PENGARUH KEHADIRAN SUAMI TERHADAP LAMA PERSALINAN DI BPS NY. “Y” KECAMATAN CILIMUS KABUPATEN KUNINGAN Putri Salisi Ayu Utami dan Maghfiroh Mahasiswa Program Studi Diploma III Kebidanan STIKes Kuningan Garawangi ABSTRAK Kehadiran suami dalam persalinan merupakan salah satu bagian dari Asuhan Sayang Ibu yang merujuk pada kebutuhan dasar ibu bersalin. Kehadiran suami merupakan topik yang menarik dalam program Gerakan Sayang Ibu. Kehadiran suami ditujukan untuk mengurangi tingkat kecemasan ibu bersalin sehingga bisa merupakan terapi non-farmakologis untuk mengurangi nyeri persalinan yang merupakan faktor risiko yang mendorong terjadinya partus lama. Partus lama dapat merupakan risiko bagi terjadinya kematian ibu saat dan pasca-persalinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kehadiran suami terhadap lama persalinan. Penelitian ini menggunakan 30 primigravida di tempat praktek Bidan Ny. Y Cilimus Kabupaten Kabupaten Kuningan yang dibagi menjadi 15 orang kelompok perlakuan dan 15 orang kelompok control. Sampel diambil dengan teknik consecutive sampling. Desain penelitian yaitu Quasi-Experimental Design dengan rancangan non-Randomized Pretest-Posttest Control Group Disign. Uji statistik yang digunakan adalah t test untuk mengetahui perbedaan rata-rata dua kelompok data independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kontrol (p=0,022) dengan t hitung 6,026. Kehadiran suami merupakan psikoprofilaksis terhadap nyeri yang merupakan Asuhan Sayang Ibu. Kehadiran disini lebih menitik beratkan pada pendampingan yang dilakukan sejak isteri dinyatakan hamil sampai nifas. Untuk lebih meningkatkan dukungan suami diperlukan peran bidan dalam rangka pemberi konseling khusus prepersalinan kepada suami. Kata kunci: kehadiran suami, lama persalinan, psikoprofilaksis ABSTRACT Background and objective. The Indonesian’s government have been making many efforts and health public policies for declining maternal mortality rate until now.The presence of husband as the nearest people with women in labor is one of principles in Mother Love Caring as part of Safe Motherhood which referred to women basic need in labor. Many evidences have been shown us that prolonged labor contributed to post-partum haemorrage. There are many factors infuenced the length of labor, including psychological factor. The presence of husband beside women who is labor may be as a psychoprophylaxis for women in labor. The objective of research is to proof relationship and influence of husband presence on labor duration.
Method. These research conducted using non-randomized pretest and posttest control group design involving 15 women as the tratment group and 15 women as the control group who fulfilled the inclusion criteria: primigravida and signed the informed-consen. Samples is taken using consecutive sampling technique and data is analyzed by -test for knowing the difference of mean between two independent data group. Result.The results show that there is a significant statistical difference between the treatment and control groups (p value = 0,022; t = 6,026). Conclusion and Recomendation. There is a significant difference in the labor duration between the women in labor who her husband live bedside in delivery room and the the woman in labor who her husband live outside from the delivery room. The husband presence is important factor which contributed for relaxing the women in labor (as psychoprofilaxis) but the midwives have to optimalized the counselling for them, particulary explaining what kind of role and support can be given by the husband to their wife when she offered the support. Keywords: prolonged labor, psychoprofilaxis, labor duration, husband presence PENDAHULUAN Gerakan Sayang Ibu (GSI) adalah suatu gerakan yang dilaksanakan oleh masyarakat bekerjasama dengan pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan melalui berbagai kegiatan yang mempunyai dampak terhadap upaya penurunan angka kematian ibu karena hamil, melahirkan, nifas dan kematian bayi dengan sasaran langsung calon pengantin, perempuan usia subur dan ibu hamil beserta suami dan seluruh anggota keluarga (1). Dalam rangka penurunan kematian ibu tersebut, maka terciptalah Asuhan Sayang Ibu (ASI) selama persalinan yang salah satu unsur penting di dalamnya adalah memberikan dukungan emosional. Dukungan emosional ini bisa dilakukan dengan cara menghadirkan seorang pendamping dalam persalinan secara terus-menerus. Dengan adanya pendamping persalinan, seorang ibu yang sedang bersalin akan merasa percaya diri dan tidak takut menghadapi proses persalinan. Hal ini merujuk pada kebutuhan dasar selama persalinan di antaranya yaitu kehadiran seorang pendamping. Setiap ibu yang akan melahirkan memerlukan dukungan emosional untuk membantunya dalam melewati proses persalinan (2). Kehadiran suami untuk mendampingi istrinya saat melahirkan sangat diharapkan, karena untuk memberikan dukungan kepada istrinya, agar istrinya merasa aman, nyaman dan berbesar hati sehingga kelahiran akan berjalan lancar dan normal. Kehadiran suami akan lebih mendekatkan hubungan keluarga (3). Penelitian pun menunjukkan bahwa berbicara dengan baik dan menenangkan ibu pada proses persalinan dapat mengurangi risiko terjadinya komplikasi-komplikasi dan kejadian intervensi bedah seperti ekstraksi vakum, forseps maupun bedah sesar (sectio caessaria). Selain itu, ibu yang memperolah dukungan emosional selama persalinan akan mengalami waktu persalinan yang lebih pendek, intervensi medis yang lebih sedikit, dan hasil persalinan yang lebih baik (4). Peran suami tidak hanya terbatas di dalam proses pengambilan keputusan saja, tetapi juga penting dalam memberikan dukungan moral kepada isteri sejak
kehamilannya diketahui sampai masa persalinan dan nifas. Ternyata keterlibatan suami dalam proses kehamilan dan persalinan sangat berarti bagi perempuan (5). Dukungan berkelanjutan dari seorang pendamping dan tenaga kesehatan merupakan dua faktor penting yang memungkinkan seorang perempuan dalam mengatasi hal-hal selama persalinan. Banyak studi yang menyelidiki kehadiran seorang mitra dan pendamping yang dianggap penting memberikan banyak manfaat bagi perempuan dalam kaitannya memberikan dukungan, dorongan dan menentramkan hati yang akan membantu perempuan untuk melakukan tindakan yang sesuai (6). Sudah banyak penelitian dilakukan tentang kegunaan pendukung kelahiran dan hasilnya sering kali mengejutkan (7). Seorang pendukung kelahiran bisa mempengaruhi peristiwa persalinan itu sendiri dan perasaan seorang ibu terhadap persalinannya. Kajian menunjukkan bahwa para wanita yang mendapat dukungan selama persalinan akan lebih sedikit memerlukan pereda nyeri, mengalami lebih sedikit campur tangan medis dan melahirkan bayi-bayi yang kuat. Bahkan penelitian mengenai arti penting pendampingan suami pun telah dilakukan oleh peneliti dari Jerman. Hasil studi dengan judul ”Presence of the Husband in The Delivery Room” kepada 650 pasangan ibu bersalin di Jerman dan hasilnya 90% ibu ditemani oleh suaminya mengatakan lebih nyaman dan persalinan pun berlangsung lancar (8). Pada kenyataannya kehadiran suami dalam persalinan masih dianggap janggal dalam beberapa budaya di Indonesia. Di beberapa tempat pelayanan persalinan ada yang belum memperbolehkan kehadiran suami dalam proses persalinan isterinya (3). Begitu juga bila melihat sejarah, sejak tahun 1960-1970-an ketika banyak calon ibu mulai melahirkan di rumah sakit, dukungan tradisional tidak lagi tersedia bagi mereka. Rumah sakit tidak menginginkan kehadiran wanita-wanita yang dulunya sering menawarkan bantuan untuk membantu persalinan teman atau keluarganya. Rumah sakit adalah daerah terbatas yang khusus bagi kaum profesional kesehatan. Dukungan selama persalinan hanya diberikan oleh bidan (7). Tidak hanya itu, di beberapa rumah sakit di Jawa Barat masih menggunakan peraturan bahwa suami atau keluarga tidak diperbolehkan untuk mendampingi isterinya saat bersalin dengan alasan sudah menjadi peraturan rumah sakit yang tidak boleh dilanggar (9). Padahal, bila kita melihat negara tetangga yaitu Malaysia, Kementerian Kesehatan di sana telah memperkenalkan konsep Hospital Rakan Suami Isteri yang membenarkan suami menemani dan berada di sisi isteri sepanjang proses kelahiran anak di ruang bersalin. Program perintis konsep itu sudah dilaksanakan di Hospital Seremban, awal tahun ini dan mendapat reaksi positif yaitu kira-kira 400 daripada 700 suami meminta berada di sisi isteri ketika melahirkan anak. Konsep ini di anggap wajar dibuat bagi pasangan yang baru menerima kelahiran anak pertama (10). Berkaitan dengan data di atas, saat penulis melakukan Praktik Klinik Kebidanan di BPS Ny “Y” di Cilimus Kabupaten Kuningan, penulis pernah menemukan adanya perbedaan prilaku yang terlihat pada ibu bersalin yang didampingi oleh suaminya dan ibu bersalin yang tidak didampingi oleh suaminya. Ibu yang tidak didampingi suaminya terlihat lebih gelisah, seperti putus asa dan berdampak pada waktu persalinan yang lebih lama bila dibandingkan dengan
persalinan dengan hadirnya seorang pendamping. Selain itu, penulis pernah mendapat aduan dari seorang ibu bersalin yang mengatakan ia sangat mengharap bahwa kelahiran selanjutnya ia dapat didampingi oleh suaminya. Ia berharap kejadian kelahiran pertamanya tanpa didampingi oleh suaminya tidak akan terulang lagi. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui beberapa bentuk pemberian dukungan suami kepada ibu bersalin, (2) mengetahui pola kehadiran suami dalam mendampingi ibu bersalin, dan (3) membuktikan pengaruh kehadiran suami sebagai pendamping persalinan terhadap lama kala II persalinan di BPS Ny. “Y” Cilimus Kabupaten Kuningan. METODE Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian eksperimental dengan rancangan non-Randomized Pretest-Posttest Control Group Design(11)(12). Dalam penelitian ini peneliti membandingkan 2 kelompok ibu bersalin dimana satu kelompok ibu bersalin diberi perlakuan yaitu didampingi suaminya dan satu kelompok sebagai kontrol dimana ibu bersalin ini secara sengaja tidak didampingi suaminya selama persalinannya. Jumlah sampel penelitian 30 orang yang terdiri dari 15 orang kelompok perlakuan dan 15 orang kelompok kontrol. Sampel penelitian ditentukan berdasarkan urutan yang datang untuk melakukan persalinan di BPS Ny. “Y” di Cilimus Kabupaten Kuningan dalam kurun waktu 2 bulan berturut-turut (consecutive sampling) yang telah memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut: 1) Ibu bersalin yang belum pernah melahirkan sebelumnya, 2) Usia ibu 20-30 tahun, 3) Presentasi, letak, dan sikap bayi normal, dan 4) Tahapan persalinan kala I fase aktif yaitu dilatasi serviks lebih atau sama dengan 4 cm. Dalam penelitian ini kehadiran suami didefinisikan sebagai hadirnya suami di ruang bersalin untuk mendampingi isterinya melahirkan selama waktu yang dibutuhkan isterinya melahirkan. Sedangkan lama persalinan didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh seorang ibu bersalin dari awal persalinan (kala I fase aktif yaitu pembukaan ≥ 4 cm) sampai bayi lahir. Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi langsung mengikuti proses persalinan yang ditolong oleh Bidan Ny. Y dan berdasarkan partograf yang didokumentasikan secara khusus untuk setiap ibu bersalin, maka ditentukan sejak pembukaan sudah mencapai 4 cm, peneliti mencatat waktu persalinan sampai bayi keluar dengan menggunakan stopwatch merek Tinday tipe T.637. Penelitian dilakukan selama 2 bulan (Mei – Juli 2009) di tempat praktek Bidan Ny. Y yang bersamaan dengan waktu pelaksanaan Praktek Klinik Kebidanan II di wilayah Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Setelah data terkumpul, peneliti melakukan uji hipotesis dengan terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan tes KolmogorovSminov atau Shapiro-Wilk. Setelah dilakukan uji normalitas data, kemudian dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji t (t test) untuk mengetahui perbedaan mean dua kelompok data independent dan variabel yang dihubungkan
berbentuk numerik dan kategori(13) yaitu mengetahui perbedaan lama persalinan yang didampingi oleh suami dan lama persalinan yang tidak didampingi oleh suami. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 orang sampel penelitian didapatkan distribusi sampel berdasarkan beberapa karakteristik sebagai berikut: Pada kelompok perlakukan (KP) terdapat 9 orang (60%) yang berusia 20 – 24 tahun dan 6 orang lainnya (40%) berusia 25 – 30 tahun. Sedangkan pada kelompok kontrol (KK) terdapat 11 orang (73%) yang berusia 20 – 24 tahun dan 4 orang (27%) lainnya berusia 25 – 30 tahun. Jika dilihat berdasarkan berat badan bayi yang dilahirkannya maka pada kelompok perlakuan, 10 orang ibu melahirkan bayi dengan BB 2.500 – 2.999 gram dan 5 orang ibu lainnya melahirkan bayi dengan BB 3.000 – 3.500 gram. Sedangkan pada kelompok kontrol, dari 15 orang ibu bersalin 7 orang ibu melahirkan bayi dengan BB 2.500 – 2.999 gram dan 8 orang ibu lainnya melahirkan bayi dengan BB 3.000 – 3.500 gram. Peneliti juga mendapatkan data distribusi sampel berdasarkan variasi hasil pemeriksaan dalam pertama saat ibu bersalin datang ke bidan. Pada kelompok perlakuan (KP) didapatkan dari 15 orang ibu bersalin 12 orang di antaranya didiagnosis Kala I fase laten (pembukaan 0 – 3 cm) dan 3 orang lainnya sudah memasuki Kala I fase aktif (pembukaan lebih dari 3 cm). Sedangkan pada kelompok kontrol (KK) didapatkan 9 orang didiagnosis Kala I fase laten dan 6 orang lainnya didiagnosis sudah memasuki kala I fase aktif. Selain itu juga peneliti melakukan observasi khusus terhadap Kelompok Perlakuan terutama ditujukan kepada perilaku suami dalam memberikan dukungan kepada istrinya yang sedang dalam proses persalinan. Berikut ini dapat dideskripsikan bentuk-bentuk dukungan tersebut antara lain: Tabel 1.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Bentuk-bentuk Dukungan Suami kepada Ibu Bersalin Bentuk Dukungan Dilakukan Tidak Dilakukan Melap keringat ibu bersalin 12 3 Mengipasi 6 9 Memberi makanan dan minuman 14 1 Memotivasi ibu 10 5 Bersama dengan ibu mengatur napas dan 7 8 mengedan Membantu ibu turun dari tempat tidur dan 6 9 mengantar ke toilet 6 9 Membantu ibu untuk mendapatkan posisi yang nyaman baginya, berjalan-jalan, duduk, merangkak atau jongkok. Berbicara pada ibu dengan lemah lembut 9 6 Memberi kompres dingin 5 10 Memapah ibu saat berjalan-jalan 4 11 Menenangkan ibu 10 5
12 13
Menstimulasi puting susu ibu sesuai instruksi bidan Menjadi tempat pegangan ibu saat mengedan bersamaan dengan adanya his
9
6
15
0
Selain melakukan pengamatan terhadap bentuk dukungan yang diberikan suami kepada ibu bersalin, berikut ini juga dijelaskan pola kehadiran suami dalam mendampingi istrinya bersalin sebagai berikut: Tabel 2. Pola Kehadiran Suami dalam Pendampingan Persalinan No Pola Kehadiran Suami Jumlah % 1
Terus-menerus
10
66,7
2
Sewaktu-waktu
5
33,3
15
100
Jumlah
Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dijelaskan bahwa 66,7% suami yang mendampingi istrinya bersalin berada dalam pola kehadiran terus-menerus, dan hanya sedikit suami yang pola pendampingannya sewaktu-waktu. Para suami yang sewaktu-waktu mendampingi ibu bersalin seringkali digantikan oleh para anggota keluarga terdekat lainnya (ibu kandung, mertua, kakak/adik perempuan, dan saudara perempuan lainnya). Selain pola kehadiran suami, peneliti juga telah berhasil mencatat rata-rata lama pendampingan persalinan yang dilakukan oleh suami yaitu mencapai 212,15 menit dan rata-rata lama persalinan yang dialami ibu yang mencapai 283,4 menit. Berdasarkan data tersebut, maka rata-rata suami yang mendampingi istrinya bersalin 75%-nya dari total waktu persalinan secara keseluruhan. Terakhir peneliti mencatat dan kemudian membandingkan rata-rata lama kala II persalinan pada kedua kelompok yaitu antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan gambaran sebagai berikut: Tabel 3. No 1 2
Perbandingan Rata-rata Lama Persalinan pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Kelompok Sampel Rata-rata Lama Persalinan (menit) Perlakuan 212,15 Kontrol
354,55
Setelah rata-rata lama persalinan dari kedua kelompok dihitung, maka dalam rangka pembuktian hipotesis penelitian dilakukan uji beda antara dua mean dengan menggunakan uji t dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil uji t test dengan varian sama antara lama persalinan yang didampingi oleh suami dan yang tidak didampingi oleh suaminya Standar Std. Error α uji t t tabel p Kelompok N Mean Deviasi Mean Perlakuan 15 212,15 87,380 30,89 0,05 6,026 2,101 0,022 Kontrol 15 354,55 142,217 56,33 Berdasarkan tabel 4 di atas menunjukkan bahwa telah diperoleh nilai p=0,022 pada derajat kemaknaan a = 0.05 (Cumulative Insidence 95%). Nilai p yang kurang dari α=0,05 ini dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan signifikan pada lama persalinan antara ibu bersalin yang didampingi oleh suami dengan lama yang tidak didampingi oleh suami. Begitu juga dilihat dari nilai t yang menunjukkan t hitung 6,026 sedangkan t tabel 2,101 yang berarti t hitung < t tabel, maka pada penelitian ini terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada lama persalinan antara ibu bersalin yang didampingi oleh suami dan yang tidak didampingi oleh suami. Dengan perkataan lain terdapat pengaruh kehadiran suami sebagai pendamping persalinan terhadap lama kala II persalinan. Faktor psikologis ibu bersalin merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses persalinan sendiri, selain 3 (tiga) faktor utama lainnyayaitu faktor passage, passanger dan power (14). Hal tersebut dapat dibuktikan dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa ternyata stabilitas emosi yang merupakan bagian dari faktor psikis ibu bersalin dapat mempengaruhi nyeri persalinan. Pada saat ibu bersalin merasakan nyeri, maka si ibu mulai putus asa akan kemampuannya untuk menyelesaikan persalinannya dengan baik (15). Menurut Bonika dan Chadwick, nyeri persalinan pada kala I diakibatkan oleh dilatasi serviks dan segmen bawah rahim uterus dan distensi korpus uteri (15). Intensitas nyeri selama kala ini diakibatkan oleh kekuatan kontraksi dan tekanan yang dibangkitkan. Pada akhir kala I, nyeri lebih disebabkan oleh penurunan kepala janin memasuki pelvis yang menyebabkan distensi struktur pelvis dan tekanan pada radiks pleksus lumbosakralis sehingga terjadi nyeri alih pada segmen L2 ke bawah, bagian bawah punggung dan juga pada paha dan tungkai. Nyeri ini bisa bertambah ataupun malah semakin nyeri bila terjadi kecemasan pada ibu. Nyeri dapat menyebabkan cemas ataupun sebaliknya karena cemas dapat menambah intensitas nyeri. Nyeri atau cemas ini akan mengakibatkan stres yang berdampak pada peningkatan aktifitas saraf otonom sehingga dapat terjadi peningkatan pelepasan katekolamin maternal yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan aliran darah uterus (15). Sebagai salah satu efek samping peningkatan kadar adrenalin adalah penurunan aktifitas uterus yang dapat menyebabkan persalinan lama (15). Penjelasan ini juga diperkuat oleh suatu hasil studi Chapman bahwa respons stres merupakan faktor pertama terjadinya partus lama sedangkan presentasi/posisi janin, disproporsi sefalopelvik, pembatasan mobilitas dan postur setengah berbaring, puasa ketat, analgesia dan paling jarang penyebab fisik (16).
Rasa nyeri persalinan sebenarnya dapat dikurangi ataupun sebaliknya kian menjadi-jadi dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dalam diri ibu dan salah satunya yaitu ditemani dan didukung oleh orang yang dia cintai dan atau petugas kesehatan yang berpengalaman(17). Kehadiran orang kedua memang mempengaruhi psikologis ibu dikarenakan berbagai alasan. Seperti banyak penelitian yang mendukung kehadiran orang kedua pada saat persalinan berlangsung. Penelitian itu menunjukkan bahwa ibu merasakan kehadiran orang kedua tersebut sebagai pendamping penolong persalinan/bidan, akan memberikan kenyamanan pada saat bersalin (18). Penelitian lain menjelaskan bahwa kehadiran seorang pendamping persalinan dapat memberikan rasa nyaman, aman, semangat, dukungan emosional dan dapat membesarkan hati ibu, apalagi jika kehadiran seorang pendamping persalinan tersebut atas pilihannya sendiri (19). Pilihan pendamping persalinan biasanya bervariasi. Banyak ibu bersalin yang ingin didampingi oleh seorang wanita yang berpengalaman dan memahami proses persalinan (18). Yang dimaksudkan di sini adalah seorang ibu, kakak atau bahkan seorang tenaga kesehatan (penolong). Akan tetapi dewasa ini, banyak ibu bersalin yang memilih suami mereka untuk menemani proses persalinan dikarenakan mereka menganggap bahwa suami adalah orang terdekat dengan mereka. Hasil studi Wibowo dengan menggunakan desain penelitian cross sectional terhadap 100 sampel menemukan bahwa 89% istri ingin didampingi oleh suaminya saat bersalin (20). Hal ini sesuai dengan penelitian Woolet dan Dosanjh-Matwala bahwa hasil wawancara mereka menunjukkan ibu yang ditemani oleh suami mereka merasa lebih senang atas dukungan suami pada saat persalinan (18). Sesuai dengan studi yang dilakukan Munayarokh dkk mengenai pengaruh kehadiran suami terhadap lama kala II yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Tidar Magelang. Munayarokh menggunakan desain cross sectional terhadap sampel 97 ibu bersalin yang diambil dengan menggunakan teknik acak sederhana. Hasilnya menunjukkan bahwa kehadiran suami memiliki hubungan bermakna dengan nilai p=0.00 dan nilai r=-0.89 (21). Selain itu juga didukung oleh sebuah penelitian yang dilakukan oleh Suwarni mengenai hubungan antara dukungan suami dengan kestabilan emosi dalam menghadapi proses persalinan dengan sampel 60 ibu hamil dan menggunakan teknik purposive dan menggunakan analisis product moment diperoleh nilai r sebesar 0,535 dengan p<0.01 (22). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan suami dengan kestabilan emosi dalam menghadapi proses persalinan dan sebaliknya. Sumbangan efektif atau peranan dukungan suami terhadap kestabilan emosi dalam menghadapi proses persalinan diperoleh koefisien diterminan (r) sebesar 28,7%. Berdasarkan hasil studi Suwarni dan hasil penelitian ini, dapat dijelaskan bahwa masih banyak faktor yang mempengaruhi lama persalinan, selain pendampingan persalinan. Meskipun kehadiran suami merupakan salah satu kebutuhan ibu bersalin akan tetapi masih terdapat empat kebutuhan ibu bersalin yang harus dipenuhi (4). Kebutuhan ibu bersalin tersebut yang pertama adalah asuhan fisik dan psikologis dimana asuhan yang diberikan yaitu asuhan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan (dokter atau bidan) yang berlandaskan pada Asuhan Sayang Ibu. Kedua adalah pengurangan rasa sakit yang telah sebagian dibahas diawal pembahasan. Akan tetapi menurut Mander metode lain bisa dilakukan yaitu dengan metode psikologis dan psikoprofilaksis di antaranya yaitu relaksasi untuk mengurangi ketegangan yang timbul dan yang memperburuk nyeri kontraksi uterus dengan cara latihan pernapasan. Selain itu, Mander juga mengemukanan teknik lain yaitu dengan hipnoterapi, imajinasi dan umpan balik biologis. Ketiga barulah kehadiran suami dimana di sini ditambahkan bahwa kehadiran suami tersebut harus secara terus-menerus. Keempat adalah penerimaan atas sikap dan prilakunya dan yang kelima adalah informasi dan kepastian tentang hasil persalinan yang aman (15). Hal ini jelas memperlihatkan bahwa kehadiran suami hanya salah satu aspek dari kebutuhan ibu bersalin yang dapat mempengaruhi psikologis ibu terutama dalam upaya psikoprofilaksis dalam meredakan rasa nyeri persalinan berupa non-farmakologis disamping farmakologis. Suami di dalam ruang bersalin memberikan dukungan seperti yang diungkapkan Fortier bahwa dukungan moril dan pengertian dari suami dapat menjadi menjadi “obat” mujarab bagi isteri yang sedang berjuang melahirkan buah hati mereka(23). Selain itu hasil studi lainnya menunjukkan bahwa para wanita yang mendapat dukungan selama persalinan akan lebih sedikit memerlukan pereda nyeri, mengalami lebih sedikit campur tangan medis dan melahirkan bayi-bayi yang kuat (7). Beberapa penelitian membandingkan dukungan persalinan yang terusmenerus dengan yang sewaktu-waktu (18). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan secara terus-menerus lebih penting dibandingkan dengan dukungan secara sewaktu-waktu baik dari tenaga kesehatan ataupun suami (18). Menurut Nolan, peran suami memang sangat tidak terbatas (7). Mereka adalah orang yang dicintai oleh pasangannya dan calon dari ayah yang dikandungnya. Mereka adalah orang yang diharapkan akan bisa menjelaskan apa yang mereka rasakan, tempat bertanya, mengerti dan memahami apa yang sedang terjadi pada isterinya. Seorang suami bisa membantu tenaga kesehatan untuk bisa mengurangi rasa sakit karena his dan penurunan kepala saat persalinan, bisa menerima sikap dan perilaku isteri yang bisa berubah saat persalinan dan juga memberi informasi dan kepastian mengenai hal yang dialaminya, apakah hal tersebut normal atau tidak. Hal ini dikarenakan pada ibu primigravida yang belum mengetahui dengan jelas apa yang sedang dirasakannya bisa saja menimbulkan stres yang merupakan salah satu faktor risiko dari persalinan lama (16). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,022) dalam hal lama persalinan antara ibu bersalin yang mendapat pendampingan suami dengan ibu bersalin yang tidak didampingi suami. Dalam hal pemilihan pendamping persalinan, bidan harus tetap menghormati hak-hak reproduksi ibu. Kehadiran orang terdekat dalam proses persalinan harus mampu menjadi psikofarmakologis untuk mengurangi tingkat kecemasan ibu bersalin melalui pemberian berbagai jenis dukungan baik dukungan emosional maupun fisik. Karena itu, selama perawatan kehamilan, bidan harus melakukan konseling pra-persalinan yang berfungsi untuk
memaksimalkan pendampingan persalinan di ruang bersalin sebagai upaya peningkatan kualitas pelaksanaan Asuhan Sayang Ibu. DAFTAR PUSTAKA (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23)
Cholil, A. Lokakarya Pengembangan Konsep Gerakan Sayang Ibu- Aliansi Pita Putih. Bogor: MNH; 2002 IBI. Buku Ringkasan Program Radio Sahabat Bidan Episode 10-19 Asuhan dan Dukungan Proses Persalinan. Jakarta: IBI; 1996 Sofyan, M et.al. Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta: PP IBI; 2003 Pusdiknakes. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan Fisiologis Bagi Dosen Diploma III Kebidanan Buku 1,2,3,4,5 Konsep Asuhan Kebidanan. Jakarta: Pusdiknas. WHO.JHPIEGO; 2005 Rachmawati, E. Kehamilan Sehat dan Persalinan Aman. Sudahkah Terwujud. Jakarta; 2006 Gibbins, J and Thomson, M. Women’s expectations and experiences of childbirth. Midwifery Ed.7; 2001 Nolan, M. Kehamilan dan Melahirkan (terjemahan). Jakarta: Arcan; 2003 Noack H and Atai H. Presence of The husband in the Delivery Room. Dalam http://www.pubmed.com/ diunduh 15 Desember 2007 Nurlatifah, T. Alasan Ketidakikutsertaan Suami pada proses persalinan di Rumah Sakit Umum dr. Slamet Kabupaten Garut. Bandung: D IV Kebidanan Universitas Padjadjaran; 2002 Ahmad. Islam galak temani isteri bersalin. Berita Harian; 1998 Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2002 Badriah, DL. Metodologi Penelitian Ilmu-Ilmu Kesehatan. Bandung: Multazam; 2006 Pagano, M. Principles of Biostatistics. California: adsworth Publishing Company; 1992 Mochtar, R. Sinopsis Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta: EGC; 1998 Mander,R. Nyeri Persalinan (terjemahan). Jakarta: EGC; 2003 Chapman, V. Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Kelahiran, terjemahan (terjemahan). Jakarta: EGC; 2006 Tabloid Ibu dan Anak. Rasa Sakit Melahiran. RS Ibu dan Anak Hermina; 2002 Wiknjosastro, H. Catatan Tentang Perkembangan Dalam Praktek Kebidanan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2001 Myles, MF. Textbook For Midwives with Modern Concepts of Obstetric and Neonatal Care. London: Churshill Livingstone; 1995 Wibowo. Implementasi Gerakan Suami Siaga di Kabupaten Nganjuk Propinsi Jawa Timur. Tesis. Surabaya: Universitas Airlangga Surabaya; 2000 Munayarokh, dkk. Pengaruh Kehadiran Suami Terhadap Lama Persalinan Kala II dalam Proses Persalinan di RSU Tidar Magelang. Karya Tulis Ilmiah. Magelang: Prodi Kebidanan Magelang Poltekkes Semarang; 2007 Suwarni. Hubungan Antara Dukungan Suami dengan Kestabilan Emosi dalam Menghadapi Persalinan. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2006 Fortier, K. Dad’s in the Delivery. Parent Guide; 2006