National conference: Design and Application of Technology 2007
Pengaruh Kedalaman Rongga pada Panel Resonator dari Bahan Kayu Sengon Laut Terhadap Reduksi Bunyi Ferriawan Yudhantoa, Jamasrib, Subagioc a
Mahasiswa Pascasarjana Teknik Mesin FT UGM, b,cDosen Jurusan Teknik Mesin FT UGM E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Kebisingan merupakan masalah yang penting karena berpengaruh terhadap kenyamanan dan kesehatan. Tingkat kebisingan yang timggi dapat menyebabkan gangguan pendengaran (hearing loss). Oleh sebab itu, reduksi bising (noise reduction) menjadi perlu untuk dikaji. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki kemampuan kinerja panel akustik dari bahan kayu sengon laut dalam mereduksi kebisingan. Penelitian ini dilakukan dengan menempatkan sumber bunyi di dalam ruangan anechoic sebagai simulasi sumber bunyi yang diisolasi. Jenis panel akustik yang digunakan adalah panel ganda dengan sekat resonator. Panel akustik ganda disusun dengan mendisain rongga resonator diantara dua lapisan yaitu lapisan panel depan dan belakang sehingga membentuk panel akustik dengan ukuran 50x50 cm2. Panjang dan lebar rongga resonator (studs) yang didisain adalah 30x30 mm. Dalam penelitian ini dilakukan variasi kedalaman rongga resonator dengan kedalaman 15, 20, 25 dan 30 mm. Kinerja panel akustik dinyatakan dengan parameter NR (Noise Reduction) dengan satuan dB (decibel). Hasil penelitian menunjukkan bahwa panel akustik ganda dengan rongga resonator (panel resonator) memiliki harga NR yang lebih tinggi dibandingkan dengan panel tunggal tanpa rongga resonator. Penambahan kedalaman rongga resonator akan meningkatkan nilai reduksi bunyi pada frekuensi 125 Hz sampai dengan 4000 Hz. Penurunan NR akibat efek kebetulan (coincidence effect) rata-rata terjadi pada frekuensi 1000 Hz, dengan penurunan sebesar 1 dB sampai 7 dB. Kata Kunci : Panel tunggal, Panel resonator, NR, Efek kebetulan
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bunyi yang memberi rasa tidak nyaman bagi kegiatan sehari-hari baik di lingkungan kerja, perumahan ataupun perkantoran, dianggap sebagai kebisingan (noise). Kebisingan merupakan salah satu jenis pencemaran yang cukup penting yang berpengaruh terhadap kenyamanan dan terutama kesehatan. Bunyi yang menyebabkan gangguan pendengaran manusia (hearing loss) ada pada frekuensi 500, 1000, dan 2000 Hz berdasarkan standar yang ditetapkan OSHA (Occupational Safety and Health Administration), (Lord dkk, 1980). Tabel 1 menunjukkan klasifikasi gangguan pendengaran manusia. Tabel 1. Klasifikasi gangguan pendengaran (Kinsler, 1982) Rata-rata terjadinya gangguan pendengaran pada frekuensi 500, 1000, dan 2000 Hz (dB) Kurang dari 25 26-40 41-55 56-70 71-90 Lebih dari 91
Klasifikasi Dibawah keadaan normal Ringan Sedang Keras (aman) Keras (berbahaya) Sangat berbahaya
187
National conference: Design and Application of Technology 2007
Bahan bangunan yang berat dan menyita tempat sering digunakan untuk kontruksi dinding penginsulasi bunyi, makin berat dan tebal dindingnya, makin baik insulasi bunyinya. Dalam bangunan masa kini, dinding tebal dan berat harus dihindari agar diperoleh ruang yang lebih luas dan beban kontruksi yang lebih ringan. Dinding penginsulasi bunyi berupa panel partisi dapat mengurangi biaya bangunan, memperpendek waktu konstruksi dan menyediakan keluwesan dalam perancangan. Persyaratan ini merangsang pemakaian elemen bangunan yang tipis, ringan, siap pakai dan mudah dipindahkan. Kontruksi partisi ringan yang mempertimbangkan pengendalian bising jarang digunakan di dalam sebuah ruangan. Kayu telah banyak dimanfaatkan sebagai dinding partisi ruang dalam suatu bangunan perkantoran ataupun rumah hunian. Perancangan (design) yang bisa digunakan adalah dengan merancang panel-panel akustik dari bahan kayu yang dapat berfungsi sebagai penyerap dan penghalang bising, sehingga mampu menciptakan ruang yang memenuhi syarat kesehatan sekaligus kenyamanan. Penggunaan acoustic fill seperti serat-serat karang (rock woll), serat gelas, dan serat alam pada perancangan panel akustik digunakan untuk meningkatkan penyerapan terutama pada frekuensi rendah (Doelle, 1986). Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam yang berlimpah. Berbagai jenis kayu dapat ditemukan di Indonesia. Pohon sengon laut merupakan sumber daya alam yang banyak ditemukan di beberapa daerah sebagian Jawa. Pohon ini memiliki nama latin Albizia falcataria. Berat jenisnya adalah sekitar 0,33 gr/cm3 sehingga kayu sengon laut diklasifikasikan sebagai kayu ringan. Kayu sengon laut juga memiliki sifat fisis lain yaitu penyusutan 4,57% pada arah tangensial dan 2,715% pada arah radial dengan kandungan kadar air 10-11% pada umur 5-6 tahun (Atmosuseno,1994). Pemanfaatan kayu sengon laut dalam kontruksipun sebatas kontruksi ringan sehingga kayu tersebut berpotensi sebagai bahan partisi ruang. 1.2. Perumusan Masalah Uraian diatas menunjukkan adanya tuntutan untuk merekayasa ruangan yang bebas dari masalah kebisingan. Untuk mendapatkan ruangan yang nyaman dan bebas dari kebisingan (noise) diperlukan panel akustik yang memiliki nilai reduksi bising atau reduksi bunyi yang baik tetapi tidak mengenyampingkan estetika ketika digunakan dalam suatu ruangan bangunan perkantoran ataupun rumah hunian. Indonesia sebagai negara agraris dengan sumber kayu yang berlimpah memiliki potensi untuk mengembangkan panel akustik dari bahan kayu sengon laut sebagai bahan partisi atau penyekat antar ruang. Jenis panel akustik yang digunakan sebagai bahan partisi ruang dalam penelitian ini adalah panel tunggal dan panel ganda dengan sekat rongga resonator (panel resonator) yang berfungsi sebagai insulasi bunyi. 1.3. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Menambah data sifat akustik kayu sengon laut. 2. Pengembangan disain sel akustik peredam bunyi dari bahan kayu sengon laut ke bentuk panel akustik sebagai bahan penyekat atau partisi antar ruang. 3. Meningkatkan nilai ekonomi kayu sengon laut dan serat kenaf dengan rekayasa teknologi. 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menyelidiki sifat akustik kayu sengon laut yang dijadikan dasar dalam merancangan panel akustik. 2. Menyelidiki pengaruh panel akustik kayu tunggal dan ganda terhadap insulasi bunyi di dalam ruangan. 3. Menyelidiki pengaruh ketebalan sekat resonator yang berhubungan dengan kedalaman rongga (cavity depth) pada panel resonator.
2. TINJAUAN PUSTAKA Pilkinson glass Co. Ltd.,(1996) dalam pengembangan produk jendela kaca yang menggunakan partisi ganda, dan menyelidiki pengaruh perambatan suara di udara (airborne sound transmission) yang melewati kaca ganda dengan celah udara antar kaca 12 mm. Penambahan ketebalan kaca pada layer depan 10 mm dengan rongga udara 12 mm dan kaca bagian belakang 6 mm dapat menambah kemampuan isolasi 7 dB hingga 10 dB pada rentang frekuensi 200 Hz sampai dengan 1600 Hz. Penambahan celah udara pada partisi ganda selanjutnya kurang berarti jika melebihi 200 mm. Warnock dan Quirt (1997) meneliti transmisi suara atau bunyi yang melewati partisi ganda dari bahan Gypsum. Kontruksi pada panel yang berongga (cavity wall) dibuat dengan variasi kedalaman rongga 89 mm, 102 mm, 140 mm, 153 mm dan 203 mm. Pengaruh kenaikan kedalaman rongga pada panel ganda atau partisi ganda menyebabkan kenaikan STC (Sound Transmission Class) 10 angka.
188
National conference: Design and Application of Technology 2007
Avilova dkk (2003), melakukan penelitian tentang foam shell, yaitu panel berupa kerangka menyerupai busa dari bahan paduan aluminium dan compact AMA (Aluminium Magnesium alloy), penelitian dilakukan pada sebuah ruang yang disebut dengan reverbration chamber. Hasil riset menunjukkan pada kontruksi double walled shell (kombinasi berupa partisi ganda dari bahan aluminium shell) memiliki insulasi bunyi yang baik pada frekuensi tengah hingga frekuensi tinggi. Porositas juga memperlebar jangkauan frekuensi, hal ini dapat dilihat pada gambar 1, yang menunjukkan perbandingan antara foam shell, AMA shell dan juga double walled shell (kombinasi berupa partisi ganda dari bahan aluminium shell).
Gambar 1. Pengaruh foam shell Sound Insulasi pada jangkauan frekuensi: 1-double walled shell, 2-foam aluminium shell, 3-AMA shell (Avilova dkk, 2003) Siregar dkk (2006) meneliti pengaruh perubahan panjang dan lebar sekat rongga resonator terhadap Noise Absorption Coeficient (NAC) sel akutik kayu dari bahan kayu sengon laut. Panjang dan lebar (pxl) sekat resonator yang digunakan yaitu 10x10, 20x20, 30x30, 40x40 dan 50x50. Penambahan pxl sekat rongga resonator menyebabkan penambahan volume sekat rongga resonator, sehingga kekakuan efektif sistem turun. Turunnya kekakuan efektif udara di dalam sekat rongga resonator menyebabkan frekuensi resonansi SAK( Sel Akustik Kayu) bergeser dari frekuensi tinggi 800 Hz menuju frekuensi rendah yaitu 500 Hz. Panel akustik dengan rongga diantara dua panel dapat dianalogikan sebagai suatu sistem resonator. seperti yang terlihat pada gambar
Gambar 2. A damped, forced harmonic oscillator (Kinsler dan Frey, 1982) Bila derajat insulasi bunyi yang tinggi dibutuhkan maka sebaiknya digunakan partisi ganda yang dibentuk dari dua lembaran panel terpisah. Pada frekuensi tinggi, partisi ganda memberikan nilai yang lebih tinggi dibandingkan teori hukum massa (Kinsler dan Frey, 1982). Persamaan Teori hukum massa ditunjukkan seperti persamaan berikut :
TL = 20 Log
π + 20 Logσ . f ρ1c1
(1)
Dengan catatan TL adalah Transmission Loss (dB), c adalah 344 m/s2 (cepat rambat gelombang di udara), ω adalah frekuensi angular (2πf), ρ adalah berat jenis udara (1,21 kg/m3), ρc adalah characteristic impedance (413 MKS rayls), σ adalah massa per unit area of panel (kg/m2) dan frekuensi (Hz). Secara umum NR (Noise Reduction) sama dengan rugi transmisi bunyi tetapi NR tidak hanya tergantung dari partisi tetapi juga tergantung pada penyerapan yang terjadi di ruang penerima. Pada instalasi partisi, besarnya reduksi suara merupakan perbedaan antara tingkat tekanan suara pada dua titik di dalam dan diluar pembatas (partisi) yang dapat ditentukan dengan persamaan (Doelle, 1986) :
NR = SPL1 − SPL2
(2)
Dengan catatan NR adalah reduksi bunyi (NoiseReduction), SPL1 adalah tingkat tekanan bunyi pada sumber (dB), SPL2 adalah tingkat tekanan bunyi pada ruang penerima (dB).
189
National conference: Design and Application of Technology 2007
3. METODOLOGI 3.1. Bahan dan Alat Penelitian Bahan utama pada penelitian ini adalah kayu sengon laut (Albizia falcataria) dengan massa tebang 5-6 tahun. Peralatan pendukung lainnya seperti gergaji, gerinda, mesin amplas, lem kayu, paku dan palu. 3.2. Disain Panel Akustik Pengujian Reduksi Bising Spesimen uji berupa panel dibuat dengan ukuran 50x50cm2. Kayu sengon laut dipotong melintang dengan ketebalan 10, 15, 20, 25 dan 30 mm. Selanjutnya potongan kayu tersebut direndam dalam larutan borac 5% kemudian dibilas dengan air dan dikeringkan. Panel akustik yang dirancang yaitu panel tunggal dengan ketebalan 10 dan 20 mm dan panel ganda dengan sekat rongga resonator (panel resonator). Variabel yang digunakan pada sekat rongga resonator adalah ketinggian sekat rongga resonator (t). Disain panel dan sekat rongga resonator dapat dilihat pada gambar 3. 10mm
• Panel tunggal dengan tebal 10mm
20mm
• Panel tunggal dengan tebal 20mm 10mm
• Panel studs 30, 10+10
10mm
• Kedalaman rongga (Cavity depth) dengan ketebalan sekat resonator (t) 15, 20, 25 dan 30 mm.
Tinggi sekat (t)
Studs = pxl
30 mm
Gambar 3. Disain panel tunggal dan panel resonator
Panjang (p), dan lebar (l) sekat rongga resonator berbentuk bujur sangkar. Panjang dan lebar pada sekat ronggga resonator diistilahkan dengan studs. Studs (pxl) pada sekat resonator adalah 30x30 mm (gambar 4)
Gambar 4. Sekat rongga resonator (skala 1:3)
Pengujian panel akustik dilakukan pada wakil jangkauan frekuensi 1 octave band yaitu (63 Hz, 125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 1 KHz, 2 KHz, 4 KHz, dan 8 KHz). Panel akustik diletakkan diantara ruang sumber bunyi dan ruang penerima pada ruang uji akustik berupa anechoic chamber. Sine generator pada ruang sumber akan menghasilkan gelombang sinusoidal dengan jangkauan frekuensi satu oktaf. Ketika gelombang bunyi mengenai panel akustik maka gelombang bunyi dapat dipantulkan, diserap dan ditransmisikan. Perbedaan tekanan kedua ruang diukur dengan FFT(Fast Fourier Transform) analyzer (gambar 5). Keterangan gambar : Ruang Sumber
Ruang Penerima
2 3
4
1
5
5
6
6
7
1.
anechoic chamber
2.
Panel akustik kayu sebagai partisi
3.
Speaker
4.
Random Noise Generator
5.
mikrophone
6.
Level recorder
7.
Filter
8.
FFT (Fast Fourier Transform) Analyzer
7
Gambar 5. Anechoic chamber 8
190
National conference: Design and Application of Technology 2007
4. HASIL DAN DISKUSI
60 50 40 30 20 10 0
NR (dB)
NR (dB)
4.1. Reduksi Bunyi Panel Akustik Tunggal Berdasarkan gambar 6 maka dapat ditunjukkan bahwa pada panel tunggal (single panel) memiliki nilai NR (Noise reduction) pengujian mendekati nilai NR menurut teori hukum massa. Bentuk kurva ini mengindikasikan bahwa pada panel tunggal masih mengikuti teori hukum massa yang menyatakan bahwa setiap dua kali kenaikan massa per unit area maka rugi transmisi naik 5-6 dB (Kinsler and Frey). Perhitungan nilai reduksi bunyi menurut teori hukum massa dihitung dengan persamaan 1.
10
100
1000
60 50 40 30 20 10 0 10
10000
NR Teori hukum massa
100
1000
10000
Frekuensi (Hz)
Frekuensi (Hz) NR Pengujian
NR Teori Hukum massa
(a) panel tunggal 10 mm
NR Pengujian
(b) panel tunggal 20 mm
Gambar 6. Perbandingan NR pengujian dan NR teorioritis pada panel tunggal
60 50 40 30 20 10 0
NR (dB)
NR (dB)
Secara Teoritis selisih nilai reduksi bunyi pada panel tunggal tebal 10 mm dan 20 mm adalah 4,28 dB, hal ini disebabkan perbedaan berat per satuan luas (density area) pada kedua panel. Density area pada panel dengan tebal 10 mm dan 20 mm berturut-turut adalah 4,4 kg/m2 dan 7,2 kg/m2. Sehingga kenaikkan massa per satuan luas pada panel tunggal menyebabkan kenaikkan nilai reduksi bunyinya. Pada gambar 7a dapat dilihat kenaikkan nilai NR panel dengan ketebalan 20 mm pada frekuensi rendah yaitu 63 Hz sampai dengan 500 Hz. Dan gambar 7b adalah hasil perhitungan NR teoritis pada kedua jenis panel tunggal.
10
100 1000 Fekuensi (Hz) panel tunggal 10mm
10000
panel tunggal 20mm
(a) NR pengujian pada panel tunggal
60 50 40 30 20 10 0 10
100 1000 Frekuensi (Hz)
NR teoritis panel 10mm
10000
NR teoritis panel 20mm
(b) NR teoritis (teori hukum massa)
Gambar 7. Selisih kenaikan nilai NR menurut pengujian dan teori hukum massa 4.2. Reduksi Bunyi Panel Resonator Pada panel resonator kedalaman rongga resonator (cavity depth) akan menyebabkan kenaikan nilai reduksi bunyi pada frekuensi tengah dan tinggi. Massa per satuan luas pada panel resonator dengan selisih berat yang kecil tidak terlalu berpengaruh apabila dihitung dengan menggunakan teori hukum massa (persamaan 1). Secara umum dapat dikatakan untuk massa per satuan luas yang sama pada panel resonator cenderung lebih dipengaruhi oleh kedalaman rongga resonator, hal ini dapat dilihat pada gambar 8a. Panel resonator dengan variasi kedalaman sekat resonator 15, 20, 25 dan 30 mm masing-masing memiliki massa persatuan luas yaitu : 9,6 , 10, 10,4 dan 11,2 kg/m2 sehingga selisih berat masing-masing panel rata-rata 0,5 kg/m2. Oleh karena itu selisih massa per satuan luas antar panel resonator yang kecil dengan menggunakan teori hukum massa tidak akan menyebabkan kenaikan nilai reduksi bunyinya seperti ditunjukkan dalam gambar 8b.
191
60 50 40 30 20 10 0
NR (dB)
N R (dB)
National conference: Design and Application of Technology 2007
10
100
1000
10000
70 60 50 40 30 20 10 10
Frekuensi (Hz)
100 1000 Frekuensi (Hz)
10000
cavity depth 15mm
cavity depth 20mm
cavity depth 15mm
cavity depyh 20mm
cavity depth 25mm
cavity depth 30mm
cavity depth 25mm
cavity depth 30mm
(a) NR pengujian
(b) NR teoritis (teori hukum massa)
Gambar 8. Pengaruh kedalaman rongga resonator (cavity depth), akibat variasi ketebalan sekat resonator 60 panel tunggal 10mm
NR (dB)
50 40
panel tunggal 20mm
30 20
panel resonator cavity depth 25mm
10 0 10
100
1000
10000
Frekuensi (Hz)
Gambar 9. Perbandingan nilai NR pada panel tunggal dan panel resonator
5. KESIMPULAN 1. 2. 3. 4. 5.
Berdasarkan analisis pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Kenaikan density area pada panel tunggal menyebabkan kenaikan nilai reduksi bunyi (NR) di jangkauan frekuensi rendah sebesar 10 dB dan mengikuti teori hukum massa. Penambahan tinggi sekat resonator 25 mm pada panel resonator menyebabkan kenaikan nilai reduksi bunyi (NR) pada jangkauan frekuensi yang lebar yaitu 125 Hz sampai dengan 8 KHz. Penambahan tinggi sekat resonator 3 mm pada panel resonator hanya efektif pada frekuensi rendah yaitu pada jangkauan frekuensi 125-500 Hz dan kurang efektif pada frekuensi tinggi. Penurunan nilai NR akibat Efek kebetulan (coincidecet effect) terjadi pada frekuensi 1000Hz dengan coincidence dip 1-7 dB. Kemapuan panel resonator memberikan hasil NR yang jauh lebih baik dibandingkan dengan panel tunggal dan pada panel resonator massa panel tidak mempengaruhi nilai reduksi bunyinya.
6. DAFTAR PUSTAKA [1] ASTM, 1998, “Annual Book of ASTM Standard ”, West Conshohocken. [2] Atmosuseno, B.S., “Budi Daya, Kegunaan, dan Prospek Sengon”, 1999, Penerbit Penebar Swadaya, Bogor. [3] Avilova, G.M., Grushin A.E., dan Lebedeva I.V., 2003, “The Experimental Investigation Of The Sound Insulation By Foam Shells”, Lomonosov Moscow State University. [4] Doelle, L.L., 1986, “Akustik Lingkungan”, Penerbit Erlangga, Jakarta. [5] Kinsler, E.L., Frey A.R., Coppens A.B., dan Sanders J.V.,1982, “Fundamentals of Accoustics”, John Wiley & Sons. [6] Lord, P dan Templeton D., 1996, “ Detailling for Acoustics ” [7] Randall, R.B., 1987 ”Frequency Analysis” Bruel and Kjaer. [8] Siregar, R.H, Jamasri dan Diharjo K., 2006, “Kajian Kinerja Serapan Bising Sel Akustik Dari Bahan Kayu Kelapa Sawit” Program Riset Unggulan Terpadu XII. [9] Warnock, A.A.C. dan Quirt J.D., 1997., “Control of Sound Transmission through Gypsum Board Walls ”, Institut for Research in Construction (IRC).
192