PENGARUH KOMUNIKASI, INFORMASI, EDUKASI (KIE) TBC PADA MASYARAKAT TERHADAP PENGETAHUAN DETEKSI DINI PENYAKIT TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEYEGAN I Putu Agus Sutresna1, Mohamad Judha2, Theresia Puspitawati3 INTISARI Latar Belakang : Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu permasalahan di Indonesia. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdeteksi dengan prevalensi 1,6%, yang tersebar di hampir seluruh Kabupaten. Kabupaten Sleman, pada triwulan 1 sampai 3 tahun 2011 penemuan BTA positif sebanyak 163 kasus, dengan suspek 3.297 dan terbanyak terjadi di wilayah kerja Puskesmas Seyegan dengan hasil penemuan BTA positif sebanyak 13 kasus dengan suspek 192 Paradigma pembangunan kesehatan dalam menurunkan angka kejadian Tuberkulosis (TBC) yaitu mengutamakan upaya-upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya rehabilitatif. Kurangnya informasi kesehatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya pengetahuan dan perilaku hidup sehat . Tujuan Penelitian : Mengetahui pengaruh Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) TBC pada masyarakat terhadap pengetahuan deteksi dini penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Seyegan. Metode Penelitian : Penelitian ini termasuk desain pre-eksperimen, dengan menggunakan rancangan One-group Pre-test Post-test Design. Populasi adalah masyarakat Dusun Druju Kelurahan Margodadi Kecamatan Seyegan Sleman Yogyakarta. Sampel (n) penelitian ini adalah 88 kepala keluarga dengan teknik sampling yang digunakan adalah random sampling. Alat pengukuran data menggunakan kuesioner, waktu penelitian dilakukan pada bulan April 2012. Analisis yang digunakan adalah t-test. Hasil : Tingkat pengetahuan responden sebelum diberikan KIE TBC dengan kategori kurang sebanyak 4,5%, sedangkan setelah diberikan KIE TBC kategori kurang sebanyak 0%. Tingkat pengetahuan responden sebelum diberikan KIE TBC dengan kategori cukup sebanyak 69,3%, sedangkan setelah diberikan KIE TBC kategori cukup sebanyak 28,4%. Tingkat pengetahuan responden sebelum diberikan KIE TBC dengan kategori baik sebanyak 26,1%, sedangkan setelah diberikan KIE TBC kategori baik sebanyak 71,6%. Nilai mean pre-test 20,74 dan nilai post- test 23,8. Nilai t-test sebesar -15.248, dengan sig yaitu 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p < 0,05 berarti bahwa ada pengaruh Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) TBC pada masyarakat terhadap pengetahuan deteksi dini penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012. Kesimpulan : Ada pengaruh Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) TBC pada masyarakat terhadap pengetahuan deteksi dini penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012 Kata Kunci : KIE, Pengetahuan, TBC 1. 2. 3.
Mahasiswa S1 Keperawtan Respati Yogyakarta Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas RespatiYogyakarta Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati yogyakarta
EFFECT OF INFORMATION, EDUCATION, COMMUNICATION (IEC) ON TUBERCULOSI (TBC) IN THE COMMUNITY TO KNOWLEDGE OF EARLY DETECTION OF TBC AT WORKING AREA OF PUSKESMAS SEYEGAN I Putu Agus Sutresna1, Mohamad Judha2, Theresia Puspitawati3 ABSTRACT Background: TBC is a health problem in Indonesia. The prevalence of TBC in the Province of Yogyakarta Special Territory is l.60% spread out nearly all districts. At District of Sleman there were 163 cases of positive acid fast bacillus detection within the first three quarters of 2011, with as many as 3,297 suspects and the highest was found at the working area of Puskesmas Seyegan whereby there were 13 cases of positive acid fast bacillus detection with as many as 192 suspects. Paradigm of health development in reducing incidence rate of TBC is focusing on promotion and preventive efforts without disregarding rehabilitative efforts. Lack of health information is a factor affecting knowledge and healthy living behavior. Objective: To identify effect of IEC on TBC in the community to knowledge early detection of TBC at the working area of Puskesmas Seyegan Method: The study was pre experiment that used one group pre-test post-test design. Population was the community at Druju, Margodadi, Subdistrict of Seyegan Sleman Yogyakarta. Samples (n) were 88 heads of the family that were chosen randomly. Data were obtained from questionnaire. The study was undertaken in April 2012. Result: Knowledge of respondents before TBC IEC that belonged to good was 26.1% and after TBC IEC became 71.6%. There was decrease in percentage of inadequate and moderate knowledge because there was increase in good knowledge after TBC IEC, With the value t-test that is -15.248 with sig 0.000 or <0,05. The result showed there was effect of TBC IEC in the community to knowledge on early detection of TBC at the working area of Puskesmas Seyegan in 20l2. Conclusion: There was effect of TBC IEC in the community to knowledge on early detection of TBC at the working area of Puskesmas in 2012. Keywords: knowledge, tuberculosis, early detection, communication, information education.
1. 2. 3.
The student Faculty of Health Sciences Respati University Yogyakarta The lecturer Faculty of Health Sciences Respati University Yogyakarta The lecturer Faculty of Health Sciences Respati University Yogyakarta
PENDAHULUAN 1.Latar Belakang Kesehatan adalah hak azasi manusia dan sekaligus merupakan investasi sumberdaya manusia serta memberi kontribusi yang besar untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Oleh karena itu, menjadi suatu keharusan bagi semua pihak untuk memelihara, meningkatkan, melindungi kesehatan dan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini sesuai dengan paradigma sehat Indonesia (Depkes RI, 2005) Paradigma sehat digunakan sebagai paradigma pembangunan kesehatan. Dengan paradigma ini berarti pembangunan kesehatan harus mengutamakan upaya-upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Dengan demikian program promosi kesehatan mendapat tempat yang sangat penting dalam pembangunan kesehatan. (Depkes RI, 2005) Menurut Bappenas kurangnya informasi kesehatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya pengetahuan dan perilaku hidup sehat. Peningkatan Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit adalah salah satu program Bappenas dalam program pencegahan dan pemberantasan penyakit dengan tujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian, kecacatan akibat penyakit menular dan penyakit tidak menular. (BAPPENAS, 2004) Pembangunan sumber daya manusia tidak lepas dari upaya kesehatan khususnya upaya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dari penyakit Tuberkulosis (TBC). Oleh karena itu, banyak upaya-upaya meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yaitu meningkatkan pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani dalam pengendalian TBC, menjamin ketersediaan pelayanan TBC yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan, menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya pengendalian TBC, menciptakan
tata
kelola
program
TBC
yang
baik,
hal
ini
sesuai
dengan
PERMENKES
No
565/MENKES/PER/III/2011 strategi nasional pengendalian tuberkolosis 2011-2014. Tujuan dari PERMENKES tersebut menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TBC dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sasaran strategi nasional pengendalian TBC ini mengacu pada rencana strategis kementerian kesehatan dari 2010 sampai dengan tahun 2014 yaitu menurunkan prevalensi TBC dari 235 per 100.000 penduduk menjadi 224 per 100.000 penduduk.(Menkes RI, 2011) Menurut WHO diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5 juta kasus baru TB, dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TBC tertinggi didunia. Estimasi prevalensi TBC semua kasus adalah sebesar 660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TBC diperkirakan 61.000 kematian per tahunnya. (Menkes RI, 2005) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdeteksi dengan prevalensi 1,6%, yang tersebar di hampir seluruh Kabupaten. Menurut Dinkes Kabupaten Sleman, pada triwulan 1 sampai 3 tahun 2011 penemuan BTA positif sebanyak 163 kasus, dengan suspek 3.297. Dari data penemuan tersebut, penemuan suspek dan TBC BTA positif yang terbanyak terjadi di wilayah kerja Puskesmas Seyegan dengan hasil penemuan BTA positif sebanyak 13 kasus dengan suspek 192. Di bandingkan dengan wilayah kerja Puskesmas Sleman dan Mlati I yang hanya terjadi 6
kasus BTA positif. Dari data penderita penyakit tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Seyegan ternyata angka kejadian TBC masih tinggi dengan angka kejadian kasus TBC sebanyak 13 dengan suspek 192 orang, dibadingkan dengan wilayah kerja Puskesmas Sleman dan Mlati I yang hanya terjadi 6 kasus pada tahun 2011.(Dinkes Sleman, 2011). Kejadian terbanyak terjadi di Dusun Druju dengan kejadian kasus 3 orang. (Puskesmas Seyegan, 2011) Menurut Notoatmodjo (2007 ) pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Pengetahuan merupakan salah satu faktor pengaruhi sikap dan prilaku kesehatan, pengetahuan penderita TBC yang kurang tentang deteksi dini, cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhirnya, berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya. (Prabu, Putra 2008)
2. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas, maka permasalahanya bagaimana pengaruh Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) TBC pada masyarakat terhadap pengetahuan deteksi dini penyakit TBC wilayah kerja Puskesmas Seyegan ?
3. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) TBC pada masyarakat terhadap pengetahuan deteksi dini penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya tingkat pengetahuan masyarakat tentang TBC sebelum diberikan KIE TBC b. Diketahuinya tingkat pengetahuan masyarakat tentang deteksi dini penyakit TBC sebelum Diberikan KIE c. Diketahuinya tingkat pengetahuan masyarakat tentang TBC setelah diberikan KIE TBC d. Diketahuinya tingkat pengetahuan masyarakat tentang deteksi dini penyakit TBC setelah diberikan KIE TBC
4. Manfaat a. Manfaat Teoritis Manfaat penelitian ini diharapkan berguna dalam strategi pendidikan kesehatan pada masyarakat dan diharapkan juga penelitian ini dapat menjadi acuan dalam referensi ilmiah, khususnya bagi mahasiswa Keperawatan Respati Yogyakarta. b. Manfaat Praktis 1). Bagi UNRIYO Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber bahan referensi di perpustakaan Universitas Respati Yogyakarta bagi mahasiswa kesehatan, tentang pengaruh Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) terhadap pengetahuan, khususnya pengetahuan tentang deteksi dini TBC. 2). Bagi Puskesmas Seyegan Diharapkan dari hasil penelitian ini dimana kegiatan- kegiatan pendidikan kesehatan ditingkatkan demi mencegah dan membrantas penyakit menular dan tidak menular yang ada di masyarakat
3). Bagi Masyarakat di Tempat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan masyarakat mendapatkan pengetahuan tentang penyakit TBC dan cara mendeteksi dini, di mana Masyarakat dapat secara dini menindak lanjuti bila terjadi kasus TBC. 4). Bagi Peneliti Lain Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber bahan bagi peneliti lain khususnya dalam penelitian TBC bagi mahasiswa keperawatan ataupun mahasiswa kesehatan dan dapat mengembangkan untuk penelitian ini.
METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini termasuk desain pre-eksperimen, dengan menggunakan rancangan One-group Pre-test-post test Design. Penelitian ini mengungkapkan Pengaruh dari Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) TBC pada masyarakat terhadap deteksi dini penyakit TBC. Sebelum diberikan KIE TBC kepada subyek diobservasi terlebih dahulu, kemudian diobservasi lagi setelah diberikan KIE TBC.
2.Waktu Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pengambilan data pada tanggal 1 April 2012 dengan tempat penelitian di Dusun Druju wilayah kerja Puskesmas Seyegan
3.Populasi dan Sampel Populasi dari penelitian ini adalah seluruh Kepala Keluarga di Dusun Druju yang berada di wilayah kerja Puskesmas Seyegan. Alasan Peneliti mengambil kepala keluarga sebagai populasi, karena dalam keluarga orang yang mengambil keputusan adalah kepala keluarga. Kepala keluarga di Dusun Druju berjumlah 113 Kepala Keluarga. Penelitian ini mengambil sampelnya dengan menggunakan Random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak, dan dilakukan dengan seling satu rumah, dimana dari total populasi diambil seling satu rumah untuk menjadi responden. Setelah menentukan sampel diberikan undangan untuk menghadiri penyuluhan. Jumlah sampel pun ditentukan berdasarkan rumus “slovin”, Setelah dihitung mengunakan rumus, didapatkan jumlah sampel sebanyak 88.
4.Variabel dan Definisi Operasional Penelitian ini mengunakan dua variabel yaitu variabel bebasnya Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) TBC dan variabel terikatnya pengetahuan deteksi dini penyakit TBC. Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) TBC diartikan suatu usaha dalam menyampaikan suatu informasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dengan meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan mengubah sikap dan perilaku. Pengetahuan deteksi dini penyakit TBC diartikan Tingkat pemahaman masyarakat tentang deteksi dini penyakit TBC, dimana peneliti memberikan lembar observasi (kuesioner) untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang deteksi dini penyakit TBC pada saat pre-test dan post-test yang diukur mengunakan 30 butir pertanyaan.
5.Instrumen Penelitian Instrument berjumlah 30 soal. pilihan kuesioner pertanyaan favorable dan
unfavorable, untuk mengetahui
pengetahuan tentang deteksi dini. Sebelum kuesioner dibagikan kepada responden terlebih dahulu dilakukan uji validitas agar instrumen yang digunakan dalam penelitian ini benar-benar valid sebagai alat untuk pengukuran data. Uji validitas dilakukan dengan uji validitas expert. Uji validitas ini dilakukan oleh satu orang ahli Keperawatan Medikal Bedah, Satu orang ahli Manajemen dan satu orang ahli Keperawatan Komunitas.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Karakteristik dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, pernah mendapat informasi TBC dan pernah mencari informasi TBC. Hasil penelitian yang menunjukkan karakteristik responden dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012 No
Karakteristik
F
%
1
Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan
36 52
40.9 59.1
Pendidikan a. Dasar b. Menengah c. Tinggi
12 74 2
13.6 84.1 2.3
Pekerjan a. Kesehatan b. Non kesehatan
6 82
6.8 93.2
Pernah mendapatkan informasi penyakit TBC a. Ya b. Tidak
79 9
89.8 10.2
Pernah mencari informasi penyakit TBC a. Ya b. Tidak
51 37
58.0 42.0
Total
88
100
2
3
4
5
Berdasarkan tabel 4.1 tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan, yaitu sejumlah 52 responden atau 59.1% sedangkan responden yang berjenis kelamin laki-laki yaitu 40.9%. Pendidikan dari respoden yang terbanyak adalah pendidikan menegah yaitu 84.1%. sedangkan pendidikan dasar 12.6% dan yang berpendidikan tinggi sebanyak 2.3%. Dari data tabel 4.1 diketahui sebagian besar responden pernah mendapatkan informasi tentang penyakit tuberkulosis (TBC) sejumlah 79 responden (89.8%) dan dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang pernah mencari informasi tentang penyakit tuberkulosis (TBC) sejumlah 51 responden (58.0%).
Tabel 4.2. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Variabel Pengetahuan
KS-test Pre-test 1.176 (sig. p = 0.126)
1.273
Keterangan Post-test (sig.p = 0.078)
sig. p > 0,05 ; Normal
Sumber : Data primer Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa hasil uji normalitas data menggunakan KolmogorovSmirnov test menunjukkan nilai p lebih besar dari 5%, maka dapat disimpulkan bahwa variabel pengetahuan untuk data pre-test maupun post-test memiliki sebaran data normal sehingga pengujian selanjutnya menggunakan uji t-test. Tabel 4.3. Distribusi frekuensi pre-test pengetahuan deteksi dini penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012 No.
Pengetahuan
Frekuensi
Persentase
1
Kurang
4
4.5
2
Cukup
61
69.3
3
Baik
23
26.1
88
100
Jumlah Sumber : Data primer
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa pengetahuan deteksi dini penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012 sebelum diberikan Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) TBC sebagian besar termasuk dalam kategori cukup, yaitu sejumlah 61 responden atau 69.3%, diikuti oleh responden yang memiliki pengetahuan dalam kategori baik sebanyak 23 responden atau (26.1%) dan yang paling sedikit adalah responden yang memiliki pengetahuan dalam kategori kurang sebanyak 4 responden (4.5%). Tabel 4.4. Distribusi frekuensi post-test pengetahuan deteksi dini penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012 No. 1 2 3
Pengetahuan Kurang Cukup Baik Jumlah Sumber : Data primer
Frekuensi 0 25 63 88
Persentase 0 28.4 71.6 100
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pengetahuan deteksi dini penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012 setelah diberikan Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) TBC sebagian besar termasuk dalam kategori baik, yaitu sejumlah 63 responden
atau 71.6%, diikuti oleh responden yang
memiliki pengetahuan dalam kategori cukup sebanyak 25 responden atau (28.4%) dan tidak ada responden yang termasuk pada kategori kurang.
Tabel 4.5 Hasil uji t kelompok pre test terhadap post test pengetahuan pengetahuan deteksi dini penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012 Perlakuan
Mean
N
t-test
df
sig
Pre-test
20.74
88
-15.248
87
0.000
Post-test
23.58
88
Sumber : Data Primer Nilai t-test sebesar -15.248, dengan sig yaitu 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p < 0,05 berarti bahwa ada pengaruh Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) TBC pada masyarakat terhadap pengetahuan deteksi dini penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012.
2. PEMBAHASAN a. Pengetahuan deteksi dini penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012 sebelum diberikan Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) TBC. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat pengetahuan sebelum dilakukan perlakuan, terlihat bahwa sebanyak 61 responden atau 69.3% termasuk dalam kategori tingkat pengetahuan cukup, 23 responden atau 26.1% termasuk dalam kategori tingkat pengetahuan baik dan sebanyak 4 responden (4.5%) termasuk pada kategori tingkat pengetahuan kurang. Dari hasil tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012 memiliki pengetahuan yang cukup mengenai deteksi dini penyakit TBC. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dari 88 responden hanya terdapat 4 responden (4.5%) memiliki tingkat pengetahuan kurang, hal ini disebabkan oleh sebelum peneliti melakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pernah dilakukan pendidikan kesehatan terhadap masyarakat di Puskesmas Seyegan sehingga mereka telah memiliki gambaran tentang pengertian TBC, cara penularan, tanda dan gejala serta deteksi dini. Temuan di atas sesuai dengan pendapat dari Sutanta (2003) yang menyatakan bahwa adanya informasi akan menambah pengetahuan bagi penerima yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan yang mendukung proses pengambilan keputusan. Tingkat pengetahuan yang dimiliki juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masing-masing responden. Sebagaimana diketahui bahwa dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat adalah mereka yang berpendidikan menengah. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa responden dalam penelitian ini banyak yang memiliki pendidikan menengah dengan frekuensi 74 atau 84.1% dengan tingkat pengetahuan yang menunjukan hasil cukup yang tebanyak. Pekerjaan atau profesi responden yang banyak berhubungan dengan masyarakat memungkinkan kesempatan untuk memperoleh informasi semakin banyak pula. Hal ini sesuai dengan penjelasan Lukman dalam Notoatmodjo (2003), yaitu ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, diantaranya usia, lingkungan, sosial budaya, informasi, pengalaman, tingkat pendidikan serta intelegensi. Pada responden yang tingkat pengetahuannya kurang disebabkan oleh adanya berbagai permasalahan, misalnya kurangnya informasi, tingkat pendidikan yang masih rendah, mereka
belum memahami apa itu penyakit tuberculosis (TBC), bagaimana pencegahannya, apa penyebabnya. Untuk itu perlu diadakannya suatu pendidikan kesehatan agar masyarakat mendapatkan informasi yang tepat. b.
Pengetahuan deteksi dini penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012 setelah diberikan Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) TBC. Tingkat pengetahuan setelah diberikan Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) TBC sebagian besar termasuk dalam kategori baik, yaitu sejumlah 63 responden atau 71.6%, diikuti oleh responden yang memiliki pengetahuan dalam kategori cukup sebanyak 25 responden atau (28.4%) dan tidak ada responden yang termasuk pada kategori kurang. Dengan kata lain dari hasil tersebut mencerminkan adanya peningkatan pengetahuan dari masyarakat mengenai deteksi dini penyakit TBC setelah adanya pendidikan kesehatan. Sebagaimana menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan suatu bentuk tahu yang diperoleh dari pengalaman, perasaan, akal, pikiran dan intuisnya setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi apabila seseorang telah melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Hasil penelitian ini sesuai diungkapkan Rina (2007) dalam konteks lain, dari hasil penelitian menurut Rina (2007) mengungkapan bahwa pendidikan kesehatan sangat penting untuk meningkatkan tingkat pengetahuan dan sikap lansia tentang demensia. Peningkatan post-test ini karena responden diberi perlakuan berupa pendidikan kesehatan yang menjelaskan secara lebih rinci tentang dimensia dibandingkan dengan sumber informasi yang diperoleh responden sebelumnya. Adanya peningkatan terhadap responden yang memiliki pengetahuan pada kategori baik membuktikan bahwa pemberian Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) TBC dengan metode ceramah dan tanya jawab ternyata dapat diterima oleh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan dapat diketahui atau diukur dengan tingkatantingkatan pengetahuan. Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) TBC disini merupakan kegiatan belajar yang membentuk pengetahuan bagi masyarakat, kegiatan ini tentunya mempunyai tiga persoalan penting yang harus diperhatikan yaitu masuk, proses dan keluar. Dalam hal ini pendidikan kesehatan telah lebih dahulu membentuk pengetahuan kemudian pengetahuan ini menjadi faktor penyebab terbentuknya suatu sikap sehingga masyarakat memiliki pengetahuan yang tinggi diharapkan mempunyai sikap yang pada akhirnya akan mempengaruhi untuk melakukan kegiatan yang baik dalam hal ini perilaku deteksi dini penyakit TBC. Apabila pengetahuan seseorang tinggi maka akan sendirinya sikap akan terbentuk dengan baik. Hal ini disebabkan pendidikan kesehatan akan menimbulkan adanya pengetahuan yang menjadi faktor penyebab terbentuknya suatu sikap sehingga bila seseorang memiliki pengetahuan yang tinggi diharapkan mempunyai sikap yang baik pula. Hal di atas sejalan dengan Susilo (2011) yang menyatakan bahwa keuntungan metode ceramah adalah banyak orang mendengarkan, dapat diterima sasaran yang tidak dapat membaca, mudah dilaksanakan, mudah mengorganisasikan, mudah mempersiapkan. Kerugiannya tidak memberikan
kesempatan sasaran aktif, pesan yang diberikan mudah lupa, diberikan hanya satu kali, sering timbul salah pengertian bila sasaran kurang memperhatikan. Berdasarkan uraian diatas dijelaskan bahwa pengetahuan seseorang akan mempengaruhi sikap, sikap ini lahir sebagai suatu respon. Respon ini menentukan ketika orang dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya reaksi balik dari individu. Biasanya sikap ini hadir secara sadar oleh proses evaluasi terhadap respon dalam nilai baik dan buruk. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil tau dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Penginderaan yang baik akan meningkatkan pemahaman terhadap suatu objek atau informasi. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar. Meskipun responden pernah mendapatkan informasi mengenai deteksi dini penyakit TBC, namun jika responden tersebut tidak melakukan penginderaan atau tidak memperhatikan saat informasi dijelaskan maka mengakibatkan pemahaman yang kurang, sehingga pada saat pengisian kuesioner responden akan lupa dengan informasi yang pernah mereka dapatkan sebelumnya. Dalam faktor ekonomi dijelaskan bahwa faktor dari lingkungan sosial dan ekonomi akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang. Berhubungan dengan lingkungan sosial dan masyarakat yang beranekaragam dengan latar belakang yang berbeda pada mungkin adanya pertambahan pengetahuan dan pertukaran informasi secara tidak langsung kepada individu yang bersangkutan. c.
Pengaruh Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) TBC pada masyarakat terhadap pengetahuan deteksi dini penyakit TBC di wilayah kerja Pengujian terhadap tingkat pengetahuan disimpulkan bahwa ada pengaruh
Komunikasi,
Informasi, Edukasi (KIE) TBC pada masyarakat terhadap pengetahuan deteksi dini penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012, dimana nilai rata-rata post-test lebih tinggi jika dibandingkan nilai pre-test (23.58 > 20.74). Hasil pengujian paired t test sebesar -15.248 dengan sig 0.00 yang berarti bahwa ada pengaruh Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) TBC pada masyarakat terhadap pengetahuan deteksi dini penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012. Adanya pengaruh Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) TBC terhadap peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai deteksi dini penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012 sehingga menunjukkan adanya keberhasilan dalam pemberian Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) TBC. Berdasarkan kondisi tersebut, mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai deteksi dini penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012 setelah dilakukannya pendidikan kesehatan. Dengan kata lain bahwa setelah orang belajar dan atau mendapatkan pendidikan, pengetahuan, sikap dan perilaku orang tersebut akan mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Sebagaimana menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan dasar untuk terbentuknya tindakan seseorang karena berdasarkan pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Selain itu, adanya peningkatan pengetahuan yang baik mengenai deteksi dini penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012 tersebut, juga dimungkinkan karena adanya interaksi sosial dan pengalaman dari teman, tetangga atau keluarga terdekatnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Notoatmodjo (2003), bahwa dalam masyarakat pengetahuan seseorang dipengaruhi beberapa faktor antara lain : sosial ekonomi, kultur (budaya, agama), pendidikan dan pengalaman. Lebih lanjut, menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (ovent behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Dengan kata lain sikap dapat diubah dengan strategi persuasi yaitu dengan memasukkan ide, pikiran, pendapat dan bahkan fakta baru melalui pesan yang disampaikan dengan cara komunikatif. Sikap secara nyata yang menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu merupakan reaksi tertutup bukan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sehingga dengan adanya pendidikan kesehatan, mampu meningkatkan pengetahuan yang berakibat pada berubahnya sikap dan perilaku masyarakat mengenai deteksi dini penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012. Temuan dari hasil penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Fadlul (2000) meskipun dalam ruang lingkup yang berbeda yang menyimpulkan bahwa faktor risiko yang mempengaruhi kesembuhan penyakit tuberkulosis setelah pengobatan jangka pendek (6 bulan) di Kabupaten Sumba Timur Provinsi NTT adalah jarak rumah penderita dengan puskesmas, Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) oleh petugas puskesmas, frekuensi pengambilan obat, dosis harian obat anti tuberkulosis pengawasan dirumah, frekuensi minum obat, penyakit yang menyertai dan gejala samping obat anti Tuberkulosis. d.
Keterbatasan Penelitian
1) Kurang adanya kelompok kontrol antara yang pernah mendapatkan informasi kesetahan tentang TBC dan yang tidak pernah mendapatkan informasi tentang TBC
KESIMPULAN DAN SARAN 1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai pengaruh Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) TBC pada masyarakat terhadap pengetahuan deteksi dini penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a.
Tingkat pengetahuan masyarakat tentang deteksi dini penyakit TBC sebelum diberikan KIE TBC adalah cukup (69.3%).
b.
Tingkat pengetahuan masyarakat tentang deteksi dini penyakit TBC setelah diberikan KIE TBC adalah baik (71.6%).
c.
Ada pengaruh komunikasi, informasi, edukasi (KIE) TBC pada masyarakat terhadap pengetahuan deteksi dini penyakit TBC di wilayah kerja Puskesmas Seyegan pada tahun 2012 yang dibuktikan dengan nilai ttest sebesar -15.248, dengan sig yaitu 0,000 (p < 0,05).
2.
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : a.
Bagi UNRIYO Sebaiknya hasil penelitian dijadikan sebagai acuan dimana sekolah kesehatan ikut bertindak dalam melibatkan mahasiswanya dalam kegiatan-kegiatan penyuluhan kesehatan bagi masyarakat.
b.
Bagi Puskesmas Seyegan Agar dilakukan kegiatan pendidikan kesehatan secara kontinyu demi mencegah dan membrantas penyakit menular dan tidak menular yang ada di masyarakat.
c.
Bagi Masyarakat Agar masyarakat lebih mencari informasi tentang penyakit menular atau tidak menular karena jika kita mengetahui secara dini, kita dapat mengobati sebelum terjadi keparahan.
d.
Bagi Peneliti Lain Hasil dari penelitian ini diharapkan agar dikembangkan, dari yang hanya mengambil pengetahuan kedepanya agar bisa mengambil pengaruh dari KIE terhadap Sikap Masyarakat atau Prilaku Masyarakat. Diharapkan agar menambahkan kelompok kontrol dalam mengembangkan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Bappenas, (2004) Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Layanan Kesehatan yang Lebih Berkualitas. : Jakarta Depkes RI, (2005). Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan. Jakarta Depkes RI, (2005). Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan . Jakarta Dinkes Sleman, (2011). Evaluasi Program Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis (TB) di Kabupaten Sleman. Yogyakarta Fadlul. (2000). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesembuhan Penderita Tuberkulosis Setelah Pengobatan Jangka Pendek (6bulan) di Kabupaten Sumba Timur Provinsi NTT. Skripsi. UGM. Yogyakarta Menkes RI (2011). Strategi Nasional Pengendalian TB Di Indonesia Tahun 2011-2014. Jakarta Notoatmodjo, Soekidjo, (2007). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Prabu, Putra. (2008) Internet. Faktor Resiko TBC. http://putraprabu.wordpress.com/2008/12/24/faktorresiko-tbc (Diakses 24 Desember 2011) Puskesmas Seyegan, (2011) . Data Pasien Penderita TB Tahun 2011 Rina, Husnia (2007). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Lansia Terhadap Demesia di Panti Wredha Wening Wardono Ungaran .Skripsi. UNDIP : Semarang Susilo, Rahmat. (2011). Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Yoyakarta : Nuha Medika Sutanta, Edhy. (2003). Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta : Graha Ilmu