PENGARUH KOMPETENSI ANGGOTA DPRK DAN APARATUR PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI Faisal, SE.M.Si.Ak Dosen Jurusan Tata Niaga Politeknik Negeri Lhokseumawe
ABSTRAK Perubahan paradigma di pemerintah daerah terhadap sistem akuntansi sektor publik serta untuk mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik (good government) maka perlu sebuah strategi dan acuan yang jelas dari manajemen. Untuk mengembangkan ini, diperlukan kemampuan dan kompetensi dari anggota DPRK dan aparatur pemerintah daerah sebagai penyelenggara pemerintahan di daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kompetensi anggota DPRK dan kompetnsi aparatur pemerintah daerah terhadap pemahaman dan pelaksanaan sistem informasi akuntansi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif untuk menjelaskan survey terhadap 30 responden sebagai populasi penelitian. Tehnik pengumpulan data yang digunakan melalui kuesioner dan wawancara langsung dengan responden di lapangan dan metode analisis yang digunakan yaitu Path Analisis. Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Juli 2010 sampai dengan Desember 2010. Hasil penelitian menyebutkan bahwa kompetensi anggota DPRK dan aparatur pemerintah daerah baik secara parsial maupun secara simultan berpengaruh terhadap pelaksanaan sistem informasi akuntansi.
Keywords: Kompetensi, Sistem Informasi Akuntansi, good governance
2
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Penelitian Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan
pelayanan publik (public service) dan memajukan perekonomian daerah. Namun pencapaian tujuan tersebut memerlukan persyaratan tertentu dan juga memerlukan penjabaran operasional lebih lanjut. Persyaratan yang harus ada antara lain terciptanya kehidupan berdemokrasi yang baik, tegaknya supremasi hukum, penataan ulang pemerintahan (reinventing government), dan penguatan sumberdaya manusia (human resources) yang harus dipandang sebagai intellectual asset yang penting. Sedangkan dalam
penjabaran
operasionalnya
dibutuhkan
reformasi
seperangkat
sistem
administrasi publik yang terpadu dan terintegral yang meliputi reformasi anggaran, sistem informasi akuntansi, audit dan reformasi kelembagaan (reformasi birokrasi). Setidaknya dari 3 hal diatas tadi yaitu reformasi anggaran, sistem informasi akuntansi serta audit dan reformasi kelembagaan, maka bidang akuntansi dapat berperan dengan baik. Tantangan untuk merealisasikan tujuan di atas sangatlah berat, mengingat perilaku usaha dan pelayanan publik yang dilakukan pemerintah selama kurun waktu yang sangat panjang telah tercemar dengan berbagai bentuk tindakan, kegiatan, dan modus usaha yang tidak sehat yang bermuara pada praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Kenyataan diatas memunculkan masalah bahwa masih harus lebih banyak perhatian diberikan pada penelitian mengenai praktek akuntansi pemerintah atau akuntansi sektor publik di Indonesia. Hasil penelitian mutakhir mengenai akuntansi sektor publik indonesia menyatakan bahwa ada kesenjangan informasi di bidangbidang yang sangat penting yang akan mempengaruhi keberhasilan manajemen sumberdaya pemerintah di tingkat kabupaten/kota, (Mardiasmo, 1999). Sedangkan literatur yang ada mengenai keuangan pemerintah indonesia membahas lebih banyak tentang pemerintah pusat dengan tidak menggali potensi provinsi dan kabupaten/kota.
3
Begitu juga kondisi yang terjadi di Aceh khususnya di Kota Lhokseumawe yang merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara. Semenjak di sahkannya UU No 11 tentang Pemerintahan Aceh dan Peraturan Pemerintah tentang Partai Lokal di Aceh dalam pemilu legisltaif, maka telah terjadi perubahan dalam peta politik di Aceh, baik terhadap pemahaman peraturan maupun terhadap sebuah kebijakan yang akan dijalankan. Maka berdasarkan hal itulah perlu berikan sebuah pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya akuntansi sektor publik dan fungsi anggaran (budgeting) sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) masingmasing baik di pihak eksekutif maupun legislatif. Oleh karena demikian kami ingin meneliti tentang “Pengaruh Kompetensi Anggota DPRK dan Aparatur Pemerintah Daerah Terhadap Pelaksanaan Sistem Informasi Akuntansi” 1.2. Perumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.
Apakah kompetensi anggota DPRK berpengaruh secara parsial terhadap pelaksanaan sistem informasi akuntansi.
2.
Apakah kompetensi aparatur pemerintah daerah berpengaruh secara parsial terhadap pelaksanaan sistem informasi akuntansi.
3.
Apakah kompetensi anggota DPRK dan kompetensi aparatur pemerintah daerah berpengaruh secara bersama-sama terhadap pelaksanaan sistem informasi akuntansi.
1.3.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui sejauhmana pengaruh kompetensi anggota DPRK terhadap sistem informasi akuntansi. 2. Untuk mengetahui sejauhmana pengaruh kompetensi aparatur pemerintah terhadap sistem informasi akuntansi. 3. Untuk mengetahui sejauhmana pengaruh antara kompetensi anggota DPRK dan aparatur pemerintah terhadap pelaksanaan sistem informasi akuntansi.
4
1.4.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yaitu : 1. Dapat digunakan sebagai dasar dalam mengukur dan menilai tingkat kompetensi anggota DPRK dan aparatur pemerintah dalam pelaksanaan sistem informasi akuntansi dan anggaran di pemerintahan. 2. Dapat digunakan dalam melakukan pertimbangan untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada anggota DPRK dan aparatur pemerintah tentang sistem informasi akuntansi di sektor publik.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
2.1. Akuntabilitas Publik dan Transparansi. Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat maupun daerah. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003). Pada dasarnya, akuntabilitas adalah pemberian informasi dan pengungkapan (disclosure) atas aktivitas dan kinerja finansial kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Schiavo-Campo and Tomasi, 1999). Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus dapat menjadi subyek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hakhak publik yaitu hak untuk tahu, hak untuk diberi informasi, dan hak untuk didengar aspirasinya. Dimensi akuntabilitas publik meliputi akuntabilitas hukum dan kejujuran, akuntabilitas manajerial, akuntabilitas program, akuntabilitas kebijakan, dan akuntabilitas finansial. Akuntabilitas manajerial merupakan bagian terpenting untuk menciptakan kredibilitas manajemen pemerintah daerah. Tidak dipenuhinya prinsip pertanggungjawaban dapat menimbulkan implikasi yang luas. Jika masyarakat menilai
5
pemerintah daerah tidak accountable, masyarakat dapat menuntut pergantian pemerintahan, penggantian pejabat, dan sebagainya. Rendahnya tingkat akuntabilitas juga
meningkatkan risiko
berinvestasi dan
mengurangi kemampuan untuk
berkompetisi serta melakukan efisiensi. Manajemen bertanggung jawab kepada masyarakat karena dana yang digunakan dalam penyediaan layanan berasal dari masyarakat baik secara langsung (diperoleh dengan mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri), maupun tidak langsung (melalui mekanisme perimbangan keuangan). Pola pertanggungjawaban pemerintah daerah sekarang ini lebih bersifat horizontal di mana pemerintah daerah bertanggung jawab baik terhadap DPRD maupun pada masyarakat luas (dual horizontal accountability). Namun demikian, pada kenyataannya sebagian besar pemerintah daerah lebih menitikberatkan pertanggungjawabannya kepada DPRD daripada masyarkat luas (Mardiasmo, 2003). Pembuatan laporan keuangan adalah suatu bentuk kebutuhan transparansi yang merupakan syarat pendukung adanya akuntabilitas yang berupa keterbukaan (opennes) pemerintah atas aktivitas pengelolaan sumber daya publik. Transparansi informasi terutama informasi keuangan dan fiskal harus dilakukan dalam bentuk yang relevan dan mudah dipahami (Schiavo-Campo and Tomasi, 1999). Transparansi dapat dilakukan apabila ada kejelasan tugas dan kewenangan, ketersediaan informasi kepada publik, proses penganggaran yang terbuka, dan jaminan integritas dari pihak independen mengenai prakiraan fiskal, informasi, dan penjabarannya (Schiavo-Campo and Tomasi, 1999). Pada saat ini, Pemerintah sudah mempunyai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan.
2.2. Pengertian Akuntansi Sektor Publik. Akuntansi sektor publik merupakan salah satu cabang dari ilmu akuntansi itu sendiri. Oleh karena itu, pengembangan teori akuntansi sektor publik sangat tergantung kepada perkembangan ilmu akuntansi. Akuntansi sektor publik dapat diinterpretasi sebagai bidang studi akuntansi yang secara khusus membahas penggunaan akuntansi di sector publik (Indra Bastian, 2001). Pengembangan akuntansi sektor publik dilakukan untuk memperbaiki praktik yang saat ini dilakukan. 6
Selanjutnya, Glynn (1997) menyatakan bahwa tujuan akuntansi pada organisasi sektor publik adalah memberikan informasi yang diperlukan agar dapat mengelola suatu operasi dan alokasi sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi secara tepat, efisien, dan ekonomis, serta memberikan informasi untuk melaporkan pertanggung-jawaban pelaksanaan pengelolaan tersebut serta melaporkan hasil operasi dan penggunaan dana publik. Dengan demikian, akuntansi sektor publik terkait
dengan
penyediaan
informasi
untuk
pengendalian
manajemen
dan
akuntanbilitas. Di samping itu dalam menentukan pengguna (users) dari akuntansi sector public sangat bervariasi dan beragam, maka mengacu kepada hasil publikasi oleh Drebin et al (1981) dalam laporannya dengan judul objectives of accounting and financial reporting for government units, mengidentifikasikan 10 kelompok pemakai yaitu : 1. tax payers (para pembayar pajak); 2. grantors (para pemberi bantuan); 3. investors (para penanam modal); 4. fee-paying service recipients (para penbayar retribusi); 5. employees (para pegawai); 6. vendors (para pemasok); 7. legislative bodies (badan legislatif); 8. management (manajemen); 9. voters (para pemilih); 10. oversight body (badan pengawas/pemeriksa)
Alasan pemilihan pada kelompok tersebut adalah bahwa para pembayar pajak, pemberi bantuan, investor, dan pembayar retribusi, mereka adalah yang menyediakan sumber keuangan; sedangkan pegawai dan pemasok menyediakan bahan dan tenaga; badan legislatif dan manajemen (eksekutif) yang mengambil keputusan alokasi sumberdaya; dan mereka seluruhnya ada dibawah kendali atau bertanggung jawab kepada para pemilih, badan pemeriksa, dan pemerintah atasan.
7
2.3. Sistem Informasi Akuntansi Sektor Publik Sistem informasi akuntansi dalam sistem perencanaan dan pengendalian sektor publik mempunyai arti dan peran penting terkait pada fungsinya dalam pengukuran dan pengendalian. Dalam fungsi pengukuran, akuntansi melakukan proses pengumpulan, pencatatan realisasi pendapatan dan belanja serta transaksi-transaksi yang terjadi diluar pendapatan dan belanja, serta aktivitas pelaporan. Selanjutnya akan dapat digunakan sebagai pengukur kinerja ekonomis, efisiensi, dan efektivitas pemerintah daerah. Sistem akuntansi yang dirancang secara baik, akan menjamin dilakukannya prinsip stewardship dan accountability dengan baik pula (Jones, 2000:116-117). Disini, peran aparatur pemerintah dan DPRK dalam pertimbangan penyusunan kebijakan fiskal, dalam proses anggaran, dan sampai pada penyelenggaraan akuntansi di sektor publik sangatlah penting. Peran itu menyangkut kapabilitas analisis yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman aparatur pemerintah dan legislatif, terutama di bidang sistem informasi akuntansi dan anggaran (budgeting). Ketiadaan latar belakang dibidang akuntansi dan anggaran akan menyebabkan ketidakmampuan dalam melakukan analisa pelaporan keuangan atau ketidakmampuan dalam memahami laporan akuntansi internal, yang digunakan dalam upaya untuk mengelola pemerintahan yang lebih efektif. Selanjutnya kekurangan tersebut akan berdampak pada fungsi penganggaran dan akuntansi, yaitu pada kemungkinan tidak digunakannya informasi akuntansi di dalam proses anggaran dan di dalam banyak keputusan keuangan lainnya (Cheng, et. al., 2002). Bagaimanapun, unsur manusia dalam proses ini memegang kunci keberhasilan. Pimpinan baik di lembaga legislatif maupun eksekutif akan menjadi pengarah untuk mendayagunakan dan meningkatkan hubungan orang dengan organisasi, menciptakan iklim yang kondusif untuk memotivasi orang dalam bekerja dan bekerja sama secara efektif sehingga tujuan dapat dicapai. Akan lebih baik apabila tujuan orang, organisasi, dan masyarakat dapat menyatu dan saling bersinergi (Davis, et. al., 1998). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sistem informasi akuntansi sektor publik yang terintegral sangat dibutuhkan oleh aparatur pemerintah baik eksekutif maupun legislatif dalam menjalankan tugas dan fungsinya masingmasing
8
2.4. Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1.
H1 : Kompetensi anggota DPRK secara parsial berpengaruh positif terhadap pelaksanaan sistem informasi akuntansi.
2.
H2 :Kompetensi aparatur pemerintah daerah secara parsial berpengaruh positif terhadap pelaksanaan sistem informasi akuntansi.
3.
H3 :Kompetensi anggota DPRK dan aparatur pemerintah daerah secara bersama-sama
berpengaruh
positif
terhadap
pelaksanaan
sistem
informasi akuntansi.
BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dalam bidang Akuntansi Sektor Publik (Public Sector Accounting). Berkaitan dengan tujuannya, penelitian ini termasuk penelitian deskriptif eksplanatori, mengingat penelitian tidak hanya menggambarkan fakta-fakta empiris, tetapi juga bertujuan menjelaskan hubungan antar variabel dan menguji hipotesis (Singarimbun, 1995).
3.2. Paradigma Penelitian Dalam penelitian ini terdapat menggunakan paradigm ganda dengan dua variabel independen dan satu varibel dependen, yaitu : Model paradigma pene;litian X1 r1 r X2
Y r2
9
Keterangan : X1=Kompetensi anggota DPRK (variabel independen) X2= Kompetensi Aparatur Pemerintah Daerah (variabel independen) Y =Sistem Informasi Akuntansi (variabel dependen)
3.3. Populasi Penelitian Populasi sasaran (target population) dalam penelitian ini adalah para Pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Lhokseumawe (Eksekutif) dan unsur anggota DPRK (Legislatif). Unit analisis dalam penelitian ini adalah unsur pejabat (Eksekutif) yang terlibat dalam pembahasan anggaran yaitu Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan unsur panitia anggaran DPRK (Legislatif) di Kota Lhokseumawe.
3.4. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan teknik survei dengan menggunakan instrumen kuesioner, yang diisi oleh responden. Untuk melengkapi data agar komprehensif dan objektif dilengkapi dengan wawancara, dan observasi langsung ke lapangan.
3.4.1. Metode Analisa Data Model penelitian di atas menggambarkan suatu hubungan dimana satu atau lebih variabel (variabel independen) mempengaruhi variabel lainnya (variabel dependen). Oleh karena itu, analisis regresi akan digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini. Pengujian hipotesis 1 dan 2 akan dilakukan dengan pengujian signifikansi individual (uji t) dan pengujian hipotesis 3 akan dilakukan dengan pengujian signifikansi simultan (uji F), modifikasi Harun Al Rasyid (2001). Pengujian-pengujian tersebut didasarkan pada persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + ε
10
3.4.2. Pengujian Hipotesis a) Uji Statistik F Uji ini dilakukan untuk mengethaui signifikansi pengaruh varibel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama (simultan). Untuk menghitung nilai F ini digunakan rumus (Gujarati : 2003) R2 / k - 1 F= (1- R2) / (n-k)
Dimana : R2 adalah koefisien determinasi k adalah jumlah variabel independen n adalah ukuran sampel
b) Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji koefisien determinasi (R2) dilakukan untuk melihat variasi dari varibel independen secara bersama-sama dalam mempengaruhi varibel dependen dengan menggunakan rumus sebagai berikut : JKR R= JKY Dimana : JKR : jumlah kuadrat regresi (explained sum of square) JKY : jumlah total kuadrat (total sum of square)
c)
Uji Statistik t Uji parsial atau disebut dengan uji t, yaitu menguji signifikansi konstanta dan
variabel independen yang terdapat dalam persamaan tersebut secara individu apakah berpengaruh terhadap nilai variabel dependen Harun Al Rasyid (2001), yang rumusnya: 11
βi t= Sβi Dimana : βi : koefisien regresi untuk masing-masing variabel independen. Sβi : standard error dari βi.
d) Menghitung koefisien determinasi parsial Koefisien
determinasi
parsial
dihitung
untuk
menentukan
besarnya
pengaruhvariabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Koefisien determinasi parsial diperoleh dengan cara mengkuadratkan koefisien korelasi parsial untuk masing-masing variabel independen. Untuk mengrtahui keeratan hubungan antar variabel independen terhadap variabel dependen, digunakan kriteria dari Gulford (1956;145) sebagai berikut : Less than 0,20 : slight almost weighlegible relationship. 0,20 – 0,40 0,40 – 0,70
: low correlation. :moderate correlation
0,70 – 0,90
: high correlation
0,90 – 1,00
:very high correlation
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian Hipotesis Berdasarkan jawaban yang diperoleh dari 30 responden yang merupakan anggota DPRK dan aparatur pemerintah, dilakukan analisis dengan menggunakan metode regresi ganda antara kompetensi anggota DPRK serta Kompetensi aparatur pemerintah dengan Sistem Informasi Akuntansi. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan SPSS for windows versi 16,0.
12
Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, maka kompetensi anggota DPRK dan aparatur pemerintah dan pengaruhnya secara bersama-sama terhadap pelaksanaan sistem informasi akuntansi dapat diketahui dengan menghitung nilai koefisien regresi ganda. Perhitungan ini menghasilkan koefisien korelasi (R) antara kedua variabel tersebut sebesar 0,661 atau 66,1 %. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa antara kompetensi anggota DPRK dan aparatur pemerintah dengan pelaksanaan sistem informasi akuntansi terdapat hubungan yang erat dan sifatnya positif atau searah. Peningkatan atas kompetensi yang dimiliki oleh anggota DPRK dan aparatur pemerintah secara keseluruhan akan meningkatkan pula pelaksanaan sistem informasi akuntansi. Untuk menguji Hipotesis 3, maka digunakan Uji F. Nilai F digunakan untuk pengujian signifikansi koefisien regresi secara keseluruhan. Dapat diketahui bahwa model yang terbentuk mempunyai nilai Sig F = 0,000 dengan nilai F = 10,455. Pengujian dengan membandingkan Sig F dengan = 5 % (0,05) diperoleh bahwa Sig F < 0,05 yaitu 0,000 < 0,05. Oleh karena itu Ho ditolak dan Ha diterima. Maka dapat disimpulkan dari uji ini bahwa secara bersama-sama (simultan) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel Kompetensi anggota DPRK dan aparatur pemerintah terh adap pelaksanaan sistem informasi akuntansi. 4.2. Pengujian Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) merupakan koefisien yang dipergunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel independen terhadap perubahan variabel dependen. Dengan menggunakan
program SPSS telah didapatkan nilai koefisien
determinasi (R2) yang telah disesuaikan antara ketiga variabel tersebut sebesar 39,5 %. Artinya variabel pelaksanaan sistem informasi akuntansi dapat dijelaskan oleh variabel Kompetensi anggota DPRK dan aparatur pemerintah sebesar 39,5 % sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti. Dengan kata lain, kontribusi atau pengaruh variabel independent (Kompetensi anggota DPRK dan aparatur pemerintah) terhadap variabel dependent (pelaksanaan sistem informasi akuntansi) adalah sebesar 39,5 %.
13
4.3. Pengujian Koefisien Regresi Parsial Koefisien determinasi parsial dihitung untuk menentukan besarnya pengaruh kompetensi anggota DPRK dan aparatur pemerintah secara parsial pada pelaksanaan sistem informasi akuntansi. Koefiesien determinasi parsial diperoleh dengan cara mengkuadratkan koefisien korelasi parsial. Tabel 1 Perhitungan Koefisien Determinasi Parsial Koefisien Korelasi Partial
Koefisien Determinasi Partial
Kriteria
X1 dengan Y = 1,000
1,000
Very High Correlation
X2 dengan Y = 0,890
0,79
High Correlation
Dari tabel diatas bisa kita simpulkan bahwa kompetensi anggota DPRK dan aparatur pemerintah memiliki korelasi yang tinggi dengan pelaksanaan sistem informasi akuntansi.
4.4. Pembahasan Deskriptif Hasil Uji Hipotesis Kompetensi aparatur berpengaruh signifikan terhadap pelaksanaan sistem informasi akuntansi, ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Cheng, Rita et. all (2002). Ketidakmampuan aparatur dalam menangani pengelolaan keuangan, ketiadaan latar belakang di bidang akuntansi akan menyebabkan ketidakmampuan aparatur dalam melakukan analisa laporan keuangan atau ketidakmampuan dalam memahami laporan akuntansi internal, yang digunakan dalam upaya untuk mengelola pemerintahan yang lebih efektif.
Mendapat pendapatnya
tersebut sejalan dengan teori-teori mengenai sistem informasi akuntansi (SIA), dimana salah satu dimensi atau faktor pendukung utama berjalannya SIA adalah faktor orang (people) yang melaksanakan sistem dan yang menjalankan berbagai fungsi. Mengapa kompetensi aparatur mempunyai pengaruh yang lemah terhadap pelaksanaan sistem informasi akuntansi pemko Lhokseumawe. Hal ini dapat dijelaskan dengan mengajukan fakta bahwa sumberdaya yang cakap untuk melaksanakan SIA atau tenaga akuntan di sektor pemerintah, khususnya Pemko 14
Lhokseumawe umumnya masih kurang. Tenaga yang ada umumnya masih menggunakan pembukuan tunggal (single entry bookkeeping) dan masih asing terhadap pencatatan berpasangan (double entry accounting) sehingga kecakapan teknis umumnya masih lemah. Oleh karena itu di lapangan masih kerap terjadi masalah kesalahan pencatatan, yang bersumber dari ketiadaan latar belakang akuntansi para pelaksana SIA. Namun demikian kompetensi aparatur memiliki kompetensi yang beragam dan masih cukup kompeten (kategori kualitas menurut Harun Al Rasyid). Mengapa kompetensi anggota DPRK mempunyai pengaruh yang sangat lemah terhadap pelaksanaan sistem informasi akuntansi pada Pemko Lhokseumawe. Hal ini dapat dijelaskan bahwa peran utama DPRK adalah ada pada tugas legislasi, yaitu penyusunan peraturan daerah (qanun) yang terkait dengan berbagai kebijakan publik. Selain itu dalam fungsi penganggaran memiliki hak budget, dan dalam fungsi akuntansi, peran DPRK adalah pada fungsi pengawasan. Sehingga peran dewan dalam pelaksanaan tidak bersifat langsung. Oleh karena itu peran dewan sangat lemah dengan besaran pengaruh langsung hanya 3%. Namun demikian, peran pengawasan dewan dalam bidang akuntansi sesungguhnya amat penting. Namun dalam kenyataan hasil
survey,
terlihat
kemampuan
dan
ketajaman
anggota
dewan
dalam
mengidentifikasikan masalah kesulitan akuntansi masih sangat lemah. mengenai kesulitan pencatatan yang terjadi akibat adanya sistem baru; mengenai kurangnya tenaga akuntan; mengenai belum berjalan baiknya pengukuran efisiensi dan efektivitas. Terkesan anggota dewan tidak aware terhadap masalah-masalah tersebut. Meskipun demikian kompetensi anggota DPRK menunjukkan bahwa di bidang sistem informasi akuntansi masih berada dalam batas cukup kompeten (kategori kualitas menurut Harun Al Rasyid), skor ini lebih baik dari skor aparatur yang berada pada batas cukup kompeten. Untuk peran anggota DPRK dalam proses perencanaan dan pengawasan manajerial dalam organisasi sektor publik, Jones Rowan, et.al (2000) menempatkan DPRK pada tahapan awal yaitu di tahapan perencanaan tujuan dan sasaran pokok. Sedangkan ide Mill (1861) yang dituls dalam sebuah essay berjudul Consideration on Representative Government mengenai perlunya keseimbangan antara partisipasi publik dengan kompetensi yang harus dimiliki, baik oleh warga negara, anggota dewan perwakilan rakyat (daerah) dan aparatur atau pejabat pemerintah.
15
Mengapa pengaruh bersama kompetensi anggota DPRD (X1) dan aparatur pemerintah daerah (X2) masih lemah yang ditunjukkan dengan besaran 39,5%. Sehingga terlihat besaran epsilon yaitu pengaruh variabel lain selain X1 dan X2 yang tidak diteliti dalam penelitian ini masih besar yaitu sebesar 60,5%. Hal ini dapat dijelaskan, merujuk pada Bodnar (2003) bahwa selain unsur orang (people) yang menunjang berjalannya SIA, masih ada 4 unsur lain yaitu prosedur baik manual maupun otomatisasi, data untuk memproses, software, dan infrastruktur teknologi informasi, dan pengaruh variabel lainnya terkait dengan lingkungan akuntansi di sektor publik yang kompleks seperti faktor ekonomi, politik, kultur, dan demografi. Sehingga dapat menjelaskan epsilon yang sebesar 60,5%.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang diperoleh antara lain : 1. Kompetensi Anggota DPRK memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pelaksanaan sistem informasi akuntansi dengan koefisien determinasi parsial sebesar 1,00 dengan kriteria penilaian hubungan korelasi dengan kategori very high correlation. 2. Kompetensi Aparatur Pemerintah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pelaksanaan sistem informasi akuntansi dengan koefisien determinasi parsial sebesar 0,79 dengan kriteria penilaian hubungan korelasi dengan kategori high correlation. 3. Kompetensi Anggota DPRK dan aparatur Pemerintah secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pelaksanaan sistem informasi akuntansi dengan koefisien determinasi sebesar 0,395 atau dengan persentase 39,5%. 4. Kompetensi anggota DPRK dan aparatur pemerintah baik secara parsial maupun secara simultan berpengaruh terhadap pelaksanaan sistem informasi akuntansi. Dengan demikian pada pelaksanaan sistem informasi akuntansi, aparatur pemda mempunyai peran yang sangat menentukan terhadap keberhasilan dan kelancaran
16
pelaksanaan sistem informasi akuntansi. Sedangkan anggota DPRK mempunyai peran yang sangat penting dalam pengawasan jalannya pelaksanaan sistem informasi akuntansi tersebut.
5.2. Saran-saran Ada beberapa saran yang perlu dipertimbangkan sebagai berikut, yaitu: 1. Untuk pemko Lhoksemawe perlu mengupayakan lebih serius pemberdayaan sumberdaya manusia, khususnya di bidang akuntansi. Saat ini kondisi SDM khususnya bidang akuntansi, terlebih tenaga akuntan, masih sangat kurang. Aspek pengetahuan, pengalaman, etika subjektif dan etika objektif perlu untuk terus diasah dan diberdayakan. 2. Bagi para pemerhati bidang pengelolaan keuangan daerah, untuk membentuk sebuah sebuah asosiasi sebagai wadah yang peduli terhadap pengelolaan keuangan daerah, yang nantinya diharapkan dapat menampung partisipasi berbagai kalangan seperti : akademisi, para profesional, LSM, mahasiswa, tokoh-tokoh masyarakat, yang peduli dan mau menyumbangkan gagasan dan ide untuk kemajuan pengelolaa keuangan daerah. Asosiasi ini nantinya, dapat juga menjadi suatu lembaga INKUBATOR yang menciptakan dan mengevaluasi masalah-masalah yang terjadi di Pemko Lhokseumawe, untuk kemudian dicarikan solusi masalahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Cheng, Rita, et. all (2002), The Journal of GovernmentFinancial Management, Educating government financial managers: University collaboration between business and public administration, Alexandria: vol 51, Iss.3;page 10, 5 pages. Davis, Keith. Et.all (1998), Human behaviour at work : Organizational behavior, 7th ed, Mc Graw-Hill,Inc, diterjemahkan oleh Agus Dharma, cetakan ke4, penerbit Erlangga.
17
Glynn, J.J., (1997), Public Sector Financial Control and Accounting, 2nd Ed., Oxford: Blackwell.
Guilford J.P., Benjamin Fruchter, (1956), Fundamental Statistic in Psychology and Education, 5thed, Mc-Graw-Hill, Tokyo.hal 145
Harun Al Rasyid, (2001), Teknik Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala, Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung.
Indra Bastian, Nov 2001, Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, Yogyakarta : BPFE.
Jones, Rowan. et.all (2000), Public Sector Accounting, 5th Ed,London:Pitman Publishing.
Mardiasmo, 2003, Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta: Penerbit Andi
Singarimbun, Masri., Soffian Effendi, (1995), Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta
Stanbury, W.T., (2003), ‘Accountability to Citizens in the Westminster Model of Government: More Myth Than Reality’, Fraser Institute Digital Publication, Canada.
Schiavo-Campo, S., and Tomasi, D., (1999), Managing Government Expenditure, Asia Development Bank, Manila
18