PENGARUH KETERATURAN MEMBACA DAN MENGHAYATI MAKNA AYAT DALAM AL-QURAN TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR POSITIF PADA NARAPIDANA
Aida Dakhliyah Sufriani RR. Retno Kumolohadi INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pelatihan keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran terhadap kemampuan berpikir positif pada narapidana. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh positif keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran terhadap kemampuan berpikir positif pada narapidana, narapidana yang mengikuti pelatihan memiliki kemampuan berpikir positif yang lebih tinggi daripada narapidana yang tidak mengikuti pelatihan. Subjek dalam penelitian ini adalah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta sejumlah 20 subjek. Pengambilan subjeknya ditentukan oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta. Adapun skala yang digunakan adalah skala berpikir positif yang mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Albrecht (2005) berjumlah 50 aitem. Metode penelitian ini menggunakan Pre test-Post test Control Group Design. Data dianalisis menggunakan uji t. Hasil analisis kuantitatif dengan bantuan program SPSS versi 11,5 for windows menunjukkan ada pengaruh positif yang signifikan keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran terhadap kemampuan berpikir positif pada narapidana, dengan nilai p sebesar 0,0125 (p < 0,05) dengan demikian hipotesis penelitian diterima. Sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh positif yang signifikan keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran terhadap kemampuan berpikir positif pada narapidana, narapidana yang mengikuti pelatihan memiliki kemampuan berpikir positif yang lebih tinggi daripada narapidana yang tidak mengikuti pelatihan. Kata Kunci : berpikir positif, keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam AlQuran.
1
2
Latar Belakang Masalah Narapidana sebagai anggota masyarakat yang karena tindak pidana yang dilakukan harus berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan juga tidak terlepas dari hakekatnya sebagai manusia (www.ditjenpas.go.id, 31/05/08). Sebagian besar masyarakat mengganggap narapidana adalah orang-orang yang terbuang, divonis sebagai pesakitan yang memang pantas berada dibalik terali besi. Stigma negatif itu tampaknya melekat kuat di dalam benak sebagian masyarakat, ketika menyebut kata narapidana, padahal fakta yang terjadi tidaklah semuanya benar-benar demikian. Akhirnya ketika kembali ke dalam lingkungan masyarakat narapidana merasa disisihkan dari ruang pergaulan (baitulmaalhidayatullah.com, 06/05/08). Adanya stigma negatif tentang mantan narapidana karena banyak mantan narapidana yang mengulangi kesalahannya berulang kali membuat masyarakat memandang rendah dan negatif pada narapidana. Narapidana
yang
sedang
menjalani
masa
hukuman
di
Lembaga
Pemasyarakatan banyak yang berpikiran negatif, hal ini disebabkan oleh cap narapidana yang disandang dan saat narapidana kembali lagi ke masyarakat dapat bersosialisasi dan diterima di tengah masyarakat atau tidak (Hidayat, 2004). Narapidana berpikir masyarakat akan menolak kehadirannya setelah bebas nanti karena memiliki masa lalu yang kelam sebagai mantan penjahat yang
kehadirannya
masyarakat.
meresahkan
dan
mengganggu
ketentraman
hidup
3
Hidup yang terkadang penuh dengan ketidakpastian, membuat manusia menjadi tidak tenang dan berpikir negatif karena kehilangan pegangan dan makna hidup. Narapidana dalam menghadapi berbagai permasalahan jika ditanggapi secara negatif, menjadi beban yang memberatkan serta berpikiran negatif yang jika berkelanjutan dapat menimbulkan stress. Narapidana yang telah lama tinggal di Lembaga Pemasyarakatan merasa bahwa ia telah berada diwilayah yang nyaman (comfort zone), tidak berani melakukan perubahan untuk mencari kehidupan baru yang lebih luas dan menantang.
Narapidana
yang
sudah
lama
mendekam
di
Lembaga
Pemasyarakatan ketika hari pembebasan tiba, bukannya kegembiraan yang muncul akan tetapi malah keengganan menapakkan kaki ke alam bebas. Narapidana merasa malu, takut dan enggan membangun pergaulan baru dan mencari pekerjaan baru (Hidayat, 2006). Pembimbingan keagamaan sangat membantu narapidana untuk bangkit dan berpikir positif menatap cerahnya hidup meskipun saat ini mereka harus menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan. Dengan berpegang teguh pada agama membuat individu terus bertahan menghadapi berbagai tekanan yang dialami di dalam Lembaga Pemasyarakatan, mendorong individu untuk terus berharap dan tidak mudah putus asa, dengan demikian hidup akan dapat dijalani lebih mudah. Pikiran-pikiran negatif narapidana dalam menghadapi masa bebasnya karena tidak dapat terpenuhi kebutuhan, harapan dan berbagai kemungkinan gagal lainnya dapat diatasi dengan penyerahan diri kepada Allah SWT dan
4
berbuat
baik
(Zuhroni
dkk.
2003).
Bagi
para
narapidana
Lembaga
Pemasyarakatan boleh jadi merupakan tempat yang ampuh untuk pembinaan rohani, hal ini dikarenakan selama tinggal di Lembaga Pemasyarakatan narapidana berada di tempat yang terisolir, jauh dari sanak keluarga dan temanteman, sehari-hari hanya menunggu masa berakhirnya hukuman dan pada saatsaat seperti ini, banyak waktu untuk merenung serta menyesali kesalahan masa lalu, dengan kata lain, agama menjadi pelarian bagi banyak narapidana (www.hamline.edu, 31/05/08 ). Sendiony (Hawari, 2002) mengatakan bahwa pengalaman beragama (Islam) dapat meningkatkan derajat kesejahteraan seseorang, bebas dari pikiran negatif, stres, cemas dan depresi (a state of well being). Membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran mengandung unsur spiritual (kerohanian / keagamaan) yang dapat membangkitkan harapan, rasa percaya diri dan optimisme. Proses terapi (penyembuhan dengan menggunakan Al-Quran) dapat dilakukan dengan cara membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran. Al-Quran sebagai prinsip hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan dapat membantu individu untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan agar tidak tersesat dan dapat memahami setiap permasalahan yang dihadapinya sehingga dapat menentukan tindakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Teori gate control
menjelaskan bahwa masukan rangsangan berpikir
negatif yang berlebihan yang akhirnya dapat menimbulkan stres tidak hanya dapat dikendalikan dengan cara biokimiawi, tetapi bisa juga dengan motivasi dan
5
proses kognisi (Sholeh, 2006) Rangsang yang masuk dalam tubuh manusia menurut teori ini tidak semuanya disampaikan oleh otak tergantung pada ada atau tidak adanya rangsangan lain yang masuk ke otak, atau adanya kontrol dari area otak yang lebih tinggi (Prawitasari, 2003). Keikhlasan dalam membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran dapat berfungsi untuk membawa perubahan kesadaran dalam menolak rangsangan berpikir negatif yang akan masuk ke otak. Mengingat begitu pentingnya peran pembinaan keagamaan di Lembaga Pemasyarakatan maka pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Apakah ada pengaruh keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran terhadap kemampuan berpikir positif pada narapidana ?.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran terhadap kemampuan berpikir positif pada narapidana.
Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a.
Untuk memberikan sumbangan yang mampu memperluas wawasan ilmiah pada psikologi islami pada khususnya dan juga psikologi pada umumnya.
6
b.
Untuk menjadi sumber kepustakaan bagi semua pihak yang tertarik dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
2. Manfaat Praktis a.
Untuk memberikan kontribusi positif bagi narapidana atau subjek penelitian pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya berkaitan dengan urgensi Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.
b.
Untuk
memberikan
penerapan
ayat-ayat
informasi suci
yang
Al-Quran
mendalam dalam
mengenai
rangka
urgensi
meningkatkan
kemampuan berpikir positif.
Berpikir Positif Albrecht (2005) mengartikan berpikir positif sebagai perhatian yang tertuju pada subjek positif dan menggunakan bahasa positif untuk membentuk dan menggunakan pikiran. Perhatian positif berarti pemusatan perhatian pada hal-hal dan pengalaman-pengalaman yang positif sedangkan bahasa positif adalah penggunaan kata-kata ataupun kelimat yang positif untuk mengekspresikan isi pikirannya. Individu yang berpikir positif akan lebih sering berbicara tentang kesuksesan daripada kegagalan, cinta daripada kebencian, kebahagiaan daripada kepedihan, persahabatan daripada permusuhan, rasa percaya diri daripada rasa takut, kepuasan daripada ketidakpuasan, kebaikan daripada kejahatan, dan berita yang baik daripada yang buruk serta bagaimana memecahkan masalah. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa berpikir positif pada narapidana adalah cara berpikir narapidana yang memusatkan perhatiannya
7
pada hal yang positif dari keadaan diri, orang lain maupun masalah yang dihadapi dan mengutarakannya dalam bahasa yang positif. Albrecht (2005) menjelaskan pengertian berpikir positif sebagai perhatian positif dan verbalisasi positif. Aspek berpikir positif ini meliputi : a.
Perhatian positif. 1) Konsep diri positif, individu mengganti berita buruk dengan berita baik. 2) Keberhasilan, individu mengganti kegagalan dengan ide keberhasilan. 3) Rencana dan harapan, individu mengganti ketakutan dengan pengharapan dan frustasi dengan ide baru untuk masa mendatang. 4) Jalan keluar, individu mengganti kekhawatiran akan masalah yang dihadapi dengan gagasan jalan keluar.
b.
Verbalisasi positif. 1) Pemantapan diri, individu memusatkan perhatian pada kekuatan diri, melihat diri secara positif, serta menggantikan kritik diri dan menyalahkan diri dengan kemantapan diri. 2) Pembicaraan non evaluatif, pernyataan yang lebih menggambarkan keadaan daripada menilai keadaan. Pernyataan ataupun penilaian ini dimaksudkan sebagai pengganti pada saat seseorang cenderung memberikan pernyataan atau penilaian yang negatif. Aspek ini akan sangat berperan dalam menghadapi keadaan yang cenderung negatif. 3) Adaptasi terhadap realita dan harapan, mengakui kenyataan dan
8
segera berusaha menyesuaikan diri dari penyesalan, frustasi dan menyalahkan diri. 4) Keinginan positif, dalam menyampaikan suatu hal lebih dipusatkan pada hal yang positif. Individu yang berpikir positif ialah akan mempunyai harapan dan cita-cita yang positif, miisalnya harapan akan sukses maka akan membicarakan akan kesuksesan, prestasi, dan kepercayaan diri.
Pengertian dan Aspek Keteraturan Membaca dan Menghayati Makna Ayat dalam Al-Quran Keteraturan menurut Kamus Besar Indonesia (Alwi, dkk. 2002) berasal dari kata atur, ber.a.tur yang artinya disusun baik-baik (rapi, tertib), berbaris rapi. Ter.a.tur adalah sudah diatur baik-baik (rapi, beres), berturut-turut, dengan tetap. Ke.ter.a.tur.an adalah kesamaan keadaan, kegiatan, atau proses yaang terjadi beberapa kali atau lebih, keadaan atau hal teratur. Menghayati menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi, 2002) berasal dari kata ha.yat yang artinya hidup, kehidupan, nyawa. Meng.ha.yat.i adalah mengalami dan merasakan sesuatu. Sedangkan menurut Endarmoko (2006) hayat artinyahidup, kehidupan, jiwa, nyawa. Kajian adalah amatan, analisis. Menghayati adalah menikmati menjiwai, meresapi, mendalami, menejuni, menyelami. Aspek keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran adalah :
9
a. Dilakukan secara konsisten, walaupun terdapat hambatan. b. Dilakukan secara teratur atau sesuai dengan jadwal. c. Dilakukan secara berkesinambungan atau berkelanjutan. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran adalah kegiatan membaca Al-Quran yang dilakukan setiap hari secara konsisten, teratur dan berkesinambungan dalam kehidupan sehari-hari serta menghayati makna ayat dalam Al-Quran.
Pelatihan Keteraturan Membaca dan Menghayati Makna Ayat dalam AlQuran Pelatihan ini merupakan suatu kegiatan yang terdiri dari keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran. Pelatihan dilakukan dengan membaca Al-Quran yang dilakukan setiap hari secara konsisten, teratur dan berkesinambungan dalam kehidupan sehari-hari selama 30 hari serta menghayati makna ayat dalam Al-Quran yang dipandu oleh seorang ustadz seminggu sekali. Materi pelatihan ini ditentukan oleh tiga orang ustadz, yaitu ustadz Alfi Syahar, ustadz Maulidi dan ustadz Supriyanto Pasir, serta dibuat dan disampaikan oleh tiga orang ustadz tersebut, Materi yang disampaikan adalah : a. Tafsir QS. Al-Fatihah 1-7 b. Tafsir QS. Al-Insyirah 1-8 c. Tafsir QS. Al-Ma’ un ayat 1-7 d. Tafsir QS. Al-Baqoroh 1-5 dan 21-25
10
Narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (Priyatno, 2006), yang dimaksud dengan narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan, sedangkan narapidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemindahan dalam tata peradilan pidana. Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Balai pemasyarakatan adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan klien pemasyarakatan. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pembinaan
dan
Pembimbingan
Warga
Binaan
Pemasyarakatan
(Priyatno, 2006), pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan.
Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah narapidana yang sedang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta sebanyak 20 subjek, Pengambilan subjeknya ditentukan oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta. Subjek penelitian dirandom menjadi dua kelompok yaitu 10 subjek
11
kelompok eksperimen dan 10 subjek kelompok kontrol. Kriteria subjek yang ditetapkan untuk mencapai tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Jenis kelamin laki-laki. 2. Beragama Islam. 3. Bisa membaca Al-Quran minimal tingkat marhalah ula. 4. Usia berkisar antara 23 tahun sampai dengan 53 tahun. 5. Lama masa hukuman minimal enam bulan. 6. Bukan residivis.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : 1. Skala Berpikir Positif Alat pengumpulan data untuk penelitian ini menggunakan angket Skala Berpikir Positif yang dibuat dengan cara mengadopsi Skala Berpikir Positif yang telah dibuat oleh Rahayu (2004) berdasarkan aspek perhatian positif yang dikemukakan oleh Albrecht (2005), yang telah disesuaikan dengan konsep dan dasar pemikiran peneliti serta peneliti menambahkan satu aspek lagi, yaitu aspek verbalisasi positif, dengan prinsip introspeksi atau self report, yaitu laporan tentang diri sendiri. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan sebelum dan sesudah proses pelatihan. Jika selama kegiatan tersebut ada subjek yang tidak hadir atau
12
tidak mengikuti kegiatan maka dianggap gugur atau tidak diikutkan dalam perhitungan. 3. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Validitas adalah ketepatan dan kecermatan skala dalam menjalankan fungsi ukurnya, sejauhmana skala itu mampu mengukur atribut yang dirancang untuk mengukurnya. Validitas skala ditentukan oleh kejelasan konsep psikologis yang hendak diukur dan operasionalisasinya. (Azwar, 2004). Reliabilitas berhubungan dengan konsistensi, suatu skala dikatakan reliabel apabila skala tersebut konsisten dalam memberikan penilaian atas apa yang diukur (Kountur, 2004). Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitas (Azwar, 2004). Perhitungan uji reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach. 4. Validitas Penelitian Eksperimen Validitas pada penelitian eksperimen berkaitan dengan sejauh mana akibat atau perubahan yang terjadi pada variabel tergantung disebabkan oleh perlakuan yang diberikan peneliti, bukan oleh faktor lainnya (Latipun, 2006).
13
Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Menurut Notoatmodjo (2002) penelitian eksperimen adalah kegiatan percobaan yang bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu. Ciri khusus dari penelitian eksperimen adalah adanya percobaan. Percobaan itu berupa perlakuan atau intervensi terhadap suatu variable, dari perlakuan tersebut diharapkan terjadi perubahan atau pengaruh terhadap variabel yang lain. Pelaksanan penelitian eksperimen dengan model Pre test-Post test Control Group Design dilakukan dengan cara melakukan pengukuran sebelum dan sesudah perlakuan keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam AlQuran. Kelompok eksperimen
mendapatkan perlakuan keteraturan membaca
dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran, sedangkan kelompok kontrol mendapatkan plasebo berupa penyuluhan.
Metode Analisis Data Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik uji t dari program SPSS versi 11.5 for windows. Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Kelompok
Skor K-SZ
p
Kategori
Pre test Eksperimen
0,438
0,991
Normal
Pre test Kontrol
0,630
0,822
Normal
14
Post test Eksperimen
0,426
0,993
Normal
Post test Kontrol
0,570
0,901
Normal
Tabel 2. Hasil Uji Homogenitas Kelompok
Levene Statistics
p
Kategori
Pre test
0,159
0,700
Homogen
Post test
0,140
0,717
Homogen
Tabel 3. Pre test Kelompok Eksperimen-Kontrol N
Minimum
Maksimum
Mean
Std. Deviation
KE
3
150
165
156,67
7,638
KK
8
150
181
161,13
9,906
Nilai p sebesar 0,496, berati p > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa keadaan awal seluruh subjek penelitian baik pada kelompok eksperimen maupun kontrol berada pada kondisi yang sama atau tidak ada perbedaan. Tabel 4. Gains Score N
Minimum
Maksimum
Mean
Std. Deviation
KE
3
160
183
13,67
4,041
KK
8
144
175
-5,13
4,734
15
Nilai p sebesar 0,0125, berarti nilai p < 0,05, sehingga dapat disimpukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kontrol. Tabel 5. Pre test-Post test Kelompok Eksperimen N
Minimum
Maksimum
Mean
Std. Deviation
Pre test
3
150
165
156,67
7,638
Post test
3
160
183
170,33
11,676
Uji t terhadap kelompok eksperimen menghasilkan nilai p sebesar 0,0545, berarti nilai p > 0,05, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara sebelum dan setelah mengikuti pelatihan keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran pada kelompok eksperimen. Tabel 6. Pre test-Post test Kelompok Kontrol N
Minimum
Maksimum
Mean
Std. Deviation
Pre test
8
151
181
161,13
9,906
Post test
8
144
175
156,00
9,457
Uji t terhadap kelompok kontrol menunjukkan nilai p sebesar 0,009, berarti nilai p < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat ada perbedaan yang sangat signifikan antara pre test dan post test.
16
Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat diketahui bahwa ada pengaruh positif yang signifikan keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran
terhadap kemampuan berpikir positif pada narapidana. Narapidana
yang mengikuti pelatihan keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran memiliki kemampuan berpikir positif yang lebih tinggi daripada yang tidak mengikuti pelatihan. Maka dengan demikian hipotesis yang diajukan penulis diterima.
Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis tentang adanya pengaruh keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran terhadap kemampuan berpikir positif pada narapidana. Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara berpikir positif sebelum dan sesudah pelatihan keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran, hal ini ditunjukkan dari adanya peningkatan skor berpikir positif pada kelompok eksperimen setelah mengikuti pelatihan. Peningkatan berpikir positif yang terjadi pada kelompok eksperimen diyakini karena mendapat pengaruh dari pelatihan keteraturan membaca dan pengkajian Al-Quran bukan karena pengaruh faktor lain, seperti perbedaan kondisi antara kelompok eksperimen dan kontrol. Kondisi antara kelompok eksperimen dan kontrol sebelum pelatihan setara sehingga kedua kelompok berangkat dari titik tolak yang sama. Dengan demikian kondisi kelompok pra
17
eksperimen tidak menjadi faktor terjadinya perbedaan mean berpikir positif kedua kelompok. Hal ini ditunjukkan dari nilai pre test kelompok eksperimen dan kontrol dengan nilai p sebesar 0,496, berati p > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa keadaan awal seluruh subjek penelitian baik pada kelompok eksperimen maupun kontrol berada pada kondisi yang sama atau tidak ada perbedaan. Menurut pendekatan belajar-pesan (message-learning approach) (Azwar, 2007) menyatakan bahwa proses yang paling dasar dalam pengubahan sikap manusia adalah atensi, pemahaman, penerimaan dan retensi. Keempatempatnya
merupakan
proses
perantara
internal
yang
dipengaruhi
oleh
karakteristik sumber pesan (ustadz), pesan itu sendiri (materi), target atau orang yang sikapnya yang hendak diubah (subjek penelitian), dan saluran yang digunakan dalam penyampaian dan penerimaan pesan (metode penyampaian). Ketiga subjek penelitian yang memiliki peningkatan skor berpikir positif setelah mengikuti pelatihan keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran memiliki interaksi positif terhadap sumber, pesan, target dan saluran. Sumber pesan memiliki pengaruh kuat terhadap subjek sehingga menimbulkan perhatian subjek terhadap pesan yang disampaikan. Perhatian terhadap pesan menimbulkan pemahaman. Perhatian dan pemahaman tersebut merubah keyakinan subjek yang awalnya berpikiran negatif berubah menjadi berpikiran positif. Keberhasilan yang dialami masing-masing subjek cukup bervariasi, terbukti dengan adanya peningkatan skor berpikir positif yang dicapai subjek tidak
18
seragam tiap subjek. Menurut Cohen dan Milgram (Sukmana, 2003) manusia mempunyai kemampuan yang terbatas dalam memproses berbagai informasi yang berasal dari lingkungan. Keterbatasan dalam memproses rangsang masingmasing individu tidak sama, subjek pelatihan memiliki kemampuan yang berbeda dalam menerima materi, ada yang dapat menerima secara utuh dan ada yang sebagian. Perbedaan keterbatasan itulah yang menyebabkan pengolahan informasi menjadi tidak maksimal. Kekuatan subjek dalam menerima informasi juga terbatas, perhatian individu terhadap rangsang tidak bersifat konstan dan mungkin selama beberapa waktu tertentu hilang (Cohen, Sukmana, 2003). Kondisi yang dijelaskan Cohen tersebut sama dengan yang terjadi pada subjek pelatihan, hal tersebut tampak pada variasi skor berpikir positif subjek penelitian. Uji t terhadap kelompok eksperimen menghasilkan nilai p sebesar 0,0545, berarti nilai p > 0,05, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara sebelum dan setelah mengikuti pelatihan keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran pada kelompok eksperimen. Uji t terhadap kelompok kontrol menunjukkan nilai nilai p sebesar 0,009, berarti nilai p < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat ada perbedaan yang sangat signifikan antara pre test dan post test. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir positif. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Puspasari (1997) yaitu meneliti tentang
19
hubungan antara religiusitas dengan berpikir positif pada remaja, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan sangat signifikan antara religiusitas dengan berpikir positif pada remaja, dimana semakin tinggi religiusitas maka semakin tinggi pula berpikir positifnya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa setelah mengikuti pelatihan keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran ada peningkatan kemampuan berpikir positif. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada pengaruh positif yang signifikan keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran terhadap kemampuan berpikir positif pada narapidana. Narapidana yang mengikuti pelatihan memiliki kemampuan berpikir positif lebih tinggi daripada narapidana yang tidak mengikuti pelatihan. Ada beberapa kelemahan yang terdapat dalam penelitian ini, diantaranya adalah pemilihan subjek yang ditentukan oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan, sehingga subjek penelitian ada yang merasa terpaksa mengikuti pelatihan, persiapan pelaksanaan pelatihan keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran yang kurang matang meliputi pemilihan waktu yang bertabrakan dengan jam besuk sehingga memecah perhatian subjek, tempat penelitian yang kurang kondusif karena digunakan pula untuk urusan persidangan, materi tidak bisa disampaikan oleh ustadz yang sama karena terkendala dengan kesibukan ustadz. Selain itu kelemahan dalam penelitian ini adalah skala yang digunakan untuk mengukur tingkat berpikir positif yakni aitem-aitem dalam berpikir positif tidak secara spesifik menyebutkan berpikir positif pada narapidana.
20
Kesimpulan Hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh positif yang signifikan keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran terhadap kemapuan berpikir positif pada narapidana, narapidana yang mengikuti pelatihan keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran memiliki berpikir positif yang lebih tinggi daripada narapidana yang tidak mengikuti pelatihan keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam Al-Quran. Saran 1. Saran Bagi Subjek Penelitian Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan berpikir positif pada narapidana, sehingga diharapkan untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 2. Saran Bagi Instansi Terkait Bagi pihak Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta diharapkan dapat memberikan bimbingan keagamaan kepada narapidana dan membuat kurikulum keteraturan membaca dan menghayati makna ayat dalam AlQuran. 3. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya Saran bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan materi yang sama dengan penelitian ini disarankan : a.
Alat ukur yang akan digunakan sebaiknya benar-benar secara
21
spesifik. b.
Mengntrol validitas internal dan eksternal, seperti faktor subjek keluar.
c.
Memilih tempat yang lebih nyaman dan kedap suara, sehingga pada saat pelatihan berangsung tidak terganggu dengan suara bising yang dapat mengganggu jalannya pelatihan.
d.
Waktu pelatihan sebaiknya dipilih hari yang tepat, tidak berbarengan dengan jam besuk narapidana.
22
Identitas Penulis
Nama
: Aida Dakhliyah Sufriani
NIM
: 03 320 222
No. HP
: 081392108957