pada awal pertumbuhan setek belum mampu menyerap unsur hara yang ada dalam tanah karena belum mempunyai akar. Pada kondisi ini setek hanya memanfaatkan cadangan makanan yang terdapat pada bahan setek dalam jumlah
terbatas sehingga kemampuan memunculkan tunas terbatas. Panjang Tunas Hasil analisis ragam terhadap ratarata panjang tunas setek tembesu menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan konsentrasi IBA dan lama perendaman. Masingmasing faktor juga menunjukkan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap panjang tunas setek tembesu. Rata-rata panjang tunas pada konsentrasi IBA dan lama perendaman disajikan pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Rata-Rata Panjang Tunas Setek Tembesu Konsentrasi IBA i1 (100 ppm) i2 (300 ppm) i3 (500 ppm) Pengaruh Utama Lama Perendaman
Lama Perendaman IBA p1 (1 jam) p2 (2 jam) p3 (3 jam) 2.49 1.51 3.31
1.86 0.88 3.42
2.32 1.25 0.80
2.44 P
2.05 P
1.46 P
Pengaruh Utama Konsentrasi 2.22 A 1.21 A 2.51 A
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada arah baris (A,B,C) dan pada arah kolom (P,Q,R) tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%.
Pada Tabel 6 terlihat bahwa faktor tunggal konsentrasi IBA memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata. Begitu pula dengan faktor lama perendaman, berbeda tidak nyata terhadap panjang tunas setek tembesu. Panjang tunas juga tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Hal ini disebabkan hormon IBA mempunyai mobilitas yang rendah bila dibandingkan dengan hormon IAA. Hormon IBA yang diberikan tidak menyebar ke bagian lain, tetap pada tempat yang diberikan sehingga tidak mempengaruhi pertumbuhan bagian lain dari tanaman (Irwanto, 2001). Panjang tunas berbanding lurus dengan jumlah daun karena dapat memberikan lebih banyak ruang bagi daun untuk tumbuh. Pemberian IBA 500 ppm memberikan pengaruh yang cukup tinggi terhadap rata-rata panjang 80
tunas. Semakin tinggi tanaman, maka semakin bertambah nodus sebagai tempat tumbuh daun (Suyanti., 2013). Menurut Salisbury dan Ross, (1995) auksin dapat memacu kerja giberelin dalam pemanjangan ruas-ruas batang sehingga menyebabkan meningkatnya jumlah tempat tumbuh daun (nodus) pada tunas batang yang selanjutnya terjadi penambahan jumlah daun. Jumlah Daun Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan konsentrasi IBA dan lama perendaman terhadap jumlah daun setek tembesu. Masing-masing faktor juga menunjukkan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap jumlah daun setek tembesu. Rata-rata jumlah daun pada konsentrasi IBA dan lama perendaman disajikan pada Tabel 7 berikut.
Hamzah.,dkk: Pengaruh Konsentrasi Indole Butyric Acid (IBA) dan Lama Perendaman Terhadap Pertumbuhan Setek Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.)
Tabel 7. Rata-Rata Jumlah Daun Setek Tembesu Konsentrasi IBA i1 (100 ppm) i2 (300 ppm) i3 (500 ppm) Pengaruh Utama Lama Perendaman
Lama Perendaman IBA p1 (1 jam) p2 (2 jam) p3 (3 jam) 2.72 2.44 3.78
3.72 1.78 3.17
3.44 2.11 3.33
2.98 P
2.89 P
2.96 P
Pengaruh Utama Konsentrasi 3.30 A 2.11 A 3.43 A
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada arah baris (A,B,C) dan pada arah kolom (P,Q,R) tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%.
Pada Tabel 7 terlihat bahwa faktor tunggal konsentrasi IBA memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata. Begitu pula dengan faktor lama perendaman, berbeda tidak nyata terhadap jumlah daun setek tembesu. Berat Kering Tunas Hasil analisis ragam terhadap ratarata berat kering tunas setek tembesu menunjukkan bahwa tidak terdapat
interaksi antara perlakuan konsentrasi IBA dan lama perendaman. Masingmasing faktor juga menunjukkan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap berat kering tunas setek tembesu. Rata-rata berat kering tunas pada konsentrasi IBA dan lama perendaman disajikan pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Rata-Rata Berat Kering Tunas Setek Tembesu Konsentrasi i1 (100 ppm) i2 (300 ppm) i3 (500 ppm) Pengaruh Utama Lama Perendaman
Lama Perendaman p1 (1 jam) p2 (2 jam) p3 (3 jam) 0.00577 0.01713 0.01087
0.01743 0.00640 0.02020
0.01787 0.00677 0.00307
0.01126 P
0.01468 P
0.00923 P
Pengaruh Utama Konsentrasi 0.01369 A 0.01010 A 0.01138 A
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada arah baris (A,B,C) dan pada arah kolom (P,Q,R) tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%.
Pada Tabel 8 terlihat bahwa faktor tunggal konsentrasi IBA memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata. Begitu pula dengan faktor lama perendaman, berbeda tidak nyata terhadap berat kering tunas setek tembesu.
Berat Kering Akar Jumlah berat kering akar setek tembesu pada perlakuan konsentrasi IBA dan lama perendaman disajikan dalam Tabel 9 berikut.
79
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
Tabel 9. Jumlah Berat Kering Akar Setek Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.) Konsentrasi IBA i1 (100 ppm) i2 (300 ppm) i3 (500 ppm) Pengaruh Utama Lama Perendaman
Lama Perendaman IBA p1 (1 jam) p2 (2 jam) p3 (3 jam) 0.0 0.0035 0.0 0.0011 0.0 0.0032 0.0060 0.0018 0.0101 0.00237
0.00177
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap berat kering akar setek tembesu bahwa berat kering akar tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi IBA 500 ppm dan lama perendaman 3 jam. Berat kering akar tidak dapat teramati dengan baik karena akar yang dapat ditimbang hanya ada 6 sampel. Setek berakar lainnya tidak dapat ditimbang karena akarnya yang masih sangat halus. Berat kering akar tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi IBA 500 ppm dan lama perendaman 3 jam. Berat kering tanaman umumnya berhubungan dengan panjang akar dan jumlah daun tanaman. Panjang perakaran suatu tanaman akan menghasilkan jangkauan penyerapan unsur hara yang lebih luas sehingga dapat meningkatkan jumlah unsur hara yang terkandung dalam tubuh tanaman. Jumlah daun mendukung proses fotosintesis yang menghasilkan fotosintat untuk pertumbuhan tanaman. Meningkatnya jumlah dan panjang akar menyebabkan peningkatan penyerapan unsur hara sehingga akumulasi fotosintat dan unsur hara semakin tinggi dan meningkatkan berat basah tanaman, sehingga berat kering tanaman juga meningkat. Berat kering tanaman mencerminkan akumulasi dari senyawa organik yang berhasil disintesis dari senyawa anorganik, terutama air dan karbondioksida dari unsur hara yang terserap dan hasil
80
Pengaruh utama Konsentrasi 0.00117 0.00143 0.00597
0.00443
fotosintesis tanaman (Suyanti et al., 2013). Pada variabel persentase setek berakar, perlakuan konsentrasi IBA dan lama perendaman tidak dianalisis secara statistik. Perlakuan yang menunjukkan hasil tertinggi yaitu terdapat pada konsentrasi 500 ppm dan lama perendaman 2 jam sebesar 16,67%. Sementara pada konsentrasi 300 ppm dan lama perendaman 2 jam tidak terdapat setek tembesu yang berakar. Dalam upaya menumbuhkan akar, faktor yang mempengaruhi adalah faktor dalam dan luar. Faktor dalam yang mempengaruhi yaitu macam dan umur bahan setek, adanya tunas dan daun, kandungan bahan makanan, kandungan zat pengatur tumbuh dan terbentuknya kalus. Faktor luar adalah media perakaran, kelembaban, suhu, cahaya dan faktor pelaksanaan (Hartmann dan Kester, 1997). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Konsentrasi IBA dan lama perendaman berinteraksi terhadap persentase setek hidup tembesu tetapi tidak berinteraksi terhadap variabel lainnya. 2. Konsentrasi IBA 500 ppm dan lama perendaman 2 jam memberikan persentase setek hidup yang lebih
Hamzah.,dkk: Pengaruh Konsentrasi Indole Butyric Acid (IBA) dan Lama Perendaman Terhadap Pertumbuhan Setek Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.)
tinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya. Saran 1. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka disarankan menggunakan IBA dengan konsentrasi 500 ppm dengan lama perendaman 2 jam untuk mendapatkan persentase setek hidup yang tinggi. 2. Untuk mendapatkan hasil setek berakar yang lebih baik, perlu menambah waktu penelitian agar dapat diketahui dalam waktu berapa lama setek tembesu dapat menumbuhkan akar. 3. Perlu dilakukan penelitian sejenis dengan konsentrasi IBA yang lebih tinggi untuk mengetahui konsentrasi terbaik dalam pertumbuhan setek tembesu. 4. Perlu dilakukan penelitian sejenis menggunakan hormon lain dengan perlakuan yang sama sebagai pembanding. DAFTAR PUSTAKA Asmara AP. 2007. Pengaruh Beberapa Konsentrasi IBA Terhadap Pertumbuhan Bibit Manggis (Garcinia mangostana L.) Asal Seedling di Polybag. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Jambi. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 1991. Vademikum Dipterocarpaceae. Departemen Kehutanan, Jakarta. Buharman, DF Djam’an dan N Widyani. 2011. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid III. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor. Djauhariya dan Rahardjo. 2004. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh
terhadap Keberhasilan Perbanyakan Tanaman Mengkudu dengan Setek Batang. Prosiding Seminar Nasional XXV Tumbuhan ObatIndonesia: 79-86. Faridah E. 2000. Pengaruh Media Tumbuh, Lama Perendaman Hormon dan Kedudukan Stek pada Tanaman Induk Terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Jati. Prosiding Seminar Nasional Status Silvikultur 1999 : 238-242. Febriani P, Darmanti S dan Raharjo B. 2009. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Supernatan KulturBacillus sp. 2 DUCC-BR-K1.3 Terhadap Pertumbuhan Stek Horisontal Batang Jarak Pagar (Jatropa curcasL.). Jurnal Saint &Mat. Vol 17. Hal : 131-140. Hamijoyo P. 1995. Tembesu : Jenis Multiguna yang Nyaris Dilupakan. Rimba Indonesia, Vol. XXX No. 1-2 Juni 1995. Hal. 3032. Hartmann HT and DE Kester. 1975. Plant Propagation Principle and Practices. London: Prentice Hall Inc. Hartmann HT, DE Kester, FT Davies, and RL Geneve. 1997. Plant Propagation Principles and Practices. 6th ed. Prentice Hall, Englewood Cliffs, N.J. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan, Jakarta. Irawati H. 2005. Pertumbuhan Setek BatangTanaman Daun Dewa (Gynurapseudochina) Setelah Direndam dengan IBA (Indol Butyric Acid). Jurusan Biologi. Universitas Diponegoro, Semarang. Irwanto. 2001. Pengaruh Hormon IBA (Indole Butyric Acid) Terhadap
79
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
Persen Jadi Setek Pucuk Meranti Putih (Shorea montigena). Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, Ambon. International Union For Conservation of Nature and Natural Resources. IUCN. 2013. The IUCN Red List of Threatened Species. Diunduh dari http://www.redlist.org/ (diakses Desember 2013). Lemmens RHMJ, I Soerianegara and WC Wong. 1995. Plant Resources ofSouth East Asia No 5 (2). Timer Trees: Minor Comercial timbers.PROSEA. Bogor, Indonesia. Lukitariati S, NLP Indriyani, A Susiloadi, dan MJ Anwarudin. 1996. Pengaruh Naungan dan Konsentrasi Asam Indol Butirat terhadap Pertumbuhan Bibit Batang Bawah Manggis. Jurnal Hortikultura 6 (3): 220-226. Nababan D. 2009. Penggunaan Hormon IBA terhadap Pertumbuhan Stek Ekaliptus Klon Ind 48. USU Repository, Medan Rochiman K dan Harjadi SS. 1973. Pembiakan Vegetatif. Bogor : Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Salisbury FB dan Ross CW. 1995, Fisiologi Tumbuhan, Terjemahan Diah R. Lukman dan Sumaryono, Jilid 3, ITB, Bandung.
80
Santoso B. 2011. Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) dalam Berbagai Konsentrasi dan Lama Perendaman Terhadap Pertumbuhan Setek Kepuh (Sterculia foetida Linn.). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Suparis A. 2014. Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Indole Butyric Acid (IBA) terhadap Pertumbuhan Tunas Setek Akar Cendana (Santalum album Linn.) pada Media Pasir. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Surapto A. 2004. Auksin: Zat Pengatur Tumbuh Penting Meningkatkan Mutu Setek Tanaman. Jurnal Agronomi. Vol. 21, No. I Februari - Maret 2004 (Tahun ke 1l): 8l-90. Suyanti, Mukarlina, dan Rizalinda. 2013. Respon Pertumbuhan Stek Pucuk Keji Beling (Strobilanthes crispus Bl) dengan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid). Jurnal Protobiont. Vol 2 (2): 26 – 31 Yasman I. dan W.T.M Smits. 1988. Metode Pembuatan Setek Dipterocarpaceae. Asosiasi Panel Kayu Indonesia. 38p.