PENGARUH DEWAN KOMISARIS, DEWAN DIREKSI DAN KOMITE AUDIT TERHADAP GOOD CORPORATE GOVERNANCE Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun oleh :
Azwar Hanas NIM. 103082029450
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si
NIP.131 474 891
NIP. 150 377 440
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI & ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009
i
Hari ini Jum’at Tanggal 11 Bulan Maret Tahun Dua Ribu Sembilan telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Azwar Hanas, NIM: 103082029450 dengan judul Skripsi “Pengaruh Dewan Komisaris, Dewan Direksi dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance Pada Perusahaan Yang Listed di BEJ”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 11 Maret 2009
Tim Penguji Ujian Skripsi
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Pembimbing I
Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si Pembimbing II
Rini SE, Ak, M.Si Penguji Ahli
ii
Hari ini Jum’at Tanggal 11 Bulan April Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Azwar Hanas, NIM : 103082029450 dengan judul Skripsi “Pengaruh Dewan Komisaris, Dewan Direksi dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance Pada Perusahaan Yang Listed di BEJ”. Memperhatikan
penampilan
mahasiswa
tersebut
selama
ujian
berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
ekonomi
pada
jurusan
Akuntansi
Fakultas
Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 11 April 2008
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Afif Sulfa SE, Ak, M.Si Ketua
Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli
ii i
ABSTRACT
The purpose of this research is to know and descript influence of board of commissioner, board of directors and audit committee to execution of corporate governance at company which is listed in Jakarta Stock Exchange. In this research, method analyse data that used is quantitative method, that is data analysed and processed in the form of mathematical numbers and also compare with other data so that can be pulled accurately conclusion. Quantitative data in this research is conducted to know influence of board of commissioner, board of directors and audit committee of the practice of good corporate governance. Based on the research, writer conclude that do not there are influences among board of commissioner, board of directors and audit committee to execution of corporate governance at company which is listed in Jakarta Stock Exchange.
Keyword: Corporate Governance, Board Of Commissioner, Board Of Directors and Audit Committee.
v
ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendiskripsikan pengaruh dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit terhadap pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta. Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah metode kuantitatif, yaitu data-data dianalisis dan diolah dalam bentuk angka-angka matematis serta membandingkan antara data yang satu dengan data yang lain agar dapat ditarik kesimpulan yang akurat. Data kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit terhadap praktik corporate governance yang baik. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit terhadap pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta. Kata kunci: Corporate Governance, Dewan Komisaris, Dewan Direksi dan Komite Audit
vi
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji dan Syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kasih dan Penyayang. Hanya berkat curahan Rahmat, Taufik, Hidayah dan Inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Dewan Komisaris, Dewan Direksi dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance Pada Perusahaan Yang Listed di BEJ”. Keterbatasan penulis kerap kali menjadi kendala yang menghambat penyusunan skripsi ini. Namun, curahan kasih sayang keluarga dan doa kedua orang tua dan arahan serta motivasi dari dosen pembimbing serta bantuan dari para sahabat, akhirnya keterbatasan itu dapat diatasi dan disempurnakan sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Atas
kesadaran
dan
kerendahan
hati,
perkenankanlah
penulis
menyampaikan “bingkisan kado” terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Kedua Orang Tua Tercinta, yaitu Ayahanda Malawih dan Ibunda Maryanih yang tak kenal lelah mendidik dan membesarkan dengan penuh rasa tulus dan sabar, yang selalu menyisipkan untaian doa dalam setiap dzikir dan sujudnya, yang tak pernah bosan menengadahkan kedua tangannya ke langit dalam memohon dan meminta setiap kebaikan untuk anaknya. Tetesan keringat dan cucuran air mata adalah saksi betapa tulus dan ikhlasnya mereka dalam menjalankan amanah di dunia ini. Semoga apa yang telah mereka goreskan menjadi penyebab turunnya Rahmat-MU, menjadi sebab gugurnya dosa-dosa mereka dihadapan-MU dan menjadi sebab lindungan-MU dalam menjalankan amanah di jalan-MU. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, Dosen Pembimbing I sekaligus Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, yang senantiasa ikhlas ditengah kesibukannya untuk meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si, Dosen Pembimbing II, yang dengan sikap sabar telah membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
vii
4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang telah mengarahkan penulis selama menggali ilmu di FEIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Bapak Abdul Hamid Cebba selaku Ketua Jurusan Akuntansi yang telah memotivasi penulis selama mengikuti kegiatan belajar di FEIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Bapak Amilin, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi yang telah memotivasi penulis selama mengikuti kegiatan belajar di FEIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Segenap Dosen di FEIS yang paling berjasa bagi penulis dalam proses mencari ilmu, pengalaman dan
proses pembelajaran di bangku
perkuliahan, sebagai sumber motivasi dan inspirasi bagi penulis. Pak Abdul Hamid Cebba, MBA (Auditing 1), Pak Amilin, M.Si (Intermediate Accounting dan teori akuntansi), Pak Dudi Agung Somantri, M.Si ( Ilmu Perpajakan 2), Ibu Rosdiana (Manajemen Pemasaran), Ibu Rachmawati, MM (Ilmu Perpajakan1 dan akuntansi pemerintahan), Pak Afif Sulfa, M.Si (Praktek Perpajakan), Pak Zunaidin Zakaria, MM (Macro Economic), Pak Hepi Prayudiawan, MM (Advance 1 dan akuntansi syariah), Pak Teguh Widodo Ak., ST (Advance 2), Pak Yani, MM (SIA), Pa Arif Agus (Accounting Intermediate), Pak Fuad (Auditing 2 dan Internal Audit), Bu Khomsiah (Akuntansi Biaya dan Metodologi Penelitian), Bu Ratna (SPI) segenap dosen yang telah memberikan Ilmu dan pengalamannya kepada penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih banyak untuk semuanya. 8. Segenap staf Tata Usaha FEIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Bu Lily, Bu Dewi, Bu Siska, Bu Umy dan Pak Bambang yang sering direpotin oleh penulis dalam pengurusan nilai dan administrasi lainnya. 9. My lovely girl, Septia Handayani, which is support all my life include this mini-thesis. I will always love u and wait me for our wedding! 10. Segenap teman-temanku di Akuntansi D Angkatan 2003 yang selalu membantu dan memberikan motivasi selama perkuliahan; e-One, Nova,
viii
Andika, G8 (Ichi, Yuli, Ntie, Eskal, Izzi, Reni, Orie dan Bariyah), Uwie, Rizkah, Fauzah, Anthie, Andri, Dadun, Syaechu, Eko, Wahid,
Deki,
Agus, Nadiroh, Oky, Leli, Ulfah, Harum, Yasmin, Subki, Yopi & Sofi, Astari, Jauzi, Uyan, Farid dan Ika. I will always remember our memories in UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 11. Segenap temen-temenku di kelas Audit yang selalu membuat membuat semangat: Lutfi, Fauzan, Kholil, Madoen, Dede, Aria, Topik, Fanani, Feril,Adi, Mira, Aisyah, Endah, Soliyah, Samsiah, Reni dan lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu. Hanya kepada-MU Ya Allah... penulis memohon balasan yang berlipat bagi semua pihak yang telah membantu. Sungguh merupakan bukti keangkuhan penulis manakala skripsi ini dikatakan sempurna. Kritik konstruktif dari para pembaca sangat penulis harapkan demi perbaikan. Akhirnya penulis senantiasa memanjatkan doa kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pemurah agar dibukakan pintu rizki yang luas, memperoleh ilmu manfaat dan semoga skripsi ini dapat berguna bagi sesama khususnya segenap pembaca, Amiin.
Jakarta,
Juni 2009
Azwar Hanas
ix
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan Skripsi .......................................................................................
i
Halaman Pengesahan Ujian Komprehensif.................................................................
ii
Daftar Riwayat Hidup ................................................................................................... iii Abstract........................................................................................................................... iv Abstraksi .........................................................................................................................
v
Kata Pengantar .............................................................................................................. vi Daftar Isi ......................................................................................................................... ix Daftar Tabel ................................................................................................................... xiv Daftar Gambar ............................................................................................................... xv Bab. I. Pendahuluan ...................................................................................................
1
A. Latar Belakang ............................................................................................
1
B. Perumusan Masalah.....................................................................................
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................... 10 Bab. II. Kerangka Teoritis .......................................................................................... 12 A. Corporate Governance ............................................................................... 12 1. Definisi Corporate Governance.............................................................. 12 2. Peran Aktif Negara, Dunia Usaha dan Masyarakat ................................ 14 a. Peranan Negara ................................................................................... 15 b. Peranan Dunia Usaha .......................................................................... 16 c. Peranan Masyarakat ............................................................................ 17 3. Elemen Corporate Governance .............................................................. 17
x
4. Prinsip Corporate Governance ............................................................... 20 a. Akuntabilitas (accountability)............................................................. 21 b. Pertanggungjawaban (responsibility).................................................. 21 c. Keterbukaan (transparancy) ............................................................... 22 d. Kewajaran (fairness) ........................................................................... 22 e. Kemandirian (independency) .............................................................. 22 5. Mekanisme Pengendalian Corporate Governance ................................ 23 6. Manfaat Corporate Governance ............................................................. 24 B. Dewan Komisaris ........................................................................................ 25 1. Definisi Dewan Komisaris ...................................................................... 25 2. Tugas Dewan Komisaris ......................................................................... 27 3. Fungsi Dewan Komisaris ........................................................................ 28 4. Komisaris Independen............................................................................. 32 5. Persyaratan Dewan Komisaris .............................................................. 32 6. Dewan Komisaris dan Komite-komite.................................................... 35 C. Dewan Direksi ............................................................................................. 36 1. Definisi Dewan Direksi........................................................................... 36 2. Klasifikasi Dewan Direksi ...................................................................... 37 3. Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Direksi ................................. 37 4. Tugas dan Kewenangan Dewan Direksi ................................................. 37 a. Eksternal.............................................................................................. 38 a. Internal ................................................................................................ 38 5. Tanggung Jawab Dewan Direksi ............................................................ 38
xi
D. Komite Audit............................................................................................... 39 1. Definisi Komite Audit............................................................................. 39 2. Tanggung Jawab Komite Audit .............................................................. 42 a. Laporan Keuangan (Financial Reporting) .......................................... 42 b. Tata kelola perusahaan (corporate governance)................................. 43 c. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control) .................................... 44 3. Wewenang Komite Audit........................................................................ 45 4. Struktur Komite Audit ............................................................................ 45 E. Kerangka Pemikiran .................................................................................... 46 Bab. III. Metodologi Penelitian .................................................................................... 48 A. Ruang Lingkup Penelitian........................................................................... 48 B. Metode Penentuan Sampel .......................................................................... 48 C. Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 50 D. Metode Analisis .......................................................................................... 50 1. Pengujian Asumsi Klasik ........................................................................ 50 a. Pengujian Normalitas .......................................................................... 50 b. Pengujian Multikolinieritas................................................................. 51 c. Pengujian Autokorelasi ....................................................................... 51 d. Pengujian Heteroskedastisitas............................................................. 52 2. Pengujian Hipotesis................................................................................. 52 a. Uji Adjusted R2 (Koefisien Determinasi) ............................................ 53 b. Uji Statistik F ...................................................................................... 54 c. Uji t-statistik........................................................................................ 54
xii
E. Operasional Variabel ................................................................................... 54 1. Variabel Dependen.................................................................................. 55 2. Variabel Independen ............................................................................... 55 a. Dewan Komisaris ................................................................................ 56 b. Dewan Direksi .................................................................................... 56 c. Komite Audit....................................................................................... 56 Bab. IV. Hasil Dan Pembahasan.................................................................................. 57 A. Objek Penelitian .......................................................................................... 57 B. Deskripsi Variabel Penelitian...................................................................... 59 1. Statistik Deskriptif .................................................................................. 59 C. Hasil Uji Asumsi Klasik.............................................................................. 60 1. Hasil Uji Normalitas Data ....................................................................... 60 2. Hasil Uji Multikolinieritas ...................................................................... 62 3. Hasil Uji Autokorelasi ............................................................................ 63 4. Hasil Uji Heterokedastisitas .................................................................... 64 D. Pengujian Hipotesis..................................................................................... 65 1. Hasil dari Uji R dan Uji Adjusted R²....................................................... 65 2. Hasil Uji F ............................................................................................... 65 3. Hasil Uji Hipotesis .................................................................................. 66 a. Hasil uji Hipotesis 1 (H1) .................................................................... 66 b. Hasil uji Hipotesis 2 (H2) .................................................................... 68 c. Hasil uji Hipotesis 3 (H3) .................................................................... 70 d. Hasil uji Hipotesis 4 (H4) .................................................................... 71
xiii
Bab. V. Kesimpulan Dan Implikasi............................................................................ 72 A. Kesimpulan ................................................................................................. 72 B. Implikasi ...................................................................................................... 72
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Daftar Pemilihan Sampel .................................................................................49 Tabel 3.2 Pendahuluan.....................................................................................................56 Tabel 4.1 Daftar Sampel Perusahaan ...............................................................................57 Tabel 4.2 Statistik Deskriptif ...........................................................................................60 Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinieritas ...............................................................................63 Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi .....................................................................................63 Tabel 4.5 Hasil Uji F........................................................................................................65 Tabel 4.6 Hasil Uji t dan Hipotesis..................................................................................66
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Setiap perusahaan memiliki visi dan misi dari keberadaannya. Visi dan misi tersebut merupakan pernyataan tertulis tentang tujuan-tujuan kegiatan usaha yang akan dilakukannya. Tentunya kegiatan terencana dan terprogram ini dapat tercapai dengan keberadaan sistem corporate governance yang baik. Disamping itu, perlu terbentuk kerjasama tim yang baik dengan berbagai pihak, terutama dari seluruh karyawan dan top manajemen. Sistem corporate governance yang baik ini menuntut dibangun dan dijalankannya prinsip-prinsip corporate governance dalam proses manajerial perusahaan. Dengan mengenal prinsip-prinsip yang berlaku secara universal ini, diharapkan perusahaan dapat hidup secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi para stakeholder-nya (Chandra, 2007). Isu corporate governance menjadi perhatian para pengamat ekonomi setelah terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia, yang salah satu penyebabnya adalah kondisi dunia usaha di Indonesia tidak mendukung terciptanya iklim perekonomian yang baik. Kondisi-kondisi tersebut, menurut Amirudin (2004), antara lain: 1. Ketertutupan diri pengusaha, baik pemilik maupun manager; 2. Tidak dipergunakannya kaedah-kaedah usaha dalam bekerja; 3. Kurangnya kesiapan sebagai entrepreneur yang mampu membawanya ke dunia usaha murni Sedangkan menurut The Indonesian Institute for Corporate Governance (2007), kelemahan mendasar pada kondisi dunia usaha di Indonesia terutama di
1
tingkat mikro, diakibatkan oleh pengelolaan ekonomi dan sektor usaha yang kurang efisien serta sistem perbankan yang rapuh. Sektor usaha yang kurang efisien tersebut berkaitan dengan kecenderungan konsentrasi kepemilikan usaha yang monopolistik, sehingga menyebabkan adanya distorsi pengelolaan dalam pengalokasian sumber daya, baik yang dilakukan oleh sektor swasta maupun sektor pemerintah. Penyebab krisis ekonomi di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, adalah mekanisme pengawasan dewan komisaris (board of director) dan komite audit (audit committee) di perusahaan tak berfungsi efektif dalam melindungi kepentingan pemegang saham (Sulistyanto dan Wibisono, 2003). Selain krisis ekonomi, skandal-skandal perusahaan publik juga mendorong meningkatnya kesadaran para ekonom akan pentingnya penerapan corporate governance.
Skandal-skandal
tersebut
diantaranya
adalah
skandal
Enron,
WorldComm, Tyco, Marsh & McLennan dan Dick Grasso yang telah merugikan para stakeholder. Kondisi tersebut seolah mengatakan bahwa struktur perusahaan yang polos, yang terdiri dari dewan direksi dan dewan komisaris tanpa disertai penjelasan yang lebih terinci mengenai tugas, tanggung jawab serta apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan direksi, tidaklah cukup untuk meyakinkan pemegang saham bahwa direksi akan bekerja untuk memaksimalkan kepentingan pemegang saham dan komisaris akan bekerja secara cukup untuk mengawasi direksi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian majalah Fortune yang menyatakan bahwa sebagian besar dewan komisaris hanya berfungsi sebagai tukang stempel (40%), diikuti oleh komisaris yang bekerja mengawasi dan mengontrol direksi secara aktif (30%) dan komisaris yang mengawasi dan mengontrol direksi pada tingkat minimal saja. (Sitorus, 2006).
2
Berdasarkan prinsip corporate governance, struktur tesebut perlu diperkuat dengan menempatkan lebih banyak orang-orang yang independen, di mana mereka bekerja dalam bentuk komite-komite yang bertugas untuk menyeimbangkan energi kewirausahaan untuk melakukan inovasi yang dimiliki oleh Direksi dengan kebutuhan suatu bentuk pengawasan terhadap manajemen untuk menjamin bahwa arah kebijakan manajemen tersebut sejalan dengan kepentingan pemilik perusahaan. Board (dewan direksi dan dewan komisaris) memang berperan sentral dalam corporate governance. Hubungannya dengan pihak utama lainnya, khususnya pemegang saham dan majamen, sangat kritis. Pihak lainnya termasuk karyawan, pelanggan, pemasok, dan kreditur. Kerangka corporate governance tergantung hukum, peraturan, lingkungan institusi dan etika komunitas (McRitchie, 1999). Menurut Sitorus (2006), kepentingan (interest) merupakan kata kunci dalam permasalahan skandal-skandal di atas. Perbedaan kepentingan antara Direksi dan pemilik atau pemegang saham merupakan masalah klasik yang selalu timbul dari struktur perusahaan. Pemegang saham atau investor berkepentingan agar kekayaannya bertambah banyak untuk jangka panjang, dalam artian harga per saham yang dimilikinya meningkat, sementara Direksi memiliki kepentingan tersendiri ketika dia menjabat. Perbedaan ini dikenal sebagai agency problem (masalah keagenan). Agency problem ini didasarkan pada dua asumsi, yaitu: 1. Direksi akan bertindak untuk kepentingan dirinya sendiri dengan menggunakan uang dari pemegang saham atau fasilitas-fasilitas yang tersedia baginya.
3
2. Karena direksi memiliki akses informasi yang lebih baik daripada pemegang saham, maka direksi akan berusaha mengontrol arus informasi (informasi yang tidak berimbang). Sebagai akibat dari tindakan direksi yang oportunis, maka pemegang saham mengalami penurunan kekayaan yang mereka titipkan kepada direksi untuk dikelola atau yang dikenal sebagai agency cost. Menurut Sulistyanto (2003), prilaku oportunis yang dapat dilakukan direksi antara lain: 1. Penyalahgunaan dana perusahaan, di mana direksi meminjam dana dari perusahaan untuk spekulasi atau digunakan suatu kegiatan investasi untuk kepentingan pribadi. Setelah keuntungan didapatkan, direksi kemudian mengembalikan dana tersebut. 2. Direksi memiliki atau juga bekerja di perusahaan kompetitor dan pada saat yang sama, dia bekerja sebagai direksi. Dengan akses informasi yang dimiliki, dia dapat memenangkan perusahaan kompetitor. 3. Keuntungan berupa bonus yang diterima dari supplier atau pelanggan (rekanan) yang mendapatkan pekerjaan dari perusahaan atau sebagai usaha rekanan untuk mendapatkan pekerjaan dari perusahaan. 4. Penyalahgunaan informasi rahasia perusahaan untuk kepentingan pribadi Direksi. 5. Penghasilan tambahan dalam bentuk tunjangan-tunjangan kepada direksi selain gaji, tanpa ada persetujuan dari pemegang saham (RUPS).
4
6. Penghasilan tambahan bagi direksi juga dapat berupa fasilitas kantor yang dikonsumsi secara berlebihan oleh direksi. 7. Direksi terkadang melebarkan sayap bisnis perusahaan dengan membangun unit usaha/ pabrik baru sebagai alat untuk menaikkan prestige yang pada akhirnya akan menuntut kenaikan gaji dan fasilitasfasilitas kantor. 8. Penghindaran risiko. Dikarenakan insentif yang kecil bagi direksi untuk terjun dalam bisnis yang berisiko, maka direksi biasanya menghindari kesempatan tersebut meskipun itu menawarkan tingkat pengembalian yang diinginkan oleh pemegang saham. 9. Perbedaan jangka waktu. Pemegang saham berkepentingan pada arus kas masuk yang terus menerus untuk jangka panjang, dilain pihak direksi berusaha memaksimalkan keuntungan jangka pendek mereka terutama ketika kontrak mereka hampir berakhir. Hampir seluruh prilaku oportunis direksi di atas pada akhirnya akan tercermin dalam angka-angka akuntansi. Angka akuntansi memainkan peranan penting dalam memonitor kinerja direksi dan meyakinkan pemegang saham. Karena direksi memiliki akses lebih terhadap informasi, maka direksi akan berusaha mempengaruhi angka akuntasi dalam usahanya memaksimalkan prilaku oportunis mereka. Salah satu usaha direksi mempengaruhi angka akuntansi adalah dengan cara mempengaruhi hasil pekerjaan eksternal auditor. Kemungkinan ini terbuka, jika yang memilih eksternal auditor untuk melakukan audit adalah direksi aktif.
5
Corporate governance menekankan pentingnya pengawasan yang lebih terhadap keputusan-keputusan Direksi oleh pihak yang independen, sehingga prilaku oportunis yang disebutkan di atas dapat diantisipasi. Pihak independen yang dimaksud disini adalah orang-orang yang memiliki posisi tidak di bawah direksi (yang merupakan agen) dan yang menerima pendapatan dari perusahaan dalam jumlah tetap atau tidak bergantung pada untung ruginya perusahaan. Salah satu unsur terpenting dalam corporate governance adalah komite audit. Tugas komite audit adalah untuk mengawasi proses penyusunan laporan keuangan, proses
audit
yang didalamnya
termasuk
pemilihan
eksternal auditor
dan
mengkomunikasikannya dengan auditor. Inti tugas komite audit adalah mengurangi intervensi direksi terhadap angka akuntansi sampai tingkat minimal sehingga laporan keuangan dapat lebih diandalkan bagi pemegang saham dalam mengambil keputusan. Secara teoritis diakui bahwa penurunan agency cost akan meningkatkan kinerja perusahaan dan tanpa pengawasan yang cukup direksi dapat saja menggunakan harta perusahaan untuk kepentingan yang berlawanan dengan kepentingan pemilik. Keberadaan komite audit
diharapkan
mampu meningkatkan kualitas
pengawasan internal perusahaan, serta mampu mengoptimalkan mekanisme checks and balances. Dengan demikian, hal ini akan memberikan perlindungan yang optimum kepada para pemegang saham dan stakeholder lainnya. Urgensi keberadaan komite audit berkaitan dengan belum optimalnya fungsi pengawasan yang diemban dewan komisaris di banyak perusahaan di negara-negara korban krisis yang lalu. Krisis ekonomi di Indonesia, semakin diperparah dengan adanya karakteristik umum yang melekat pada entitas bisnis berupa pemusatan
6
kontrol atau pengendalian kepemilikan perusahaan di tangan pihak tertentu saja. Tugas pokok dari komite audit pada prinsipnya adalah membantu dewan komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan atas kinerja perusahaan. Hal tersebut berkaitan dengan review sistem pengendalian intern perusahaan, memastikan kualitas laporan keuangan, dan meningkatkan efektivitas fungsi audit. Laporan keuangan merupakan produk dari manajemen yang kemudian diverifikasi oleh eksternal auditor. Dalam pola hubungan tersebut, komite audit berfungsi sebagai jembatan penghubung antara perusahaan dengan eksternal auditor. Selain itu, tugas komite audit juga erat kaitannya dengan penelaahan terhadap risiko yang dihadapi perusahaan serta ketaatan terhadap peraturan. Tugas inilah yang menjadi salah satu fungsi dari penerapan agency theory. Dari gambaran sederhana mengenai tugas dan fungsi dari lembaga tersebut, keberadaan komite audit menjadi sangat penting sebagai salah satu perangkat utama dalam penerapan good corporate governance. Untuk mencegah terulangnya kembali krisis ekonomi yang disebabkan oleh gelombang skandal perusahaan, pengadopsian prinsip-prinsip corporate governance sekaligus penerapannya di suatu negara menjadi sesuatu yang sangat penting. Salah satu unsur kelembagaan dalam konsep corporate governance yang diharapkan mampu memberikan kontribusi tinggi dalam level penerapannya adalah komite audit dan dewan komisaris independen. Keberadaan komite audit dan dewan komisaris independen dipertegas dengan keputusan Bapepam yang dituangkan dalam Surat Edaran BAPEPAM Nomor 03 tahun 2000 mengenai Pembentukan Komite Audit dan Keputusan Direksi BEJ No.
7
339 tahun 2001 mengenai Peraturan Pencatatan Efek di Bursa Efek Jakarta yang mencakup komisaris Independen, komite audit, sekretaris perusahaan; keterbukaan; dan standar laporan keuangan per sektor. Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Darmawati (2006) yang mengukur pengaruh konsentrasi kepemilikan, ukuran perusahaan, dan jenis perusahaan BUMN dan non BUMN terhadap penerapan good corporate governance oleh perusahaan. Konsentrasi kepemilikan dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap implementasi good corporate governance, sedangkan jenis perusahaan BUMN dan non BUMN justru berpengaruh negatif terhadap implementasi
good corporate
governance. Implementasi corporate governance di perusahaan BUMN lebih lemah dibandingkan dengan perusahaan non BUMN. Sulistyanto (2003) dalam penelitiannya menemukan bahwa Annual Report Award (ARA) direspon pasar dihari kelima setelah pengumuman. Respon pasar yang positif mengindikasikan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat meningkat terhadap penerapan konsep corporate governance oleh perusahaan. Almilia dan Sifa (2006) menguji pengaruh pengumuman CGPI terhadap reaksi pasar yang diukur dengan abnormal return dan volume perdagangan. Hasilnya, adanya pengaruh positif pengumuman CGPI terhadap reaksi pasar. Amirudin (2004) dalam penelitiannya meneliti peranan dewan komisaris independen dalam mewujudkan good corporate governance. Hasilnya, untuk menciptakan perusahaan dengan penerapan good corporate governance, diperlukan komisaris independen yang duduk dalam jajaran pengurus perseroan. Menurut
Forum
for
Corporate
Governance
in
Indonesia
(2003),
8
penyelenggaraan good corporate governance, harus didukung oleh ketersediaan: 1. Jumlah komisaris independen adalah sekurang-kurangnya 30% dari seluruh jumlah anggota komisaris 2. Perlunya dibentuk komite audit 3. Perlunya dibentuk corporate secretary Dari berbagai penelitian dan pernyataan Forum for Corporate Governance in Indonesia di atas, penelitian kali ini dilakukan untuk menguji signifikansi pengaruh dewan komisaris independen dan komite audit terhadap pelaksanaan corporate governance yang diukur dengan pemeringkatan CGPI pada perusahaan-perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta (BEJ) selama periode 2003-2005. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini mencoba untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi corporate governance, dengan judul: Pengaruh Dewan Komisaris, Dewan Direksi, dan Komite Audit Terhadap Pelaksanaan Corporate Governance Pada Perusahaan Yang Listed Di BEJ”
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat pengaruh dewan komisaris terhadap pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang listed di BEJ? 2. Apakah terdapat pengaruh dewan direksi terhadap pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang listed di BEJ? 3. Apakah terdapat pengaruh komite audit terhadap pelaksanaan corporate
9
governance pada perusahaan yang listed di BEJ? 4. Apakah terdapat pengaruh dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit terhadap pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang listed di BEJ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan pengaruh dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit terhadap pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang listed di BEJ. b. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan pengaruh dewan komisaris terhadap pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang listed di BEJ. c. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan pengaruh dewan direksi terhadap pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang listed di BEJ. d. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan pengaruh komite audit terhadap pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang listed di BEJ. 2. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: a. Bagi Pemerintah Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat diketahui seberapa besar pengaruh komite audit, dewan direksi dan dewan komisaris dalam
10
pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta. Sehingga dalam menerapkan good corporate governance, diharapkan pemerintah mengambil kebijakan yang memfokuskan pada penerapan kedua
faktor ini
dalam pelaksanaan
good
corporate
governance. b. Bagi Pembaca Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bacaan untuk menambah wawasan pengetahuan dalam bidang keberhasilan penerapan corporate governance yang baik pada perusahaan-perusahaan di Indonesia dan dapat dijadikan sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya pada bidang Akuntansi Keuangan dan Audit serta dalam rangka pengembangan ilmu. c. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan mampu memperdalam pengetahuan penulis, terutama mengenai pengaruh dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit terhadap pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta.
11
BAB II KERANGKA TEORITIS
A. Corporate Governance 1. Definisi Corporate Governance Berikut ini beberapa definisi corporate governance yang dikemukakan oleh para penulis: Corporate governance seringkali
dipandang sebagai struktur dan
hubungan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan (McRitchie, 1999).
Corporate governance adalah area di dalam ekonomi yang menginvestigasi bagaimana menjamin/ memotivasi efisiensi manajemen perusahaan dengan menggunakan mekanisme insentif, seperti kontrak, desain organisasi, dan pembuatan peraturan. Hal ini seringkali membatasi pertanyaan dalam meningkatkan kinerja keuangan, misalnya bagaimana pemilik perusahaan dapat menjamin bahwa manajer perusahaan akan menghasilkan pendapatan rata-rata yang kompetitif (Mathiesen dalam Encycogov, 2002). Corporate governance adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang mempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Corporate governance juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam corporate governance adalah pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas (Wikipedia, 2007). Corporate governance adalah sistem di mana perusahaan diarahkan dan diatur. Hal ini mempegaruhi penyusunan dan hasil yang didapat dari tujuan perusahaan, bagaimana risko dimonitor dan diperkirakan, dan bagaimana kinerjanya menjadi optimis. Pada akhirnya, struktur good corporate governance mendorong perusahaan menciptakan nilai (melalui kewirausahaan, inovasi, pengembangan, dan eksplorasi) dan menyediakan akuntablitas dan sistem pengendalian yang setara dengan akibat yang dihasilkan risiko (ASX, 2007)
12
Corporate governance adalah struktur, sistem, sekaligus proses hidup (a living process) dalam mengelola kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan eksistensi perusahaan (Krismatono, 2002)
Corporate governance adalah suatu sistem yang dipakai board untuk mengarahkan dan mengendalikan serta mengawasi pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis, dan produktif dengan prinsip-prinsip transparan, accountable, responsible, independent, dan fairness dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Syakhroza, 2002). Berbagai pengertian di atas mengenai corporate governance, menurut penulis, pengertian yang dikeluarkan oleh Kantor Meneg BUMN dapat dijadikan sebuah
kesimpulan.
Corporate
governance
dipandang
sebagai
proses
pengambilan keputusan yang efektif yang bersumber dari budaya perusahaaan, etika, nilai, sistem, proses bisnis, kebijakan dan struktur organisasi, yang kesemuanya bertujuan untuk mendorong dan mendukung
pengembangan
perusahaan, pengelolaan sumberdaya dan risiko secara lebih efisien dan efektif dengan
pertanggungjawaban
perusahaan
kepada
pemegang
saham dan
stakeholder terkait. Dari berbagai pengertian di atas, semakin jelas bahwa konsep corporate governance akan membawa manfaat bagi penciptaan pertambahan nilai untuk berbagai pihak pemegang kepentingan (stakeholders), yang meliputi pemegang saham, pengurus, kreditur,
pemerintah, karyawan serta para pemegang
kepentingan intern dan ekstern. Manfaat ini dapat diperoleh karena adanya peraturan hubungan antar para stakeholders dan pengawasan oleh dewan komisaris yang independen (Chandra, 2006). Pentingnya corporate governance juga ditekankan oleh berbagai kalangan
13
akademisi dengan tujuan akhir bahwa aplikasi konsep ini di perusahaan dapat memberikan nilai perusahaan secara berkelanjutan dan sekaligus memberikan manfaat bagi kepentingan para pemegang saham dan stakeholders yang terkait. Di negara
kitapun
keinginan
untuk
menerapkan
prinsip-prinsip
corporate
governance dilakukan oleh berbagai pihak baik secara paksa maupun sukarela. Pada akhir tahun 2004, pemerintah mendirikan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Kantor Menteri BUMN telah mengeluarkan pedoman untuk perusahaan-perusahaan BUMN dalam menjalankan corporate governance di perusahaan masing-masing. Demikian juga lembaga pengawas bursa dan bursa efek di Jakarta, meminta pada para perusahaan emiten untuk membentuk berbagai komite pengawasan yang sejalan dengan tertib pengelolaan perusahaan yang transparan dan bertanggung jawab. Pada beberapa perusahaan swasta, aplikasi corporate governance telah dilakukan secara alamiah, karena mereka melihat dan merasakan manfaat penerapan corporate governance tersebut. Keberadaan good corporate governance menjadi sangat dibutuhkan karena cepatnya perubahan lingkungan yang berdampak pada peta persaingan global dan semakin banyak dan kompleksitas stakeholders termasuk struktur kepemilikan bisnis. Good corporate governance tercipta apabila terjadi keseimbangan kepentingan antara semua pihak yang berkepentingan dengan bisnis kita (Mulyana, 2006). 2. Peran Aktif Negara, Dunia Usaha dan Masyarakat Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (2004), dalam menegakkan corporate governance yang baik, harus didukung oleh peran aktif negara, dunia
14
usaha, dan masyarakat. Peran aktif tersebut tercermin dalam tindakan berikut ini: a. Peranan Negara 1)
Melakukan koordinasi secara efektif antar penyelenggara negara dalam penyusunan peraturan perundang-undangan berdasarkan sistem hukum nasional dengan memprioritaskan kebijakan yang sesuai dengan kepentingan dunia usaha dan masyarakat. Untuk itu regulator harus memahami perkembangan bisnis yang terjadi untuk dapat melakukan penyempurnaan atas peraturan perundangundangan secara berkelanjutan.
2)
Mengikutsertakan
dunia
usaha
dan
bertanggungjawab
dalam
penyusunan
masyarakat peraturan
secara
perundang-
undangan (rule-making rules). 3)
Menciptakan sistem politik yang sehat dengan penyelenggara negara yang memiliki integritas dan profesionalitas yang tinggi.
4)
Melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent law enforcement).
5)
Mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
6)
Mengatur kewenangan dan koordinasi antar-instansi yang jelas untuk meningkatkan pelayanan masyarakat dengan integritas yang tinggi dan mata rantai yang singkat serta akurat dalam rangka mendukung terciptanya iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan.
7)
Memberlakukan peraturan perundang-undangan untuk melindungi
15
saksi dan pelapor (whistleblower) yang memberikan informasi mengenai suatu kasus yang terjadi pada perusahaan. Pemberi informasi dapat berasal dari manajemen, karyawan perusahaan atau pihak lain. 8)
Mengeluarkan peraturan untuk menunjang pelaksanaan GCG dalam bentuk ketentuan yang dapat menciptakan iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan.
9)
Melaksanakan hak dan kewajiban yang sama dengan pemegang saham lainnya dalam hal Negara juga sebagai pemegang saham perusahaan.
b. Peranan Dunia Usaha 1)
Menerapkan etika bisnis secara konsisten sehingga dapat terwujud iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan.
2)
Bersikap dan berperilaku yang memperlihatkan kepatuhan dunia usaha dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan.
3)
Mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
4)
Meningkatkan kualitas struktur pengelolaan dan pola kerja perusahaan
yang
didasarkan
pada
asas
GCG
secara
berkesinambungan. 5)
Melaksanakan fungsi ombudsman untuk dapat menampung informasi tentang penyimpangan yang terjadi pada perusahaan. Fungsi ombudsman dapat dilaksanakan bersama pada suatu kelompok usaha atau sektor ekonomi tertentu.
16
c. Peranan Masyarakat 1)
Melakukan kontrol sosial dengan memberikan perhatian dan kepedulian terhadap pelayanan
masyarakat yang dilakukan
penyelenggara negara serta terhadap kegiatan dan produk atau jasa yang dihasilkan oleh dunia usaha, melalui penyampaian pendapat secara objektif dan bertanggung jawab. 2)
Melakukan komunikasi dengan penyelenggara negara dan dunia usaha dalam mengekspresikan pendapat dan keberatan masyarakat.
3)
Mematuhi peraturan perundang-undangan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
3. Elemen Corporate Governance Menurut Syakhroza (2004), corporate governance terdiri dari 6 (enam) elemen, yaitu: a. Fokus kepada Board Beberapa
pihak mengatakan
bahwa
corporate
governance
berfokus pada pembahasan mengenai board (McRitchie, 1999). Board adalah pucuk pimpinan suatu organisasi yang bertanggungjawab untuk mengarahkan dan mengendalikan serta mengawasi pemakaian sumber daya agar selaras dengan tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Dalam konteks perusahaan Indonesia, maka yang dimaksud dengan board adalah dewan komisaris dan dewan direksi. Hal ini sebagai konsekuensi Negara Indonesia telah mengadopsi dan menggunakan undang-undang persero yang menggunakan sistem dual board. Sedangkan dalam konteks Institusi
17
Pemerintah, misalnya Pemerintahan Indonesia, yang dimaksud dengan board adalah Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Corporate governance berfokus pada pembahasan mengenai board karena dewan komisaris dan dewan direksi adalah pihak yang bertanggung jawab dan memiliki otoritas penuh dalam membuat keputusan tentang bagaimana melakukan pengarahan, pengendalian dan pengawasan atas pengelolaan sumber daya sesuai dengan tujuan perusahaan. Dalam melakukan pengelolaan sumber daya ini, tentu saja harus memenuhi kaidah-kaidah efisien, efektif, ekonomis, dan produktif dengan selalu berorientasi kepada tujuan perusahaan. b. Hukum dan Peraturan sebagai alat untuk mengarahkan dan pengendalikan. Suatu organisasi membutuhkan suatu perangkat hukum dan peraturan yang ditujukan kepada board untuk melindungi dan memagari agar keputusan yang dibuat oleh board bisa independen (Maassen dan Van den Bosch dalam Wikipedia, 2007). Pengertian hukum di sini tidak hanya perangkat hukum yang berasal dari luar perusahaan saja seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pidana, Undang-Undang Perseroan, Undang-Undang Perbankan, Standar Akuntansi, Peraturan Bapepam dan Pasar Modal, tetapi juga produk hukum internal perusahaan seperti Kebijakan Perusahaan, dan Prosedur Standar Operasi. Produk hukum dalam membangun corporate governance harus ditaati tanpa mengganggu Board dan Manajemen Perusahaan dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
18
c. Pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis, dan produktif Jika kita membicarakan penegakkan corporate governance, maka perhatian kita bagaimana Board mengelola sumber daya perusahaan? Apakah Board telah mengalokasikan sumber daya ini secara efisien, efektif, ekonomis, dan produktif? Adanya perangkat hukum dan peraturan adalah sebagai upaya untuk memberikan pedoman yang berisi petunjuk dan batasan kepada Board untuk bertindak lebih independen. Board Governance yang baik tentu saja akan berupaya secara terus menerus bagaimana mengalokasikan sumber daya secara maksimal dalam kerangka pencapaian tujuan perusahaan. d. Transparan, accountable, responsible, independent, dan fairness. Kelima unsur ini merupakan prinsip corporate governance yang diterima di seluruh dunia. Dengan demikian, dalam upaya menegakkan corporate governance, harus menjalankan kelima prinsip tersebut. e. Tujuan organisasi. Pentingnya
penegakkan
corporate
governance
merupakan
cerminan keseriusan board dalam memberikan komitmen kepada pencapaian tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Keterkaitan antara corporate governance dan tujuan organisasi sangat erat, bahkan beberapa penulis menyebutkannya sebagai satu kesatuan.
19
f. Strategic control Dari penjelasan elemen corporate governance sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa corporate governance merupakan salah satu instrumen strategic control perusahaan. Fokus kepada Board dan berorientasi kepada tujuan perusahaan adalah menunjukkan bahwa corporate governance merupakan alat pengendalian strategis perusahaan. 4. Prinsip Corporate Governance Menurut
Sudarmadi (2004), ada dua prinsip utama yang perlu
diperhatikan. Pertama, kejelasan hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat waktu. Kedua, itikad perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan dan stakeholders Prinsip-prinsip Corporate Governance menurut OECD dalam FCGI (2003) menyangkut hal-hal sebagai berikut: a. Jaminan atas kerangka corporate governance yang efektif; b.
Hak-hak para Pemegang Saham;
c. Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham; d. Peranan stekeholders dalam corporate governance; e. Transparansi dan Penjelasan; f. Peranan dewan komisaris. Menurut OECD dalam Chandra (2007), prinsip-prinsip
corporate
governance berikut ini telah dijadikan acuan oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Prinsip-prinsip tersebut disusun seuniversal mungkin
20
sehingga dapat berlaku bagi semua negara atau perusahaan dan diselaraskan dengan sistem hukum, aturan atau tata nilai yang berlaku di negara masingmasing. Prinsip-prinsip corporate governance yang baik ini antara lain: a. Akuntabilitas (accountability) Prinsip ini memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan komisaris dan direksi beserta kewajiban-kewajibannya kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya. Dewan direksi bertanggung jawab atas keberhasilan pengelolaan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas keberhasilan pengawasan dan wajib memberikan nasehat kepada direksi atas pengelolaan perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Pemegang saham bertanggung jawab atas keberhasilan pembinaan dalam rangka pengelolaan perusahaan. b. Pertanggungjawaban (responsibility) Prinsip ini menuntut perusahaan maupun pimpinan dan manajer perusahaan melakukan kegiatannya secara bertanggung jawab. Sebagai pengelola perusahaan hendaknya dihindari segala biaya transaksi yang berpotensi merugikan pihak ketiga maupun pihak lain di luar ketentuan yang telah disepakati, seperti tersirat pada undang-undang, regulasi, kontrak maupun pedoman operasional bisnis perusahaan.
c. Keterbukaan (transparancy)
21
Dalam prinsip ini, informasi harus diungkapkan secara tepat waktu dan akurat. Informasi yang diungkapkan antara lain keadaan keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Audit yang dilakukan atas informasi dilakukan secara independen. Keterbukaan dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan perusahaan sehingga nilai pemegang saham dapat ditingkatkan. d. Kewajaran (fairness) Seluruh pemangku kepentingan harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan perlakuan yang adil dari perusahaan. Pemberlakuan prinsip ini di perusahaan akan melarang praktek-praktek tercela yang dilakukan oleh orang dalam yang merugikan pihak lain. Setiap anggota direksi harus melakukan
keterbukaan
jika
menemukan
transaksi-transaksi
yang
mengandung benturan kepentingan. e. Kemandirian (independency) Prinsip ini menuntut para pengelola perusahaan agar dapat bertindak secara mandiri sesuai peran dan fungsi yang dimilikinya tanpa ada tekanantekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan sistem operasional perusahaan yang berlaku. Tersirat dengan prinsip ini bahwa pengelola perusahaan harus tetap memberikan pengakuan terhadap hak-hak stakeholders yang ditentukan dalam undang-undang maupun peraturan perusahaan. Dalam praktiknya, prinsip-prinsip corporate governance yang baik ini perlu dibangun dan dikembangkan secara bertahap. Perusahaan harus membangun sistem dan pedoman tata kelola perusahaan yang akan
22
dikembangkannya. Demikian juga dengan para karyawan, mereka perlu memahami dan diberikan bekal pengetahuan tentang prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik yang akan dijalankan perusahaan. 5. Mekanisme Pengendalian Corporate Governance Mekanisme pengendali corporate governance dibagi menjadi 2, eksternal dan internal. Komponen yang termasuk dalam kategori internal adalah komponenkomponen yang berhubungan langsung dengan proses pengambilan keputusan perusahaan. Mereka
terdiri dari
manajemen yang
berhubungan dengan
pengambilan keputusan operasional perusahaan, dan dewan direksi serta lainnya (pemegang saham dan dewan komisaris) yang berhubungan dengan keputusankeputusan perusahaan yang sifatnya lebih strategis. Mekanisme pengendalian internal tidak hanya dewan komisaris saja, tetapi juga komite-komite dibawahnya, dewan direksi, sekretaris perusahaan, dan manajemennya. Sedangkan, komponen yang termasuk dalam kategori eksternal adalah komponen-komponen
yang
tidak
berhubungan
langsung
dengan
pengambilan keputusan perusahaan. Mekanisme pengendalian eksternal
proses tidak
lagi berupa pasar modal saja, tetapi juga perbankan yang memberi suntikan dana, masyarakat selaku konsumen, supplier, tenaga kerja, komunitas lokal, pemerintah selaku regulator, serta stakeholder lainnya. Dengan demikian, pasar sebagai suatu mekanisme tersendiri yang dapat melakukan fungsi pengendali corporate governance termasuk dalam mekanisme pengendali eksternal. Sementara itu, pemegang saham, meskipun ia adalah bagian pembentuk pasar, dikategorikan sebagai mekanisme pengendali internal.
23
Gambar. 2.1 Mekanisme pengendalian corporate governance
Sumber: Syakhroza (2002) 6. Manfaat Corporate Governance Dengan melaksanakan corporate governance, ada beberapa manfaat yang bisa dipetik antara lain: a. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi dan terciptanya budaya kerja yang sehat. b. Meminimalkan kerugian akibat penyalahgunaan wewenang oleh Direksi (agency cost) dan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan.
24
c. Meningkatkan kepercayaan investor dan pada akhirnya meningkatkan pula value saham perusahaan. d. Dengan adanya peningkatan kinerja perusahaan akan meningkatkan pula shareholders’s value dan dividen. e. Praktik good corporate governance menempatkan karyawan sebagai salah satu stakeholder
yang
harus dikelola
dengan
baik sehingga
akan
meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja karyawan dan pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. f. Meningkatkan citra positif perusahaan sekaligus meminimalkan biaya akibat tuntutan stakeholder kepada perusahaan.
B. Dewan Komisaris 1. Definisi Dewan Komisaris Indonesia mengadopsi sistem hukum kontinental Eropa yang mempunyai Sistem Dua Tingkat (Two Tiers System ) untuk struktur dewan dalam perusahaan. Dengan demikian, perusahaan di Indonesia memiliki badan (board) yang terpisah, yaitu dewan pengawas (dewan komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi). Menurut UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umun dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. Dewan komisaris mengarahkan dan mengawasi dewan direksi dalam mengelola dan mewakili perusahaan. Dalam sistem ini, anggota dewan direksi
25
diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh dewan komisaris. Sedangkan anggota dewan komisaris diangkat dan diganti dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Gambar 2.2 Mekanisme pengendalian corporate governance
Sumber: Forum for Corporate Governance in Indonesia (2003) Dewan komisaris bertanggung jawab
untuk
mengawasi
tugas-tugas
manajemen. Dengan demikian, dewan direksi juga harus memberikan informasi kepada dewan
komisaris dan menjawab hal-hal yang diajukan oleh dewan
komisaris. Dalam hal ini dewan komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas-tugas manajemen dan tidak boleh mewakili perusahaan dalam transaksitransaksi dengan pihak ketiga. Dewan komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam
26
perusahaan,
terutama dalam
pelaksanaan
Good Corporate
Governance.
Menurut Egon Zehnder International dalam Forum for Corporate Governance in Indonesia (2007) dan Syakhroza (2002), dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan,
mengawasi
manajemen
dalam
mengelola
perusahaan,
serta
mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Pada mengawasi
intinya, dan
dewan
mekanisme
komisaris merupakan
suatu
mekanisme
untuk memberikan petunjuk dan arahan pada
pengelola perusahaan. Dengan demikian, dewan komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan. (Egon Zehnder International dalam Forum for Corporate Governance in Indonesia, 2007). 2. Tugas Dewan Komisaris Tugas-tugas utama dewan komisaris menurut OECD (2004) meliputi: a. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja, kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha; menetapkan sasaran kerja; mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan; serta memonitor penggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualan aset; b. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan penggajian anggota dewan direksi,
serta menjamin suatu
proses
pencalonan anggota dewan direksi yang transparan dan adil; c. Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen, anggota dewan direksi dan anggota dewan komisaris,
27
termasuk penyalahgunaan aset perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan; d. Memonitor pelaksanaan governance, dan mengadakan perubahan jika perlu; e. Memantau proses
keterbukaan
dan efektifitas
komunikasi
dalam
perusahaan Lingkup tugas dan wewenang serta tanggung jawab anggota komisaris secara umum telah diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas No1 tahun 1995, khususnya Pasal 94 sd Pasal 101. Dalam Undang-Undang tersebut tidak dipisahkan peran khusus dari Komisaris Independen. Dalam Undang-Undang tersebut diberi keleluasaan masing-masing perusahaan mengatur lebih lanjut mengenai ketentuan syarat-syarat dan tanggung jawab keanggotaan dewan komisaris secara lebih rinci sesuai dengan rujukan Anggaran Dasar atau Anggaran Rumah Tangga Perusahaan. Untuk beberapa perusahaan, ketentuan persyaratan keanggotaan Dewan Komisaris dapat diatur lebih lanjut dalam Manual GCG. 3. Fungsi Dewan Komisaris Fungsi dewan komisaris termasuk anggota komisaris independen menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (2007) mencakup dua peran sebagai berikut: a. Mengawasi Direksi perusahaan dalam mencapai kinerja dalam business plan dan memberikan nasehat kepada direksi mengenai penyimpangan pengelolaan usaha yang tidak sesuai dengan arah yang ingin dituju oleh perusahaan.
28
b. Memantau penerapan dan efektivitas dari praktik GCG. Agar fungsi dan tugas dewan komisaris ini dapat berjalan dengan baik, maka perlu dipastikan bahwa setiap kebijakan dan keputusan dewan komisaris yang dikeluarkan tidak memihak kepentingan dewan direksi sebagai agen atau bias dengan kepentingan pemilik. Dalam hal ini komisaris independen dapat berperan dalam untuk mewakili kepentingan pemegang saham minoritas. Dalam kaitannya dengan upaya menjalankan good corporate governance di perusahaan, seluruh anggota komisaris atau komisaris independen perlu mengerti dan menjalankan tugasnya dengan mengacu pada prinsip-prinsip good corporate governance berikut ini: 1).
Transparansi, yang menunjukan kemampuan dari berbagai pihak pemegang kepentingan terkait untuk melihat dan memahami proses dan acuan yang digunakan dalam pengambilan keputusan dalam mengelola perusahaan. Disini perlu dibangun berbagai sistem prosedur yang baku untuk ditaati dalam proses pengambilan keputusan. Berkaitan dengan proses pengambilan keputusan penting yang berkaitan dengan azas ini mencakup antara lain penunjukan komisaris dan direksi, remunerasi komisaris dan direksi, kinerja komisaris dan direksi, hubungan dengan pihak eksternal, trasaksi dengan pihak ketiga, dan penunjukan auditor.
2).
Disclosure, yang merupakan penyajian informasi kepada berbagai pihak pemegang kepentingan mengenai berbagai hal-hal yang
29
berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan dan risiko usaha perusahaan. Pada tahap awal menerima tugas pekerjaannya, dewan komisaris dan dewan direksi perlu memastikan bahwa eksternal auditor, internal auditor dan komite audit mempunyai akses terhadap informasi yang dimiliki perusahaan, dengan syarat kerahasiaan informasi perusahaan ini tetap dijaga. Kemudian, pada tahap berikutnya, dewan direksi perlu menyampaikan laporan keuangan audited dan kinerja usaha kepada publik secara rutin (RUPS, lembaga bursa, public expose, berita surat kabar). Dewan komisaris dan dewan direksi perlu memberikan laporan corporate governance kepada pihak pemerintah atau badan pengawas eksternal (Bank Indonesia, Bapepam, Kantor Meneg BUMN). Perusahaan perlu juga menyampaikan pada publik sejauh mana tingkat kepatuhan telah mereka jalankan, yang meliputi ketaatan pada peraturan dan Undang-undang yang berlaku, arahan pemerintah, peraturan perpajakan, prosedur standar akuntasi serta standar operasional lainnya. 3).
Akuntanbilitas, yang berkaitan dengan pertanggungan jawab dewan komisaris dan dewan direksi atas keputusan manajerial dan hasil kinerja usaha yang dicapai, sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan dalam pelaksanaan tanggung jawab dalam mengelola perusahaan.
30
Dewan komisaris dan dewan direksi perlu menyampaikan laporan realisasi pencapaian kinerja usahanya dikaitkan dengan pencapaian target-target usaha yang ditetapkan dalam business plan dan menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit secara rutin dan tepat waktu kepada publik. Bahkan untuk beberapa perusahaan laporan keuangan dan kegiatan operasional disampaikan oleh dewan direksi kepada dewan komisaris secara rutin dalam laporan semesteran, triwulanan, atau bulanan. 4).
Kemandirian, yang menuntut pemilik perusahaan, dewan komisaris dan dewan direksi dalam menjalankan kegiatan usaha melepaskan diri dari berbagai pengaruh atau tekanan yang berasal dari pihak tertentu yang dapat menggangu, merugikan, atau mengurangi obyektifitas pengambilan keputusan. Praktik-praktik kemandirian dapat meliputi kriteria seleksi anggota komisaris dan anggota direksi, akses terhadap pendapat konsultan independen, proses alokasi kredit, proses lelang, dan proses audit.
5).
Keadilan, yang menjamin terselengaranya perlakuan adil pada para pihak
pemegang
kepentingan,
termasuk
pemegang
saham
minoritas dan asing. Di samping perlakuan adil ini diberikan kepada pihak tersebut diatas, maka perlu dijamin hal serupa akan diberikan pada karyawan dan pegawai perusahaan serta kelompok masyarakat yang bermukim di sekitar perusahaan. Beberapa
31
perusahaan besar seperti halnya Citibank, Kelompok Sampoerna, Coca-Cola dan Unilever bahkan telah menjalankan berbagai bentuk social resposibility programs atau community development yang dirasakan manfaatnya oleh kalangan eksternal di luar perusahaan. 4. Komisaris Independen Komisaris independen adalah komisaris yang berasal dari luar perusahaan yang tidak memiliki kepentingan (independen) dari para stakeholder perusahaan. Komisaris yang berasal dari luar perusahaan cenderung akan bertindak lebih independen, sehingga dapat memonitor dan mengontrol manajemen (Tidano, 2007). Istilah dan keberadaan komisaris independen muncul setelah terbitnya Surat edaran Bapepam Nomor: SE03/PM/2000 dan Peraturan Pencatatan Efek Nomor 339/BEJ/07-2001 tanggal 21 Juli 2001.
Menurut ketentuan tersebut,
perusahaan publik yang tercatat di Bursa wajib memiliki beberapa anggota dewan komisaris yang memenuhi kualifikasi sebagai komisaris independen. 5. Persyaratan Dewan Komisaris Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT), yaitu Pasal 97 UUPT, komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perusahaan serta memberikan nasihat kepada direksi. Lebih lanjut Pasal 98 UUPT menegaskan, bahwa komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan perseroan. Disamping itu UUPT juga menetapkan, bahwa orang yang dapat diangkat
32
sebagai anggota dewan komisaris adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya sebagai anggota dewan komisaris. Persyaratan menjadi anggota komisaris pada perusahaan BUMN telah ditentukan oleh Pemerintah dalam hal ini Kantor Menteri Negara BUMN. Untuk industri perbankan, biasanya lembaga perbankan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia, melalui suatu proses uji kelayakan (fit and proper test). Hanya mereka yang lulus uji kelayakan ini dapat ditetapkan di RUPS untuk menjadi anggota komisaris. Akhmad Syakhroza (2004) menyarankan agar dalam tes tersebut dilakukan tes yang meliputi kelayakan karakter dari kandidat anggota komisaris dalam hal uji pengetahuan tranparansi, akuntabilitas, responsibilitas, kemandirian dan fairness. Kriteria
komisaris independen menurut Peraturan Bursa Efek Jakarta
adalah sebagai berikut: a. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham
mayoritas
atau
pemegang saham
pengendali
(controlling
shareholders) perusahaan tercatat yang bersangkutan; b. Komisaris independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan/atau komisaris lainnya perusahaan tercatat yang bersangkutan; c. Komisaris
independen
tidak
memiliki
kedudukan
rangkap
pada
perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang
33
bersangkutan; d. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal; e. Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas yang bukan merupakan pemegang saham pengendali dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/ 12/ DNDP, untuk menjadi komisaris independen/ pihak independen pada sebuah bank umum, harus tidak memiliki: a. Hubungan keuangan, yakni apabila memperoleh penghasilan, bantuan keuangan atau pinjaman dari anggota dewan komisaris lainnya dan/ atau direksi (pengurus) Bank, dari perusahaan yang Pemegang Saham Pengendalinya pengurus Bank, dan dari Pemegang Saham Pengendali Bank. b. Hubungan kepengurusan, yakni
apabila menjadi pengurus pada
perusahaan dimana dewan komisaris Bank lainnya menjadi pengurus, menjadi pengurus pada perusahaan yang Pemegang Saham Pengendalinya pengurus Bank, dan menjadi pengurus atau Pejabat Eksekutif
pada
perusahaan Pemegang Saham Pengendali Bank. c. Hubungan kepemilikan saham yakni apabila menjadi pemegang saham pada perusahaan pengurus
dan atau
yang
Pemegang Saham Pengendalinya
Pemegang Saham Pengendali
Bank,
adalah dan atau
menjadi pemegang saham pada perusahaan PSP Bank.
34
d. Hubungan dengan Bank apabila: 1).
memiliki saham Bank lebih dari 5% (lima perseratus) dari modal disetor Bank;
2).
menerima/memberi
memberi
penghasilan,
bantuan
keuangan
atau pinjaman dari/kepada
Bank
yang
menyebabkan
pihak
yang
bantuan, memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
pihak yang menerima bantuan, seperti pihak terafiliasi dan/atau pihak yang melakukan transaksi keuangan dengan bank. 6. Dewan Komisaris dan Komite-komite Dalam corporate governance, dewan komisaris dapat membentuk berbagai komite yang membantu fungsi dewan komisaris agar berjalan secara lebih efektif. Komite-komite tersebut menurut FCGI (2003) adalah: a. Komite
audit
yang
memastikan
terselenggaranya
efektifitas
dari
pengendalian intern, pelaksanaan tugas external auditor dan internal auditor. b. Komite nominasi yang menyusun kriteria seleksi dan prosedur nominasi anggota komisaris dan direksi dan eksektutif lainnya, merancang sistem penilaian, dan memberikan rekomendasi tentang jumlah direksi dan komisaris. c. Komite remunerasi yang menetapkan arahan dalam pennyusunan sistem penggajian dan pemberian tunjangan serta rekomendasi atas penilaian sistem remunerasi, pemberian saham, sistem pensiun dan kompensasi dalam kasus pengurangan pegawai.
35
d. Komite asuransi dan risiko usaha yang melakukan penilaian berkala dan pemberian rekomendasi risiko usaha dan jenis serta jumlah asuransi. Berdasarkan praktek yang umum berlaku di dunia
internasional,
disarankan bahwa anggota komite-komite tersebut diisi oleh anggota komisaris independen. Walaupun komite-komite tersebut belum merupakan hal yang umum terdapat di berbagai bagian dunia, namun kecendurangan akan menyebar sejalan
dengan
perkembangan
perusahaan,
serta
masalah
yang
lebih
kompleks dan yang lebih luas. Dewan komisaris harus mempertimbangkan untuk mengangkat seorang komisaris dan menetapkan suatu kebijakan tentang pergantian ketua komite-komite tersebut. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa setiap komisaris mendapat kesempatan untuk ikut serta sesuai
dengan
caranya dan masing-masing untuk memperoleh pandangan-pandangan baru.
C. Dewan Direksi 1. Definisi Dewan Direksi Berikut ini beberapa definisi dewan direksi yang dikemukakan oleh para penulis: Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurus Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan baik di dalam meupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar (UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas). Sekelompok individu yang dipilih sebagai atau dipilih untuk bertindak sebagai perwakilan para pemegang saham untuk membangun aturan yang terkait dengan manajemen Perusahaan dan membuat keputusan-keputusan penting Perusahaan. Keputusan-keputusan tersebut menyangkut pengangkatan para eksekutif Perusahaan, memilih peraturan dan kompensasi atas para eksekutif tersebut. Setiap Perusahaan Terbuka harus
36
memiliki Dewan Direksi (Wikipedia, 2007). 2. Klasifikasi Dewan Direksi Secara tradisional, direktur terbagi manjadi dua, yaitu executive directors dan non-executive directors. Biasanya executive directors adalah seorang direktur yang berdedikasi penuh dalam peranan yang berkaitan dengan manajemen Perusahaan. Non-executive directors adalah pihak eksternal yang masuk
ke
dalam jajaran manajemen atas keahliannya dan memberikan pandangan yang lebih netral dalam pengambilan keputusan strategis. Pada tahun 1990-an, banyak perusahaan memfokuskan diri dalam peningkatan jumlah dan peranan nonexecutive directors dalam perusahaan terbuka dengan harapan pandangan yang netral lebih membatasi penyimpangan dan ego perusahaan dan mengurangi kemungkinan timbulnya kembali skandal besar perusahaan. Dalam praktiknya, executive directors lebih mendominasi Rapat Umum dengan kebijakannnya yang lebih
familiar
dengan
Perusahaan
dan
pekerjaan-pekerjaan
internalnya
(Wikipedia, 2007). 3. Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Direksi Direktur diangkat dan diberhentikan dengan persetujuan dari RUPS yang kemudian dilaporkan kepada Menteri Hukum dan HAM untuk dicatatkan dalam daftar wajib perusahaan atas pergantian direktur. Dalam pengangkatan direktur diusulkan oleh anggota RUPS yang memiliki wewenang untuk mengusulkan direktur. 4. Tugas dan Kewenangan Dewan Direksi Pada umumnya direktur memiliki tugas antara lain:
37
a. Eksternal 1). mewakili Perseroan atas nama perseroan untuk melakukan bisnis dengan perusahaan lain 2). mewakili Perseroan dalam perkara pengadilan b. Internal 1). mengurus dan mengelola Perseroan untuk kepentingan Perseroan yang sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. 2). menjalankan kepengurusan Perseroan sesuai dengan kebijakan yang tepat (keahlian, peluang, dan kelaziman usaha) yang ditentukan dalam UU Perseroan Terbatas dan anggaran dasar Perseroan. 3). memimpin
perusahaan
dengan
menerbitkan
kebijakan-kebijakan
perusahaan 4). memilih, menetapkan, mengawasi tugas dari karyawan dan kepala bagian (manajer) 5). menyetujui anggaran tahunan perusahaan 6). menyampaikan laporan kepada pemegang saham atas kinerja perusahaan 5. Tanggung Jawab Dewan Direksi Direktur bertanggung jawab atas kerugian Perseroan yang disebabkan direktur tidak menjalankan kepengurusan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan anggaran dasar, kebijakan yang tepat dalam menjalankan PT serta UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Atas kerugian Perseroan, direktur akan dimintakan pertanggungjawabannya baik secara perdata maupun pidana.
38
Apabila kerugian Perseroan disebabkan kerugian bisnis dan direktur telah menjalankan kepengurusan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan anggaran dasar, kebijakan yang tepat dalam menjalankan Perseroan serta UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, maka direktur tidak dapat dipersalahkan atas kerugian Perseroan.
D. Komite Audit 1. Definisi Komite Audit Berikut ini beberapa definisi komite audit yang dikemukakan oleh para penulis: An audit committee is an operating committee of a publicly held company. Committee members are normally drawn from members of the Company's board of directors. An audit committee of a publicly traded company in the United States is composed of independent or outside directors (Forum for Corporate Governance in Indonesia, 2003). Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurus Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan baik di dalam meupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar (UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas). Komite audit adalah sebuah komite kecil dari dewan direksi yang independen dan di luar direktur. Komite audit mempunyai tanggung jawab yang luas terhadap laporan ekstern perusahaan, memonitor risiko, dan mengontrol proses serta menjalankan fungsi audit internal dan eksternal. Komite audit tidak terlibat dalam penyusunan laporan keuangan secara langsung. Komite audit bertindak sebagai pemeriksa manajemen yang independen dan sebagai pengacara bagi pengguna luar laporan keuangan dalam menjamin bahwa laporan keuangan disajikan secara akurat yang menggambarkan kegiatan ekonomi perusahaan (Schwieger dan Rottenberg, 2003:223). Keberadaan komite audit di Indonesia didukung oleh perangkat hukum, di antaranya adalah Surat Edaran Bapepam (SE-03/PM/2000) yang menghimbau
39
agar emiten dan perusahaan publik mempunyai komite audit, keputusan Ketua BAPEPAM No.: Kep-29/PM/2004 pada tanggal 24 September 2004 serta Keputusan Direksi BEJ No. 339 tahun 2001 mengenai peraturan pencatatan efek di Bursa Efek Jakarta. Selain perangkat hukum, keberadaan komite audit di Indonesia juga didukung dengan didirikannya suatu badan khusus yang menangani permasalahan komite audit di Indonesia, yakni Ikatan Komite Audit Indonesia (The Indonesian Institute of Audit Committee). Badan khusus ini merupakan badan yang akan memayungi serta melakukan pendidikan dan pengakuan terhadap kualifikasi anggota komite audit dalam rangka mempercepat transformasi perusahaan menuju good corporate governance (Ikatan Komite Audit Indonesia, 2004). Komite audit bertugas membantu komisaris dalam rangka peningkatan kualitas laporan keuangan dan peningkatan efektivitas audit dan eksternal audit. Anggota komite audit sekurang kurangnya tiga orang yang diangkat dan diberhentikan komisaris, sedangkan anggota komite audit dari komisaris bertindak sebagai ketua. Menurut The Institute of Internal Auditors (IIA) dalam Forum for Corporate Governance in Indonesia (2003), komite audit memiliki tugas terpisah dalam membantu dewan komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh. Sebagai contoh, komite audit memiliki wewenang untuk melaksanakan dan mengesahkan penyelidikan terhadap masalah-masalah di dalam cakupan tanggung jawabnya. The Institute of Internal Auditors (IIA) merekomendasikan bahwa setiap
40
perusahaan publik harus memiliki komite audit yang diatur sebagai komite tetap. IIA juga menganjurkan dibentuknya komite audit di dalam organisasi lainnya, termasuk lembaga-lembaga non-profit dan pemerintahan. Komite audit harus beranggotakan komisaris independen, terlepas dari kegiatan manajemen seharihari dan mempunyai tanggung jawab utama untuk membantu dewan komisaris dalam menjalankan tanggung jawabnya terutama
dengan masalah yang
berhubungan dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem pelaporan keuangan (The Institute of Internal Auditors, Internal Auditing and the Audit Committee, 2007). Komite audit harus terdiri dari individu-indidvidu yang mandiri dan tidak terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan, dan yang memiliki pengalaman untuk melasanakan fungsi pengawasan secara efektif. Salah satu dari beberapa alasan utama kemandirian ini adalah untuk memelihara integritas serta pandangan yang objektif dalam laporan serta penyusunan rekomendasi yang diajukan oleh komite audit, karena individu yang mandiri cenderung lebih adil dan tidak memihak serta objektif dalam menangani suatu permasalahan. Jumlah anggota komite audit disesuaikan besar-kecilnya dengan organisasi dan tanggung jawab. Kedudukan komisaris independen dan komite audit yang dimilki oleh emiten atau perusahaan publik adalah berkaitan dengan tanggung jawab pengawasan dari dewan komisaris. Oleh sebab itu, keberadaan dari komisaris independen yang duduk dalam komite audit dan anggota komite audit, wajib untuk mentaati ketentuan tentang kegiatan dari komite audit. Sebagai komite yang
41
membantu fungsi pengawasan komisaris, komite audit memiliki fungsi dalam hal hal yang terkait dengan proses dan peran audit bagi perusahaan, terutama dalam pelaporan hasil audit keuangan perusahaan yang dipaparkan untuk publik. Membangun komite audit yang efektif tidak boleh terlepas dari sudut pandang penerapan prinsip good corporate governance secara keseluruhan di suatu perusahaan, dimana independency, transparency, disclosure, accountability, responsibility dan fairness menjadi landasan utama dalam menjalankan perusahaan. Komite audit harus bersikap adil dalam pengambilan keputusan, hal ini ditujukan kepada semua pihak, terutama dalam penelaahan terhadap kesalahan asumsi maupun pelanggaran terhadap resolusi direksi. 2. Tanggung Jawab Komite Audit Tanggung jawab menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (2003) adalah: a. Mengawasi proses pelaporan keuangan. b. Memonitor pemilihan prinsip dan peraturan akuntansi. c. Memonitor proses pengendalian internal. d. Mengawasi pemilihan dan kinerja eksternal auditor. Pada umumnya, komite audit mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu: a. Laporan Keuangan (Financial Reporting) Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil
42
usahanya, dan rencana serta komitmen jangka panjang. Ruang lingkup pelaksanaan dalam bidang ini adalah: 1)
Merekomendasikan auditor eksternal;
2)
Memeriksa hal-hal yang berkaitan dengan auditor eksternal, yaitu: (a) Surat penunjukkan auditor (b) Perkiraan biaya audit. (c) Jadwal kunjungan auditor. (d) Koordinasi dengan internal audit. (e) Pengawasan terhadap hasil audit. (f) Menilai pelaksanaan pekerjaan auditor.
3)
Menilai kebijakan akuntansi dan keputusan-keputusan yang menyangkut kebijaksanaan;
4)
Meneliti laporan keuangan (financial statement), yang meliputi: (a) Laporan paruh tahun (interim financial statements). (b) Laporan tahunan (annual financial statements). (c) Opini auditor dan management letters.
b. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Tanggung jawab komite audit dalam bidang corporate governance adalah untuk memastikan, bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undangundang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika, melaksanakan pengawasannya secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan. Ruang lingkup pelaksanaan dalam bidang ini adalah:
43
1) Menilai kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan, etika, benturan kepentingan dan penyelidikan terhadap perbuatan yang merugikan perusahaan dan kecurangan; 2) Memonitor proses pengadilan yang sedang terjadi ataupun yang ditunda serta yang menyangkut masalah corporate governance dalam hal mana perusahaan menjadi salah satu pihak yang terkait di dalamnya; 3) Memeriksa kasus-kasus penting yang berhubungan dengan benturan kepentingan, perbuatan yang merugikan perusahaan, dan kecurangan; 4) Keharusan auditor internal untuk melaporkan hasil pemeriksaan corporate governance dan temuan-temuan penting lainnya. c. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control) Tanggungjawab komite audit untuk pengawasan perusahaan termasuk di dalamnya pemahaman tentang masalah serta hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal. Menurut The Institute of Internal Auditors dalam Forum for Corporate Governance in Indonesia (2003), ruang lingkup audit internal harus meliputi pemeriksaan dan penilaian tentang kecukupan dan efektifitas sistem pengawasan intern. Disamping itu, definisi baru tentang audit intern memperkuat tanggung jawab komite audit dalam hal corporate control karena dalam definisi tersebut
44
dinyatakan, bahwa audit intern merupakan kegiatan yang mandiri dalam memberikan kepastian (assurance), serta konsultasi untuk memberikan nilai tambah untuk memperbaiki kegiatan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya melalui suatu pendekatan secara sistematik dan disiplin dalam menilai dan memperbaiki efektifitas manajemen risiko, pengawasan dan proses governance. 3. Wewenang Komite Audit Wewenang komite audit menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (2003) meliputi: a. Menyelidiki semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya. b. Mencari informasi yang relevan dari setiap karyawan. c. Mengusahakan saran hukum dan saran profesional lainnya yang independen apabila dipandang perlu. d. Mengundang kehadiran pihak luar dengan pengalaman yang sesuai, apabila dianggap perlu. 4. Struktur Komite Audit Komite audit harus terdiri dari individu-indidvidu yang mandiri dan tidak terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan, dan yang
memiliki pengalaman
untuk melasanakan fungsi
pengawasan secara efektif. Salah satu alasan kemandirian ini adalah untuk memelihara integritas serta pandangan yang objektif dalam laporan serta penyusunan rekomendasi yang diajukan oleh komite audit, karena individu yang mandiri cenderung lebih adil dan tidak memihak serta obyektif dalam menangani
45
suatu permasalahan. Jumlah anggota
komite
audit
disesuaikan besar-kecilnya
dengan
organisasi dan tanggung jawab. Namun biasanya tiga sampai lima anggota merupakan jumlah yang cukup ideal. Komite audit biasanya perlu untuk mengadakan rapat tiga sampai empat kali setahun untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya yang menyangkut soal sistem pelaporan keuangan.
E. Kerangka Pemikiran Dari pengembangan hipotesis diatas, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut: Dewan Komisaris
Dewan Direksi
Pelaksanaan Corporate Governance
Komite Audit
F. Hipotesis H1 =
Terdapat pengaruh dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit terhadap pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta.
H2 =
Terdapat pengaruh dewan komisaris terhadap pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta.
H3 =
Terdapat pengaruh dewan direksi terhadap pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta.
46
H4 =
Terdapat
pengaruh komite
audit terhadap
pelaksanaan
corporate
governance pada perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta.
47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.
Ruang Lingkup Penelitian Penulis menganalisis seberapa besar pengaruh dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit terhadap pelaksanaan corporate governance pada perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta. Sampel yang diambil yaitu laporan keuangan perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta selama 3 tahun periode 2003 sampai dengan 2005 serta perusahaan yang mengikuti survey kualitas corporate governance yang dilakukan oleh IICG selama periode tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data berasal dari data-data teoritis berupa literatur-literatur dan peraturan yang berkaitan dengan penulisan (Indriantoro, 2002: 147). Data sekunder ini berasal dari laporan keuangan (annual report) perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan hasil survey yang dilakukan oleh IICG mengenai pelaksanaan corporate governance oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia.
B.
Metode Penentuan Sampel Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling dengan menggunakan pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan (judgment sampling). Teknik purposive sampling merupakan salah satu teknik pengambilan sampel non probabilitas, di mana teknik pemilihan secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan 48
menggunakan pertimbangan tertentu dan umumnya disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian (Indriantoro dan Supomo, 2002:131). Penelitian ini mengambil sampel dengan kriteria perusahaan yang listed di BEJ periode 2003-2005 yang telah menjalankan prinsip-prinsip corporate governance dan telah terdapat komite audit dan komisaris independen dalam struktur perusahaannya. Dengan demikian, pertimbangan atau kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan yang terdaftar di BEJ berturut-turut selama periode 2003-2005. 2. Perusahaan yang memiliki komisaris independen, dewan direksi dan komite audit dalam struktur perusahaannya. 3. Perusahaan yang bersedia mengikuti survey Corporate Governance Perception Index tahun 2003-2005 yang dilakukan oleh majalah SWA dan IICG. 4. Data-data mengenai variabel-variabel yang akan diteliti tersedia dengan lengkap dalam laporan keuangan perusahaan. Tabel 3.1 Daftar Pemilihan Sampel No Kriteria 1.
Perusahaan yang bersedia mengikuti survey CGPI tahun 2003 sampai dengan 2005
2.
Jumlah Perusahaan
79
Perusahaan yang tidak memiliki kelengkapan data Total Sampel
43 36
Sumber: Data diolah
49
C.
Metode Pengumpulan Data Sesuai dengan jenis data dalam penelitian ini, yaitu data sekunder, maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi atau disebut juga metode arsip (archival research). Data sekunder ini diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory yang diterbitkan oleh BEJ, serta dari situs resmi BEJ di www.jsx.co.id. Selain itu, peneliti juga menggunakan sumber informasi yang berasal dari media cetak maupun elektronik diantaranya adalah internet dan majalah SWA.
D.
Metode Analisis Metode analisis data merupakan cara yang digunakan untuk menganalisis data sehingga diharapkan dapat mencapai suatu hasil yang dapat menjawab pertanyaan yang diajukan. Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah metode kuantitatif, yaitu data-data dianalisis dan diolah dalam bentuk angka-angka matematis serta membandingkan antara data yang satu dengan data yang lain agar dapat ditarik kesimpulan yang akurat. Data kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Dewan Komisaris, Dewan Direksi dan Komite Audit terhadap praktik corporate governance yang baik. 1. Pengujian Asumsi Klasik a. Pengujian normalitas Pengujian
terhadap
normalitas
data
dilakukan
dengan
menggunakan kurva normality propabily plot (kurva p-plot). Suatu
50
variabel dikatakan normal jika gambar distribusi dengan titik-titik data yang menyebar sekitar garis diagonal dan penyebaran titik-titik data searah mengikuti garis diagonal (Nugroho, 2005:24). b. Pengujian Multikolinieritas Uji multikolinieritas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model dan untuk menghindari kebiasan dalam pengambilan kesimpulan mengenai pengaruh pada uji parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Metode yang digunakan untuk mendeteksi multikolonieritas dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan nilai toleransi atau menggunakan variance inflation factor (VIF). Jika nilai variance inflation factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1, maka model dapat dikatakan terbebas dari multikolinearitas. (Nugroho, 2005:58). c. Pengujian Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu (et) pada periode tertentu dengan variabel pengganggu periode sebelumnya (et-i). Ada atau tidaknya autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson (DW-test). Model regresi linear berganda terbebas dari autokorelasi jika nilai Durbin Watson hitung terletak di daerah No Autokorelasi.
51
d. Pengujian Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain, atau gambaran hubungan antara nilai yang diprediksi dengan Studentized Delete Residual nilai tersebut. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki persamaan variance residual suatu periode pengamatan dengan periode pengamatan yang lain, atau adanya hubungan antara nilai yang diprediksi dengan Studentized Delete Residual nilai tersebut sehingga dapat dikatakan model tersebut homokedastisitas. Cara memprediksi ada tidaknya heterokedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar Scatterplot model tersebut. Jika ada pola tertentu, maka telah terjadi gejala heteroskedastisitas. 2. Pengujian Hipotesis Untuk mengetahui apakah Dewan Komisaris, Dewan Direksi dan Komite Audit berpengaruh terhadap praktik corporate governance yang baik, digunakan analisis regresi berganda. Model regresi linier yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah sebagai berikut: CGPI = α 0i + β1DK + β 2DD + β 3KA + ei
b
y n
b x n
n xy x y 2 n x 2 x
Dalam hal ini:
52
CGPI = Kualitas corporate governance α = Komite Audit β = Koefisien DK = Dewan Komisaris DD = Dewan Direksi KA = Komite Audit Pengujian terhadap hipotesis dilakukan secara parsial terhadap masing-masing variabel independen dengan menggunakan α=5%. Kaidah pengambilan keputusan dalam pengujian hipotesis adalah: a. Apabila nilai probabilitas (p) < α=5% maka hipotesis alternatif tidak ditolak b. Apabila nilai probabilitas (p) > α=5% maka hipotesis alternatif ditolak Dalam melakukan pengujian hipotesis analisis dilakukan melalui: a. Uji Adjusted R2 (Koefisien Determinasi) Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan R Square (R2) yang telah disesuaikan atau Adjusted R Square (Adjusted R2). Nilai R Square ataupun Adjusted R Square berkisar antara 0 sampai 1. Nilai R Square ataupun Adjusted R Square dikatakan baik, jika di atas 0,5. Semakin tinggi nilai tersebut, semakin besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen.
53
b. Uji Statistik F Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui pengaruh bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen (Nugroho, 2005:53). Hasil F-test ini pada outpt SPSS dapat dilihat pada
tabel
ANOVA.
Hasil
F-test
menunjukkan
variabel
independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen jika p-value lebih kecil dari level of significant yang ditentukan, atau F hitung lebih besar dari F tabel. Dalam penelitian ini, digunakan level of significant sebesar 0,05. c. Uji t-statistik T-test bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen digunakan tingkat signifikansi 0,05. Jika nilai probability t lebih besar dari 0,05, maka tidak ada pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. Sebaliknya, jika nilai probability t lebih kecil dari 0,05, maka terdapat pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. E. Operasional Variabel Operasional variabel dalam penelitian ini ada dua, yaitu variabel dependen dan variabel independen.
54
1. Variabel Dependen Variabel dependen dari penelitian ini adalah kualitas corporate governance. Kualitas
corporate governance diukur dengan instrumen
pemeringkatan yang dikembangkan oleh Indonesian Institute for Corporate Governance (2007).
Instrumen yang dikembangkan oleh Indonesian
Institute for Corporate Governance menghasilkan suatu konstruk yang disebut corporate governance perception index (CGPI). CGPI mengukur sejauh mana perusahaan memenuhi kaidah-kaidah implementasi good corporate governance. Dalam mengukur kualitas praktik corporate governance, Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) mengadopsi elemen-elemen (variabel-variabel) corporate governance yang dikembangkan oleh Organisation For Economic Cooperation And Development (OECD). Variabel-variabel corporate governance yang masuk dalam instrumen yang dikembangkan oleh IICG (2007) adalah a) komitmen terhadap corporate governance, b) hak pemegang saham, c) tata kelola dewan komisaris, d) komite-komite fungsional (yang membantu tata kelola dewan komisaris), e) peranan direksi, f) transparansi, dan g) hubungan dengan stakeholders. Masing-masing item pertanyaan memiliki skala dari 0 (paling rendah kualitas corporate governancenya) sampai dengan 100 (paling tinggi kualitas corporate governancenya). 2. Variabel Independen Variabel independen dan pengukurannya diuraikan di bawah ini.
55
a. Dewan Komisaris Dewan Komisaris diukur dengan menggunakan persentase jumlah Dewan Komisaris Independen terhadap keseluruhan Dewan Komisaris yang dimiliki Perusahaan. b. Dewan Direksi Dewan Direksi diukur dengan skala ratio, yaitu jumlah keseluruhan Dewan Direksi dalam struktur kepengurusan. c. Komite Audit Komite Audit diukur dengan skala ratio, yaitu jumlah keseluruhan Komite Audit dalam struktur kepengurusan.
Variabel
Tabel 3.2 Operasional Variabel Jenis Konsep Variabel Variabel
X1 Dewan Komisaris
Independen
Persentase dewan komisaris independen
X2 Dewan Direksi
Independen
Jumlah dewan direksi
X3 Komite Audit Y Corporate Governance
Skala Pengukuran Ratio
Ratio
Independen
Jumlah komite audit
Ratio
Dependen
Hasil survey Good Corporate Governance yang dilakukan olah Institute of Index Corporate Governance
Ratio
Sumber: Data diolah
56
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Objek Penelitian Dalam penelitian ini, jumlah sampel yang digunakan sebanyak 36 perusahaan dari seluruh perusahaan yang mengikuti survey yang dilakukan oleh IICG terhadap perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Data yang digunakan berasal dari laporan tahunan (annual report) tahun 2003, 2004, dan 2005. Tabel 4.1 menyajikan informasi tentang daftar perusahaan yang menjadi sampel penelitian. Berdasarkan tabel 4.1, sampel yang digunakan terdiri dari: 8 perusahaan di tahun 2003; 8 perusahaan di tahun 2004; dan 20 perusahaan di tahun 2005. Tabel 4.1 Daftar Sampel Perusahaan
Komisaris No.
1 2 3 4 5 6 7 8
Emiten PT Astra International Tbk PT Unilever Indonesia Tbk PT Astra Graphia Tbk PT Medco Energi International Tbk PT Bank Niaga Tbk PT Kalbe Farma Tbk PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk PT BFI Finance Indonesia Tbk
Tahun
GCG
Dep
Ind
% Ind
Direksi
Komite Audit
2003
81.20
5
8 0.61
7
2
2003
76.86
1
4 0.80
10
4
2003
76.76
3
2 0.40
4
3
2003
74.86
5
3 0.37
4
6
2003
74.16
3
4 0.57
7
3
2003
72.84
2
1 0.33
6
4
2003
70.70
3
2 0.40
4
3
2003
68.60
1
2 0.66
3
3
57
Lanjutan Tabel 4.1
Komisaris No.
Emiten
9
PT Astra Internasional, Tbk. PT Bank Central Asia, Tbk. PT Bank Niaga, Tbk. PT Bank Permata, Tbk. PT BFI Finance Indonesia, Tbk. PT Bank Bumiputera Indonesia, PT Astra Graphia, Tbk. PT Kalbe Farma, Tbk. PT Bank Niaga, Tbk. PT Medco Energi Internasional PT Bank Mandiri Tbk. PT Astra Internasional, Tbk. PT Aneka Tambang, Tbk. PT Telkom, Tbk. PT Bank Negara Indonesia, Tbk., PT Kalbe Farma, Tbk. PT Astra Graphia, Tbk. PT Apexindo Pratama Duta, Tbk. PT Bank Permata, Tbk.
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Tahun
GCG
Dep
Ind
% Ind
Direksi
Komite Audit
2004 858.64
6
7 0.53
6
3
2004 851.39
3
2 0.40
8
3
2004 842.26
4
3 0.42
7
3
2004 833.34
7
3 0.30
10
4
2004 825.49
1
2 0.66
3
3
2004 812.87
2
1 0.50
4
3
2004 805.20
2
1 0.50
4
3
2004 802.43
2
1 0.50
6
4
2005
89.27
4
3 0.42
6
3
2005
87.40
2
3 0.66
4
4
2005
83.66
4
3 0.42
10
5
2005
83.01
6
3 0.33
7
3
2005 2005
81.92 81.30
3 3
2 0.40 2 0.40
5 7
5 7
2005
79.39
4
3 0.42
10
8
2005
78.70
3
2 0.40
9
4
2005
78.33
2
2 0.50
4
3
2005
77.58
3
2 0.40
4
3
2005
77.50
6
3 0.33
10
4
58
Lanjutan Tabel 4.1
Komisaris No.
Emiten
28
PT United Tractor, Tbk. 29 PT Indosat, Tbk. 30 PT Bank Bumiputera Indonesia, Tbk. 31 PT Bakrie & Brothers, Tbk. 32 PT BFI Finance Indonesia, Tbk. PT Tambang Batu 33 Bara Bukit Asam, Tbk. PT Bakrie 34 Sumatera Plantation, Tbk. PT Trimegah 35 Securities, Tbk. PT Pembangunan 36 Jaya Ancol, Tbk. Sumber: Data diolah
Tahun
GCG
Dep
Ind
% Ind
Direksi
Komite Audit
2005
75.56
4
3 0.42
5
4
2005
74.62
6
3 0.33
9
5
2005
74.62
3
2 0.40
5
3
2005
72.32
1
2 0.66
4
4
2005
69.23
1
3 0.75
3
3
2005
67.46
4
2 0.33
5
4
2005
65.98
2
2 0.50
5
3
2005
59.16
2
1 0.33
4
3
2005
56.38
3
2 0.40
5
3
B. Deskripsi Variabel Penelitian 1.
Statistik Deskriptif Tabel 4.2 di bawah ini merupakan statistik deskriptif mengenai sampel penelitian yang diuji dalam penelitian ini yang menggambarkan tentang nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean) dan nilai deviasi standar. Pada tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa jumlah perusahaan yang mengikuti survey IICG (Institute of Index Corporate Governance) pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2003, 2004 dan 2005 sebanyak 36 perusahaan, dengan nilai minimum sebesar 56,38;
59
nilai maksimum sebesar 89,27; nilai rata-rata sebesar 77,0136 dan standar deviasinya sebesar 7,38923. Persentase Komisaris Independen memiliki nilai minimum sebesar 0,30; nilai maksimum sebesar 0,80; nilai rata-rata sebesar 0,4653 dan standar deviasinya sebesar 0,12892. Jumlah Direksi memiliki nilai minimum sebesar 3,00; nilai maksimum sebesar 10,00; nilai rata-rata sebesar 5,9444 dan nilai standar deviasinya sebesar 2,26709. Jumlah Komite Audit memiliki nilai minimum sebesar 2,00; nilai maksimum sebesar 8,00; nilai rata-rata sebesar 3,75 dan standar deviasinya sebesar 1,22766. Tabel 4.2 Statistik Deskriptif N Corporate Governance Perception Index Percentage of Independent Commissioners Total of Directors Total of Audit Committee Valid N (listwise)
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
36
56,38
89,27
77,0136
7,38923
36
,30
,80
,4653
,12892
36
3,00
10,00
5,9444
2,26709
36
2,00
8,00
3,7500
1,22766
36
Sumber: Data diolah
C. Hasil Uji Asumsi Klasik 1.
Hasil Uji Normalitas Data Uji normalitas data dilakukan dengan cara menggunakan normality probability plot. Pada gambar 4.2, 4.3, 4.4 dan 4.5 dapat dilihat bahwa gambar distribusi dengan titik-titik data yang menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebaran titik-titik data searah mengikuti garis diagonal. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini
60
sudah terdistribusi dengan normal atau sudah memenuhi asumsi normalitas data (Santoso, 2001). Gambar 4.1 Normality Probability Plot Corporate Governance
Sumber: Data diolah
Gambar 4.2 Normality Probability Plot Dewan Komisaris
Sumber: Data diolah
61
Gambar 4.3 Normality Probability Plot Dewan Direksi
Sumber: Data diolah
Gambar 4.4 Normality Probability Plot Komite Audit
Sumber: Data diolah
2.
Hasil Uji Multikolinieritas Model regresi yang baik seharusnya tidak memiliki korelasi antar variabel independennya (Nugroho, 2005). Berdasarkan tabel 4.3,
62
diperoleh hasil bahwa
3 variabel independen
yaitu komisaris
independen, dewan direksi dan komite audit menunjukkan nilai tolerance mendekati 1 dan variance inflation factor diatas 1, sehingga data pada penelitian ini tidak terjadi problem multikolinieritas. Tabel 4.3 dibawah ini merupakan hasil uji multikolinieritas.
Model Komisaris Independen Dewan Direksi Komite Audit
Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinieritas Colinearity statistics VIF Tolerance 0,906 0,804 0,817
1,103 1,244 1,224
Kesimpulan
Tidak terjadi multikolinearitas Tidak terjadi multikolinearitas Tidak terjadi multikolinearitas
Sumber data: Data diolah 3.
Hasil Uji Autokorelasi Tabel 4.4 dibawah ini adalah hasil dari uji autokorelasi. Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi
Model 1
Adjusted R R Square R Square 0,353(a) 0,125 0,042
Std. Error of the Estimate 7,23058
DurbinWatson 1,450
Sumber data: Data diolah Uji autokorelasi dilakukan dengan menghitung nilai DurbinWatson statistic. Korelasi serial dalam residual tidak terjadi jika nilai d berada di antara nilai batas dU dan 4 – dU. Hasil analisis menunjukkan nilai d sebesar 1,45. Dengan variabel sebanyak 3 buah dan sampel sebesar 36, nilai dL sebesar 1,29 dan nilai dU sebesar 1,65. Dengan demikian, nilai d hasil analisis terletak diantara dL dan dU. Jika nilai d
63
terletak diantara dL dan dU, maka hasil uji autokorelasi terletak pada daerah tanpa keputusan, atau dengan kata lain, ada atau tidaknya masalah autokorelasi pada model penelitian tidak dapat ditentukan. Namun demikian, menurut Santoso (2001), nilai d yang berada di antara -2 dan +2, bisa dijadikan patokan bahwa tidak terjadi masalah autokorelasi dalam model penelitian. 4.
Hasil Uji Heterokedastisitas Gambar 4.5 merupakan hasil uji heterokedastisitas untuk data mengenai komisaris independen, dewan direksi, komite audit dan good corporate governance. Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa titik data menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola, baik di atas maupun di bawah angka 0 (nol) pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi problem heterokedastisitas pada model regresi (Nugroho, 2005), sehingga dapat disimpulkan bahwa model penelitian ini tidak mengalami masalah heterokedastisitas. Gambar 4.5 Scatterplot
Sumber: Data diolah
64
D. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda yang terdiri dari nilai koefisien korelasi , nilai adjusted R² (koefisien determinasi), uji t, dan uji F pada tingkat signifikansi α = 5%. 1.
Hasil dari Uji R dan Uji Adjusted R² Dari tabel 4.4, nilai koefisien korelasi menunjukkan angka 0,353 artinya bahwa corporate governance mempunyai hubungan sebesar 35,3% dengan komisaris independen, dewan direksi, dan komite audit. Nilai adjusted R² (koefisien determinasi) menunjukkan angka 0,042. Artinya komisaris independen, dewan direksi dan komite audit mampu menjelaskan corporate governance sebesar 4,2%, sedangkan sisanya sebesar 95,8% dapat dijelaskan variabel lainnya. Hasil ini diakibatkan adanya variabel lain yang lebih kuat dalam mempengaruhi corporate governance. Selain itu, hasil tersebut dimungkinkan karena penggunaan metode pengukuran yang kurang valid. Hal ini didasari pada hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Amirudin (2004) yang menyebutkan adanya pengaruh yang positif antara komisaris independen dengan corporate governance.
2.
Hasil Uji F Secara keseluruhan, hasil analisis regresi berganda dapat dilihat pada tabel 4.5. Hasil uji F diperoleh nilai sebesar 1,518 dengan tingkat signifikan 0,229. Karena tingkat signifikan di atas angka 0,05, maka komisaris independen, dewan direksi dan komite audit secara bersama-
65
sama
tidak berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
corporate
governance. Tabel 4.5 Hasil Uji F Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 238,025 1673,000 1911,025
Mean Square 79,342 52,281
Df 3 32
F 1,518
Sig. 0,229(a)
35
Sumber: Data diolah 3.
Hasil Uji Hipotesis Tabel 4.6 merupakan hasil uji hipotesis dan koefisien dari masingmasing variabel independen. Tabel 4.6 Hasil Uji t dan Hipotesis Unstandardized Coefficients
(Constant) Percentage of Independent Commissioner Total of Director Total of Audit Commitee
Standardized Coefficients
T
Sig.
8,957
,000
Collinearity Statistics
B 65,918
Std. Error 7,359
8,335
9,959
,145
,837
,409
0,906
1,103
1,171
,601
,359
1,947
,060
0,804
1,244
,069
1,101
,011
,063
,951
0,817
1,224
Beta
Tolerance
VIF
Sumber: Data diolah a. Hasil uji Hipotesis 1 (H1) Dari tabel 4.5 di atas, hasil uji F menunjukkan bahwa untuk variabel persentase komisaris independen, jumlah dewan direksi dan jumlah komite
audit secara bersama-sama mempunyai angka
signifikan sebesar 0,229 lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti persentase komisaris independen, jumlah dewan direksi dan jumlah komite audit secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap good
66
corporate governance, dengan demikian H1 ditolak. Dengan demikian, ketersediaan dewan komisaris independen, dewan direksi dan komite audit yang disyaratkan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia tidak cukup untuk menjamin berlangsungnya pelaksanaan good corporate governance di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa penerapan good corporate governance masih sangat sulit diterapkan di Indonesia yang sejalan dengan pernyataan yang dibuat oleh Harvarindo dalam Hendri (2007), bahwa penyebab kesulitan penerapan good corporate governance di Indonesia adalah: (1)
Praktik-praktik
perusahaan
yang
dibiayai
oleh
lembaga
perbankan milik kelompok usahanya sendiri dan adanya pinjaman jangka pendek dari luar negeri. Praktek perusahaan tersebut mempengaruhi exchange rate dan pinjaman yang digunakan untuk spekulasi dalam bidang usaha yang tidak menghasilkan devisa. Hal ini menyebabkan kesulitan perusahaan tersebut pada saat krisis moneter dalam mengembalikan utangnya. (2)
Dominasi pemegang saham mayoritas.
(3)
Tidak
efektifnya
kinerja
regulator dan
lembaga-lembaga
keuangan. (4)
Lemahnya perlindungan terhadap kreditor dan investor. Sementara
itu,
Fadjriah
dalam
Antara
News
(2007),
mengungkapkan bahwa penerapan tata kelola yang baik di Indonesia
67
saat ini masih sebagai aturan saja dan belum menjadi budaya. Sedangkan menurut Soekarman dalam Antara News (2007), penerapan tata kelola yang baik masih menjadi dogma dan belum menjadi budaya. Menurut Daniri (2009), penerapan GCG dan pengendalian risiko di perusahaan efek di Indonesia masih di bawah standar industri perbankan.
Dengan demikian,
perusahaan
efek
di Indonesia
seharusnya menerapkan konsep GCG dan manajemen risiko serta menerapkan sistem pelaporan pelanggaran (whistle-blowing system) setara dengan industri perbankan. Selain itu, agar Good Corporate Governance dapat efektif diterapkan dalam institusi pengelola dana, perlu didukung dengan implementasi yang konsisten. Langkahlangkah tersebut adalah: (1)
Membuat kebijakan investasi dan menuangkannya
dalam
prosedur pelaksanaan. (2)
Menerapkan
pengendalian
pengembalian
keputusan
internal
investasi,
berupa
adanya
otorisasi
analisis
yang
mendukung, serta monitoring terhadap kinerja manajer investasi dan investasi itu sendiri. b. Hasil uji Hipotesis 2 (H2) Dari tabel 4.6 di atas, hasil uji t menunjukkan bahwa untuk variabel persentase komisaris independen mempunyai angka signifikan sebesar 0,409 lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti persentase komisaris
68
independen tidak berpengaruh terhadap good corporate governance, dengan demikian H2 ditolak. Hal ini mengindikasikan bahwa berapapun persentase komisaris independen dalam perusahaan, maka kemungkinan pelaksanaan corporate governance di perusahaan tersebut adalah sama. Penelitian ini tidak konsisiten dengan penelitian Amirudin (2004) dan Darmawati (2006) yang menyatakan bahwa ukuran komisaris independen mempunyai hubungan positif dengan good corporate governance. Namun, penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardhani (2008) yang menyatakan bahwa persentase komisaris independen tidak berpengaruh terhadap mekanisme corporate governance dalam perusahaan yang mengalami permasalahan keuangan. Dari hasil pengujian ini, menunjukkan bahwa persentase komisaris independen tidak berpengaruh terhadap good corporate governance. Hal ini berarti keberadaan komisaris independen di Indonesia kurang berjalan efektif
sehingga
gagal
menciptakan good corporate
governance. Hasil ini menjelaskan bahwa keberadaan komisaris independen dalam suatu perusahaan hanya bersifat retorik dan hanya untuk memenuhi regulasi yang ada dan keberadaan komisaris independen ini tidak dapat meningkatkan efektifitas monitoring yang dijalankan oleh komisaris kepada dewan direksi dalam menjalankan operasional perusahaan.
69
Perusahaan membentuk komisaris independen hanya untuk mematuhi peraturan yang dibuat oleh badan regulasi. Selain itu, besarnya persentase komisaris independen di suatu Perusahaan hanyalah simbol dari suatu kelompok pemegang saham yang memiliki pengaruh dan kekuasaan yang sedikit. Hal ini akan berpengaruh dalam pengambilan keputusan yang selalu didominasi oleh komisaris dari pihak pemegang saham mayoritas. c. Hasil uji Hipotesis 3 (H3) Hasil pengujian untuk variabel jumlah dewan direksi mempunyai angka signifikan sebesar 0,060 lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti jumlah Dewan Direksi tidak berpengaruh terhadap good corperate governance, dengan demikian H3 ditolak. Hal ini mengindikasikan bahwa berapapun jumlah dewan direksi yang dimiliki perusahaan, maka kemungkinan pelaksanaan corporate governance di perusahaan tersebut adalah sama. Dewan Direksi yang merupakan bagian integral dari manajemen cendrung bertindak untuk melindungi kepentingan manajemen. Dengan demikian, Dewan direksi sebenarnya bertugas menjaga manajemen Perusahaan bekerja dengan benar dan berperan dalam pelaksanaan good corperate governance, namun kenyataannya peranan ini sangat sulit dilaksanakan. Menurut Wikipedia (2007), dalam sejumlah skandal Perusahaan, beberapa di antaranya diketahui bahwa dewan direksi tidak mengetahui aktivitas para manajer yang
70
mereka rekrut dan kebenaran atas laporan keuangan Perusahaan. Selain itu,
dewan Direksi
cendrung
melindungi kepentingan
manajemen karena Dewan Direksi merupakan bagian integral dari manajemen tersebut. d. Hasil uji Hipotesis 4 (H4) Hasil pengujian untuk variabel jumlah komite audit mempunyai tingkat signifikan sebesar 0,951 lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti jumlah komite audit tidak berpengaruh terhadap good corperate governance, dengan demikian H4 ditolak. Hal ini mengindikasikan bahwa berapapun jumlah komite audit yang dimiliki perusahaan, maka kemungkinan pelaksanaan corporate governance di perusahaan tersebut adalah sama. Hal ini berarti keberadaan komite audit di Indonesia kurang berjalan efektif
sehingga
gagal
menciptakan good
corporate
governance. Perusahaan membentuk komite audit hanya untuk mematuhi peraturan dari BAPEPAM dan hanya dijadikan sebuah simbol .yang menyatakan bahwa perusahaan telah melaksanakan good corperate governance. Selain itu, ketersediaan komite audit yang disyaratkan oleh Forum for Corporate Governance ternyata tidak cukup untuk menjamin pelaksanaan good corporate governance di Indonesia.
71
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa pengaruh dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit terhadap good corporate governance. Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap tiga hipotesa yang telah diuji dengan menggunakan analisis regresi berganda, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Persentase dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap good corporate governance. b. Jumlah komite audit tidak berpengaruh terhadap good corporate governance. c. Jumlah dewan direksi tidak berpengaruh terhadap good corporate governance.
B. Implikasi 1. Dewan direksi seharusnya memiliki visi yang jelas dalam meningkatkan nilai suatu perusahaannya di mata stakeholder. Para stakeholder akan meningkatkan peranannya dalam
perusahaan jika perusahaan tersebut bermanfaat
dan
menguntungkan bagi mereka. Upaya perusahaan dalam peningkatan kualitas corporate
governance
adalah
salah
satu
jaminan
bahwa
perusahaan
menguntungkan dan bermanfaat bagi stakeholder. Hal ini dapat dilihat dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Almilia dan Sifa (2006) bahwa dengan
72
adanya pengaruh positif corporate governance (dalam hal ini diukur dengan pengumuman CGPI) terhadap reaksi pasar di Bursa Efek Jakarta, 2. Dewan komisaris seharusnya memiliki peran yang lebih aktif dan independen dalam tugasnya mengawasi kinerja manajemen. Sehingga, penyimpangan yang dilakukan oleh manajemen dapat dicegah dan amanat para pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham untuk meningkatkan nilai perusahaan dapat terlaksana. 3. Komite audit seharusnya dapat bertindak independen dan profesional. Lingkup kerja komite audit yang bersinggungan dengan manajemen dapat mempengaruhi sikap profesional dan independensi komite audit. Perannnya yang sangat vital dalam menjaga kualitas corporate governance terlihat dalam hal peningkatan kualitas laporan keuangan dan peningkatan efektivitas internal audit dan eksternal audit. Hal ini berbeda dari hasil penelitian, komite audit tidak memiliki pengaruh dalam pelaksanaan corporate governance pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa komite audit tidak memiliki peranan yang maksimal terhadap pelaksanaan corporate governance di Indonesia. 4. Pemerintah dalam hal ini BAPEPAM-LK, Otoritas BEI dan Departemen Keuangan, seharusnya serius melakukan pembenahan yang terjadi dalam pelaksanaan good corporate governance di Indonesia. Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa komponen good corporate governance (dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit) tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam pelaksanaan good corporate governance. Salah satu hal yang harus dilakukan Pemerintah adalah memperketat peraturan pembentukan
komponen corporate
73
governance tersebut agar tujuan pelaksaaan good corporate governance dapat dirasakan. Selama ini, yang dilakukan para pelaku usaha hanya sebatas memenuhi kewajiban pembentukan komponen corporate governance tanpa mempedulikan keefektifan komponen
corporate
governance
tersebut
dalam
menjamin
pelaksanaan good corporate governance. 5. Untuk mengantisipasi terulangnya kembali krisis moneter, semua pihak hendaknya memiliki kesadaran akan arti pentingnya pelaksanaan good corporate governance. Salah satu unsur penting dalam corporate governance adalah adanya keterbukaan. Para pemegang saham dapat dengan mudah tertipu oleh laporan keuangan yang diterbitkan oleh para emiten yang telah melakukan manipulasi. Dengan adanya corporate governance, Perusahaan meningkatkan nilainya di mata para pemegang saham dengan meningkatnya keyakinan bahwa laporan keuangan yang diterbitkan oleh emiten adalah benar. Dengan demikian, para pemegang saham merasa aman dan melakukan transaksi yang akan meningkatkan pasar saham di Indonesia.
74
DAFTAR PUSTAKA
Almilia, Luciana Spica dan Sifa, Lailul. Reaksi Pasar Publikasi Corporate Governance Perception Index Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. Artikel diakses tanggal 30 September 2007, dari https://info.perbanasinstitute.ac.id/makalah/KAKPM10.pdf?PHPSESSID=b2ebd7a6cd028153fc5ed81e250636e8 Amirudin, Badriyah Rifai. Peran Komisaris Independen dalam Mewujudkan Good Corporate Governance di Tubuh Perusahaan Publik. Pendidikan Network Maju Tak Gentar Membela Yang Benar: Artikel diakses tanggal 6 September 2007 dari http://researchengines.com/badriyahamirudin.html ASX. Principles of Good Corporate Governance and Best Practice Recommendations. Artikel diakses tanggal 3 September 2007 dari http://asx.com.au/ListingRules /.../gn09a_corporate_governance_principles.pdf Center for Good Corporate Governance. Good Corporate Governance. Artikel diakses tanggal 13 Agustus 2007 http:0//cgcg.or.kr/cgcg/cgcgmain/html_en/index.htm . Membangun Tatakelola Perusahaan Menurut Prinsip-Prinsip GCG. Artikel diakses tanggal 16 Mei 2007 dari http://businessenvironment.wordpress.com/2007/04/30/membangun-tatakelolaperusahaan-menurut-prinsip-prinsip-gcg/ Chandra, Aditiawan. Perlunya Komisaris Independen Dalam Mewujudkan Good Corporate Governance di Korporasi. Artikel diakses tanggal 17 September 2007 dari http://businessenvironment.wordpress.com/2006/10/18/perlunyakomisaris-independen-dalam-mewujudkan-good-corporate-governance-dikorporasi/ Daniri, Mas Achmad. Penerapan Good Corporate Governance Bagi Perusahaan Efek. Artikel diambil dari Harian Tempo tanggal 17 Maret 2009. Darmawati, Deni. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Dan Faktor Regulasi Terhadap Kualitas Implementasi Corporate Governance. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. Artikel diakses tanggal 30 September 2007 dari https://info.perbanasinstitute.ac.id/makalah/K-AKPM05.pdf?PHPSESSID=b2ebd 7a6cd028153fc5ed81e250636e8 Dewi, Monika. Pengaruh Leverage Perusahaan, Ukuran Perusahaan, dan Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba (Studi Kasus Perusahaan Manufaktur Yang Listing di BEJ). Artikel diakses tanggal 12 Desember 2007 dari http://www.google.com/search?q=cache:dgMtLTxHo1QJ:dspace.fe.unibraw.ac.id
74
/dspace/bitstream/123456789/281/1/RBFE.0304.pdf+pengukuran+corporate+gov ernance&hl=id&ct=clnk&cd=12&gl=id&client=firefox-a Encycogov. Artikel diakses tanggal 3 September 2007 dari What is corporate governance? http://www.encycogov.com/WhatIsGorpGov.a sp Fadjriah, Siti. Enam Puluh Sembilan Persen Saham Langgar Good Corporate Governance. Artikel diambil dari http://www.antara.co.id/arc/2007/10/25/69persen-bank-langgar-good-corporate-governance/ tanggal 25 Oktober 2007 Forum for Corporate Governance in Indonesia. Seri Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Jilid II: Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan). Artikel diakses tanggal 13 Agustus 2007 dari http://www.fcgi.or.id Hendri, Irfani. 2007. Perilaku Organisasi. Artikel diakses tanggal 30 Desember 2007 dari www.irfanihendri.com Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis: Untuk Akuntansi & Manajemen. Jakarta: BPFE Indonesian Institute for Corporate Governance. Corporate Governance Perception Index: Komitmen Menegakkan GCG. Artikel diakses tanggal 8 OKtober 2007 dari www.cgpi.com Ikatan Komite Audit Indonesia. Daftar / Referensi Beberapa Anggota Komite Audit Yang Tergabung dalam IKAI. Artikel diakses tanggal 17 September 2007 dari http://komiteaudit.org/komite.htm Komisi Pemberantasan Korupsi. Pelaksanaan Good Corporate Governance. Artikel tanggal 13 Agustus 2007 dari http://www diakses .kpk.go.id/modules/edito/print.php?id=27 Krismatono, Dadi. 2002. Tantantangan Menguantifikasi Proses. SWA 23/XVIII/ 5-17 NOVEMBER 2002 McRitchie, James. Corporate Governance. Artikel diakses 18 September 2007 dari http://corpgov.net/library/definitions.html
tanggal
Mulyana, Imam. Good Corporate Governance. Artikel diakses tanggal 13 Agustus 2008 dari http://id.shvoong.com/books/managementliterature/1658624-good-corporate-governance/ Nugroho, Bhuono Agung. 2005. Strategi Jitu Memilih metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Yogyakarta: Andi
75
Organisation For Economic Co-Operation And Development. OECD Principles Of Corporate Governance. Artikel diakses tanggal 6 September 2007 dari http://www.oecd.org/dataoecd/32/18/31557724.pdf Said, Sudirman. Enron dan Akuntan Publik. Artikel diakses tanggal 3 September 2007 dari www.transparansi.or.id/artikel/artikel_bp/artikel_ss/artikel_ss_2002_1.pdf+ Rekayasa+Keuangan&hl=id&ct=clnk&cd=26&gl=id&client=firefox-a Soekarman, Widigdo. Enam Puluh Sembilan Persen Saham Langgar Good Corporate Governance. Artikel diambil dari http://www.antara.co.id/arc/2007/10/25/69persen-bank-langgar-good-corporate-governance/ tanggal 25 Oktober 2007 Sulistyanto, Sri. Good Corporate Governance: Bisakah Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat? Artikel diakses tanggal 30 September 2007 dari Pendidikan Network: http://artikel.us/hsulistyanto4.html
Sulistyanto, Sri dan Wibisono, Haris. Good Corporate Governance: Berhasilkah Diterapkan di Indonesia? Artikel diakses tanggal 30 September 2007 dari Pendidikan Network: http://artikel.us/hsulistyanto3.html Syakhroza, Akhmad. Best Practices Corporate Governance Dalam Konteks Kondisi Lokal Perbankan Indonesia Artikel diakses tanggal 30 September 2007 dari http://muhariefeffendi.files.wordpress.com/2007/11/file26-xxxii-juni-2003lmfeui.pdf Santoso, S. 2001. Buku Latihan SPSS: Statistik Parametrik. PT Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia-Jakarta. Schwieger dan Rottenberg. 2003. Auditing: The Concept for Changing Environment. Ohio: Thompson South Western. The Institute of Internal Auditors, Internal Auditing and the Audit Committee. Working Together Towards Common Goals. Artikel diakses tanggal 12 Desember 2007 dari http://www.google.com/search?q=cache:dgMtLTxHo1QJ:dspace.fe.unibraw. ac.id/dspace/bitstream/123456789/281/1/RBFE.0304.pdf Wardhani, Ratna. Mekanisme Corporate Governance Dalam Perusahaan Yang Mengalami Permasalahan Keuangan (Financially Distressed Firms). Artikel diakses pada tanggal 27 November dari https://info.perbanasinstitute.ac.id/makalah/K-AKPM02.pdf?PHPSESSID=b2ebd 7a6cd028153fc5ed81e250636e8 Wikipedia. Tata kelola perusahaan. Artikel diakses tanggal 13 Agustus 2007 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Tata_kelola_perusahaan
76
Wikipedia. Corporate governance. Artikel diakses tanggal 13 Agustus 2007 dari http:// en.wikipedia.org/wiki/corporate_governance
77