PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENGEMBANGAN KREATIVITAS GURU Harudin Lagio (Kepala SMK N I Luwuk)
PENDAHULUAN Pendidikan pada dasarnya, harus berperan mengembangkan iklim belajar dan mengajar yang konstruktif bagi berkembangnya potensi kreatif peserta didik. Dalam hal ini kepala sekolah berperan penting dalam inovasi pendidikan, bagaimana membangun dan mengembangkan budaya kreatif, dan menciptakan academic athmosphere agar upaya-upaya inovatif di sekolah menjadi budaya (kultur) dalam rangka profesionalisasi tenaga kependidikan. Penerapan kurikulum yang relevan dengan kondisi suatu sekolahagar tercipta guru yang butuh pembelajaran yang lebih rasional dan sesuai dengan kemampuan aspek peserta didik, pengajar dan sekolah. Selain itu, kreativitas akan membudaya apabila didasari komitmen yang kuat dari civitas sekolah. Kapabilitas kepemimpinan kepala sekolah diarahkan pada bagaimana membangun komitmen guru yang mampu menggerakkan daya kreativitas dan inovasi untuk senantiasa berusaha menambah pengetahuan dan meningkatkan ketrampilan khususnya yang langsung berkaitan dengan tugas profesionalnya. Maka dari itu, sebagai pemimpin kepala sekolah ada sebuah prasyarat yang mesti di terapkan dalam dirinya. Dalam memangku jabatan pemimpin pendidikan yang dapat melaksanakan tugastugas pimpinan dan memainkan peranan-peranan kepemimpinan yang sukses, maka padanya dituntut pemenuhan persyaratan-persyaratan jasmaniah, rohaniah yang baik dan bahkan persyaratan status sosial ekonomis yang layak. Di samping itu, dibutuhkan prasyarat-prasyarat kualitas kemampuan pribadi seperti; berwibawa, jujur, terpercaya, bijaksana, mengayomi, berani mawas diri, mampu melihat jauh ke depan, berani dan mampu mengatasi kesulitan, bersikap wajar, tegas dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambil,sederhana, penuh pengabdian kepada tugas, berjiwa besar dan mempunyai sifat ingin tahu. Seperti dalam beberapa teori, Mc Nerney, Stogdill, Terry, Erwin Schall, Ordwdy Tead, Dr. Le Bon, Ki Hajar Dewantoro, Drs. Mardjiin Syam mengemukakan syarat-syarat kepribadian yang berbeda-beda tentang para pemimpin termasuk pemimpin pendidikan, yang meliputi: Karakter dan moral yang tinggi. Semangat dan kemampuan intelek. Kematangan dan keseimbangan emosi. Kematangan dan penyesuaian sosial. Kemampuan pendidikan. Kemampuan mendidik-mengajar. Kemudian, kesehatan dan penampakan jasmaniah. Demikian antara lain persyaratan-persyaratan yang diminta kepada calon-calon pemimpin dan pimpinan pendidikan yang menyangkut aspek-aspek kepribadian pemimpin yang diharapkan. Jika para pemimpin mempunyai sifat-sifat di atas tentu ia mampu memimpin bawahanya dan visi, misi serta tujuannya pun akan terwujud. Gaya-gaya kepemimpinan berdasarkan konsep, sifat, sikap dan cara-cara pemimpin itu melaksanakan dan mengembangkan kegiatan pimpinan dalam lingkungan kerja yang dipimpinnya, maka dapatlah diklasifikasikan kepemimpinan pendidikan ada tiga gaya pokok kepemimpinan, yaitu: gaya otoriter, gaya laissez faire dan gaya demokratis. Gaya-gaya kepemimpinan sering kita jumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari seperti halnya perusahaan, pemerintah, keluarga, lembaga-lembaga sosial dan juga pendidikan. Selanjutna, kepala sekolah adalah cermin sekolah, dan atau dengan kata lain, wajah sekolah ada pada kepala sekolah. Kepala sekolah mempunyai arti penting bagi sebuah sekolah, sama pentingnya seperti arti seorang pemimpin bagi sebuah organisasi, atau arti pentingnya seorang kepala rumah tangga dalam sebuah keluarga. Apalagi dalam era desentralisasi pemerintahan dan desentralisasi pendidikan, kepala sekolah tidak hanya sekedar menjalankan rutinitas kewajiban yang melekat pada dirinya, tapi bagaimana memposisikan dirinya sebagai pemimpin bagi sebuah sekolah, karena maju mundurnya sekolah terletak pada kualitas kepemimpinan kepala sekolah. Mortimer J Adler (dalam Dadi Permadi,1999,24) mengemukakan bahwa the quality of teaching and learning that goes in a school is largely determined by the quality of principals leadership atau mutu belajar mengajar yang terjadi di sekolah adalah ditentukan oleh sebagian besar mutu kepemimpinan kepala sekolah. Ronald Edmonds (dalam Dadi Permadi,1999,30) juga menjelaskan bahwa there are some bad schools with good principal, but there are no good school with bad principals atau banyak sekolah-sekolah jelek dengan kepala sekolah yang baik, tetapi tidak ada sekolah yang baik dengan kepala sekolah yang jelek. Dalam kaitan dengan kepala sekolah yang berkualitas, Rouche dan Baker (Dadi Permadi,1999,25-26) menjelaskan persyaratan kepala sekolah yangi berkualitas baik adalah flexibility in autonomy and nnovation (luwes dalam hal otonomi dan inovasi); cohesiveness within organization (menyatu dalam organisasi); commitment to school mission (terikat kepada misi sekolah); recognition
of staff (menghargai staf); problem solving through collaboration (pemecahan masalah melalui kerja sama); effective delegation (tepat dalam mendelegasikan); dan focus on teaching and learning (tertuju pada belajar mengajar). Dengan kata lain kepala sekolah dituntut bagaimana ia berperan sebagai educator, administrator, supervisor, leader, inovator, motivator bagi pembinaan para guru, dan juga harus berperanan sebagai seorang manager pendidikan yang mampu menerapkan manajemen mutu, karena ia adalah seorang planner, organizer, actuater, dan controller. Indikatornya adalah bagaimana iklim akademik (academic athmosphere) berjalan secara demokratis; etos kerja berjalan dengan kualitas; iklim kerja berjalan dengan suasana teman sejawat; dan proses pembelajaran yang konstruktif, berkreasi, kreatif, dan berprestasi. Sebagai pemimpin pendidikan, bagaimana kepala sekolah dihadapkan pada kemampuan memimpin dan membina para guru dan staf, termasuk para siswa dengan suri tauladannya. Merujuk dari konsep kepemimpinan pendidikan Ki Hadjar Dewantara, kepala sekolah harus menjadi suri tauladan bagi civitas sekolah, membina dan mampu memimpin; bagaimana ia memposisikan diri dengan berlaku adil dan bijak bagi semua civitas sekolah; dan bagaimana ia mampu mendorong dan menumbuhkan semangat, iklim akademik, dan etos kerja bagi seluruh civitas sekolah. Kepala sekolah sebagai educator harus memiliki kemampuan bagaimana meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah dengan menciptakan iklim sekolah yang kondusif bagi civitas sekolah. Dalam kaitan dengan memahami arti pendidik, kepala sekolah harus menanamkan dan meningkatkan pada upayaupaya pembinaan mental, dengan membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan sikap batin dan watak; pembinaan moral, dengan membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ajaran baik dan buruk suatu perbuatan, sikap dan kewajiban sesuai tugas masing-masing tenaga kependidikan; pembinaan fisik, dengan membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani, kesehatan, penampilan mereka secara lahiriah; dan pembinaan artistik, dengan membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan (Wahjosumidjo,1999). Hal tersebut bisa terlaksana jika diimplementasikan oleh kepala sekolah dengan baik. Tentu dalam melaksanakan hal tersebut, butuh budaya kreatif baik dari kepala sekolah maupun guru itu sendiri. Pengembangan budaya kreatif tidak terlepas dari budaya yang berlaku di sekolah bersangkutan. Kreatifitas merupakan kemampuan dalam menciptakan kombinasi baru dalam hal-hal yang telah ada sehingga menghasilkan sesuatu yang baru (Utami Munandar,1992,72). Kreativitas menyangkut dimensi-dimensi proses, person, dan produk kreatif, karena dengan menggunakan proses kreatif sebagai kriteria kreativitas, maka segala produk yang dihasilkan dari proses itu dianggap sebagai produk kreatif dan orangnya disebut orang kreatif (Amabile, dalam Dadi permadi,1999). Dengan kata lain Kreativitas adalah proses timbulnya ide yang baru, sedangkan inovasi adalah pengimplementasian ide itu sehingga dapat merubah dunia. Kreativitas membelah batasan dan asumsi, dan membuat koneksi pada hal-hal lama yang tidak berhubungan menjadi sesuatu yang baru. Inovasi mengambil ide itu dan mejadikannya menjadi produk atau servis atau proses yang nyata (Mauzy dan Harriman,2005). PEMBAHASAN Menjadi seorang kepala sekolah, tidak semudah yang dibayangkan. Apalagi tanggung jawab dari institusi untuk meningkatkan gairoh kinerja bawahannya (guru, staf, dan peserta didik) perlu inovasi dan kreasi dalam mengemban amanah tersebut. Adapun untuk meningkatkan kinerja yang apik dan relevan, seorang kepala sekolah perlu menanmkan nilai-nilai manajemen kepeimpinan dalam dirinya. Sehingga untuk meningkatkan kreatifitas guru dalam menididik peserta didik bisa terpacu dan semangat dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai seorang guru bisa terlaksanakan dengann baik. Maka dari itu, kepala sekolah harus bersikap Luwes dalam hal Otonomi dan Inovasi (educator), Menyatu dalam Organisasi (administrator), Terikat Kepada Misi Sekolah (supervisor), Menghargai Staf (leader), Pemecahan Masalah Melalui Kerja Sama (inovator), dan Tertuju Pada Belajar Mengajar (motivator). A. Sebagai Pendidik yang Luwes dalam Otonomi dan Inovasi (educator) Organisasi yang bernama sekolah dapat dianalogikan seperti kelompok orkestra. Sebuah orkestra yang baik adalah yang memiliki instrumen musik seperti gitar, biola, terompet, perkusi, sound system dan lain-lain yang baik para pemain yang handal dan seorang pemimpin atau dirigen yang berpengalaman. Betapun bagus dan mahalnya alat-alat musik yang dimiliki tidak akan pernah menghasilkan nada yang indah karena mereka hanyalah benda mati. Untuk dapat berbunyi instrumen musik tersebut memerlukan orang-orang untuk memainkannya dan agar alat musik tersebut dapat menghasilkan nada yang bagus. Untuk menciptakan sekolah yang berkualitas diperlukan kepemimpinan kepala sekolah yang berkualitas juga dimana perlu adanya kerjasama antara para
personil sekolah dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan hendaknya dapat menggerakkan personil agar dapat kreatif. Lembaga pendidikan yang bernama sekolah itu harus benar-benar dapat melahirkan para lulusan yang handal, karena itu harus dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang kreatif dan inovatif yaitu seorang kepala sekolah yang mampu memanage, mengorganisasikan dan mengoptimalkan fungsi dari segala sumber daya yang ada di sekolah dalam memenuhi kebutuhan para stakeholdernya. Dengan daya kreativitas dan inovasi yang dimilikinya, seseorang kepala sekolah akan selalu berusaha melahirkan ide-ide yang sudah ada apakah itu yang berupa perencanaan pembelajaran, penggunaan metode pembelajaran, teknik penilaian, penggalian sumber-sumber dana, pengadaan dan pemanfaat sarana dan prasarana dan lain-lain dalam memajukan sekolah yang dipimpinnya ( Sumidjo, 199 : 49 ). Apalagi dalam hal yang bersifat manajerial yang tertuang dalam aspek dan indikator kurikulum secara nasional. Maka dari itu, selain mengembangkan kreatifitas dan inovatif kepala sekolah dituntut untuk mampu mengembangkan kapasitas dirinya untuk bersikap luwes dalam hal otonomi yang tersurat dalam satuan pendidikan nasional. Dalam artian, kepala sekolah dituntut untuk mampu menyeimbangkan kurikulum nasional dengan kondisi dan realitas sekolah yang dipimpinnya. Agar dalam pelaksanaan belajar-mengajar bisa tercapai dengan masksimal. Baik yang bersifat tekstual maupun secara kontekstual yang terjadi dilapangan. Karena tidak menutup kemungkinan, bersikap luwes ini hanya dalam membangun inovasi dan otonomi, tapi bersikap luwes dalam aspek lain pun penting agar budaya kreatif bagi guru itu bisa trealisasika dengan baik pula. B. Menyatu dalam Organisasi (administrator) Untuk membangun hubungan yang harmonis antara pimpinan dan bawahannya (guru dan karyawan) membutuhkan banyak kecerdasan, mulai dari kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, kecerdasan komunikasi dan kecerdasan tanggung jawab. Kepala sekolah berfungsi untuk mengkoordinasikan semua kekuatan organisasi untuk mencapai misi, visi, strategi, dan tujuan organisasi; sedangkan karyawan dan guru berfungsi membantu tanggung jawab pimpinan dengan sepenuh hati agar visi, misi, strategi, dan tujuan organisasi dapat diwujudkan sesuai rencana dan harapan. Persoalannya, sering sekali pimpinan dengan guru dan karyawan tidak selalu mampu menyatu dan mencair dalam satu kekuatan yang utuh dan pasti dalam meraih semua impian organisasi. Dalam analisis yang panjang, pimpinan dengan guru dan karyawan terlalu kaku dengan struktur organisasi. Struktur organisasi berkepentingan untuk membangun internal kontrol yang kuat, tapi hal ini akan menciptakan jarak sesuai jabatan dan tanggung jawab. Struktur organisasi adalah penjabaran tentang tanggung jawab masing-masing pihak di dalam organisasi. Oleh karena itu, struktur organisasi haruslah dijalankan dalam sebuah budaya organisasi dengan nilai-nilai dan perilaku yang mampu menciptakan hubungan yang harmonis diantara semua pihak tanpa terhalang oleh ego jabatan dan kekuasaan. Pimpinan harus memiliki mind set dan perilaku untuk membantu guru dan karyawan mencapai kinerja dan prestasi maksimal dengan cara-cara persuasif. Kepala sekolah hanya boleh menggunakan kekuasaannya dalam hal membuat keputusan dan mengarahkan guru dan karyawan ke visi, misi, dan tujuan organisasi sekolah. Tapi dalam hubungan kerja sehari-hari, kepala sekolah haruslah berperan sebagai saudara yang dituakan, yang membimbing setiap guru dan karyawan melalui sikap baik dan kasih sayang. Demikian juga dengan guru dan karyawan, para guru dan karyawan harus secara ikhlas dan cerdas mengarahkan seluruh energi, potensi, dan kekuatan dirinya untuk membantu kesuksesan tanggung jawab kepala sekolah. Hubungan yang tulus, ikhlas, dan mensyukuri haruslah menjadi modal yang kuat dalam menyatukan semua perbedaan di dalam organisasi sekoah. Kepemimpinan yang berkualitas akan muncul di saat kepala sekolah fokus untuk pertumbuhan potensi guru dan karyawan dalam organisasi sekolah. Tidak seorang guru dan karyawan pun yang ingin menjadi persis untuk selamanya. Setiap guru dan karyawan pasti mengharapkan perubahan ke arah yang lebih baik dalam karir kerja dan kehidupan pribadinya. Oleh karena itu, kepala sekolah wajib berjuang untuk menciptakan budaya yang memungkinkan orang untuk tumbuh dan berkembang. Untuk dapat tumbuh dan berkembang, maka setiap guru dan karyawan wajib berkontribusi dengan maksimal buat kepala dan organisasi sekolah. Setiap orang di dalam organisasi sekolah, baik itu kepala sekolah maupun guru dan karyawan wajib berbagi visi yang menunjukkan bahwa semua orang terlibat dalam suatu tujuan yang lebih besar buat kejayaan sekolah di masa mendatang. C. Terikat Kepada Misi Sekolah (supervisor)
Secara semantik Supervisi pendidikan adalah pembinaan ke arah perbaikan situasi pendidikan. Pembinaan yang dimaksud berupa bimbingan atau tuntunan (tut wuri handayani) ke arah perbaikan situasi pendidikan, termasuk pengajaran pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar pada khususnya. Supervisi merupakan usaha untuk membantu dan melayani guru dalam meningkatkan kompetensinya. Supervisi tidak langsung diarahkan kepada siswa, tetapi kepada guru yang membina siswa itu. Supervisi tidak bersifat direktif tetapi lebih banyak bersifat konsultatif. Adapun tujuan supervisi pendidikan adalah sebagai berikut: 1. Membantu guru agar dapat lebih mengerti/menyadari tujuan-tujuan pendidikan di sekolah dan fungsi sekolah dalam usaha mencapai tujuan pendidikan. 2. Membantu guru agar mereka lebih menyadari serta mengerti kebutuhan dan masalahmasalah yang dihadapi siswanya; supaya dapat membantu siswanya itu lebih baik lagi. 3. Melaksanakan kepemimpinan efektif dengan cara yang demokratis dalam rangka meningkatkan kegiatan-kegiatan profesional di sekolah dan hubungan antara staf yang kooperatif untuk bersama-sama meningkatkan kompetensi masing-masing. 4. Menemukan kelebihan dan kekurangan tiap guru dan memanfaatkan serta mengembangkan kemampuan itu dengan memberikan tugas dan tanggungjawab yang sesuai dengan kemampuannya. 5. Membantu guru meningkatkan kemampuan penampilannya di depan kelas. 6. Membantu guru baru dalam masa orientasinya supaya cepat dapat menyesuaikan diri dengan tugasnya dan dapat memdayagunakan kemampuannya secara maksimal. 7. Membantu guru menemukan kesulitan belajar siswa-siswanya dan merencakan tindakantindakan perbaikannya. 8. Menghindari tuntutan-tuntutan terhadap guru yang di luar batas atau tidak wajar; baik tuntutan itu datangnya dari dalam maupun dari luar. Maka, ketika kita mengetahui secara mendasar supervisi pendidikan kepala sekolah dituntut untuk menjadi sebagai supervisor. Seperti dalam Edmonds (dalam Sagala, 2005) tentang sekolah efektif menunjukkan bahwa peran kepala sekolah sedemikian penting untuk menjadikan sebuah sekolah pada tingkatan yang efektif. Asumsinya adalah bahwa sekolah yang baik akan selalu memiliki kepala sekolah yang baik, artinya kemampuan profesional kepala sekolah dan kemauannya untuk bekerja keras dalam memberdayakan seluruh potensi sumber daya sekolah menjadi jaminan keberhasilan sebuah sekolah. Untuk lebih mengefektifkan pelaksanaan pekerjaannya dan dapat mendayagunakan seluruh potensi sumber daya yang ada di sekolah maka kepala sekolah harus memahami perannya. Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran (E. Mulyasa, 2004). Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran (tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan), selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran. Jones dkk. sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukakan bahwa “menghadapi kurikulum yang berisi perubahan-perubahan yang cukup besar dalam tujuan, isi, metode dan evaluasi pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran dan bimbingan dari kepala sekolah mereka”. Dari ungkapan ini, mengandung makna bahwa kepala sekolah harus betul-betul menguasai tentang kurikulum sekolah. Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan saran dan bimbingan kepada guru, sementara dia sendiri tidak menguasainya dengan baik. Kepala sekolah mempunyai tugas sebagai supervisor. Kepala sekolah sebagai supervisor dimaksudkan untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap guru-guru dan personel lain untuk meningkatkan kinerja mereka. Kepala sekolah sebagai supervisor bertugas mengatur seluruh aspek kurikulum yang berlaku di sekolah agar dapat memberikan hasil yang sesuai dengan target yang telah ditentukan. Aspek-aspek kurikulum yang harus dikuasai oleh kepala sekolah sebagai supervisor adalah materi pelajaran, proses belajar mengajar, evaluasi kurikulum, pengelolaan kurikulum, dan pengembangan kurikulum. Sebagai supervisor, kepala sekolah mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan. Sergiovani dan Starrat (1993) menyatakan bahwa supervisi merupakan suatu proses yang dirancang secara khusus untuk membantu para guru dan supervisor mempelajari tugas seharihari di sekolah, agar dapat menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memberikan
layanan yang lebih baik pada orang tua peserta didik dan sekolah, serta berupaya menjadikan sekolah sebagai komunitas belajar yang lebih efektif. Tugas kepala sekolah sebagai supervisor diwujudkan dalam kemampuannya menyusun dan melaksanakan program supervisi pendidikan serta memanfaatkan hasilnya. Kemampuan menyusun program supervisi pendidikan harus diwujudkan dalam penyusunan program supervisi kelas, pengembangan program supervisi untuk kegiatan ekstra-kurikuler, pengembangan program supervisi perpustakaan, laboraturium dan ujian. Kemampuan melaksanakan program supervisi pendidikan diwujudkan dalam pelaksanaan program supervisi klinis dan dalam program supervisi kegiatan ekstra-kurikuler. Sedangkan kemampuan memanfaatkan hasil supervisi pendidikan diwujudkan dalam pemanfaatan hasil supervisi untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan dan pemanfaatan hasil supervisi untuk mengembangkan sekolah. Kepala sekolah sebagai supervisor perlu memperhatikan prinsip-prinsip: (1) hubungan konsultatif, kolegial dan bukan hirarkis; (2) dilaksanakan secara demokratis; (3) berpusat pada tenaga kependidikan; (4) dilakukan berdasarkan kebutuhan tenaga kependidikan; dan (5) merupakan bantuan profesional. D. Menghargai Staf (leader) Kepala sekolah memainkan peran penting dalam mengejawantahkan visi pendidikan nasional. Dalam hal ini, kepala sekolah memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas praktik pengajaran dan pencapaian belajar peserta didik. Kepala sekolah memimpin, bersama dengan pendidik dan tenaga kependidikan, untuk memetakan arah ke depan pendidikan di sekolah, mengembangkan pencapaian yang diharapkan, memelihara fokus perhatian terhadap proses pengajaran dan pembelajaran dan membangun lingkungan belajar yang kondusif dan positif. Oleh karena itu, kemampuan kepemimpinan kepala sekolah dapat menjadi faktor pembeda terhadap proses pendidikan yang berlangsung di sekolah (Bennett & Anderson, 2003). Kepemimpinan pendidikan memang bukan hanya diperankan oleh kepala sekolah: dampak besar akan terwujud apabila kerjasama kepemimpinan di tiap tingkatan (Menteri, Dirjen, Kepala Dinas dan stakeholders lainnya) dapat memfokuskan pada upaya bagaimana mencapai hasil belajar yang optimal bagi peserta didik. Untuk mendukung ke arah tersebut maka pemikiran tentang Leadership Matters, yaitu pemikirian mengenai peran dan kemampuan/kapabilitas kepemimpinan kepala sekolah menjadi penting. Hal ini dimaksudkan agar setiap komponen dapat memiliki kesepahaman mengenai hakikat dan perubahan terkini dari peran dan kemampuan kepala sekolah sehingga dapat memahami aspirasi mereka. Dengan demikian, segenap pihak dapat mendukung peran, tanggungjawab dan kinerja kepala sekolah memimpin proses pembelajaran di sekolah. Hal tersebut menekankan bagaimana membangun tanggungjawab kepala sekolah untuk membentuk kepemimpinannya dalam tingkatan kualitas tertinggi, membangun kemampuan kepemimpinan dan mendistribusikannya dan memahami kompleksitas kepemimpnan dalam ragam konteks belajar di sekolah (Davies, 2005; English, 2005). Kepala sekolah yang efektif dapat menyeimbangkan kedua orientasi tersebut yang didasarkan pada aspek pendidikan sebagai landasan pikir kepemimpinannya serta penyesuaian terhadap penekanan kemampuan tertentu berdasarkan kebutuhan kontekstual yang dihadapi. Hal ini dikarenakan keragaman dari unsur komunitas sekolah memiliki makna bahwa kepala sekolah selalu dihadapkan pada kekayaan kontekstual yang mengembangkan berbagai kemampuan yang dapat dilakukan oleh seorang kepala sekolah baik dari segi tingkat pengalaman, situasi sekolah dan masyarakat yang berbeda-beda. Kepala sekolah yang efektif mengadaptasikan pengalaman dan kemampuan yang dimilikinya terhadap konteks yang beragam tersebut (Fullan, 2005). Kemudian, dalam menghargai bawahannya kepala sekolah dituntut mempunyai kemampuan relasional merupakan keterampilan interpersonal yang diperlukan untuk mengembangkan dan memelihara kualitas hubungan dengan beragam orang. Dalam hal ini, kepemimpinan relasional dapat diartikan kemampuan kepala sekolah dalam menghargai orang lain. Inilah karakteristik utama dari kepemimpinan relasional yang ditunjukkan oleh beberapa hal berikut. Menghargai individu dan berinteraksi dengan orang lain secara menyentuh (sensitively) dan bermartabat, Bersikap jujur, apa adanya dan terbuka di dalam interaksi mereka dengan orang lain, Menciptakan lingkungan kerja yang dinamis dan suportif dimana orang dapat saling bekerjasama dan saling perhatian. Kedua, kepala sekolah memahami dapat kemampuan mereka dalam meyakinkan dan mempengaruhi orang lain sehingga terbentuk kualitas hubungan yang saling ketergantungan satu sama lain. Dalam hal ini, kepala sekolah mengembangkan hal berikut. Menginspirasi dan mengembangkan rasa kebersamaan dan berbagi tanggungjawab,
Terbuka terhadap masukan dan beragam pendapat, Mengelola dan memecahkan permasalahan secara efektif.
PENUTUP Dalam menjalankan tugas sebagai kepala sekolah tidak hanya sebagai pimpinan kepala sekolah ditingkatan sekolah. Namun, ada kriteria lain yang harus dicapai. Apalagi dalam mencapai kreatifitas guru untuk mengembangkan kepribadian mereka untuk berkompetisi dan berinovasi supaya tercapai pendidikan yang sesuai yangdiharapkan. Untuk itu, ada beberapa hal bisa penulis simpulkan dari kajian di atas, antara lain: a). Tentukan tujuan bersama dengan jelas. b). Perjelas keahlian dan tanggung jawab anggota. c). Sediakan waktu untuk menentukan cara bekerjasama. d). Hindari masalah yang bisa diprediksi. e). Gunakan konstitusi atau aturan tim yang telah disepakati bersama. f). Ajarkan rekan baru satu tim agar anggota baru mengetahui bagaimana tim beroperasi dan bagaimana perilaku antaranggota tim berinteraksiSelalulah bekerjasama, Wujudkan gagasan menjadi kenyataan. g). Aturlah perbedaan secara aktif. h). Perangi virus konflik, Saling percaya. Saling memberi penghargaan. i). Evaluasilah tim secara teratur. j). Jangan menyerah. Kemudian, dalam mencapai kinerja yang disiplin dan inovatif seorang kepala sekolah harus mempunyai jiwa kepemimpinan. Adapun capai kepemimpinan dalam menjalankan tugasnya antara lain: 1). Menghargai individu dan berinteraksi dengan orang lain secara menyentuh (sensitively) dan bermartabat. 2). Bersikap jujur, apa adanya dan terbuka di dalam interaksi mereka dengan orang lain. 3). Menciptakan lingkungan kerja yang dinamis dan suportif dimana orang dapat saling bekerjasama dan saling perhatian. Kedua, kepala sekolah memahami dapat kemampuan mereka dalam meyakinkan dan mempengaruhi orang lain sehingga terbentuk kualitas hubungan yang saling ketergantungan satu sama lain. Dalam hal ini, kepala sekolah mengembangkan hal berikut. 1). Menginspirasi dan mengembangkan rasa kebersamaan dan berbagi tanggungjawab. 2). Terbuka terhadap masukan dan beragam pendapat. 3). Mengelola dan memecahkan permasalahan secara efektif. DAFTAR PUSTAKA Bennett, N. & Anderson, L. (Eds). (2003). Re-thinking Educational Leadership. London: Sage publications. Chapman, J.D., Sackney, L.E. & Aspin, D.N. (1999). Internationalization in educational administration: policy and practice, theory and research (73-97). In J. Murphy & K. Seashore Louis (Eds) Handbook of Research on Educational Administration, 2nd edition. San Francisco: Jossey Bass. Direktur Tendik Ditjen PMPTK Depdiknas. 2008. Menumbuhkan Semangat Kerjasama di Lingkungan Sekolah (bahan diklat peningkatan kompetensi pengawas sekolah). Jakarta.
PETUNJUK PENULISAN NASKAH 1. Naskah merupakan tulisan hasil penelitian, laporan pengembangan kebijakan, peta pengembangan pendidikan, referensi pembinaan guru, dan resensi buku yang terkait dengan dunia pendidikan, Naskah tulis dalam bahasa Indonesia atau bahas Inggris, belum pernah diterbitkan, dan tidak sedang diajukan kejurnal atau majalah lain. 2. Naskah diketik 1,5 spasi atau kertas A4, dengan huruf arial ukuran 10, berkisar antara 10-18 halaman, termasuk tabel, grafik, diagram, foto (sedapat mungkin discan/dipiral), gambar, dan daftar pustaka. Cetakan naskah disertai file berformat*. Doc (via disket atau e-mail), dikirim kealamat redaksi. 3. Naskah yang ditulis dalam bahasa Indonesia menggunakan kalimat sederhana, mudah dipahami, tidak menggunakan penafsiran ganda dan terhindar dari pemakaian istilah bahasa asing , kecuali tidak memiliki terjemahan baku dalam bahasa Indonesia (ditandai dengan huruf miring atau tanda dalam kurung setelah diterjemahkan). 4. Penulisan artikel memiliki urutan sebagai berikut. 1) Judul;
2) Nama penulis; perguruan tinggi atau instansi; 3) Alamat korenspondensi penulis (alamat instansi dan/atau email); 4) Abstrak, berisi rangkuman yang mencakup masalah, uraian pembahasan singkat, kesimpula, diakhiri dengan tiga hingga lima kata kunci, ditulis dalam bahasa inggris; 5) Pendahuluan (latar belakang, tujuan, masalah, manfaat); 6) Uraian/pembahasan (khusus untuk artikel penelitian memuat kajian teori dan metedologi); 7) Penutup (kesimpulan dan saran); 8) Daftar pustaka. 5. Daftar pustaka disusun menurut sistim American psychology Association (APA) 6. Pencantuman rumus, tabel, grafik, diagram, foto, gambar dengan ketentuan sebagai berikut: Rumus: rumus diketik menggunakan MS Eqation dan diberi nomor (didalam kurung) disisi kanan, contoh: Tabel: nomor dan nama tabel ditempelkan ditengah, diatas kotak tabel. Grafik, diagram, foto, gambar : Nomor dan nama ditempelkan ditengah, dibawah objek. 7. Naskah jurnal untuk edisi yang segera akan terbit, paling lambat diterima oleh Redaksi satu bulan sebelum jadwal penerbitan. 8. Apabila terdpt kekurangan isi atau pelengkapan naskah , penulis diminta untuk melengkapinya segera mungkin. Redaksi berhak melakukan penyuntingan naskah tanpa mengubah isi gagasanyan ada didalamnya.