J. Agrivigor 10(2): 208-218, Januari-April 2011; ISSN 1412-2286
PENGARUH INDOLE BUTIRIC ACID (IBA) TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR PADA TANAMAN AREN Effect of indole butyric acid (IBA) to root formation of arenga palm Kartina A.M., Nurmayulis dan Susiyanti E-mail:
[email protected] Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Raya Jakarta Km.4 Pakupatan Serang, Banten. Telp. (0254)280330 Fax: 0254-8285293 Diterima: 24 Desember 2010
Disetujui: 28 Maret 2011
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi IBA yang tepat untuk pembentukan akar dari eksplan tanaman aren secara in vitro. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Agroekologi dan Bioteknologi Faperta Untirta, Serang- Banten yang dimulai dari Agustus 2009- November 2009. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan variasi konsentrasi IBA: (1) C1 = MS + IBA 1 ppm, (2) C2 = MS + IBA 2 ppm, (3) C1 = MS + IBA 3 ppm, (4) C4 = MS + IBA 4 ppm, dan (5) C5 = MS + IBA 5 ppm. Setiap perlakuan diulang 10 kali. Data dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf 5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi IBA yang diberikan berpengaruh terhadap rata-rata pertumbuhan eksplan (cm) pada media MS + konsentrasi IBA yang berbeda. Konsentrasi IBA 2 ppm menunjukkan pertumbuhan akar yang lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi lainnya.
Kata kunci: kultur jaringan, IBA, dan aren.
ABSTRACT The research was aims to determine the exact concentration of IBA for root formation of explants palm plants in vitro. Research has been conducted at the Laboratory of Agroecology and Biotechnology Faperta Untirta, Attack-Bantam starting from August 2009 - November 2009. This research used Completely Randomized Design with a concentration of IBA treatment variations: (1) C1 = MS + IBA 1 ppm, (2) C2 = MS + IBA 2 ppm, (3) C1 = MS + IBA 3 ppm, (4) C4 = MS + IBA 4 ppm, and (5) C5 = MS + IBA 5 ppm. Each treatment was repeated 10 times. Data were analyzed by analysis of variance followed by DMRT test at 5% level. The results showed that the concentration of IBA is given effect on the average growth of explant (cm) on MS medium + different concentrations of IBA. Concentration of 2 ppm IBA showed better root growth when compared with other concentrations.
Key words: tissue culture, IBA, and arenga palm.
PENDAHULUAN Tanaman Aren {Arenga Pinnata (Wurmb) Merr.} atau enau merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomis pada hampir seluruh bagian tanamannya, seperti tangkai tandan bunga jantan
208
(diambil niranya untuk pembuatan gula dan minuman beralkohol) endosperm (kolang-kaling), daun (atap), batang (pati untuk tepung aren), akar (vas bunga, anyam keranjang buah) serta ijuknya. Terdapat permasalahan dalam budidaya
Pengaruh indole butiric acid (IBA) terhadap pembentukan akar pada tanaman aren aren secara konvensional karena benih aren memiliki struktur kulit yang keras dan tebal sehingga menyebabkan permeabilitasnya rendah. Masa dormansi benih aren cukup lama yaitu bervariasi antara 1-12 bulan (Mujahidin et al., 2003). Aspek penting yang sangat menentukan keberhasilan dalam perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan antara lain adalah terjadinya pembentukan akar pada shootlet. Untuk tujuan ini, dapat dilakukan induksi perakaran dengan menggunakan hormon tanaman dari kelompok auksin. Menurut Wattimena (1987), auksin merupakan hormon tanaman yang esensial untuk pembelahan sel serta pembentukan akar. Salah satu jenis auksin yang sering digunakan adalah Indolebutyric Acid (IBA). Peran IBA dalam teknik kultur jaringan adalah mampu menginduksi dan meningkatkan pertumbuhan akar pada berbagai tanaman nangka (Roy et al. 1990), zaitun (Rama dan Pontikis, 1990), dan pepaya (Teo dan Chan, 1994).
BAHAN DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Agroekologi dan Bioteknologi Fakultas pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang- Banten dari 15 Agustus 2009 hingga 30 November 2009. Bahan-bahan yang digunakan adalah: 1) embriozigotik tanaman aren, 2) media MS, BAP, 3) aquadest,4)alkohol 70 dan 96 %, sedangkan Alat-alat yang dibutuhkan adalah: 1) autoclve, 2) scape l,3) tabung, botol kultur, dan 4) alat timbangan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan variasi konsentrasi IB dengan 5 taraf, yaitu:
C1 = MS + IBA 1 ppm C2 = MS + IBA 2 ppm C3 = MS + IBA 3 ppmC4 = MS + IBA 4 ppm C5 = MS + IBA 5 ppm. Perlakuan diulang 10 kali. Data dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan DMRT pada taraf 5 %. Pembuatan media regenerasi dilakukan dengan mengencerkan larutan stok sesuai dengan ketentuan untuk media MS yang ditambahkan ZPT sesuai dengan perlakuan. Komposisi media MS dapat dilihat pada Lampiran 1. Jumlah larutan media yang dibuat sesuai dengan jumlah botol kultur yang diperlukan. Banyaknya botol yang disiapkan dan pembuatan media disesuaikan dengan banyaknya eksplan yang tersedia dan yang akan ditanam. Selain itu dilakukan penetatapan pH media MS ini pada kisaran 5,8 yang ditetapkan dengan menambahkan larutan NaOH 1 N jika pH terlalu rendah atau menambahkan HCl 1 N jika pH terlalu tinggi, sambil terus diaduk sampai larutan menjadi bening. Menjelang tercapainya titik didih, ditambahkan agar sebanyak 7,5 g per liter media. Setelah larutan menjadi jernih pemanasan dihentikan dan media segera dimasukkan ke dalam botol kultur sebanyak 10 ml dan ditutup dengan aluminium foil. Selanjutnya disterilkan dalam autoclave pada tekanan 15 psi dengan suhu 121 o C selama 20 menit. Setelah sterilisasi selesai, botol kultur dikeluarkan dan diinkubasi selama 2 minggu di ruang transfer sebelum ditanam eksplan. Media yang terkontaminasi dikeluarkan dari ruang kultur dan tidak digunakan untuk penanaman eksplan.Parameter yang diamati adalah: Persentase pembentukan akar, Jumlah akar per eksplan. Panjang akar dan waktu terbentuknya tunas.
209
Kartina A.M., Nurmayulis dan Susiyanti
HASIL DAN PEMBAHASAN
oleh meningkatnya kandungan lignin dan tannin yang menutupi sel-sel sklereid kulit benih. Penampilan eksplan tunas aren dalam media kultur dapat dilihat pada Gambar 1-3. Persentase tumbuh eksplan steril pada mediaperlakuan dari minggu ke minggu semakin berkurang (Tabel 1). Hal ini disebabkan adanya sumber kontaminasi yang merupakan seed born dan akibat adanya sering pemutusan hubungan listrik. Hal ini mengakibatkan suhu di ruang kultur tidak sepenuhnya sesuai seperti yang diharapkan. Jenis kontaminasi berupa jamur dan bakteri yang mengeluarkan eksudat dan membunuh eksplan yang terdapat dalam botol kultur.
Pada penelitian ini eksplan yang digunakan berasal dari biji buah aren yang dikecambahkan. Kecambah biji aren diambil hipokotil dan epikotil, yang selanjutnya disubkulturkan. Dari hasil penelitian, eksplan banyak yang mengalami browning pada media perakaran. Aren merupakan tanaman kayu yang relatif sulit untuk dikulturkan karena merupakan tanaman tahunan. Tanaman tahunan berkayu yang memiliki senyawa fenolik yang tinggi . Menurut Widyawati et al. (2009), semakin tua benih aren maka permeabilitasnya terhadap air semakin menurun, tetapi tidak bersifat impermeable sehingga imbibisi berlangsung lebil lama, antara lain disebabkan Tabel 1. Persentase eksplan IBA yang berbeda Konsentrasi IBA 1 2 3 1 ppm 90 80 80 2 ppm 80 70 60 3 ppm 90 80 70 4 ppm 80 70 50 5 ppm 90 80 80
210
steril (%) dan tumbuh pada media MS +konsentrasi
4 60 50 70 50 70
5 50 50 60 40 60
Minggu 6 7 50 50 40 40 50 50 30 30 60 40
8 40 40 50 30 40
9 40 40 40 20 40
10 40 30 40 20 30
11 30 30 20 20 30
12 30 30 20 20 30
Pengaruh indole butiric acid (IBA) terhadap pembentukan akar pada tanaman aren
Gambar 1. Eksplan tunas yang dikulturkan pada media inisiasi akar (Usia 3 minggu setelah kultur).
211
Kartina A.M., Nurmayulis dan Susiyanti
Gambar 2. Eksplan batang aren usia 3 minggu setelah kultur
212
Pengaruh indole butiric acid (IBA) terhadap pembentukan akar pada tanaman aren
Gambar 3. Eksplan batang aren + akar usia 6 minggu dalam media kultur.
1 ppm IBA
3 ppm IBA
2 ppm IBA
4 ppm IBA
213
Kartina A.M., Nurmayulis dan Susiyanti
5 ppm IBA Gambar 4. Eksplan aren yang telah berakar (usia 3 bulan setelah tanam)
Penampilan eksplan aren pada media dengan konsentrasi IBA yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 5. media.
Gambar 5. Hubungan antara jumlah akar dan panjang akar pada kultur tanaman aren pada media MS dengan konsentrasi IBA berbeda.
Berdasarkan pengamatan dapat dilihat bahwa pemberian 2 ppm IBA sudah baik untuk menginduksi perakaran pada eksplan aren. Hal ini sesuai
214
dengan penelitian Munir, Bhore dan Shah (2008) pada tanaman kelapa sawit media yang paling baik untuk regenerasi adalah diberikan 2 ppm IBA. Bila kon-
Pengaruh indole butiric acid (IBA) terhadap pembentukan akar pada tanaman aren sentrasi IBA yang diberikan melewati 2 mg L-1 IBA, maka panjang akar cenderung turun. Dosis auksin yang terlalu tinggi akan mengganggu pembentukan akar, namun pada dosis rendah atau sedang justru akan memacu pembentukan akar (Gambar 5). Pada tanaman tahunan laju pertumbuhan sangat lambat bila dibandingkan dengan tanaman hortikultura lainnya. Hasil penelitian Riyadi dan Tahardi (2009) menunjukkan bahwa pemberian IAA 10 mg L-1 dan IBA 0,5 mgL-1 berhasil menginduksi akar planlet kina (Cinchona ledgeriana Moens) secara in vitro yang menghasilkan persentase perakaran sebanyak 90 %. Pertambahan jumlah akar akan menurunkan laju perpanjangan akar. Auksin seperti IBA, berperan dalam mendorong perpanjangan sel, pembelahan sel diferensiasi jaringan xilem dan floem, pembentukan akar adventif, dominan apikal Gunawan 1987; Triatminingsih et al., 2001). Hal ini sesuai dengan pendapat Konan et al. (2007), keberadaan akar primer sangat menentukan tingkat keberhasilan dalam aklimatisasi. Akar sekunder dan lateral akan terbentuk dan tumbuh setelah akar primer berkembang dan bertambah panjang. Kinerja auksin eksogen yang diberikan juga bersinergis dengan auksin dan
sitokinin endogen yang telah ada dalam eksplan. Nisbah sitokinin dan auksin yang rendah akan mendorong pembentukan akar (Wattimena 1992). Semakin tinggi IBA yang diberikan, maka perpanjangan akar cenderung lebih panjang pada semua kultivar. Gunawan (1987) menyatakan bahwa pemberian IBA akan mendorong pembentukan akar adventif. Media yang diperuntukkan untuk inisiasi akar juga mampu menghasilkan tunas yang baik. Hal ini karena IBA yang diberikan dalam media akan berinteraksi dengan sitokinin (endogen dan eksogen) untuk regenerasi tunas. Perimbangan auksin yang diberikan dalam media (IBA) dan sitokinin (eksogen ) pada eksplan akan menentukan jenis organ yang terbentuk. Bila nisbah auksin dan sitokinin tinggi, maka organ akar yang terbentuk; sedangkan bila sebaliknya maka tunas yang akan terbentuk. Peranan penting auksin dan sitokinin adalah untuk memprogram kembali sel somatik yang akan menentukan tahap dediferensiasi selanjutnya. Pemprograman ulang menyebabkan dediferensiasi dan rediferensiasi menuju perkembangan lintasan baru. Penelitian ini cenderung dihasilkan akar, hanya 1 tunas yang dapat dihasilkan untuk semua perlakuan.
Tabel 2. Rata-rata jumlah akar (buah) pada media MS + konsentrasi IBA yang berbeda Konsentrasi Minggu IBA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 ppm 0 0 0 1 1 1b 2b 2c 2c 3b 3c 4b 2 ppm 0 0 0 1 1 1b 2b 3b 3b 3b 4b 5a 3 ppm 0 0 0 1 1 1b 2b 3b 3b 4a 4b 5a 4 ppm 0 0 0 1 1 2a 2b 3b 3b 4a 4b 5a 5 ppm 0 0 0 1 1 2a 3a 4a 4a 4a 5a 5a Keterangan: Angka-angka diikuti dengan huruf kecil pada kolum yang sama, masing-masing tidak berbeda nyata menurut DMRT pada taraf nyata 5 %.
215
Kartina A.M., Nurmayulis dan Susiyanti Tabel 3. Panjang akar terpanjang eksplan aren (cm) pada media yang berbeda Konsentrasi Minggu IBA 1 2 3 4 5 6 7 8 1 ppm 0 0 0 0 0.1 b 0.9 b 1.5 a 2.1 a 2 ppm 0 0 0 0 0.1 b 0.9 b 1.5 a 2.1 a 3 ppm 0 0 0 0 0.1 b 0.9 b 1.3 b 2 a 4 ppm 0 0 0 0 0.2 a 1.0 a 1.3 b 2.0 b 5 ppm 0 0 0 0 0.2 a 1.0 a 1.3 b 1.6 c
MS + konsentrasi IBA
9 2.5 a 2.5 a 2.5 a 2.2 b 1.8 c
10 3.2 a 3 b 2.9 c 2.5 d 2.3 e
11 3.3 a 3.5 a 3.3 c 2.9 d 2.7 e
12 3.5 c 4.0 a 3.8 b 3.4 d 3.2 e
Keterangan: Angka-angka diikuti dengan huruf kecil pada kolum yang sama, masing-masing tidak berbeda nyata menurut DMRT pada taraf nyata 5 %.
Tabel 4. Rata-rata pertumbuhan tunas eksplan aren (cm) pada media MS + + konsentrasi IBA yang berbeda Minggu keKonsentra si BAP 1 2 3 4 5 6 7 8 1 ppm 0 0 0 1 1 1 1 1 2 ppm 0 0 0 1 1 1 1 1 3 ppm 0 0 0 1 1 1 1 1 4 ppm 0 0 0 0 1 1 1 1 5 ppm 0 0 0 0 1 1 1 1
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) seperti auksin dan sitokinin memegang peranan yang sangat menonjol dalam perbanyakan tanaman secara in vitro. Hasil penelitian Neto et al. (2009) telah berhasil menginduksi akar secara in vitro pada tanaman Bexa orellana dengan menggunakan IBA dengan konsentrasi 5 µM. Auksin (seperti IBA) berperan dalam mendorong perpanjangan sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan xilem dan floem, pembentukan akar adventif, dan dominansi apikal. Hal ini sejalan dengan pendapat Istika (2009) bahwa efek dari zat pengatur tumbuh dalam tanaman merupakan fungsi dari keseimbangan zat tersebut akan mengatur pertumbuhan pada fase tertentu.
216
Hasil penelitian Ardiana dan Fitrianingsih (2010) bahwa pemberian IBA 2 ppm pada media MS menghasilkan persentase tunas berakar tertinggi (35 %) dan planlet memiliki akar yang vigor.
KESIMPULAN Konsentrasi IBA berpengaruh terhadap rata-rata pertumbuhan eksplan (cm) pada media MS + konsentrasi IBA yang berbeda. Konsentrasi yang baik untuk pembentukan akar eksplan aren adalah 2 mg L-1 IBA.
Pengaruh indole butiric acid (IBA) terhadap pembentukan akar pada tanaman aren
DAFTAR PUSTAKA Ardiana, DW. dan I. Fitrianingsih. 2010. Teknik Kultur Jaringan Tunas Pepaya dengan Menggunakan Beberapa Konsentrasi IBA. J. Buletin Teknologi Pertanian. 15 (2). 52-55. Gunawan LW. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Lab Kultur jaringan tanaman. PAU Bioteknologi IPB. Bogor. 244 hal. Konan, EK., J.Y. Kouadio, A. Flori, TD. Gasselin and A. Rival. 2007. Evidence for an Interaction (Elaeis guineensis Jacq.) Somatic Embryoderived Plantlets. In vitro Cell. Dev. Biol Plant J. 43(456-466). Mujahidin, Sutrisno, D. Latifah. T. Handayani. L.A. Fidjrianto. 2003. Aren, Budidaya dan Prospeknya. Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Bogor. 35 hal. Munir, F. , S. J. Bhore, and F. H. Shah. 2008. Micropropagation of Elaeis guiinensis Jacq. Dura; Comparison of Three Basal Media for Efficient Regeneration. Indian J. of Exp. Biol. (45) 79-42 Neto, VBP., LB. Reis, FL.Figer, RS. Beros, CR.Corvalho and W.C.Otoni. 2009. Involvement of Ethylene in the Rooting of Seedling Shoot Culture of Bexa orellana.
In vitro Cell.
Riyadi, I., dan J. S. Tahardi. 2009. Perbanyakan in nitro Tanaman Kina (Cinchona ledgeriana Moens) melalui Tunas Aksilar dan Apikal. J. Menara Perkebunan 77 (I): 36-46. Roy, S.K., S.A.L. Rahman dan R. Majumdar. 1990. Invitro Propagation of Jackfruit (Artocarpus heterophyllus Lam.). J. of Hort. Sci. 65:355-358. Teo, C.K.H. dan L.K. Chan. 1994. The Effect of Agar Contents, Nutrient Concentration, Genotype and Light Intensity on the In Vitro Rooting of Papaya Microcuttings. J. of Hort. Sci. 69: 267-273. Triatminingsih, Fitrianingsih RI, Sinaga EB, Wahyuni D. 2001. Pengaruh Beberapa Level Konsentrasi IBA dan Perlakuan Penyinaran terhadap Perakaran Plantlet Manggis secara in vitro. J Hort. 1(14):232236. Wattimena GA, Gunawan LW, Matjik NA, Syamsudin E, Armini NMA, Ernawati A. 1992. Bioteknologi Tanaman. Laboratorium Kultur Jaringan. PAU. IPB. 309 hal. Widyawati, N., Tohari, P. Yudono, dan I. Soenardi. 2009.Permeabilitas dan Perkecambahan Benih Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.). J. Agron. Indonesia 37 (2): 152-158.
Dev. Biol Plant J. 44 (693-700). Rama, P. dan A. Pontikis. 1990. Invitro Propagation of Olive (Olea europea sativa L.) Kalamon. J. of Hort. Sci. 65: 347-353
217