2
Pengaruh Kinerja, Corporate Governance dan Leverage terhadap Tingkat Kompensasi Dewan Direksi dan Komisaris Thanissa Putri dan Yan Rahadian Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kinerja perusahaan, corporate governance dan leverage terhadap kompensasi dewan direksi dan komisaris. Total dan rerata kompensasi digunakan untuk menunjukkan kompensasi dewan direksi dan komisaris. Penelitian ini menggunakan sampel 111 perusahaan observasi yang berasal dari industri non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010 dan 2011. Metode penelitian yang digunakan adalah fixed effect model. Hasil dari penelitian menemukan kinerja perusahaan, corporate governance dan leverage terbukti berpengaruh terhadap kompensasi dewan direksi dan komisaris. Variabel kontrol ukuran perusahaan dan growth juga terbukti berpengaruh, namun kompleksitas perusahaan tidak ditemukan memiliki pengaruh terhadap kompensasi dewan direksi dan komisaris. Kata kunci: kompensasi dewan; kinerja perusahaan; corporate governance; leverage The purpose of this research is to examine the effect of firm performance, corporate governance and leverage of board compensation. Total and average compensation are used to show board compensation. The sample of this research consist of 111 observation from non financial companies listed in Indonesia Stock Exchange in 2010 and 2011. The methods use in this research is fixed effect model. Firm performance, corporate governance and leverage is proven to be affecting board compensation. Variable control of firm size and growth also proven affecting board compensation, unfortunately firm complexity is failed to be proven. Keyword: board compensation; firm performace; corporate governance; leverage 1.
Pendahuluan Pada awal tahun 2007 krisis keuangan di Amerika berujung pada krisis
keuangan global. Salah satu faktor yang dianggap berkontribusi menyebabkan krisis keuangan ini adalah praktik kompensasi pada institusi keuangan besar. Profit jangka pendek yang tinggi berujung pada pembayaran bonus yang berlimpah kepada karyawan. Pemberian bonus ini tidak mempertimbangkan risiko jangka panjang yang ditanamkan pada perusahaan. Pemberian insentif ini Universitas Indonesia
Pengaruh kinerja..., Thanissa Putri, FE, 2013
3
memperkuat pengambilan risiko berlebihan yang mengancam system keuangan global. Pemberian insentif secara berlebihan juga mengurangi sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk menyerap kerugian dari risiko material (FSF Principles for Sound Compensation Practices, 2009). Sadar akan hal ini pada tahun 2009 para pemimpin G20 mengesahkan Principles for Sound Compensation Practices dan Standar Implementasinya. Para pemimpin G20 menugaskan Financial Stability Board (FSB) untuk memonitor pengimplementasian prinsip dan standar tersebut. Hasil peninjauan FSB tahun 2011 pada negara anggota yurisdiksinya menunjukan bahwa Argentina, India, Indonesia, Rusia, dan Afrika Selatan merupakan negara-negara yang masih lemah dalam penerapan prinsip dan standar praktik kompensasi. Untuk Indonesia sendiri, pada tahun 2012 pengimplementasian praktik kompensasi masih berada dalam proses peninjauan untuk dimasukkan ke dalam regulasi Good Corporate Governance (GCG) (FSB Progress Report, 2012). Kompensasi
merupakan
komponen
yang
berperan
besar
dalam
perusahaan. Kompensasi bekerja seperti dua sisi mata uang, di satu sisi kompensasi dapat digunakan untuk mengatasi masalah keagenan, di sisi lain kompensasi dapat menjadi bagian dari masalah keagenan itu sendiri (Bebchuck dan Fried, 2003). Kompensasi mengatasi masalah keagenan melalui dua fungsi utamanya. Pertama, kompensasi digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajemen agar menjalankan tugasnya dengan niat baik sesuai dengan kepentingan pemegang saham (Anderson dan Bizjak, 2003). Lalu yang kedua kompensasi juga digunakan pemegang saham sebagai alat insentif untuk mendorong manajemen agar bekerja lebih baik atau sebagai reward atas hasil kinerjanya (Brunello et al. 2001). Oleh sebab itu pemegang saham berupaya mendesain tingkat kompensasi yang menciptakan goal congruence (Zhou, 2000). Salah satu pendekatan yang dapat digunakan oleh pemegang saham adalah dengan mendesain kompensasi sebagai suatu reward. Reward diberikan ketika pencapaian kinerja sesuai dengan tujuan perusahaan. Pemberian reward tersebut akan membuat kompensasi yang diterima oleh manajemen menjadi lebih besar (Murphy, 1985; Jensen dan Murphy, 1990; dan Joskow dan Rose, 1994 dalam Zhou, 2000). Reward bukan hanya diberikan atas kinerja yang baik, tetapi Universitas Indonesia
Pengaruh kinerja..., Thanissa Putri, FE, 2013
4
reward juga dapat diberikan untuk menghargai kemampuan manajemen dalam menghadapi risiko pada perusahaan. Di sisi lain kompensasi dapat menjadi masalah keagenan. Kompensasi sebagai masalah keagenan besar kemungkinannya terjadi di negara yang kepemilikan sahamnya terkonsentrasi. Pada perusahaan yang kepemilikannya terkonsentrasi juga terdapat kemungkinan pihak-pihak yang menjabat sebagai manajemen adalah perwakilan pemegang saham pengendali. Dalam situasi seperti ini, pemegang saham pengendali dapat menetapkan tingkat kompensasi yang lebih tinggi bagi manajemen. Tingkat kompensasi yang tinggi ini mengurangi available cash yang tersedia untuk investasi yang memberikan return yang lebih optimal kepada pemegang saham non-pengendali. Untuk mengantisipasi kompensasi menjadi masalah keagenan maka perusahaan dapat menggunakan GCG. GCG dapat diterapkan dengan mengikuti standar dan praktik FSB tentang praktik kompensasi. Penerapan GCG yang lain adalah dengan memanfaatkan fungsi pengawasan di dalam perusahaan. Di Indonesia fungsi pengawasan ini dilakukan oleh dewan komisaris serta komitekomitenya. Menurut Forum for Corporate Governanace in Indonesia (FCGI), komite-komite tersebut adalah komite nominasi, audit, kompensasi/ remunerasi (Seri Tata Kelola Perusahaan jilid II, 2002). Fungsi pengawasan ini memastikan kompensasi yang diberikan terhadap manajemen sesuai dengan tujuan dari pemegang saham (Fisher, 1986 dalam Chalevas, 2011). Perusahaan dengan GCG yang lemah akan memiliki masalah keagenan yang tinggi, sehingga dapat mengakibatkan pengkompensasian yang berlebihan (Core et al., 1999 dan Basu et al., 2007). GCG bukan hanya berfungsi mengatasi masalah keaganean akibat kompensasi. GCG juga dapat menjadi subtitusi kompensasi dalam mengatasi masalah keagenan lainnya. Struktur GCG membuat distribusi hak dan tanggung jawab di dalam perusahaan menjadi lebih jelas (OECD, 1999). Menurut Chalevas (2011) alat subtitusi lain yang dapat digunakan perusahaan untuk mengurangi masalah keagenan adalah leverage (Faccio, Lang, dan Young, 2001; Jensen dan Meckling, 1976). Dengan adanya leverage maka otomatis akan timbul pengawas lain di luar sistem GCG perusahaan yaitu kreditur. Kreditur yang meminjamkan Universitas Indonesia
Pengaruh kinerja..., Thanissa Putri, FE, 2013
5
uang kepada perusahaan mempunyai insentif yang kuat untuk melakukan pengawasan terutama terhadap manajemennya (Florackis, 2008). Di Indonesia sendiri penelitian mengenai pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kompensasi masih jarang dilakukan. Hal ini mungkin terjadi karena praktik pengungkapan yang masih lemah dan ada perbedaaan struktur dewan di Indonesia dengan negara-negara lain. Peneliti hanya mampu menemukan beberapa penelitian berkaitan dengan determinan kompensasi. Oviantri (2011) meneliti hubungan remunerasi direksi dan dewan komisaris dengan kinerja perusahaan. Penelitian Oviantri ini menemukan bukti Hubungan antara kinerja perusahaan dengan remunerasi dewan di Indonesia. Darmadi (2011) memeriksa determinan dari kompensasi. Darmadi (2011) membuktikan profitabilitas, ukuran perusahaan, dan jumlah dari anggota dewan berpengaruh positif terhadap tingkat kompensasi. Darmadi juga menemukan perubahan pada nilai perusahaan berpengaruh positif terhadap perubahan kompensasi dewan. Penelitian ini mereplikasi penelitian yang dilakukan Darmadi (2011). Darmadi (2011) meneliti determinan kompensasi di Indonesia untuk tahun 2006 dan 2007. Pada awal tahun 2007 mulai terjadi krisis keuangan global yang salah satu penyebabnya adalah tingkat kompensasi yang berlebihan. Sehingga pada tahun 2009 para pemimpin G20 mengesahkan Principles for Sound Compensation Practices dan Standar Implementasinya. Indonesia yang merupakan anggota G20 juga memulai proses implementasi prinsip dan standar tersebut. Krisis keuangan global dan kesadaran akan pentingnya praktik kompensasi yang terjadi setelah penelitian Darmadi (2011) membuat penelitian mengenai determinan kompensasi menjadi menarik kembali untuk dilakukan. Determinan dalam penelitian Darmadi (2011) adalah CG, kinerja perusahaan dan Faktor spesifik lainnya. CG diproksikan dengan menggunakan struktur dewan dan struktur kepemilikan. Untuk kinerja perusahaan Darmadi mengunakan tobin’s Q dan return on aset. Sementara faktor spesifik lainnya yang digunakan adalah ukuran perusahaan dan leverage. Berbeda dari Darmadi (2011), pada penelitian kali ini CG akan diproksikan dengan indeks CG. Diharapkan indeks ini dapat menggambarkan CG perusahaan yang lebih rinci dari pengukuran Darmadi sebelumnya. Kinerja perusahaan akan diukur dengan return on equity Universitas Indonesia
Pengaruh kinerja..., Thanissa Putri, FE, 2013
6
dan stock return. Perubahan variabel kinerja perusahaan dilakukan untuk melihat pengaruh kinerja perusahaan terhadap kompensasi dengan cara pandang yang berbeda dari Darmadi (2011). Selain itu peneliti juga menambahkan variabel kontrol yang baru yaitu growth.
2.
Tinjauan Teoritis Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai
kontrak dimana seseorang atau lebih (prinsipal) membuat perjanjian dengan orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa yang berkaitan dengan pendelegasian autoritas keputusan atas nama prinsipal. Agen diharapkan mengambil keputusan berdasarkan kepentingan prinsipal. Ketika agen memanfaatkan kesenjangan informasi yang ada untuk membuat keputusan berdasarkan kepentingannya maka telah terjadi masalah keagenan. Masalah keagenan ini akan berujung pada kerugian dari prinsipal. Untuk mengatasi permasalahan ini Jensen dan Meckling (1976) memberikan dua solusi. Pertama sebaiknya prinsipal mendesain insentif yang pantas agar agennya bekerja dengan mengutamakan kepentingan prinsipal. Insentif yang dimaksud disini adalah kompensasi. Solusi yang kedua adalah dengan membuat pengawasan di dalam perusahaan yang membatasi dan memonitor aktivitas agennya. Sesuai dengan saran dari Jensen dan Meckling (1976) masalah keagenan dapat dihindari dengan mendesain kompensasi dengan tepat. Kompensasi atau remunerasi juga dapat diartikan sebagai segala bentuk dari gaji, tunjangan, dan bonus yang diterima oleh pegawai (Oviantri, 2010). Kompensasi merupakan kompenen penting dalam perusahaan. Kompensasi dapat mengatasi dua masalah keagenan dengan dua fungsinya. Pertama kompensasi menjadi motivasi bagi manajemen untuk menjalankan tugas mereka dengan niat terbaik bagi pemegang saham (Anderson dan Bizjak, 2003). Fungsi yang kedua adalah kompensasi sebagai alat insentif yang digunakan untuk mendorong manajemen agar bekerja lebih baik atau sebagai reward atas hasil kinerjanya (Brunello et al. 2001). Dengan tingkat kompensasi yang tepat manajemen dapat menjalankan tugasnya dengan mengutamakan kepentingan pemegang saham. Dengan desain kompensasi yang baik, pemegang saham pengendali akan lebih sulit Universitas Indonesia
Pengaruh kinerja..., Thanissa Putri, FE, 2013
7
mengendalikan manajemen untuk melakukan ekpropriasi terhadap pemegang saham non-pengedali. Menurut Nichols dan Subramanyam (2001) desain kompensasi manajemen yang baik dibuat berdasarkan tingkat kesuksesan manajemen tersebut. Pemegang saham sebaiknya dapat mendesain tingkat kompensasi yang menciptakan goal congruence (Zhou, 2000). Desain tingkat kompensasi yang goal congruence ini dapat dilakukan dengan mengaitkan kompensasi dengan kinerja perusahaan. Kenaikan pada kinerja perusahaan artinya semakin baik perusahaan di mata publik. Kenaikan kinerja perusahaan juga berarti perusahaan mengalami kenaikan sumber dana untuk memberikan kompensasi. Desain kompensasi-kinerja perusahaan ini dapat diwujudkan dengan pemberian reward. Perusahaan dapat memberikan manajemen reward pada setiap kenaikan pada kinerja perusahaan Reward juga diberikan untuk menghargai kemampuan manajemen dalam menghadapi risiko pada perusahaan. Pemberian reward ini akan membuat kompensasi yang diterima oleh manajemen menjadi lebih besar (Murphy, 1985; Jensen dan Murphy, 1990; dan Joskow dan Rose, 1994 dalam zhou, 2000). Kinerja perusahaan akan dilihat dari profitabilitas dan nilai pasar perusahan. Berdasarkan uraian di atas, maka diajukuan hipotesis sebagai berikut. H1a: Profitabilitas berpengaruh positif terhadap tingkat kompensasi H1b: Nilai pasar perusahaan berpengaruh positif terhadap tingkat kompensasi Desain kompensasi dengan kinerja dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk menekan masalah keagenan, tetapi pada negara dengan kepemilikan terkonsentrasi atau negara yang tidak memiliki peraturan pengungkapan kompensasi yang memadai membuat desain kompensasi tidak berjalan seperti seharusnya. Menurut Claessens (1999) kepemilikan saham terkonsentrasi dapat membuat terjadinya konflik dalam skema desain kompensasi-kinerja. Sehingga masalah keagenan antara pemegang saham pengendali dan non-pengendali dapat terjadi. Kompensasi dapat digunakan oleh pemegang saham pengendali sebagai salah satu alat untuk memenuhi kepentingannya dengan merugikan pemegang saham non-pengendali. Pada saat kompensasi telah menjadi masalah keagenan kita dapat menggunakan saran Jensen dan Meckling (1976) yang kedua, yaitu Universitas Indonesia
Pengaruh kinerja..., Thanissa Putri, FE, 2013
8
melakukan pengawasan. Pengawasan ini dilakukan dengan menerapkan system Good Corporate Governance (GCG). CG adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka (FCGI, 2001). Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2009) ada lima asas dari CG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, kewajaran dan kesetaraan. Penerapan asas CG dapat dicontohkan dengan mengimplementasikan standar dan praktik FSB tentang praktik kompensasi. Cara lainnya adalah dengan meningkatkan fungsi pengawasan di dalam perusahaan. Di Indonesia fungsi pengawasan ini dilakukan oleh dewan komisaris serta komite-komitenya. Menurut FCGI komitekomite ini adalah komite nominasi, audit, kompensasi/remunerasi (Seri Tata Kelola Perusahaan jilid II, 2002). Fungsi pengawasan ini memastikan kompensasi yang diberikan terhadap manajemen sesuai dengan tujuan dari pemegang saham (Fisher, 1986 dalam Chalevas, 2011). GCG bukan hanya berfungsi mengatasi masalah keaganean akibat kompensasi. GCG juga dapat menjadi subtitusi kompensasi dalam mengatasi masalah keagenan lainnya. Struktur GCG membuat distribusi hak dan tanggung jawab di dalam perusahaan menjadi lebih jelas (OECD, 1999). Karena hal-hal tersebut maka peniliti membuat hipotesis. H2: Corporate governance berpengaruh negatif terhadap tingkat kompensasi Menurut Chalevas (2011) mekanisme lain yang dapat digunakan perusahaan untuk mengurangi masalah keagenan adalah leverage (Faccio, Lang, dan Young, 2001; Jensen dan Meckling, 1976). Dengan adanya leverage maka otomatis akan timbul pengawas lain di luar sistem CG perusahaan yaitu kreditur. Kreditur yang meminjamkan uang kepada perusahaan mempunyai insentif yang kuat untuk melakukan pengawasan pada perusahaan terutama terhadap manajemennya (Florackis,2008). Sehingga pengawasan dari luar ini dapat menjadi subtitusi fungsi kompensasi dalam mengurangi masalah keagenan. Selain itu utang juga mengurangi biaya keagenan dengan mengurangi arus kas yang dapat digunakan pada manajemen (Jensen, 1986). Sehingga semakin tinggi Universitas Indonesia
Pengaruh kinerja..., Thanissa Putri, FE, 2013
9
leverage maka kemampuan perusahaan untuk membayar kompensasi dewannya akan berkurang. Oleh sebab itu peneliti membuat hipotesis di bawah ini. H3: Leverage berpengaruh negatif terhadap tingkat kompensasi manajemen 3.
Metode Penelitian Model penilitian ini mengikuti penelitian acuan Darmadi (2011) dengan
beberapa modifikasi. Model dalam penelitian ini digunakan untuk menguji pengaruh kinerja perusahaan, CG dan leverage perusahaan terhadap kompensasi dewan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan model: COM it= α0+ α1ROE it-1 + RETURNα2 it + α3ICG it + α4LEVRG it + α5 ASET it + α6 PBV it + α7 SUBSID it + ε Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kompensasi. Kompensasi dilihat dari total kompensasi dan rerata kompensasi yang diterima manajemen. Kompensasi di dalam penelitian ini terbatas pada kompensasi moneter saja. Variabel independen dalam penelitian ini adalah kinerja perusahaan, CG, dan leverage. Variabel kinerja perusahaan dilihat dari profitabilitas dan nilai pasar. Variabel kontrol yang digunakan adalah ukuran perusahan, growth, dan kompleksitas perusahaan. Operasionalisasi variabel dari model di atas dapat dilihat di bawah ini. TOTCOM Kompensasi (Ln Total Kompensasi) AVCOM
Kompensasi (Ln Total Kompensasi / Jumlah Anggota manjemen)
ROE
Profitabilitas ( laba bersih setelah pajak / total ekuitas)
RETURN
Nilai pasar ( (Return1 – Return0 ) / Return0 )
ICG
CG (indeks skor CG IICD)
LEVRG
Leverage (total debt / total aset )
ASET
Ukuran Perusahaan ( Ln total aset)
PBV
Growth (Nilai buku / Nilai Pasar)
SUBSID
Kompleksitas perusahaan (Entitas anak) Universitas Indonesia
Pengaruh kinerja..., Thanissa Putri, FE, 2013
10
Sampel dalam penelitian ini merupakan data panel. Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Berikut kriteria perusahaaan yang akan menjadi sampel: 1. Perusahaan terbuka yang terdaftar dan melaporkan laporan tahunan ataupun laporan keuangan di website resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2009 hingga 2011. 2. Perusahaan diambil dari semua sektor industri kecuali industri keuangan (asuransi, bank, perusahaan investasi, sekuritas, dan agensi kredit selain bank). Hal ini disebabkan perusahaan yang bergerak di regulated industry seperti industri keuangan memiliki karakterisik yang sangat berbeda, dikhawatirkan memiliki dampak tertentu terhadap pola hubungan antar variabel 3. Perusahaan yang delisting atau perusahaan yang baru melakukan IPO (Initial Public Offering) pada periode pengujian sampel akan dieliminasi karena dianggap tidak memiliki data lengkap yang dibutuhkan penelitian. 4. Perusahan-perusahaan sampel memiliki data lengkap yang dibutuhkan dalam penelitian.
4.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1.
Uji Regressi Penelitian ini ingin melihat karakteristik sampel dengan cara melakukan
uji rerata aset. Hasil uji rerata aset menunjukkan perbedaan antar rerata total aset perusahaan sampel dan non sampel. Perusahaan sampel memiliki total aset lebih besar dibandingkan perusahaan non sampel. Hasil uji statistic juga menolak Hipotesis nol, hal ini mengindikasikan terdapat perbedaan antara sampel dan non sampel. Penelitian ini mungkin bersifat bias apabila digeneralisasikan terhadap seluruh jenis perusahaan di BEI. Hal ini mengindikasikan bahwa hasil penelitian lebih sesuai menggambarkan kondisi perusahaan sampel saja, yaitu perusahaan yang memiliki total aset relatif besar. Hal ini dapat dilihat dari tabel di bawah.
Universitas Indonesia
Pengaruh kinerja..., Thanissa Putri, FE, 2013
11
Tabel 4.1 Uji Rerata Aset Kelompok
Obs
Mean
Non Sampel
537
19167772027
Sampel
111
2208355275
Z hitung
-16959416752
Perbedaan
7.16
Sumber: Output STATA 12
Selanjutnya dengan menggunakan hasil estimasi FEM, semua variabel kecuali kompleksitas perusahaan terbukti memiliki pengaruh terhadap tingkat kompensasi dewan direksi dan komisaris. Hasil regressi model dapat dilihat di bawah ini. Tabel 4.6 Regressi Model Variabel
Ekspektasi
TOT COM
AV COM
Tanda
Koefisien
Probabilitas
Koefisien
Probabilitas
ROE
+
0.4522
0.063
0.7029
0.000
RETURN
+
0.2466
0.052
0.2453
0.016
CG
-
-0.3565
0.000
-0.3694
0.000
LEVRG
-
-0.7760
0.008
-1.0865
0.000
ASET
+
-0.5016
0.057
-0.6482
0.002
PBV
+
-0.2214
0.047
-0.0147
0.098
SUBSID
+
0.0008
0.676
0.0007
0.678
Sumber: Output STATA 12
Hipotesis 1 menduga kinerja perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap tingkat kompensasi. Hipotesis 1a mengukur kinerja perusahaan dari profitabilitasnya menggunakan ROE. Hasil pengujian dari tabel 4.1 menunjukkan p-value sebesar 0.063 untuk variabel dependen total kompensasi dan 0.000 untuk rerata kompensasi, p-value bernilai lebih kecil dibandingkan α (0.1). Sehingga hipotesis 1a diterima untuk kedua variabel dependen. Profitabilitas terbukti berpengaruh signifikan terhadap total kompensasi dan juga rerata kompensasi yang diterima oleh dewan direksi dan dewan komisaris. Hasil ini mengindikasikan bahwa praktik kompensasi pada perusahaan sampel didasarkan pada profitabilitas yang didapat tahun lalu. Hasil ini juga mengindikasikan bahwa perusahaan telah berusaha mengkaitkan praktik kompensasi dengan kinerja.
Universitas Indonesia
Pengaruh kinerja..., Thanissa Putri, FE, 2013
12
Koefisien keduanya juga bernilai positif sesuai yang diprediksikan. Koefisien positif ini mengindikasikan kenaikan pada profitabilitas akan meningkatkan kompensasi yang diberikan perusahaan. Perusahaan akan memberikan reward atas kenaikan profitabilitas. Pemberian reward ini akan menambah kompensasi yang diterima dewan direksi dan dewan komisaris. Hasil di atas konsisten dengan penelitian Darmadi (2011) yang dijadikan acuan. Penelitian Darmadi (2011) menemukan profitabilitas berhubungan positif signifikan dengan kompensasi yang didapat dewan komisaris dan dewan direksi. Penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Oviantri (2010) dan Mehran (1995) yang menemukan hubungan antara profitabilitas dengan tingkat kompensasi dewan direksi dan komisaris Hipotesis 1b mengukur kinerja perusahaan dari nilai pasar perusahaan dengan menggunakan stock return. Nilai pasar memiki p-value di bawah 0.1 untuk kedua variabel dependen maka hipotesis 1b diterima. Nilai pasar terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap total kompensasi dan juga rerata kompensasi yang diterima anggota dewannya. Koefisien nilai pasar penelitian bernilai positif sesuai dengan prediksi awal. Koefisien positf mengindikasikan semakin tinggi nilai pasar yang diterima maka kompensasi yang diberikan perusahaan akan semakin tinggi. Hasil dari penelitian berlawanan dengan penelitian Darmadi (2011) yang tidak berhasil menemukan pengaruh signifikan antara nilai pasar dan tingkat kompensasi dewan direksi dan dewan komisaris. Perbedaan hasil diduga disebabkan perbedaan pengukuran nilai pasar yang digunakan oleh peneliti. Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Mehran (1995) dan Kato (2007) yang menemukan pengaruh signifikan nilai pasar berpengaruh terhadap tingkat kompensasi
dewan
direksi
dan
komisaris.
Hasil
dari
penilitian
ini
mengindikasikan nilai pasar telah mempengaruhi desain kompensasi. Sehingga didalam
perusahaan
sampel
mengindikasikan
desain
kompensasi
telah
berdasarkan kinerja. Hipotesis 2 menduga CG berpengaruh negatif terhadap tingkat kompensasi. CG dapat menjadi mekanisme subtitusi dari kompensasi untuk menghilangkan masalah keagenan. CG akan mengawasi agar kompensasi tidak menjadi masalah keagenan. Hasil pengujian dari tabel 4.2 menunjukkan p-value Universitas Indonesia
Pengaruh kinerja..., Thanissa Putri, FE, 2013
13
bernilai di bawah 0.1 untuk kedua variabel dependen maka hipotesis 2 diterima. Hasil yang signifikan ini mengindikasikan praktik CG telah mempengaruhi desain kompensasi yang ada pada perusahaan. Dan juga terdapat kemungkinan bahwa kompensasi dalam perusahaan sampel berpotensi menjadi masalah keagenan. Koefisien negatif CG telah sesuai dengan ekspektasi penulis. Koefisien negatif dapat diartikan semakin baik CG perusahaan maka kompensasi yang diberikan perusahaan akan menurun. Hal ini diduga perusahaan sampel tanpa CG membuat kompensasi dewan direksi dan komisaris yang diberikan terlalu tinggi. CG akan membantu mendesain dan mengawasi kompensasi sehingga kompensasi yang diberikan tepat. Sehingga CG membantu perusahaan menghindari pengkompensasian yang berlebihan yang akan merugikan perusahaan.Hasil ini sesuai dengan penelitian Darmadi (2011) yang membuktikan CG berpengaruh terhadap kompensasi dewan direksi dan komisaris. Bila dibandingkan dengan penelitian Conyon (1997) yang menggunakan survei terhadap perubahan komite remunerasi dan pemisahan tanggung jawab. Conyon hanya menemukan sedikit bukti tentang pengaruh CG terhadap tingkat kompensasi dewan. Hipotesis 3 menduga leverage berpengaruh negatif terhadap tingkat kompensasi. Leverage akan membuat kreditur berperan menjadi pengawas agar kompensasi tidak menjadi masalah keagenan. Leverage juga akan mengurangi arus kas yang dapat digunakan pemegang saham pengendali untuk melakukan ekspropriasi. Hasil pengujian menunjukkan p-value bernilai di bawah 0.1 untuk kedua variabel dependen yang berarti hipotesis 3 diterima. Koefisien pengujian memperlihatkan hasil yang negatif sesuai dengan prediksi awal. Hasil ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang mempunyai banyak hutang akan memberikan nilai kompensasi yang berbeda dengan perusahaan yang tidak berhutang. Hasil ini juga mengindikasikan kreditur telah melaksanakan fungsinya sebagai pengawas. Lebih lanjut hasil ini menunjukkan dalam perusahaan sampel kompensasi memiliki kemungkinan berperan menjadi masalah keagenan. Hasil uji ini berlawanan dengan Darmadi (2011) yang dijadikan penelitian acuan bahwa tidak ditemukan hubungan signifikan atara leverage dengan tingkat kompensasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Basu (2007) yang berhasil
Universitas Indonesia
Pengaruh kinerja..., Thanissa Putri, FE, 2013
14
membuktikan pengaruh signifikan negatif leverage terhadap tingkat kompensasi manajemen. Variabel kontrol ukuran perusahaan menunjukkan hasil yang signifikan terhadap dua variabel dependen kompensasi, sesuai dengan prediksi peneliti. Sayangnya koefisien ukuran perusahaan bernilai negatif berbeda dari prediksi awal. Hal ini mungkin terjadi karena semakin besar ukuran perusahaan maka pengawasan dalam perusahaan lebih tinggi dibandingkan di dalam perusahaan kecil sehingga kompensasi sebagai masalah keagenan dapat dihindari. Variabel kontrol growth menunjukkan hasil yang negatif dan signifikan terhadap dua variabel dependen kompensasi. Koefisien yang negatif mengindikasikan semakin meningkatnya growth suatu perusahaan maka kompensasi yang diterima akan menurun. Hasil ini diduga karena perusahaan dengan growth tinggi biasanya dimiliki oleh perusahaan yang belum mature. Perusahaan yang belum mature biasanya memiliki sumber dana yang terbatas juga. Sehingga growth yang tinggi tidak diimbangi dengan pemberian kompensasi yang tinggi pula. Variabel kontrol kompleksitas perusahaan menunjukkan hasil positif dan tidak signifikan terhadap dua variabel dependen kompensasi. Koefisien yang positif sesuai dengan sesuai dengan prediksi awal, bahwa semakin kompleks perusahaan makan kompensasi yang diterima akan semakin tinggi. Sayangnya kompleksitas perusahaan tidak terbukti berpengaruh terhadap tingkat kompensasi dewan direksi dan dewan komisaris. 4.2.
Uji Sensitivitas Penelitian ini melakukan penelitian tambahan dengan mengubah
operasianalisasi variabel stock return. Sebelumnya stock return diukur dari periode Januari sampai dengan Desember, tetapi pada pengujian sensitivitas ini periode pengukuran diubah menjadi April sampai dengan Maret. Hal ini dilakukan karena laporan keuangan disajikan pada bulan maret dan keputusan kompensasi biasanya diambil setelah penyajian laporan keuangan. Hasil perbandingan sebelum dan sesudah uji sensitivitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Universitas Indonesia
Pengaruh kinerja..., Thanissa Putri, FE, 2013
15
Tabel 4.7 Perbandingan Uji Sensitivitas Variabel
TOT COM Sebelum
AV COM
Sesudah
Sebelum
Sesudah
ROE
0.45
0.063
0.48
0.046
0.70
0.000
0.74
0.000
RETURN
0.25
0.052
-0.14
0.314
0.25
0.016
-0.04
0.728
CG
-0.36
0.000
-0.3
0.001
-0.37
0.000
-0.32
0.000
LEVRG
-0.78
0.008
-0.82
0.006
-1.09
0.000
-1.15
0.000
ASET
-0.50
0.057
-0.34
0.180
-0.65
0.002
-0.47
0.020
PBV
-0.22
0.047
-0.21
0.057
-0.01
0.098
-0.01
0.110
SUBSID
0.45
0.676
0.00
0.463
0.70
0.000
0.00
0.414
Sumber: Output STATA 12
Hasil pengujian dengan merubah operasionalisasi variabel stock return menyebabkan terjadi perbedaan terhadap beberapa variabel. Hasil perubahan operasionalisasi stock return mengubah pengaruh nilai pasar dengan kompensasi dewan direksi dan komisaris menjadi tidak signifikan dengan koefisien negatif. Berikutnya ukuran perusahaan pada variabel dependen total kompensasi yang sebelumnya signifikan mempengaruhi kompensasi dewan direksi dan komisaris, setelah dilakukan uji sensitivitas menunjukkan perubahan hasil menjadi tidak signifikan. Variabel growth untuk variabel dependen rerata kompensasi yang sebelumnya
berpengaruh
signifikan
berubah
menjadi
tidak
signifikan
mempengaruhi kompensasi dewan direksi dan dewan komisaris. Perubahan operasionalisasi variabel ini merubah pengaruh dari beberapa variabel pada pengujian sebelumnya sehingga untuk penelitian selanjutnya perlu lebih diperhatikan operasionalisasi variabel stock return yang lebih tepat.
5.
Kesimpulan Penelitian ini menguji pengaruh kinerja perusahaan, CG, leverage terhadap
tingkat kompensasi dewan direksi dan komisaris. Hasil dari penelitian ini menemukan kinerja perusahaan terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat kompensasi dewan direksi dan komisaris. Hasil ini mengindikasikan desain kompensasi di perusahaan sampel telah berdasarkan sistem kompensasikinerja. CG dan leverage juga terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat kompensasi dewan direksi dan komisaris. Universitas Indonesia
Pengaruh kinerja..., Thanissa Putri, FE, 2013
16
Hasil pengujian pada variabel kontrol menunjukan ukuran perusahaan dan growth berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat kompensasi dewan direksi dan komisaris. Sedangkan kompleksitas perusahaan tidak terbukti memiliki hubungan signifikan negatif dengan tingkat kompensasi. Penelitian berikutnya dapat menjadikan hasil penelitian di atas sebagai referensi. Hasil uji sensitivitas penelitian memiliki hasil sama seperti di atas kecuali beberapa variabel. Hasil yang berbeda dari sebelumnya adalah nilai pasar tidak mempengaruhi tingkat kompensasi dewan direksi dan komisaris.
6.
Saran Penelitian ini memiliki beberapa kekurangan, untuk membuat penelitian
berikutnya lebih baik peneliti memberikan saran sebagai berikut: 1. Penelitian dilakukan pada seluruh jenis perusahaan (kecuali sektor keuangan) untuk melihat determinan kompensasi secara umum. Sehingga penelitian ini dapat menjadi bias dan mengurangi informasi yang bisa didapatkan. Setiap industri dapat memiliki standar dan jumlah kompensasi yang berbeda. Oleh sebab itu penelitian selanjutnya dapat meneliti satu sektor industri saja. 2. Periode penelitian hanya dua tahun yang disebabkan keterbatasan sampel pada variabel CG. Sehingga peneliti dapat melewatkan suatu tren atau penelitian ini sedang berada dalam kondisi keuangan tertentu. Peneliti selanjutnya dapat memperpanjang periode penelitian dengan mencoba mengukur CG dengan variabel lain seperti mencoba membuat checklist indeks sendiri. 3. Variabel-variabel independen dalam penelitian kali ini lebih banyak berdasarkan
periode
current
dibandingkan
periode
lag,
karena
diasumsikan tidak banyak perubahan dalam variabel. Bagi penelitian berikutnya dapat mencoba menggunakan periode lag mempertimbangkan kompensasi dapat dipengaruhi determinan dari periode sebelumnya. 4. Variabel yang menggambarkan determinan kompensasi dipenilitian ini hanya terbatas pada kinerja perusahaan, CG, dan leverage. Pada penelitian
Universitas Indonesia
Pengaruh kinerja..., Thanissa Putri, FE, 2013
17
berikutnya peneliti dapat mencoba menambahkan variabel-variabel lain seperti pengalaman dan pendidikan dewan direksi dan komisaris.
Universitas Indonesia
Pengaruh kinerja..., Thanissa Putri, FE, 2013
18
Kepustakaan Anderson, Ronald C., and John M. Bizjak, 2003, “An Empirical Examination of the Role of the CEO and the Compensation Committee in Structuring Executive Pay,” Journal of Banking and Finance 27 (7). 1323-1348. Baptista, Miguel. 2010. CEO compensation and firm performance in France. HEC Paris thesis. September 2010. Basu, S., Hwang, L. S., Mitsudome, T., and Weintrop, J. (2007), “Corporate governance, top executive compensation and firm performance in Japan”, Pacific-Basin Finance Journal, Vol. 15 No. 1, pp. 56-79. Bebchuk, L. A., dan J. M. Fried, 2003, Executive compensation as an agency problem, Journal of Economic Perspectives 17, 71–92. Brunello, Giorgio. Graziano, Clara dan Parigi, Bruno, 2001. "Executive compensation and firm performance in Italy," International Journal of Industrial Organization, Elsevier, vol. 19(1-2), pages 133-161, January. Chalevas, G., C., (2011). The effect of the mandatory adoption of corporate governance mechanisms on executive compensation. The International Journal of Accounting, 46, 138-174. Conyon, Martin J., 1997, “Corporate Governance and Executive Compensation,” International Journal of Industrial Organization 15, 493-509. Core, J., Holthausen, R., & Larcker, D. (1999). Corporate governance, chief executive officer compensation, and firm performance. Journal of Financial Economics, 51(3), 371–406. Darmadi, S. (2011). Board compensation, corporate governance, and firm performance
in
Indonesia.
Working
paper
series.
http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1907103 FCGI 2002, Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Florackis, C. (2008). Agency costs and corporate overnance mechanisms: Evidence for UK firms. International Journal of Managerial Finance, 4(1), 37–39. FSB. 2012. Implementing the FSB principles for sound compensation practices and their implemation standards. Progress Report. 13 june 2012. FSF. 2009. FSF Principles for Sound Compensation Practices. 2 April 2009 Universitas Indonesia
Pengaruh kinerja..., Thanissa Putri, FE, 2013
19
Jensen, M. (1986). Agency costs of free cash flow, corporate finance, and takeovers. The American Economic Review, 76(2), 323–329. Jensen, M.C., Meckling, W.H., 1976. Theory of the firm: managerial behaviour, agency costs and ownership structure. Journal of Financial Economics 3, 305–360. Kaplan, S., 1994. Top executive rewards and firm performance: a comparison of Japan and the United States. Journal of Political Economy 102, 510–546. Kato, Takao, dan Cheryl Long, 2004, Executive Compensation, Firm Performance, and State Ownership in China: Evidence from New Panel Data, William Davidson Institute Working Paper No. 690, May 2004. Mehran, H. (1995). Executive compensation structure, ownership, and firm performance. Journal of Financial Economics, 38(2), 163–184. Nichols, D., & Subramanian, C. 2001. Executive compensation: Excessive or equitable?. Journal of Business Ethics, 29: 339-351. OECD,
1999,
The
OECD
Principles
of
Corporate
Governance,
>http://www.oecd.org/daf/governance/principles.htm. Oviantari, I. (2010). Directors and Commissioners Remuneration and Firm Performance: Indonesian Evidence. 2nd ICBER 2011 Zhou, Xianming, 2000, CEO pay, firm size, and corporate performance: evidence from Canada, Canadian Journal of Economics 33, 213–251
Universitas Indonesia
Pengaruh kinerja..., Thanissa Putri, FE, 2013
20
Pengaruh kinerja..., Thanissa Putri, FE, 2013
Universitas Indonesia